0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
332 tayangan14 halaman
Dokumen tersebut merangkum sejarah dan profil bisnis Salim Group yang didirikan oleh Soedono Salim pada tahun 1972. Salim Group bergerak di berbagai bidang seperti makanan, semen, otomotif, perbankan, dan lainnya. Dokumen juga membahas tentang manajemen bisnis keluarga Salim Group dalam hal suksesi kepemimpinan dari Soedono Salim ke anaknya Anthony Salim hingga generasi ketiga saat ini.
Dokumen tersebut merangkum sejarah dan profil bisnis Salim Group yang didirikan oleh Soedono Salim pada tahun 1972. Salim Group bergerak di berbagai bidang seperti makanan, semen, otomotif, perbankan, dan lainnya. Dokumen juga membahas tentang manajemen bisnis keluarga Salim Group dalam hal suksesi kepemimpinan dari Soedono Salim ke anaknya Anthony Salim hingga generasi ketiga saat ini.
Dokumen tersebut merangkum sejarah dan profil bisnis Salim Group yang didirikan oleh Soedono Salim pada tahun 1972. Salim Group bergerak di berbagai bidang seperti makanan, semen, otomotif, perbankan, dan lainnya. Dokumen juga membahas tentang manajemen bisnis keluarga Salim Group dalam hal suksesi kepemimpinan dari Soedono Salim ke anaknya Anthony Salim hingga generasi ketiga saat ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Bisnis Keluarga yang diampu oleh Utomo Wibisono, S.E., M.M.
Disusun Oleh :
Surya Indah Puspita Asri (15.11.0007)
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SURAKARTA
2018 A. SEJARAH DAN PROFIL BISNIS SALIM GROUP Salim Group adalah salah satu perusahaan konglomerat yang didirikan pada tanggal 4 oktober 1972 di indonesia. Pendiri Salim Group ialah Soedono Salim atau nama Tionghoanya adalah Liem Sioe Liong. Ia lahir di Tiongkok tanggal 19 Juli tahun 1916. Kepemilikan Grup Salim meliputi Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar, BCA, Indomaret, Indomarco, PT Mega, Bank Windu Kencana, PT Hanurata, dan PT Waringin Kencana dan lain-lain. Soedono Salim merupakan salah satu konglomerat dan pengusaha sukses asal Indonesia. Ia sempat menduduki peringkat pertama sebagai orang terkaya di Indonesia dan Asia. Perjalanan suksesnya dimulai di sebuah pelabuhan kecil Fukien di bilangan Selatan Benua Tiongkok. Dia dilahirkan di situ pada tahun 1916. Kakaknya yang tertua Liem Sioe Hie sejak tahun 1922 telah lebih dulu berimigrasi ke Indonesia yang waktu itu masih jajahan Belanda dan bekerja di sebuah perusahaan pamannya di kota Kudus. Di tengah hiruk pikuknya usaha ekspansi Jepang ke Pasifik, dibarengi dengan dongeng harta karun kerajaan-kerajaan Eropa di Asia Tenggara, maka pada tahun 1939, Liem Sioe Liong mengikuti jejak kakaknya yang tertua. Dari Fukien ia Berangkat ke Amoy, dimana bersandar sebuah kapal dagang Belanda yang membawanya menyeberangi Laut Tiongkok dan sebulan kemudian sampai di Indonesia, yaitu di kota Kudus. Sejak dulu kota Kudus sudah terkenal sebagai pusat pabrik rokok kretek yang sangat banyak membutuhkan bahan baku tembakau dan cengkeh. Dan sejak jaman revolusi Liem Sioe Liong sudah terlatih menjadi supplier cengkeh dengan jalan menyelundupkan bahan baku tersebut dari Maluku, Sumatera, Sulawesi Utara melalui Singapura untuk kemudian melalui jalur- jalur khusus penyelundupan menuju Kudus. Sehingga tidak heran dagang cengkeh merupakan salah satu pilar utama bisnis Liem Sioe Liong yang pertama sekali disamping sektor tekstil. Dulu dia juga banyak mengimpor produksi pabrik tekstil murahan dari Shanghai. Di Kudus Liem berkenalan dengan gadis asal Lasem. Gadis itu sekolah di sekolah Belanda Tionghoa. Liem melamarnya tapi orangtua si gadis tidak mengizinkan lantaran takut anak gadisnya akan dibawa ke Tiongkok. Kekuatiran itu timbul melihat tampang Liem yang masih totok. Tapi Liem tak mau menyerah. Akhirnya lamarannya diterima dan diizinkan menikah. Setelah menikah Liem makin ulet bekerja dan berusaha. Seirama dengan masa pemerintahan dan pembangunan Orde Baru bisnisnya pun berkembang demikian pesat. Pada tahun 1969 Liem bersama Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim Risjad, yang belakangan disebut sebagai The Gang of Four mendirikan CV Waringin Kentjana. Liem sebagai chairman dan Sudwikatmono sebagai CEO. The Gang of Four ini kemudian di tahun 1970 mendirikan pabrik tepung terigu PT Bogasari dengan modal pinjaman dari pemerintah. Bogasari memonopoli suplai tepung terigu untuk Indonesia bagian Barat meliputi 2/3 penduduk Indonesia. Hampir di setiap perusahaan Liem Sioe Liong berkongsi dengan Djuhar Sutanto alias Lin Wen Chiang yang juga seorang Tionghoa asal Fukien. Bogasari sebuah perusahaan swasta yang paling unik di Indonesia. Barangkali hanya Bogasarilah yang diberikan pemerintah fasilitas punya pelabuhan sendiri, dan kapal-kapal raksasa dalam hubungan perteriguan bisa langsung merapat ke pabrik. Kemudian tahun 1975 kelompok ini mendirikan pabrik semen PT Indocement Tunggal Perkasa. Pabrik ini melejit bahkan nyaris memonopoli semen di Indonesia. Sehingga kelompok ini sempat digelari Tycoon of Cement. Beberapa waktu kemudian The Gang of Four ditambah Ciputra mendirikan perusahaan real estate PT Metropolitan Development. Perusahaan real estate ini membangun perumahan mewah Pondok Indah dan Kota Mandiri Bumi Serpong Damai. Selain itu Liem juga mendirikan kerajaan bisnis bidang otomotif di bawah bendera PT Indomobil. Bahkan merambah ke bidang perbankan dengan mendirikan Bank Central Asia (BCA) bersama Mochtar Riyadi. Ia melihat banyak pelanggan usahanya yang tidak mampu membayar secara tunai saat membeli barang kecuali dengan cara kredit. Akhirnya Ia mendirikan Central Bank Asia pada tahun 1957 dan berubah nama menjadi Bank Central Asia pada tahun 1960. Di tahun 1970-an Bank Central Asia ini telah bertumbuh menjadi bank swasta kedua terbesar di Indonesia dengan total asset sebesar US$ 99 juta. Ketika itu Liem pernah jadi orang terkaya di Indonesia dan Asia. Serta masuk daftar 100 orang terkaya dunia. Namun, seirama dengan mundurnya Presiden Soeharto dan akibat terjadi krisis moneter, bisnis dan kekayaannya pun turun. Bahkan Liem terpaksa memilih bermukim di Singapura setelah rumahnya di Gunung Sahari dijarah massa reformasi. Setelah peristiwa tersebut, ia mulai mengalihkan kepengurusan bisnisnya kepada anaknya Anthony Salim lalu pindah dan tinggal di Singapura hingga tutup usia pada tahun 2012. Usahanya kini diteruskan anaknya yakni Anthony Salim dan menantunya Franciscus Welirang. Pada tahun 1982 Liem menciptakan produk mie instan. Produk ini merupakan turunan dari tepung terigu. Ia menamakan produk mie instannya itu dengan nama Indomie. Pada saat itu sebenarnya belum ada PT Indofood sehingga kurang jelas apakah produk mie instan indomie tersebut diletakkan di bawah Bogasari atau tidak. Barulah di tahun 1990 Grup Salim mendirikan sebuah perusahaan makanan dengan nama PT Panganjaya Intikusuma yang pada tahun 1994 berubah nama menjadi PT Indofood. Seluruh produk makanan milik Group Salim termasuk Indomie & Bogasari dimasukkan di bawah perusahaan baru tersebut. Pada masa itu PT Indofood hanya mengembangkan usaha di bisnis tepung terigu dan berbagai jenis makanan. Berbeda dengan saat ini ketika perusahaan Liem diteruskan oleh anaknya, Anthony Salim mengembangkan perusahaan kepada industri agribisnis (CPO, tebu, karet, dan sebagainya). Saat krisis moneter tahun 1998 melanda Indonesia, Group Salim pun seketika ikut terkena imbasnya. Bisnis Group Salim harus kehilangan 2 aset utama, yaitu Bank BCA (pindah ke group Djarum) dan Indocement (pindah ke Heidelberg). Setelah terjadi krisis ekonomi dan reformasi politik kekayaannya pun menurun. Liem memilih lebih lama tinggal di Singapura, setelah rumahnya di Gunung Sahari Jakarta dijarah dan diobrak-abrik massa reformasi. Kerusuhan reformasi 13-14 Mei 1998 itu tampaknya membuat Liem trauma untuk tinggal di Indonesia. Tak hanya itu pada saat krisis moneter 1998 bisnis Group Salim pun jatuh. Saat itu Liem harus menyerahkan sekitar 108 perusahaan kepada pemerintah guna membayar utang Rp52,7 triliun. Selain itu beberapa aset lainnya juga terpaksa harus dilepas, seperti Darya Varia Laboratoria, Indo Tambangraya Megah, Indosiar (namun berhasil diambil kembali) dan banyak perusahaan lainnya namun Indofood masih dapat dipertahankan. Pasca krisis 1998 Group Salim di bawah Anthony Salim (Putra bungsu Soedono Salim) mengembangkan Indofood dengan masuk ke bidang usaha produksi minyak goreng, margarin, susu, makanan bernutrisi, gula kecap dan penyedap makanan. Selain itu juga Indofood mengembangkan beberapa aset di luar Indonesia. Pada saat krisis Anthony Salim tetap mempertahanklan beberapa perusahaan, yaitu PT. Indofood Sukses Makmur Tbk dan PT. Bogasari Flour Mills. Saat ini PT. Indofood menggandeng Nestle SA, yang dipercaya akan mendongkrak nilai tambah indofood. Nestle SA merupakan perusahaan Makanan, minuman, dan nutrisini ini. Saat ini indofood memiliki kekuatan pada profil produksi yang rendah biaya, jangkauan distribusi yang luas dan kecepatan menjangkau konsumen melalui anak perusahaannya. Pada saat ini generasi ketiga mulai terjun ke kerajaan bisnis salim group tersebut, melalui PT. Indofood Fritolay Makmur sebuah anak perusahaan Salim Group. Generasi ke tiga yaitu Axton Salim, anak dari Anthony Salim dan cucu dari Sudono Salim merupakan sarjana sain dan peraih master adminditrasi bisnis dari University of Colorado AS dan menimba pengalaman di Credit Suisse Singapura Divisi Investment Banking. Ia dipercaya untuk memegang posisi marketing manajer di PT Indofood Fritolay Makmur. Berkat kegigihannya Sudono Salim dapat menciptakan generasi yang sangat hebat yang dapat memimpin perusahaannya dengan sangat baik. Anthony Salim selaku anak dari Sudono Salim yang merupakan generasi ke dua ini memegang andil dalam mengurus PT Indofood Sukses Makmur dan PT Bogasari Flour Mils. Kedua perusahaan tersebut bisa dibilang perusahaan raksasa. PT Bogasari Flours Mill kini merupakan produsen tepung terigu terbesar di dunia.
B. MANAJEMEN BISNIS KELUARGA SALIM GROUP
1. Suksesi Kepemimpinan Bisnis Keluarga a. Tinjauan Pustaka Perencanaan suksesi merupakan salah satu hal yang penting karena bertujuan untuk tetap dapat mempertahankan eksistensi sebuah perusahaan keluarga dan terus mengembangkan perusahaan kearah yang lebih baik (Noraini,2009). Menurut Rothwell (2001) perencanaan suksesi sebagai upaya yang sistematis serta di lakukan dengan sengaja oleh sebuah organisasi untuk menjamin kelangsungan kepemimpinan dalam perusahaan, dengan bertujuan agar perusahaan dapat berkembang dan bertahan di masa depan. Perencanaan suksesi harus disertai dengan kepemimpinan yang kuat, hal ini berhubungan dengan kemungkinan perubahan-perubahan yang terjadi selama proses persiapan suksesor (Aronoff, 2003; Susanto,2013). Di sisi lain, Gersick et al. (1997) melaporkan bahwa duapertiga dari perusahaan keluarga generasi pertama tidak dapat bertahan ke generasi kedua dari kepemilikan keluarga. Hal tersebut juga di dukung oleh Astrachan (2003) yang melaporkan bahwa kurang dari 30% bertahan hidup sampai generasi kedua, dan hanya 15% bertahan hidup pada generasi ketiga (kets de vries, 1993). Pada masa perencanaan suksesinya ada beberapa hambatan dalam pemilihan suksesorya itu kurangnya komunikasi dan adanya perbedaan kepentingan antara perusahaan dengan suksesor Carsrud (1994). Hambatan yang lainnya adalah bersumber dari pola pikir, budaya, dan kebiasaan yang dimiliki oleh Family Business Leader atau FBL yang sedang memimpin perusahaan dan merencanakan suksesi (Fishman, 2009). Serta kurangnya perencanaan calon penerus yang tepat dapat memiliki efek yang tidak baik bagi perusahaan dan mengakibatkan bisnis keluarga menjadi runtuh (Ajay K Garg,2012 ). Hal ini jelas menunjukkan bahwa perencanaan suksesi harus dipersiapkan sedari awal dengan proses yang tepat dalam mempersiapkan leader agar mampu memimpin perusahaan sebaik mungkin, termasuk dengan hubungan keluarga yang didasari atas kepercayaan, dan waktu pelaksanaan suksesi yang tepat(Morris,1997). Perencanaan suksesi yang telah dipikirkan dan disiapkan dengan baik oleh sang pendiri (generasi pertama), akan memberikan kesiapan mental bagi perusahaan keluarga. Melakukan persiapan dalam merencanakan suksesi adalah hal yang akan mempengaruhi hasil dari perpindahan generasi dalam perusahaan keluarga, yang mana bergantung pada kualitas persiapannya. Ketika perencanaan suksesi telah dilakukan, maka akan masuk dalam fase yang dinamakan proses suksesi. Dalam proses suksesi, maka akan terlihat bagaimana persiapan perencanaan suksesi yang telah dilakukan. Mutu suksesor yang ditentukan oleh komunikasi dan pembinaan yang dilakukan oleh generasi sebelumnya, akan terlihat dalam tahap ini. Selain itu, penanaman nilai–nilai keluarga akan terlihat dan berpengaruh terhadap pola perilaku dan gaya kepemimpinannya. Menurut Ismail dan Mahfodz (2009) sejumlah faktor yang terkait dengan transisi yang efektif yang telah diidentifikasi dalam penelitian mengenai proses perencanaan suksesi antara lain yaitu kesiapan Penerus/Pewaris dalam hal pendidikan formal, pengalaman kerja di luar perusahaan, pengalaman kerja di perusahaan, dan persepsi pribadi. Mengenai suksesi dalam perusahaan keluarga, budaya Tionghoa menekankan pada dua aspek penting. Yang pertama adalah jenis kelamin suksesor di bawah hubungan orang tua dan anak. Yang kedua adalah mengenai pengembangan bisnis di industri yang didominasi oleh laki-laki atau perempuan. Saat ini, jenis kelamin suksesor dianggap kurang penting karena perhatian yang diutamakan adalah mengenai kemampuan potensi suksesor, seperti pendidikan dan keterampilan manajerial (Brockhaus, 2004 dalam Qin & Wang, 2012). Redding (1990) mengatakan bahwa pada perusahaan keluarga berbudaya Tionghoa memiliki tahap yang khas dalam suksesi, yaitu (dalam Fock, 2009) : 1.) Tahap awal Pada tahap ini, suksesor akan diperkenalkan dalam perusahaan keluarga secara informal. Ini berupa bentuk diskusi mengenai uang dan bisnis pada meja makan malam keluarga. Menurut Redding, tujuan dari proses sosialisasi ini adalah untuk mensosialisasikan individu (sejak kecil) dalam mengembangkan nilai-nilai yang sesuai dengan norma sosial, kepercayaan di antara mitra bisnis, pengambilan risiko, ketekunan, kerja keras, dan perolehan ketrampilan bekerja. 2.) Tahap “pencelupan” Setelah suksesor selesai dalam pendidikan formalnya, ia akan memasuki bisnis keluarga. Pada tahap ini, suksesor menangani tugas kasar dan non manajerial yang dirancang untuk menghadapkannya dengan operasional perusahaan dan untuk memperkenalkannya kepada kepahitan dunia kerja. 3.) Tahap tutorial Pada tahap ini suksesor diperkenalkan untuk membuat kesepakatan yang dimulai dari sebagai pengamat. Selama proses berlangsung suksesor mungkin akan diminta untuk membahas pemahaman mengenai berbagai strategi bisnis. Bentuk pelatihan ini dihubungkan dengan sistem budaya Tionghoa yang berorientasi lebih ke arah kesepakatan. Pada akhirnya, suksesor akan menjalani suatu bentuk tes untuk mengukur kemampuannya. b. Suksesi Kepemimpinan Salim Group Usaha keluarga Salim Group dapat dengan cepat berkembang karena kegigihan pendiri, yaitu Sudono Salim dalam melakukan kegiatan berwirausaha. Pendidikan yang diberikan untuk anak- anaknya, Sudono Salim memberikan pendidikan yang terbaik bahkan hingga kuliah di luar negeri, hal tersebut bertujuan agar anak dari Sudono Salim dapat menjadi orang yang lebih cerdas dan dapat semakin memajukan Salim Group dari generasi ke generasi. Kiat-kiat dalam menangani permasalahan pun juga diajarkan sebagai kunci kesuksesan. Dengan komunikasi yang baik antar seluruh pekerja atau karyawan juga sebagai trik yang sangat handal bagi Salim Group untuk dapat meraih kinerja perusahaan yang terfokus dan tajam dalam melihat pangsa pasar. Generasi pertama sebagai pendiri Salim Group adalah Sudono Salim seorang keturuna China asli yang merantau di Indonesia saat perang dunia ke II. Sukses dengan beberapa perusahaan, Sudono Salim melimpahkan Salim Group ke anaknya yang bernama Anthony Salim yang kini sukses merajai pasar terigu di Indonesia dan juga dapat mengembangkan PT. Indofood dengan sangat baik hingga kini merambah pasar Internasional. Generasi ke tiga yaitu Axton Salim, anak dari Anthony Salim dan cucu dari Sudono Salim merupakan sarjana sain dan peraih master adminditrasi bisnis dari University of Colorado AS dan menimba pengalaman di Credit Suisse Singapura Divisi Investment Banking. Ia dipercaya untuk memegang posisi marketing manajer di PT Indofood Fritolay Makmur. Pada era kerusuhan orde lama Salim Group mengalami kebangkrutan dan memiliki hutang yang cukup banyak. Anthony Salim sebagai generasi ke dua yang dipercaya ayahnya untuk mengurusi perusahaan-perusahaannya memiliki trik dengan cara menjual PT BCA, PT Indocement, dan PT Indomobil. Lalu anthony Salim berfokus untuk menjalankan dua perusahaan yaitu PT. Bogasari dan PT Indofood. Bermula dari fokus yang dilakukan Anthony Salim, Salim Group saat ini memiliki banyak anak perusahaan di Indonesia maupun di luar negeri. Produk perusahaannya terkenal sangat “merakyat”di kalangan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan kemudahan mendapatkan tiga produk utama Indofood berupa mie instan merek Indomie, Supermi, dan Sarimi di toko lokal maupun pasar swalayan. Kemajuan Indofood Sukses Makmur di bawah pimpinan Anthony Salim semakin terasa dengan pencatatan laba bersih mencapai Rp 2 triliun di tahun 2009. Tak hanya melalap pasar dari sektor mie instan, Anthony Salim kemudian mendirikan PT. Bogasari Flour Mills yang memiliki konsentrasi pada produksi tepung. Produk fenomenal perusahaan ini diantaranya tepung terigu Bogasari Segitiga Biru, Kunci Biru, serta Cakra Kembar. Namun inovasi dari Anthony Salim tidak berhenti di situ saja. Bersama Salim Group ia juga memproduksi makanan ringan dengan merek dagang Chitato, Chiki, Cheetoz, Jetz, Lays, hingga Qtela. Ia juga membentuk perusahaan yang bergerak di bidang produksi minuman dibawah nama Indofood Asahi dengan merek dagang Ichi Ocha dan Cafela Latte. Anthony Salim dalam menjalankan usaha ini tentu memiliki prinsip yang mengantarkannya menikmati manisnya kesuksesan. Bagi sang pebisnis, dua pilar utama dalam meraih sukses adalah kemauan untuk terus berinovasi dan berekspansi mencari kesempatan dan peluang. Ia membuktikan prinsipnya itu dengan banyak hal, salah satunya menggandeng Nestle S.A untuk memperbesar pangsa pasar yang makin sulit ditembus beberapa tahun ini. Pengusaha satu ini juga memiliki resep khusus menjaga atmosfir kondusif dalam perusahaan yang dipimpin. Ia menyatakan bahwa keberhasilan bisnis Salim Group tentu tidak akan mudah dicapai tanpa komunikasi dan hubungan baik dengan karyawan. Ia percaya bahwa jika lingkungan kerja mendukung, maka performa perusahaan bisa terus fokus dan menghasilkan keuntungan berlimpah. 2. Budaya Bisnis Keluarga a. Tinjauan Pustaka Kebudayaan pada hakekatnya dapat disimpulkan senagai keseluruhan aktifitas manusia yang bersifat material ataupun yang bersifat imaterial, atau keseluruhan hasil aktifitas manusia baik yang bersifat artifaktual maupun sosiofaktual seperti tercermin dalam kelembagaan sosial, norma, hukum, tatanan atau sistem hidup, moralitas, spiritualitas, mentalitas, etos, etika, perilaku, dan sikap (Suryo,2009). Penanaman nilai keluarga dalam perusahaan tidak akan lepas dari budaya yang dibawa dan diciptakan oleh keluarga. Dalam budaya Tionghoa, pemain kunci dalam bisnis mereka adalah keluarga. Budaya merupakan pandangan hidup dari sekelompok orang dalam bentuk perilaku, kepercayaan, nilai, dan simbol-simbol yang mereka terima tanpa sadar atau tanpa dipikirkan, yang semuanya diwariskan melalui proses komunikasi dan peniruan dari satu generasi kepada generasi berikutnya (Liliweri, 2003). Budaya akan menunjukkan nilai, norma, dan sikap yang berlaku dalam perusahaan. Perusahaan keluarga yang dapat bertahan dan berkembang adalah perusahaan yang dengan tepat menanamkan budaya dalam setiap perubahannya sehingga dapat selalu diterima oleh stakeholder perusahaan. b. Budaya Bisnis Keluarga Salim Group Pihak internal Salim Group mengelola perusahaan dengan dasar profesionalisme yang tinggi. Profesionalisme ini ditunjukkan dengan tiga tindakan: sederhana dalam penampilan, mewah dalam tindakan (kerja keras) dan solidaritas antar karyawan yang tinggi. Sederhana dalam penampilan ditunjukkan oleh para petinggi Salim Group yang nyaris tidak pernah memakai fasilitas mewah dari perusahaan. Seperti ketika para petinggi perusahaan berkunjung ke daerah-daerah nyaris tidak mau diperlakukan istimewa layaknya petinggi perusahaan yang menikmati monopoli. Penampilan sederhana mereka diperkuat dengan perilaku yang santun ketika menghadapi karyawannya, tidak peduli karyawan itu berada pada strata bawah. Indomarco sebagai distributor yang mendistribusikan produk- produk Salim Group merupakan distributor pertama yang memperkenalkan pendekatan ‘kode pos’ dalam strateginya. Intinya setiap jengkal wilayah di Indonesia yang sudah ada kode posnya wajib didatangi oleh Indomarco. Alhasil dari pelosok Sumatra hingga ujung nun jauh di pucuk gunung Papua, wajib hukumnya bagi manajemen Indomarco untuk mendistribusikan produk-produk Salim Group. Strategi ini dimulai pada awal 90’an dimana infrastruktur bernama jalan masih terbatas dan saluran komunikasi (telepon) merupakan barang mewah. Hal demikian menunjukkan bahwa kerja keras merupakan kredo bagi seluruh karyawan Indomarco yang tidak boleh diganggu gugat. Kerja keras merupakan pondasi untuk mencapai keberhasilan. Kawasan sepanjang jalan raya Citeureup, Bogor merupakan daerah “kekuasaan” Salim Group. Di sini berdiri pabrik Indocement, Bogasari dan berbagai perusahaan tekstil yang dimiliki Salim Group. Ada ribuan pekerja yang menggantungkan hidupnya dari pabrik- pabrik ini. Puluhan ribu manusia lainnya terhubung dengan pabrik atau karyawan Salim Group untuk bersama-sama menikmati kue ekonomi. Di wilayah Citeureup ini berdiri komplek sekolahan dari TK sampai SMP yang dikelola oleh Salim Group. Ada juga sarana olah raga lengkap dengan areal luas yang menjadi fasilitas karyawan Indocement. Berbagai fasilitas ini menunjukkan bahwa di Salim Group karyawan tidak melulu dituntut untuk berkarya. Fasilitas penunjang lainnya juga diberikan dengan tujuan utamanya untuk mengakrabkan sesama karyawan. Solidaritas juga dibangun melalui fasilitas non pekerjaan. Tentu unsur utamanya tetap pada top manajemen yang berperilaku santun dan memanusiakan karyawan. Akibatnya tidak pernah terdengar ada demo besar-besaran karyawan Salim Group terhadap perusahaannya. Sederhana, kerja keras dan solidaritas telah menjadi nilai perusahaan Salim Group. Dalam bahasa kontemporer disebut budaya perusahaan. Budaya perusahaan merupakan landasan dari perilaku (karakter) karyawan. Entah sudah dirumuskan secara ilmiah atau belum pernah dibingkai dalam kata-kata dan termuat dalam visi-misi perusahaan, budaya perusahaan selalu dibangun oleh pendirinya. Budaya perusahaan tercermin dari perilaku sehari-hari pendirinya. Pada kasus Salim Group, budaya perusahaan ini dibangun oleh Liem Sioe Liong (Soedono Salim). Dengan perilaku sederhana, kerja keras dan solidaritas dia membangun perusahaan. Membentang ketika Indonesia baru saja merdeka hingga hari ini. Salim Group dengan berbagai badai yang mengguncang tetap selalu berbasis pada budaya perusahaan yang dijiplak dari perilaku pendirinya.