Hakikat Iptek
Hakikat Iptek
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangatlah
berpengaruh pada cara serta pola hidup masyarakat sekarang ini, dimana hampir semua
aspek dalam kehidupan sangat dipengaruhi oleh adanya perkembangan IPTEK. Hal Itu
terbukti dari semakin banyaknya orang yang dalam kehidupannya sehari-hari sangat
bergantung pada teknologi, contoh produk dari kemajuan IPTEK yang tidak bisa lepas
dari setiap orang salah satunya televisi, Handphone, ditambah lagi internet yang sedang
marak di setiap penjuru dunia termasuk pelosok negeri. Pada dasarnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat untuk
mempermudah pekerjaan manusia dalam kehidupan sehari-hari, namun besarnya manfaat
kemajuan IPTEK tersebut seiringan juga dengan pengaruh negatifnya dalam semua
bidang bahkan berpengaruh pada akhlak (perilaku), pola pikir/keyakinan(aqidah) , dan
cara hidup manusia itu sendiri. Sehingga pada kenyataannya teknologi telah
menimbulkan keresahan dan ketakutan dikarenakan kekhawatiran akan adanya
penyalahgunaan teknologi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Melihat problematika tersebut maka kita harus mengingat kembali pada agama
atau kenyakinan yang berfungsi sebagai pondasi dimana didalamnya sudah terdapat
aturan dan batasan-batasan dalam menjalankan kehidupan, agama yang terbaik tersebut
adalah agama islam. Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan segala aspek
kehidupan dan segalanya telah diatur sesuai dengan perintah dari Allah SWT, termasuk
pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan sesuatu yang bebas nilai,
ketika IPTEK disalahgunakan maka itu merupakan perbuatan zalim yang tidak disukai
oleh Allah SWT.
Perhatikan FirmanNya:
ض إِحنن الل ل
ل يِححبب صريلبلك ِحملن افلبدرنليدا لوألرحِحسرن لكلمدا ألرحلسلن الي إِحفللريلك لولل لتربغ رافللفلسدالد ِحف ي را ل
لرر ِح لواربلتغ ِحفريلمدا آللتدالك الي افلندالر را ل
لِحخلرلة لو ل
ل لترنلس لن ِح
ِح ِح
ارفليمرفِحسِحدريلن
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al
Qashash: 77)
Bahkan dalam islam menuntut ilmu itu hukumnya wajib, seperti yang telah
diterangkan dalam hadits: Rasulullah saw bersabda: "Menuntut ilmu wajib atas tiap
muslim (baik muslimin maupun muslimah)." (HR. Ibnu Majah). Oleh karena itu, penulis
akan membahas mengenai peran agama islam dalam meluruskan problematika tersebut
dengan mengangkat judul “Pandangan Islam dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep IPTEKS dalam peradaban musllim?
2. Bagaimana hubungan ilmu, agama, dan budaya?
3. Bagaimana hukum Sunnatullah (kausalitas)?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep IPTEKS dalam peradaban musllim!
2. Untuk mengetahui hubungan ilmu, agama, dan budaya!
3. Untuk mengetahui hukum Sunnatullah (kausalitas)!
BAB II
PEMBAHASAN
ض لفدارنيظيروا لكريلف لكدالن لعداِحقلبية ارفليملكذِحبرل ي لقرد لخلرت ِحمرن لقربِحليكرم يسلننن لفِحسرييروا ِحف ي را ل
لرر ِح
Artinya: “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunah-sunah Allah;
Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana
akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. (QS. Ali Imran: 137)
لظلهلر ارفللفلسدايد ِحف ي ارفللبذر لوارفللبرحِحر ِحبلمدا لكلسلبرت ألريِحد ي افلننداِحس ِحفليِحذيلقيهرم لبرع ل
ض افلنِحذ ي لعِحميلنوا لفللعلنيهرم ليررِحجيعنولن
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS.Ar.Ruum: 41)
Dari ayat diatas, menjelaskan kerusakan yang disebabkan oleh tangan-tangan
manusia yang akan berdampak kembali pada manusia itu sendiri. Fenomena ini telah
terasa salah satunya disebabkan oleh penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pada dasarnya “ Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam islam di arahkan
untuk meningkatkan kualitas kemanusiaan. IPTEK merupakan alat atau media bukan
tujuan”.(Toto Suryana:2008:140) Oleh karena itu ilmu pengetahuan dan teknologi
jangan sampai mengatur manusia sebagai penciptannya. Untuk itu diperlukan upaya-
upaya untuk menyertakan nilai-nilai ke dalam IPTEK yang disebut dengan Islamisasi
ilmu pengetahuan,”Islamisasi ilmu pengetahuan bertujuan untuk menyertakan nilai-
nilai islam ke dalam ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ilmu tidak berdiri
sendiri di tempat netral, namun menjadi dasar pemikiran ilmiah saat ini”.(Toto
Suryana: 2008:140)
Cara islam sendiri memfilter ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu sesuai dengan
paradigma islam yaitu Aqidah islam sebagai dasar IPTEK dan syariat islam menjadi
standarisasi IPTEK, Dibawah ini adalah pemaparannya.
a. Aqidah Islam sebagai dasar IPTEKS
Ini adalah cara pertama islam memfilter perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dikehidupan manusia, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis
segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang
telah dibawa oleh Rasulullah Saw.
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin
saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau
tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap mengekor Barat
dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam
konsep ilmu pengetahuan. paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan,
mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan
sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram.
Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan
konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan
muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang
dengan Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan
fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma
sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa
Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis
bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah
Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus
bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek
harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-
Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya.
Sunatullah adalah ketentuan Allah. Suatu ketentuan hukum Logika yang mempunyai
hubungan sebab akibat. Jika menurut kajian ilmiah (Scientific) disebut dengan hukum Alam.
Misalnya seseorang sakit, kemudian dia (si sakit) memakan obat, lantas sembuh. Ini adalah
sunnatullah, hubungan sebab akibat, jika makan obat maka bakteri penyebab sakit akan mati dan,
penyakit yang disebabkan oleh bakteri tersebut akan hilang atau sembuh.
Dengan mengetahui hubungan sunnatullah di alam maka kita harus tidak meyakini bahwa
obatlah yang menyembuhkan si sakit, tetapi tetap Allah swt karena dengan sunnatullah yang
berlaku dialamlah yang menyebabkan si sakit sembuh setelah makan obat. Obat disini hanyalah
usaha manusia. Dengan makan obat maka hubungan sebab akibat berlaku, dan menyembuhkan si
sakit, Jadi bukanlah obat yang menyembuhkan si sakit, berkeyakinan seperti ini dapat jatuh
kepada Syirik (Menduakan Tuhan). Dengan mengetahui hukum alam sebagai sunnatulla maka
kita terhindar dari pada keyakinan yang dapat menimbulkan Syirik. Contohnya membuat tangkal
pada anak kecil yang sering sakit sakitan. Tangkal ini adalah kepercayaan masyarakat Indonesia,
yaitu berupa kantong kecil dari kain hitam yang diisi logam , logam penangkal seperti magnet,
besi putih, timah dan sebagainya. Kepercayaan seperti ini adalah Syirik. Karena tidak dapat
dijelaskan secara ilmiah. Hanya Mitos, Takhyul dan Khurafat, yang menyebabkan pelakunya
jatuh kepada Syirik. Tidak ada usaha atau bukanlah usaha namanya jika sesuatu itu tidak dapat
dijelaskan hubungan sebab akibatnya dan diterima secara ilmiah dan logik (Masuk akal).
Janganlah bersandar pada alasan bahwa memakai tangkal dan zimat itu hanya usaha dan Allah
yang menyembuhkan. Allah tidak ridho dengan usaha yang menserikatkanya. Walau dengan izin
Allah sembuh juga, tetapi iblis dan syaitan telah menang mengelabui dan menipu ummat
manusia yang beriman dengan melakukan perbuatan yang menjauhinya, yaitu
mensyerikatkannya dengan memakai zimat dan tangkal itu. Jadi jika sesuatu tidak dapat
dijelaskan dan dibuktikan secara ilmiah maka itu ditolak sebagai sunnatullah (hukum kausal)
yang sudah menjadi ketetapan Allah
يسنلة انلِح افلنِحت ي لقرد لخلرت ِحمرن لقربيل لوفللرن لتِحجلد ِحفليسننِحة انلِح لتربِحديل
Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan
menemukan perubahan bagi sunatullah itu.(QS Al Fath ayat 23)
Seperti ketentuan setiap benda apabila dilemparkan keatas maka akan kembali lagi ke bumi
akibat adanya gaya tarik bumi. Ini salah satu contoh hukum, dan banyak lagi hukum-hukum alam
lainnya, yang secara ilmiah dapat kita temukan dalam setiap pelajaran ilmu pengetahuan alam
atau fisika. Ini hukum pasti. Allah tidak mungkin merubah ketentuan hukumnya karena ini sudah
merupakan janji Allah dan Allah selalu menepati janji. Hukum-hukum alam seperti ini disebut
sebagai Sunatullah.Banyak hukum-hukum Allah yang tertulis dalam al-Quran, Seperti ketentuan
mengenai garis peredaran bulan, dan pergantian siang dan malam
لوارفللقلملر لقندررلندايه لملنداِحزلل لحنتع ى لعدالد لكدارفليعرريجنوِحن ارفللقِحديِحمل افلنشرميس ليرنلبِحغ ي فلللهدا ألرن يتردِحرلك ارفللقلملر لول افللنرييل لسداِحبيق افلنلهداِحر لويكلل ِحف ي لفلٍكك ليرسلبيحنولن
Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke
manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.
Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului
siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.(QS Yasiin ayat 39-40)
Allah swt juga mencontohkan kepada kita salah satu sunnahnya tentang proses terbentuknya
manusia sampailah ia dewasa kemudian tua dan mati.hal ini juga menjelaskan sunnatullah di
alam tentang proses pertumbuhan.
ليدا ألبيلهدا افلنندايس إِحرن يكرنيترم ِحف ي لرريٍكب ِحملن ارفللبرعِحث لفِحإنندا لخلرقلندايكرم ِحمرن يتلراٍكب يثنم ِحمرن ينرطلفٍكة يثنم ِحمرن لعللقٍكة يثنم ِحمرن يم ر
ضلغٍكة يملخلنلقٍكة لولغريييِحر يملخلنلقييٍكة ِحفلينلبذيييلن
فلليكرم لوينِحقبر ِحف ي الررلحداِحم لمدا لنلشدايء إِحلفلع ى أللجٍكل يملسممع ى يثنم ينرخِحريجيكرم ِحطرفل يثنم ِحفللتربلييغنوا أليشنديكرم لوِحمرنيكرم لمرن يلتلنونفع ى لوِحمرنيكرم لمرن يلربد إِحلفلع ى ألررلذِحل ارفليعيمِحر
ض لهداِحملدة لفِحإلذا ألرنلزرفللندا لعلريلهدا ارفللمدالء ارهلتنزرت لولرلبرت لوألرنلبلترت ِحمرن يكذل لزروٍكج لبِحهيٍكج ِحفللكريل ليرعللم ِحمرن لبرعِحد ِحعرلٍكم لشريةئدا لولتلر ى الرر ل
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah)
sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian
dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang
tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang
Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai
bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara
kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai
pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan
kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah
bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.(QS
AlHajj ayat 5)
Dengan mengetahui adanya sunnatullah di alam kita dapat membedakan mana ramalan
atau prediksi ilmiah dengan ramalan yang menyebabkan syirik. Ramalan Cuaca, Ramalan akan
terjadi Gerhana matahari, adalah contoh-contoh ramalan prediksi ilmiah yang didapat melalui
penelitian dan perhitungan ilmiah. Tetapi jika ramalan nasib memakai kartu, ramalan nasib
dengan bintang berdasarkan tanggal lahir, astrologi adalah contoh-contoh ramalan yang dapat
jatuh
Di sini perlu diketahui, “kausalitas” supaya dibedakan dengan artian “kausalitas” dalam
ilmu-ilmu alam atau fisika. Sebagaimana berkali-kali ditunjukkan oleh para filosofi, “sebab” di
dunia fisik mengacu pada sumber efisien gerak. “Sebab” dalam istilah ilmu alam adalah
pelaku (agent) dan pemberi gerak, dan bukan penganugerah wujud. Akan tetapi, pelaku dalam
istilah metafisika adalah pelaku dan pemberi wujud. Dua istilah teknis itu memang kerap
terkacaukan, terutama dalam berbagai pernyataan para filosofi modern
Untuk klarifikasi lebih mendalam atas beberapa bagian diskusi ini, rujuk jilid
Ketiga Ushul-e Falsafeh wa Rawisy-e Riyalism (Prinsip-Prinsip dan Metode Filsafat Realisme).
Dalam kaitan dengan kausalitas, Mulla Shadra menandaskan bahwa hubungan akibat dan sebab
merupakan hubungan “penyinaran (illuminative)”, dan bahwa penyebaban (causation) itu sendiri
tidak lain adalah “penyinaran (illumination)”. Hal yang secara tradisional diakui dalam filsafat
mengenai hubungan sebab dan akibat adalah bahwa sebab menghadirkan eksistensi dan wujud
pada akibat sehingga seolah-olah pihak pertama memberi pihak kedua suatu hal yang ketiga:
secara berurutan yang pertama adalah sebab; yang kedua adalah akibat; dan yang ketiga adalah
eksistensi atau wujud. Gambaran penyebaban ini melukiskan pemberi, penerima, dan sesuatu
yang diberikan maupun diterima (secara terpisah-pisah). Tentu saja, gambaran itu menyamakan
hubungan antara pemberi dan penerima (wujud) dengan hubungan (mutual) antara dua hal pada
umumnya. Sebagai misal, seorang ayah dan anak adalah dua maujud. Yang pertama merupakan
sumber bagi yang kedua, dalam arti bahwa anak berasal dari ayah. Lalu, terjadilah suatu
hubungan di antara kedua sebagai hakikat ayah atau anak. Namun, kita tahu bahwa wujud ayah
adalah satu hal, wujud anak adalah hal lain, dan hubungan di antara keduanya adalah hal yang
lain lagi.
Hubungan serupa tergambar pada sebab dan akibat, yang diacu sebagai hubungan kausal:
suatu hubungan antara pemberi dan penerima wujud. Hubungan sebab-akibat itu sendiri tidak
sama dengan wujud sebab atau akibat. Hubungan itu semata-mata terjadi antara dua hal, seperti
keayahan dan keanakan yang merupakan hubungan antara seorang ayah dan anak. Kaum Sufi
meyakini bahwa maujud selain Allah adalah sekutu-Nya, karenanya keyakinan pada sesuatu
selain-Nya merupakan syirik dan penyekutuan. Atas dasar itu, kaum Sufi menyangkal kausalitas.
Sebaliknya, filosof meyakini bahwa makna “penciptaan” yang termaktub dalam Al-Quran ialah
kausasi Dzat Allah, dan bukan tajalli atau penampakan-Nya. Lalu, apakah perselisihan ini
bersifat terminologis belaka? Jelas tidak. Sebab, dalam konseptajalli dan penampakan, ada
asumsi kesatuan antara Sumber dan objek penampakan; antara pantulan dan Pemantulnya.
Dengan demikian, hakikat tajalli dan penampakan ialah Dzat yang Tampak itu sendiri, lantaran
segi yang menampak bukanlah sesuatu yang berbeda dari Jati Diri si Penampak’.
3Materi ini disarikan dari juz lima karya Mulla Shadra yang berjudul Al-Asfar al-
Arba’ah terbitanAl-Dar al-Nashr, Qum Iran, tt.
Salah satu kerja besar Mulla Shadra ialah mendekatkan pemahaman kausalitas dan tajallidengan
membuktikan bahwa akibat dan efek sebenarnya tak lebih dari “satu derajat dari berbagai derajat
sebab, satu penampakan dari berbagai penampakannya, dan satu wajah dari berbagai wajahnya”.
Dengan demikian, pada hakikatnya Mulla Shadra mengembalikan kausalitas kepada tajalli
Sebelum Mulla Shadra, para filosofi menduga bahwa antara sebab dan akibat terdapat
penghubung (rabith’) yang menyambungkan keduanya. Jelasnya, menurut rnereka, sebab
merupakan entitas yang terpisah dari akibat dan demikian pula sebaliknya. Melalui penghubung
keduanya itulah sebab melahirkan akibat dalam rangkaian sebab-akibat. Sebagai contoh, kalau A
adalah sebab dan B adalah akibat, maka kausalitas ialah terkaitnya B pada hakikat A lewat
sejenis keterhubungan (intisab atau idhafah}.
Mulla Shadra menolak asumsi ini dengan membuktikan bahwa hakikat akibat ialah
keterhubungan dengan sebab itu sendiri. Akibat dan efek itu tak lain adalah entitas yang
menyatu-padu dengan sebab. Akibat bukanlah hasil pencerahan atau iluminasi (isyraq) sebab
pada suatu entitas sehingga akibat bergantung pada sebabnya melalui iluminasi, melainkan
merupakan inti kebergantungan dan iluminasi itu sendiri (karena yang ada di alam wujud
hanyalah wujud sebab, tak lain dan tak bukan). Perwujudan adalah hakikat Pewujud, sedangkan
kebergantungan ialah hakikat objek yang bergantung. Alhasil, Mulla Shadra berhasil
membuktikan bahwa realitas sebab-akibat sama dengan tajalli.
Kaum Sufi menolak gagasan kausalitas para filosof terdahulu lantaran yang belakangan
meyakini bahwa Dzat Allah adalah Sebab bagi segala sesuatu, sehingga Dzat Allah sendiri
adalah satu hal, sedangkan penyebaban (kausasi) dan penciptaan adalah hal lain, dan demikian
juga sosok akibat atau objek ciptaan adalah hal ketiga yang lain lagi. Hasilnya, alam wujud
menampung tiga hal yang berbeda.
Menurut Mulla Shadra, tindak mencipta (khalq) dan ciptaannya (makhlua) adalah sesuatu yang
identik. Maka dari itu, penciptaan dan ciptaan tidak lebih dari salah satu nuansa Sebab dan bukan
hal yang terpisah darinya. Perbedaan antara tindak penyebaban dan akibat atau penciptaan dan
ciptaan semata-mata bersifat mental dan rekaan belaka.
Di samping itu, kendati terdapat keberagaman hakiki (katsrah) antara sebab dan akibat,
keberagaman itu sendiri mengacu pada satu sisi (atau nuansa) kesatuan antara keduanya. Karena,
akibat bukanlah sesuatu selain sebabnya. Bahkan, akibat tak lain dari nuansa dan berkedudukan
sebagai nama dan sifat dari sebabnya. Jelasnya, sebagaimana sifat merupakan satu segi dari
penyandangnya, demikian pula akibat merupakan satu segi dari sebabnya.
Oleh sebab itu, bila kita mencermati hakekat wujud segala sesuatu, mustahil kita bisa
memisahkannya dari Dzat Penyandangnya, yakni Allah. Namun, karena kita senantiasa
mencerap segenap rnaujud rnelalui esensi-esensinya yang beragam, kita melihat alam wujud
secara beragam dan bukan manunggal. Dalam konteks ini, Mulla Shadra telah berhasil
mendamaikan cara-pandang para filosof dan para Sufi dengan rnembuktikan bahwa kausalitas
tak lain adalah tajalli dan tajalli tak terjadi kecuali dalam kerangka hukum kausalitas.
Prinsip Kausalitas
1. Prinsip kausalitas tidak mungkin dibuktikan dan dipaparkan secara empirik. Karena, indera
tidak mendapatkan sifat objektif, kecuali jika berdasarkan prinsip tersebut. Kita membuktikan
realitas objektif persepsi inderawi berdasarkan prinsip kausalitas.
2. Prinsip kausalitas bukanlah teori ilmiah eksperimental, tetapi hukum filsafat rasional. Karena,
semua teori ilmiah bergantung padanya. Ini tampak dengan sangat jelas setelah kita mengetahui
bahwa setiap deduksi ilmiah yang berdiri di atas eksperimen menghadapi persoalan keumuman
(generalisasi) dan kemencakupan (komprehensif). Artinya, eksperimen yang menjadi dasar
penyimpulan ilmiah itu terbatas. Eksperimen tidak menjamah keseluruhan alam semesta, maka
bagaimana dapat menjadi dalil bagi teori umum. Kita bisa memecahkan problem itu, ketika kita
menghadapinya berkenaan dengan berbagai teori ilmiah, dengan bersandarkan pada prinsip
kausalitas, sebab prinsip ini adalah bukti yang memadai mengenai generaliasasi kesimpulan dan
kemencukupannya. Sedangkan jika prinsip itu sendiri dianggap eksperimental dan kita
menghadapi permasalahan yang sama di dalamnya, kita sepenuhnya tidak akan pernah bisa
memecahkan permasalahan ini. Jadi, prinsip kausalitas haruslah berada di atas eksperimen dan
kaidah dasar penyimpulan-penyimpulan eksperimental secara umum.
3. Prinsip kausalitas tidak mungkin ditolak dengan argumen apa pun. Karena, setiap usaha
seperti ini justru menyebabkan pengakuan terhadap prinsip itu sendiri. Jadi, prinsip ini adalah
tetap kukuh sebelum dibuktikan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Suryana, Toto A. (2008). Islam Pola Pikir,Perilaku dan Amal. Bandung: CV.Mughni Sejahtera
http://hanahafifah.blogspot.co.id/2014/01/pandangan-islam-dalam-perkembangan-
ilmu.html
http://fitriromuna.blogspot.com/2013/05/makalah-hubungan-agama-dengan-kebudayaan.html
http://bloger-fokusjaya.blogspot.co.id/2011/11/kausalitas-dalam-perspektif-filsafat.html