Anda di halaman 1dari 9

Alifia Virnindyta

2311419036

ANALYSE DE LA POÉSIE « CHANT D'AUTOMNE » DANS L'ANTHOLOGIE LES


FLEURS DU MAL PAR CHARLES BAUDELAIRE

1. Pengantar
Poésie atau yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan puisi merupakan hasil karya sastra
yang mengungkapkan perasaan, imajinasi hingga ekspresi jiwa atas apa yang penyair alami
maupun lihat dalam perjalanan hidupnya. Semua hal tersebut tersebut diungkapkan dengan
penggunaan pilihan diksi yang tepat pada tiap bait, gaya bahasa, rima, hingga makna yang
dikandung. Puisi adalah kata-kata yang terindah dalam susunan yang terindah. Penyair memilih
kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara
satu unsur dengan unsur lain sangat erat hubungannya dan sebagainya. (Samuel Taylor Coleride
via Pradopo 1995 : 6). Penulisan yang indah pada puisi mampu memunculkan emosi dan memikat
pembaca.
Charles Pierre Baudelaire merupakan seorang penyair berkebangsaan Prancis yang lahir di
Paris pada 9 April 1821. Selain syair yang ditulisnya, Baudelaire juga dikenalkan akan hasil
esainya, kritik pada seninya hingga kemampuannya sebagai penerjemah. Gaya penulisan
Baudelaire banyak memengaruhi generasi penyair setelahnya. Hal itulah yang membuatnya
kemudian dikenal sebagai pelopor lahirnya simbolisme dalam kesusastraan Perancis.
Dari sekian banyak karya sastra yang ditulisnya, Les Fleurs du Mal adalah adalah salah satu
karyanya yang paling terkenal. Pertama kali diterbitkan tahun 1857, Les Fleurs du Mal atau The
Flowers of Evil merupakan satu-satunya antologi puisi yang Baudelaire pernah tulis semasa
hidupnya. Dengan total kesuluruhan lebih dari 100 puisi, antologi puisi ini terdiri atas 6 bagian
yaitu Spleen et Idéal, Tableaux Parisiens, Le Vin, Fleurs du mal, Révolte dan La Mort. Les Fleurs
du Mal secara kesuluruhan menceritakan tentang kemalangan, kesengsaraan, seks, kedepresian,
hingga pengalaman menyakitkan yang dialami jiwa manusia (dalam hal ini, Baudelaire sebagai si
penyair). Salah satunya adalah Chant d’Automne yang terdapat dalam bagian Spleen et Idéal.
2. L’Analyse de Poésie Chant d’Automne
Chant d’Automne adalah sebuah puisi balada yang ditulis Baudelaire saat ia tengah melewati
keterpurukan masa mudanya. Pada tahun-tahun itu ia menjadi gelap; rasa gagal, kekecewaan, dan
keputusasaannya semakin meningkat, terutama setelah ayahnya meninggal dunia dan ibunya yang
menikah lagi. Baudelaire yang memang tertarik akan genre puisi melankolis sejak ia di sekolah
menengah, semakin nyaman untuk bersyair dengan genre tersebut. Saat itulah ia menulis Chant
d’Automne. Puisi ini berputar pada konsep musim yang melambangkan kehidupan yang singkat,
kegelisahan, kegelapan hingga kematian yang disimbolkan melalui été, automne dan hiver yang
disebutkan oleh Baudelaire beberapa kali di dalamnya. Jika ditelaah, musim-musim dalam Chant
d’Automne merepresentasikan keadaan Baudelaire baik secara mental dan fisik ketika ia
menulisnya.

2.1 Le Parole
Chant d’Automne – Charles Baudelaire
Bientôt nous plongerons dans les froides ténèbres ;
Adieu, vive clarté de nos étés trop courts !
J'entends déjà tomber avec des chocs funèbres
Le bois retentissant sur le pavé des cours.

Tout l'hiver va rentrer dans mon être : colère,


Haine, frissons, horreur, labeur dur et forcé,
Et, comme le soleil dans son enfer polaire,
Mon cœur ne sera plus qu'un bloc rouge et glacé.

J'écoute en frémissant chaque bûche qui tombe


L'échafaud qu'on bâtit n'a pas d'écho plus sourd.
Mon esprit est pareil à la tour qui succombe
Sous les coups du bélier infatigable et lourd.

II me semble, bercé par ce choc monotone,


Qu'on cloue en grande hâte un cercueil quelque part.
Pour qui ? - C'était hier l'été ; voici l'automne !
Ce bruit mystérieux sonne comme un départ.

II
J'aime de vos longs yeux la lumière verdâtre,
Douce beauté, mais tout aujourd'hui m'est amer,
Et rien, ni votre amour, ni le boudoir, ni l'âtre,
Ne me vaut le soleil rayonnant sur la mer.

Et pourtant aimez-moi, tendre cœur ! soyez mère,


Même pour un ingrat, même pour un méchant ;
Amante ou sœur, soyez la douceur éphémère
D'un glorieux automne ou d'un soleil couchant.

Courte tâche ! La tombe attend - elle est avide !


Ah ! laissez-moi, mon front posé sur vos genoux,
Goûter, en regrettant l'été blanc et torride,
De l'arrière-saison le rayon jaune et doux

2.2 Analisis Diksi


Diksi merupakan mengenai pilihan kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu
gagasan, penggungkapan yang tepat, serta gaya penyampaian kata yang baik sesuai situasi.
Namun, istilah diksi ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai
untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi fraseologi, gaya bahasa, dan
ungkapan (Keraf 2008: 22-23).
Dalam pemilihan diksi pada puisi Chant d’Automne, secara garis besar Baudelaire berputar
pada konsep musim yang melambangkan keadaan yang penyair rasakan yang memiliki arti
berbeda satu sama lain. Eté (musim panas) menggambarkan keadaan yang penyair simbolkan
sebagai sebuah kebahagiaan namun untuk tempo yang sangat singkat dan segera berakhir, hal itu
terlihat pada baris ke 2: Adieu, vive clarté de nos étés trop courts !. Berbanding terbalik dengan
makna dari été, hiver (musim dingin) disebut untuk mereprentasikan rasa sakit, suram, kegelapan
hingga kematian yang akan datang, seperti yang disebutkan dalam baris ke 5 dan 6: Tout l'hiver
va rentrer dans mon être : colère, haine, frissons, horreur, labeur dur et forcé, juga baris ke 25 :
La tombe attend - elle est avide !. Sedangkan automne, yang menjadi judul utama dalam puisi ini
menggambarkan sensasi berada di antara dua été dan hiver. Automne mewakili tahap kegelisahan
dalam diri penyair yang tengah berlangsung seperti yang tertulis pada baris ke 15: Pour qui ? -
C'était hier l'été ; voici l'automne !
Secara lebih merinci, diksi yang dipilih oleh Baudelaire dalam Chant d’Automne banyak
menggunakan makna konotasi. Hal itu tak mengherankan mengingat karya-karya Baudelaire pada
Les Fleurs du Mal merupakan titik awal lahirnya aliran simbolisme pada karya sastra. Aliran sastra
simbolisme tidak mengungkapkan pemikiran, makna dan emosi yang dimaksud penulis secara
harfiah, melainkan disampaikan secara samar dan misterius melalui banyaknya penggunaan
menggunakan simbol atau lambang. Sebuah simbol berarti sesuatu yang bermakna sesuatu yang
lain. Dari sekian diksi, makna konotasi ‘kematian’ cukup banyak ditemukan secara tersirat di puisi
ini. Diksi tersebut adalah ténèbres (kegelapan, di baris pertama), adieu (perpisahan, di baris ke 2),
funèbres (upacara pemakaman, pada baris ke-3), l’échafaud (perancah, pada baris ke-10), cercueil
(peti mati pada baris ke-14), hingga la tombe (makam/kuburan, pada baris ke-25). Selain itu, kata
le bois (kayu) pada baris ke 4 (Le bois retentissant sur le pavé des cours) menggambarkan kayu
yang digunakan untuk pemanas pada musim dingin yang akan datang, dimana musim dingin pada
penulisan karya sastra identic untuk menggambarkan kegelapan, kesendirian dan kematian.
Bait ke-2 mulai menggambarkan peralihan antara musim panas dan musim dingin, yaitu pada
musim gugur. Pada baris ke 6 dan 7 : colère, haine, frissons, horreur, labeur dur et forcé
(kemarahan, kebencian, kedinginan, rasa ngeri, kerja keras dan kerja paksa) mewakili gambaran
perasaan negatif yang Baudelaire rasakan ketika menulisnya. Seperti yang disinggung
sebelumnya, Baudelaire menulis puisi ini di masa keterpurukan hidupnya yang dihantui rasa sedih
hingga masalah keuangans sepeninggalan ayahnya.
Selanjutnya, pada bait ke-3, kata chaque bûche qui tombe (setiap batang kayu yang terjatuh)
atau dengan kata lain kayu yang perlahan terbakar dalam api menyimbolkan keadaan keuangan
Baudelaire yang kian menipis. Pada bait ini juga automne (musim gugur digambarkan) di sini
melambangkan kegelisahan, namun tetap menunjukan ingatan akan kebahagian été yang singkat
dan kekhawatiran akan hiver (musim dingin).
Terdapat sedikit perbedaan tema pembahasan saat memasuki puisi ke bagian ke II. Pada
bagian ke-II ini, Baudelaire menyinggung adanya kehadiran sesosok wanita yang memainkan
banyak peran. Peran sebagai kekasih/saudara perempuan pada kata amante ou soeur (baris ke-23)
dan sebagai ibu pada mère (baris ke-21). Namun dari tiga peran tersebut, peran sosok ibulah yang
mendominasi, yang ditandai beberapa diksi yang menggambarkan sifat seorang ibu yang lembut
yaitu douce beauté (keindahan yang manis, pada baris ke-18), tendre cœur (hati yng lembut, pada
baris ke-21), la douceur (rasa manis, pada baris ke-23) dan le rayon jaune et doux (baris ke-28).
Namun yang lebih meyakinkan akan penggambaran sosok ibu, Baudelaire menggunakan
homofoni mère (ibu) dan mer (laut) pada baris ke-20: le soleil rayonnant sur la mer. Selain
homofoni, terdapat juga beberapa diksi berupa perintah atau kalimat imperatif: et pourtant aimez-
moi, tendre cœur ! soyez mère (baris ke-21), soyez la douceur éphémère (baris ke-23), dan Ah!
laissez-moi (baris ke-26). Diksi ini sebagai penggambaran keinginan dan kebutuhan akan kasih
sayang dari sosok ibu. Dan yang terakhir, kata pada baris ke-26: mon front posé sur vos genoux
(dahiku bertumpu pada lututmu) menyiratkan rasa ketenangan penyair seperti anak kecil yang
bertumpu pada ibunya.

2.3 Analisis Gaya Bahasa


Menurut Achmadi, gaya bahasa adalah kualitas visi, pandangan, cara seorang pengarang
merefleksikan, memilih dan meletakkan kata-kata dan kalimat dalam mekanik karangannya. Gaya
bahasa menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, misalnya kesan baik ataupun buruk, senang,
tidak enak dan sebagainya yang diterima pikiran dan perasaan karena pelukisan tempat, benda-
benda, suatu keadaan atau kondosi tertentu.
Dalam Chant d’Automne, dapat ditemukan beberapa gaya bahasa. Gaya bahasa yang dapat
ditemukan cukup luas, dimulai dari gaya bahasa pertentangan, perbandingan hingga
pengumpamaan. Salah satunya adalah yang terdapat pada baris ke-7, Et, comme le soleil dans son
enfer polaire (dan seperti matahari neraka kutubnya). Kata enfer polaire di sini mengandung gaya
bahasa pertentangan, majas oksimoron. Majas oksimoron adalah gaya bahasa dengan penggunaan
dua kata yang berlawanan (antonim) dalam satu kalimat atau hubungan sintaksis. Enfer polaire
bermakna menggambarkan suasana cerah, panas dan teriknya matahari pada musim panas (été),
namun saat musim dingin datang (hiver), cahayanya tak dapat lagi dirasakan sepanas dan secerah
musim panas. Sinarnya seperti terkunci dan kalah akan rasa dingin musim dingin.
Selain penggunaan gaya bahasa pertentangan, Chant d’Automne juga memasukan gaya
bahasa perbandingan berupa majas metafora dan asosiasi. Majas oksimoron yang terdapat pada
baris sebelumnya, berkelanjutan dengan majas metafora di baris ke-8: Mon cœur ne sera plus qu'un
bloc rouge et glacé (hatiku tidak lebih dari balok merah dan es). Metafora adalah pemakaian kata
atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang
berdasarkan persamaan atau perbandingan. Baudelaire menggunakan kata bloc rouge et glacé
untuk mewakili suasana kegelisahan dalam dirinya.
Selanjutnya, pada baris ke-11 dan 12: Mon esprit est pareil à la tour qui succombe, sous les
coups du bélier infatigable et lourd (Pikiranku seperti menara yang jatuh, di bawah pukulan palu
yang tak kenal lelah dan berat), baris ini menunjukan adanya penggunaan gaya bahasa
pengumpamaan berupa majas asosiasi. Majas asosiasi merupakan majas perbandingan yang cara
melukiskan suatu hal dengan cara membandingkan atau mengumpamakan suatu hal dengan hal
lain, sesuai dengan keadaan hal yang dimaksud. Sekilas terdengar seperti majas simile,
perbedaanya terletak pada segi maknanya. Makna pada majas asosiasi lebih bias atau implisit.
perumpamaan dalam majas asosiasi jauh lebih implisit atau tidak disampaikan secara lugas yang
membuat pembaca harus menafsirkan makna dibalik perumpamaan tersebut. Pareil à la tour qui
succombe dalam hal ini mengumpamakan keadaan batin penyair, yang berdiri sendiri seperti
menara (la tour). Keadaan batin atau fikirannya kemudian jatuh dan terpuruk karena adanya
sebuah pukulan atau cobaan yang dapat berupa pukulan pada batin penyair yang bertubi-tubi,
berupa sebuah penderitaan, memburuknya kesehatan fisik, hingga keadaan finansial penyair yang
digambarkan melalui baris : sous les coups du bélier infatigable et lourd. Tak mengherankan,
dalam hal ini, Baudelaire memang menulis antologi puisinya pada masa sulitnya, saat ia ditinggal
ayah tirinya dengan tanpa harta warisan sedikitpun yang membuatnya hidup seperti luntang-
lantung tak jelas arahnya.
Selanjutnya, pada bait setelahnya, lebih tepatnya pada baris ke-16 : Ce bruit mystérieux
sonne comme un départ (suara misterius ini terdengar seperti sebuah kepergian). Baris ini
menunjukan adanya prnggunaan majas simile. Majas simile merupakan sebuah majas yang
mengumpamakan sesuatu dengan suatu hal lainnya secara lugas atau eksplisit. Dalam majas ini,
biasanya menggunakan kata-kata tertentu, yaitu bagaikan, laksana, seperti, serupa, semisal, dan
sebagainya. Penanda pengumpamaan di sini adalah adanya kata comme (sebagai).
Pada baris ke-19 : Et rien, ni votre amour, ni le boudoir, ni l'âtre, terdapat juga majas
metonimia. Majas metonimia adalah pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain
yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut. Apabila sepatah kata atau sebuah nama yang
berasosiasi dengan suatu benda dipakai untuk menggantikan benda yang dimaksud. Kata boudoir
di sini secara harfiah berarti ruang duduk, ruangan pribadi atau kamar tidur wanita. Boudoir di sini
mewakili rasa kedekatan dengan wanita yang dimaksud.

2.4 Analisis Bait dan Rima


Bait dan rima adalah dua unsur yang penting dalam sebuah puisi. Dalam menulis sebuah
puisi, dalam bagian yang disebut bait. Bait merupakan bagian dari teks yang berirama dan terdiri
dari beberapa baris yang tersusun selaras. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, bait juga diartikan
sebagai satu kesatuan dalam puisi yang terdiri atas beberapa baris, seperti pantun yang terdiri atas
empat baris. Di sisi lain, rima adalah pengulangan bunyi berselang, baik didalam larik maupun
pada akhir sajak yang berdekatan (Zaidan dkk 1996:71). Pengulangan bunyi tersebut dapat
ditampilkan oleh tekanan, nada tinggi, atau perpanjangan suara. Rima pada akhiran sajak saling
berkaitan antara satu dengan yang lain secara berselang. Perulangan tersebut dapat terjadi dalam
satu baris maupun pada baris lainnya.
Baudelaire pertama kali menerbitkan Chant d’Automne pada Les Fleurs du Mal pada tahun
1857. Terbilang waktu yang cukup lama, tak heran jika Baudelaire menulis Chant d’Automne
dengan masih terpaku pada pengaturan puisi lama. Puisi lama merupakan puisi yang dalam
penulisannya masih terikat pada aturan-aturan baku baik dari jumlah baris pada setiap bait,
keselarasan jumlah suku kata perbaris, bentuk rima hingga iramanya.
Chant d’Automne terbagi atas dua bagian dengan total keseluruhan tujuh bait. Dalam
penulisan perbaitnya, masing-masing baris dari puisi ini terdiri atas kurang lebih 11-12 suku kata.
Sebagai contohnya dapat dilihat dari bait ke empat.

II me semble, bercé par ce choc monotone, (11 suku kata)

Qu'on cloue en grande hâte un cercueil quelque part. (11 suku kata)

Pour qui ? - C'était hier l'été ; voici l'automne ! (11 suku kata)

Ce bruit mystérieux sonne comme un départ. (11 suku kata)

Selain dari sisi bait, ciri-ciri puisi lama juga terlihat pada rima yang terdapat pada setiap bait
puisi Chant d’Automne ini. Baudelaire menulis puisi ini menggunakan rima silang atau rima salib.
Rima silang adalah rima yang letaknya berselang-selang atau bersajak a-b-a-b. Rima silang yang
digunakan disini sudah terlihat jelas sejak bait pertama hingga akhir melalui penggunaan kata
avide pada baris pertama yang serima dengan torride pada baris ketiga dan kata genoux di baris
kedua yang berima dengan dengan doux pada baris keempat.

Courte tâche ! La tombe attend - elle est avide !

Ah ! laissez-moi, mon front posé sur vos genoux,

Goûter, en regrettant l'été blanc et torride,

De l'arrière-saison le rayon jaune et doux


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Muchsin. 1988. Materi Dasar Pengajaran Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta:
Depdikbud PPPPTK.
Coleridge, Samuel Taylor. 1835. Specimens Of The Table Talk Of The Late. New York: Harpers
& Brothers.

"Bait". Def 1. Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. 2016. Web. 24 November 2020.

“Metafora”. Def 1. Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. 2016. Web. 23 November 2020.

Keraf, Gorys. 2008. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suprapto. 1993. Ketatabahasaan Dan Kesusastraan. Bandung: Angkasa Jaya.

Thompson, William J. 1997. Understanding Les Fleurs Du Mal: Critical Readings. Nashville:
Vanderbilt UP.

Zaidan, dkk. 1996. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai