Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN BISNIS KELUARGA SOEDONO SALIM

(SALIM GROUP)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Bisnis Keluarga
yang diampu oleh Utomo Wibisono, S.E., M.M.

Disusun Oleh :

Surya Indah Puspita Asri (15.11.0007)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SURAKARTA


2018
A. SEJARAH DAN PROFIL BISNIS SALIM GROUP
Salim Group adalah salah satu perusahaan konglomerat yang
didirikan pada tanggal 4 oktober 1972 di indonesia. Pendiri Salim Group ialah
Soedono Salim atau nama Tionghoanya adalah Liem Sioe Liong. Ia lahir di
Tiongkok tanggal 19 Juli tahun 1916. Kepemilikan Grup Salim meliputi
Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar, BCA, Indomaret, Indomarco, PT
Mega, Bank Windu Kencana, PT Hanurata, dan PT Waringin Kencana dan
lain-lain. Soedono Salim merupakan salah satu konglomerat dan pengusaha
sukses asal Indonesia. Ia sempat menduduki peringkat pertama sebagai orang
terkaya di Indonesia dan Asia. Perjalanan suksesnya dimulai di sebuah
pelabuhan kecil Fukien di bilangan Selatan Benua Tiongkok. Dia dilahirkan di
situ pada tahun 1916. Kakaknya yang tertua Liem Sioe Hie sejak tahun 1922
telah lebih dulu berimigrasi ke Indonesia yang waktu itu masih jajahan
Belanda dan bekerja di sebuah perusahaan pamannya di kota Kudus. Di
tengah hiruk pikuknya usaha ekspansi Jepang ke Pasifik, dibarengi dengan
dongeng harta karun kerajaan-kerajaan Eropa di Asia Tenggara, maka pada
tahun 1939, Liem Sioe Liong mengikuti jejak kakaknya yang tertua. Dari
Fukien ia Berangkat ke Amoy, dimana bersandar sebuah kapal dagang
Belanda yang membawanya menyeberangi Laut Tiongkok dan sebulan
kemudian sampai di Indonesia, yaitu di kota Kudus.
Sejak dulu kota Kudus sudah terkenal sebagai pusat pabrik rokok
kretek yang sangat banyak membutuhkan bahan baku tembakau dan cengkeh.
Dan sejak jaman revolusi Liem Sioe Liong sudah terlatih menjadi supplier
cengkeh dengan jalan menyelundupkan bahan baku tersebut dari Maluku,
Sumatera, Sulawesi Utara melalui Singapura untuk kemudian melalui jalur-
jalur khusus penyelundupan menuju Kudus. Sehingga tidak heran dagang
cengkeh merupakan salah satu pilar utama bisnis Liem Sioe Liong yang
pertama sekali disamping sektor tekstil. Dulu dia juga banyak mengimpor
produksi pabrik tekstil murahan dari Shanghai. Di Kudus Liem berkenalan
dengan gadis asal Lasem. Gadis itu sekolah di sekolah Belanda Tionghoa.
Liem melamarnya tapi orangtua si gadis tidak mengizinkan lantaran takut
anak gadisnya akan dibawa ke Tiongkok. Kekuatiran itu timbul melihat
tampang Liem yang masih totok. Tapi Liem tak mau menyerah. Akhirnya
lamarannya diterima dan diizinkan menikah. Setelah menikah Liem makin
ulet bekerja dan berusaha.
Seirama dengan masa pemerintahan dan pembangunan Orde Baru
bisnisnya pun berkembang demikian pesat. Pada tahun 1969 Liem bersama
Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim Risjad, yang belakangan disebut
sebagai The Gang of Four mendirikan CV Waringin Kentjana. Liem sebagai
chairman dan Sudwikatmono sebagai CEO. The Gang of Four ini kemudian
di tahun 1970 mendirikan pabrik tepung terigu PT Bogasari dengan modal
pinjaman dari pemerintah. Bogasari memonopoli suplai tepung terigu untuk
Indonesia bagian Barat meliputi 2/3 penduduk Indonesia. Hampir di setiap
perusahaan Liem Sioe Liong berkongsi dengan Djuhar Sutanto alias Lin Wen
Chiang yang juga seorang Tionghoa asal Fukien. Bogasari sebuah perusahaan
swasta yang paling unik di Indonesia. Barangkali hanya Bogasarilah yang
diberikan pemerintah fasilitas punya pelabuhan sendiri, dan kapal-kapal
raksasa dalam hubungan perteriguan bisa langsung merapat ke pabrik.
Kemudian tahun 1975 kelompok ini mendirikan pabrik semen PT Indocement
Tunggal Perkasa. Pabrik ini melejit bahkan nyaris memonopoli semen di
Indonesia. Sehingga kelompok ini sempat digelari Tycoon of Cement.
Beberapa waktu kemudian The Gang of Four ditambah Ciputra
mendirikan perusahaan real estate PT Metropolitan Development. Perusahaan
real estate ini membangun perumahan mewah Pondok Indah dan Kota
Mandiri Bumi Serpong Damai. Selain itu Liem juga mendirikan kerajaan
bisnis bidang otomotif di bawah bendera PT Indomobil. Bahkan merambah ke
bidang perbankan dengan mendirikan Bank Central Asia (BCA) bersama
Mochtar Riyadi. Ia melihat banyak pelanggan usahanya yang tidak mampu
membayar secara tunai saat membeli barang kecuali dengan cara kredit.
Akhirnya Ia mendirikan Central Bank Asia pada tahun 1957 dan berubah
nama menjadi Bank Central Asia pada tahun 1960. Di tahun 1970-an Bank
Central Asia ini telah bertumbuh menjadi bank swasta kedua terbesar di
Indonesia dengan total asset sebesar US$ 99 juta. Ketika itu Liem pernah jadi
orang terkaya di Indonesia dan Asia. Serta masuk daftar 100 orang terkaya
dunia. Namun, seirama dengan mundurnya Presiden Soeharto dan akibat
terjadi krisis moneter, bisnis dan kekayaannya pun turun. Bahkan Liem
terpaksa memilih bermukim di Singapura setelah rumahnya di Gunung Sahari
dijarah massa reformasi. Setelah peristiwa tersebut, ia mulai mengalihkan
kepengurusan bisnisnya kepada anaknya Anthony Salim lalu pindah dan
tinggal di Singapura hingga tutup usia pada tahun 2012. Usahanya kini
diteruskan anaknya yakni Anthony Salim dan menantunya Franciscus
Welirang.
Pada tahun 1982 Liem menciptakan produk mie instan. Produk ini
merupakan turunan dari tepung terigu. Ia menamakan produk mie instannya
itu dengan nama Indomie. Pada saat itu sebenarnya belum ada PT Indofood
sehingga kurang jelas apakah produk mie instan indomie tersebut diletakkan
di bawah Bogasari atau tidak. Barulah di tahun 1990 Grup Salim mendirikan
sebuah perusahaan makanan dengan nama PT Panganjaya Intikusuma yang
pada tahun 1994 berubah nama menjadi PT Indofood. Seluruh produk
makanan milik Group Salim termasuk Indomie & Bogasari dimasukkan di
bawah perusahaan baru tersebut. Pada masa itu PT Indofood hanya
mengembangkan usaha di bisnis tepung terigu dan berbagai jenis makanan.
Berbeda dengan saat ini ketika perusahaan Liem diteruskan oleh anaknya,
Anthony Salim mengembangkan perusahaan kepada industri agribisnis (CPO,
tebu, karet, dan sebagainya).
Saat krisis moneter tahun 1998 melanda Indonesia, Group Salim pun
seketika ikut terkena imbasnya. Bisnis Group Salim harus kehilangan 2 aset
utama, yaitu Bank BCA (pindah ke group Djarum) dan Indocement (pindah ke
Heidelberg). Setelah terjadi krisis ekonomi dan reformasi politik kekayaannya
pun menurun. Liem memilih lebih lama tinggal di Singapura, setelah
rumahnya di Gunung Sahari Jakarta dijarah dan diobrak-abrik massa
reformasi. Kerusuhan reformasi 13-14 Mei 1998 itu tampaknya membuat
Liem trauma untuk tinggal di Indonesia. Tak hanya itu pada saat krisis
moneter 1998 bisnis Group Salim pun jatuh. Saat itu Liem harus menyerahkan
sekitar 108 perusahaan kepada pemerintah guna membayar utang Rp52,7
triliun. Selain itu beberapa aset lainnya juga terpaksa harus dilepas, seperti
Darya Varia Laboratoria, Indo Tambangraya Megah, Indosiar (namun berhasil
diambil kembali) dan banyak perusahaan lainnya namun Indofood masih
dapat dipertahankan.
Pasca krisis 1998 Group Salim di bawah Anthony Salim (Putra bungsu
Soedono Salim) mengembangkan Indofood dengan masuk ke bidang usaha
produksi minyak goreng, margarin, susu, makanan bernutrisi, gula kecap dan
penyedap makanan. Selain itu juga Indofood mengembangkan beberapa aset
di luar Indonesia. Pada saat krisis Anthony Salim tetap mempertahanklan
beberapa perusahaan, yaitu PT. Indofood Sukses Makmur Tbk dan PT.
Bogasari Flour Mills. Saat ini PT. Indofood menggandeng Nestle SA, yang
dipercaya akan mendongkrak nilai tambah indofood. Nestle SA merupakan
perusahaan Makanan, minuman, dan nutrisini ini. Saat ini indofood memiliki
kekuatan pada profil produksi yang rendah biaya, jangkauan distribusi yang
luas dan kecepatan menjangkau konsumen melalui anak perusahaannya.
Pada saat ini generasi ketiga mulai terjun ke kerajaan bisnis salim
group tersebut, melalui PT. Indofood Fritolay Makmur sebuah anak
perusahaan Salim Group. Generasi ke tiga yaitu Axton Salim, anak dari
Anthony Salim dan cucu dari Sudono Salim merupakan sarjana sain dan
peraih master adminditrasi bisnis dari University of Colorado AS dan
menimba pengalaman di Credit Suisse Singapura Divisi Investment Banking.
Ia dipercaya untuk memegang posisi marketing manajer di PT Indofood
Fritolay Makmur. Berkat kegigihannya Sudono Salim dapat menciptakan
generasi yang sangat hebat yang dapat memimpin perusahaannya dengan
sangat baik. Anthony Salim selaku anak dari Sudono Salim yang merupakan
generasi ke dua ini memegang andil dalam mengurus PT Indofood Sukses
Makmur dan PT Bogasari Flour Mils. Kedua perusahaan tersebut bisa
dibilang perusahaan raksasa. PT Bogasari Flours Mill kini merupakan
produsen tepung terigu terbesar di dunia.

B. MANAJEMEN BISNIS KELUARGA SALIM GROUP


1. Suksesi Kepemimpinan Bisnis Keluarga
a. Tinjauan Pustaka
Perencanaan suksesi merupakan salah satu hal yang penting
karena bertujuan untuk tetap dapat mempertahankan eksistensi sebuah
perusahaan keluarga dan terus mengembangkan perusahaan kearah
yang lebih baik (Noraini,2009). Menurut Rothwell (2001)
perencanaan suksesi sebagai upaya yang sistematis serta di lakukan
dengan sengaja oleh sebuah organisasi untuk menjamin kelangsungan
kepemimpinan dalam perusahaan, dengan bertujuan agar perusahaan
dapat berkembang dan bertahan di masa depan. Perencanaan suksesi
harus disertai dengan kepemimpinan yang kuat, hal ini berhubungan
dengan kemungkinan perubahan-perubahan yang terjadi selama proses
persiapan suksesor (Aronoff, 2003; Susanto,2013). Di sisi lain, Gersick
et al. (1997) melaporkan bahwa duapertiga dari perusahaan keluarga
generasi pertama tidak dapat bertahan ke generasi kedua dari
kepemilikan keluarga. Hal tersebut juga di dukung oleh Astrachan
(2003) yang melaporkan bahwa kurang dari 30% bertahan hidup
sampai generasi kedua, dan hanya 15% bertahan hidup pada generasi
ketiga (kets de vries, 1993).
Pada masa perencanaan suksesinya ada beberapa hambatan
dalam pemilihan suksesorya itu kurangnya komunikasi dan adanya
perbedaan kepentingan antara perusahaan dengan suksesor Carsrud
(1994). Hambatan yang lainnya adalah bersumber dari pola pikir,
budaya, dan kebiasaan yang dimiliki oleh Family Business Leader atau
FBL yang sedang memimpin perusahaan dan merencanakan suksesi
(Fishman, 2009). Serta kurangnya perencanaan calon penerus yang
tepat dapat memiliki efek yang tidak baik bagi perusahaan dan
mengakibatkan bisnis keluarga menjadi runtuh (Ajay K Garg,2012 ).
Hal ini jelas menunjukkan bahwa perencanaan suksesi harus
dipersiapkan sedari awal dengan proses yang tepat dalam
mempersiapkan leader agar mampu memimpin perusahaan sebaik
mungkin, termasuk dengan hubungan keluarga yang didasari atas
kepercayaan, dan waktu pelaksanaan suksesi yang tepat(Morris,1997).
Perencanaan suksesi yang telah dipikirkan dan disiapkan
dengan baik oleh sang pendiri (generasi pertama), akan memberikan
kesiapan mental bagi perusahaan keluarga. Melakukan persiapan
dalam merencanakan suksesi adalah hal yang akan mempengaruhi
hasil dari perpindahan generasi dalam perusahaan keluarga, yang mana
bergantung pada kualitas persiapannya. Ketika perencanaan suksesi
telah dilakukan, maka akan masuk dalam fase yang dinamakan proses
suksesi. Dalam proses suksesi, maka akan terlihat bagaimana persiapan
perencanaan suksesi yang telah dilakukan. Mutu suksesor yang
ditentukan oleh komunikasi dan pembinaan yang dilakukan oleh
generasi sebelumnya, akan terlihat dalam tahap ini. Selain itu,
penanaman nilai–nilai keluarga akan terlihat dan berpengaruh terhadap
pola perilaku dan gaya kepemimpinannya. Menurut Ismail dan
Mahfodz (2009) sejumlah faktor yang terkait dengan transisi yang
efektif yang telah diidentifikasi dalam penelitian mengenai proses
perencanaan suksesi antara lain yaitu kesiapan Penerus/Pewaris dalam
hal pendidikan formal, pengalaman kerja di luar perusahaan,
pengalaman kerja di perusahaan, dan persepsi pribadi.
Mengenai suksesi dalam perusahaan keluarga, budaya
Tionghoa menekankan pada dua aspek penting. Yang pertama adalah
jenis kelamin suksesor di bawah hubungan orang tua dan anak. Yang
kedua adalah mengenai pengembangan bisnis di industri yang
didominasi oleh laki-laki atau perempuan. Saat ini, jenis kelamin
suksesor dianggap kurang penting karena perhatian yang diutamakan
adalah mengenai kemampuan potensi suksesor, seperti pendidikan dan
keterampilan manajerial (Brockhaus, 2004 dalam Qin & Wang, 2012).
Redding (1990) mengatakan bahwa pada perusahaan keluarga
berbudaya Tionghoa memiliki tahap yang khas dalam suksesi, yaitu
(dalam Fock, 2009) :
1.) Tahap awal
Pada tahap ini, suksesor akan diperkenalkan dalam
perusahaan keluarga secara informal. Ini berupa bentuk diskusi
mengenai uang dan bisnis pada meja makan malam keluarga.
Menurut Redding, tujuan dari proses sosialisasi ini adalah untuk
mensosialisasikan individu (sejak kecil) dalam mengembangkan
nilai-nilai yang sesuai dengan norma sosial, kepercayaan di antara
mitra bisnis, pengambilan risiko, ketekunan, kerja keras, dan
perolehan ketrampilan bekerja.
2.) Tahap “pencelupan”
Setelah suksesor selesai dalam pendidikan formalnya, ia
akan memasuki bisnis keluarga. Pada tahap ini, suksesor
menangani tugas kasar dan non manajerial yang dirancang untuk
menghadapkannya dengan operasional perusahaan dan untuk
memperkenalkannya kepada kepahitan dunia kerja.
3.) Tahap tutorial
Pada tahap ini suksesor diperkenalkan untuk membuat
kesepakatan yang dimulai dari sebagai pengamat. Selama proses
berlangsung suksesor mungkin akan diminta untuk membahas
pemahaman mengenai berbagai strategi bisnis. Bentuk pelatihan
ini dihubungkan dengan sistem budaya Tionghoa yang
berorientasi lebih ke arah kesepakatan. Pada akhirnya, suksesor
akan menjalani suatu bentuk tes untuk mengukur kemampuannya.
b. Suksesi Kepemimpinan Salim Group
Usaha keluarga Salim Group dapat dengan cepat berkembang
karena kegigihan pendiri, yaitu Sudono Salim dalam melakukan
kegiatan berwirausaha. Pendidikan yang diberikan untuk anak-
anaknya, Sudono Salim memberikan pendidikan yang terbaik bahkan
hingga kuliah di luar negeri, hal tersebut bertujuan agar anak dari
Sudono Salim dapat menjadi orang yang lebih cerdas dan dapat
semakin memajukan Salim Group dari generasi ke generasi. Kiat-kiat
dalam menangani permasalahan pun juga diajarkan sebagai kunci
kesuksesan. Dengan komunikasi yang baik antar seluruh pekerja atau
karyawan juga sebagai trik yang sangat handal bagi Salim Group untuk
dapat meraih kinerja perusahaan yang terfokus dan tajam dalam
melihat pangsa pasar.
Generasi pertama sebagai pendiri Salim Group adalah Sudono
Salim seorang keturuna China asli yang merantau di Indonesia saat
perang dunia ke II. Sukses dengan beberapa perusahaan, Sudono Salim
melimpahkan Salim Group ke anaknya yang bernama Anthony Salim
yang kini sukses merajai pasar terigu di Indonesia dan juga dapat
mengembangkan PT. Indofood dengan sangat baik hingga kini
merambah pasar Internasional. Generasi ke tiga yaitu Axton Salim,
anak dari Anthony Salim dan cucu dari Sudono Salim merupakan
sarjana sain dan peraih master adminditrasi bisnis dari University of
Colorado AS dan menimba pengalaman di Credit Suisse Singapura
Divisi Investment Banking. Ia dipercaya untuk memegang posisi
marketing manajer di PT Indofood Fritolay Makmur.
Pada era kerusuhan orde lama Salim Group mengalami
kebangkrutan dan memiliki hutang yang cukup banyak. Anthony
Salim sebagai generasi ke dua yang dipercaya ayahnya untuk
mengurusi perusahaan-perusahaannya memiliki trik dengan cara
menjual PT BCA, PT Indocement, dan PT Indomobil. Lalu anthony
Salim berfokus untuk menjalankan dua perusahaan yaitu PT. Bogasari
dan PT Indofood. Bermula dari fokus yang dilakukan Anthony Salim,
Salim Group saat ini memiliki banyak anak perusahaan di Indonesia
maupun di luar negeri. Produk perusahaannya terkenal sangat
“merakyat”di kalangan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan
kemudahan mendapatkan tiga produk utama Indofood berupa mie
instan merek Indomie, Supermi, dan Sarimi di toko lokal maupun
pasar swalayan.
Kemajuan Indofood Sukses Makmur di bawah pimpinan
Anthony Salim semakin terasa dengan pencatatan laba bersih
mencapai Rp 2 triliun di tahun 2009. Tak hanya melalap pasar dari
sektor mie instan, Anthony Salim kemudian mendirikan PT. Bogasari
Flour Mills yang memiliki konsentrasi pada produksi tepung. Produk
fenomenal perusahaan ini diantaranya tepung terigu Bogasari Segitiga
Biru, Kunci Biru, serta Cakra Kembar. Namun inovasi dari Anthony
Salim tidak berhenti di situ saja. Bersama Salim Group ia juga
memproduksi makanan ringan dengan merek dagang Chitato, Chiki,
Cheetoz, Jetz, Lays, hingga Qtela. Ia juga membentuk perusahaan
yang bergerak di bidang produksi minuman dibawah nama Indofood
Asahi dengan merek dagang Ichi Ocha dan Cafela Latte.
Anthony Salim dalam menjalankan usaha ini tentu memiliki
prinsip yang mengantarkannya menikmati manisnya kesuksesan. Bagi
sang pebisnis, dua pilar utama dalam meraih sukses adalah kemauan
untuk terus berinovasi dan berekspansi mencari kesempatan dan
peluang. Ia membuktikan prinsipnya itu dengan banyak hal, salah
satunya menggandeng Nestle S.A untuk memperbesar pangsa pasar
yang makin sulit ditembus beberapa tahun ini. Pengusaha satu ini juga
memiliki resep khusus menjaga atmosfir kondusif dalam perusahaan
yang dipimpin. Ia menyatakan bahwa keberhasilan bisnis Salim Group
tentu tidak akan mudah dicapai tanpa komunikasi dan hubungan baik
dengan karyawan. Ia percaya bahwa jika lingkungan kerja
mendukung, maka performa perusahaan bisa terus fokus dan
menghasilkan keuntungan berlimpah.
2. Budaya Bisnis Keluarga
a. Tinjauan Pustaka
Kebudayaan pada hakekatnya dapat disimpulkan senagai
keseluruhan aktifitas manusia yang bersifat material ataupun yang
bersifat imaterial, atau keseluruhan hasil aktifitas manusia baik yang
bersifat artifaktual maupun sosiofaktual seperti tercermin dalam
kelembagaan sosial, norma, hukum, tatanan atau sistem hidup,
moralitas, spiritualitas, mentalitas, etos, etika, perilaku, dan sikap
(Suryo,2009). Penanaman nilai keluarga dalam perusahaan tidak akan
lepas dari budaya yang dibawa dan diciptakan oleh keluarga. Dalam
budaya Tionghoa, pemain kunci dalam bisnis mereka adalah
keluarga. Budaya merupakan pandangan hidup dari sekelompok
orang dalam bentuk perilaku, kepercayaan, nilai, dan simbol-simbol
yang mereka terima tanpa sadar atau tanpa dipikirkan, yang
semuanya diwariskan melalui proses komunikasi dan peniruan dari
satu generasi kepada generasi berikutnya (Liliweri, 2003). Budaya
akan menunjukkan nilai, norma, dan sikap yang berlaku dalam
perusahaan. Perusahaan keluarga yang dapat bertahan dan
berkembang adalah perusahaan yang dengan tepat menanamkan
budaya dalam setiap perubahannya sehingga dapat selalu diterima
oleh stakeholder perusahaan.
b. Budaya Bisnis Keluarga Salim Group
Pihak internal Salim Group mengelola perusahaan dengan
dasar profesionalisme yang tinggi. Profesionalisme ini ditunjukkan
dengan tiga tindakan: sederhana dalam penampilan, mewah dalam
tindakan (kerja keras) dan solidaritas antar karyawan yang tinggi.
Sederhana dalam penampilan ditunjukkan oleh para petinggi Salim
Group yang nyaris tidak pernah memakai fasilitas mewah dari
perusahaan. Seperti ketika para petinggi perusahaan berkunjung ke
daerah-daerah nyaris tidak mau diperlakukan istimewa layaknya
petinggi perusahaan yang menikmati monopoli. Penampilan
sederhana mereka diperkuat dengan perilaku yang santun ketika
menghadapi karyawannya, tidak peduli karyawan itu berada pada
strata bawah.
Indomarco sebagai distributor yang mendistribusikan produk-
produk Salim Group merupakan distributor pertama yang
memperkenalkan pendekatan ‘kode pos’ dalam strateginya. Intinya
setiap jengkal wilayah di Indonesia yang sudah ada kode posnya
wajib didatangi oleh Indomarco. Alhasil dari pelosok Sumatra hingga
ujung nun jauh di pucuk gunung Papua, wajib hukumnya bagi
manajemen Indomarco untuk mendistribusikan produk-produk Salim
Group. Strategi ini dimulai pada awal 90’an dimana infrastruktur
bernama jalan masih terbatas dan saluran komunikasi (telepon)
merupakan barang mewah. Hal demikian menunjukkan bahwa kerja
keras merupakan kredo bagi seluruh karyawan Indomarco yang tidak
boleh diganggu gugat. Kerja keras merupakan pondasi untuk
mencapai keberhasilan.
Kawasan sepanjang jalan raya Citeureup, Bogor merupakan
daerah “kekuasaan” Salim Group. Di sini berdiri pabrik Indocement,
Bogasari dan berbagai perusahaan tekstil yang dimiliki Salim Group.
Ada ribuan pekerja yang menggantungkan hidupnya dari pabrik-
pabrik ini. Puluhan ribu manusia lainnya terhubung dengan pabrik
atau karyawan Salim Group untuk bersama-sama menikmati kue
ekonomi. Di wilayah Citeureup ini berdiri komplek sekolahan dari
TK sampai SMP yang dikelola oleh Salim Group. Ada juga sarana
olah raga lengkap dengan areal luas yang menjadi fasilitas karyawan
Indocement. Berbagai fasilitas ini menunjukkan bahwa di Salim
Group karyawan tidak melulu dituntut untuk berkarya. Fasilitas
penunjang lainnya juga diberikan dengan tujuan utamanya untuk
mengakrabkan sesama karyawan. Solidaritas juga dibangun melalui
fasilitas non pekerjaan. Tentu unsur utamanya tetap pada top
manajemen yang berperilaku santun dan memanusiakan karyawan.
Akibatnya tidak pernah terdengar ada demo besar-besaran karyawan
Salim Group terhadap perusahaannya.
Sederhana, kerja keras dan solidaritas telah menjadi nilai
perusahaan Salim Group. Dalam bahasa kontemporer disebut budaya
perusahaan. Budaya perusahaan merupakan landasan dari perilaku
(karakter) karyawan. Entah sudah dirumuskan secara ilmiah atau
belum pernah dibingkai dalam kata-kata dan termuat dalam visi-misi
perusahaan, budaya perusahaan selalu dibangun oleh pendirinya.
Budaya perusahaan tercermin dari perilaku sehari-hari pendirinya.
Pada kasus Salim Group, budaya perusahaan ini dibangun oleh Liem
Sioe Liong (Soedono Salim). Dengan perilaku sederhana, kerja keras
dan solidaritas dia membangun perusahaan. Membentang ketika
Indonesia baru saja merdeka hingga hari ini. Salim Group dengan
berbagai badai yang mengguncang tetap selalu berbasis pada budaya
perusahaan yang dijiplak dari perilaku pendirinya.

Anda mungkin juga menyukai