2017
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan........................................................................................... i
Prakata…………………………………………………………………............ ii
PEMBELAJARAN............................................................................... 1
C. Instrumen Validasi……………………………………................................... 93
PENELITIAN UNTUK
PENINGKATAN
KUALITAS
PEMBELAJARAN
Konsep-konsep Kunci
Kerangka Isi
PENELITIAN UNTUK
PENINGKATAN KUALITAS
PEMBELAJARAN
Standar Kompetensi
Mahasiswa memahami konsep dasar penelitian peningkatan kualitas pembelajaran, penelitian
pengembangan, model-model dalam penelitian pengembangan, validasi produk, dan
sistematika penulisan penelitian pengembangan.
Kompetensi Dasar
Tujuan Pembelajaran
Materi
Pembelajaran
Pembelajaran di bebagai jenjang pendidikan merupakan sesuatu yang kompleks. Hal ini
disebabkan pembelajaran merupakan sistem yang terdiri atas subsistem-subsistem yang saling
berpengaruh. Dalam pelaksanaanya, tidak selamanya pembelajaran berjalan lancar. Ada
kalanya pembelajaran mengalami suatu permasalahan yang perlu segera dipecahkan.
Permasalahan dalam suatu pembelajaran perlu segera dipecahkan melalui kegiatan
profesional. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru/dosen secara profesional dan
kolaboratif adalah melakukan suatu penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran (PPKP)
secara akuntabel. Penelitian semacam ini sebelumnya lebih dikenal dengan sebutan Research
for Instructional Improvement (RII).
Untuk itu perlu dilakukan penelitian-penelitian yang bersifat aplikatif dan realistik
pragmatik. Penelitian-penelitian ini menuntut adanya inisiatif dan motivasi intrinsik/internal para
guru/dosen untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran melalui suatu kegiatan
penelitian. Hasil penelitian seperti ini dapat secara langsung dimanfaatkan oleh guru/dosen
untuk mengatasi permasalahan belajar yang dihadapi dalam pembelajaran di kelas dan di
laboratorium. Dengan demikian, penelitian-penelitian yang bersifat aplikatif dan realistik
pragmatik merupakan penelitian yang termasuk dalam kelompok penelitian peningkatan
kualitas pembelajaran.
(1) Penelitian ini dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas isi, efisiensi dan keefektifan
pembelajaran, baik itu proses maupun hasil pembelajaran.
(2) Penelitian ini mampu menumbuhkembangkan kebiasaan meneliti para guru/dosen agar
lebih proaktif mencari pemecahan masalah pembelajaran.
(3) Penelitian ini dapat meningkatkan produktivitas meneliti para guru/dosen dalam
pembelajaran.
(4) Penelitian ini dapat mendorong terjadinya kolaborasi antara dosen dan dosen, antara
dosen dan mahasiswa, antara guru dan dosen, serta antara guru dan guru lainnya.
(5) Penelitian ini dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab para guru/dosen untuk bersama-
sama memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapinya.
Pembelajaran
Uraian tentang karakteristik penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran
mencakup: (a) jenis-jenis penelitian dan (b) penelitian secara kolaborasi.
a. Jenis-jenis Penelitian
Terdapat tiga jenis penelitian bersifat terapan yang digunakan dalam penelitian
peningkatan kualitas pembelajaran. Ketiga jenis penelitian tersebut adalah (1) Penelitian
Tindakan Kelas, (2) Penelitian Eksperimen Semu, dan (3) Penelitian Pengembangan. Berikut ini
dipaparkan secara singkat karakteristik ketiga penelitian tersebut.
Fokus masalah dalam penelitian tindakan kelas adalah permasalahan pembelajaran yang
spesifik dan kontekstual, sehingga tidak terlalu merisaukan tentang kerepresentatifan sampel
untuk generalisasi. Orientasi penelitian ini adalah pemecahan masalah pembelajaran yang
menggunakan siklus secara spiral. Kegiatan penelitian meliputi identifikasi masalah, analisis
masalah (pemilihan masalah yang urgen untuk dipecahkan), perumusan masalah yang layak
untuk ditindaki. Kegiatan selanjutnya adalah perumusan hipotesis tindakan, diikuti dengan
perencanaan dan pelaksanaan tindakan, pengumpulan data yang sistematik, analisis data,
evaluasi, dan refleksi. Berdasarkan hasil refleksi akan ditentukan apakah perlu dilakukan
tindakan dalam siklus berikutnya.
Pada umumnya rencana pada siklus kedua tidak sama dengan rencana siklus pertama.
Dengan ungkapan lain, rencana berikutnya merupakan penyempurnaan dari rencana
sebelumnya berdasarkan hasil refleksi. Akhirnya penentuan kembali masalah pembelajaran
(identifikasi masalah), analisis masalah, perumusan masalah yang layak untuk diberikan
tindakan, dan seterusnya.
Tujuan penelitian tindakan kelas bukanlah untuk menemukan pengetahuan baru yang
dapat diperlakukan secara luas. Tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk memperbaiki
praksis secara langsung, di sini, dan sekarang. Dengan demikian, hasil penelitian ini secara
langsung digunakan untuk memperbaiki kelemahan pembelajaran di kelas yang bersangkutan
pada saat itu juga.
Pada umumnya penelitian tindakan kelas bersifat kolaboratif. Dosen bekerja sama
dengan dosen lain, guru bekerja sama dengan teman sejawat, dosen bekerja sama dengan
mahasiswa, dan sebagainya. Kolaborasi ini dilakukan dalam bentuk merencanakan,
melaksanakan, dan melaporkan hasil penelitian. Penelitian perlu dilakukan oleh guru/dosen
pengampu mata pelajaran/mata kuliah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, dan
kadang-kadang menjadi proyek pengembang staf dimana mereka mengembangkan
kepakarannya dalam pengembangan kurikulum dan dalam pemikiran yang reflektif.
Sesuai dengan namanya, yakni penelitian tindakan kelas, istilah “tindakan” dan
“penelitian” menunjukkan karakteristik esensial dari metode yang digunakan. Penelitian ini
mencobakan gagasan dan praktik sebagai satu cara untuk meningkatkan pengetahuan tentang
kurikulum, mengajar, dan belajar. Fokus penelitian ini adalah untuk memperluas peran
guru/dosen sebagai peneliti kegiatan belajar-mengajar melalui penelitian dalan ruang
belajar/kuliah atau laboratorium.
Penelitian ini memiliki karakteristik khas dari subyek penelitian. Suatu penelitian
eksperimen merupakan situasi penelitian yang memiliki minimal satu variabel bebas. Variabel
bebas yang disebut juga variabel eksperimental, dimanipulasi atau diubah oleh peneliti untuk
dikenakan pada subjek penelitian. Penelitian eksperimental yang dalam penentuan subyek
untuk dikenai perlakuan dipilih secara acak dinamakan penelitian eksperimen murni.
Apabila semua subjek dalam kelompok belajar digunakan dalam penelitian eksperimen,
maka penelitian ini disebut penelitian eksperimen semu. Dengan demikian, penelitian
eksperimen semu mencakup penggunaan seluruh subjek dalam kelompok belajar dan bukan
menggunakan subjek yang diambil secara acak untuk dikenai suatu perlakuan. Oleh karena itu,
dalam penelitian eksperimen semu generalisasi hasil penelitian tidak dapat dilakukan,
keterbatasan hasil penelitian harus diidentifikasikan secara jelas, dan subjek dalam kelompok
yang dikenai perlakuan perlu dideskripsikan.
Dalam pelaksanaan penelitian secara kolaborasi sebaiknya ada pembagian tugas yang
jelas untuk para peneliti. Semua orang yang terlibat dalam tim kolaborasi memiliki peran
penting dalam menyukseskan penelitian yang dilakukannya. Mereka harus bekerja sebagai tim
dan bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya.
Pembelajaran
(1) PPKP pada prinsipnya merupakan penelitian yang didasarkan atas identifikasi masalah-
masalah aktual yang dihadapi guru/dosen dalam konteks pembelajaran mata
pelajaran/mata kuliah yang diampunya. Bila penentuan masalah didasarkan pada kajian
akademik atau kajian literatur semata, maka penelitian tersebut dipandang sudah
melanggar prinsip keotentikan masalah.
(2) Subjek penelitian yang akan dikenai perlakuan pada prinsipnya adalah siswa/mahasiswa
dari guru/dosen peneliti itu sendiri. Hal ini mengingat bahwa masalah yang akan dicarikan
pemecahannya melalui penelitian ini adalah masalah riil yang dihadapi oleh guru/dosen
pengampu mata pelajaran/mata kuliah.
(3) PPKP pada dasarnya merupakan penelitian terapan dan deskriptif yang bersifat kualitatif
naturalistik dan bukan bersifat kuantitatif (kecuali penelitian eksperimen semu). Oleh
karena itu, penggunaan sampel secara acak dan penggunaan statistik inferesial dalam
pengolahan data perlu dihindarkan (kecuali pada penelitian eksperimen semu). Penelitian
ini bersifat deskriptif, artinya semua kejadian dalam proses pembelajaran perlu
dijelaskan/diuraikan secara rinci.
(4) Pelaksanaan penelitian PPKP pada prinsipnya dilakukan oleh lebih dari satu orang,
khususnya penelitian yang menekankan pada proses pembelajarannya dimana proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru/dosen pengampu mata pelajaran/mata kuliah
merupakan subjek yang diteliti. Guru/dosen lain yang merupakan mitranya sebagai
pengamat dan bukan sebagai teman yang diminta untuk menyediakan semua peralatan
penelitian yang dibutuhkan.
(5) Pembelajaran dan penelitian mempunyai kaitan yang kuat. Guru/dosen yang berkualitas
selalu memiliki keinginan untuk memperbaiki kualitas pembelajarannya secara terus-
menerus. Perbaikan dalam pembelajaran menjadi dapat dipertanggungjawabkan bila
didasarkan atas hasil penelitian.
(6) PPKP merupakan jenis penelitian yang berupaya untuk mencari dan menemukan
penyebab timbulnya permasalahan dalam pembelajaran, baik itu di ruang kelas maupun di
laboratorium. Dengan mengetahui faktor penyebab itu, peneliti dapat melakukan upaya
perbaikan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, PPKP merupakan bagian integral dari
pembelajaran. PPKP dilaksanakan dalam waktu atau jam pembelajaran yang telah
ditetapkan.
(7) Pembelajaran yang dilakukan oleh guru/dosen seyogyanya merupakan penerapan ilmu
pendidikan termasuk teori-teori belajar-mengajar yang telah dipelajari. Oleh karena itu,
PPKP pada prinsipnya adalah suatu upaya yang bersifat akademik untuk memilih dan
menerapkan ilmu pendidikan yang sesuai dengan masalah pembelajaran aktual yang
dihadapi guru/dosen dalam pembelajaran. Hasil penelitian secara tertulis dan lisan
dilaporkan secara sistematis dan secara ilmiah kepada teman guru/dosen lainnya.
(8) Kebutuhan dan kepedulian dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran
sangat diperlukan. Hal ini penting karena upaya peningkatan kualitas pembelajaran ini
menuntut perencanaan dan pelaksanaan yang sungguh-sunguh. Oleh karena itu, motivasi
untuk memperbaki kualitas harus tumbuh dari dalam diri guru/dosen itu sendiri (motivasi
instrinsik).
(1) Penelitian ini dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas isi, efisiensi dan keefektifan
pembelajaran, baik itu proses maupun hasil pembelajaran.
(2) Penelitian ini mampu menumbuhkembangkan kebiasaan meneliti para guru/dosen agar
lebih proaktif mencari pemecahan masalah pembelajaran.
(3) Penelitian ini dapat meningkatkan produktivitas meneliti para guru/dosen dalam
pembelajaran.
(4) Penelitian ini dapat mendorong terjadinya kolaborasi antara dosen dan dosen, antara
dosen dan mahasiswa, antara guru dan dosen, serta antara guru dan guru lainnya.
(5) Penelitian ini dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab para guru/dosen untuk bersama-
sama memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapinya.
Terdapat tiga jenis penelitian bersifat terapan yang digunakan dalam penelitian
peningkatan kualitas pembelajaran, yakni: (1) Penelitian Tindakan Kelas, (2) Penelitian
Eksperimen Semu, dan (3) Penelitian Pengembangan.
PENELITIAN
PENGEMBANGAN
Konsep-konsep Kunci
Kerangka Isi
PENELITIAN PENGEMBANGAN
KEDUDUKAN
PENGEMBANGAN DALAM
HAKIKAT PENELITIAN KAWASAN TEKNOLOGI
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Tujuan Pembelajaran
Materi
1. Ketiganya merupakan suatu strategi yang bertujuan. Artinya, setiap strategi merupakan alat
untuk mencapai tujuan. Hanya saja masing-masing memiliki tujuan yang berbeda. Tujuan
utama penelitian adalah menciptakan pengetahuan yang dapat diterapkan secara umum.
Tujuan utama evaluasi adalah memberikan informasi dalam upaya pengambilan keputusan,
sedangkan tujuan utama pengembangan adalah menghasilkan piranti (tools) dan prosedur
yang diperlukan dalam melakukan sesuatu pekerjaan.
2. Ketiga strategi ini memiliki landasan empirik, artinya setiap strategi melibatkan
pengumpulan dan mencatatkan hasil-hasil observasi langsung dalam upaya mendapatkan
data atau bukti-bukti empirik.
3. Ketiga strategi ini saling berhubungan dan saling berinteraksi (interaktif) dalam upaya untuk
mengatasi masalah-masalah nyata di lapangan. Memenuhi kebutuhan pendidikan
memerlukan penciptaan pengetahuan yang dapat digeneralisasikan (penelitian), memilih
alternatif-alternatif (evaluasi), dan penciptaan piranti atau prosedur (pengembangan).
4. Ketiga strategi tersebut dapat diuraikan dalam empat tingkatan wacana atau pembahasan
yang berbeda. Artinya, ketiganya dapat dilukiskan secara abstrak dan umum (tingkat filsafat
ilmu dan metodologi umum) atau dari segi yang bersifat spesifik dan khusus.
Untuk lebih mudah memahami ciri-ciri penelitian, evaluasi, dan pengembangan dapat
dilihat pada Tabel 1.
(1) Masalah yang ingin dipecahkan adalah masalah nyata yang berkaitan dengan upaya inovatif
atau penerapan teknologi dalam pembelajaran sebagai pertanggungjawaban profesional
dan komitmennya terhadap pemerolehan kualitas pembelajaran.
(2) Pengembangan model, pendekatan, dan metode pembelajaran serta media belajar yang
menunjang keefektifan pencapaian kompetensi siswa.
(3) Proses pengembangan produk validasi yang dilakukan melalui uji ahli dan uji lapangan
secara terbatas perlu dilakukan, sehingga produk yang dihasilkan bermanfaat untuk
peningkatan kualitas pembelajaran. Proses pengembangan, validasi, dan uji coba lapangan
tersebut seyogyanya dideskripsikan secara jelas, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
secara akademik.
(4) Proses pengembangan model, pendekatan, modul, metode, dan media pembelajaran perlu
didokumentasikan secara rapi dan dilaporkan secara sistematis sesuai dengan kaidah
penelitian yang mencerminkan originalitas.
Ada beberapa istilah yang digunakan oleh ahli tentang penelitian pengembangan. Sugiyono
(2016) mengemukakan
Borg and Gall (1998) menggunakan nama Research and Development/R&D yang dapat
diterjemahkan menjadi penelitian dan pengembangan. Richey and Kelin (2009),
menggunakan nama Design and Development Research yang dapat diterjemahkan
menjadi Perancangan dan Penelitian Pengembangan.
Sesuai pendapat Borg & Gall (1983) bahwa penelitian pengembangan sebagai usaha
untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang akan digunakan dalam
pendidikan, ada dua fungsi penelitian pengembangan. Pertama, mengembangkan produk dalam
arti yang luas dapat berupa memperbaharui produk-produk yang telah ada, sehingga produk
menjadi lebih efektif, efisien, praktis, menarik, atau menciptakan baru yang sebelumnya belum
pernah ada. Kedua, memvalidasi produk, hal ini berarti produk itu telah ada sebelumnya,
peneliti hanya menguji efektivitas, efisiensi, dan kemenarikan produk tersebut.
Teknologi Pembelajaran
Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktik dalam perancangan, pengembangan,
pemanfaatan, pengelolaan serta evaluasi proses dan sumber belajar (Seels & Richey, 1994).
Definisi ini dirumuskan berdasarkan lima bidang garapan bagi teknolog pembelajaran, yaitu:
perancangan, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi. Kelima hal ini
merupakan kawasan dari bidang teknologi pembelajaran. Apabila dikaji secara lebih mendalam,
maka pelaksanaan kegiatan dalam kawasan pengembangan yang bersinergi dengan kawasan-
kawasan lainnya dan diiringi dengan langkah-langkah ilmiah dapat menjadi suatu kegiatan
penelitian pengembangan. Gambar 1 menjelaskan tentang kelima kawasan Teknologi
Pembelajaran.
PENGEMBANGAN
PEMANFAATAN
Teknologi Cetak
Pemanfaatan Media
Teknologi Audiovisual
Difusi Inovasi
Teknologi Berbasis-
Implementasi dan
Komputer
Institusionalisasi
Teknologi Terpadu
Kebijakan dan
PERANCANGAN Regulasi
TEORI
PRAKTIK
Desain Sistem Pem-
belajaran
Desain Pesan
PENGELOLAAN
Strategi Pembelajaran
Karakterisrik Pebelajar
EVALUASI
Manajemen Proyek
Manajemen Sumber
Pada Gambar 1 terlihat dengan jelas bahwa masing-masing kawasan dalam bidang Teknologi
Pembelajaran terdiri dari beberapa komponen. Kawasan perancangan meliputi: desain sistem
pembelajaran, desain pesan, strategi pembelajaran, dan karakteristik pebelajar. Kawasan
pengembangan sebagai fokus penelitian ini terdiri dari: teknologi cetak, teknologi audiovisual,
teknologi berbasis komputer, dan teknologi terpadu. Kawasan pemanfaatan meliputi
pemanfaatan media, difusi inovasi, implementasi dan institusionalisasi, dan kebijakan dan
regulasi. Kawasan pengelolaan terdiri dari manajemen proyek, manajemen sumber, manajemen
sistem penyampaian, dan manajemen informasi. Terakhir, kawasan evaluasi meliputi analisis
masalah, pengukuran acuan patokan, evaluasi formatif, dan evaluasi sumatif.
Apabila penelitian pengembangan ingin menghasilkan buku ajar, maka di antara kelima
kawasan tersebut, yang menjadi fokus garapan penelitian ini adalah kawasan pengembangan,
khususnya teknologi cetak. Walaupun fokus penelitian ini pada kawasan pengembangan, bukan
berarti lepas dari pengaruh kawasan yang lain dalam kawasan Teknologi Pembelajaran. Hal ini
disebabkan karena antar kawasan tersebut memiliki suatu jalinan hubungan yang saling terkait.
Model apa pun yang digunakan dalam pengembangan bahan ajar, maka pengembang akan
melakukan beberapa fungsi dalam kawasan lainnya. Misalnya, dalam pengembangan bahan
ajar ini digunakan rancangan ADDIE Model, yang bila dilihat dari kawasan Teknologi
Pembelajaran berada dalam kawawan pengembangan, tidak bisa terlepas dari kawasan lainnya.
Kawasan perancangan akan memberikan kontribusi dalam hal mendesain sistem pembelajaran,
mendesain pesan, mengatur strategi pembelajaran, dan memperhatikan karakteristik pebelajar.
Kawasan pemanfaatan memberi sumbangan bagaimana memanfaatkan media, kawasan
pengelolaan memberi sumbangan tentang bagaimana memanajemen sistem penyampaian, dan
kawasan evaluasi memberi tuntunan bagaimana menganalisis masalah, melakukan pengukuran
acuan patokan, melaksanakan evaluasi formatif dan sumatif.
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa pengembangan yang berfokus pada satu
kawasan Teknologi Pembelajaran akan melibatkan kawasan yang lain. Kawasan yang lain akan
menjadi landasan pijak dan memberi tuntunan untuk melakukan kegiatan pengembangan.
Dengan demikian, kelima kawasan Teknologi Pembelajaran merupakan bidang garapan
Teknologi Pembelajaran yang saling mendukung, saling berhubungan, dan saling melengkapi.
PENGEM-
BANGAN
PERAN-
PEMAN-
CANGAN FAATAN
TEORI
PRAKTIK
EVALUASI PENGE-
LOLAAN
Gambar 2 Hubungan Antar Kawasan Teknologi Pembelajaran
dalam Bidang
Sementara para peneliti dapat berkonsentrasi pada satu kawasan, para praktisi sering
harus melakukan fungsi dalam beberapa atau semua kawasan. Walaupun peneliti tersebut
dapat memfokuskan diri pada satu kawasan atau cakupan dalam kawasan tersebut, mereka
menarik manfaat teori dan praktik dari kawasan yang lain. Hubungan antar kawasan bersifat
sinergistik. Misalnya, seorang praktisi yang bekerja dalam kawasan pengembangan
menggunakan teori dan praktik dari kawasan desain, seperti teori desain sistem pembelajaran
dan desain pesan. Seorang praktisi yang bekerja dalam kawasan desain menggunakan teori
mengenai karakteristik media dari kawasan pengembangan dan kawasan pemanfaatan dan
teori mengenai analisis masalah dan pengukuran dari kawasan evaluasi. Sifat saling melengkapi
dari hubungan antar kawasan dapat dilihat secara jelas pada gambar 2 di atas.
Ciri yang terakhir, yaitu teknologi, merupakan tenaga penggerak dari kawasan
pengembangan. Berangkat dari asumsi ini, kita dapat merumuskan dan menjelaskan berbagai
jenis media pembelajaran dan karakteristiknya. Akan tetapi, janganlah proses ini diartikan
hanya sebagai suatu pengkategorisasian. Sebaliknya, sebagai elaborasi dari karakteristik
prinsip-prinsip teori dan desain yang dimanfaatkan oleh teknologi.
RANGKUMAN
Konsep-konsep Kunci
Langkah-langkah Pengembangan
Evaluasi Formatif
Evaluasi Sumatif
Kerangka Isi
Standar Kompetensi
Mahasiswa memahami konsep dasar penelitian peningkatan kualitas pembelajaran, penelitian
pengembangan, model-model dalam penelitian pengembangan, validasi produk, dan
sistematika penulisan penelitian pengembangan.
Kompetensi Dasar
Tujuan Pembelajaran
Materi
Ada 10 tahapan proses yang dilakukan mulai dari awal pengembangan sampai pada produk
sebagai hasil pengembangan, yaitu:
Review berikut ini lebih menekankan pada tahapan pengembangan model Dick & Carey
sampai pada pembentukan produk awal, yaitu dari tahapan analisis kebutuhan dan identifikasi
tujuan umum sampai dengan pengembangan material pembelajaran.
Dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan tujuan umum pembelajaran adalah
pendekatan ahli materi subjek dan pendekatan teknologi untuk unjuk kerja. Tujuan umum
pembelajaran yang dibuat oleh ahli materi subjek biasanya menggunakan kata mengetahui dan
memahami terkait dengan informasi/konten. Desainer pembelajaran menggunakan pendekatan
kinerja teknologi ketika pembelajaran diseting untuk merespon permasalahan atau peluang-
peluang.
Tujuan umum pembelajaran merupakan pernyataan yang jelas tentang perilaku yang
ditunjukkan oleh pebelajar sebagai hasil dari belajar. Tujuan umum ini disusun berdasarkan
analisis kebutuhan dalam mencermati problem dan menentukan akar dari problem. Analisis
kinerja biasanya dilakukan untuk mengkaji problem dan akar problem yang dilakukan dengan
cara wawancara, survey, observasi, dan diskusi kelompok kecil. Dari akar permasalahan ini
dibuat beberapa alternatif pemecahan masalah. Dari beberapa alternatif pemecahan masalah
tersebut dipilih satu pemecahan yang terbaik.
Tujuan umum pembelajaran dipilih dan disempurnakan melalui proses yang rasional
yang mampu menjawab pertanyaan tentang: (a) permasalahan dan kebutuhan, (b) kejelasan
dari pernyataan tujuan, (c) ketersediaan sumber daya pendukung dalam mendesain dan
mengembangkan pembelajaran. Beberapa pertanyaan yang mesti dijawab terkait dengan
permasalahan dan kebutuhan adalah: (a) apakah kebutuhan telah dideskripsikan dan
diverifikasi? (b) apakah kebutuhan tampak dengan jelas atau nyata, baik sekarang dan yang
akan datang? (c) apakah solusi terhadap permasalahan pembelajaran yang dipilih adalah yang
paling efektif? (d) apakah ada kesesuaian yang masuk akal antara pemecahan masalah dengan
permasalahan dan tujuan umum pembelajaran yang diusulkan? dan (e) apakah tujuan umum
pembelajaran diterima oleh pengguna? Beberapa pertanyaan yang mesti dijawab terkait
dengan kejelasan tujuan umum pembelajaran adalah: (a) apakah perilaku yang diharapkan
ditunjukkan dengan jelas dan bisa diukur? (b) apakah area topik jelas? dan (c) apakah konten
cukup stabil? Dari paparan ini, terlihat bahwa tujuan umum pembelajaran terdiri dari empat
komponen, yaitu: (a) karakteristik pebelajar, (b) apa yang dapat dilakukan pebelajar dalam
konteks kinerja, (c) konteks dimana keterampilan/pengetahuan akan digunakan, dan (d)
peralatan yang tersedia.
2. Analisis Pembelajaran
Kaidah dan pemecahan masalah merupakan keterampilan intelektual yang lebih tinggi
yang membutuhkan penguasaan terhadap konsep. Kaidah menyatakan gabungan atau
hubungan dari beberapa konsep. Kaidah yang sederhana merupakan gabungan dari dua konsep
disebut dengan kaidah atomik dan kaidah yang merupakan gabungan dari kaidah atomik
disebut dengan kaidah tingkat lebih tinggi, higher order rule ((Scandura, dalam Medsker, 2001).
Pemecahan masalah merupakan keterampilan intelektual yang paling tinggi yang terdiri dari
pemecahan masalah terstruktur dan kompleks (tidak terstruktur). Permasalahan yang
terstruktur yang umum ditekankan dalam pembelajaran, dimana pebelajar diharapkan
menggunakan beberapa konsep dan kaidah untuk memecahkan masalah yang terdefinisikan
dengan baik, diberikan situasi dan variabel yang diperlukan. Pada masalah yang tidak
terstruktur diperlukan kemampuan dalam melakukan pengkajian secara multipel melalui
eksplorasi sendiri konsep dan kaidah yang dimiliki sehingga tidak ada solusi tunggal dari
permasalahan ini. Domain belajar pada keterampilan kognitif (intelektual) ini paling banyak
memperoleh penekanan dalam belajar.
Sikap biasanya dinyatakan sebagai kecenderungan bertindak atau untuk memilih dan
memutuskan sesuatu. Sikap merujuk pada kesiapan mental dalam memberikan respon positif
atau negatif terhadap suatu objek. Karakteristik dari tujuan pada domain sikap adalah tujuan ini
sangat mungkin tidak dicapai pada akhir pembelajaran. Tujuan penting ini cenderung bersifat
jangka panjang dan sangat sulit diukur dalam waktu singkat. Mengukur sikap dilakukan dengan
menyuruh pebelajar melakukan sesuatu, bisa saja keterampilan intelektual, informasi verbal,
maupun phsikomotor.
Domain belajar yang dikemukakan oleh Dick dan Carey ini sebenarnya mengadopsi 5
domain yang dikemukakan oleh Gagne, yaitu: informasi verbal, keterampilan intelektual,
phsikomotor, sikap, dan strategi kognitif. Hanya saja, strategi kognitif dimasukkan dalam bagian
keterampilan intelektual, yaitu pemecahan masalah yang kompleks (ill-structured).
Analisis domain belajar informasi verbal biasanya menghasilkan sejumlah topik yang
dapat diorganisasi secara kronologis (kategori) atau dinyatakan dalam bentuk hubungan antar
bagian dari suatu keseluruhan, dari sederhana ke kompleks, atau dari familiar ke tidak familiar.
Diagram tentang bagian dari informasi verbal tidak mengandung tanda panah yang
menunjukkan urutan dari kategori.
Produk akhir dari analisis tujuan umum adalah diagram keterampilan, ikhtisar tentang
apa yang dilakukan pebelajar ketika mencapai tujuan umum pembelajaran. Diagram ini bersifat
tentatif (draft) yang akan dievaluasi dan disempurnakan, dilihat dari keluasan, dan ketepatan
urutannya.
Pertanyaan berikutnya adalah apa yang perlu dikuasai oleh pebelajar untuk bisa
melakukan tahapan utama dan subtahapan dalam rangka mencapai tujuan umum
pembelajaran. Tahapan utama yang telah ditetapkan pada analisis tujuan umum dilakukan
dengan menganalisis keterampilan-keterampilan prasarat (subordinate skills) untuk masing-
masing tahapan utama ataupun subtahapan utama. Memulai menganalisis keterampilan
subordinat memerlukan deskripsi yang jelas tentang tugas utama yang diperlukan pebelajar
untuk mencapai tujuan umum pembelajaran. Setiap keterampilan prasarat juga dikaji apakah
diperlukan keterampilan prasarat berikutnya, demikian seterusnya.
Pengkajian terhadap setiap tahapan utama dalam tujuan umum penting dilakukan dalam
membangun keterampilan subordinat. Setiap tahapan utama ataupun subtahapan utama
memiliki tujuan pada domain belajar tertentu. Apabila tujuan umum adalah informasi verbal,
maka digunakan cara analisis kluster dan apabila keterampilan intelektual dan phsikomotor
maka dilakukan analisis hierarki.
Analisis tujuan dari suatu sikap adalah mengidentifikasi perilaku yang akan diperlihatkan
jika pebelajar memiliki sikap tersebut. Pada saat menganalisis keterampilan subordinat yang
berhubungan dengan sikap ini, semua perilaku perlu dianalisis.
Produk akhir dari tahapan analisis keterampilan subordinat adalah kerangka atau
diagram keterampilan subordinat yang diperlukan pebelajar untuk menguasai setiap tahapan
utama dari tujuan umum pembelajaran. Keseluruhan hasil dari analisis pembelajaran adalah:
tujuan umum pembelajaran, tahapan utama dan subtahapan utama yang diperlukan untuk
mencapai tujuan umum, keterampilan subordinat yang diperlukan untuk menguasai tahapan
utama, dan entry behavior. Kerangka atau diagram Tahapan utama dan keterampilan
merupakan landasan dari semua aktivitas yang dilakukan dalam desain pembelajaran
berikutnya.
Dipandang sangat perlu melakukan evaluasi terhadap analisis tugas belajar sebelum
melakukan kegiatan desain pada tahapan berikutnya. Kualitas dari analisis akan berpengaruh
langsung pada kemudahan kegiatan desain berikutnya dan kualitas pembelajaran. Kriteria
khusus yang digunakan untuk mengevaluasi analisis meliputi apakah semua tugas relevan
sudah diidentifikasi, apakah tugas yang berlebih-lebihan sudah dikurangi, dan hubungan antara
tugas satu dengan yang lain sudah akurat. Untuk menghasilkan analisis tugas yang akurat
diperlukan sejumlah pengulangan dan penyempurnaan.
Tahapan proses pengembangan di atas sudah menghasilkan draft kajian tentang apa
yang akan diajarkan. Disamping kajian tentang apa yang akan diajarkan, sangat perlu dilakukan
analisis pebelajar (pengkajian tentang karakteristik pebelajar), dan analisis konteks (konteks
bagaimana pembelajaran disampaikan, dan konteks bagaimana keterampilan akan digunakan
pada akhirnya). Analisis ini akan memberikan arahan pada bagaimana cara mengajarkan apa
yang akan diajarkan.
Pada analisis karakteristik pebelajar, beberapa hal yang perlu dicermati adalah tingkat
kemampuan membaca, jangkauan perhatian, pengalaman, tingkat motivasi, sikap terhadap
sekolah dan kerja, hasil belajar (akademik) dari situasi pembelajaran sebelumnya. Hal lain yang
sangat penting dikaji adalah keluasan dan konteks dari pengetahuan dan keterampilan yang
telah dimiliki oleh pebelajar. Analisis pebelajar ini memberikan informasi penting pada arah
desain selanjutnya dilihat dari kesesuaian konteks, motivasi, format material, dan kuantitas
material yang disampaikan untuk setiap pembelajaran.
Analisis berikutnya adalah analisis konteks unjuk kerja (kinerja) atau lingkungan dimana
pebelajar akan berperan atau diperankan sebagai pebelajar, pekerja, dan warga negara.
Menurut pandangan konstruktivisme, analisis konteks yang cermat sangat penting untuk
membantu pebelajar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang tepat. Analisis konteks kinerja
yang cermat akan memotivasi, meningkatkan relevansi pembelajaran, dan meningkatkan
transfer pengetahuan dan keterampilan baru ke dalam dunia kerja. Beberapa hal yang penting
mendapat pencermatan pada analisis kinerja adalah apakah pebelajar akan memperoleh
managerial atau dukungan supervisi dalam konteks kinerja, aspek sosial dan fisik dari kinerja,
dan relevansi informasi dan keterampilan yang dipelajari dengan kinerja (konteks kerja).
Tugas berikutnya dari tahapan analisis pebelajar dan konteks ini adalah mendeskripsikan
lingkungan belajar. Ada dua aspek penting dari analisis lingkungan belajar, yaitu apa yang
dapat dilakukan (what is) dan apa yang semestinya (what should be). What is merupakan
review tentang seting di mana pembelajaran akan dapat berlangsung, sedangkan what should
be adalah fasilitas, peralatan, dan sumber daya yang mendukung pembelajaran yang dikaji.
Dalam analisis konteks tentang lingkungan belajar, beberapa elemen yang menjadi fokus kajian
adalah: (a) kompatibilitas situs dengan keperluan pembelajaran, (2) kesesuasian (adaptibilitas)
situs untuk aspek-aspek yang disimulasikan dari tempat kerja atau konteks kinerja, (c)
kesesuaian situs menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi dan pendekatan
penyampaian pembelajaran, (4) kendala yang dihadapi yang berpengaruh pada desain dan
penyampaian pembelajaran.
Isu penting dalam lingkungan belajar diperoleh melalui review sumber daya yang
mendukung dan menghambat atau membatasi pilihan pembelajaran. Kedua sumber daya, baik
yang mendukung dan membatasi biasanya dianalisis dalam kategori seperti finansial, personal,
waktu, fasilitas, peralatan, dan budaya lokal. Dalam hal ini sangat perlu dilihat kompatibilitas
antara lingkungan belajar dengan kebutuhan pembelajaran dan kebutuhan pebelajar. Bagian
terakhir adalah mencermati kelayakan simulasi antara konteks kinerja dengan lingkungan
belajar. Semakin dekat kita mensimulasikan situs kinerja dengan situs belajar, semakin
memungkinkan pebelajar mampu menstranfer dan mengimplementasikan keterampilan baru
yang dikuasai. Hasil analisis yang cermat dari karakteristik pebelajar, konteks kinerja, dan
konteks belajar akan memudahkan dalam mengembangkan tujuan pembelajaran khusus yang
sesuai dengan keterampilan, pebelajar, dan konteks.
Tujuan pembelajaran khusus (indikator) adalah deskripsi secara detail tentang apa yang
akan dapat dikerjakan pebelajar setelah menyelesaikan suatu unit pembelajaran. Beberapa
istilah diberikan untuk tujuan ini, seperti behavioral objective, performance objective, dan
instructional objective. Semua istilah ini merujuk pada deskripsi tentang pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang menjadi target instruktur pembelajaran untuk dikuasai oleh
pebelajar. Berbeda dengan tujuan umum pembelajaran yang memuat apa yang dapat dilakukan
pebelajar hingga mencakup konteks dunia nyata, tujuan pembelajaran yang merupakan
terjemahannya dalam situasi pembelajaran sering disebut sebagai terminal objective. Terminal
objective ini merupakan deskripsi tentang apa yang dapat dilakukan pebelajar setelah
menyelesaikan suatu unit pembelajaran, dalam situasi pembelajaran saja. Tujuan-tujuan
pembelajaran yang medeskripsikan keterampilan-keterampilan untuk mencapai terminal
obejctive disebut tujuan subordinat. Lebih tegasnya, tujuan pembelajaran umum adalah
pernyataan tentang apa yang dapat dilakukan pebelajar pada konteks kinerja, terminal
objective merupakan pernyataan tentang apa yang dapat dilakukan pebelajar pada konteks
belajar, dan tujuan subordinat merupakan sejumlah keterampilan yang harus dikuasai pebelajar
dalam rangka mencapai terminal objective. Tujuan pembelajaran khusus diturunkan dari
keterampilan-keterampilan yang ditetapkan dalam analisis pembelajaran. Satu atau lebih tujuan
bisa dibuat untuk setiap keterampilan yang diidentifikasi dalam analisis pembelajaran. Bahkan
keterampilan pada entry behavior perlu dituliskan tujuan khsusnya karena salah satu fungsi
penulisan tujuan khusus adalah untuk mengarahkan evaluasi.
Bagian kondisi dalam perumusan tujuan merujuk pada seperangkat keadaan dan
sumber daya yang mesti ada saat pebelajar menunjukkan kemampuannya sebagai indikator
tercapainya tujuan. Ada tiga komponen dalam perumusan kondisi, yaitu: (a) hal kunci (kiu)
atau rangsangan yang akan digunakan pebelajar mengeksplorasi informasi yang disimpan di
memory, (b) karakteristik material yang digunakan untuk menyelesaikan tugas, (c) ruang
lingkup dan kompleksitas tugas, dan (d) konteks otentik yang relevan untuk seting hasil belajar
terkait dengan dunia nyata. Khusus untuk kondisi terkait dengan tujuan yang berhubungan
dengan sikap, perlu dipertimbangkan keadaan dimana pebelajar bebas membuat pilihan.
Penetapan komponen kriteria dari tujuan merupakan bagian krusial karena menyangkut
keputusan kelayakan tentang tercapainya tujuan. Banyak desainer pembelajaran menggunakan
rubrik atau ceklis untuk mendefinisikan kriteria yang kompleks untuk respon (jawaban, produk,
dan unjuk kerja) yang dapat diterima. Kriteria untuk domain phsikomotor dan sikap umumnya
lebih kompleks dimana sejumlah perilaku yang dapat diamati perlu ditabelkan. Perilaku-perilaku
ini sangat berguna untuk mengembangkan ceklis atau rating scale yang diperlukan. Ketika
hanya ada satu respon yang mungkin, banyak desainer tidak menuliskan kriteria karena sudah
terimplikasi di dalamnya, sementara desainer yang lain hanya menambahkan kata ”dengan
benar”.
Dalam mengembangkan tes acuan kriteria, sangat perlu dibuat tabel tentang tujuan
yang dikaitkan dengan unjuk kerja (kinerja) sesuai dengan hasil analisis pembelajaran. Kondisi,
perilaku, dan kriteria yang terkandung dalam pernyataan tujuan akan membantu dalam
menentukan format terbaik dari instrumen assesmen.
Ada 4 jenis tes (mengacu pada kriteria dan tujuan) yang dibuat oleh desainer, yaitu tes
entry behavior, pre-test, tes latihan (rehearshal test) dan post-test. Setiap jenis tes ini
mempunyai fungsi yang berbeda. Tes entry behavior dan pre-test diberikan sebelum
pembelajaran. Tes entry behavior mengukur penguasaan pebelajar terhadap pengetahuan dan
keterampilan prasyarat. Tes ini penting dilakukan saat evaluasi formatif untuk melihat sejauh
mana keakuratan dalam menetapkan entry behavior. Pre-test berfungsi untuk mengetahui profil
pemahaman pebelajar terhadap pengetahuan dan keterampilan hasil dari analisis pembelajaran.
Keterampilan yang bersifat kunci yang mencakup tujuan umum atau tujuan terminal
diprioritaskan dalam mengembangkan pre-test. Test entry behavior dan pre-test sering
dikombinasikan dalam pelaksanaannya. Pre-test sangat penting dilaksanakan apabila dipandang
pebelajar memiliki pengetahuan yang parsial tentang konten.
Tes latihan berfungsi untuk menciptakan partisipasi pebelajar yang aktif saat
pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk mengevaluasi tingkat
pemahamannya sendiri. Pemberian tes ini diikuti dengan pemberian feedback oleh instruktor.
Post-test adalah tes yang paralel dengan pre-test, kecuali apabila pre-test dikombinasikan
dengan tes entry behavior. Post-test diharapkan mencakup seluruh tujuan, tetapi karena
adanya beberapa keterbatasan, sangat penting diharapkan mencakup keterampilan kunci
utamanya yang fokus pada tujuan terminal (terminal objective).
Ada 4 kategori item tes yang perlu dipertimbangkan dalam membuat item tes dan tugas
assesmen, yaitu: (a) kriteria berpusat pada tujuan, (b) kriteria yang berpusat pada pebelajar,
(c) kriteria yang berpusat pada konteks, dan (d) kriteria yang berpusat pada assesmen.
Keempat kategori di atas difungsikan untuk menjamin agar assesmen yang dibuat mempunyai
kesesuaian dengan semua pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam tujuan, sesuai
dengan karakteristik pebelajar, sesuai dengan konteks performan dan konteks belajar, serta
memiliki kejelasan bagi pebelajar (tidak membingungkan).
Tes objektif merupakan format tes yang terbaik untuk sebagian besar tujuan pada
domain informasi verbal dan keterampilan intelektual. Dalam hal ini, jenis format item tes
objektif yang sesuai dengan kondisi dan perilaku yang terkandung dalam tujuan perlu dijadikan
landasan. Disamping itu, jumlah item tes untuk mengukur jenis domain belajar tertentu
berbeda-beda. Untuk keterampilan intelektual diperlukan 2 sampai dengan 3 item tes,
sementara untuk informasi verbal kadang cukup dibuatkan satu item tes.
Setiap jenis item tes (essay, isian, melengkapi, menjodohkan, pilihan, dll) memiliki
kekuatan untuk mengukur jenis perilaku yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran. Kualitas
item dan instrumen tergantung pada kualitas tujuan (objective), dan secara tidak langsung
bergantung pada kualitas hasil analisis pembelajaran.
Suatu material belajar yang baik mengandung strategi atau prosedur seperti yang baik
dilakukan guru dalam mengelola pembelajaran. Dalam pembelajaran menggunakan material
belajar (student centered), strategi pembelajaran harus dibangun oleh pebelajar. Oleh sebab itu
dalam mendesain dan mengembangkan material belajar sangat penting dilakukan kajian
tentang strategi pembelajaran. Untuk kebutuhan ini, psikologi pendidikan tentang belajar dan
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap belajar memegang peranan penting.
Strategi pembelajaran secara umum mencakup sejumlah aspek, yaitu mengurutkan dan
mengorganisasi konten, menetapkan aktivitas belajar, menyampaikan konten, dan aktivitas
belajar-mengajar. Strategi pembelajaran merupakan landasan dalam membuat sistem
penyampaian (delivery system), sehingga dua terminologi ini mempunyai makna yang berbeda.
Sistem penyampaian merupakan keputusan yang diambil sebagai hasil dari pengembangan
strategi pembelajaran. Ada tiga komponen strategi penyampaian, yaitu media pembelajaran,
interaksi pebelajar dengan media, dan bentuk belajar mengajar. Pemilihan sistem penyampaian
biasanya merupakan keputusan managemen kurikulum, sementara strategi pembelajaran
merupakan proses perencanaan unit pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah preskripsi
yang digunakan untuk mengembangkan atau memilih media pembelajaran. Secara detail,
strategi pembelajaran mencakup aktivitas :
Ukuran kluster dari material merupakan bagian yang perlu mendapatkan pertimbangan
dalam mengorganisasi konten. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan
ukuran kluster adalah: (a) tingkatan umur pebelajar, (b) kompleksitas materi, (c) tipe balajar
yang terjadi, (d) apakah aktivitas belajar bisa divariasikan dengan memfokuskan perhatian pada
tugas, (e) waktu yang diperlukan untuk seluruh aktivitas setiap kluster. Pertimbangan waktu
menjadi cukup longgar apabila sistem penyampaian dilakukan dalam format belajar berpusat
pada pebelajar, seperti pembelajaran berbasis modul dan komputer.
Ada 5 komponen belajar menurut Dick dan Carey hasil modifikasi dari konsep strategi
pembelajaran yang disebut dengan nine even of instruction yang dikemukakan oleh Gagne,
yaitu: (a) aktivitas awal (preinstructional activities), (b) penyajian materi (content presentation).
(c) partisipasi pebelajar (learner partisipation), (d) assesmen, dan (e) follow-through activities.
Komponen assesmen dikeluarkan dari strategi untuk memfasilitasi managemen pembelajaran.
Assesmen digunakan sebagai penghubung antara pembelajaran dan kebutuhan pebelajar,
mengevaluasi kualitas material pembelajaran, dan mengevaluasi progres pebelajar. Walaupun
fungsi asessmen dalam strategi adalah pengelolaan, namun juga dapat mendukung belajar
apabila dibarengi dengan umpan balik.
Komponen Aktivitas awal mencakup kegiatan motivasi, menjelaskan tujuan khusus, dan
mendeskripsikan atau mengukur entry behavior. Pada komponen penyajian materi, biasanya
dideskrisikan tentang pemahaman konsep melalui pemberian contoh dan non contoh dan
hubungan antar konsep. Urutan penyajian konten sangat perlu mempertimbangkan urutan
hierarki mengacu pada diagram hasil analisis pembelajaran. dua hal pokok yang dilakukan pada
langkah partisipasi pebelajar adalah pemberian latihan (praktek) dan umpan balik (feedback).
Pada komponen assesmen dilakukan pengkajian tentang pengukuran terhadap kemampuan
pebelajar menggunakan tes acuan kriteria, baik sebelum pembelajaran (entry behavior dan pre-
test) dan setelah pembelajaran (post-test). Pertimbangan yang dilakukan, seperti apakah akan
dilakukan tes entry behavior dan kapan dilakukan, apakah pretes akan dilakukan pada
keseluruhan keterampilan, keterampilan yang mana yang diukur, dan kapan dilakukan, serta
kapan dan bagaimana postes akan dilaksanakan. Komponen Follow-through merupakan
keseluruhan strategi untuk menentukan apakah memori pebelajar dan transfer yang diperlukan
sudah tercapai. Pertanyaan ini dapat dicermati pertama kali dari review hasil analisis konteks
kinerja yang mendeskripsikan pada kondisi bagaimana pebelajar harus menunjukkan hasil
belajarnya. Dua pertanyaan mendasar yang menjadi acuan pada komponen ini adalah apa
yang dapat diingat pebelajar dan bagaimana cara pebelajar menunjukkan kemampuan
ingatannya, dan apa karakteristik dari pengetahuan transfer yang diharapkan terjadi.
Dalam pengembangan strategi pembelajaran, urutan proses tidak mesti harus sama
dengan urutan komponen pembelajaran. Tahap pertama adalah penentuan urutan dan kluster
tujuan. Tahap ke dua adalah mendeskripsikan aktivitas awal (preinstructional), strategi
assesmen dan follow-through. Tahap ke tiga adalah mempreskripsikan penyajian konten dan
partisipasi pebelajar. Tahap ke empat adalah menetapkan tujuan khusus dan pelajaran.
Tahapan terakhir adalah mereview strategi pembelajaran untuk menkonsolidasi pemilihan
media dan memastikan sistem penyampaian.
Pengelompokan pebelajar dan pemilihan media adalah dua hal yang perlu dikaji dalam
merencanakan komponen belajar dalam strategi pembelajaran. Penekanan perlu diberikan pada
pengelompokan pebelajar dalam komponen belajar, kecuali pada pembelajaran mandiri.
Pertanyaan pertama dalam membuat keputusan tentang pengelompokan pebelajar adalah
apakah ada keperluan tentang adanya interaksi sosial dalam hasil analisis konteks kinerja dan
konteks belajar, dalam pernyataan tujuan, dalam komponen belajar, atau menjadi penekanan
khusus dalam proses pembelajaran. Jenis pengelompokan pebelajar (individual, berpasangan,
kelompok kecil, atau kelompok besar) tergantung pada jenis interaksi sosial yang ditetapkan
dalam dan di antara komponen belajar.
Material pembelajaran merujuk pada sejumlah material awal yang sudah ada dan
material yang akan dikembangkan untuk mencapai tujuan. Semua material pembelajaran harus
dilengkapi dengan tes atau assesmen kinerja untuk produk. Material pembelajaran juga perlu
dilengkapi dengan manual bagi instruktur untuk menunjukkan bagaimana material ini
diimplementasikan dalam pembelajaran. Secara keseluruhan, untuk mengembangkan
pembelajaran diperlukan sumber-sumber material berikut:
Dalam memilih media yang sudah ada, evaluasi yang cermat perlu dilakukan agar sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Untuk membantu mengevaluasi material pembelajaran, 4 kategori
kriteria perlu dijadikan pertimbangan, yaitu evaluasi material pembelajaran yang berpusat pada
tujuan umum, berpusat pada pebelajar, berpusat pada konteks, dan berpusat pada belajar. 3
kriteria yang pertama sama dengan kategori kriteria dalam mengembangkan assesmen.
Evaluasi material yang berpusat pada belajar meliputi beberapa hal, seperti: (a) ketepatan
urutan konten, (b) adanya penekanan motivasi, (c) adanya partisipasi pebelajar dan latihan
praktis, (d) melibatkan umpan balik, (e) adanya tes/assesmen yang memadai, (f) adanya
pengarahan tentang follow-through untuk meningkatkan memori dan transfer, (g) adanya
sistem penyampaian dan format media yang memadai dalam mencapai tujuan dan konteks
belajar, (h) adanya arahan bagi pebelajar untuk berpindah dari komponen atau aktivitas belajar
satu ke yang lain.
Dengan menyelesaikan rangkaian tahapan proses desain pembelajaran pada tahap ini,
maka akan dihasilkan draft material pembelajaran, draft assesmen, dan draft manual
pembelajaran. Draft pembelajaran ini sangat perlu memperoleh umpan balik dari pebelajar,
instruktor, ahli untuk selanjutnya dilakukan revisi.
1) Materi berorientasi pada tujuan, yaitu kesamaan isi materi dengan tujuan dan hasil
akhir, cakupan materi, otoritas, akurasi, penerimaan, dan objektivitas.
2) Kriteria yang berorientasi pada pebelajar, yaitu kesesuaian dari materi pelajaran dengan
kelompok sasaran (pebelajar).
3) Kriteria yang berorientasi pada konteks, yaitu kesesuaian antara materi yang sudah ada
dengan konteks pembelajaran dan kinerja yang dievaluasi.
4) Kriteria yang berorientasi pada pebelajar, yaitu strategi pembelajaran dapat digunakan
untuk menentukan apakah materi yang ada sudah cukup atau perlu dikembangkan lagi
sebelum digunakan.
d. Peranan instruktur/pengajar/desainer dalam penyampaian dan pengembangan materi
pembelajaran, dapat dikategorikan dalam 2 kelompok, yaitu:
1) Desainer sebagai pengembang dan instruktur, artinya bahwa orang yang merancang
atau mendesain pengajaran juga merupakan orang yang mengembangkan materi
sekaligus mengajar siswa.
2) Desainer sebagai pengembang, artinya seorang desainer bertangung jawab untuk
desain, pengembangan, dan implementasi dalam sebuah pelatihan.
e. Pengembangan evaluasi formatif pembelajaran, meliputi:
1) Bahan pembelajaran
2) Model pembelajaran
3) Pengembangan sumber dan alat pembelajaran
f. Langkah-langkah dalam pengembangan pembelajaran, meliputi:
1) Meninjau strategi pembelajaran untuk setiap pembelajaran
2) Meninjau keberadaan literatur dan pendapat ahli untuk menentukan apakah materi
pembelajaran telah tersedia.
3) Mempertimbangkan apakah ada kemungkinan untuk mengadopsi atau mengadaptasi
materi yang telah tersedia.
4) Menentukan materi baru yang diperlukan untuk didesain. Jika ya, diproses mulai dari
tahap 5. Jika tidak, mulai mengorganisasi dan mengadaptasi materi yang tersedia
menggunakan strategi pembelajaran sebagai panduan.
5) Mereview analisis pebelajar untuk masing-masing pelajaran, mempertimbangkan aturan
mengajar terkait dengan fasilitas pembelajaran dan penentuan jenis pembelajaran
secara individual atau grup.
6) Mereview analisis konteks pebelajar dan asumsi tentang sumber-sumber yang tersedia
untuk mengembangkan meteri pembelajaran. Mempertimbangkan kembali sistem
penyampaian, dan pemilihan media untuk memonitor praktik dan pemberian umpan
balik, untuk mengevaluasi dan meningkatkan ingatan dan transfer.
7) Merencanakan dan menuliskan materi dasar pembelajaran dalam bentuk draf strategi
pembelajaran.
8) Mereview masing-masing pelajaran atau pertemuan kelas untuk mengklarifikasi dan
mengurutkan ide-ide.
9) Menggunakan unit pembelajaran secara komplit.
10) Menggunakan pengembangan materi dengan mempertimbangkan biaya, draf kasar,
aktivitas evaluasi.
11) Mengembangkan materi untuk instruktur secara manual dan memperbaiki presentasi
dan aktivitas pembelajaran.
g. Komponen-komponen yang perlu diperhatikan dalam pengembangan strategi pembelajaran,
yaitu:
1) Kegiatan pra pembelajaran
2) Penyajian informasi
3) Latihan dan balikan, partisipasi pebelajar
4) Evaluasi
5) Kegiatan lanjutan
(1) klarifikasi, terkait dengan pesan atau penyajian yang secara jelas mentargetkan siswa
secara individual.
(2) pertentangan, apa yang bertentangan pada pembelajaran dikaitkan dengan sikap siswa
secara individual dan pencapaian prestasi dan tujuan pembelajaran.
(3) kelayakan, layakkah pembelajaran yang diberikan ditinjau dari sumber-sumber yang
tersedia.
Dalam memilih siswa secara representative perlu dipertimbangkan agar semua kelompok
terwakili, yaitu siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Selain itu juga perlu
dipertimbangkan sikap dan masa kerja.
1) menguraikan berbagai metode dalam merangkum data yang diperoleh dari studi evaluasi
formatif.
2) Merangkum data yang diperoleh dari tahap evaluasi formatif.
3) Memberikan rangkuman data dari hasil evaluasi formatif, mengidentifikasi kekurangan
dalam materi pengajaran dan sebagai bahan untuk penyajian pembelajaran.
4) Memberikan data evaluasi formatif dalam mengumpulkan bahan pengajaran dan melakukan
revisi bahan pengajaran.
Ada dua jenis revisi yang perlu dipertimbangkan yaitu:
1) menjadikan bahan pengajaran lebih cermat dan lebih efektif sebagai alat belajar
2) revisi ang berkaitan dengan cara-cara yang dipakai dalam menggunakan bahan pengajaran.
Metode yang digunakan dalam merevisi bahan ajar, diantaranya adalah:
1) Uji perseorangan
2) Penilaian kelompok kecil
3) Revisi proses
4) Revisi pemilihan materi ajar dan pembelajaran yang dipilih.
Setelah prototipe produk pengembangan direvisi, maka produk tersebut sudah dapat
digunakan dalam kalangan yang terbatas sesuai dengan karakteristik subjek coba yang menjadi
sasaran pengguna produk pengembangan. Apabila produk pengembangan ingin digunakan
dalam kalangan yang cakupannya lebih luas, perlu dilakukan evaluasi sumatif.
Ditinjau dari aspek komponen, evaluasi formatif diarahkan pada evaluasi terhadap
bagian-bagian tertentu dari obyek evaluasi, sedangkan evaluasi sumatif mencakup keseluruhan
obyek evaluasi. Instrumen yang digunakan dalam evaluasi formatif adalah instrumen yang
dibuat sendiri oleh evaluator, sedangkan instrumen yang digunakan pada evaluasi sumatif
adalah instrumen yang telah standar. Pelaksana evaluasi formatif adalah bersifat intern, dalam
latar pembelajaran adalah guru itu sendiri. Pelaksana evaluasi sumatif adalah bersifat ekstern,
dalam arti pelaksananya adalah orang-orang yang ada di luar kegiatan/program yang
dievaluasi. Evaluasi formatif berfungsi untuk memperbaiki atau menyempurnakan suatu
kegiatan/program, sedangkan evaluasi sumatif berfungsi untuk mengetahui tingkat keefektifan
suatu kegiatan/program. Dilihat dari sifatnya, evaluasi formatif bersifat kontinu, sedangkan
evaluasi sumatif bersifat satu tahap.
RANGKUMAN
Ada 10 tahapan proses yang dilakukan mulai dari awal pengembangan sampai pada produk
sebagai hasil pengembangan, yaitu:
Konsep-konsep Kunci
Standar Kompetensi
Tujuan Pembelajaran
Materi
Langkah umum dalam siklus R & D (Research and Development) atau penelitian dan
pengembangan yang digunakan untuk mengembangkan suatu produk pengembangan adalah
sebagai berikut.
Tahapan kesepuluh langkah ini, jika diikuti secara tepat menghasilkan produk pendidikan
berdasarkan penelitian, dimana produk sepenuhnya siap digunakan secara operasional di
sekolah-sekolah. Walaupun setiap langkah akan didiskusikan secara detail, kami akan
menunjukkan di sini bahwa sebagain besar langkah-langkah juga dimasukkan dalam banyak
proyek penelitian pendidikan. Sebenarnya terutama sekali langkah keenam, uji lapangan utama,
dimana data kuantitatif dikumpulkan untuk menentukan apakah produk sesuai dengan tujuan
penampilan/tujuan pembelajaran.
Seleksi Produk
Pada sebagian besar kasus alami produk akan berubah secara substansi selama proses
pengembangan. Ini tidak berarti bahwa perencanaan awal akan menjadi enteng. Perencanaan
ini membutuhkan dasar dimana revisi yang lalu dibangun. Tanpa perencanaan yang hati-hati
pada saat memulai, kemungkinan bangunan produk yang baik banyak berkurang.
Tinjauan Literatur
Segera sesudah produk pendidikan sementara diidentifikasi, tinjauan literatur dilakukan
untuk mengumpulkan temuan-temuan penelitian dan informasi lain berhubungan dengan
rencana pengembangan. Dalam penelitian dasar atau terapan, satu tujuan tinjauan literatur
adalah menentukan bagian pengetahuan dalam area yang bersangkutan. Dalam proyek R & D,
peneliti harus juga memperhatikan bagaimana pengetahuan ini dapat diaplikasikan ke dalam
produk yang ingin dikembangkan.
Tinjauan literatur kedua kami mengenai keterampilan bertanya dan berdiskusi. Kami
menemukan bahwa penelitian di area ini belakangan meluas dari penelitian Steven tahun 1912
pada kelas sekolah tinggi. Steven menemukan bahwa 2/3 pertanyaan guru dibutuhkan siswa
untuk menggali fakta daripada untuk berpikir tentang fakta. Lebih lanjut, guru berbicara 2/3
waktu diskusi, kemudian menginjinkan siswa berpartisipasi hanya 1/3 waktu. Temuan yang
sama diperoleh dalam penelitian baru-baru ini. Itu menunjukkan bahwa sekalipun mereka
mengetahui kelaziman yang tak diinginkan dalam praktik pengajaran dalam waktu yang lama,
pendidik tidak berhasil menghasilkan kebutuhan peningkatan keterampilan mengajar guru.
Kami memutuskan bahwa tujuan utama kursus mini 1 akan mengurangi guru berbicara dan
menyesuaikan untuk meningkatkan murid berbicara, dan meningkatkan persentase pertanyaan
berpikir guru.
Dalam fase berikut tinjauan literatur, itu diperlukan untuk teknik khusus yang dapat
digunakan guru untuk menyempurnakan tujuan. Walaupun sedikit penelitian yang
berhubungan, itu juga kami butuhkan untuk memberi perhatian yang dapat dipertimbangkan
bagi opini dan pengalaman praktisi. Sebagai contoh, Groisser mengajurkan beberapa strategi
pengajaran yang dimasukkan dalam kursus mini 1, tetapi dia sajikan tanpa bukti
keefektifannya. Sejak pengalaman lapangan dengan kursus mini 1 menunjukkan bahwa
sebagian besar strategi menghasilkan peningkatan diskusi kelas, mereka masukkan dalam
bentuk akhir kursus.
Wawancara dan observasi lapangan langsung juga telah berguna melengkapi literatur
penelitian dalam memberikan dasar-dasar pengetahuan untuk pengembangan produk
pendidikan. Sebagai contoh, dalam kursus mini 5, yang berhubungan dengan keterampilan
tutorial matematika, kami dapat menemukan temuan tanpa penelitian berkenaan dengan apa
yang terjadi antara siswa dan guru di dalam tahapan tutorial khas. Agar sebagian mengisi
kesenjangan ini, laboratorium mengirim pengamat ke sejumlah kelas untuk mempelajari
interaksi tutorial antara guru dan siswa. Kami belajar dari observasi ini bahwa kontak tutorial
biasanya antara guru dan individu siswa singkat, rata-rata hanya 15 detik. Konten tutorial ini
berhubungan dengan anjuran bahwa guru khususnya memberi siswa jawaban atau
menunjukkan kesalahannya dan kemudian melanjutkannya. Usaha untuk memandu siswa ke
arah identifikasi kesalahannya atau untuk mengembangkan pemahaman konsep matematika
dan prosedur pemecahan masalah adalah jarang. Walaupun mereka tidak dikumpulkan dalam
kontrol latar penelitian yang rapat, data ini memberikan kami dasar informasi tentang sifat
dasar tutoring matematika pada tingkat menengah dan kami menganjurkan bahwa guru dapat
mengambil keuntungan dari tahapan belajar tutorial dimana siswa dipandu ke arah diskoveri
kesalahannya dan memahami konsep matematika dan prosedur pemecahan masalah.
Perencanaan
Segera sesudah melengkapi kajian literatur dan informasi lain yang berhubungan,
pengembang meneruskan langkah perencanaan siklus R & D.
Elemen penting lain fase perencanaan adalah estimasi uang, sumber daya manusia, dan
waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan produk. Umumnya banyak sumber yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek tunggal R & D. Perencanaan yang baik dapat
membantu pengembang menghindari banyak pemborosan kerja selama fase siklus R & D
sebelumnya.
Setelah rencana awal telah dilengkapi, langkah utama selanjutnya siklus R & D adalah
membangun bentuk awal produk pendidikan yang dapat diuji lapangan. Prinsip penting yang
akan diobservasi dalam pengembangan bentuk awal produk pendidikan adalah struktur produk,
dimana diperbolehkan memperoleh umpan balik sebanyak mungkin dari uji lapangan.
Tujuan uji lapangan pendahuluan adalah untuk memperoleh evaluasi kualitatif awal
produk pendidikan baru. Untuk evaluasi kursus mini ini terutama didasarkan pada umpan balik
kelompok kecil guru yang ikut kursus dan observasi personil laboratorium yang mengkoordinir
uji lapangan. Sebagai aturan, dari 4-8 guru sudah cukup untuk uji lapangan pendahuluan,
karena penekanan evaluasi ini adalah penilaian kualitatif isi kursus daripada penilaian kuantitatif
outcome kursus.
Dalam seluruh fase siklus R & B yang termasuk evaluasi produk, penting untuk
menetapkan lokasi uji yang mirip dengan dimana produk akan digunakan ketika produk telah
dikembangkan secara penuh. Jika berbeda jenis lokasi lapangan yang digunakan, peneliti
menghadapi masalah dalam penggeneralisasian temuan yang diperoleh dalam satu setting ke
setting lainnya.
Setelah uji lapangan pendahuluan, seluruh data disusun dan dianalisis. Tim
pengembang menggunakan hasil itu untuk merencanakan kembali kursus dan kemudian
menuju ke pembuatan revisi sesuai tuntutan.
Tujuan uji lapangan dalam siklus R & D kursus mini adalah untuk menentukan apakah
produk pendidikan yang dikembangkan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Umumnya
rancangan eksperimen digunakan untuk menjawab pertanyaan ini. Dalam kasus kursus mini 1,
kelompok tunggal rancangan pretes postes (a single-group pre-post design) digunakan untuk
menentukan apakah guru akan meningkatkan secara signifikan penggunaan keterampilan
diskusi mereka.
Sebagai tambahan, tujuan primer uji lapangan utama adalah menentukan kesuksesan
produk baru dalam menemukan tujuannya, tujuan sekunder uji lapangan utama adalah
mengumpulkan informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kursus dalam revisi
berikutnya. Oleh karena itu, data kuesioner dan wawancara akan diperoleh dari seluruh
partisipan dalam uji lapangan utama.
Tujuan uji lapangan operasional adalah untuk menentukan apakah produk pendidikan
siap secara penuh digunakan di sekolah tanpa kehadiran pengembang atau staf pengembang.
Agar siap secara penuh untuk penggunaan operasional, paket harus lengkap dan diuji secara
menyeluruh setiap aspek. Setelah uji lapangan operasional lengkap dan data telah dianalisis,
revisi akhir keseluruhan paket kursus dilaksanakan.
Siklus Riset dan Pengembangan (R & D) seringkali menjadi proses yang memakan waktu
dan mahal. Cara untuk menyesuaikan biaya adalah dengan menunjukkan penyebaran yang
efektif dari produk yang dihasilkan pada pangsa yang dimaksud. Penyebaran merupakan
proses membantu para pemakai yang potensial agar berhati-hati terhadap produk-produk Riset
dan Pengembangan. Juga penting untuk menunjukkan bahwa produk Riset dan Pengembangan
dilaksanakan menurut spesifikasi para pengembangnya, sehingga menghasilkan pengaruh-
pengaruh yang dimaksudkan. Pelaksanaan merupakan proses membantu para pemakai
produk Riset dan Pengembangan untuk menggunakannya dengan cara-cara yang dimaksudkan
oleh para pengembang.
Dari arti penyebaran dan pelaksanaan Riset dan Pengembangan, proses ini jarang
dipelajari sampai pertengahan tahun 1970-an. Perhatian personil Riset dan Pengembangan saat
itu adalah pada konseptualisasi dan pengembangan produk dengan program berskala besar
yang menggunakan siklus Riset dan Pengembangan dari revisi uji pengembangan. Sedikit
pembiayaan disediakan untuk mengawasi produk-produk ini setelah produk-produk
dikembangkan. Meskipun prioritasnya berubah secara dramatis pada pertengahan tahun 1970-
an. Banyak pendidik berhenti menggunakan istilah “riset dan pengembangan,” dan lebih
memilih istilah “riset, pengembangan, dan penyebaran” (R, D & D). Riset, pengembangan,
dan penyebaran merupakan pengembangan produk berdasarkan riset yang memenuhi
sasaran dan penyebaran serta kriteria pelaksanaan yang dimaksudkan.
Langkah pengembangan dengan model Borg & Gall adalah (1) penelitian dan
pengumpulan informasi, (2) perencanaan, (3) mengembangkan bentuk pendahuluan produk,
(4) uji lapangan pendahuluan/persiapan, (5) revisi berdasarkan hasil uji lapangan pendahuluan,
(6) uji lapangan utama, (7) revisi berdasarkan uji lapangan utama, (8) uji lapangan operasional,
(9) revisi berdasarkan uji lapangan operasional, dan (10) penyebaran dan implementasi.
Tujuan uji lapangan pendahuluan adalah untuk memperoleh evaluasi kualitatif awal
produk pendidikan baru. Tujuan uji lapangan dalam siklus R & D kursus mini adalah untuk
menentukan apakah produk pendidikan yang dikembangkan sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Umumnya rancangan eksperimen digunakan untuk menjawab pertanyaan ini.
Tujuan uji lapangan operasional adalah untuk menentukan apakah produk pendidikan siap
secara penuh digunakan di sekolah tanpa kehadiran pengembang atau staf pengembang.
TES AKHIR BAB
Kerangka Isi
MODEL PENGEMBANGAN
Model Model
ADDIE Degeng
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Tujuan Pembelajaran
Materi
A. Model ADDIE
Selain model Dick & Carey dan model Borg & Gall, model pengembangan yang dapat
digunakan dalam penelitian pengembangan adalah model ADDIE (Analyze, Design,
Development, Implementation, Evaluation). Model ADDIE merupakan salah satu model desain
pembelajaran sistematik. Romiszowski (1996) mengemukakan bahwa pada tingkat desain
materi pembelajaran dan pengembangan, sistematik sebagai aspek prosedural pendekatan
sistem telah diwujudkan dalam banyak praktik metodologi untuk desain dan pengembangan
teks, materi audiovisual, dan materi pembelajaran berbasis komputer.
Model apa pun yang dipilih untuk mengembangkan suatu produk, sudah tentu disertai
dengan dasar pertimbangan pemilihan model. Hal ini disebabkan setiap model memiliki
karakteristik tertentu. Dalam karakteristik masing-masing model pengembangan akan tersirat
kekuatan dan kelemahan model-model pengembangan. Demikian pula pemilihan model ADDIE
didasari beberapa pertimbangan.
Pemilihan model ini didasari atas pertimbangan bahwa model ini dikembangkan secara
sistematis dan berpijak pada landasan teoretis desain pembelajaran. Model ini disusun secara
terprogram dengan urutan-urutan kegiatan yang sistematis dalam upaya pemecahan masalah
belajar yang berkaitan dengan sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
pebelajar. Model ini terdiri atas lima langkah, yaitu: (1) analisis (analyze), (2) perancangan
(design), (3) pengembangan (development), (4) implementasi (implementation), dan (5)
evaluasi (evaluation). Secara visual tahapan ADDIE Model dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Analyze
Develop
Gambar 4.2 Tahapan ADDIE Model (Sumber: Anglada, 2007)
Tahap analisis (anayize) meliputi kegiatan sebagai berikut: (a) melakukan analisis
kompetensi yang dituntut kepada peserta didik; (b) melakukan analisis karakteristik peserta
didik tentang kapasitas belajarnya, pengetahuan, keterampilan, sikap yang telah dimiliki peserta
didik serta aspek lain yang terkait; (c) melakukan analisis materi sesuai dengan tuntutan
kompetensi.
Tahap perancangan (design) dilakukan dengan kerangka acuan sebagai berikut. (a)
Untuk siapa pembelajaran dirancang? (peserta didik); (b) Kemampuan apa yang Anda inginkan
untuk dipelajari? (kompetensi); (c) Bagaimana materi pelajaran atau keterampilan dapat
dipelajari dengan baik? (strategi pembelajaran); (d) Bagaimana Anda menentukan tingkat
penguasaan pelajaran yang sudah dicapai? (asesmen dan evaluasi). Pertanyaan tersebut
mengacu pada 4 unsur penting dalam perancangan pembelajaran, yaitu peserta didik, tujuan,
metode, dan evaluasi (Kemp, et al., 1994). Berdasarkan pertanyaan tersebut, maka dalam
merancang pembelajaran difokuskan pada 3 kegiatan, yaitu pemilihan materi sesuai dengan
karakteristik peserta didik dan tuntutan kompetensi, strategi pembelajaran, bentuk dan metode
asesmen dan evaluasi.
Tahap terakhir adalah melakukan evaluasi (evaluation) yang meliputi evaluasi formatif
dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk mengumpulkan data pada setiap
tahapan yang digunakan untuk penyempurnaan dan evaluasi sumatif dilakukan pada akhir
program untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil belajar peserta didik dan kualitas
pembelajaran secara luas. Dalam penelitian ini hanya dilakukan evaluasi formatif, karena jenis
evaluasi ini berhubungan dengan tahapan penelitian pengembangan untuk memperbaiki produk
pengembangan yang dihasilkan.
B. Model Degeng
Model Degeng sering disebut dengan Model Elaborasi karena didasari oleh kajian
teoretik model elaborasi. Kajian teoretik model elaborasi berkisar pada empat bidang masalah,
yang diacukan oleh Reigeluth dan Stein (dalam Degeng, 1988) sebagai 4S, yaitu: selection,
sequencing, sinthesizing, dan summarizing isi bidang studi. Seletion menaruh perhatian pada
pemilihan isi-isi penting bidang studi yang akan diajarkan. Isi-isi bidang studi bisa berupa fakta,
konsep, prosedur, atau prinsip. Sequencing menaruh perhatian pada penataan urutan dalam
menyampaikan isi-isi tersebut. Synthesizing menaruh perhatian pada pembuatan struktur yang
dapat menunjukkan keterkaitan isi-isi tersebut, dan summarizing menaruh perhatian pada
pembuatan rangkuman yang berisi pernyataan-pernyataan singkat mengenai isi-isi bidang studi.
Konteks model elaborasi dalam desain pembelajaran dapat dijelaskan dari langkah-
langkah desain pembelajaran yang dikemukakan oleh Degeng (1990). Langkah-langkah
tersebut adalah sebagai berikut.
Kedelapan langkah ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yakni: analisis
kondisi pembelajaran, pengembangan strategi pembelajaran, dan pengembangan prosedur
pengukuran hasil pembelajaran. Langkah-langkah analisis kondisi pembelajaran mencakup
langkah (1), (2), (3), dan (4). Langkah pengembangan strategi pembelajaran mencakup
langkah (5), (6), dan (7). Langkah pengembangan prosedur pengukuran hasil pembelajaran
adalah langkah (8). Untuk lebih jelasnya, lihat Tabel 4.1.
Analisis tujuan dan karakteristik bidang studi perlu dilakukan pada tahap awal kegiatan
perencanaan pembelajaran. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui tujuan pembelajaran apa
yang diharapkan. Lebih khusus lagi, untuk mengetahui tujuan orientatif pembelajaran: apakah
konseptual, prosedural, ataukah teoretik. Demikian pula, untuk mengetahui tujuan pendukung
yang memudahkan pencapaian tujuan orientatif tersebut.
Analisis karakteristik bidang studi dilakukan untuk mengetahui tipe isi bidang studi apa
yang akan dipelajari siswa: apakah berupa fakta, konsep, prosedur, ataukah prinsip. Demikian
juga, untuk mengetahui bagaimana struktur isi bidang studinya. Maksudnya, bagaimana
struktur orientasi dan struktur pendukung isi bidang studi yang akan dipelajari siswa.
Analisis sumber belajar dilakukan segera setelah langkah analisis tujuan dan
karakteristik bidang studi. Langkah ini dimaksuksudkan untuk mengetahui sumber-sumber
belajar apa yang tersedia dan dapat digunakan untuk menyampaikan isi pembelajaran. Hasil
dari kegiatan ini akan berupa daftar sumber belajar yang tersedia yang dapat mendukung
proses pembelajaran.
RANGKUMAN
Model ADDIE terdiri atas lima langkah, yaitu: (1) analisis (analyze), (2) perancangan
(design), (3) pengembangan (development), (4) implementasi (implementation), dan (5)
evaluasi (evaluation).
Konteks model elaborasi dalam desain pembelajaran dapat dijelaskan dari langkah-
langkah desain pembelajaran yang dikemukakan oleh Degeng (1990). Langkah-langkah
pengembangan model Degeng tersebut adalah sebagai berikut.
VALIDASI PRODUK
PENGEMBANGAN
Konsep-konsep Kunci
VALIDASI PRODUK
PENGEMBANGAN
Standar Kompetensi
Tujuan Pembelajaran
pengembangan.
6. Mahasiswa dapat menjelaskan teknik analisis data dalam validasi produk
pengembangan.
Materi
Pengembangan
Agar dihasilkan produk pengembangan yang berkualitas, produk pengembangan yang
dibuat (dikembangkan) harus divalidasi. Dengan ungkapan lain, produk pengembangan yang
dibuat harus diujicobakan dulu sebelum dipakai secara luas. Sebelum digunakan pada keadaan
dan sasaran sebenarnya, produk pengembangan perlu divalidasi dan direvisi agar kelemahan-
kelemahan yang terdapat dalam produk tersebut dapat dieliminir. Dengan mengeleminir
kelemahan atau kekurangan suatu produk, maka diharapkan tujuan pembuatan produk
pengembangan dapat tercapai dengan baik. Hasil validasi pada nantinya akan dijadikan bahan
refleksi bagi penyempurnaan produk pengembangan yang dihasilkan.
Validasi produk pengembangan memiliki fungsi yang sangat penting yakni sarana untuk
mengumpulkan berbagai informasi sebagai bahan refleksi untuk menyempurnakan produk
pengembangan. Berdasarkan informasi-informasi yang diperoleh melalui kegiatan validasi,
maka produk pengembangan bisa diperbaiki dan disempurnakan sampai akhirnya produk yang
dihasilkan itu layak untuk dimanfaatkan oleh orang-orang yang menjadi sasaran produk
pengembangan.
(1) Pengantar
(2) Daftar isi
(3) Pendahuluan, memuat antara lain: latar belakang, maksud, tujuan validasi, dan
identifikasi produk pengembangan yang divalidasi
(4) Langkah-langkah pelaksanaan validasi yang akan dilakukan
(5) Responden validator dan instrumen validasi sesuai dengan responden
(6) Analisis data (hasil pengumpulan data dengan instrumen yang digunakan)
(7) Kesimpulan
(8) Saran-saran revisi produk pengembangan sesuai hasil validasi
(9) Pelaksanaan revisi
(10) Lampiran
Beberapa lampiran yang sebaiknya disertakan dalam laporan adalah: (a) petunjuk pemanfaatan
produk pengembangan yang divalidasi, (b) instrumen validasi, (c) bukti pelaksanaan validasi
lain yang diperlukan, (d) hasil produk pengmbangan yang telah direvisi.
C. Instrumen Validasi
Dasar penyusunan instrumen validasi produk pengembangan adalah jenis dan teknik
evaluasi yang hendak digunakan, karena pada intinya validasi adalah suatu kegiatan evaluasi.
Menurut Sadiman (2003), kegiatan evaluasi dalam program pengembangan media
pembelajaran dititikberatkan pada kegiatan “evaluasi formatif”. Teknik pengumpulan data yang
digunakan ada dua, yakni : teknik tes dan non tes. Untuk teknik tes menggunakan instrumen
tes. Tes yang digunakan yaitu: (1) tes awal (pretest) dan (2) tes akhir (posttest). Instrumen
nontes yang digunakan antara lain: (1) angket, (2) pedoman wawancara, (3) panduan diskusi,
(4) lembar pengamatan (observasi). Berdasarkan hal tersebut, disusun fomat-format evaluasi
sebagai berikut.
2. Format angket
Angket terdiri dari daftar pertanyaan/pernyataan baik terbuka (bebas menuliskan jawaban)
maupun tertutup (pilihan jawaban sudah ditentukan). Tugas responden adalah mengisi
angket berdasarkan petunjuk yang menyertai daftar pertanyaan/pernyataan.
3. Format wawancara
Format wawancara menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara yang berisi daftar
pertanyaan terkait produk pengembangan yang divalidasi. Wawancara dapat dilakukan
secara terstruktur maupun tidak.
4. Format diskusi
Diskusi dilakukan setelah mempelajari atau menggunakan produk pengembangan.
Berdasarkan hasil diskusi diperoleh informasi-informasi tentang kelemahan maupun
kelebihan produk pengembangan sebagai bahan penyempurnaan selanjutnya. Hal-hal yang
didiskusikan berpedoman pada aspek-aspek yang dievaluasi.
5. Format observasi
Melalui pengamatan akan diperoleh data/informasi tentang efektivitas produk
pengembangan. Dalam pelaksanaan evaluasi berpedoman pada pedoman observasi yang
disusun.
Pembuatan soal-soal untuk teknik tes bertitik tolak dari materi/isi pesan yang
disampaikan melalui produk pengembangan. Instrumen non tes, yakni: daftar pertanyaan
dalam angket, pedoman wawancara, materi yang didiskusikan, maupun lembar observasi
bertitik tolak dari kisi-kisi penyusunan instrumen validasi produk pengembangan. Berikut ini
dicontohkan aspek-aspek yang divalidasi/dievaluasi untuk produk pengembangan berupa video
pembelajaran.
Hanafin & Peck (dalam Walopo, 1999) mengelompokkan aspek-aspek yang dievaluasi
dalam evaluasi program media video pembelajaran menjadi empat aspek.
1. Aspek isi atau materi (program adequacy)
2. Aspek pembelajaran (instructional adequacy)
3. Aspek kurikulum (curriculum adequacy)
4. Aspek media (cosmetic adequacy)
Dari aspek-aspek yang telah ditetapkan, kemudian dijabarkan komponen-komponen dan
dituangkan dalam bentuk kisi-kisi.
Contoh kisi-kisi penyusunan instrumen evaluasi program media video pembelajaran adalah
sebagai berikut.
Pembelajaran
KOMPONEN
1 Keakuratan materi
3 Logika materi
4 Kekonsistenan materi
8 Manfaat isi
9 Urutan materi
10 Unsur pendidikan
12 Kualitas gambar
15 Suara/narasi
16 Musik
18 Caption (tulisan)
19 Animasi
20 Durasi
21 Bahasa
23 Penyiar/penyaji/pemain
24 Teknik sajian
Keterangan :
Pada tahap ini dipilih validator ahli sesuai dengan kebutuhan, misalnya ahli
materi/bidang studi, ahli media, ahli desain pembelajaran, ahli bahasa, dan lain sebagainya.
Pada tahap ini dipilih tiga atau lebih siswa/mahasiswa yang dapat mewakili populasi
sesuai dengan target yang dibuat. Sajikan program media video pembelajaran tersebut secara
individual. Kalau media itu didesain untuk belajar mandiri, biarkan mereka mempelajarinya
sementara kita megamatinya.
Beberapa informasi yang diharapkan dapat diharapkan diperoleh lewat kegiatan tersebut
antara lain:
Siswa/mahasiswa perlu diberikan tes awal (pretest) untuk mengetahui kemampuan awal
siswa/mahasiswa, kemudian diberikan tes akhir (posttest). Kita dapat pula meminta bantuan
ahli tertentu untuk memberikan umpan balik yang bermanfaat, seperti: ahli bidang studi (ahli
subyek), ahli pendidikan, ahli media dan ahli teknik. Atas dasar data atau informasi tersebut di
atas akhirnya dilakukan revisi sebelum program media video pembelajaran dicobakan kedalam
kelompok kecil.
Dalam penelitian pengembangan ini umumnya digunakan dua teknik analisis data, yaitu
teknik analisis deskriptif kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif. Ada kalanya diperlukan pula
teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial untuk mengetahui keefektifan produk
pengembangan. Berikut ini diuraikan kedua teknik analisis data bagian pertama.
a. Analisis Deskriptif Kualitatif
Teknik analisis deskriptif kualitatif ini digunakan untuk mengolah data hasil review ahli
isi mata kuliah, ahli desain dan media pembelajaran, mahasiswa, dosen pembina mata kuliah,
dan validator lainnya. Teknik analisis data ini dilakukan dengan mengelompokkan informasi-
informasi dari data kualitatif yang berupa masukan, tanggapan, kritik, dan saran perbaikan
yang terdapat pada angket dan hasil wawancara. Hasil analisis data ini kemudian digunakan
untuk merevisi produk pengembangan.
Teknik analisis ini digunakan untuk mengolah data yang diperoleh melalui angket dalam
bentuk deskriptif persentase. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase dari
masing-masing subyek adalah sebagai berikut.
Persentase = x 100%
n x bobot tertinggi
Keterangan:
∑ = jumlah
Persentase = (F : N) x 100
N = banyak subyek
Untuk dapat memberikan makna dan pengambilan keputusan digunakan ketetapan sebagai
berikut.
RANGKUMAN
Validasi produk pengembangan memiliki fungsi yang sangat penting yakni sarana untuk
mengumpulkan berbagai informasi sebagai bahan refleksi untuk menyempurnakan produk
pengembangan. Adapun tujuan validasi produk pengembangan adalah untuk mengetahui:
a. perlu tidaknya produk pengembangan diperbaiki, baik sebagian maupun
keseluruhannya;
b. dapat tidaknya produk yang dihasilkan diterapkan di tempat lain dengan sasaran yang
sama atau di tempat lain dengan sasaran yang berbeda atau di tempat yang sama
dengan sasaran yang berbeda;
c. dari segi bahasa, paham tidaknya pebelajar dari kesederhanaan bahasa yang digunakan
di dalam produk yang dihasilkan;
d. menarik tidaknya produk yang dikembangkan di mata pengguna;
e. kejelasan penyampain pesan pembelajaran;
f. tercapai tidaknya tujuan pembelajaran dengan produk yang dihasilkan;
g. terjadi tidaknya peningkatan pengetahuan/keterampilan setelah memanfaatkan produk
pengemangan; dan
h. letak daya tarik produk yang dihasilkan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan ada dua, yakni: teknik tes dan non tes. Untuk
teknik tes menggunakan instrumen tes. Tes yang digunakan yaitu: (1) tes awal (pretest) dan
(2) tes akhir (posttest). Instrumen nontes yang digunakan antara lain: (1) angket, (2) pedoman
wawancara, (3) panduan diskusi, (4) lembar pengamatan (observasi).
Dalam penelitian pengembangan umumnya digunakan dua teknik analisis data, yaitu
teknik analisis deskriptif kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif.
SISTEMATIKA
PENULISAN PENELITIAN
PENGEMBANGAN
Konsep-konsep Kunci
Kerangka Isi
SISTEMATIKA PENULISAN
PENELITIAN PENGEMBANGAN
SISTEMATIKA PAPARAN DALAM
SETIAP BAB
UMUM
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Mahasiswa memahami sistematika penulisan penelitian pengembangan dan paparan setiap bab
laporan penelitian pengembangan.
Tujuan Pembelajaran
Materi
Sistematika penulisan skripsi dan tesis penelitian pengembangan mencakup komponen proposal
penelitian pengembangan dan komponen laporan penelitian pengembangan. Kedua komponen
tersebut diuraikan berikut ini.
Komponen laporan penelitian pengembangan untuk skripsi dan tesis dibagi menjadi dua
bagian pokok. Kedua bagian pokok tersebut adalah Lembar Administratif dan Isi Skripsi/Tesis.
a. Lembar Administratif
Lembar ini merupakan bagian awal skripsi atau tesis karena mendahului format skripsi
atau tesis. Lembar administratif meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Sampul
(2) Halaman Judul
(3) Lembar Persetujuan Pembimbing
(4) Lembar Persetujuan Penguji
(5) Lembar Persetujuan Panitia Ujian
(6) Lembar Pernyataan Karya Sendiri
(7) Lembar Motto (jika ada)
b. Isi Skripsi/Tesis
Isi skripsi/tesis secara umum terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut.
PRAKATA
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR LAINNYA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Spesifikasi Produk yang Diharapkan
1.5 Pentingnya Pengembangan
1.6 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
1.7 Penjelasan Istilah (jika dipandang perlu)
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Meskipun judul penelitian tercantum paling depan dari setiap laporan penelitian,
tidak berarti penelitian dilakukan dengan berangkat dari judul. Semua penelitian
dilakukan dengan berangkat dari permasalahan, bukan dari judul. Judul dibuat
bertitik tolak dari masalah.
3.8 Prakata
Prakata merupakan paparan singkat yang memuat ucapan terima kasih peneliti
kepada lembaga atau perorangan atau kelompok yang telah berjasa membantu proses
penyusunan skripsi. Dalam hal ini jangan digunakan istilah kata pengantar atau kata
sambutan, karena kedua istilah tersebut bukan ditulis oleh peneliti, tetapi ditulis oleh
orang lain, misalnya atasan, pejabat pemerintah, atau penerbit.
3.9 Abstrak
Abstrak merupakan uraian singkat yang merangkum tujuan penelitian, metode
penelitian, dan hasil penelitian. Pada bagian akhir abstrak dicantumkan kata-kata
kunci. Abstrak biasanya maksimal terdiri atas 200 kata.
3.25.2 Pembahasan
Pada bagian ini dipaparkan revisi produk pengembangan. Kesimpulan yang
ditarik dari hasil analisis data tentang produk yang diujicobakan digunakan
sebagai dasar dalam menetapkan apakah produk itu perlu direvisi atau
tidak. Keputusan merevisi produk hendaknya disertai dengan pembenaran
bahwa setelah direvisi produk itu akan menjadi lebih efektif, efisien, dan
atau menarik. Komponen-komponen yang direvisi dan hasil revisinya harus
secara jelas dikemukakan dalam bagian ini. Kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahan produk juga perlu dibahas pada bagian ini dengan
tinjauan yang konprehensif terhadap kaitan antara produk dengan masalah
yang ingin dipecahkannya. Peluang munculnya masalah lain dari
pemanfaatan produk juga perlu diidentifikasi, dan sekaligus disertai
preskripsi bagaimana mengantisipasi permasalahan baru iu.
3.26.1 Simpulan
Pada bagian ini dipaparkan secara singkat dan jelas simpulan penelitian.
Simpulan dipaparkan sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan pada
bagian pendahuluan.
3.26.2 Saran
Pengajuan saran mencakup tiga komponen, yakni saran pemanfaatan,
saran desimenasi, dan saran pengembangan produk lebih lanjut. Saran
pertama berkenaan dengan bagaimana cara memanfaatkan produk
pengembangan. Saran kedua diarahkan pada penyebaran atau desiminasi
produk ke sasaran yang lebih luas. Saran ketiga difokuskan pada
bagaimana pengembangan produk lebih lanjut oleh pengembang itu sendiri
maupun pengembang lain. Setiap saran hendaknya didasarkan pada hasil
kajian terhadap produk seperti yang telah dibahas dalam butir sebelumnya.
Pengungkapan saran hendaknya menggunakan pernyataan-pernyataan
yang jelas dan diusahakan agar saran yang satu secara eksplisit berbeda
dari saran lainnya. Argumentasi juga perlu disertakan dalam setiap saran
yang diajukan.
3.27 Daftar Pustaka
Daftar pustaka merupakan sumber referensi bagi seluruh kegiatan penelitian.
Pada hakikatnya daftar pustaka merupakan inventarisasi dari seluruh publikasi ilmiah
maupun nonilmiah serta hasil-hasil penelitian yang dipergunakan sebagai dasar bagi
pengkajian yang dilakukan. Daftar pustaka antara lain merangkum unsur (1) nama
pengarang, (2) tahun terbit, (3) judul buku/artikel. (4) kota tempat buku diterbitkan,
dan (5) nama penerbit. Sumber referensi yang ditulis pada daftar pustaka hanyalah
yang digunakan dalam laporan penelitian. Penulisan daftar pustaka sesuai tata cara
penulisan daftar pustaka selingkung Universitas Pendidikan Ganesha yang telah
ditetapkan dalam Pedoman Penulisan Skripsi/Tugas Akhir.
3.28 Lampiran
Beberapa dokumen penting yang berhubungan dengan penelitian harus
dilampirkan. Dokumen yang dilampirkan antara lain surat-surat, instrumen
pengumpulan data, data-data penelitian, hasil analisis data, produk pengembangan,
dan lain-lain..
RANGKUMAN
Sistematika penulisan laporan penelitian pengembangan terdiri atas tiga bagian, yakni
bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Bagian awal atau bagian administratif memuat
halaman sampul, lembar logo, halaman judul, lembar persetujuan, abstrak, kata pengantar,
daftar isi, daftar tabel, dan daftar gambar. Bagian inti memaparkan bab I sampai bab V. Bagian
akhir memuat daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan riwayat hidup.
BAB VIII
MENULIS PROPOSAL
PENELITIAN
PENGEMBANGAN
Konsep-konsep Kunci
Analisis Kebutuhan
Contoh Proposal
Kerangka Isi
MENULIS PROPOSAL
PENELITIAN PENGEMBANGAN
ANALISIS CONTOH PROPOSAL
KEBUTUHAN
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Tujuan Pembelajaran
10. Mahasiswa dapat menjelaskan langkah-langkah analisis kebutuhan.
11. Mahasiswa dapat menuliskan contoh proposal penelitian pengembangan.
Materi
A. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan perlu dilakukan oleh seorang peneliti penelitian
pengembangan untuk mendapatkan data yang akurat mengenai hal-hal yang menjadi
kebutuhan penting kelompok subyek atau populasi tertentu. Data yang diperoleh
melalui kegiatan analisis kebutuhan dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk
mengambil tindakan yang tepat untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Khusus untuk penelitian pengemabngan, hasil analisis kebutuhan dapat menjadi bahan
penulisan latar belakang penelitian, sehingga produk yang dihasilkan benar-benar
memberi manfaat bagi kelompok masyarakat tertentu yang membutuhkannya.
Latar belakang permasalahan dalam penelitian pengembangan perlu dilengkapi
dengan data-data hasil analisis kebutuhan, sehingga akan memberi keyakinan kepada
para pembaca dan utamanya sponsor atau pemberi dana penelitian bahwa penelitian
pengembangan yang akan dilakukan benar-benar urgen untuk dilaksanakan. Hal ini
akan menghindari penulisan latar belakang permasalahan penelitian pengembangan
yang asal tulis (mengkhayal di belakang meja), tanpa data-data pendukung yang
relevan.
Kegiatan analisis kebutuhan mencakup tiga kegiatan pokok, yakni kegiatan
praanalisis kebutuhan, kegiatan analisis kebutuhan, dan kegiatan pascaanalisis
kebutuhan. Ketiga kegiatan dalam analisis kebutuhan diuraikan berikut ini.
PROPOSAL
Oleh
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu faktor penentu mutu pendidikan adalah kualitas proses pembelajaran.
peserta didik, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berinteraksi dengan
guru, antar peserta didik maupun dengan sumber belajar lainnya. Suasana
salah satunya adalah telah ditetapkannya standar proses pembelajaran yang tertuang
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Melalui penerapan standar proses
kewirausahaan baik untuk memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti
program keahlian, lulusan SMK diharapkan mampu bersaing secara kompetitif pada
dunia kerja atau dunia industri maupun menciptakan lapangan kerja baru. Lulusan SMK
bangsa. Harapan ini sejalan dengan tujuan program keahlian multimedia di SMK Negeri
mata pelajaran dan salah satunya adalah tujuan mata pelajaran produksi audio dan
video. Tujuan mata pelajaran produksi audio video di SMK Negeri 1 Sukasada yaitu
peserta didik memiliki kompetensi dalam hal merancang kegiatan pra produksi,
produksi, dan pasca produksi produk audio dan video. Tercapainya tujuan mata
kompetensi di atas, lulusan juga diharapkan mampu bersaing memasuki dunia kerja
bahkan menciptakan usaha sendiri, misalnya berupa jasa editing audio maupun video.
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran produksi audio dan video
Berdasarkan data pada tabel 1.1, nilai rata-rata tersebut masih berada di bawah kriteria
ketuntasan minimal untuk mata pelajaran produksi audio dan video yaitu 70. Prestasi belajar
siswa dalam membuat produk akhir, juga belum memenuhi kriteria penilaian yang ditetapkan,
misalnya aspek kemenarikan ide, kualitas gambar, kualitas suara, maupun ketepatan
mengumpul tugas, walaupun beberapa ada yang sudah memenuhi. Selama proses pembuatan
produk, siswa belum semua mampu mendokumentasikan produk secara rapi, mulai dari tahap
pra produksi, produksi, dan pasca produksi. Siswa lebih berorientasi pada penyelesaian akhir
tanpa memperhatikan desain atau rancangan produk yang akan dibuat. Penyelesaian produk
yang dilakukan secara kelompok juga belum menunjukkan kerja sama tim yang solid. Ada
produk. Dampak fenomena ini adalah terjadinya ketergantungan negatif dalam setiap
pengerjaan tugas-tugas kelompok. Produk yang dihasilkan siswa berupa video dokumenter,
video profile, maupun video iklan, juga belum mampu menyentuh kebutuhan masyarakat
sehingga nilai kebermanfaatan produk agar bisa digunakan masyarakat masih rendah.
Berdasarkan hasil observasi awal di SMK Negeri 1 Sukasada khususnya pada mata
pelajaran produk audio dan video, ditemukan beberapa faktor yang menyebabkan proses dan
hasil belajar belum optimal. Pertama, tidak tersedianya bahan ajar atau bahan ajar yang
relevan dan sesuai dengan karakteristik siswa. Bahan ajar yang ada hanya berbentuk buku teks
sehingga untuk peserta didik yang memiliki kemampuan kognitif rendah akan mengalami
kesulitan memahami isi bacaan. Bas (2011) menyatakan bahwa pembelajaran yang hanya
didasarkan pada buku teks dapat menyebabkan prestasi belajar dan sikap siswa terhadap
pembelajaran rendah. Buku teks yang ada di sekolah menyajikan konsep audio dan video
secara terpisah, padahal kedua konsep tersebut berkaitan. Cara penyajian materi pada buku
teks cenderung kaku dan tidak berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik. Dampak lain
tidak tersedianya bahan ajar adalah munculnya anggapan siswa bahwa guru sebagai satu-
satunya sumber belajar. Ketika siswa mempraktekkan prosedur dan mengalami kendala, siswa
cenderung meminta bantuan kepada guru. Siswa kurang memiliki inisiatif untuk mencari dan
Kedua, siswa merasa sudah belajar apabila menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) yang
diberikan oleh gurunya di sekolah. Pengerjaan PR cenderung mengulang materi yang diajarkan
di sekolah, sehingga siswa belum dibawa untuk melakukan pemahaman secara mendalam dan
menyeluruh. Siswa belum memahami hakikat belajar bagaimana belajar sehingga siswa
cenderung mempelajari apa yang disuruh oleh gurunya di sekolah. Berdasarkan hasil
Ketiga, pengetahuan berupa prosedural sulit dipahami peserta didik apabila disajikan
dengan kata-kata saja. Materi yang sifatnya abstrak dan sulit dimengerti akan menurunkan
sikap siswa terhadap pembelajaran (Okpala & Onocha, 1988; Onadeko, 2009; Sheikh, 1982
dalam Adegoke, 2011). Diperlukan media pendukung lainnya seperti gambar, audio, video, dan
animasi. Walaupun sudah digunakan metode demonstrasi melalui media proyeksi, namun
beberapa siswa tidak dapat mengikutinya karena perbedaan kemampuan masing-masing siswa.
Siswa yang memiliki kemampuan rendah, akan mengalami gangguan mengikuti demonstrasi,
proyek. Kecenderungan yang terjadi, siswa yang lebih pintar mendominasi penyelesaian proyek.
Siswa yang memiliki kemampuan rendah, hanya bisa menonton bahkan tidak bisa diajak
bekerja. Semestinya, siswa yang pintar mampu membelajarkan siswa yang kemampuannya
rendah. Akibatnya siswa tidak mampu memecahkan masalah secara kelompok melalui tukar
untuk satu peserta didik sesuai dengan Permendiknas No. 40 Tahun 2008 tentang Standar
Sarana dan Prasarana SMK/MAK. Kenyataan di lapangan khususnya di SMK Negeri 1 Sukasada
satu komputer ada digunakan oleh dua orang siswa. Kondisi ini, tentu akan menghambat siswa
sebuah solusi terhadap permasalahan tersebut. Sesuai hasil observasi, solusi yang ditawarkan
berbasis proyek saat ini dapat dirancang dengan menggunakan teknologi informasi, teknologi
komputer, teknologi internet, dan multimedia (Chang dalam Boondee et al., 2011). Contohnya,
pembelajaran berbasis proyek menggunakan web yang mendorong kerja kelompok melalui alat
komunikasi di web. Siswa bekerjasama membuat proyek baik di lingkungan belajar virtual dan
lingkungan pembelajaran nyata di kelas. Unsur proyek dalam teknologi informasi dapat
Pengembangan bahan ajar multimedia berbasis proyek didasarkan oleh beberapa hal
bahan ajar multimedia belum ada yang mengembangkan untuk pelajaran audio dan video di
SMK, dan 7) berdasarkan hasil observasi bahwa sumber daya manusia (SDM) dan sarana
prosedur atau langkah-langkah yang kompleks. Pengetahuan yang bersifat prosedural dapat
disajikan melalui tayangan video. Para siswa juga bisa menyajikan demonstrasi kepada sesama
rekan mereka mengenai keterampilan atau prosedur baru yang telah mereka pelajari.
Bahan ajar multimedia mampu memfasilitasi siswa belajar mandiri. Para siswa bisa
belajar dan mempraktikkan prosedur secara mandiri mengenai materi baru dan menerima
umpan balik tentang kemajuan mereka dalam belajar. Bahkan, siswa juga dapat belajar
berdasarkan tingkat kemajuan mereka sendiri, gaya belajar, maupun mengulang informasi jika
belum dapat memahaminya dengan optimal. Bahan ajar multimedia dapat dikatakan mandiri
karena mengandung isi pembelajaran, pedoman belajar, dan alat penilaian hasil belajar. Oleh
karena itu, siswa tidak terlalu tergantung terhadap kehadiran pengajar (Suparman, 2012: 289).
Bahan ajar lebih fleksibel, kapan pun dan di mana pun siswa dapat mempelajari konten
bahan ajar sesuai dengan tingkat kemampuannya. Tutorial secara mandiri melalui program
komputer memungkinkan bahan ajar bisa merespon masukan (input) dari siswa dan
mengarahkan proses belajar mereka menuju topik baru untuk meneruskan proses belajar
mereka atau melakukan perbaikan terhadap pembelajaran sebelumnya. Siswa yang sudah
mampu memahami satu topik dengan baik, dapat melanjutkan ke topik berikutnya, sehingga
animasi, dan gambar. Unsur ini memfasilitasi gaya belajar siswa secara audio, visual, maupun
audio dan visual. Siswa dapat menentukan sendiri pilihan penyajian materi sesuai dengan gaya
belajarnya masing-masing. Unsur multimedia juga mampu meningkatkan retensi lebih lama,
meningkatkan kehadiran siswa di kelas, dan menarik perhatian siswa untuk belajar (Beerman
Unsur proyek dalam bahan ajar multimedia menuntut siswa bekerjasama dan
belajar kelompok, 2) life skills, 3) keterampilan kognitif (mengambil keputusan, berpikir kritis,
Bahan ajar multimedia berbasis proyek untuk mata pelajaran produksi audio dan video
belum ada yang mengembangkan. Hal ini dapat diketahui dengan mengunjungi data situs
Dengan demikian, ada peluang bahan ajar multimedia yang dikembangkan dapat digunakan
kemampuan sumber daya manusia dan peralatan yang tersedia. Berdasarkan hasil observasi,
bahwa kemampuan sumber daya manusia (guru) sangat mendukung pemanfaatan bahan ajar
multimedia. Semua guru untuk kelompok mata pelajaran keahlian di jurusan multimedia SMK
aspek SDM tidak ada kendala pemanfaatan produk pengembangan. Begitu juga halnya
peralatan seperti komputer, liquid crystal display (LCD), dan speaker sudah dimiliki oleh jurusan
Alat utama yang digunakan untuk memanfaatkan bahan ajar multimedia adalah
yang dilakukan Kerry Bird (dalam Smaldino et al., 2008) menunjukkan bahwa setelah
menerapkan pembelajaran dengan bantuan komputer aktivitas belajar dan motivasi siswa
software multimedia interaktif pada pelajaran fisika mampu meningkat pemahaman konsep
fisika bila dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Hasil
belajar siswa juga meningkat setelah menggunakan modul ajar fisika multimedia interaktif
sehingga dikatakan layak, efektif, dan unggul meningkat pemahaman konsep dan hasil belajar
siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Boondee et al (2011) yang berjudul a learning and
teaching model using project-based learning (pbl) on the web to promote cooperative learning
pembelajaran berbasis proyek melalui web. Begitu juga produk yang dihasilkan oleh masing-
masing kelompok, semuanya masuk kategori tinggi. Hal ini menandakan bahwa siswa memiliki
pandangan positif terhadap pengerjaan produk. Kerja sama siswa berada pada kategori tinggi.
Siswa bertanggung jawab atas tugas yang diberikan dan berbagi ide untuk mencapai
keberhasilan proyek. Penelitian yang dilakukan oleh Cheng (2012) menunjukkan bahwa model
dibandingkan pembelajaran tradisional. Rata-rata skor prestasi belajar lebih besar dari siswa
yang menerima pembelajaran tradisional. Model pembelajaran berbantuan multimedia dapat
menyajikan konsep-konsep abstrak dan mampu menyajikan visual tiga dimensi yang sulit bila
disajikan dengan buku teks. Pembelajaran multimedia memberikan siswa pengalaman konkret
aktivitas siswa belajar dalam memahami fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Dipahaminya
keempat hal itu dengan baik diharapkan dapat mengoptimalkan penerapan prosedur-prosedur
yang rumit dan kompleks yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekaligus
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah masih rendahnya hasil
belajar siswa. Rata-rata hasil belajar siswa masih di bawah kriteria ketuntasan minimal.
Rendahnya hasil belajar disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, tidak tersedianya bahan ajar
atau bahan ajar yang relevan dan sesuai dengan karakteristik siswa. Kedua, siswa merasa
sudah belajar apabila menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) yang diberikan oleh gurunya di
sekolah. Ketiga, pengetahuan berupa prosedural sulit dipahami peserta didik apabila disajikan
dengan kata-kata saja. Keempat, siswa belum optimal melakukan kerja sama dalam
satu unit komputer untuk satu peserta didik sesuai dengan Permendiknas No. 40 Tahun 2008
C. Pembatasan Masalah
Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan oleh banyak faktor. Tidak semua faktor dapat
diatasi melalui penelitian ini. Salah satu faktor penyebab yang dapat dicarikan solusi adalah
terbatasnya bahan ajar yang relevan. Bahan ajar yang digunakan selama ini masih berupa buku
teks, sehingga dianggap kurang tepat digunakan sebagai pegangan utama siswa dalam proses
belajarnya. Dengan demikian perlu dikembangkan bahan ajar yang relevan, sesuai kebutuhan
siswa, dan tuntutan kompetensi di SMK yaitu berupa bahan ajar multimedia berbasis proyek.
D. Rumusan Masalah
Mata pelajaran produksi audio dan video merupakan salah satu mata pelajaran keahlian
SMK bidang teknologi informasi dan komunikasi. Mata pelajaran ini memiliki sejumlah tujuan
yang wajib dicapai. Tujuan pembelajaran sampai saat ini belum dapat tercapai secara optimal.
Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya hasil belajar siswa. Berdasarkan evaluasi yang
dilakukan rata-rata hasil belajar siswa yaitu 56,78 dan nilai masih di bawah kriteria ketuntasan
minimal mata pelajaran produksi audio dan video yaitu 70. Berdasarkan hasil observasi awal di
SMK Negeri 1 Sukasada pada mata pelajaran produksi audio dan video, ditemukan beberapa
faktor yang menyebabkan hasil belajar siswa belum optimal. Salah satu faktor tersebut adalah
tidak tersedianya bahan ajar. Sekolah belum mampu menyediakan bahan ajar yang relevan dan
sesuai dengan karakteristik siswa. Belum tersedianya bahan ajar untuk mata pelajaran produk
audio dan video juga dapat ditelusuri melalui situs http://www.ditpsmk.net. Selama ini
pembelajaran produksi audio dan video dibantu dengan buku teks. Buku teks cenderung tidak
didesain berdasarkan karakteristik siswa dan tidak mampu menyajikan materi secara konkret
seperti bahan ajar multimedia. Kelemahan buku teks ajar cenderung membuat peserta didik
sulit memahami materi. Adanya suatu kebutuhan untuk mengembangkan bahan ajar khusus
bahan ajar multimedia yang sesuai karakteristik siswa perlu dilakukan upaya pengembangan.
Dengan demikian, secara lebih spesifik rumusan masalah penelitian terkait upaya
2. Bagaimanakah tanggapan para ahli, guru mata pelajaran, dan siswa terhadap
belajar siswa?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan bahan ajar multimedia berbasis
proyek. Bahan ajar dikembangkan mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar
mata pelajaran produksi audio dan video, karakteristik siswa, teori desain pembelajaran, dan
teori belajar dan pembelajaran. Adanya unsur inovatif yang diadopsi dari prinsip-prinsip
melalui penyelesaian proyek otentik. Selain itu, adanya unsur multimedia diharapkan dapat
menkonkretkan materi abstrak, meningkatkan daya tarik, daya ingat, minat, dan motivasi
belajar siswa. Berdasarkan tujuan utama penelitian adalah mengembangkan produk, secara
1. Menjelaskan proses rancang bangun bahan ajar multimedia untuk mata pelajaran
2. Mendeskripsikan tanggapan para ahli, guru mata pelajaran, dan siswa terhadap
belajar siswa.
F. Manfaat Penelitian
Pengembangan bahan ajar multimedia berbasis proyek pada mata pelajaran produksi
audio dan video di SMK Negeri 1 Sukasada akan memberikan dua manfaat yaitu secara teoretis
1. Secara Teoretis
proyek. Pengembangan produk didasarkan pada teori pengembangan bahan ajar, multimedia
didasarkan pada pentingnya peran media dalam pembelajaran. Hasil implementasi, diharapkan
produksi audio dan video maupun mata pelajaran sejenis di SMK. Pemanfaatan bahan ajar
multimedia diduga mampu memecahkan masalah rendahnya hasil belajar siswa. Pemanfaatan
ini mendorong terciptanya pembelajaran yang berpusat pada siswa, sehingga mampu
menggeser paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru. Bergersernya paradigma ini
pengembangan dan pemanfaatan bahan ajar multimedia dapat dijadikan landasan melakukan
a. Bagi Siswa
Siswa adalah individu yang memiliki sejumlah kompetensi. Kompetensi itu memerlukan
iklim yang baik agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Salah satu upaya
mengerahkan potensi siswa adalah dengan pemanfaatan bahan ajar multimedia berbasis
proyek. Bahan ajar multimedia ini diharapkan mampu menumbuhkan inisiatif belajar dan siswa
sadar bahwa belajar adalah suatu kebutuhan. Disadarinya hakikat belajar bagaimana belajar
diharapkan siswa dapat menggunakan bahan ajar multimedia sebagai salah satu sumber
belajar, melatih kemampuan berpikir kritis dan kreatif, memperjelas penyajian materi melalui
pembelajaran yang mengandung fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur dan dapat
b. Bagi Guru
pengetahuan dengan lebih baik. Belajar dapat dilakukan secara mandiri dan dengan ahli atau
teman sejawat. Kemandirian belajar akan mengurangi ketergantungan siswa terhadap peran
guru. Siswa akan meminta bantu guru apabila siswa mengalami kesulitan yang tidak bisa
dipecahkan sendiri maupun dengan teman sejawat. Situasi pembelajaran seperti ini akan
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap kemajuan sekolah
karena produk hasil pengembangan sebagai salah satu indikator terpenuhinya standar sarana
dan prasarana pembelajaran sekolah, yang nantinya akan berdampak pada kegiatan
manajemen sekolah dalam kapasitasnya mendukung peningkatan kualitas proses dan hasil
pembelajaran.
pembelajaran khususnya dalam hal pengembangan bahan ajar multimedia. Hasil penelitian juga
diharapkan dapat memberikan suatu pemahaman cara mengembangkan bahan ajar multimedia
yang dikombinasikan prinsip-prinsip project based learning. Begitu juga keunggulan produk
pengembangan dapat dijadikan salah satu referensi penelitian yang relevan oleh peneliti lain
Produk yang akan dihasilkan berupa bahan ajar multimedia berbasis proyek. Bahan ajar
ini berbeda dengan bahan ajar tercetak. Hal yang membedakan yaitu cara mengoperasikan
bahan ajar menggunakan komputer atau perangkat lain yang relevan. Pesan-pesan
pembelajaran disajikan menggunakan teks, gambar, animasi, audio, dan video. Bahan ajar
dikemas dalam bentuk compact disk (CD) dan selanjutnya bisa di-instal pada komputer.
Bahan ajar menyajikan dua pengetahuan utama yaitu pengetahuan tentang audio dan
video. Memudahkan pemahaman peserta didik terhadap pengetahuan audio dan video dibantu
dengan unsur-unsur multimedia yaitu teks, gambar, animasi, suara, dan video. Bahan ajar juga
memuat dua tema proyek yaitu tentang audio dan video. Kedua proyek ini merupakan tugas-
tugas otentik yang diharapkan dapat memicu peserta didik membangun pengetahuan secara
mendalam.
Bahan ajar dilengkapi panduan siswa dan panduan guru. Kedua panduan ini bertujuan
untuk mengoptimalkan pemanfaatan bahan ajar oleh guru dan siswa. Petunjuk mengenai
peralatan yang diperlukan dan fungsi-fungsi tools pada bahan ajar disajikan pada buku
mengoperasikan bahan ajar diharapkan guru maupun siswa membaca buku panduan terlebih
dahulu.
1. Asumsi Pengembangan
Kemampuan ini merupakan modal utama untuk mengoperasikan bahan ajar yang
berteknologi multimedia.
belajar mandiri dan digunakan guru dalam pembelajaran klasikal (guru berbagi
proyek.
belajar dan pembelajaran serta teori desain pesan pembelajaran sehingga dapat
d. Bahan ajar multimedia dilengkapi dengan buku panduan untuk guru dan siswa
2. Keterbatasan Pengembangan
a. Bahan ajar multimedia yang dikembangkan hanya sampai pada uji formatif
b. Pemanfaatan bahan ajar multimedia tidak dapat berdiri sendiri perlu dilengkapi
dengan sumber belajar lain untuk memfasilitasi gaya belajar siswa yang beragam.
I. Definisi Istilah
1. Multimedia adalah alat yang dapat menciptakan presentasi dinamis dan interaktif
dengan mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio, dan gambar video (Robin
material) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari
(Depdiknas, 2010).
4. Bahan ajar multimedia adalah bahan ajar yang disusun dan dikembangkan
pembelajaran.
periode waktu yang diperpanjang dan berujung pada produk yang realistis atau
6. Bahan ajar multimedia berbasis proyek adalah bahan ajar yang disusun dan
digunakan menyampaikan pesan melalui teks, gambar, audio, video, dan animasi
7. Mata pelajaran produksi audio dan video adalah bagian kelompok pelajaran
KAJIAN TEORI
karena muara belajar dan pembelajaran adalah pengetahuan. Piaget menyatakan ada tiga
sosial. Pengetahuan fisik merupakan pengetahuan tentang benda-benda yang ada di luar dan
hubungan yang diciptakan subjek dan diintroduksikan pada objek-objek. Pengetahuan sosial
ketiga jenis pengetahuan nampak bahwa pengetahuan fisik dan pengetahuan sosial merupakan
pengetahuan rasionalis.
Ketiga jenis pengetahuan di atas berhubungan dengan kegiatan belajar seseorang. Mayer
(2008: 13) menyatakan terdapat tiga pandangan umum tentang belajar yaitu belajar sebagai
penguatan respon, belajar sebagai pemerolehan pengetahuan, dan belajar sebagai konstruksi
pengetahuan. Pertama, belajar sebagai penguatan respon. Menurut pandangan ini belajar
adalah proses mekanik. Apabila pebelajar memberikan respon benar terhadap situasi maka
respon itu akan diperkuat. Jika respon itu salah maka akan diperlemah. Belajar terjadi melalui
cara ini ketika pebelajar memperkuat atau memperlemah hubungan antara stimulus dan
respon. Belajar sebagai penguatan respon menunjukkan praktek pendidikan di mana pengajar
menciptakan situasi yang memerlukan respon. Pebelajar memberikan respon dan pengajar
memberikan penghargaan apabila respon itu benar. Misalnya, pengajar bertanya kepada
pebelajar, 750 dibagi 5 adalah? Bila pebelajar memberikan respon atau jawaban 150, pengajar
segera memberikan penguatan “ya benar”. Jika respon pebelajar tidak benar pengajar akan
terjadi ketika informasi ditransfer dari orang yang lebih banyak memiliki pengetahuan (guru)
kepada orang yang kurang memiliki pengetahuan (siswa). Aktivitas itu menunjukkan bahwa
belajar adalah mengisi kekosongan dengan cara menuangkan informasi ke dalam memori
pebelajar. Pebelajar menjadi penerima informasi dan pengajar menjadi pengirim informasi.
Sebagai contoh, guru meminta siswa untuk membaca bagian tertentu dalam buku teks,
kemudian mereka di tes pada materi tersebut. Tujuan pembelajaran adalah untuk
meningkatkan jumlah pengetahuan dalam memori pebelajar, sehingga buku pelajaran dan
Ketiga, belajar sebagai konstruksi pengetahuan. Menurut pandangan ini pebelajar sebagai
subjek yang secara aktif membangun (konstruksi) representasi mental mereka sendiri. Belajar
terjadi ketika pebelajar memilih informasi yang relevan, mengaturnya menjadi struktur yang
koheren dan menafsirkannya melalui apa yang mereka sudah ketahui. Resnick (dalam Mayer,
2008: 15) mengungkapkan bahwa belajar terjadi bukan dengan merekam informasi tetapi
pengetahuan dan guru adalah pemandu yang membantu pebelajar saat mereka berusaha untuk
memahami bagaimana melakukan tugas-tugas akademik. Fokusnya adalah pada pebelajar dan
pengajar membantunya membangun strategi kognitif untuk tugas-tugas pembelajaran. Praktek-
praktek pendidikan yang disarankan oleh pandangan ini adalah dengan diskusi kelompok dan
partisipasi melalui tugas-tugas akademik yang bermakna. Contoh, belajar bagaimana menulis,
pebelajar dapat mendiskusikan bagaimana mereka merencanakan apa yang harus dikatakan
Berdasarkan ketiga cara pandang terhadap belajar, untuk merumuskan definisi belajar
digunakan cara pandang yang ketiga. Pandangan konstruktivis terhadap belajar adalah sebuah
proses aktif konstruksi pengetahuan yang dilakukan oleh pebelajar. Belajar didasarkan pada
dua asumsi. Pertama belajar adalah suatu proses perolehan pengetahuan secara aktif oleh
sudah ada atau yang diperoleh sebelumnya (Bruner dalam Dahar, 1989: 98). Aktivitas belajar
menurut Bruner melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan yaitu: 1)
memperoleh informasi baru, 2) transformasi informasi, dan 3) menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan.
dimiliki seseorang atau juga informasi itu dapat bersifat berlawanan dengan informasi
sebelumnya yang dimiliki pebelajar. Kedua hal ini erat kaitannya dengan proses adaptasi
terdiri dari dua yaitu akomodasi dan asimilasi. Asimilasi merupakan bentuk adaptasi
pengetahuan yang dimasukkan ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya sehingga hanya
Keseimbangan
Adaptasi
Akomodasi Asimilasi
pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah ke bentuk lain.
Upaya untuk menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan adalah dengan menilai cara
pebelajar di mana perubahan tersebut disebabkan oleh pengalaman (Mayer, 2008: 7).
Definisi ini memiliki tiga bagian. Pertama, belajar adalah jangka panjang dan bukan
jangka pendek. Perubahan yang hilang setelah beberapa jam tidak mencerminkan
aktivitas belajar. Kedua, belajar melibatkan perubahan kognitif yang tercermin dalam
perubahan perilaku, jika tidak ada perubahan, maka tidak terjadi belajar. Ketiga, belajar
tergantung dari pengalaman pebelajar itu sendiri. Perubahan yang terjadi semata-mata
karena faktor fisiologis bukan disebut belajar, tetapi lebih pada bagaimana pebelajar
Belajar juga merupakan suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
relatif konstan dan berbekas (Winkel, 2005: 59). Belajar yang terjadi dalam interaksi
penjelasan di atas mengenai belajar dapat disimpulkan belajar adalah aktivitas mental
atau psikis yang dilakukan secara aktif oleh pebelajar untuk membangun pengetahuan,
sedangkan pembelajaran adalah sarana atau cara untuk mencapai tujuan (Seels &
Richey, 1994). Gagne (dalam Gredler, 1991) memberikan definisi pembelajaran adalah
mendukung terjadinya proses belajar yang sifatnya internal. Definisi ini memiliki dua
membelajarkan siswa. Definisi ini mengandung makna bahwa dalam pembelajaran ada
suatu cara atau upaya yang direncanakan pengajar dengan memilih, menetapkan, dan
pada pebelajar.
Pembelajaran berbasis proyek juga dikenal dengan istilah project-based learning (PjBL).
PjBL selama bertahun-tahun telah dilakukan dalam dunia kedokteran, teknik, pendidikan,
ekonomi, dan bisnis. Project-based learning sering disamakan dengan problem-based learning
(PBL). Namun kedua istilah ini tidaklah sama (Capraro & Slough, 2009: 2). Walaupun keduanya
menekankan lingkungan belajar siswa aktif, kerja kelompok (kolaboratif), dan teknik evaluasi
otentik (authentic assessment). Kalau dalam problem-based learning pebelajar lebih didorong
dalam kegiatan yang memerlukan perumusan masalah, pengumpulan data, dan analisis data,
berakar pada pendidikan medis (Maxwell et al., 1999). Pendidikan medis menaruh perhatian
besar terhadap fenomena praktisi medis muda yang memiliki pengetahuan faktual tetapi gagal
menggunakan pengetahuannya saat menangani pasien sungguhan. Karakteristik ini juga tidak
jauh berbeda dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. Pebelajar tidak hanya dituntut dapat
menguasai pengetahuan faktual maupun prosedural namun yang lebih penting bagaimana
pebelajar dapat menyelesaikan masalah dengan menerapkan pengetahuannya dalam dunia
nyata.
Pembelajaran berbasis proyek terdiri dari beberapa masalah yang perlu diselesaikan oleh
pebelajar. Pembelajaran ini menyediakan pengalaman dalam konteks nyata yang diperlukan
bagi pebelajar untuk belajar dan membangun pengetahuan yang bermakna dan menuntut
pebelajar untuk berpikir kritis, analitis serta meningkatkan kecakapan berpikir tingkat tinggi.
Kolaborasi, berkomunikasi dengan rekan kerja, pemecahan masalah, dan belajar mandiri
pendekatan konstruktivis yang berkembang dari karya psikolog dan pendidik seperti, Vygotsky,
Jerome Bruner, Jean Piaget, dan John Dewey. Pandangan konstruktivisme terhadap belajar
sebagai hasil dari konstruksi mental, yaitu pebelajar membangun ide-ide atau konsep baru
berdasarkan pengetahuan mereka saat ini dan sebelumnya (Karlin & Vianni dalam Korkidis,
2009: 4). Konstruksi pengetahuan akan lebih mudah bila dilakukan dengan cara kerja sama
dan kolaborasi. Ini berarti bahwa pembelajaran berbasis proyek mendapat dukungan teori
pebelajar belajar dengan melakukan interaksi dengan teman atau orang yang dianggap ahli.
Proses ini akan membantu pebelajar mengkonstruksi pengetahuan, sehingga dari perspektif
pemecahan masalah secara kolaboratif. Selain itu, pembelajaran berbasis proyek memiliki
upaya yang diperlukan adalah penanaman dan pengembangan pemikiran kreatif dalam proses
pembelajaran melalui cara-cara inovatif, termasuk dukungan lingkungan sekolah dan penerapan
yang dianut. Selanjutnya perlu diketahui definisi pembelajaran berbasis proyek sebagai
pedoman pembeda dengan model pembelajaran lainnya. Menurut Buck Institute for Education
melakukan proses penyelidikan yang panjang dalam menanggapi pertanyaan yang kompleks,
masalah, atau tantangan. Proyek-proyek yang ketat membantu pebelajar belajar tentang materi
pembelajaran dan praktik keterampilan yang diperlukan pada abad 21 seperti kolaborasi,
SRI International (2009) memberikan definisi pembelajaran berbasis proyek adalah model
pembelajaran yang sistematik dan melibatkan pebelajar dalam membangun pengetahuan dan
keterampilan dari serangkaian tugas yang kompleks termasuk pembuatan desain dan
Thomas (2000: 1) memberikan definisi pembelajaran berbasis proyek sebagai model yang
kompleks, pertanyaan atau masalah yang menantang, melibatkan pebelajar dalam merancang,
kepada pebelajar untuk bekerja secara otonom dengan periode waktu yang diperpanjang dan
berujung pada produk yang realistis atau presentasi. Blank, Dickinson, Harwell (dalam Korkidis,
2009: 4) menyatakan pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran atau strategi
otentik di mana pebelajar merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proyek-proyek
adalah model pembelajaran yang disusun secara sistematis yang melibatkan pebelajar secara
Penyelesaian proyek oleh pebelajar dilakukan secara kolaboratif, inovatif, dan unik yang
berfokus pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan pebelajar atau
kebutuhan masyarakat atau industri lokal. Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang
amat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi usia
dewasa: siswa SMA, mahasiswa, atau pelatihan tradisional untuk membangun keterampilan
kerja (Gaer dalam Santyasa, 2006). Pembelajaran berbasis proyek dapat dikenali dari
karakteristiknya yang memiliki empat dimensi yaitu: isi, kondisi, aktivitas, dan hasil (Santyasa,
2011).
a. Isi
Isi difokuskan pada ide-ide siswa yaitu membentuk gambaran sendiri dari topik
dan persoalan yang rumit dengan mengikuti aspek pembelajaran yang sesuai dengan
minat dan bakat pebelajar. Isi pembelajaran diarahkan pada: (1) masalah kompleks, (2)
b. Kondisi
dalam mengelola tugas dan waktu belajar. Pebelajar bekerja atas topik-topik yang relevan.
Selama pembelajaran berbasis proyek guru tidak lagi menguasai pembelajaran, namun kondisi
pembelajaran didominasi oleh pebelajar yang memiliki otonomi belajar. Indikator kondisi
tersebut antara lain: (1) pebelajar mempunyai kesempatan melakukan inquiry dalam konteks
masyarakat, (2) pebelajar mampu mengelola waktu secara efektif dan efisien, (3) pebelajar
belajar penuh dengan kontrol diri, dan (4) pebelajar mensimulasikan kerja secara profesional.
c. Aktivitas
Pembelajaran berbasis proyek adalah suatu strategi yang efektif dan menarik yaitu dalam
untuk mempelajari ide-ide yang realistis, mempergunakan kecakapan untuk berbagai konteks,
dan menggabungkan kecakapan tersebut dalam melengkapi tugas-tugas profesional. Ciri utama
aktivitas dalam pembelajaran berbasis proyek adalah investigasi kelompok secara kolaboratif.
Indikator aktivitas antara lain: (1) siswa berinvestigasi selama periode tertentu, (2) pebelajar
teknologi otentik dalam memecahkan masalah, dan (5) pebelajar melakukan umpan balik
mengenai gagasan mereka berdasarkan respon ahli atau dari hasil tes.
d. Hasil
Hasil pembelajaran berbasis proyek adalah produk nyata. Indikator hasil dari
pembelajaran berbasis proyek antara lain: (1) pebelajar menunjukkan produk nyata
berdasarkan hasil investigasi mereka, (2) pebelajar melakukan evaluasi diri, (3) pebelajar
responsif terhadap segala implikasi dari kompetensi yang dimilikinya, dan (4) pebelajar
(pemahaman konsep), akademik (pemecahan masalah, inkuiri, regulasi belajar, dan vokasional
(membuat produk, menyusun kebijakan publik, menyusun, dan melaksanakan rencana aksi,
dan sebagainya).
berdasarkan paradigma konstruktivistik yang melibatkan pebelajar secara aktif selama belajar.
aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan akhirnya akan menghasilkan
proyek. Thomas (2000: 3) menyatakan lima prinsip pembelajaran berbasis proyek yaitu
prinsip ini yang membedakan keunikan pembelajaran berbasis proyek dengan pembelajaran
berbasis masalah.
Pertama, prinsip sentralistis (centrality) menegaskan bahwa proyek merupakan esensi dari
kurikulum. Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran, di mana pebelajar belajar konsep
utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. Oleh karena itu, kerja proyek bukan
merupakan praktik tambahan dan aplikasi praktis dari konsep yang sedang dipelajari, melainkan
menjadi sentral kegiatan pembelajaran di kelas. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan
dapat dilaksanakan secara optimal. Melalui proyek ini pebelajar akan mengalami dan belajar
konsep-konsep.
pengerjaan proyek berfokus pada pertanyaan atau permasalahan yang dapat mendorong
pebelajar untuk berjuang memperoleh konsep atau prinsip utama suatu bidang tertentu. Kaitan
antara pengetahuan konseptual dengan aktivitas nyata dapat ditemui melalui pengajuan
pertanyaan (Blumenfeld et al dalam Thomas, 2000: 3). Jadi dalam hal ini pengerjaan proyek
sebagai motivasi eksternal yang mampu menumbuhkan motivasi internal pebelajar dalam
mengerjakan tugas-tugas.
penemuan masalah, pemecahan masalah, discovery atau penemuan, dan pembentukan model.
Kegiatan pembelajaran berbasis proyek juga mencakup proses transformasi dan konstruksi
pengetahuan (Bereiter & Scardamalia dalam Thomas, 2000: 4). Jika kegiatan utama dalam
kerja proyek tidak menimbulkan masalah bagi pebelajar, atau permasalahan itu dapat
dipecahkan oleh pebelajar melalui pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, maka kerja proyek
itu sekadar “latihan”, bukan proyek dalam konteks pembelajaran berbasis proyek. Oleh karena
itu, penentuan jenis proyek haruslah dapat mendorong pebelajar untuk mengkonstruksi
pengetahuan sendiri guna memecahkan persoalan yang dihadapinya. Pengajar dituntut mampu
merancang suatu proyek yang menumbuhkan rasa ingin meneliti, rasa untuk berusaha
pebelajar bebas menentukan pilihannya sendiri, bekerja dengan sedikit pengawasan, dan
bertanggung jawab. Pengajar hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator untuk
Kelima, prinsip realistis (realism) berarti bahwa proyek merupakan sesuatu hal yang
nyata. Pembelajaran berbasis proyek harus dapat memberikan perasaan realistis kepada
pebelajar, termasuk dalam memilih topik, tugas, dan peran konteks kerja, kolaborasi kerja,
membedakan antara tantangan akademis, tantangan yang dibuat-buat, dan tantangan nyata.
Pembelajaran berbasis proyek mengandung tantangan yang berfokus pada permasalahan yang
otentik (bukan simulasi), bukan yang dibuat-buat, dan solusinya dapat diimplementasikan di
lapangan. Pengajar harus mampu merancang proses pembelajaran yang nyata dan hal ini bisa
dilakukan dengan mengajak pebelajar belajar pada dunia kerja yang sesungguhnya dan mampu
menggunakan dunia nyata sebagai sumber belajar bagi pebelajar. Kegiatan ini akan dapat
oleh The George Lucas Educational Foundation (2005) terdiri atas kegiatan berikut.
a. Dimulai dengan Pertanyaan Esensial
pertanyaan ini nantinya akan membentuk sebuah tema proyek. Tema yang diangkat mesti
sesuai dengan realitas dunia nyata dan relevan untuk para pebelajar. Menurut Santyasa
(2011: 169) tema proyek hendaknya memenuhi indikator-indikator (1) memuat gagasan umum
dan orisinal, (2) penting dan menarik, (3) mendeskripsikan masalah kompleks, (4)
mencerminkan hubungan berbagai gagasan, dan (5) mengutamakan pemecahan masalah ill
defined.
b. Merencanakan Proyek
diharapkan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan
main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial
dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat
dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek. Santyasa (2011:
169) menyatakan pengalaman belajar terkait dengan merencanakan proyek adalah (1)
membaca, (2) meneliti, (3) mengorbservasi, (4) mewawancarai, (5) merekam, (6) mengunjungi
c. Membuat Jadwal
menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk
dengan proyek, dan (5) meminta pebelajar untuk membuat penjelasan (alasan) tentang
di setiap proses. Mempermudah proses monitoring, perlu dibuat sebuah rubrik yang dapat
e. Penilaian Proyek
pembelajaran. Penilaian ini juga bertujuan untuk mengetahui kemajuan belajar masing-masing
pebelajar, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai
f. Evaluasi Pengalaman
terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan
baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini pebelajar diminta untuk
dan pebelajar mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses
pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry)
akan mengalami kendala. Kendala itu cenderung bersumber dari pebelajar. Kurangnya
pemahaman terhadap proyek dapat menyebabkan pebelajar tidak tahu apa yang harus
dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannnya. Ewdards Deming (dalam Jonhson, 2011:
293) mengatakan bahwa agar pebelajar dapat menyelesaikan sebuah proyek dengan sukses,
maka sebaiknya mereka dibiasakan menjalankan kegiatan arrange (mengatur), begin (memulai)
secara bertahap. Mulai arrange yaitu pebelajar mesti mengetahui tujuan belajarnya,
memutuskan proyek yang akan dikerjakan, mengatur waktu sebaik-baiknya. Salanjutnya, begin
yaitu mulai mengerjakan proyek yang sudah diputuskan. Sambil bekerja, pebelajar melakukan
perubahan (change) yang akan memperkuat dan memperbaiki proyek dan yang terakhir
menunjukkan (demonstrate) apa yang telah dicapai pebelajar dalam menyelesaikan proyek.
Penelitian yang dilakukan oleh Bas (2011) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara skor posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok
eksperimen yang belajar dengan pendekatan project based learning ternyata lebih efektif dari
pada pembelajaran yang didasarkan pada buku teks. Berdasarkan hasil penelitian pembelajaran
berbasis proyek juga telah dapat mengembangkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran.
Hal ini dibuktikan oleh skor rata-rata sikap pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan
dengan skor rata-rata sikap pada kelompok kontrol. Dampak pembelajaran berbasis proses
berkaitan dengan tanggung jawab dan peran aktif siswa. Pembelajaran berbasis proyek
dengan menerima ide-ide yang berbeda dan memahami sudut pandang orang lain dan
menegosiasikan solusi. Keterampilan ini yang diperlukan dalam dunia nyata, sehingga berimbas
bahasa Inggris menunjukkan bahwa pencapaian prestasi belajar bahasa Inggris melalui
kelompok PjBL lebih baik daripada kelompok tradisional. PjBL ternyata memberikan dampak
positif untuk meningkatkan kinerja belajar siswa. Iklim PjBL membuat siswa lebih mudah
memahami pelajaran dan siswa memiliki sikap yang baik terhadap pembelajaran. Berikut adalah
kutipan salah satu subjek penelitian yang mengikuti pembelajaran dengan model PjBL. “Ini
merupakan metode baru di kelas bahasa Inggris, dan saya merasa senang dan tidak pernah
merasa bosan karena guru menyediakan berbagai kegiatan belajar di kelas. Saya bisa lebih
mudah mengingat kosakata tanpa pengulangan”. PjBL membantu mereka meningkatkan kerja
sama tim. Kerja sama tim mendorong siswa saling membantu satu sama lain, berkembangnya
sikap toleran dalam kelompok, dan usaha bersama untuk menyelesaikan tugas.
perbandingan pendapat antara guru dan siswa tentang pembelajaran berbasis proyek untuk
untuk menyelidiki apakah guru dan siswa setuju bahwa PjBL membantu siswa belajar
mengembangkan komunikasi yang lebih efektif dengan sikap positif. Subyek dalam penelitian
ini adalah siswa SMA dari Sekolah Darunsikkhalai-Bangkok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
guru dan siswa memiliki titik pandang yang sama bahwa menggunakan PjBL dapat membantu
siswa memahami isi pembelajaran dengan mudah dan membuat mereka lebih tertarik untuk
belajar komunikasi. PjBL juga membantu menciptakan suasana yang positif ketika pembelajaran
berlangsung. Kesimpulannya, PjBL dapat membantu siswa belajar komunikasi yang lebih efektif
yang diawali dengan tumbuhnya sikap positif dan guru merasa puas menerapkan model PjBL di
kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Tumbuhnya sikap positif tersebut ditandai
dengan sebagian besar siswa terusik untuk berpartisipasi secara aktif daripada hanya duduk di
kelas mendengarkan ceramah guru atau hanya melakukan latihan. Sikap ini membantu siswa
lebih mudah memahami pelajaran dan juga mendorong mereka untuk mengembangkan
keterampilan. Dengan demikian, apa yang menjadi tujuan pembelajaran yaitu dikuasainya
Secara etimologi media berasal dari Bahasa Latin, merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang berarti tengah, perantara, atau pengantar. The Association for Educational
Communication and Technology (AECT) (dalam Asyhar, 2011: 4) media mendefinisikan media
sebagai segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan informasi. Mengkaji definisi media
menurut AECT, nampak bahwa media memiliki peran penting dalam kegiatan komunikasi.
Media menjadi sarana yang digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim pesan
sebagai segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan, misalnya media cetak, media elektronik
(film, video) (Brigg dalam Rohani, 1997: 2). Jadi, pengertian media dapat disimpulkan sebagai
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari komunikator ke
komunikan.
Gagne (dalam Sadiman et al., 2006: 6) menyatakan media pembelajaran adalah berbagai
jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Definisi ini
menekankan bahwa segala sesuatu baik itu benda hidup dan benda mati dapat dijadikan
sebagai media. Benda tersebut dapat dibilang media pembelajaran jika mampu membawa
pesan-pesan atau informasi yang bertujuan membelajarkan. Ely dan Gerlach (dalam Rohani,
1997: 2) mendefinisikan media pembelajaran dalam arti sempit dan dalam arti luas. Arti sempit
media pembelajaran adalah grafik, foto, alat mekanik, dan elektronik yang digunakan untuk
menangkap, memproses serta menyampaikan informasi. Arti luas media pembelajaran adalah
kegiatan yang dapat menciptakan suatu kondisi, sehingga memungkinkan peserta didik dapat
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru. Berdasarkan kedua pendapat ahli,
dapat disimpulkan media pembelajaran adalah segala bentuk dan saluran yang dapat
Istilah multimedia menurut Mayer (2001) mempresentasikan dua unsur yaitu teks (lisan
atau tercetak) dan gambar (ilustrasi, foto, animasi, atau video). Teks dapat disajikan dengan
kata-kata berupa narasi. Gambar dapat disajikan dengan animasi. Kata-kata dalam buku teks
dapat disajikan sebagai teks cetak dan gambar dapat disajikan sebagai ilustrasi. Ahli lain Robin
dan Linda (dalam Suyanto, 2003) menyatakan bahwa multimedia merupakan alat yang dapat
menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang mengkombinasikan teks, grafik,
animasi, audio, dan gambar video. Berdasarkan kedua definisi di atas dapat disimpulkan
multimedia adalah kombinasi teks, grafik, animasi, audio, dan video untuk mempresentasikan
suatu pesan.
Multimedia terbagi menjadi dua kategori yaitu multimedia linier dan multimedia interaktif.
Multimedia linier adalah suatu multimedia yang tidak dilengkapi dengan alat pengontrol apapun
yang dapat dioperasikan oleh pengguna. Multimedia ini berjalan sekuensial (berurutan),
contohnya TV dan film. Multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang dilengkapi dengan
alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa
yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Contoh multimedia interaktif yaitu multimedia
pembelajaran sebagai suatu paket bahan belajar yang diwujudkan dalam beberapa bentuk
media, tetapi hanya membahas atau berhubungan dengan suatu topik khusus (pokok bahasan)
saja dan dibentuk dalam satu kesatuan yang terintegrasi dan menyeluruh. Wahono et al
dalam proses pembelajaran untuk menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan dan sikap)
serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan belajar sehingga terjadi
proses belajar secara sengaja, bertujuan, dan terkendali. Mayer (2001) menyatakan multimedia
pembelajaran adalah penyajian kata-kata dan gambar yang dimaksudkan untuk meningkatkan
terjadinya proses belajar. Dapat disimpulkan multimedia pembelajaran adalah suatu paket
bahan belajar yang digunakan untuk menyampaikan pesan (pengetahuan, keterampilan, dan
sikap) menggunakan teks, gambar, animasi, audio, dan video sehingga mendorong terjadinya
proses belajar.
kegunaannya dapat dibedakan menjadi dua yaitu multimedia presentasi pembelajaran dan
bantu guru dalam proses pembelajaran di kelas dan tidak menggantikan guru secara
keseluruhan. Pesan dalam multimedia presentasi pembelajaran berupa poin-poin materi yang
disajikan (explicit knowledge) dan bisa saja ditambahi dengan multimedia linear berupa film dan
video untuk memperkuat pemahaman siswa. Software yang bisa digunakan mengembangkan
dimanfaatkan oleh siswa secara mandiri alias tanpa bantuan guru. Multimedia pembelajaran
mandiri harus dapat memadukan explicit knowledge (pengetahuan tertulis yang ada di buku
dan artikel) dan tacit knowledge (know how, rule of thumb, dan pengalaman guru). Tentu
karena menggantikan guru, harus ada fitur assessment untuk latihan, ujian, dan simulasi
siswa lingkungan belajar yang fleksibel, di mana dan kapan pun siswa dapat mempelajari
materi sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing. Software yang dapat digunakan
mengembangkan multimedia pembelajaran mandiri adalah adobe captivate, adobe flash, dan
lain-lain.
pengembangan suatu multimedia pembelajaran. Dilihat dari sisi desain pembelajaran, terdapat
beberapa hal yang sifatnya normative dan penting untuk dipertimbangkan dalam pembuatan
dikelompokkan ke dalam dua komponen, yaitu: 1) komponen pembuka sebagai pemicu atau
Pertama, komponen pembuka sebagai pemicu. Kesan pertama siswa membuka atau
pembelajaran. Komponen pembuka memiliki peranan yang sangat penting karena dapat
dijadikan alat untuk menarik perhatian siswa untuk belajar. Terdapat tiga aspek penting dalam
apersepsi.
a. Judul Multimedia Pembelajaran
Judul merupakan titik awal sebagai penarik perhatian siswa. Siswa pertama kali
memegang CD pembelajaran, yang dilihat pasti judul. Rumusan judul tidak mesti ditulis dengan
kalimat yang kaku. Judul dapat ditulis dengan kalimat yang menantang dan menarik. Tujuan
pembelajaran dirumuskan secara jelas. Rumusan tujuan pembelajaran yang jelas akan dapat
membantu siswa mengetahui manfaat yang diperoleh setelah ia mencapai tujuan pembelajaran.
Apersepsi berfungsi untuk mengkaitkan apa yang telah diketahui atau dialami oleh siswa
dengan apa yang akan dipelajari dalam multimedia pembelajaran. Kontekstual apersepsi sangat
penting, karena menghubungkan pengetahuan siswa dengan pengetahuan yang akan dipelajari
dalam multimedia. Hubungan ini membuat siswa merasa diajak berkomunikasi dengan media.
Jika perlu apersepsi menggunakan bahasa yang menantang dan sedikit memprovokasi dalam
artian positif.
b. Komponen inti
Komponen ini memuat beberapa hal yaitu: 1) uraian yang komunikatif, 2) menggunakan
contoh, ilustrasi atau analogi, 3) latihan, tes, dan umpan balik korektif, 4) pemilihan media
yang relevan, 5) relevansi dan konsistensi antara latihan/tes dan materi dengan tujuan
gambar, audio, video, animasi, maupun simulasi bersifat proporsional. Multimedia pembelajaran
tidak didominasi oleh teks. Uraian menggunakan bahasa yang tepat, padat, komunikatif, dan
sesuai dengan tingkat pengetahuan siswa. Cara penyajian atau pembahasan materi seolah-olah
kontekstual. Uraian komunikatif saja belumlah cukup. Diperlukan sentuhan kreatif dengan
memberikan contoh, analogi atau ilustrasi yang relevan, baik gambar, animasi, video, simulasi,
dan lain-lain. Penyajian contoh dilakukan untuk memudahkan atau memperdalam pemahaman
siswa.
Ketiga, latihan, tes, dan umpan balik korektif yang mutlak diperlukan dalam multimedia
pembelajaran. Biasanya latihan dan tes dibuat dalam bentuk tes objektif (pilihan ganda, benar
salah, menjodohkan, dan lain-lain) maupun tes uraian. Jenis tes ditentukan berdasarkan
rumusan tujuan pembelajaran atau tipe pengetahuan. Jika tujuan pembelajaran siswa dapat
menjelaskan proses produksi film. Jenis tes yang tepat adalah tipe uraian atau essay. Umpan
balik, dalam latihan dan tes diberikan dalam bentuk reinforcement berupa kata-kata “anda
benar”, ulangi sekali lagi”. Jika jawaban siswa salah maka program multimedia pembelajaran
memberikan respon “anda belum tepat”. Respon ini lebih memotivasi dan humanis ketimbang
Misalnya, materi berupa prosedur mengoperasikan kamera, akan lebih baik bila disajikan
dengan video dari pada dengan teks saja. Oleh karena itu, pemilihan media yang tepat dan
lainnya, menjelaskan proses terjadinya gunung meletus, akan lebih baik menggunakan animasi
Kelima, relevansi dan konsistensi antara latihan atau tes dan materi dengan tujuan
materi dan jenis latihan atau tes. Oleh sebab itu, materi, latihan, dan tes harus mengacu pada
tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Pemilihan materi sebaiknya dipilih yang benar-
benar perlu sehingga siswa tidak terjebak pada materi yang tidak terlalu prinsip untuk dipelajari
apalagi tidak relevan dengan tujuan pembelajaran. Begitu juga latihan dan tes mengukur secara
proporsional setiap tujuan pembelajaran. Perumusan latihan dan tes dapat dimulai dengan
penentuan jenis teknik evaluasi dan penyusunan kisi-kisi soal didasarkan pada tujuan
pembelajaran.
kesempatan kepada siswa untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri. Carannya antara
lain: 1) memperbanyak game, simulasi atau link ke alamat-alamat situs yang dapat memberikan
informasi tambahan. 2). Mengajak siswa berpikir terlebih dahulu, sebelum menjelaskan.
kalimatnya sendiri, sebelum disajikan definisi menurut pendapat beberapa ahli. 3) Memberikan
umpan balik korektif. 4). Mulai dengan pertanyaan seperti “tahukah anda?” “mengapa”. 5).
Memberikan siswa kesempatan untuk menentukan sendiri hal apa yang mereka lakukan terlebih
dahulu. Misalnya, mengerjakan latihan sebelum mempelajari materi atau mempelajari topik
kedua sebelum topik pertama. 6). Menggunakan navigasi yang jelas dan konsisten. Navigasi
yang jelas akan memudahkan siswa mengakses materi maupun komponen-komponen lainnya.
Kekonsistenan navigasi bertujuan agar siswa tidak bingung terhadap fungsi navigasi (Wahono
et al., 2007).
yang akan dikonstruksi siswa. Format multimedia dapat dibedakan menjadi lima yaitu format
tutorial, driil, simulasi, percobaan atau eksperimen, dan permainan atau game (Schwier &
a. Tutorial
sebagaimana layaknya tutorial yang dilakukan oleh guru. Informasi yang berisi suatu
konsep disajikan dengan teks, gambar, baik diam atau bergerak dan grafik. Pada saat
tugas.
Model ini dapat menyajikan pembelajaran secara interaktif antara siswa dan
komputer. Materi belajar diajarkan, dijelaskan dan diberikan penguatan melalui interaksi
tersebut. Pada umumnya model tutorial ini digunakan untuk menyajikan informasi yang
relatif baru bagi siswa, keterampilan tertentu, informasi atau konsep. Segala sesuatu
mengetahui tingkat pemahaman siswa, model tutorial ini dilengkapi dengan pertanyaan
Secara umum struktur format tutorial yaitu dimulai dari: a) pendahuluan berisi
informasi tentang tujuan yang diharapkan dari siswa, b) penyajian materi disertai
dengan beberapa pertanyaan, c) pertanyaan dan respon yang diberikan oleh siswa
dinilai dan sekaligus sebagai umpan balik yang digunakan untuk menampilkan kinerja
pada topik-topik berikutnya. Bila hasil yang dicapai belum mencapai standar, maka
diadakan remedial, jika baik maka dilanjutkan pada materi berikutnya, begitu
seterusnya sampai materi yang akan disampaikan selesai. Jika materi telah selesai,
selanjutnya adalah penutup yang berisi informasi rangkuman dari keseluruhan materi
yang disampaikan. Contoh tampilan format tutorial terjadi pada gambar 2.3.
b. Drill
Format drill digunakan untuk melatih siswa agar memiliki kemahiran dalam suatu
keterampilan atau memperkuat penguasaan suatu konsep. Model ini lebih memberi penekanan
pada bagaimana siswa berlatih menguasai materi dengan banyak melakukan latihan atau
praktik. Siswa diberikan kesempatan yang luas untuk melatih keterampilannya hingga siswa
merasa bahwa suatu konsep yang ia pelajari terkuasai dengan baik. Program menyediakan
serangkaian soal atau pertanyaan yang biasanya ditampilkan secara acak, sehingga setiap kali
digunakan, soal atau pertanyaan yang tampil selalu berbeda atau paling tidak dalam kombinasi
yang berbeda. Soal inilah yang berfungsi melatih penguasaan siswa terhadap suatu konsep.
Format drill dilengkapi kunci jawaban beserta penjelasannya sehingga siswa bisa
memahami konsep dengan baik. Pada akhir pembelajaran siswa dapat melihat skor yang
dicapai sebagai indikator tingkat kemampuan memecahkan soal atau masalah yang diajukan.
Misalnya, drill tentang perkalian. Siswa diberikan soal, kemudian siswa harus segera
menjawabnya. Apabila jawaban siswa benar selanjutnya akan diberikan soal berikutnya. Apabila
siswa menjawab salah segera diberikan umpan balik oleh program. Contoh tampilan multimedia
c. Simulasi
masukan data dari siswa. Selanjutnya program memberikan respon atas dasar masukan yang
konsekuensi yang membahayakan atau menghabiskan biaya yang mahal. Pada dasarnya format
simulasi mencoba memberikan pengalaman masalah dunia nyata yang sajikan secara maya.
Misalnya, mensimulasikan tsunami. Jika memasukkan angka 10, maka akan membentuk
gelombang tsunami yang tinggi. Contoh tampilan format simulasi tersaji pada Gambar 2.5.
Format eksperimen mirip dengan format simulasi, namun lebih ditujukan pada kegiatan-
menyediakan serangkaian peralatan dan bahan, kemudian siswa bisa melakukan percobaan
ditutup menggunakan penutup berwarna dan penutup bening. Apabila siswa memilih penutup
bening tanaman akan tumbuh ke sumber cahaya. Jika siswa memilih penutup berwarna, maka
tanaman akan tetap tumbuh ke atas. Contoh ini nampak seperti Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Contoh Format Eksperimen
e. Permainan (Game)
penguatan atas kompetensi yang sudah dipelajari, konsep dan informasi. Format permainan ini
harus memberikan penekanan untuk pengembangan, penguatan dan penemuan hal baru bagi
siswa dalam belajar. Permainan tetap mengacu pada proses pembelajaran. Program multimedia
berformat ini diharapkan terjadi aktifitas belajar sambil bermain. Pengguna tidak merasa bahwa
mereka sesungguhnya sedang belajar. Biasanya format game berkaitan dengan tujuan khusus
yang melibatkan penilaian atau kompetisi. Misalnya, game mengenal provinsi di Indonesia.
Game menyajikan nama provinsi, selanjutnya siswa mengklik gambar pulau provinsi. Apabila
benar memperolah skor. Jika siswa salah, maka skornya dikurangi. Contoh tampilan format
D. Bahan Ajar
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau
instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas (National Centre for Competency
Based Training dalam Prastowo, 2011). Bahan ajar dimaksud bisa berupa bahan tertulis
maupun tak tertulis. Definisi lainnya menyebutkan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi
atau substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, yang
menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasi peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran (Depdiknas, 2010). Berdasarkan dua pengertian bahan ajar dapat disimpulkan
bahan ajar merupakan segala bahan baik tertulis maupun tidak tertulis yang disusun secara
sistematis dan menampilkan kompetensi yang akan dikuasi peserta didik dalam pembelajaran.
Contoh bahan ajar adalah buku pelajaran, modul, handout, lembar kerja siswa (LKS), model
atau maket, bahan ajar audio, bahan ajar interaktif, dan sebagainya. Apabila ada kasus seperti
buku atau program audio, video, serta komputer berisi materi pelajaran yang dengan sengaja
disusun secara sistematis, walaupun dijual di pasaran bebas, bahan-bahan tersebut dapat
dinamakan bahan ajar. Jika bahan-bahan tersebut tidak dirancang secara sistematis, maka
tidak bisa disebut sebagai bahan ajar, walaupun bahan-bahan tersebut mengandung materi
Pentingnya pembuatan bahan ajar bermula dari fungsi pembuatan bahan ajar.
Memperhatikan fungsi bahan ajar merupakan hal yang sangat penting mengingat pembuatan
bahan ajar memiliki kontribusi yang besar bagi keberhasilan proses pembelajaran. Menurut
Depdiknas (2010) fungsi pembuatan bahan ajar ada dua yaitu berdasarkan pihak yang
menggunakan bahan ajar dan fungsi bahan ajar menurut strategi pembelajaran yang
digunakan. Pertama, berdasarkan pihak yang menggunakan ada dua yaitu bagi pendidik dan
peserta didik. Bagi pendidik fungsi bahan ajar yaitu: a) menghemat waktu pendidik dalam
pembelajaran, b) mengubah peran pendidik dari seorang pengajar menjadi seorang fasilitator,
c) meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif, d) sebagai pedoman
bagi pendidik yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan
merupakan substansi kompetensi yang semestinya diajarkan kepada peserta didik, e) sebagai
alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran. Bagi peserta didik bahan ajar
berfungsi antara lain: a) peserta didik dapat belajar secara mandiri, b) peserta didik dapat
belajar kapan saja dan di mana saja, c) peserta didik dapat belajar sesuai dengan kecepatan
masing-masing, d) peserta didik dapat belajar menurut urutan yang telah dipilihnya sendiri, e)
membantu mengembangkan potensi peserta didik menjadi pelajar yang mandiri, dan f) sebagai
pedoman bagi peserta didik yang akan mengarahkan semua aktivitas dalam proses
Kedua, fungsi bahan ajar menurut strategi pembelajaran yang digunakan fungsi bahan
ajar dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu fungsi dalam pembelajaran klasikal, fungsi dalam
pembelajaran individu, dan fungsi dalam pembelajaran kelompok. Fungsi bahan ajar dalam
pembelajaran klasikal yaitu: a) sebagai satu-satunya sumber informasi serta pengawas dan
pengendali proses pembelajaran (dalam hal ini peserta didik bersifat pasif dan belajar sesuai
pembelajaran. Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran individu yaitu: a) sebagai media utama
dalam proses pembelajaran, b) sebagai alat yang digunakan untuk menyusun dan mengawasi
proses peserta didik dalam memperoleh informasi, dan c) sebagai penunjang media
pembelajaran individual lainnya. Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran kelompok yaitu: a)
sebagai bahan yang terintegrasi dengan proses pembelajaran kelompok dengan cara
memberikan informasi tentang latar belakang materi, informasi tentang peran orang-orang
yang terlibat dalam belajar kelompok, serta petunjuk tentang proses pembelajaran
kelompoknya sendiri, dan b) sebagai bahan pendukung bahan belajar utama dan apabila
Bahan ajar memiliki beragam klasifikasi, bentuk, maupun jenisnya. Bahan ajar menurut
sifatnya dapat dibedakan menjadi empat jenis. Pertama, bahan ajar berbasis cetak, misalnya
buku, pamflet, panduan belajar siswa, bahan tutorial, buku kerja, peta, chart, foto bahan dari
majalah serta koran dan lain sebagainya. Kedua, bahan ajar berbasis teknologi misalnya kaset
audio, siaran radio, slide, filmstrips, film, kaset video, siaran televisi, video interaktif, computer
based tutorial, dan multimedia. Ketiga, bahan ajar yang digunakan untuk praktik atau proyek
misalnya kit sains, lembar observasi, lembar wawancara, dan lain sebagainya. Keempat, bahan
ajar yang dibutuhkan untuk keperluan interaksi manusia (terutama untuk keperluan pendidikan
jarak jauh), misalnya telepon, video conferencing, dan lain sebagainya (Rowntree dalam
Prastowo, 2011).
Bahan ajar multimedia adalah media pembelajaran yang berbasis teknologi multimedia
(Asyhar, 2011: 172). Menurut Depdiknas (2010) bahan ajar berbasis multimedia atau
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) adalah bahan ajar yang disusun dan
dikembangkan dengan menggunakan alat bantu TIK untuk mengolah data, termasuk
untuk menghasilkan informasi yang berkualitas. Oleh karena itu penggunaan bahan ajar
berbasis TIK sebagai bahan ajar multimedia menjadi salah satu pilihan yang baik untuk
pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahan ajar
multimedia adalah bahan ajar yang disusun dan dikembangkan menggunakan TIK yang
Bahan Ajar TIK sebagai bahan ajar multimedia memiliki karakteristik yang berbeda
dengan bahan ajar biasa seperti buku, modul maupun handout. Karakteristik umum bahan ajar
ini adalah dalam hal penggunaan TIK untuk penyusunan maupun penggunaannya. Menurut
Depdiknas (2010) keunggulan bahan ajar TIK sebagai bahan ajar multimedia yaitu: a) aktifitas
pembelajaran menjadikan siswa lebih aktif, dengan adanya bahan ajar berbasis TIK, b)
peran pendidik tidak lagi sebagai sumber belajar utama, tetapi akan kolaborasi dengan
peserta didik dan terkadang peserta didik akan menjadi sumber belajar, c) penampilan
keberhasilan, memberikan kemudahan bagi pendidik dalam proses pembelajaran untuk
menjelaskan hal-hal yang abstrak, dan d) penggunaan teknologi, proses pembelajaran lebih
Setiap format bahan ajar multimedia memiliki karakteristik tertentu dan kriteria bahan
ajar multimedia yang baik ditentukan oleh karakteristinya. Namun secara umum dapat
digambarkan beberapa kriteria bahan ajar multimedia yang baik. Pertama, tampilan bahan ajar
multimedia harus menarik baik dari sisi bentuk gambar maupun kombinasi warna yang
digunakan. Aspek daya tarik sangat penting karena akan mempengaruhi sasaran menggunakan
bahan ajar. Kedua, narasi atau bahasa harus jelas dan mudah dipahami oleh peserta didik.
Penggunaan istilah perlu disesuaikan dengan pengguna bahan ajar agar pembelajaran dapat
berlangsung efektif. Ketiga, materi disajikan secara interaktif artinya memungkinkan partisipasi
dari peserta didik. Bahan ajar tidak semata menyajikan informasi akan tetapi mampu
menggugah hati peserta didik untuk terlibat aktif melalui masalah-masalah maupun pertanyaan-
pertanyaan yang dirancang dalam bahan ajar. Keempat, kebutuhan untuk mengakomodasi
berbagai gaya belajar yang berbeda. Bahan ajar multimedia mampu memfasilitasi siswa yang
memiliki gaya belajar visual, auditori, maupun kinestetik sehingga semua peserta didik dapat
menikmati proses belajarnya. Kelima, bahan ajar sesuai dengan karakteristik siswa, karakteristik
materi, dan tujuan yang ingin dicapai. Kesesuaian ini akan mempengaruhi efektivitas dan
efisiensi bahan ajar dalam implementasinya. Keenam, dimungkinkan untuk digunakan sebagai
salah satu media pembelajaran, dalam arti sesuai dengan sarana pendukung yang tersedia.
Bahan ajar multimedia mampu menyajikan materi secara konkret. Fitur multimedia seperti
video maupun animasi dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan materi secara
nyata. Ketujuh, memungkinkan ditampilkan suatu virtual learning environment (lingkungan
belajar virtual) seperti web-based application. Kedelapan, proses pembelajaran adalah suatu
kontinuitas utuh, bukan sporadik dan kejadian terpisah-pisah (disconnected events) (Asyhar,
2011).
Kegiatan penyusun bahan ajar tergantung dari karakteristik materi yang akan
kaidah-kaidah yang baku dalam penyusunan bahan ajar. Secara umum struktur bahan ajar
standar kompetensi dan kompetensi dasar, 4) indikator pencapaian, 5) materi pokok, 6) latihan
Pertama, identitas meliputi judul, kelas, semester dan identitas penyusun. Pada umumnya
judul bahan ajar, kelas, semester dan identitas terletak pada halaman muka (beranda). Hal
ini penting diperhatikan agar memudahkan pemakai dalam memilih bahan ajar yang akan
digunakan. Penetapan judul bahan ajar biasanya diturunkan dari standar kompetensi,
kompetensi dasar atau materi pokok sesuai dengan besar kecilnya materi. Kedua, petunjuk
pembelajaran dituliskan secara jelas agar peserta didik mudah dalam menggunakannya. Ketiga,
standar kompetensi dan kompetensi dasar harus diinformaskan dalam bahan ajar yang disusun
karena sebagai acuan bagi pemakai mengenai kompetensi yang harus dicapai peserta didik
didik setelah mempelajari materi yang ada pada bahan ajar. Indikator pencapaian lebih
menekankan pada aspek hasil belajar yang merupakan tahapan untuk mencapai kompetensi
sesuai dengan standar kompetensi maupun kompetensi dasarnya. Berdasarkan indikator
digunakan rumus ABCD (audience, behavior, condition, dan degree). Audience adalah siapa
yang menjadi target, sasaran, atau pebelajar yang akan mencapai tujuan. Behavior yaitu
kompetensi yang diharapkan tercapai atau dikuasai oleh sasaran atau pebelajar. Behavior
menggunakan kata kerja operasional. Tujuannya supaya perilaku pebelajar dapat diamati dan
diukur. Condition adalah situasi atau proses yang menggambarkan pebelajar mencapai
kompetensi yang telah ditetapkan sebagaimana terumuskan pada behavior. Degree adalah
tingkat kemampuan atau kompetensi yang ingin dikuasai oleh pebelajar. Contoh tujuan
kamera melalui media video dan praktek langsung dengan tepat”. “Siswa” adalah audience,
“dapat mengoperasikan kamera adalah behavior”, “melalui media video dan praktek langsung”
Kelima, menulis materi pokok. Materi bahan ajar harus memperhatikan tingkat
interaktivitas bahan ajar yang disusun. Pengorganisasian materi bahan ajar harus
mencerminkan aspek yang dilihat dari: a) kompleksitas materi yang dikembangkan dari
pendukungnya, b) urgenitas artinya materi inti harus dikembangkan lebih dulu dari pada
yang runtut terhadap pemahaman konsep. Penyusunan materi yang tidak runtut
menyulitkan peserta didik dalam memahami hubungan antar konsep dan sulit memetakan
dalam pikiran. Memulai menulis materi ada tiga pertanyaan yang harus dijawab guna
menentukan keluasan dan kedalaman materi yaitu: 1). Apa yang harus diketahui peserta didik
setelah membaca materi? 2). Apa yang sebaiknya diketahui peserta didik setelah selesai
membaca materi? 3). Apakah ada manfaat yang peserta didik peroleh setelah mempelajari
materi? Penulisan materi di luar ketiga pertanyaan tersebut tidak akan memberikan kontribusi
Keenam, latihan soal atau pemberian contoh permasalahan merupakan hal penting
yang ada pada bahan ajar karena dapat untuk mengukur tingkat pemahaman peserta
didik terhadap materi yang diberikan pada saat pembelajaran. Pemberian contoh soal dan
permasalahan juga bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi yang ada
Ketujuh, bahan ajar yang baik harus menyertakan bahan uji kompetensi yang
disusun berdasarkan kisi-kisi yang disesuaikan dengan SK, KD, dan indikator
pencapaiannya. Soal pada uji kompetensi umumnya disertai balikan (feedback) agar
peserta didik dapat mengetahui kompetensi mana yang telah tercapai dan mana yang belum
tercapai
Kedelapan, bahan memiliki referensi. Referensi adalah acuan atau sumber materi
yang digunakan dalam penyusunan bahan ajar. Penyertaan referensi pada bahan ajar penting
untuk menghindari plagiasi dan dapat dijadikan sebagai rujukan apabila memerlukan informasi
lebih lanjut.
Mata pelajaran produksi audio dan video merupakan bagian dari kelompok pelajaran
produktif. Produksi audio dan video adalah mata pelajaran yang berorientasi utama
menghasilkan produk audio dan visual yang bermanfaat. Produk dapat dihasilkan dengan cara
video, dan 6) dapat mengevaluasi dan mempublikasikan hasil produksi (Kurikulum SMK Negeri
1 Sukasada, 2012). Sesuai kurikulum SMK Negeri 1 Sukasada, mata pelajaran produksi audio
video merupakan mata pelajaran teori dan praktek. Sejumlah teori wajib dikuasai oleh peserta
didik. Teori tersebut digunakan untuk menyelesaikan masalah yang diwujudkan dalam kegiatan
praktikum. Secara umum proses produksi audio dan video terbagi atas tiga tahap yakni 1) pra
produksi (pre production), (2) produksi (production), dan (3) pasca produksi (post production).
proporsi pembelajaran 30% teori dan 70% praktek. Penguasaan dan pendalaman teori
Penelitian yang relevan adalah penelitian yang memiliki kaitan dengan variabel penelitian
yang akan dilakukan. Adapun variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian sebagai
upaya mengatasi masalah pembelajaran yaitu bahan ajar multimedia dan pembelajaran
berbasis proyek. Penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Osman (2012) yang berjudul modul
multimedia interaktif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa modul multimedia dinilai efektif
meningkatkan prestasi belajar. Modul multimedia interaktif juga efektif meningkatkan motivasi
belajar siswa. Bahan ajar yang disajikan dengan teknologi multimedia memiliki kaitan dengan
pengembangan bahan ajar multimedia dalam penelitian sehingga juga diharapkan dapat
meningkatkan prestasi dan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran produksi audio dan
video di SMK.
yang berjudul the impact of multiple representations of content using multimedia on learning
outcomes across learning styles and modal preferences. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
siswa dapat belajar dengan baik lewat penggunaan unsur-unsur multimedia dan unsur-unsur
tersebut memudahkan siswa melakukan pemahaman dan retensi materi. Cheng (2012) juga
multimedia dapat menyajikan konsep-konsep abstrak dan mampu menyajikan visual tiga
dimensi yang sulit bila disajikan dengan buku teks. Pembelajaran multimedia memberikan siswa
pengalaman konkret dalam kegiatan observasi maupun simulasi. Interaksi siswa dan bahan ajar
otentik juga dapat meningkatkan pemahaman siswa (Neo, Neo, & Tan, 2012).
Adegoke (2011) meneliti tentang penggunaan animasi, narasi dan teks sebagai cara
ternyata mampu meningkatkan daya ingat siswa dan siswa menggunakan pengetahuannya.
Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Ogochukwu (2010). Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa presentasi multimedia mampu menarikan minat siswa, keterlibatan dalam belajar,
Nordin, Masri, dan Ahman (2010) menyatakan bahwa elemen multimedia telah membuat siswa
merasa lebih tertarik belajar. Hal yang menjadi daya tarik adalah penggunaan multimedia
seperti audio, visual maupun animasi yang memberikan pilihan belajar visual dan audio
memudahkan siswa belajar. Melalui multimedia siswa tidak hanya membaca lewat teks, siswa
juga dapat menggunakan navigasi untuk mengakses konten sesuai dengan kecepatan
belajarnya.
penelitian berjudul a learning and teaching model using project-based learning (PBL) on the
web to promote cooperative learning. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa skor rata-rata
posttest lebih tinggi dari skor rata-rata pretest pada taraf signifikansi 0,05. Ini berarti prestasi
belajar siswa meningkat setelah belajar menggunakan model pembelajaran berbasis proyek
melalui web. Begitu juga produk yang dihasilkan oleh masing-masing kelompok, semuanya
masuk kategori tinggi. Hal ini menandakan bahwa siswa memiliki pandangan positif terhadap
pengerjaan produk. Kerja sama siswa berada pada kategori tinggi. Siswa bertanggung jawab
atas tugas yang diberikan dan berbagi ide untuk mencapai keberhasilan proyek. Penelitian
sejenis juga dilakukan oleh Eskrootchi dan Oskrochi (2010) yang mengintegrasikan
menunjukkan bahwa siswa belajar secara aktif membangun pengetahuan dari kombinasi
pengalaman, interpretasi, dan interaksi terstruktur dengan teman sebaya dan guru saat
menggunakan teknologi.
Penelitian yang dilakukan oleh Memisoglu (2011) menunjukkan bahwa project based
Penelitian yang tidak jauh berbeda juga dilakukan oleh Bas (2011). Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pendekatan project based learning ternyata lebih efektif dari pada
pembelajaran yang didasarkan pada buku teks. Pembelajaran berbasis proyek juga telah dapat
berbasis proyek membuat siswa termotivasi belajar dan memungkinkan siswa membangun
pengetahuan dengan menerima ide-ide yang berbeda dan memahami sudut pandang orang
lain dan menegosiasikan solusi. Keterampilan ini yang diperlukan dalam dunia nyata, sehingga
berimbas pada sikap positif siswa terhadap pembelajaran. Menurut Aiedah dan Audrey Lee
(2012) pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan aktivitas kolaboratif. Lingkungan PjBl
membuat siswa senang dan menikmati pengerjaan proyek dan berbagai pengalaman dengan
teman sejawat. Siswa juga merasa bangga terhadap proyek yang telah dikerjakan.
G. Kerangka Berpikir
Orientasi utama lulusan SMK adalah bekerja baik itu menciptakan lapangan kerja sendiri
maupun bekerja pada dunia usaha atau dunia industri. Standar kompetensi lulusan
mempersyaratkan tamatan SMK memiliki sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
memadai untuk bekerja. Hal ini yang menyebabkan kandungan materi praktek di SMK lebih
banyak dari pada di SMA. SMK memiliki kelompok pelajaran produktif yang berorientasi
multimedia, salah bagian dari kelompok pelajaran produktif adalah mata pelajaran produksi
Tujuan mata pelajaran produksi audio video di SMK Negeri 1 Sukasada yaitu peserta didik
diharapkan memiliki kompetensi dalam hal merancang kegiatan pra produksi, produksi, dan
pasca produksi produk audio dan video. Namun kenyataannya hasil belajar siswa masih rendah
dan produk-produk yang dihasilkan siswa juga belum memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
produk hasil pembelajaran yang bermuara pada rendahnya hasil belajar siswa. Pertama,
terbatasnya bahan ajar yang relevan dengan kebutuhan siswa dan tingkat perkembangan
kognitif siswa. Bahan ajar yang ada lebih banyak berupa buku teks. Buku teks cenderung
menggunakan bahasa yang tidak familiar dengan siswa. Kelemahan lain buku teks adalah tidak
mampu menyajikan unsur multimedia seperti video, animasi, gambar, suara, dan unsur
interaktivitas. Kelemahan-kelemahan buku teks ini dapat menyebabkan siswa sulit memahami
apa yang disampaikan lewat buku teks. Kedua, siswa merasa sudah belajar apabila
menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) yang diberikan oleh gurunya di sekolah. Dampaknya
pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur. Penyelesaian PR belum cukup
untuk memahami dan mengembangkan suatu konsep secara mendalam. Ketiga, pengetahuan
berupa prosedural sulit dipahami peserta didik apabila disajikan dengan kata-kata saja.
Kesulitan yang dialami siswa dapat menurunkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran.
Keempat, siswa belum optimal melakukan kerja sama dalam menyelesaikan proyek-proyek.
Kecenderungan yang terjadi, siswa yang lebih pintar mendominasi penyelesaian proyek. Siswa
yang memiliki kemampuan rendah, hanya bisa menonton bahkan tidak bisa diajak bekerja.
Kelima, terbatasnya sarana pendukung pembelajaran seperti komputer dan peralatan perekam
audio dan video. Terbatasnya sarana pembelajaran tentu akan membatasi ruang gerak siswa
Tentunya, tidak semua masalah akan terselesaikan dengan solusi yang diajukan. Harapannya,
solusi yang ditawarkan mampu mengurangi permasalahan yang terjadi dan memberikan
dampak positif terhadap peningkatan kualitas proses sekaligus produk hasil pembelajaran.
Solusinya adalah pemanfaatan bahan ajar multimedia berbasis proyek pada pembelajaran
Bahan ajar multimedia memiliki inovasi dengan mengadopsi model project based learning.
Bahan ajar ini digunakan untuk membantu siswa secara individu membangun pengetahuan dan
selanjutnya secara kelompok menyelesaikan proyek-proyek. Bahan ajar multimedia ini berbeda
dengan bahan ajar tercetak. Dilibatkannya unsur multimedia karena materi pembelajaran lebih
banyak bercirikan pengetahuan prosedural. Selanjutnya, cara membelajarkan materi ajar pada
bahan ajar digunakan model pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran berbasis proyek
digunakan atas dasar pertimbangan yaitu ketika siswa menguasai materi secara individu
selanjutnya siswa akan diberikan topik-topik permasalahan yang terkait dengan kehidupan
sehari-hari. Memastikan permasalahan itu benar-benar masalah yang otentik, siswa perlu
berkelompok. Siswa saling bertukar pendapat, ide maupun gagasan. Ide yang telah disepakati,
memecahkan masalah. Tentunya kegiatan pembelajaran ini terkait dengan pembelajaran tatap
muka di sekolah. Dengan demikian pemahaman siswa secara individu belajar lewat bahan ajar,
Bahan ajar yang dikembangkan sebagai salah satu solusi pemecahan masalah proses
pembelajaran, diharapkan memberikan manfaat kepada pebelajar dan pengajar selaku ujung
solusi yang ditawarkan dapat diilustrasikan kerangka berpikir pada Gambar 2.8.
Berdasarkan gambar di atas, ada lima sumber yang menyebabkan rendahnya hasil
belajar siswa. Atas permasalahan tersebut, diperlukan sebuah solusi, sehingga perlu dilakukan
inovasi dalam pembelajaran. Solusi yang diajukan berupa pengembangan bahan ajar
multimedia berbasis proyek. Bahan ajar ini berlandaskan pada multimedia pembelajaran dan
pembelajaran berbasis proyek. Diimplementasikan bahan ajar multimedia di sekolah dan di luar
sekolah diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran produksi audio
BAB III
METODE PENELITIAN
Model penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (research and development).
Sugiyono (2009: 297) menyatakan metode penelitian dan pengembangan adalah metode
penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk
tersebut. Borg dan Gall (2003), menyatakan penelitian pengembangan adalah penelitian
dalam pendidikan. Richey dan Klein (2007) menyatakan design and development research as
the systematic study of design, development and evaluation processes with the aim of
establisihing an empirical basis for the creation of instructional and non-instructional products
and tools and new or enhanced models that govern their development. Definisi penelitian
desain dan pengembangan menurut Richey dan Klein memiliki tiga hal utama. Pertama,
penelitian desain dan pengembangan adalah suatu penelitian yang sistematis meliputi proses
desain, pengembangan, dan evaluasi. Kedua, tujuan penelitian adalah menetapkan dasar
empiris untuk menciptakan suatu produk dan alat baik yang bersifat pembelajaran maupun
non-pembelajaran. Ketiga, produk dan alat yang dihasilkan tersebut bisa berupa hal baru
prosedural adalah model yang bersifat deskriptif menunjukkan langkah-langkah yang harus
model Luther (dalam Sutopo, 2003). Alasan dipilihanya model Luther yaitu model Luther
memiliki karakteristik sama dengan mata pelajaran produksi audio dan video yaitu langkah-
langkah pengembangan dilakukan berurutan. Mata pelajaran produksi audio dan video
mencakup tiga konsep utama yang harus dikuasai yaitu praproduksi, produksi, dan
pascaproduksi. Konsep-konsep tersebut harus dikuasai secara bertahap. Kedua, model Luther
disajikan secara ringkas dan setiap langkah dipaparkan secara jelas sehingga memudahkan
Seperti halnya pengembangan multimedia yang dilakukan oleh Mardika. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas multimedia pembelajaran yang dikembangkan ditinjau dari aspek
pembelajaran berdampak baik terhadap ketuntasan belajar siswa dari 20 siswa terdapat 19
siswa (95%) yang tuntas belajar dalam pembelajaran. Ini berarti pengembangan produk
langkah prosedural yang harus ditempuh oleh pengembang dalam menghasilkan suatu produk.
pada model pengembangan yang digunakan. Prosedur pengembangan berguna untuk lebih
memperjelas tentang bagaimana langkah prosedural yang harus dilalui agar sampai ke produk
yang diharapkan. Prosedur pengembangan mengikuti model Luther seperti tersaji pada Gambar
3.1
Desain
Konsep Mengumpulkan
Bahan
Distribusi Pembuatan
Testing
a. Konsep
Tahap konsep terdiri dari beberapa kegiatan yaitu: a) melakukan analisis kebutuhan, b)
sekarang dengan keadaan yang diharapkan (Suparman, 2012). Analisis kebutuhan juga
dilakukan terhadap solusi yang belum ada untuk mengatasi kesenjangan. Menurut Harles
(dalam Suparman, 2012) ada tiga kelompok orang yang dapat dijadikan sumber informasi
dalam mengidentifikasi kebutuhan yaitu peserta didik, masyarakat, dan pendidik. Analisis
kebutuhan juga dilakukan terhadap tema proyek yang akan diangkat dalam bahan ajar. Analisis
ini dilakukan untuk memastikan apakah tema proyek tersebut relevan dan dibutuhkan oleh
masyarakat.
Penetapan tujuan merupakan hal utama dalam menentukan kegunaan produk. Aspek
tujuan pembelajaran akan menentukan ruang lingkup materi yang akan dibelajarkan termasuk
jenis penilaian dalam bahan ajar guna mengukur ketercapaian tujuan belajar.
Beberapa karakteristik yang termasuk di dalamnya adalah bakat, kematangan tingkat berpikir,
motivasi, dan kemampuan awalnya. Hasil langkah analisis karakteristik siswa berupa daftar
Menetapkan objek belajar dengan multimedia dilakukan untuk menentukan jenis objek
baik itu teks, gambar, audio, video, maupun animasi yang digunakan untuk mencapai suatu
tujuan pembelajaran. Pemetaan ini akan menghasilkan jenis-jenis objek multimedia yang
b. Desain
Tahap desain adalah membuat spesifikasi secara rinci mengenai arsitektur proyek, gaya, dan
kebutuhan material untuk proyek. Kegiatan yang dilakukan pada tahap desain yaitu: a)
membuat flowchart view, b) storyboard, c) desain navigasi, dan d) desain screen (tampilan).
Flowchart view disebut juga diagram tampilan adalah diagram yang memberikan gambaran
aliran dari scene (tampilan) ke scene lainnya. Dalam flowchart view dapat dilihat komponen
yang terdapat dalam suatu scene. Pembuatan storyboard bertujuan memberi gambaran seperti
apa materi ajar akan disampaikan. Storyboard memudahkan pengembang memahami alur
sajian materi dan komponen lainnya dalam multimedia. Terdapat beberapa macam versi
pembuatan storyboard, namun dapat dikenali dua macam cara yang sangat berbeda. Pertama,
storyboard merupakan rangkaian gambar manual yang dibuat secara keseluruhan sehingga
menggambarkan suatu cerita (Halas dalam Sutopo, 2003). Kedua, storyboard merupakan
deskripsi dari setiap scene yang secara jelas menggambarkan objek multimedia serta
perilakunya (Luther dalam Sutopo, 2003). Desain struktur navigasi ada berbagai jenis yaitu
model navigasi linear, model hierarki, model spoke-and-hub, dan model full web. Desain bahan
ajar multimedia menggunakan model navigasi hierarki. Konsep navigasi ini dimulai dari satu
node yang menjadi halaman utama atau halaman awal. Mulai dari halaman awal dibuat
beberapa cabang ke halaman-halaman level 1. Bila diperlukan, dari tiap halaman level 1 dapat
dikembangkan menjadi beberapa cabang lagi. Desain screen (tampilan) berpedoman pada
beberapa aspek yaitu: a) penyajian visual tidak boleh memberikan pengertian ambigu, sehingga
membingungkan pengguna, b) bentuk visual konsisten, dan c) bentuk visual komunikatif dan
estetis. Prinsip lain yang digunakan yaitu visual memenuhi aspek keteraturan, keseimbangan,
warna, kemudahan dibaca, dan menarik (Smaldino, Lowther, dan Russell, 2008).
c. Pengumpulan Bahan
Pengumpulan bahan dapat dikerjakan paralel dengan tahap pembuatan. Pada tahap ini
dilakukan pengumpulan bahan seperti clipart image, animasi, audio, berikut pembuatan gambar
grafik, foto, audio, dan lain-lain yang diperlukan untuk tahap berikutnya. Bahan yang diperlukan
dalam multimedia dapat diperoleh dari sumber-sumber seperti library, bahkan yang sudah ada
pada pihak lain atau pembuatan khusus yang dilakukan oleh pengembang.
d. Pembuatan
Pembuatan dilakukan berdasarkan storyboard, flowchart, dan struktur navigasi yang berasal
dari tahap desain. Objek multimedia seperti teks, gambar, animasi, suara, dan video dirangkai
interface atau halaman antar muka. Interface ini menghubungkan pengguna berinteraksi dan
e. Testing
Testing atau pengujian merupakan tahapan yang dilakukan setelah tahap pembuatan
dan seluruh data yang dimasukkan ke dalam produk multimedia. Testing dilakukan secara
modular untuk memastikan apakah hasilnya sudah seperti yang diinginkan. Tahap ini disebut
tahap pengujian alpha yang pengujiannya dilakukan oleh pembuat. Hal terpenting adalah
multimedia dapat berjalan dengan baik ketika akan digunakan oleh pengguna.
f. Distribusi
kepada pengguna untuk digunakan dalam rangka evaluasi. Adapun aktivitas rinci yang
dilakukan yaitu pembuatan master program yang bertujuan menghindari program terkena virus,
file rusak, file hilang, dan file mengalami error. Kedua, pembuatan buku panduan yang berisi
petunjuk pengoperasian bahan ajar multimedia. Buku panduan terdiri dari dua jenis yaitu buku
panduan untuk guru dan untuk siswa. Ketiga, pembuatan kemasan bahan ajar berupa kemasan
CD dan label CD. Keempat, menggandakan bahan ajar dan di-copy atau di-instal pada masing-
kualitas produk yang dikembangkan. Scriven (dalam Suparman, 2012) membedakan evaluasi
menjadi dua macam yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah
suatu proses yang dilakukan pengembang memperolah data untuk merevisi pembelajaran
agar lebih efektif dan efisien (Dick, Carey, dan Carey, 2005: 276). Berdasarkan definisi tersebut
jelas evaluasi formatif bertujuan untuk menentukan apa yang harus ditingkatkan atau direvisi
agar produk lebih sistematis, efektif, dan efisien. Evaluasi sumatif terhadap bahan ajar tidak
dilakukan. Evaluasi formatif terhadap bahan ajar mengadopsi tahapan evaluasi formatif
menurut Dick, Carey, dan Carey (2005) yaitu tahap evaluasi formatif yaitu evaluasi satu-satu,
evaluasi kelompok kecil, dan evaluasi lapangan. Tiga tahap evaluasi tersebut didahului dengan
Uji coba adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui mutu sesuatu, sebelum
digunakan atau diaplikasikan. Uji coba produk dalam penelitian ini terdiri dari atas: 1) desain uji
coba, 2) subjek coba, 3) jenis data, 4) instrumen pengumpulan data, dan 5) teknik analisis
data. Uji coba atau disebut juga evaluasi formatif digunakan untuk membuktikan tingkat
validitas bahan ajar multimedia yang dikembangkan. Tahapan evaluasi formatif mengikuti
Produk pengembangan harus melewati serangkaian uji coba untuk mengetahui tingkat
validitas dan efektivitasnya. Tingkat validitas produk dapat diketahui melalui hasil analisis
review ahli isi, ahli media, ahli desain pembelajaran, uji perorangan, uji kelompok kecil, dan uji
lapangan. Tingkat keefektifan bahan ajar dapat diketahui melalui skor rata-rata pretest dan
Desain uji coba dimaksudkan untuk memudahkan memahami dan melakukan tahapan-
tahapan evaluasi formatif bahan ajar yang dikembangkan. Bahan ajar yang telah melewati
tahap distribusi sesuai model Luther disebut sebagai draf I. Mengacu pada tahapan evaluasi
formatif, evaluasi yang dilakukan pertama adalah validasi ahli terhadap draf I. Hasil validasi
ahli selanjutnya dianalisis kemudian dilakukan revisi terhadap draf I. Hasil revisi draf I
menghasilkan draf II. Draf II selanjutnya dievaluasi pada tahap uji coba satu-satu. Masukan
dan saran pada tahap uji coba satu-satu dianalisis kemudian digunakan merevisi draf II
sehingga menghasilkan draf III. Draf III selanjutnya dievaluasi pada tahap uji coba kelompok
kecil. Masukan dan saran peserta didik pada uji coba kelompok kecil dianalisis kemudian
digunakan untuk merevisi draf III sehingga menghasilkan draf IV. Draf IV selanjutnya
dievaluasi pada tahap uji lapangan. Masukan dan saran peserta didik maupun guru pengampu
mata pelajaran saat uji lapangan digunakan untuk merevisi bahan ajar. Pada tahap uji lapangan
dilakukan pretest dan posttest untuk mengetahui efektivitas bahan ajar. Desain uji coba bahan
Draf V
PRODUK AKHIR
(media video
pembelajaran)
Gambar 3.2 Desain Uji Coba Draf Pengembangan Produk (Santyasa, 2009)
b. Subjek Coba
Subjek coba pengembangan bahan ajar multimedia adalah para ahli, siswa, dan
guru. Rinciannya: a) satu orang ahli isi, b) satu orang ahli media, c) satu orang ahli
desain pembelajaran, d) tiga orang siswa pada tahap uji perorangan, e) 12 orang pada
uji kelompok kecil, f) satu orang guru mata pelajaran, dan g) 30 orang pada uji coba
lapangan.
data yang diperlukan yaitu ketetapan isi menurut ahli isi, memadai atau tidaknya strategi
pembelajaran dari ahli desain pembelajaran, dan desain fisik dari ahli media pembelajaran.
Jumlah subjek coba pada tahap ini yaitu satu orang ahli isi mata pelajaran, satu orang ahli
desain pembelajaran, dan satu orang ahli media pembelajaran. Para ahli ditetapkan dengan
kesalahan yang secara nyata terdapat dalam produk pengembangan. Evaluasi ini juga untuk
mendapatkan komentar dari peserta didik tentang tingkat kesulitan dalam memahami konten
dalam produk.
Pada tahap uji coba perorangan perlu diketahui berapa semestinya jumlah subjek yang
digunakan. Menurut Dick, Carey dan Carey (2005: 282) bahwa tiga orang siswa atau lebih
sudah cukup mewakili populasi sasaran. Berdasarkan pendapat tersebut, digunakan tiga orang
siswa saat uji coba perorangan karena dianggap cukup untuk memperoleh informasi revisi
produk.
Hal lain yang perlu diperhatikan saat uji coba perorangan adalah karakteristik subjek
coba. Menurut Dick, Carey dan Carey (2005: 283), siswa yang diambil bukan secara acak, tetapi
siswa yang dapat mewakili ciri-ciri populasi yaitu satu orang yang memiliki kemampuan di atas
rata-rata, satu orang memiliki kemampuan rata-rata, dan satu orang memiliki kemampuan di
bawah rata-rata. Berdasarkan pendapat di atas dipilih satu orang siswa dengan prestasi belajar
tinggi, satu orang siswa prestasi belajar sedang, dan satu orang siswa prestasi belajar rendah.
Perbedaan prestasi belajar siswa dilihat pada nilai rapor semester akhir.
Uji coba kelompok kecil merupakan salah satu bentuk evaluasi yang dilakukan setelah
review ahli dan uji coba perorangan. Evaluasi ini bertujuan mengidentifikasi kekurangan produk
pengembangan setelah direvisi berdasarkan review ahli dan uji perorangan. Terkait dengan
jumlah siswa yang diperlukan dalam evaluasi ini, Dick, Carey dan Carey (2005: 288)
menyatakan bahwa jumlah yang diperlukan hanya terdiri dari 8-20 orang. Apabila kurang dari 8
orang dianggap tidak representatif mewakili populasi sasaran. Suparman (2012: 308)
menyatakan jumlah siswa pada uji kelompok kecil tidak termasuk siswa yang telah ikut pada
Berdasarkan pendapat Dick, Carey dan Carey, digunakan dua belas orang siswa pada uji
coba kelompok kecil. Siswa yang dipilih dalam kegiatan ini terdiri atas empat orang dengan
prestasi belajar tinggi, empat orang dengan prestasi belajar sedang, dan empat orang dengan
prestasi belajar rendah. Penentuan keduabelas orang siswa tersebut berdasarkan nilai rapor
semester terakhir.
Produk pengembangan yang telah direvisi berdasarkan uji coba kelompok kecil,
produk pengembangan bila digunakan dalam kondisi yang mirip dengan kondisi pembelajaran
sesungguhnya (Suparman, 2012: 309). Upaya untuk meningkatkan kualitas produk yang
dikembangkan, juga dilakukan uji coba user atau pengguna produk yaitu guru mata pelajaran
produksi audio video. Produk diuji cobakan kepada satu orang guru mata pelajaran.
Jumlah uji coba lapangan menurut Dick, Carey dan Carey adalah 30 orang, karena
dengan jumlah ini akan representatif dengan target populasi dan materi yang diujicobakan.
Suparman (2012) menyatakan jumlah sampel yang bisa digunakan yaitu sebanyak 15-30 orang.
Berdasarkan pendapat tersebut digunakan subjek coba sebanyak 30 orang dengan berbagai
Pada tahap uji coba lapangan juga diselenggarakan tes awal (pretest) dan tes akhir
(posttest) untuk mengetahui efektivitas bahan ajar multimedia. Cara mengetahui keefektifan
bahan ajar digunakan uji-t melalui metode pra eksperimen. Uji-t menghasilkan perbandingan
skor rata-rata pretest dan posttest. Pretest diberikan sebelum penerapan bahan ajar multimedia
dan posttest di berikan setelah penerapan bahan ajar multimedia. Uji efektivitas tidak
menggunakan kelas pembanding, sehingga menggunakan desain penelitian the group one,
T1 X T2
Keterangan
T1 : Skor-skor pretest
T2 : Skor-skor posttest
c. Jenis Data
Data yang diperoleh dari evaluasi formatif dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama,
data hasil review ahli isi, ahli media, dan ahli desain pembelajaran. Kedua, data hasil uji coba
perorangan, uji coba kelompok kecil, uji coba lapangan, skor pretest dan posttest, serta hasil
Seluruh data yang diperoleh dikelompokkan menurut sifatnya menjadi dua, yaitu data
kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa masukan, komentar, dan saran tertulis dari
validator maupun siswa pada kuesioner terbuka. Data kuantitatif berupa skor yang diperoleh
melalui kuesioner tertutup dan skor-skor pretest posttest saat uji coba lapangan.
Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data tentang kualitas bahan ajar yang
dikembangkan adalah kuesioner dan tes. Kuesioner digunakan untuk memperoleh data dari ahli
isi, ahli media, ahli desain pembelajaran, uji coba perorangan, uji coba kelompok kecil, dan uji
coba lapangan serta review guru mata pelajaran. Tes digunakan untuk mengetahui prestasi
belajar siswa antara sebelum dan sesudah menggunakan bahan ajar multimedia pada saat uji
lapangan.
konsultasi dengan pembimbing, dan 3) penulisan instrumen. Begitu juga, tes prestasi belajar
sebelum digunakan untuk mengukur perbedaan prestasi belajar siswa mesti melewati langkah-
menyusun kisi-kisi tes, 5) menentukan kriteria penilaian, 6) penulisan butir-butir tes, 7) uji ahli,
8) uji lapangan, 9) analisis hasil uji lapangan, 10) revisi butir, dan 11) finalisasi tes. Analisis
hasil uji lapangan yang dimaksud menyangkut validitas isi (content validity), analisis butir, dan
konsistensi internal (internal consistency) baik butir maupun tes (Santyasa, 2005).
1. Validitas Isi
Suatu tes dikatakan valid dari segi isinya apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang
sejajar dengan isi atau materi pelajaran yang diberikan. Validasi isi suatu tes prestasi belajar
tidak terlalu penting untuk dikuantifikasi. Validitas isi cukup diestimasi berdasarkan
pertimbangan ahli isi (Santyasa, 2005). Ahli isi ditunjuk dua orang dosen dan seorang guru
mata pelajaran.
2. Analisis Butir
Tes yang digunakan saat pretest dan posttest adalah tes essay. Analisis butir tes essay
hanya menyangkut indeks kesukaran butir (IKB) dan indeks daya beda butir (IDB). Rumus yang
IKB =
H L (2 N Score min )
2 N ( Scoremax Scoremin )
IDB =
H L
N ( Scoremx S cos emin )
Keterangan
sukar, 0,40-0,60 sedang, 0,60-0,80 mudah, dan 0,80-1,00 sangat mudah. Biasanya butir yang
Kriteria IDB mengacu pada rentangan berikut. 0,00-0,20 adalah sangat rendah, 0,20-
0,40 adalah rendah, 0,40-0,60 adalah sedang, 0,60-0,80 adalah tinggi, 0,80-1,00 adalah sangat
tinggi. Untuk tes standar dianjurkan menggunakan tes yang memiliki IDB > 0,20.
Analisis butir tes standar tidak dapat ditentukan hanya oleh IKB, IDB, dan untuk
tes pilihan ganda oleh keefektifan pengecoh, tetapi juga harus ditambah oleh analisis
konsistensi internal baik konsistensi internal butir maupun konsistensi internal tes
(reliabilitas tes). Menurut Santyasa (2005) konsistensi internal butir adalah tingkatan
konsistensi butir dalam pengukuran apa yang seharusnya diukur. Konsistensi internal
butir dapat diestimasi dari indeks korelasi antara skor butir dan skor total. (Long et al
dalam Santyasa, 2005). Indeks korelasi butir-total dapat dihitung dengan formula
product moment.
N XY X Y
rxy
N X 2
X N Y 2 Y
2 2
Keterangan
N = jumlah responden
X = skor butir
Y = skor total.
Kriteria estimasi yang digunakan adalah indeks korelasi butir-total di atas 0,30 disebut
sebagai butir yang memiliki derajat konsistensi internal butir yang tinggi, sedangkan indeks
korelasi yang berada pada rentangan 0,10-0,30 direkomendasikan untuk direvisi (Long et al
b. Konsistensi Tes
Gay (dalam Santyasa, 2005) menyatakan reliabilitas tes adalah derajat pada mana
suatu tes dapat mengukur secara konsisten apa yang seharusnya diukur. Tes essay
yang digunakan mengukur prestasi belajar akan menghasilkan skor non dikotomi
Koefesien alfa Cronbach dapat dihitung dengan formula Mehrens dan Lehmann (1984)
n Si
2
Alfa Cronbach = 1
n 1 S x2
Keterangan
rendah, 0,40-0,60 sedang, 0,60-0,80 tinggi, dan 0,80-1,00 sangat tinggi. Tes prestasi belajar
dengan indek reliabilitas berada pada kategori sedang, tinggi, dan sangat tinggi ditoleransi
untuk diterima sebagai perangkat tes yang relatif baku (Santyasa, 2005).
Tabel 3.1 Jenis Instrumen dan Data
Kode
Produk Jenis
No. Responden Instrumen Instrume
Penilaian Data
n
menurut Roblyer dan Doering (2010), Depdiknas (2010), Smaldino, Lowther, dan
Russell (2008).
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Uji Validitas Buku Panduan Guru dan Siswa
C1 C2 C3 C4
10,11,1 4
2,13
14
1
Jumlah Butir 3 2 9 14
Penelitian pengembangan ini menggunakan dua macam teknik analisis data yaitu analisis
Analisis deskriptif kualitatif yaitu suatu cara analisis/pengolahan data dengan jalan
objek (benda, gejala, variabel tertentu), sehingga akhirnya diperoleh kesimpulan umum
(Agung, 2010: 67). Analisis ini ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang berbagai kondisi
lapangan yang bersifat tanggapan dan pandangan. Teknik ini digunakan menganalisis
tanggapan-tanggapan hasil review ahli isi, ahli media, ahli desain pembelajaran, uji coba
perorangan, uji coba kelompok kecil, dan uji coba lapangan. Hasil analisis digunakan untuk
merevisi rancangan produk pengembangan berupa bahan ajar multimedia, panduan guru, dan
panduan siswa.
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengolah data yang diperoleh melalui angket
dalam bentuk deskriptif persentase. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase dari
presentase
Skor 100%
SMI
Keterangan
F
rerata presentase
N
Keterangan:
N = banyak subjek
Pedoman yang digunakan untuk dapat memberikan makna dan pengambilan keputusan
Tingkat Pencapaian
Kualifikasi Keterangan
(%)
Skor-skor pretest dan posttest yang diperoleh saat uji coba lapangan, selanjutnya
dianalisis menggunakan uji-t. Hipotesis penelitian yang diuji adalah sebagai berikut.
H0: tidak terdapat perbedaan hasil belajar produksi audio dan video setelah menggunakan
H1: terdapat perbedaan hasil belajar produksi audio dan video setelah menggunakan bahan
H0 : 1 2
H1 : 1 2
Keterangan:
1 = rata-rata hasil belajar produksi audio dan video setelah menggunakan bahan ajar
multimedia.
2 = rata-rata hasil belajar produksi audio dan video sebelum menggunakan bahan ajar
multimedia.
Hipotesis penelitian diuji dengan uji-t (paired samples t-test) dan dibantu dengan
diperoleh.
Daftar Rujukan
RANGKUMAN
Analisis kebutuhan perlu dilakukan oleh seorang peneliti penelitian
pengembangan untuk mendapatkan data yang akurat mengenai hal-hal yang menjadi
kebutuhan penting kelompok subyek atau populasi tertentu. Data yang diperoleh
melalui kegiatan analisis kebutuhan dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk
mengambil tindakan yang tepat untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Khusus untuk penelitian pengemabngan, hasil analisis kebutuhan dapat menjadi bahan
penulisan latar belakang penelitian, sehingga produk yang dihasilkan benar-benar
memberi manfaat bagi kelompok masyarakat tertentu yang membutuhkannya. Analisis
kebutuhan terdiri atas tiga kegiatan pokok, yakni kegiatan (1) praanalisis kebutuhan,
(2) analisis kebutuhan, dan (3) pasca analisis kebutuhan.
Sebelum melakukan suatu kegiatan penelitian, peneliti menuliskan proposal
penelitian. Penulisan proposal penelitian pengembangan hendaknya mengikuti pedoman
penulisan tugas akhir, skripsi, tesis, dan disertasi suatu lembaga atau perguruan tinggi.
Gaya selingkung penulisan proposal penelitian pengembangan telah dicantukan pada
pedoman tersebut, sehingga peneliti harus mencermati dan mempelajari pedoman
penulisan tugas akhir, skripsi, tesis, dan disertasi yang berlaku pada suatu lembaga
atau perguruan tinggi.
Anglada, D. 2007. ”An Introduction to Instructional Design: Utilizing a Basic Design Model”. Tersedia
pada http://www.pace.edu/ctlt/newsletter (diakses tanggal 17 Sepember 2007).
Anglin, G. J. (Ed.). 1991. Instructional Technology: Past, Present, and Future. Colorado: Libraries
Unlimited.
Borg & Gall. 1983. Educational Research: An Introduction. London: Longman Inc.
Degeng, I N. S. 1990. Desain Pembelajaran: Teori ke Terapan. Malang: FPS IKIP Malang.
Direktorat Tenaga Kependidikan dan Direktorat Jenderal Penigkatan Mutu Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan. 2008. ”Pendekatan, Jenis, dan Metode Penelitian Pendidikan”.
Tersedia pada http://lpmpjogja.diknas.go.id/materi/fsp/2009-Pembekalan-
Pengawas/25%20--%20KODE%20--%2005%20-
%20B1%20Pendekatan,%20Jenis,%20Metode%20Penelitian%20Pendidikan.pdf
(diakses tanggal 25 Maret 2010).
Dick, W. & Carey, L. 1990. The Systematic Design of Instruction. New York: Harper Collin
Publishers
Karyadi, B. 2005. Konsep Dasar dan Karakteristik Penelitian untuk Peningkatan Kualitas
Pembelajaran (PPKP). Makalah disampaikan dalam Pelatihan Metodologi Penelitian untuk
Peningkatan Kualitas Pembelajaran dan Penelitian Tindakan Kelas bagi Dosen-Dosen
LPTK se-Indonesia, Batam, 8-11 Agustus.
Leasing, C. B. Polloock, J., & Reigeluth, C. M. 1992. Instructional Design Strategies and Tactic.
New Jersey: Educational Technology Publishers.
Romiszowski, A.J. 1996. System approach to design and development. Dalam Plomp, T. & Ely, D.P.
(editor in chiefs). International Encyclopedia of Educational Technology. Oxford: Pergamon
Press, halm. 37-43
Santyasa, I W. 2009. ”Metode Penelitian Pengembangan dan Teori Pembuatan Modul”. Tersedia
pada http://www.freewebs.com/santyasa/pdf2/METODE_PENELITIAN.pdf, (diakses
tanggal 25 Maret 2010).
Seels,B. B. dan Richey R. C.. 2002. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya.
Terjemahan. Jakarta: IPTPI.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian & Pengembangan: Research and Development. Bandung:
Alfabeta.
Universitas Negeri Malang. 2003. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Biro Administrasi
Akademik, Perencanaan, dan Sistem Informasi, dan Penerbitan Universitas Negeri
Malang