TAHUN PELAJARAN 2019/2020 Menimbang Novel Milea Suara dari Dilan Siapa yang tidak tahu novel “Milea Suara dari Dilan”? Novel ini merupakan novel kesebelas karya seorang seniman multitalenta yang lahir di Bandung, 8 Agustus 1972 bernama Pidi Baiq. Setelah sebelumnya sukses dengan novel “Dilan Dia adalah Dilanku 1990” (2014), kini Pidi Baiq menghadirkan kembali karya barunya, yang berjudul “Milea Suara dari Dilan” (2016). Sebuah novel yang juga masih membahas kisah percintaan antara Dilan dan Milea, namun dari sudut pandang Dilan. Pria yang akrab dipanggil “Ayah” ini pun sebelumnya telah menulis seri buku “Drunken Monster” (2008), “Drunken Molen” (2008), “Drunken Mama” (2009), dan “Drunken Marmut” (2009), dan “Hanya Salju dan Pisau Batu” (2010), sebelum kembali menuai kesuksesan di novelnya “Al-Asbun Manfaatulngawur” (2010) dan seri “Dilan” (2014-2015) dilanjuti dengan cerita lanjutannya “Milea: Suara dari Dilan” (2016). Gaya menulisnya yang nyeleneh dan lanturan humor cerdas menjadi daya tarik tersendiri. Di sekuel novel “Drunken” karya Pidi Baiq berisi kumpulan cerita aneh dengan kalimat yang pendek, tidak terstruktur, kerap berlompatan, dan merusak syaraf tertawa, dalam artian berisi cerita-cerita teladan yang tidak patut diteladani. Berbeda dengan novel sebleumnya yang bergenre komedi dan nasehat, sekuel “Dilan” lebih serius dan bergenre percintaan, yaitu menceritakan percintaan antara Dilan dan Milea. Sementara itu, novel “Milea Suara dari Dilan” merupakan novel yang berkesinambungan dengan novel “Dilan Dia adalah Dilanku 1990” dan “Dilan Dia adalah Dilanku 1991” namun diambil dari sudut pandang Dilan. Novel ini berbeda dengan novel Pidi yang sebelumnya. Jika sekuel “Drunken” menonjolkan sifat Pidi Baiq yang nyeleneh, koplak, dan humoris, maka sekuel novel “Dilan” ini memperlihatkan sisi romantis dan humoris dari Pidi Baiq dilihat dari pilihan kata yang dipilih. Jika dibandingkan dengan novel karya pengarang lain, tatanan bahasa dan eksplorasi setiap kata dan kalimat dalam novel “Milea Suara dari Dilan” juga terasa lebih menarik daripada novel lainnya. Dikarenakan, Pidi Baiq pintar dalam merangkai kata-kata dan memilih diksi yang yang indah untuk setiap kalimat yang ada di novel ini. Novel ini mengisahkan pengenalan singkat Dilan waktu dia masih kecil, ia pernah ingin menjadi macan walaupun itu tidak mungkin. Di masa SMA Dilan sering menghabiskan waktu bersama teman-teman di warung Bi Eem. Di situlah Dilan mulai mengetahui gadis cantik yang berasal dari Jakarta yang bernama Milea, dan sejak situlah ia mulai melakukan pendekatan kepada Milea. Setelah banyak hal yang sudah Dilan lakukan untuk mendekati Milea, akhirnya tiba tanggal 22 Desember 1990 Dilan dan milea resmi berpacaran. Masalah pertama yang menandai bahwa Novel ini sudah masuk ke rangkaian peristiwa adalah saat Dilan dan teman- temannya ditangkap Polisi,“Ya,benar,malam itu kami di tangkap. Dan, polisi membawa kami ke kantornya. Mereka bilang bahwa kami ditangkap karena lelah melakukan tindakan yang akan meresahkan masyarakat.”(Hlm. 96). Puncak masalah yang sangat membuat sedikit jengkel adalah saat Milea menemui Dilan setelah Dilan ditangkap polisi karena tuduhan pembunuhan si Akew. Si Akew adalah teman Dilan yang meninggal karena di keroyok oleh beberapa Geng motor. Hal pertama yang dilakukan Milea adalah membeci Dilan, karena Milea beranggapan bahwa Dilan terlibat dalam kejadian ini. Pada hari itu, Lia menampar Dilan dan mengatakan sesuatu yang tidak ingin diucapkan oleh beberapa pasangan muda, yaitu putus, "Ketika aku tersenyum untuk mencairkan situasi, diluar dugaan, tiba-tiba Lia menamparku, Itu mengejutkan! Itu sesuatu yang besar bagiku karena aku tidak percaya Lia akan melakukanya. Dia menatapku cukup tajam, lalu menangis setelah dia bicara dengan intonasi yang cukup tinggi’Kita putus!’”(Hlm. 213). Di tahap akhir yaitu tahap penyelesaian dari Novel ini. Semua kesalahpahaman yang terjadi antara Dilan dan Milea sudah terjawab, ternyata setelah mereka putus banyak sekali kesalahpengertian diantara kedua belah pihak. Tetapi sesalan, hanyalah sesalan tidak ada yang bisa di kembalikan lagi, Dilan dan Milea hanya bisa menyesal dan memandang kedepan untuk kehidupan yang baru mereka bangun lagi. Dua belah pihak sudah memiliki pasangan sendiri-sendiri. Diakhir Novel, Dilan menempatkan kata-kata keikhlasan karena tidak bersatunya Dia dengan Milea. "Aku tahu bukan itu yang kita harapkan, tapi itu adalah kenyataan, Ini bukan hal yang baik untuk merasakan sebuah perpisahan, tetapi sekarang bagaimana caranya kita tetap akan baik-baik saja setelah itu. Menerimanya dengan ikhlas, akan menjadi lebih penting dari pada semuanya."(Hlm 354). Hal yang membuat kita tertarik untuk membacanya adalah kisah cinta yang dihadirkan dalam novel ini yaitu antara dua insan yang sudah jarang terjadi di zaman sekarang. Latar yang diceritakan oleh Pidi Baiq, latar yang sangat sering di hadirkan di dalam novel ini adalah kota Bandung pada tahun 90-an, Dimana tempat yang sangat sering dipakai oleh tokoh utama yaitu jalanan. Perhatikan kutipan novel ini. "Malam itu, Engkus yang akrab dengan Anhar sengaja datang ke taman Centrum untuk mencegahku yang akan melakukan balas dendam ke si Endi."(Hlm. 91). Latar lingkungan yang menarik perhatian pembaca, situasi yang dimunculkan oleh pidi baiq adalah kehidupan anak muda pada tahun 90-an di Bandung, di mana menceritakan sekumpulan siswa yang tergabung dalam Geng motor dan dengan lingkungan yang sangat kekeluargaan. Hal lain yang pantas untuk diunggulkan dalam novel ini adalah kemampuan Pidi Baiq dalam merangkai kata-kata yang tampak berbeda dengan novel-novel lainnya. Meskipun berlatar 90-an, novel ini tidak seperti novel-novel berlatar retro lainnya. Novel ini tetap relevan peristiwa romansanya jika dibandingkan dengan jaman sekarang. Selain itu, novel ini mudah untuk dipahami oleh pembaca dan tidak bertele-tele. Pidi dapat begitu fasih untuk menggambarkan tiap lekuk bagian tempat yang ia jadikan latar dalam novel tersebut ditambah dengan gambaran suasana yang mendukung sehingga pembaca seakan-seakan dapat merasakan langsung keadaan yang diceritakan oleh Pidi. “Selama itu, dia bicara kepadaku tentang banyak hal yang aku ingin mendegarnya. Dan, kamu harus tahu bagaimana itu rasanya, di Bandung yang dulu masih sepi, tahun 1991, ketika hari sudah mulai akan senja, ketika keremangan mulai mengintip di balik ranting pohon mahoni, pohon damar, pohon angsana, dan juga di kelopak mataku.” (hlm. 167). Jangan sampai melupakan inti sari dari novel ini. Selama membaca novel ini yang menjadi bahasan utama adalah kisah romansa yang kental kaitannya dengan puisi-puisi cinta. Kenangan Dilan tentang Milea telah ditunjukan di setiap bagian dari Novel ini. Salah satu contohnya adalah banyak sekali puisi-puisi singkat yang dibuat oleh Dilan, "HAI" "Kamu memiliki semuanya," "Seorang gadis di hujan September" "Tetap cantik meskipun bersin!" "Tapi harus kamu yang mau ke aku" "Seorang lelaki bergerak di atas tanah" "Otaknya lebih besar dari simpanse " "Semua milikmu untuk siapa, nona?" "Untuk dia yang bisa membuat kamu senang" "Karena dia yang aku maksud adalah aku" "Jadi mari kita kerja sama" "Untuk sebuah rencana asmara."(Hlm 126). Itu hanya salah satu dari sekian banyak kutipan puisi yang dibuat oleh tokoh Dilan di novel ini. Tentu saja, puisi-puisi tersebut membuat pembaca lebih merasakan karakter romantis dari tokoh Dilan. Dari segi alur, novel ini memiliki alur maju, namun berbeda dengan kebanyakan novel pada umumnya. Alur pada novel ini terkesan lompat-lompat dan tidak menceritakan secara kronologis rangkaian peristiwa yang dialami tokoh. Memang dibuat seperti itu, karena novel ini adalah sekuel dari novel “Dilan Dia adalah Dilanku 1990” dan “Dilan Dia adalah Dilanku 1991” yang mana diceritakan dari sudut pandang tokoh Dilan saja. Jadi, pada novel ini hanya diceritakan hal- hal yang perlu atau peristiwa-peristiwa yang dianggap penting saja itupun hanya dari pendapat tokoh Dilan, serta tidak mengulang cerita yang sudah diceritakan pada kedua novel sebelumnya. Jadi, bagi pembaca yang belum pernah membaca kedua novel sebelumnya yaitu “Dilan Dia adalah Dilanku 1990” dan “Dilan Dia adalah Dilanku 1991” mungkin akan merasa kurang puas. Oleh karena itu, untuk dapat memahami isi dari novel ini, kita harus memulainya dengan membaca terlebih dahulu kedua novel sebelumnya. Selain alur, bagian yang mungkin membuat kita sebagai pembaca sedikit kecewa karena berekspektasi tinggi adalah ending dari novel ini. Mungkin karena perlakuan-perlakuan dan kisah-kisah romantic yang diceritakan, membuat kita para pembaca mengharapkan sebuah ending yang bahagia dengan bersatunya Dilan dan Milea di kehidupan yang lebih serius yaitu kehidupan rumah tangga. Namun sayangnya, justru mereka memilih putus hanya karena Dilan yang ingkar janji dan lebih memilih tawuran. Lalu komunikasi antara keduanya pun langsung menjadi tidak baik. Dan mereka memutuskan untuk berpisah dan menemukan jodohnya masing- masing. Memang sungguh di luar dugaan, bahwa kisah cinta yang seromatis itu tidak bisa bertahan lama. Meskipun begitu, novel “Milea Suara dari Dilan” tetap saja menghadirkan kekhasannya sendiri. Dalam beberapa hal, novel ini berhasil membuat kita pembaca terkuras emosinya. Kita seperti larut dalam cerita dikarenakan penggambaran kisah atau peristiwa yang sebegitu nyatanya. Mungkin tambahan sedikit saja, saran untuk pembaca agar membaca terlebih dahulu sekuel dari novel ini yaitu “Dilan Dia adalah Dilanku 1990” dan “Dilan Dia adalah Dilanku 1991” untuk memudahkan memahami novel ini. Novel ini layak dibaca oleh semua kalangan, terlebih oleh para remaja SMA karena novel ini berisi kisah percintaan remaja SMA. Secara keseluruhan, novel ini sukses memporakporandakan hati para pembaca. Kebahasaan teks kritik A.