Anda di halaman 1dari 3

Sinopsis Novel Sang Patriot Karya Irma Devita

Rukmini adalah seorang wanita yang pandai, keras hati dan sangat ingin menjadi ahli
hukum. Sebenarnya, keinginan atau cita-cita Rukmini itu sangat mungkin bisa terwujud,
selain karena kepandaiannya yang memang luar biasa, namun juga dia terlahir dari keluarga
yang berkecukupan dan terpandang di Sampang. Pada saat itu, masa penjajahan Belanda,
hanya orang-orang yang dari golongan ningrat atau dari keluarga terpandang saja yang bisa
bersekolah, dan Rukmini salah satunya.

Kepandaian Rukmini itu tentu saja sangat dibanggakan oleh Bapaknya, yang
merupakan guru OSVIA, namun sekaligus juga disesali oleh Bapaknya. Karena Rukmini
berjenis kelamin perempuan, maka Bapaknya memutuskan untuk menikahkan Rukmini.
Beliau khawatir jika semakin tinggi pendidikan Rukmini dan semakin pandai anaknya itu,
maka akan sulit bagi Rukmini mendapatkan suami. Kebetulan, ada seorang pemuda yang
dinilai memenuhi persyaratan Rukmini untuk menjadi calon suaminya, yaitu: mahir
berbahasa Belanda. Rukmini yang biasanya selalu tunduk dan taat pada kehendak
orangtuanya kali ini berontak, karena dia sangat berambisi untuk bisa meraih cita-citanya.
Selain itu, Rukmini juga belum mengenal seperti apa lelaki yang dijodohkan dengannya.
Namun, pada akhirnya Rukmini mau menurut setelah orangtuanya mengatakan bahwa calon
suaminya sama sekali tak keberatan jika setelah menikah Rukmini berkeinginan untuk
melanjutkan pendidikannya.

Seandainya Rukmini menolak perjodohan itu dan tetap ngotot melanjutkan


pendidikan, maka mungkin saja Rukmini akan menjadi ahli hukum wanita yang sangat
handal di Indonesia. Dia mungkin juga akan hidup nyaman dan serba berkecukupan. Dan, dia
tak akan menjalani beratnya melalui masa-masa mempertahankan kemerdekaan dan
menyandang status sebagai janda dari pahlawan kemerdekaan bernama Letkol. Mochammad
Sroedji. Namun, Rukmini tak pernah menyesalinya dan sangat mensyukurinya. Bagi
Rukmini, Moch. Sroedji adalah sosok pria istimewa yang bukan saja sangat dicintainya
namun juga sangat dikaguminya.

Berbeda dengan Rukmini yang berasal dari keluarga berkecukupan dan terpandang,
Moch. Sroedji terlahir dari keluarga pedagang. Sebenarnya jika menilik asal usul
keluarganya, Sroedji hanya bisa sekolah ongko loro, yang hanya bisa baca tulis saja. Namun,
Sroedji yang memiliki otak cemerlang sangat haus akan pendidikan. Untunglah ada saudara
yang mau membantu, sehingga Sroedji bisa juga sekolah hingga tamat HIS dan
Ambacthsleergang. Maka tak mengherankan jika Sroedji sangat mahir berbahasa Belanda.
Namun, meski mahir Bahasa Belanda dan menjalani pendidikan yang cukup tinggi di
sekolah-sekolah yang didirikan Belanda, Sroedji adalah nasionalis sejati. Kecintaannya pada
tanah air sangat tinggi dan keinginannya sangat kuat untuk membebaskan bangsanya dari
penjajahan. Dia tak rela jika anak cucunya kelak akan tetap menjadi babu di negara sendiri.

Itu sebabnya, Sroedji (dengan dukungan penuh dari istri tercinta: Rukmini) memilih
melepaskan pekerjaannya sebagai mantri malaria di RS Kreongan dan bergabung dengan
PETA bentukan Jepang. Dia berharap untuk mendapatkan bekal pelatihan yang dapat
dimanfaatkan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Masa-masa pelatihan sebagai kadet
PETA di Bogor sangatlah berat seperti sedang ditempa di dalam kawah candradimuka.
Dalam masa pendidikan itu, bakat kepemimpinan Sroedji sudah menonjol sehingga dia
ditunjuk sebagai komandan kompi. Sroedji juga mampu membangun mental dan semangat
teman-temannya sehingga mereka dapat melalui masa-masa sulit selama pelatihan hingga
selesai.

Tak lama setelah menyelesaikan pendidikan, Jepang menyerah kalah dan berakhir
pula penjajahan Jepang di Indonesia. Menghadapi situasi tersebut, pemerintah Indonesia
bergerak cepat dengan menyatakan kemerdekaan Indonesia. Namun, masuknya tentara
sekutu ke Indonesia membuat Indonesia harus mempertahankan kemerdekaan yang telah
mereka raih dengan susah payah. Sroedji adalah salah satu dari sekian banyak pejuang
Indonesia yang rela menyerahkan segalanya, termasuk nyawa, untuk mempertahankan
kemerdekaan Indonesia.

Rukmini melalui masa-masa itu dengan sangat berat. Dia harus berbulan-bulan
berpisah dari suami dan membesarkan anak-anak mereka seorang diri. Selama itu pula
Rukmini harus menyembunyikan identitas dirinya sebagai istri Moch. Sroedji sang prajurit,
karena Belanda selalu berusaha untuk menemukan anak dan istri Sroedji. Belanda sudah
kehabisan akal untuk menghadapi sepak terjang Sroedji dan pasukannya. Kekuatan dan
ketangguhan pasukan Sroedji memang tak bisa dilepaskan dari peran Sroedji sebagai
pemimpin mereka. Itu sebabnya mereka berusaha menangkap dan menawan anak dan istri
Sroedji, karena mereka tahu bahwa anak dan istri merupakan kelemahan Sroedji.

Setegar-tegarnya seorang Rukmini yang keras hati, ada kalanya hatinya melemah
seperti waktu penjarah mengambil semua barang-barang di rumah yang ditinggalkannya saat
dia mengungsi ke tempat yang aman. Atau pada saat dia hamil tua, dan harus berjalan dua
ratus kilometer dari Jember menuju Kediri dalam suasana yang penuh ketegangan dan
penderitaan. Atau juga pada saat dia harus berjuang sendiri melahirkan anaknya yang
keempat, karena suaminya tercinta ditugaskan ke tempat lain. Atau pada saat dia berulang
kali mendengar kabar kematian suaminya, yang sengaja dihembuskan Belanda untuk
melemahkan semangat keluarga dan juga pasukan Sroedji.

Beratnya kehidupan di masa perjuangan itu membuat beberapa orang yang sudah tak
tahan menderita memilih jalan pintas. Mereka memilih untuk menjadi mata-mata Belanda
agar bisa menjalani hidup yang enak. Mata-mata Belanda yang berhasil menyusup ke dalam
pasukan Sroedji inilah yang akhirnya mematahkan perjuangan Sroedji. Mata-mata itu
mengabarkan kondisi Sroedji yang melemah karena sakit berikut posisinya sehingga
memudahkan Belanda menyerbu tempat persembunyian Sroedji dan pasukannya. Sroedji
gugur dalam usahanya mempertahankan kemerdekaan, tak lama setelah sahabatnya yaitu dr.
RM Soebandi juga gugur saat hendak menyelamatkan nyawa Sroedji, pada tanggal 8 Februari
1949.
Sumber: http://renijudhanto.blogspot.co.id/2014/05/sang-patriot-beratnya-
perjuangan.html?m=1 ditulis oleh Reni Judhanto (diunduh pada 9 September 2016)

Anda mungkin juga menyukai