Anda di halaman 1dari 3

Identitas Buku Judul Buku

: Ronggeng Dukuh Paruk

Waktu Baca

: 8 Hari

Penulis

: Ahmad Tohari

Penerbit

: PT Gramedia

Tahun Terbit

: 1982

Jumlah Halaman

: 174 Halaman

SINOPSIS Novel pertama Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari ini mengisahkan seorang
anak yatim piatu sejak bayi yang disebabkan oleh malapetaka tahun 1946 yang bernama Rasus yang
tinggal di Dukuh Paruk. Dukuh Paruk meiiliki nenek moyang yang bernama Ki Secamenggala ia sebagai
bromocorah tetapi setelah meninggal orang-orang Dukuh Paruk memuja kuburannya, bahkan menjadi
kiblat kehidupan kebatinan mereka. Suatu hari di tepi kampung Dukuh Paruk, tiga anak laki-laki, Rasus,
Warta, dan Darsun sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong yang terpendam dalam tanah
kapur. Ketiganya kemudian sibuk mengupasinya dengan gigi masing-masing dan memakannya. Mereka
melihat Srintil sedang asyik bermain seorang diri, sambil mendendangkan lagu kebangsaan para
ronggeng, Senggot Timbane Rante, Tiwas Ngegot Ning Ora Suwe. Srintil yang baru berusia sebelas tahun
menyanyikan lagu itu dengan sungguh-sungguh sambil membuat bandongan, sehingga ttak sadar dengan
kedatangan ketiga anak tersebut. Ketiganya kemudian mengirini Srintil untuk menari. Walaupun Srintil
belum pernah sama sekali melihat pentas ronggeng, namun Srintil mampu menirukan dengan baiknya
gaya seorang ronggeng. Dengan diam-diam Sakarya mengikuti gerak-gerik Srintil ketika cucunya itu
menari. Sakarya meyakini bahwa cucunya telah kerasukan indang ronggeng. Keesokan harinya Sakarya
menemui Kertareja seorang dukun ronggeng di Dukuh Paruk, Sakarya menceritakan tentang kepandaian
Srintil menyanyi dan menari ronggeng. Sakarya meminta agar Kertareja membimbing Srintil agar
menjadi ronggeng yang terkenal. Beberapa hari kemudian Sakarya dan Kertareja mengintip Srintil yang
menari di bawah pohon nangga. Kedua laki-laki tua itu sengaja membiarkan Srintil menari sepuas hatinya
diiringi calung mulut oleh Rasus dan kedua kawannya. Pada hari yang baik Srintil diserahkan oleh
kakenya, Sakarya, kepada Kertareja. Itu hokum Dukuh Paruk yang mengatur perihal seorang calon
ronggeng. Keluarga calon ronggeng harus menyerahkan kepada dukun ronggeng menjadi anak akuan.
Sudah dua belas tahun ronggeng Dukuh Paruk mati. Untung perangkat calung yang terbuat dari bambu di
para-para dapur keluarga Kertareja masih bisa dipakai. Kemudian Kertareja mencari para penabuh calung
dan gendang yang sudah lama tidak ditabuh, Kertareja menemukan hari baik untuk mulai mengasuh
Srintil. Malam itu Srintil didandani seperti layaknya seorang ronggeng dewasa. Nyai Kertareja telah
meniupkan mantra pekasih ke ubunubun Srintil dan juga beberapa susuk emas dipasang oleh Nyai
Sakarya di tubuh Srintil. Bukan main senangnya hari masyarakat Dukuh Paruk ketika mendengar akan
ada pertunjukan, penonton menunda kedipan matanya ketika Srintil bangkit mulai menari. Satu babak
telah usai, gumam penonton terdengar berisik. Ada yang ingin menggendong, ada yang ingin mencucikan
pakaiannya setelah pentas, ada yang ingit memijat selah pertunjukan dan masih banyak lagi yang ingin
memanjakan Srintil, yang kebanyakan kaum perempuan.

Anak laki-laki yang berusia tiga belas tahun itu merasa Srintil telah menjadi milik semua orang Dukuh
Paruk. Rasus cemas tidak bisa lagi bermain sepuasnya dengan Srintil di bawah pohon nangka. Malam itu
kenangan atas diri Srintil meliputi hati semua orang Dukuh Paruk. Penampilannya malam itu sempat pula
mengingatkan kejadian yang menimpa Dukuh Paruk sebelas tahun yang lalu, yaitu meninggalnya belasan
orang dewasa atas keracunan tempe bongkrek buatan Santayib ayah dari Srintil. Santayib dan istri
Santayib serta emaknya Rasus pun ikut memakan tempe bongkrek itu. Tetapi hanya Rasus yang belum
mendapat kebenaran atas keberadaan emaknya sudah meninggal atau belum. Rasus telah kehilangan
perhatian dari Srintil karena sekarang Srintil menjadi ronggeng di Dukuh Paruk, Rasus mencari akal
untuk merebut perhatian Srintil kembali. Suatu hari Rasus memberikan keris Kyai Jaran Guyang, bekas
milik ayahnya. Ia memberikan keris itu pada saat Srintil sedang tidur nyenyak, ketika bangun Srintil
mengetahui keris itu dari Rasus karena dibungkus dengan baju Rasus. Keris itu merupakan keris pekasih
yang dulu menjadi jimat para ronggeng. Untuk itulah srintil sangat senang akan pemberian Rasus itu,
kemudian Rasus memperoleh kembali perhatian dari Srintil. Sudah dua bulan Srintil menjadi Ronggeng,
tetapi ada dua tahap untuk menjadi ronggeng yang sempurna. Yaitu upacara pemandian didepan cungkup
makam Ki Secamenggala, dan setelah itu Srintil menari, tahap terakhir adalah sayembara bukak klambu
Sayembara inilah yang membuat Rasus gelisah karena Srintil harus menyerahkan kegadisannya kepada
lelaki yang memenuhi syarat, yaitu sekeping ringgit emas. Sayembara itu akan dilaksanakan pada hari
sabtu malam. Malam tersebut dating dua lelaki yang satu Dower membawa seekor kerbau dan dua ringgit
perak tetapi si Sulam anak seorang lurah membawa sekeping rupiah emas. Dengan kelicikan dan
kepandaian Kertareja, memberitahu kedua pemuda tersebut memenangkan sayembara tersebut dan
menyerahkan hartanya ke Kertareja. Kertareja maupun kedua pemuda itu tak pernah tahu, bahwa
keperawanan Srintil sebenarnya telah diberikannya kepada Rasus beberapa jam sebelumnya. Sejak saat
itu Rasus merasa Srintil telah keluar dari hatinya. Kemudian Rasus berpindahpindah tempat
meninggalkan Dukuh Paruk. Rasus bekerja dengan pedagang singkong selama berbulan-bulan lamanya
dan tinggal di sana di pasar Dawuhan. Tahun 1960 wilayah Dawuhan tidak aman lagi, perampokan
dengan kekerasan sering terjadi. Rasus berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya bersama kelompok
tentara di bawah pimpinan Sersan Slamet, sebagai seorang tobang. Kehadiran tentara di Dawuhan tak
selamanya dapat mencegah perampokan, bahkan malah menjadi-jadi. Sersan Slamet kemudian membagi
kelompok untuk mengawasi rumah-rumah penduduk yang diduga akan didatangi perampok-perampok
itu. Rasus mendapat bagian menjaga Dukuh Paruk. Pada malam kesembilan terjadi perampokan di rumah
Kertareja tempat ronggeng Srintil. Rasus berhasil membunuh dua di antara lima perampok itu. Dalam
kesempatan itulah Rasus bertemu kembali dengan neneknya yang selama ini ditinggalkan. Rasus pulang
ke rumah neneknya, bersama Srintil. Pada malam terakhir Rasus berada di rumah itu, Srintil mendesak
Rasus mau menikah dengan dia. Pagi harinya, sebelum Srintil dan neneknya bangun, Rasus yang sudah
menemukan jadi dirinya meninggalkan Dukuh Paruk dan neneknya. Dengan menolak perkawinan yang
ditawarkan Srintil, Rasus merasa telah memberi sesuatu yang sangat berharga bagi Dukuh Paruk :
Ronggeng! Rasus meninggalkan Dukuh Paruk dengan gagahnya bukan karena bedil di pundaknya,
mealinkan karena ia telah yakin bahwa ia mampu hidup tanpa kehadiran bayangan emaknya.
Pelajaran hidup yang dapat diambil ialah ketika terjadi suatu tragedi kemanusiaan yang terjadi di sekitar
kita jangan cepat memfitnah siapa pelakunya harus diselesaikan dengan kepala dingin. Ketika kejadian
warga Dukuh Paruk keracunan Tempe Bongkrek saya teringat ketika kecil saya memakan tempe goreng
yang tempenya sudah terlalu matang atau hampir busuk kemudian saya memuntahkannya.

Anda mungkin juga menyukai