Anda di halaman 1dari 15

PROFIL WIRAUSAHAWAN NASIONAL

1. Bong Chandra

Bong Chandra terlahir di Jakarta 25 Oktober 1987 dari pasangan Aditya dan Bong Su
Ngo. Bong mempunyai dua saudara, yaitu Bong Megaria dan Bong Bertha. Kondisi keluarga
Bong cukup baik hingga akhirnya krisis ekonomi tahun 1998 ikut menghantam usaha kue
ayahnya hingga terancam gulung tikar dan bangkrut. Sejak saat itu, hidup keluarga Bong
menjadi berat karena roda ekonomi mereka nyaris lumpuh.
Ditempa dengan kesulitan ekonomi membuat Bong Chandra tumbuh menjadi seorang
pebisnis ulung. Didukung juga dengan support yang tak ada habisnya dari keluarga telah
membuat Bong menjadi pribadi dengan karakter mental positif dan mempunyai pemahaman
nilai kehidupan yang baik. Bong juga dikenal sebagai pribadi yang santun dan ramah dalam
memberi pendapat. Di orang- orang di sektiarnya, Bong dikenal sebagia pribadi yang
menenangkan dan mampu memberi semangat kepada siapapun yang mendengarkannya.
Bong Chandra merupakan salah satu motivator ternama di Indonesia, bahkan dia juga
pengusaha sukses di usia yang masih muda. Seminarnya selalu dihadiri ribuan orang.
Terhitung sejak awal 2010, dia telah mengadakan tujuh kali seminar dan masing-masing
dihadiri oleh 3000 orang. Saat ini, dia telah memimpin tiga perusahaan dan membawahi
sekitar 150 staf karyawan. Perusahaannya antara lain PT Perintis Triniti Property, PT Bong
Chandra Success System, dan PT Free Car Wash Indonesia.
Bong Chandra pun merupakan seorang pengembang. Saat ini, dia sedang membangun
perumahan bernama Ubud Village di daerah selatan Jakarta. Tak tanggung-tanggung, nilai
investasi perumahan ini adalah Rp180 miliar dan memiliki luas sebesar 5,1 hektar. Selain itu,
Bong Chandra juga berencana untuk membangun Super Blok Terbesar di Serpong dan kota
mandiri seluas 80 hektar di Manado.
Pengusaha muda ini juga mengaku akan segera menjadikan bisnis cuci mobilnya itu
sebagai sebuah franchise setelah berjalan lima tahun. Menurutnya, untuk dijadikan franchise,
sebuah bisnis harus terbukti sukses selama lima tahun.
Meskipun terlihat begitu sukses, rupanya Bong Chandra sempat menjalani masa-masa
sulit saat Indonesia dihempas krisis moneter sekitar 1997-1998. Walau dilahirkan dalam
keluarga yang tidak kekurangan, namun keluarga anak kedua dari tiga bersaudara ini
mengalami kebangkrutan saat krisis moneter menyerang.
Bong Chandra muda awalnya tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi hingga melihat
plang bertuliskan “DIJUAL” di depan rumahnya sendiri. Bahkan, keluarganya memiliki
utang puluhan juta untuk membiayai kuliahnya.
Keadaan yang sulit tersebut membuat Bong Chandra menjadi anak muda yang tangguh
dibandingkan dengan angkatan seusianya. Mulai umur 18 tahun, dia mulai merintis bisnis
bersama teman-temannya. Perjuangannya dipenuhi dengan hinaan dan cemoohan, tapi Bong
Chandra tak menyerah dengan berbekal motor butut.
Usahanya yang keras pun akhirnya berbuah manis. Bong Chandra kini telah berhasil
menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. Pengarang buku laris Unlimited Wealth yang
hampir terjual 100.000 kopi ini pun menyumbangkan 100% royalti penjualan buku itu ke
Yayasan Vincentius, Jakarta Pusat.
Selain berbisnis, Bong Chandra juga aktif memberikan motivasi dalam seminar-seminar
yang dilakukannya. Tahun 2009, dia diundang untuk memberi motivasi di Perusahaan
Terbesar Dunia (versi Fortune 500). Bong Chandra juga telah diundang oleh Shell, BRI,
Bank Mandiri, Bank Panin, Commonwealth, Yamaha, Ciputra Group, PNL, Gramedia,
Prudential, dan lain-lain. Dia juga memberikan motivasi ke lebih dari 2 juta orang di TV One.

2. Yasa Singgih
Profil Wirausahawan

Nama : Yasa Paramita Singgih

Tempat, tanggal lahir : Bekasi, 23 April 1995

Pendidikan terakhir : SMA Regina Pacis Jakarta

Universitas : Bina Nusantara University

Jenis usaha : Konveksi

Nama Brand : Men’s Republic

Awal Mula Kisah Sukses Usaha Yasa Paramita Singgih


Namanya Yasa Paramita Singgih lahir di Bekasi 23 April 1995. Dia adalah anak ke tiga
dari tiga bersaudara, Prajna, Viriya dan Yasa sendiri. Ayahnya bernama Marga Singgih dan
ibunya bernama Wanty Sumarta. Ia lebih dikenal dengan sebutan Yasa Singgih, dan sering
muncul diberbagai media cetak dan digital. Dia dikenal sebagai salah satu pengusaha muda
dibawah 20 tahun. Ia lahir di keluarga sederhana membuatnya selalu menghargai kerja keras.
Yasa sukses menyelesaikan pendidikannya SD Ananda dan SD Surya Dharma, lalu
melanjutkan di sekolah menengah dan akhir di SMA Regina Pacis Jakarta. Dia hanyalah anak
biasa yang masih suka bermain dan meminta uang jajan. Belum kuliah usahanya sudah
kemana- mana. Semuanya dimulai dari angka nol besar alias tanpa modal uang. Yang
berbeda padanya hanyalah kasih sayang keluarga. Dia tumbuh menjadi anak yang
menginginkan kebahagiaan orang tuanya dan itu semangatnya.
Semua berawal dari tuntutan hidup yang membuat yasa harus hidup mandiri, Keadaan
sang ayah yang menderita sakit jantung, kala itu ia masih duduk di bangku SMP kelas tiga.
Penghasilan sang ayah saat itu digunakan untuk membiayai sekolah anak-anaknya daripada
membiayai pengobatan sakit sang ayah. Keadaan ini membuat Yasa berpikir bagaimana kelak
masa depannya, sedangkan ayahnya terbaring sakit. Ia pun tidak ingin menambah beban pada
orang tua, ia kemudian mulai berpikir bagaimana caranya bisa mendapatkan pemasukan
secara mandiri. Setidaknya bisa untuk mencukupi uang saku dan untuk membeli buku tanpa
harus minta pada orang tua.
Keinginan Yasa tersebut membawanya untuk melamar sebagai seorang MC pada salah
satu acara yang digelar di pusat belanja di Jakarta. Kala itu, dalam seminggu Yasa bisa
mengisi sampai tiga acara dalam akhir pekan. Uang yang ia terima kala itu adalah Rp.
350.000 setiap kali ia tampil.

Usaha Mandiri
Selepas masuk SMA Regina Pacis, Jakarta, barulah dimulai usahanya sendiri untuk
mencari uang. Selepas kontrak sebagai pembawa acara selesai, ia mulai berbisnis lampu hias
warna- warni selama enam bulan. Sebuah buku berjudul "the Power of Kepepet" karya Jaya
Setiabudi, membuatnya terbakar berbisnis mandiri. Kala itu Yasa langsung menghubungi
temanya yang memiliki usahan konveksi (milik ayahnya).
Singkat cerita ia menemui tiga orang yang ahli aplikasi desain. Dia yang tidak bisa
mendesain, mulai berguru selama 7 hari. Hasilnya, ia masih tidak bisa sama sekali hingga
hari terakhir desainnya harus dikirim. ia benar terdesak atau kepepet dan memutuskan
menggunakan Microsoft Word untuk mendesain. Akhirnya ia pun mengirimkan sebuah
desain yaitu gambar Ir. Soekarno. "Orang Indonesia ada ratusan juta, masa 24 orang aja gak
ada yang beli," ucapnya tertawa.
Setelah dua minggu kaosnya jadi, dia segera menjual kasonya dan hanya laku terjual 2
buah saja dari dua kaosnya, satu kaosnya dibeli oleh ibunya sendiri karena kasihan. Yasa lalu
berlari ke Tanah Abang, membeli selusin pakaian kaos hingga menghabiskan 4 juta. Dia
harus bersusah payah membawa kaos- kaos
tersebut, melewati ribuan penjual dan pembeli
yang tumpah jadi satu.
Di rumah, dia benar- benar terkejut atas
keputusanya membeli banyak sekali barang. Ia
harus memutar otak lagi untuk menjualnya atau
merugi besar- besaran. Beberapa kali
menawarkan ditambah rasa percaya diri, ia
mulai menjual produknya tanpa ada marketing
khusus atau brand tersendiri. Lama kelamaan,
Yasa berhasil menutup modalnya dan mulai
mencari cara menjual produknya sendiri. Dua
kali bisnis kaos yang bermodal kepepet, Yasa
mulai merencanakan bisnisnya secara matang-
matang.
Perhitungan Bisnis Tidak Matang
Membuatnya Gagal
Dari bisnis kaos, ia pernah diwawancarai
oleh majalah entrepreneur besar di Indonesia.
Bisnis lainnya yaitu membuka toko online
"Men's Republic".
Kemudian dia mencoba membuka bisnis minuman yang diberi nama "Ini Teh Kopi",
sebuah usaha kedai menjual minuman kopi duren. Usahanya tersebut bisa dibilang sukses
besar ditambah dengan namanya yang dikenal.Tak lama kemudian, sekitar enam bulan
kemudian ia sudah membuka cabang baru tepatnya di Mall Ambassador Jakarta Selatan.
Namun ternyata bisnis baru yang ia kelola tersebut mengalami kebangkrutan yang
membuatnya malah menderita kerugian. Pada tahun 2013 ia memutuskan untuk menutup
kafenya, dan bahkan bisnis kaosnya pun juga turut dihentikan. Menurutnya, jika dihitung
kerugian yang ia derita mencapai 100 jutaketika dirinya masih di bangku SMA. Disaat
bersamaan, sekolah tengah mempersiapkan ujian nasional, begitu pula dirinya yang sudah
kelas 3 SMA. Makanya urusan rugi atau membuka bisnis kaos kembali dihentikan dulu.
Bangkit dari Kebangkrutan Men’s Republic
Setelah UN usai, ia kembali lagi terjun ke dunia bisnis, kali ini dengan sebuah konsep
yang jelas dengan dilengkapi bisnis plan yang tersusun rapi. Saat itu dia berusia 19 tahun ia
memulai kembali bisnisnya dari 0, melihat peluang yang sangat besar, ia membangun merk
fashion pria dengan nama Men’s Republic yang bergerak di dunia online. Ya, Men’s republic
kembali dikibarkan Yasa.
Yasa bertemu dengan satu pabrik yang memberinya 250 pasang sepatu. Itu diberikan
untuk dijualkan dengan tenggang waktu selama dua bulan. Kepepet membuat Yasa berpikir
serius bagaimana agar semuanya terjual. Dijualnya sepatu itu bermodal brand atau mereknya.
Menggunakan survei sebagai landasan, kali ini, Yasa tak mau bangkrut kembali seperti yang
dulu- dulu. Dia mendapati pembeli rata- rata Men's Republic adalah umur 15 tahun- 25 tahun.
Fokus Yasa cukup agar itu bisa terjual melalui aneka branding lewat online. Total ada
enam pabrik bekerja sama dengannya di kawasan Bandung. Uniknya pabrik tempatnya
bekerja sama tak cuma membangun mereknya. Mereka juga bekerja sama dengan produk
bermerek lain seperti Yongki Komaladi dan Fladeo. Ia
sendiri mencontoh para pemilik merek tersebut.
"Merek-merek itu tak punya pabrik sama sekali, tapi
penjualannya luar biasa, kan? Saya mau terapkan hal
yang sama pada usaha saya," kata dia.
Kemudian ia mencoba menjalankan bisnisnya sendiri
saja & hanya dari 4 lusin produksi sepatu pertamanya,Kini,
produk Men's Republic telah menjual 500 buah pasang
sepatu per- bulan. Men's Republic hadir dengan harga
terjangkau di bawah Rp 500 ribu. Tanpa ada pabrik Yasa
mampu menghasilkan omzet ratusan juta rupiah. Produknya
juga hanya dipasarkan melalui pemesanan online. Dari
usaha tersebut ia mampu mendapatkan laba bersih 40% .
Men’s Republic telah bertransformasi menjadi brand
fashion Indonesia yang digandrungi oleh pria muda
Indonesia, customer Mens Republic kini sudah sampai ke
seluruh Indonesia dan 8 negara di Asia. Pada awalnya, Yasa Singgih hanya menjual sepatu
kasual untuk pria. Namun semakin besar usahanya membuat brand yang ia kelola semakin
menawarkan produk yang beragam. Saat ini Men’s Republic menjual produk celana dalam,
jaket dan juga sandal untuk pria.
Tak puas pada produknya sekarang, masih ada pemikiran dibenaknya untuk menjual
produk ikat pinggang, dan celana. Yang paling pasti adalah ia akan terus mematangkan
konsep bisnis sambil berjalan.
Berada di puncak kesuksesannya Yasa tidak mendapatkannya secara instan banyak
perjuangan dan jatuh bangun yang ia alami sebelumnya. Ia hanya memiliki visi dan
pemikiran bahwa hidup hanya sekali, melakukan yang terbaik sebelum menyesal nanti.
Saat ini Yasa sedang menjalani kuliah di Bina Nusantara University jurusan Marketing
Communication & sudah mendirikan perusahaan bernama PT Paramita Singgih di ITC
Permata Hijau, Jakarta Selatan dan memiliki 5 orang staff yang masih berstatus mahasiswa
juga untuk menaungi bisnisnya tersebut.
Visi Yasa dan PT Paramita Singgih adalah menjadi perusahaan pemilik merk fashion&
consumer goods berbasis online terbanyak, terbesar & terbaik di Indonesia. Ia juga berencana
membangun "Bilionary Versity, yaitu sekolah bisnis non- formal untuk para pengusaha
muda.
Atas karyanya membangun Men’s Republic yang memberikan dampak bagi industri
fashion local brand di Indonesia, serta cerita perjalanan bisnisnya yang menginspirasi banyak
orang saat ini hampir seluruh media nasional dalam bentuk elektronik, cetak & internet telah
meliput Yasa & Men’s Republic. Tepat di usia 20 tahun ia juga telah menerbitkan buku
Never Too Young to Become a Billionaire yang penjualannya sangat fantastis hingga
mendapatkan predikat National Best Seller dalam waktu yang sangat singkat walaupun ini
adalah buku pertamanya.
Yasa juga telah diundang oleh banyak komunitas dan universitas berkat semua yang
dilakukan Yasa & Mens Republic, ia telah menjadi narasumber di berbagai institusi mulai
dari Kementerian Republik Indonesia, perusahaan multinasional hingga nasional sampai
universitas universitas terbaik di seluruh Indonesia untuk memberikan sharing seputar bisnis,
inspirasi dan pengembangan diri.
Sampai dengan sekarang ia masih sering kali gagal, gagal dan gagal dalam setiap hal
yang ia lakukan, karena Yasa percaya bahwa gagal = belajar. Bahkan ia telah menghabiskan
uang puluhan juta rupiah untuk mengikuti seminar, training dan workshop pengambangan
diri dan bisnis. When you stop learning, you stop growing.
Penghargaan
Yasa juga telah mendapatkan beberapa penghargaan skala nasional hingga internasional
atas semua yang ia lakukan dalam dunia bisnis di Indonesia :
 Narasumber Asia Pacific Youthpreneur 2014
 Tokoh Muda Inspiratif versi Metro TV
 10 Pengusaha Muda Sukses versi YukBisnis.com
 7 Pengusaha Muda Berprestasi versi Kaskus.co.id
 5 Entrepreneur Muda Tergila versi Lintas.Me
 5 Wirausaha Muda Sukses versi SenengMedia.com
 Tokoh Nyata Film Dokumenter Pemimpin Muda Dunia Bisnis dari Kementerian
Pemuda & Olahraga Republik Indonesia
 Juara 1 Wirausaha Muda Mandiri Nasional Kategori Mahasiswa Bidang Kreatif
 Youth Marketeers Of The Year Award 2016 by Mark Plu
 Forbes 30 Under 30 Top Promising Young Leaders, Daring Entrepreneurs and Game
Changers in Asia by Forbes
 The Youngest Forbes 30 Under 30 Asia in Retail & E-commerce Category 2016

Tidak seorang pun yang percaya akan bisnis yang dirintis Yasa termasuk orang tuanya
sendiri. Dari hasil binis online ini, Yasa sudah dapat memiliki rumah di Kawasan Citra
Tangerang senilai Rp 160 juta dan bisa membiayai kuliahnya di BINUS UNIVERSITY.
Yasa Paramita Singgih saat ini dikenal sebagai ikon entrepreneur muda Indonesia, ia
adalah cerita nyata dari pepatah From Zero to Hero. Visi besar seorang Yasa sebagai
entrepreneur muda adalah menjadikan Indonesia yang kuat dengan semangat
entrepreneurship di Indonesia serta menjadikan bisnisnya kebanggaan bangsa Indonesia yang
dapat maju hingga dunia internasional.

Kiat Sukses Dari Yasa Paramita Singgih


“Never too young to become a billionaire”
 Adrenalin berbisnis lebih kencang daripada jatuh cinta
 Selalu merasa bodoh terhadap ilmu, jangan pernah berhenti belajar
 Walaupun sekarang kita belum kaya, tapi kita harus mulai praktekkin "habbit" nya
orang orang kaya.
 Coba ambil satu keputusan untuk melakukan habbit nya orang kaya. Mungkin
keputusan kecil, tapi bisa berdampak besar
 Rutin beli majalah/tabloid bisnis, walaupun tidak suka membaca. Paksain Baca kisah
kisah jatuh bangun pebisnis.
 Terjun di organisasi & bisnis, memaksa saya untuk memiliki pola pikir diatas rata2
usia saya sendiri.
 Di usia 17 tahun banyak remaja dapat undangan sweet17an. Tapi saya malah dapat
undangan kawinan, gara gara main sama yang lebih tua terus.
 Orang orang bilang saya kecepetan tua, tapi saya bilang ini percepatan menuju
keberhasilan.
 Dulu pas umur 15 tahun demi nyari duit rela jadi MC di Mall, mengaku umur 18
tahun biar diterima.
 Hilang puluhan juta demi ratusan juta

3. Hasjim Ning
Nama : Hasjim Ning

Nama Lengkap : Masagus Nur Muhammad Hasjim Ning

Lahir : Nipah, Padang, 22 Agustus 1916

Agama : Islam

Isteri : Tiga orang (isteri ketiga Ratna Maida)

Anak : Lima orang

Pendidikan : - SD Adabiah, Padang (1929)


- MULO, Padang (1933)
- Kursus Pembukuan A 7 B, Jakarta (1952)
- Universitas Islam Sumatera Utara (Doktor
HC, 1963)

Karir :

- Presiden Direktur PT Djakarta Motor Company (1950-1953)


- Presiden Direktur (1953-1960
- Presiden Komisaris (1960-1984)
- Komisaris PT IRMC, Jakarta, (1984)
- Presiden Direktur PT Indonesian Service Company (1954-1972)
- Presiden Komisaris PT Bank Perniagaan Indonesia (1966)
- Presiden Direktur PT Pacto (1970)
- Presiden Direktur Nings and Associates (1974)

Kegiatan lain :

- Ketua Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) (1970-1971)


- Anggota Pengurus Yayasan Muslim Pancasila (1977)
- Ketua Umum Kadin Indonesia (1979-1982)

Lahir dan dibesarkan di Nipah, Padang, Sumatera Barat, 22 Agustus 1916. Di situ juga dia
mengecap pendidikan SD Adabiah, Padang (1929) dan MULO, Padang (1933). Kemudian, 1937,
Hasjim Ning, yang kemudian bernama lengkap Masagus Nur Muhammad Hasjim Ning, hijrah
ke Jakarta. Dia jadi tukang cuci mobil. Dua tahun kemudian, dia sudah dipercaya menjadi perwakilan
NV Velodrome Motorcars di Tanjungkarang, Lampung.
Tak lama kemudian (1941), sempat jadi pemborong tambang batu bara di Tanjung Enim. Lalu
dia kembali lagi ke Jakarta. Kemudian menjadi administratur perkebunan teh dan kina di Cianjur.
Ketika itu pecah perang. Dia pun sempat ikut berperang bersama Alex Kawilarang, 1945 di Cianjur,
Bandung Selatan. Lima tahun dia pensiun dengan pangkat letnan kolonel. Lalu mengikuti Kursus
Pembukuan A 7 B, Jakarta (1952).
Setelah itu, Hasyim mendirikan Djakarta Motor Company. Tiga tahun kemudian, usaha dagang
mobil itu berkembang menjadi usaha perakitan mobil yang pertama di Indonesia. Diberi nama
Indonesian Service Station.
Sejak itu, pengusaha yang mendapat gelar kehormatan Dr HC bidang Ilmu Manajemen dari
Universitas Islam Sumatera Utara, itu lebih banyak dikenal sebagai pengusaha perakitan mobil.
Padahal dia juga pengusaha dalam berbagai bidang, baik ekspor-impor, bank, biro perjalanan, pabrik
kosmetik, maupun konsultan rekayasa.
Sebagai pengusaha sukses dia pun terpilih menjadi Ketua Umum Kadin, 1979-1982. Selain itu,
dia juga masih sempat berkecimpung dalam dunia politik. Bahkan menjadi Ketua Umum IPKI (1971).
Partai ini kemudian ikut berfusi menjadi PDI. Namun 1978 ia mengundurkan diri dari PDI. Kemudian
menyeberang ke Golkar menjelang Pemilu 1982.
Istrinya yang sekarang, Ratna Maida, adalah yang ketiga. Nama sang istri diabadikan pada nama
yacht miliknya yang ditambat di pantai Marina, Ancol, Jakarta. Dengan yacht warna putih itu,
penggemar golf ini sering memancing bersama keluarga. Ayah lima anak ini juga menyenangi musik
klasik.
PROFIL WIRAUSAHAWAN LOKAL
(SULAWESI TENGAH)

1. Ir. Ciputra

Ir. Ciputra (lahir di Parigi, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 1931; umur 77 tahun) adalah
seorang insinyur dan pengusaha di Indonesia. Ciputra menghabiskan masa kecil hingga
remajanya di sebuah desa terpencil di pojokan Sulawesi Utara. Begitu jauhnya sehingga desa
itu sudah nyaris berada di Sulawesi Tengah. Jauh dari Manado, jauh pula dari Palu. Sejak
kecil Ciputra sudah merasakan kesulitan dan kepahitan hidup. Terutama saat bapaknya
ditangkap dan diseret dihadapannya oleh pasukan tak dikenal, dituduh sebagai mata-mata
Belanda/ Jepang dan tidak pernah kembali lagi (pada tahun 1944). Ketika remaja sekolah di
SMP Frater Donbosco Manado.

Ketika tamat SMA, kira-kira saat dia berusia 17 tahun, dia meninggalkan desanya
menuju Jawa, lambang kemajuan saat itu. Dia ingin memasuki perguruan tinggi di Jawa.
Maka, masuklah dia ke ITB (Institut Teknologi Bandung). Keputusan Ciputra untuk
merantau ke Jawa tersebut merupakan salah satu momentum terpenting dalam hidupnya yang
pada akhirnya menjadikan Ciputra orang sukses. Keputusan Ciputra untuk merantau ketika
tamat SMA merupakan keputusan yang tepat, karena pada usia tersebut muncul adanya
keinginan untuk bebas yang disertai rasa tanggung jawab pada diri individu. Ciputra adalah
perantau yang sempurna. Dia mendapatkan kebebasan, tapi juga memunculkan rasa tanggung
jawab pada dirinya.

Bagi Ciputra, perintis pengembang properti nasional sekaligus pembangun 20 kota satelit
di seluruh Indonesia, pengalaman hidup susah sejak kecil adalah pemicu kesuksesannya.
Ciputra yang lahir di Parigi, Sulawesi Tengah 77 tahun lalu, harus merasakan kerasnya hidup
sejak usia 12 tahun, tanpa ayah. Sang ayah ditangkap tentara pendudukan Jepang dan
akhirnya meninggal di penjara.

Sebagai bungsu dari 3 bersaudara, Ciputra kecil harus bergelut dengan berbagai
pekerjaan untuk mencari uang membantu sang ibu yang berjualan kue. Ciputra yang
mengaku sangat bandel dan nakal sejak kecil, juga harus berjalan kaki tanpa alas kaki sejauh
7 kilometer ke sekolah setiap hari. Kenakalan Ciputra terlihat dari sifatnya yang seenaknya
sendiri. Saat disuruh belajar bahasa Belanda, Jepang atau China, dia malas. Dia hanya mau
belajar bahasa yang dianggapnya akan berguna baginya, yaitu bahasa Indonesia. Akibatnya,
saat usia 12 tahun dia masih di kelas 2 SD karena berkali-kali tinggal kelas.
Pasca ditinggal sang ayah, barulah Ciputra bangkit dan mau belajar giat hingga selalu
menjadi nomor 1 di sekolah. Kegemilangan prestasi Ciputra terus berlanjut hingga mampu
menamatkan kuliah di jurusan arsitektur ITB. Setelah lulus kuliah, jiwa wirausaha Ciputra
mengantarkannya menjadi raksasa pengembang properti di tanah air lewat PT Pembangunan
Jaya saat itu, dan akhirnya menjadi grup Ciputra. Dan hingga kini, berbagai bangunan
properti yang menghiasi wajah Jakarta, tak bisa dilepaskan dari campur tangan seorang
Ciputra.

Ketika mula didirikan, PT Pembangunan Jaya cuma dikelola oleh lima orang. Kantornya
menumpang di sebuah kamar kerja Pemda DKI Jakarta Raya. Kini, 20-an tahun kemudian,
Pembangunan Jaya Group memiliki sedikitnya 20 anak perusahaan dengan 14.000 karyawan.
Namun, Ir. Ciputra, sang pendiri, belum merasa sukses. ``Kalau sudah merasa berhasil,
biasanya kreativitas akan mandek,`` kata Dirut PT Pembangunan Jaya itu.

Ciputra memang hampir tidak pernah mandek. Untuk melengkapi 11 unit fasilitas
hiburan Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), Jakarta -- proyek usaha Jaya Group yang cukup
menguntungkan -- telah dibangun "Taman Impian Dunia". Di dalamnya termasuk "Dunia
Fantasi", "Dunia Dongeng", "Dunia Sejarah", "Dunia Petualangan", dan "Dunia Harapan".
Sekitar 137 ha areal TIJA yang tersedia, karenanya, dinilai tidak memadai lagi. Sehingga,
melalui pengurukan laut (reklamasi) diharapkan dapat memperpanjang garis pantai Ancol
dari 3,5 km menjadi 10,5 km.

Masa kanak Ciputra sendiri cukup sengsara. Lahir dengan nama Tjie Tjin Hoan di Parigi,
Sulawesi Tengah, ia anak bungsu dari tiga bersaudara. Dari usia enam sampai delapan tahun,
Ci diasuh oleh tante-tantenya yang "bengis". Ia selalu kebagian pekerjaan yang berat atau
menjijikkan, misalnya membersihkan tempat ludah. Tetapi, tiba menikmati es gundul
(hancuran es diberi sirop), tante-tantenyalah yang lebih dahulu mengecap rasa manisnya.
Belakangan, ia menilainya sebagai hikmah tersembunyi. "Justru karena asuhan yang keras
itu, jiwa dan pribadi saya seperti digembleng," kata Ciputra.

Pada usia 12 tahun, Ciputra menjadi yatim. Oleh tentara pendudukan Jepang, ayahnya,
Tjie Siem Poe, dituduh anti-Jepang, ditangkap, dan meninggal dalam penjara. "Lambaian
tangan Ayah masih terbayang di pelupuk mata, dan jerit Ibu tetap terngiang di telinga,"
tuturnya sendu. Sejak itu, ibunyalah yang mengasuhnya penuh kasih. Sejak itu pula Ci harus
bangun pagi- pagi untuk mengurus sapi piaraan, sebelum berangkat ke sekolah -- dengan
berjalan kaki sejauh 7 km. Mereka hidup dari penjualan kue ibunya.

Atas jerih payah ibunya, Ciputra berhasil masuk ke ITB dan memilih Jurusan Arsitektur.
Pada tingkat IV, ia, bersama dua temannya, mendirikan usaha konsultan arsitektur bangunan
-- berkantor di sebuah garasi. Saat itu, ia sudah menikahi Dian Sumeler, yang dikenalnya
ketika masih sekolah SMA di Manado. Setelah Ciputra meraih gelar insinyur, 1960, mereka
pindah ke Jakarta, tepatnya di Kebayoran Baru. ``Kami belum punya rumah. Kami
berpindah-pindah dari losmen ke losmen,`` tutur Nyonya Dian, ibu empat anak. Tetapi dari
sinilah awal sukses Ciputra.

Pada tahun 1997 terjadilah krisis ekonomi. Krisis tersebut menimpa tiga group yang
dipimpin Ciputra: Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group. Namun dengan
prinsip hidup yang kuat Ciputra mampu melewati masa itu dengan baik. Ciputra selalu
berprinsip bahwa jika kita bekerja keras dan berbuat dengan benar, Tuhan pasti buka jalan.
Dan banyak mukjizat terjadi, seperti adanya kebijakan moneter dari pemerintah, diskon
bunga dari beberapa bank sehingga ia mendapat kesempatan untuk merestrukturisasi utang-
utangnya. Akhirnya ketiga group tersebut dapat bangkit kembali dan kini Group Ciputra telah
mampu melakukan ekspansi usaha di dalam dan ke luar negeri.

Ciputra telah sukses melampaui semua orde; orde lama, orde baru, maupun orde
reformasi. Dia sukses membawa perusahaan daerah maju, membawa perusahaan sesama
koleganya maju, dan akhirnya juga membawa perusahaan keluarganya sendiri maju. Dia
sukses menjadi contoh kehidupan sebagai seorang manusia. Memang, dia tidak menjadi
konglomerat nomor satu atau nomor dua di Indonesia, tapi dia adalah yang TERBAIK di
bidangnya: realestate.

Pada usianya yang ke-75, ketika akhirnya dia harus memikirkan pengabdian masyarakat
apa yang akan ia kembangkan, dia memilih bidang pendidikan. Kemudian didirikanlah
sekolah dan universitas Ciputra. Bukan sekolah biasa. Sekolah ini menitikberatkan pada
enterpreneurship. Dengan sekolah kewirausahaan ini Ciputra ingin menyiapkan bangsa
Indonesia menjadi bangsa pengusaha.

Ir. Ciputra Menghadapi Krisis Ekonomi

Keran KPR yang mulai mengucur, membuat aktivitas PT Ciputra Development terdengar
lagi. Kelompok usaha ini semakin giat beriklan. Akankah Ciputra segera berjaya kembali?
Akibat krisis ekonomi yang melanda negeri ini, sebagaimana kebanyakan pengusaha properti
lainnya, Ciputra pun harus melewati masa krisis dengan kepahitan. Padahal, serangkaian
langkah penghematan telah dilakukan. Grup Ciputa (GC), misalnya, terpaksa harus
memangkas 7 ribu karyawannya, dan yang tersisa cuma sekitar 35%.
Lantas, semua departemen perencanaan di masing-masing anak perusahaan segera
ditutup dan digantikan satu design center yang bertugas memberikan servis desain kepada
seluruh proyek. Jenjang komando 9 tingkat pun dipotong menjadi 5. Akibatnya, banyak
manajer kehilangan pekerjaan. Lebih pahit lagi: kantor pusat GC yang semula berada di
Gedung Jaya, Thamrin, Jakarta Pusat, terpaksa pindah ke Jl. Satrio -- kompleks perkantoran
milik GC. Paling tidak, dengan cara semacam itu, GC bisa menghemat Rp 4 miliar/tahun.
Sementara Harun dan tim keuangannya -- setelah susut menjadi 7 orang dan gajinya
dipotong hingga 40% -- hengkang ke salah satu lantai Hotel Ciputra, Grogol, Jakarta Barat.
Di tempat itu, mereka menyewa beberapa ruangan. Selebihnya, kabar yang menjadi rahasia
umum: utang GC macet total.
Menurut Harun, para petinggi CD waktu itu sadar betul kondisi yang ada tidak bakalan
berubah secepat yang dibayangkan. Soalnya, berlalunya krisis moneter yang belakangan
bermetamorfosis menjadi krisis multidimensional sejatinya berada di luar kendali mereka.
Celah yang masih terbuka hanyalah konsolidasi internal dan restrukturisasi perusahaan.
Maka, selain memangkas biaya operasional secara drastis, CD pun segera menerapkan
strategi pemasaran baru: menjual kapling siap bangun. Kata Harun, selain CD kala itu hanya
menyimpan sedikit stok rumah siap huni, perubahan strategi pemasaran ini juga dilakukan
untuk membidik konsumen berkantong tebal. Maklumlah, mengharapkan KPR ibarat
pungguk merindukan bulan. Adapun yang tersisa, ya itu tadi, pasar kalangan kelas
menengah-atas. Mereka biasanya lebih suka membeli kapling karena dapat menentukan
sendiri desain rumahnya.
Keuntungan lain menjual kapling tanah: berkurangnya biaya operasional. Masih menurut
Harun, dengan menjual kapling siap bangun, CD cuma berkewajiban menyediakan
infrastruktur seperti telepon, air, listrik dan jalan. Memang, ketimbang membangun rumah
siap huni, biaya penyediaan infrastruktur relatif jauh lebih murah. Dalam perhitungan Harun,
biaya yang dikeluarkan per m2-nya cuma Rp 90 ribu
Sementara itu, bila membangun rumah siap huni, CD mesti siap menerima kenyataan
jika harga bahan-bahan bangunan meningkat pesat. Besi, misalnya. Setelah kurs rupiah
terhadap US$, harganya naik 60%. Sementara semen dan keramik, masing-masing meningkat
menjadi 40% dan 30%. Jadi, "Tak ada alasan tidak menerapkan strategi itu," ujar Harun.
Kebijakan itu berlaku di Jakarta dan di Surabaya.
Guna mendukung strategi di atas, program-program above the line juga tak luput
dikoreksi. Hasilnya, dari monitoring yang dilakukan, para petinggi CD akhirnya
berkesimpulan, mubazir bila beriklan gencar di masa krisis. "Seperti membunuh tikus dengan
memakai bom," jelas Harun. Alhasil, pilihan kemudian jatuh pada penjualan langsung.
Bahannya diolah dari database konsumen milik CD. Dan supaya lebih terarah, database
diolah lewat pembentukan klub-klub penjualan, di Jakarta maupun Surabaya.
Namun, apa daya, meski harga kapling siap bangun belum dinaikkan dan tim pemasaran
bekerja sekeras mungkin, toh strategi itu tidak langsung membuahkan hasil yang memuaskan.
Lebih dari Tiga bulan, konsumen yang tertarik dengan ratusan hektare tanah matang milik
CD yang dijual dalam bentuk kapling siap bangun -- dari total 1.800 har landbank (tanah
mentah) CD yang tersebar di Jakarta dan Surabaya -- bisa dihitung dengan jari.
Kata Harun, petinggi CD lagi-lagi sadar para pemilik uang sesungguhnya lebih memilih
mendepositokan uangnya ketimbang membeli kaping siap bangun. Maka, "Tahun 1998
adalah tahun yang paling sulit yang pernah dilalui CD," kenangnya. Masalahnya, uang yang
masuk selama setahun cuma Rp 40 miliar.
Itulah nilai total hasil penjualan lima proyek perumahan di Jakarta dan Surabaya milik
CD. Jelas, ketimbang tahun-tahun sebelumnya, saat kondisi ekonomi masih normal,
kenyataan tersebut benar-benar menyakitkan. Sebelum krisis, dari satu proyek saja, CD bisa
meraup uang sebanyak Rp 10 miliar/bulan. Artinya, angka Rp 40 miliar tersebut biasanya
dicapai hanya dalam sebulan.
Yang lebih menyesakkan, menurut sumber SWA, Pak Ci ikut-ikutan menambah beban
psikologis pasukannya. Hampir setiap hari CEO GC itu uring-uringan tanpa sebab yang jelas.
Seingatnya,waktu itu Pak Ci jarang bertanya kepada anak buahnya bagaimana sebenarnya
kondisi di lapangan. "Ia malah seperti tak habis-habisnya melakukan pressure kepada
timnya," jelas si sumber.
Dan lucunya lagi, bahkan di luar dugaan banyak orang -- sang sumber sendiri kaget luar
biasa -- Pak Ci sampai-sampai "menodong" seorang pemuka agama agar jemaat gerejanya
membeli kapling siap bangun di salah satu proyek perumahan CD. "Benar-benar tidak masuk
akal," ungkap sumber. Benarkah? "Bohong. Kalau stres, siapa yang tidak stres waktu itu,"
bantah Harun.
Untunglah, bersamaan turunnya suku bunga deposito di awal 1999, strategi itu mulai
menampakkan hasil. Kecil memang, tapi, "Kami sudah mulai sibuk," ujar Harun. Ia
menunjuk aktivitas penjualan kapling siap bangun, khususnya yang di Surabaya. "Di kota ini,
penjualannya cukup bagus."
Sayang, Harun tak bersedia menyebutkan nilai transaksi di Kota Buaya. Yang jelas, tidak
seperti di Jakarta, jumlah item kapling siap bangun yang ditawarkan CD di Surabaya lumayan
variatif. Dari segi luas contohnya, 1.200-2.000 m2 dengan harga jual minimal: Rp 600
ribu/meter2. Selain itu, ada pula kapling golf -- posisinya berhadapan atau di sekitar lapangan
golf. "Kapling jenis ini, sekalipun lebih mahal, tampak paling disukai," jelas Harun.
Bagaimana dengan Jakarta? Kendati kapling yang dijual hanya berukuran 200-500 m2,
angka penjualannya tidak sebagus di Surabaya. Dan kapling yang disukai konsumen
kebanyakan yang berukuran 400 m2 seharga Rp 225-500 ribu/m2. Menurut Harun, hal itu
terjadi karena tingkat persaingan di Jakarta lebih ketat ketimbang di Surabaya. Soalnya, "Ada
banyak proyek serupa di sini," ujarnya. Dan, yang lebih penting, kapling golf bukanlah hal
yang istimewa bagi banyak konsumen metropolitan. "Jadi, penawaran kami sama seperti
yang lain. Karena itu pula, bisa jadi konsumen mencari yang lebih murah."
Seperti yang sudah-sudah, tutur menantu Ciputra itu, kebutuhan konsumen di Jakarta
sejatinya adalah rumah siap huni yang dilengkapi fasilitas KPR. Karena itu, bermodalkan
pendapatan hasil penjualan kapling siap bangun plus tersedianya sarana KPR, CD pun mulai
menggiatkan pembangunan rumah siap huni, di Citra Raya Tangerang, Citra Indah Jonggol,
Citra Grand Cibubur ataupun Citra Cengkareng.
Bersamaan waktunya, CD pun kembali rajin beriklan. Namun, tidak seperti tiga tahun
lalu, kini belanja iklannya diatur ketat. Indikator pertama yang dihitung sebelum
mengeluarkan uang untuk berpromosi di berbagai media cetak adalah jumlah total hari libur
dalam setiap bulan. Yang jelas, sebulan CD beriklan tak lebih dari tiga kali. "Bukan apa-apa.
Kami hanya ingin iklan itu bisa efektif mencapai sasaran," katanya. Ia menambahkan, klub-
klub penjualan yang dulu sempat dibentuk tetap diteruskan.
Hanya saja, lagi-lagi sayang, Harun mengaku tidak ingat persis jumlah uang yang masuk
ke kocek CD setelah perusahaan properti yang dipimpinnya itu kembali rajin beriklan. Ia
hanya mengatakan, "Cash flow kami cukup aman." Ditambah semakin membaiknya daya beli
konsumen, Harun pun optimistis, CD dan GC bisa berkibar kembali. Namun, tentu saja, ia
mengaku, "Tidak seperti dulu lagi."

2. Muh Abdurahman Hasan Bajamal


Nama : Muh Abdurahman Hasan Bajamal
Tempat, tgl, lahir : Donggala, 20 Januari 1958
Alamat Kantor : Jl. Utan Kayu no. 70
Jakarta timur 13120
E-mail : arba_hasan@yahoo.com
Nama Anak : 1. Hani M. Hasan Bajamal SE. MM.
2. Haifa M. Hasan Bajamal
3. Housam Hasan SE.
4. Hafez M. Hasan A. Rahman SE.
5. Hazim Hasan

Riwayat Pendidikan

A. Pendidikan Formal :
1. Tamat SD tahun 1971 di SDN IV Donggala
2. Tamat SMP Tahun 1974 di SMP Negeri Donggala
3. Tamat SMA Tahun 1977 di SMA Negeri Palu
4. Sarjana (S1) Tahun 1984 di Universitas Hasanuddin Ujung Pandang
5. Magister Management (S2) Tahun 1992 di Hestings University Inggris

B. Pendidikan Non Formal :


1. Workshop Manajemen Keuangan di PPM Manajemen Jakarta
2. Workshop Marketing di PPM Manajemen Jakarta
3. Workshop Problem Solving ( Pemecahan Masalah dalam Perusahaan )
di PPM Manajemen Jakarta
C. Pengalaman Organisasi
1. Anggota dan Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Makassar 1979-
1981
2. Bendahara Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Makassar 1979-1980
3. Anggota Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas)
1985 sampai dengan saat ini
4. Pendiri dan Pengurus Himpunan Pengusaha Pengerah jasa TKI (Himsataki) 1998-2012
5. Anggota Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) 1996 sampai saat
ini
6. Dewan Penasehat, Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) tahun
2012-2017
7. Wakil Dewan Pembina Yayasan Perlindungan TKI Waliamanah 2003-2012

D. Pengalaman dalam dan luar negeri

1. Mendampingi Menteri Luar Negeri Rupublik Indonesia Bapak DR. Alwi Shihab.
Dimasa Jabatan Presiden Alm. Bapak Abdurahman Wahid untuk di Negara Timur
Tengah tahun 2001
2. Sebagai utusan Presiden Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono ke
beberapa Negara Timur Tengah mendampingi DR. Alwi Shihab pada tahun 2009
3. Utusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bapak Muhaimin Iskandar ke Negara
Kuwait untuk Bernegosiasi Menyangkut Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke
Negara Kuwait.

Jabatan dan Riwayat Pekerjaan

A. Jabatan Sekarang
1. Pekerjaan : Pengusaha
B. Riwayat Pekerjaan
1. CEO Arba Group yang tersebar dibeberapa Provinsi tahun 1987-2010
2. Komisaris Utama dan Pemegang Saham Mayoritas di 58 Perusahaan berdomisili di
Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Kalimantan
Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kabupaten Lamongan (Jawa Timur),
Kabupaten Gresik (Jawa Timur), Kabupaten Bojonegoro (Jawa Timur), dan Kota
Surabaya (Jawa Timur) yang bergerak dibidang Energi (SPBU-SPPBE, Keagenan
Elpiji Subsidi/Non Subsidi, Kontraktor Pertamina) sejak 1982 sampai dengan saat ini
3. Direktur Utama dan Pemegang Saham Mayoritas PT. Arcoma Timur berdomisili di
Jakarta bergerak dibidang Ekspor-Impor sejak tahun 1989 sampai dengan saat ini
4. Komisaris Utama dan Pemegang Saham Mayoritas PT. Muhsan Argam Putra
berdomisili di Jakarta bergerak dibidang Travel Umroh/Haji sejak tahun 2003 sampai
dengan saat ini
5. Komisaris Utama dan Pemegang Saham Mayoritas New Brain Clinic berdomisili di
Surabaya bergerak dibidang Medical Clinic sejak tahun 2011 sampai dengan saat ini.

Penghargaan-Penghargaan:

1. Penghargaan dari Kamar Dagang Indonesia atas Komiditi Non Migas ke Timur Tengah
yang diberikan oleh Ketua Kadin Komite Timur Tengah Bapak H.E. Kowara pada tahun
1990
2. Penghargaan Primaniarta sebagai Eksportir Non Migas Terbaik yang diberikan oleh
Presiden Republik Indonesia Bapak Soeharto pada tahun 1993

3. Penghargaan sebagai Pembayar Pajak Penghasilan Perseorangan tahun 1994 dengan


menduduki peringkat Empat Puluh untuk Daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah
yang diberikan oleh Dirjen Pajak Bapak Fuad Bawazier pada tahun 1996

4. Penghargaan sebagai Indonesian Entrepreneur of The Year yang diberikan oleh Menteri
Riset dan Teknologi Bapak M. Hatta Rajasa tahun 2003

5. Penghargaan dari Chamber of Commerce For Enhacing of Trade Relations Among OIC
Member Countries ( Peningkatan Perdagangan Antara Negara Tergabung dalam OIC)
yang diberikan oleh Komisaris Chamber of Commerce Bapak H. Sudrajat DP. tahun 2008.
LAPORAN PRAKTIK LAPANG
MATAKULIAH MANAJEMEN AGRIBISNIS

“Analisis Pendapatan Usahatani Padi di Desa Maku


Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi”

KELOMPOK III

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019

Anda mungkin juga menyukai