Anda di halaman 1dari 223

Oleh

Dr. I Made Tegeh, S.Pd., M.Pd.


Dr. I Nyoman Jampel, M.Pd.

Dibiayai dari Dana DIPA FIP Undiksha

dengan SK Dekan FIP Nomor 66/UN48.10/DL/2017

JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2017
DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan........................................................................................... i

Prakata…………………………………………………………………............ ii

Daftar Isi………………………………………………………………………. iii

BAB I PENELITIAN UNTUK PENINGKATAN KUALITAS

PEMBELAJARAN............................................................................... 1

A. Tujuan Penelitian untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran……………… 3

B. Karakteristik Penelitian untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran.............. 5

C. Prinsip-prinsip Penelitian untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran........... 10

BAB II PENELITIAN PENGEMBANGAN………………………................ 15

A. Hakikat Penelitian Pengembangan……………………………...................... 16

B. Kedudukan Pengembangan dalam Kawasan Teknologi Pembelajaran……. 21

BAB III MODEL DICK & CAREY................................................................... 29

BAB IV MODEL BORG & GALL ..................................................................... 62


BAB V MODEL ADDIE DAN MODEL DEGENG .......................................... 77

A. MODEL ADDIE ............................................................................................. 79


B. MODEL DEGENG ......................................................................................... 82

BAB VI VALIDASI PRODUK PENGEMBANGAN………………….......... 88

A. Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Validasi Produk Pengembangan…………… 90

B. Langkah-langkah Validasi Produk Pengembangan…………………………. 92

C. Instrumen Validasi……………………………………................................... 93

D. Teknik Analisis Data……………………………………………………… 98

BAB VII SISTEMATIKA PENULISAN PENELITIAN PENGEMBANGAN 101

BAB VIII MENULIS PROPOSAL PENELITIAN PENGEMBANGAN ......... 121

A. Analisis Kebutuhan ............................................................................................. 123


B. Contoh Proposal Penelitian Pengembangan ....................................................... 125

Daftar Pustaka............................................................................................... 227


BAB I

PENELITIAN UNTUK
PENINGKATAN
KUALITAS
PEMBELAJARAN
Konsep-konsep Kunci

 Tujuan Penelitian untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran


 Karakteristik Penelitian untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran
 Prinsip-prinsip Penelitian untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran

Kerangka Isi

PENELITIAN UNTUK
PENINGKATAN KUALITAS
PEMBELAJARAN

TUJUAN KARAKTERIS-TIK PRINSIP-PRINSIP

Standar Kompetensi
Mahasiswa memahami konsep dasar penelitian peningkatan kualitas pembelajaran, penelitian
pengembangan, model-model dalam penelitian pengembangan, validasi produk, dan
sistematika penulisan penelitian pengembangan.

Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami tujuan, karakteristik, dan prinsip-prinsip penelitian untuk peningkatan


kualitas pembelajaran.

Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiswa dapat menjelaskan tujuan penelitian untuk peningkatan kualitas


pembelajaran.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik penelitian untuk peningkatan kualitas
pembelajaran.
3. Mahasiswa dapat menyebutkan prinsip-prinsip penelitian untuk peningkatan kualitas
pembelajaran.

Materi

A. Tujuan Penelitian untuk Peningkatan Kualitas

Pembelajaran

Pembelajaran di bebagai jenjang pendidikan merupakan sesuatu yang kompleks. Hal ini
disebabkan pembelajaran merupakan sistem yang terdiri atas subsistem-subsistem yang saling
berpengaruh. Dalam pelaksanaanya, tidak selamanya pembelajaran berjalan lancar. Ada
kalanya pembelajaran mengalami suatu permasalahan yang perlu segera dipecahkan.
Permasalahan dalam suatu pembelajaran perlu segera dipecahkan melalui kegiatan
profesional. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru/dosen secara profesional dan
kolaboratif adalah melakukan suatu penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran (PPKP)
secara akuntabel. Penelitian semacam ini sebelumnya lebih dikenal dengan sebutan Research
for Instructional Improvement (RII).

Upaya pemecahan masalah pembelajaran melalui PPKP bila dilaksanakan secara


berkesinambungan akan memberikan dampak positif. Dampak postif yang dapat dipetik dari
kegiatan PPKP adalah sebagai berikut. Pertama, kemampuan dalam menyelesaikan masalah
pembelajaran yang dimiliki oleh guru/dosen akan semakin meningkat. Kedua, penyelesaian
masalah pembelajaran melalui sebuah penelitian akan dapat meningkatkan kualitas isi,
masukan, proses, sarana/prasarana, dan hasil belajar siswa/mahasiswa. Ketiga, peningkatan
tersebut dapat meningkatkan kompetensi kepribadian dan keprofesionalan guru/dosen dan
bermuara pada peningkatan kualitas lulusan.

Peningkatan kualitas membelajaran menjadi tanggung jawab semua komponen dalam


sistem pembelajaran. Dengan demikian, peningkatan kualitas pembelajaran hendaknya
diusahakan oleh semua komponen pembelajaran. Peningkatan kualitas pembelajaran
merupakan dampak logis dari perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks)
yang begitu pesat. Oleh karena itu, perkembangan ipteks mengharuskan dilakukan penyesuaian
dan peningkatan proses pembelajaran secara berkesinambungan. Selain itu, perlu adanya
pemutakhiran pilihan atas konsep-konsep pembelajaran yang mendidik dan diperlukan untuk
meningkatkan kualitas lulusan itu sendiri (Karyadi, 2005).

Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh guru/dosen selama ini cenderung


menggunakan pendekatan yang lebih menekankan pada penelitian yang bersifat teoretik-
akademik. Penelitian-penelitian seperti ini lebih sering menggunakan analisis statistik
inferensial. Hasil penelitian yang menggunakan pendekatan tersebut kurang dapat dirasakan
manfaatnya secara langsung oleh guru/dosen untuk dapat memecahkan masalah pembelajaran
yang dihadapinya.

Penelitian yang bersifat teoretik-akademik kurang bermanfaat dalam memecahkan


masalah pembelajaran, baik di ruang kuliah maupun di laboratorium. Hal ini disebabkan oleh
kurang aplikatifnya hasil-hasil penelitian yang bersifat teoretik-akademik. Dengan ungkapan
lain, hasil penelitian teoretik-akademik tidak bersifat aplikatif dan realistik pragmatik yang
berangkat dari permasalahan-permasalahan di lapangan sebagai hasil refleksi pengalaman
mengajar.

Untuk itu perlu dilakukan penelitian-penelitian yang bersifat aplikatif dan realistik
pragmatik. Penelitian-penelitian ini menuntut adanya inisiatif dan motivasi intrinsik/internal para
guru/dosen untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran melalui suatu kegiatan
penelitian. Hasil penelitian seperti ini dapat secara langsung dimanfaatkan oleh guru/dosen
untuk mengatasi permasalahan belajar yang dihadapi dalam pembelajaran di kelas dan di
laboratorium. Dengan demikian, penelitian-penelitian yang bersifat aplikatif dan realistik
pragmatik merupakan penelitian yang termasuk dalam kelompok penelitian peningkatan
kualitas pembelajaran.

Sesuai dengan namanya, penelitian peningkatan kualitas pembelajaran secara umum


bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di berbagai jenjang
pendidikan dan LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Adapun tujuan khusus
penelitian ini diarahkan pada pencapaian hal-hal berikut ini.

(1) Penelitian ini dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas isi, efisiensi dan keefektifan
pembelajaran, baik itu proses maupun hasil pembelajaran.
(2) Penelitian ini mampu menumbuhkembangkan kebiasaan meneliti para guru/dosen agar
lebih proaktif mencari pemecahan masalah pembelajaran.
(3) Penelitian ini dapat meningkatkan produktivitas meneliti para guru/dosen dalam
pembelajaran.
(4) Penelitian ini dapat mendorong terjadinya kolaborasi antara dosen dan dosen, antara
dosen dan mahasiswa, antara guru dan dosen, serta antara guru dan guru lainnya.
(5) Penelitian ini dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab para guru/dosen untuk bersama-
sama memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapinya.

B. Karakteristik Penelitian untuk Peningkatan Kualitas

Pembelajaran
Uraian tentang karakteristik penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran
mencakup: (a) jenis-jenis penelitian dan (b) penelitian secara kolaborasi.

a. Jenis-jenis Penelitian

Terdapat tiga jenis penelitian bersifat terapan yang digunakan dalam penelitian
peningkatan kualitas pembelajaran. Ketiga jenis penelitian tersebut adalah (1) Penelitian
Tindakan Kelas, (2) Penelitian Eksperimen Semu, dan (3) Penelitian Pengembangan. Berikut ini
dipaparkan secara singkat karakteristik ketiga penelitian tersebut.

(1) Penelitian Tindakan Kelas

Fokus masalah dalam penelitian tindakan kelas adalah permasalahan pembelajaran yang
spesifik dan kontekstual, sehingga tidak terlalu merisaukan tentang kerepresentatifan sampel
untuk generalisasi. Orientasi penelitian ini adalah pemecahan masalah pembelajaran yang
menggunakan siklus secara spiral. Kegiatan penelitian meliputi identifikasi masalah, analisis
masalah (pemilihan masalah yang urgen untuk dipecahkan), perumusan masalah yang layak
untuk ditindaki. Kegiatan selanjutnya adalah perumusan hipotesis tindakan, diikuti dengan
perencanaan dan pelaksanaan tindakan, pengumpulan data yang sistematik, analisis data,
evaluasi, dan refleksi. Berdasarkan hasil refleksi akan ditentukan apakah perlu dilakukan
tindakan dalam siklus berikutnya.

Pada umumnya rencana pada siklus kedua tidak sama dengan rencana siklus pertama.
Dengan ungkapan lain, rencana berikutnya merupakan penyempurnaan dari rencana
sebelumnya berdasarkan hasil refleksi. Akhirnya penentuan kembali masalah pembelajaran
(identifikasi masalah), analisis masalah, perumusan masalah yang layak untuk diberikan
tindakan, dan seterusnya.
Tujuan penelitian tindakan kelas bukanlah untuk menemukan pengetahuan baru yang
dapat diperlakukan secara luas. Tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk memperbaiki
praksis secara langsung, di sini, dan sekarang. Dengan demikian, hasil penelitian ini secara
langsung digunakan untuk memperbaiki kelemahan pembelajaran di kelas yang bersangkutan
pada saat itu juga.

Pada umumnya penelitian tindakan kelas bersifat kolaboratif. Dosen bekerja sama
dengan dosen lain, guru bekerja sama dengan teman sejawat, dosen bekerja sama dengan
mahasiswa, dan sebagainya. Kolaborasi ini dilakukan dalam bentuk merencanakan,
melaksanakan, dan melaporkan hasil penelitian. Penelitian perlu dilakukan oleh guru/dosen
pengampu mata pelajaran/mata kuliah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, dan
kadang-kadang menjadi proyek pengembang staf dimana mereka mengembangkan
kepakarannya dalam pengembangan kurikulum dan dalam pemikiran yang reflektif.

Sesuai dengan namanya, yakni penelitian tindakan kelas, istilah “tindakan” dan
“penelitian” menunjukkan karakteristik esensial dari metode yang digunakan. Penelitian ini
mencobakan gagasan dan praktik sebagai satu cara untuk meningkatkan pengetahuan tentang
kurikulum, mengajar, dan belajar. Fokus penelitian ini adalah untuk memperluas peran
guru/dosen sebagai peneliti kegiatan belajar-mengajar melalui penelitian dalan ruang
belajar/kuliah atau laboratorium.

Pendekatan penelitian tindakan kelas adalah naturalistik, menggunakan teknik


participant-observation dari penelitian etnografik dan dilakukan secara kolaboratif, serta
memasukkan karakteristik metodologi studi kasus. Dengan melaksanakan secara berkelanjutan
penelitian jenis ini, maka guru/dosen dapat mengeliminasi isolasi yang telah lama dengan
guru/dosen lain dalam pembelajaran. Selain itu, penelitian ini dapat meningkatkan dialog
profesional dan menciptakan budaya profesional dalam lembaga pendidikan atau lembaga
pendidikan tenaga kependidikan.

(2) Penelitian Eksperimen Semu

Penelitian ini memiliki karakteristik khas dari subyek penelitian. Suatu penelitian
eksperimen merupakan situasi penelitian yang memiliki minimal satu variabel bebas. Variabel
bebas yang disebut juga variabel eksperimental, dimanipulasi atau diubah oleh peneliti untuk
dikenakan pada subjek penelitian. Penelitian eksperimental yang dalam penentuan subyek
untuk dikenai perlakuan dipilih secara acak dinamakan penelitian eksperimen murni.

Apabila semua subjek dalam kelompok belajar digunakan dalam penelitian eksperimen,
maka penelitian ini disebut penelitian eksperimen semu. Dengan demikian, penelitian
eksperimen semu mencakup penggunaan seluruh subjek dalam kelompok belajar dan bukan
menggunakan subjek yang diambil secara acak untuk dikenai suatu perlakuan. Oleh karena itu,
dalam penelitian eksperimen semu generalisasi hasil penelitian tidak dapat dilakukan,
keterbatasan hasil penelitian harus diidentifikasikan secara jelas, dan subjek dalam kelompok
yang dikenai perlakuan perlu dideskripsikan.

Dalam penelitian eksperimen semu ada bermacam-macam rancangan penelitian yang


memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Pemilihan rancangan penelitian diadasarkan pada masalah
dan tujuan penelitian.

(3) Penelitian Pengembangan

Karakteristik khas penelitian pengembangan terletak pada orientasinya. Penelitian ini


berorientasi pada pengembangan produk pembelajaran yang akan digunakan untuk pemecahan
masalah pembelajaran. Produk pembelajaran yang dihasilkan dapat berupa modul, bahan ajar,
media pembelajaran, model pembelajaran, instrumen asesmen, simulator, lembar kerja siswa,
dan lain sebagainya.

Sebagainya penelitian lainnya, penelitian pengembangan dimulai dari adanya masalah


pembelajaran yang dialami guru/dosen dalam mengampu mata pelajaran/mata kuliah yang
bersangkutan. Selanjutnya masalah pembelajaran dianalisis dan direfleksi untuk ditemukenali
penyebabnya, kemudian dirumuskan masalah yang akan dicarikan penyebabnya. Misalnya
untuk menunjukkan suatu proses yang kompleks diperlukan media video pembelajaran. Dengan
media video pembelajaran, gerakan yang cepat bisa diperlambat, proses yang penting dapat
diberhentikan sementara (pause), serta proses yang kompleks dapat ditunjukkan secara lebih
sederhana.
Prosedur penelitian pengembangan berkaitan dengan produk pengembangan yang akan
dihasilkan. Setelah prototype produk pengembangan dihasilkan, selanjutnya dilakukan validasi
atau evaluasi formatif. Tujuan validasi adalah untuk menyempurnakan produk pengembangan
melalui serangkain penilaian oleh ahli bidang studi atau mata kuliah, ahli media pembelajaran,
ahli desain pembelajaran, ahli bahasa, dan sebagainya. Validasi produk pengembangan
merupakan proses yang penting karena menyangkut pengembangan dan prosedur
pengoperasian produk serta pelaksanaan ujicoba produk pengembangan.

b. Penelitian Secara Kolaborasi

Penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran (PPKP) yang mencakup penelitian


tindakan kelas, penelitian eksperimen semu, dan penelitian pengembangan sebaiknya dilakukan
secara kolaborasi antar individu. Jenis penelitian ini kurang baik dilakukan secara individual
mengingat keakuntabilitas hasil penelitian. Sebaiknya PPKP dilakukan secara kolaboratif antara
dosen dengan dosen, antara guru dengan guru, antara guru dengan dosen, antara guru/dosen
mahasiswa sesuai dengan bidang studinya.

Kolaborasi hendaknya tertampilkan dalam keseluruhan prosedur penelitian. Kolaborasi


dilaksanakan sejak perencanaan, pelaksanaan, dan akhirnya penyusunan laporan penelitian.
Kebiasaan kerjasama secara kolaboratif dapat berdampak positif terhadap kinerja guru/dosen.
Guru/dosen akan selalu bersikap terbuka terhadap saran, kritik, atau masukan dari guru/dosen
lain untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dampak positif lainnya adalah peningkatan
kemampuan untuk merefleksi diri, memberikan saran dan pendapat berdasarkan pengalaman,
kepekaan dan ketelitian mengobesrvasi sesuatu kejadian, dan empati terhadap orang lain.

Dalam pelaksanaan penelitian secara kolaborasi sebaiknya ada pembagian tugas yang
jelas untuk para peneliti. Semua orang yang terlibat dalam tim kolaborasi memiliki peran
penting dalam menyukseskan penelitian yang dilakukannya. Mereka harus bekerja sebagai tim
dan bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya.

Kebutuhan terhadap upaya penelitian secara kolaboratif dalam memecahkan masalah


pembelajaran semakin mendesak, baik di tingkat prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah,
maupun perguruan tinggi. Pada akhir tahun 1970 dan awal tahun 1980, di Amerika Serikat
telah muncul keinginan untuk mewujudkan kolaborasi dalam rangka mengembangkan
profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan.

C. Prinsip-prinsip Penelitian untuk Peningkatan Kualitas

Pembelajaran

Penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran didasarkan atas beberapa prinsip.


Prinsip-prinsip ini hendaknya diperhatikan dan dijadikan bahan pertimbangan dalam
pelaksanaan penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Karyadi (2005)
mengemukakan delapan prinsip penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran sebagai
berikut.

(1) PPKP pada prinsipnya merupakan penelitian yang didasarkan atas identifikasi masalah-
masalah aktual yang dihadapi guru/dosen dalam konteks pembelajaran mata
pelajaran/mata kuliah yang diampunya. Bila penentuan masalah didasarkan pada kajian
akademik atau kajian literatur semata, maka penelitian tersebut dipandang sudah
melanggar prinsip keotentikan masalah.
(2) Subjek penelitian yang akan dikenai perlakuan pada prinsipnya adalah siswa/mahasiswa
dari guru/dosen peneliti itu sendiri. Hal ini mengingat bahwa masalah yang akan dicarikan
pemecahannya melalui penelitian ini adalah masalah riil yang dihadapi oleh guru/dosen
pengampu mata pelajaran/mata kuliah.
(3) PPKP pada dasarnya merupakan penelitian terapan dan deskriptif yang bersifat kualitatif
naturalistik dan bukan bersifat kuantitatif (kecuali penelitian eksperimen semu). Oleh
karena itu, penggunaan sampel secara acak dan penggunaan statistik inferesial dalam
pengolahan data perlu dihindarkan (kecuali pada penelitian eksperimen semu). Penelitian
ini bersifat deskriptif, artinya semua kejadian dalam proses pembelajaran perlu
dijelaskan/diuraikan secara rinci.
(4) Pelaksanaan penelitian PPKP pada prinsipnya dilakukan oleh lebih dari satu orang,
khususnya penelitian yang menekankan pada proses pembelajarannya dimana proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru/dosen pengampu mata pelajaran/mata kuliah
merupakan subjek yang diteliti. Guru/dosen lain yang merupakan mitranya sebagai
pengamat dan bukan sebagai teman yang diminta untuk menyediakan semua peralatan
penelitian yang dibutuhkan.
(5) Pembelajaran dan penelitian mempunyai kaitan yang kuat. Guru/dosen yang berkualitas
selalu memiliki keinginan untuk memperbaiki kualitas pembelajarannya secara terus-
menerus. Perbaikan dalam pembelajaran menjadi dapat dipertanggungjawabkan bila
didasarkan atas hasil penelitian.
(6) PPKP merupakan jenis penelitian yang berupaya untuk mencari dan menemukan
penyebab timbulnya permasalahan dalam pembelajaran, baik itu di ruang kelas maupun di
laboratorium. Dengan mengetahui faktor penyebab itu, peneliti dapat melakukan upaya
perbaikan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, PPKP merupakan bagian integral dari
pembelajaran. PPKP dilaksanakan dalam waktu atau jam pembelajaran yang telah
ditetapkan.
(7) Pembelajaran yang dilakukan oleh guru/dosen seyogyanya merupakan penerapan ilmu
pendidikan termasuk teori-teori belajar-mengajar yang telah dipelajari. Oleh karena itu,
PPKP pada prinsipnya adalah suatu upaya yang bersifat akademik untuk memilih dan
menerapkan ilmu pendidikan yang sesuai dengan masalah pembelajaran aktual yang
dihadapi guru/dosen dalam pembelajaran. Hasil penelitian secara tertulis dan lisan
dilaporkan secara sistematis dan secara ilmiah kepada teman guru/dosen lainnya.
(8) Kebutuhan dan kepedulian dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran
sangat diperlukan. Hal ini penting karena upaya peningkatan kualitas pembelajaran ini
menuntut perencanaan dan pelaksanaan yang sungguh-sunguh. Oleh karena itu, motivasi
untuk memperbaki kualitas harus tumbuh dari dalam diri guru/dosen itu sendiri (motivasi
instrinsik).

Dengan memahami kedelapan prinsip penelitian untuk peningkatan kualitas


pembelajaran tersebut, diharapkan para guru/dosen, mahasiswa serta para praktisi pendidikan
dapat tergugah untuk mencoba melakukan kegiatan penelitian untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran.
RANGKUMAN

Secara umum penelitian peningkatan kualitas pembelajaran bertujuan untuk


memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di berbagai jenjang pendidikan dan LPTK
(Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Adapun tujuan khusus penelitian ini diarahkan
pada pencapaian hal-hal berikut ini.

(1) Penelitian ini dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas isi, efisiensi dan keefektifan
pembelajaran, baik itu proses maupun hasil pembelajaran.
(2) Penelitian ini mampu menumbuhkembangkan kebiasaan meneliti para guru/dosen agar
lebih proaktif mencari pemecahan masalah pembelajaran.
(3) Penelitian ini dapat meningkatkan produktivitas meneliti para guru/dosen dalam
pembelajaran.
(4) Penelitian ini dapat mendorong terjadinya kolaborasi antara dosen dan dosen, antara
dosen dan mahasiswa, antara guru dan dosen, serta antara guru dan guru lainnya.
(5) Penelitian ini dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab para guru/dosen untuk bersama-
sama memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapinya.

Terdapat tiga jenis penelitian bersifat terapan yang digunakan dalam penelitian
peningkatan kualitas pembelajaran, yakni: (1) Penelitian Tindakan Kelas, (2) Penelitian
Eksperimen Semu, dan (3) Penelitian Pengembangan.

Penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran didasarkan atas beberapa prinsip.


Prinsip-prinsip ini hendaknya diperhatikan dan dijadikan bahan pertimbangan dalam
pelaksanaan penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

TES AKHIR BAB

Jawablah pertanyaan di bawah ini!

1. Jelaskan tujuan penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran!


2. Jelaskan karakteristik penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran!
3. Sebutkan secara singkat prinsip-prinsip penelitian untuk peningkatan kualitas
pembelajaran!
BAB II

PENELITIAN
PENGEMBANGAN
Konsep-konsep Kunci

 Hakikat Penelitian Pengembangan


 Kedudukan Pengembangan dalam Kawasan Teknologi Pembelajaran

Kerangka Isi

PENELITIAN PENGEMBANGAN

KEDUDUKAN
PENGEMBANGAN DALAM
HAKIKAT PENELITIAN KAWASAN TEKNOLOGI
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN
Standar Kompetensi

Mahasiswa memahami konsep dasar penelitian peningkatan kualitas pembelajaran, penelitian


pengembangan, model-model dalam penelitian pengembangan, validasi produk, dan
sistematika penulisan penelitian pengembangan.

Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami hakikat penelitian pengembangan dan kedudukan pengembangan dalam


kawasan teknologi pembelajaran.

Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiswa dapat menjelaskan hakikat penelitian pengembangan.

2. Mahasiswa dapat menjelaskan kedudukan pengembangan dalam kawasan teknologi


pembelajaran.

Materi

A. Hakikat Penelitian Pengembangan


Dalam upaya mencari strategi pemecahan masalah yang berbasiskan fakta-fakta
empirik, banyak pendidik kadang-kadang tidak bisa membedakan apakah kegiatan yang sedang
dilakukan merupakan suatu penelitian atau bukan. Untuk mengatasi masalah di atas, Gephart
tahun 1972 mengusulkan taksonomi (klasifikasi) strategi pemecahan masalah yang memiliki
bentuk sama, tetapi memiliki tujuan yang berbeda. Ketiga strategi tersebut adalah: penelitian,
evaluasi, dan pengembangan. Ketiganya memiliki banyak persamaan, di samping tentu saja
perbedaan, terutama dilihat dari segi tujuan yang ingin dicapai. Setidak-tidaknya ada empat
persamaan yang dapat diidentifikasikan.

1. Ketiganya merupakan suatu strategi yang bertujuan. Artinya, setiap strategi merupakan alat
untuk mencapai tujuan. Hanya saja masing-masing memiliki tujuan yang berbeda. Tujuan
utama penelitian adalah menciptakan pengetahuan yang dapat diterapkan secara umum.
Tujuan utama evaluasi adalah memberikan informasi dalam upaya pengambilan keputusan,
sedangkan tujuan utama pengembangan adalah menghasilkan piranti (tools) dan prosedur
yang diperlukan dalam melakukan sesuatu pekerjaan.
2. Ketiga strategi ini memiliki landasan empirik, artinya setiap strategi melibatkan
pengumpulan dan mencatatkan hasil-hasil observasi langsung dalam upaya mendapatkan
data atau bukti-bukti empirik.
3. Ketiga strategi ini saling berhubungan dan saling berinteraksi (interaktif) dalam upaya untuk
mengatasi masalah-masalah nyata di lapangan. Memenuhi kebutuhan pendidikan
memerlukan penciptaan pengetahuan yang dapat digeneralisasikan (penelitian), memilih
alternatif-alternatif (evaluasi), dan penciptaan piranti atau prosedur (pengembangan).
4. Ketiga strategi tersebut dapat diuraikan dalam empat tingkatan wacana atau pembahasan
yang berbeda. Artinya, ketiganya dapat dilukiskan secara abstrak dan umum (tingkat filsafat
ilmu dan metodologi umum) atau dari segi yang bersifat spesifik dan khusus.
Untuk lebih mudah memahami ciri-ciri penelitian, evaluasi, dan pengembangan dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Ciri-ciri Penelitian, Evaluasi, dan Pengembangan

Dimensi Penelitian Evaluasi Pengembangan

Tujuan Membangun basis Memudahkan Memberikan piranti


pengetahuan pengambilan bagi praktik
masyarakat keputusan dalam pendidikan
program-program
pendidikan

Proses Identifikasi masalah; Identifikasi Penetapan fungsi;


Rancangan keputusan; Rancangan sistem
penelitian; Spesifikasi ideal;
Pengumpulan data; parameter Pengumpulan
Analisis data; keputusan; informasi; Saran-
Laporan Rancangan evaluasi; saran mengenai
Pengumpulan data; sistem alternatif;
dan Pelaporan Pemilihan
keputusan yang
mungkin
dilaksanakan;
Pengujian
rancangan;
Pelaksanaan
keputusan;
Membangun
standar unjuk kerja

Produk Pengetahuan yang Informasi untuk Prosedur atau


dapat suatu keputusan produk yang dapat
digeneralisasikan tertentu dilaksanakan

Kriteria Standar Relevansi Standar unjuk


kecermelangan ilmiah keputusan, kerja, perbedaan
kekomprehensifan, fungsi biaya,
kredibilitas, banyaknya hasil
kehematan waktu, yang tidak
keefisienan, standar diinginkan pada
objektivitas ilmiah produk

Sumber: Ardhana (1998)

Sesuai dengan namanya, penelitian pengembangan, tampaknya jenis penelitian ini


memadukan konsep penelitian dan konsep pengembangan. Karakteristik penelitian sebagai
kegiatan ilmiah dan karakteristik pengembangan sebagai upaya menghasilkan produk untuk
pemecahan masalah pendidikan atau pembelajaran menjadi satu kesatuan dalam penelitian
pengembangan.

Setelah diperoleh gambaran tentang perbedaan ketiga hal tersebut, selanjutnya


dipaparkan apa yang dimaksud dengan penelitian pengembangan. Soenarto (2005)
memberikan batasan tentang penelitian pengembangan sebagai suatu proses untuk
mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang akan digunakan dalam pendidikan dan
pembelajaran. Penelitian pengembangan adalah upaya untuk mengembangkan dan
menghasilkan suatu produk berupa materi, media, alat dan atau strategi pembelajaran,
digunakan untuk mengatasi pembelajaran di kelas/laboratorium, dan bukan untuk menguji
teori. Pengertian yang hampir sama juga dikemukakan oleh Borg & Gall (1983) bahwa
penelitian pengembangan sebagai usaha untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-
produk yang akan digunakan dalam pendidikan. Seel & Richey (1994) juga memberikan
pengertian pengembangan sebagai proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk
fisik. Pengembangan atau sering disebut juga sebagai penelitian pengembangan, dilakukan
untuk menjembatani antara penelitian dan praktik pendidikan (Ardhana, 2002).

Penelitian Pengembangan Inovasi Pembelajaran dapat dilakukan melalui beberapa cara


yaitu: 1) Penelitian Tindakan Kelas, 2) Penelitian Eksperimen Semu, dan 3) Penelitian
Pengembangan (Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan, 2008). Penelitian dan
pengembangan atau Research and Development (R&D) atau sering disebut „pengembangan“
adalah strategi atau metode penelitian yang cukup ampuh untuk memperbaiki praktik
pembelajaran. Yang dimaksud dengan Penelitian dan Pengembangan adalah rangkaian proses
atau langkah-langkah dalam rangka mengembangkan suatu produk baru atau memperbaiki
produk-produk yang telah ada agar dapat dipertanggungjawabkan (Direktorat Tenaga
Kependidikan dan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan,
2008). Santyasa (2009) mengemukakan bahwa penelitian pengembangan dalam rangka
peningkatan kualitas pembelajaran memiliki karakteristik sebagai berikut.

(1) Masalah yang ingin dipecahkan adalah masalah nyata yang berkaitan dengan upaya inovatif
atau penerapan teknologi dalam pembelajaran sebagai pertanggungjawaban profesional
dan komitmennya terhadap pemerolehan kualitas pembelajaran.
(2) Pengembangan model, pendekatan, dan metode pembelajaran serta media belajar yang
menunjang keefektifan pencapaian kompetensi siswa.
(3) Proses pengembangan produk validasi yang dilakukan melalui uji ahli dan uji lapangan
secara terbatas perlu dilakukan, sehingga produk yang dihasilkan bermanfaat untuk
peningkatan kualitas pembelajaran. Proses pengembangan, validasi, dan uji coba lapangan
tersebut seyogyanya dideskripsikan secara jelas, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
secara akademik.
(4) Proses pengembangan model, pendekatan, modul, metode, dan media pembelajaran perlu
didokumentasikan secara rapi dan dilaporkan secara sistematis sesuai dengan kaidah
penelitian yang mencerminkan originalitas.

Ada beberapa istilah yang digunakan oleh ahli tentang penelitian pengembangan. Sugiyono
(2016) mengemukakan

Borg and Gall (1998) menggunakan nama Research and Development/R&D yang dapat
diterjemahkan menjadi penelitian dan pengembangan. Richey and Kelin (2009),
menggunakan nama Design and Development Research yang dapat diterjemahkan
menjadi Perancangan dan Penelitian Pengembangan.

Sesuai pendapat Borg & Gall (1983) bahwa penelitian pengembangan sebagai usaha
untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang akan digunakan dalam
pendidikan, ada dua fungsi penelitian pengembangan. Pertama, mengembangkan produk dalam
arti yang luas dapat berupa memperbaharui produk-produk yang telah ada, sehingga produk
menjadi lebih efektif, efisien, praktis, menarik, atau menciptakan baru yang sebelumnya belum
pernah ada. Kedua, memvalidasi produk, hal ini berarti produk itu telah ada sebelumnya,
peneliti hanya menguji efektivitas, efisiensi, dan kemenarikan produk tersebut.

B. Kedudukan Pengembangan dalam Kawasan

Teknologi Pembelajaran
Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktik dalam perancangan, pengembangan,
pemanfaatan, pengelolaan serta evaluasi proses dan sumber belajar (Seels & Richey, 1994).
Definisi ini dirumuskan berdasarkan lima bidang garapan bagi teknolog pembelajaran, yaitu:
perancangan, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi. Kelima hal ini
merupakan kawasan dari bidang teknologi pembelajaran. Apabila dikaji secara lebih mendalam,
maka pelaksanaan kegiatan dalam kawasan pengembangan yang bersinergi dengan kawasan-
kawasan lainnya dan diiringi dengan langkah-langkah ilmiah dapat menjadi suatu kegiatan
penelitian pengembangan. Gambar 1 menjelaskan tentang kelima kawasan Teknologi
Pembelajaran.

PENGEMBANGAN
PEMANFAATAN

Teknologi Cetak
Pemanfaatan Media
Teknologi Audiovisual
Difusi Inovasi
Teknologi Berbasis-
Implementasi dan
Komputer
Institusionalisasi
Teknologi Terpadu
Kebijakan dan
PERANCANGAN Regulasi

TEORI

PRAKTIK
Desain Sistem Pem-

belajaran

Desain Pesan
PENGELOLAAN
Strategi Pembelajaran

Karakterisrik Pebelajar
EVALUASI

Manajemen Proyek

Manajemen Sumber

Analisis Masalah Manajemen Sistem-

Pengukuran Acuan Penyampaian


Patokan
Manajemen Informasi
Gambar 1 Kawasan Teknologi Pembelajaran

(Diadaptasi dari Seels & Richey, 1994)

Pada Gambar 1 terlihat dengan jelas bahwa masing-masing kawasan dalam bidang Teknologi
Pembelajaran terdiri dari beberapa komponen. Kawasan perancangan meliputi: desain sistem
pembelajaran, desain pesan, strategi pembelajaran, dan karakteristik pebelajar. Kawasan
pengembangan sebagai fokus penelitian ini terdiri dari: teknologi cetak, teknologi audiovisual,
teknologi berbasis komputer, dan teknologi terpadu. Kawasan pemanfaatan meliputi
pemanfaatan media, difusi inovasi, implementasi dan institusionalisasi, dan kebijakan dan
regulasi. Kawasan pengelolaan terdiri dari manajemen proyek, manajemen sumber, manajemen
sistem penyampaian, dan manajemen informasi. Terakhir, kawasan evaluasi meliputi analisis
masalah, pengukuran acuan patokan, evaluasi formatif, dan evaluasi sumatif.

Apabila penelitian pengembangan ingin menghasilkan buku ajar, maka di antara kelima
kawasan tersebut, yang menjadi fokus garapan penelitian ini adalah kawasan pengembangan,
khususnya teknologi cetak. Walaupun fokus penelitian ini pada kawasan pengembangan, bukan
berarti lepas dari pengaruh kawasan yang lain dalam kawasan Teknologi Pembelajaran. Hal ini
disebabkan karena antar kawasan tersebut memiliki suatu jalinan hubungan yang saling terkait.
Model apa pun yang digunakan dalam pengembangan bahan ajar, maka pengembang akan
melakukan beberapa fungsi dalam kawasan lainnya. Misalnya, dalam pengembangan bahan
ajar ini digunakan rancangan ADDIE Model, yang bila dilihat dari kawasan Teknologi
Pembelajaran berada dalam kawawan pengembangan, tidak bisa terlepas dari kawasan lainnya.
Kawasan perancangan akan memberikan kontribusi dalam hal mendesain sistem pembelajaran,
mendesain pesan, mengatur strategi pembelajaran, dan memperhatikan karakteristik pebelajar.
Kawasan pemanfaatan memberi sumbangan bagaimana memanfaatkan media, kawasan
pengelolaan memberi sumbangan tentang bagaimana memanajemen sistem penyampaian, dan
kawasan evaluasi memberi tuntunan bagaimana menganalisis masalah, melakukan pengukuran
acuan patokan, melaksanakan evaluasi formatif dan sumatif.

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa pengembangan yang berfokus pada satu
kawasan Teknologi Pembelajaran akan melibatkan kawasan yang lain. Kawasan yang lain akan
menjadi landasan pijak dan memberi tuntunan untuk melakukan kegiatan pengembangan.
Dengan demikian, kelima kawasan Teknologi Pembelajaran merupakan bidang garapan
Teknologi Pembelajaran yang saling mendukung, saling berhubungan, dan saling melengkapi.

PENGEM-
BANGAN

PERAN-
PEMAN-
CANGAN FAATAN

TEORI

PRAKTIK

EVALUASI PENGE-

LOLAAN
Gambar 2 Hubungan Antar Kawasan Teknologi Pembelajaran

dalam Bidang

(Diadaptasi dari Seels & Richey, 1994)

Dengan memperhatikan Gambar 2 akan lebih mudah dimengerti bagaimana kawasan-


kawasan tersebut saling melengkapi dengan ditunjukkannya lingkup penelitian dan teori dalam
setiap kawasan. Gambar kawasan Teknologi Pembelajaran merupakan rangkuman tentang
wilayah utama yang merupakan dasar pengetahuan bagi setiap kawasan.

Sementara para peneliti dapat berkonsentrasi pada satu kawasan, para praktisi sering
harus melakukan fungsi dalam beberapa atau semua kawasan. Walaupun peneliti tersebut
dapat memfokuskan diri pada satu kawasan atau cakupan dalam kawasan tersebut, mereka
menarik manfaat teori dan praktik dari kawasan yang lain. Hubungan antar kawasan bersifat
sinergistik. Misalnya, seorang praktisi yang bekerja dalam kawasan pengembangan
menggunakan teori dan praktik dari kawasan desain, seperti teori desain sistem pembelajaran
dan desain pesan. Seorang praktisi yang bekerja dalam kawasan desain menggunakan teori
mengenai karakteristik media dari kawasan pengembangan dan kawasan pemanfaatan dan
teori mengenai analisis masalah dan pengukuran dari kawasan evaluasi. Sifat saling melengkapi
dari hubungan antar kawasan dapat dilihat secara jelas pada gambar 2 di atas.

Pengembangan adalah proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik


(Seels & Richey, 1994). Kawasan pengembangan mencakup banyak variasi teknologi yang
digunakan dalam pembelajaran. Walaupun demikian, tidak berarti lepas dari teori dan praktik
yang berhubungan dengan belajar dan desain. Misalnya, fokus kegiatan dalam kawasan
pengembangan, tidak terlepas dari teori desain pesan, teori belajar, teori pemerosesan
informasi, dan lain-lain. Tidak pula kawasan tersebut berfungsi bebas dari penilaian,
pengelolaan atau pemanfaatan, melainkan timbul karena dorongan teori dan desain dan harus
tanggap terhadap tuntutan penilaian formatif dan praktik pemanfaatan serta kebutuhan
pengelolaan. Begitu pula, kawasan pengembangan tidak hanya terdiri dari perangkat keras
pembelajaran, melainkan juga mencakup perangkat lunaknya, bahan-bahan visual dan audio,
serta program atau paket yang merupakan panduan berbagai bagian. Hal ini sejalan dengan
pendapat Anglin (1991) bahwa pengembangan pembelajaran adalah pendekatan sistem yang
mencoba untuk mengaplikasikan secara ilmiah prinsip-prinsip perencanaan, desain, kreasi,
penerapan, dan evaluasi keefektifan dan keefisienan pembelajaran.

Di dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi


dan teori yang mendorong, baik desain pesan maupun strategi pembelajaran. Pada dasarnya
kawasan pengembangan dapat dijelaskan dengan adanya: (1) pesan yang didorong oleh isi, (2)
strategi pembelajaran yang didorong oleh teori, dan (3) manifestasi fisik dari teknologi
perangkat keras, perangkat lunak dan bahan pembelajaran.

Ciri yang terakhir, yaitu teknologi, merupakan tenaga penggerak dari kawasan
pengembangan. Berangkat dari asumsi ini, kita dapat merumuskan dan menjelaskan berbagai
jenis media pembelajaran dan karakteristiknya. Akan tetapi, janganlah proses ini diartikan
hanya sebagai suatu pengkategorisasian. Sebaliknya, sebagai elaborasi dari karakteristik
prinsip-prinsip teori dan desain yang dimanfaatkan oleh teknologi.

Kawasan pengembangan dapat diorganisasikan dalam empat kategori: teknologi cetak


(yang menyediakan landasan untuk kategori yang lain), teknologi audiovisual, teknologi
berazaskan komputer, dan teknologi terpadu. Karena kawasan pengembangan mencakup
fungsi-fungsi desain, produksi, dan penyampaian, maka suatu bahan dapat didesain dengan
menggunakan satu jenis teknologi, diproduksi dengan mengunakan yang lain, dan disampaikan
dengan yang lain lagi.

Berdasarkan paparan di atas, maka dapat diketahui bahwa kedudukan pengembangan


dalam Teknologi Pembelajaran merupakan bagian integral dari kawasanTeknologi
Pembelajaran.

Selanjutnya muncul pertanyaan: apakah penelitian pengembangan memiliki level atau


tingkatan tertentu? Menurut Sugiyono (2016) penelitian pengembangan memiliki empat level
atau tingkatan. Keempat level atau tingkatan penelitian pengembangan dari level terendah
sampai level tertinggi adalah sebagai berikut. Pertama, penelitian dan pengembangan level 1,
peneliti melakukan penelitian untuk menghasilkan rancangan, tetapi tidak dilanjutkan dengan
membuat produk dan mengujinya. Kedua, penelitian pengembangan level 2, peneliti tidak
melakukan pengembangan produk, tetapi langsung menguji produk yang telah ada. Ketiga,
penelitian dan pengembangan level 3, peneliti melakukan penelitian untuk mengembangkan
produk yang telah ada, dalam arti peneliti membuat produk yang ada menjadi lebih baik,
efektif, efisien, praktis, menarik dan mengujinya. Keempat, penelitian dan pengembangan level
4, peneliti melakukan penelitian untuk menciptakan produk baru dan menguji keefektifan
produk tersebut.

RANGKUMAN

Penelitian pengembangan adalah upaya untuk mengembangkan dan menghasilkan


suatu produk berupa materi, media, alat dan atau strategi pembelajaran, digunakan untuk
mengatasi permasalahan pembelajaran di kelas/laboratorium, dan bukan untuk menguji teori.

Kedudukan pengembangan dalam Teknologi Pembelajaran merupakan bagian integral


dari kawasanTeknologi Pembelajaran.
TES AKHIR BAB

Jawablah pertanyaan di bawah ini!

1. Jelaskan hakikat penelitian pengembangan!

2. Jelaskan kedudukan pengembangan dalam kawasan teknologi pembelajaran!


BAB III
MODEL DICK & CAREY

Konsep-konsep Kunci

 Langkah-langkah Pengembangan
 Evaluasi Formatif
 Evaluasi Sumatif

Kerangka Isi

MODEL DICK & CAREY

LANGKAH- EVALUASI EVALUASI


LANGKAH FORMATIF SUMATIF
PENGEM-
BANGAN

Standar Kompetensi
Mahasiswa memahami konsep dasar penelitian peningkatan kualitas pembelajaran, penelitian
pengembangan, model-model dalam penelitian pengembangan, validasi produk, dan
sistematika penulisan penelitian pengembangan.

Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami model-model pengembangan.

Tujuan Pembelajaran

Mahasiswa dapat menjelaskan langkah-langkah model pengembangan Dick & Carey.

Materi

Model Dick & Carey

Terdapat beberapa model pengembangan desain pembelajaran secara sistematis yang


terkenal, seperti: Model Kemp, Assure, dan Dick & Carey. Model Dick & Carey adalah yang
paling banyak digunakan oleh desainer pembelajaran dan pelatihan. Alur proses pengembangan
buku ajar menurut Dick dan Carey adalah seperti gambar 4.1 berikut.
Gambar 4.1 Tahapan Pengembangan Dick & Carey

Ada 10 tahapan proses yang dilakukan mulai dari awal pengembangan sampai pada produk
sebagai hasil pengembangan, yaitu:

a. Menganalisis kebutuhan untuk mengidentifikasi tujuan (instructional goal)


b. Menganalisis pembelajaran
c. Menganalisis pebelajar dan konteksnya
d. Menuliskan tujuan unjuk kerja
e. Mengembangkan instrumen penilaian
f. Mengembangkan strategi pembelajaran
g. Mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran
h. Merancang dan melaksanakan Evaluasi formatif
i. Merevisi pembelajaran
j. Merancang dan melaksanakan evaluasi sumatif.
Analisis kebutuhan merupakan tahapan awal yang dilakukan terhadap apa yang akan
dapat dilakukan oleh pebelajar setelah mereka menyelesaikan pembelajaran. Hasil yang
diperoleh dari analisis kebutuhan digunakan untuk merumuskan tujuan umum (goal)
(kompetensi dasar) pembelajaran yang selanjutnya dijadikan pijakan untuk menganalisis
pembelajaran secara lebih luas. Pada analisis pembelajaran dilakukan pencermatan terhadap
apa yang dilakukan oleh pebelajar untuk mencapai tujuan umum. Tujuan umum dikembangkan
menjadi langkah-langkah dan sub langkah yang dilakukan pebelajar dalam pembelajaran dan
menentukan pengetahuan, keterampilan dan sikap apa yang dikembangkan. Analisis
pembelajaran juga merinci langkah-langkah secara lebih detail (subordinat skill) terkait dengan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah ditetapkan dan menetapkan secara tentatif
subordinat yang dilakukan dalam pembelajaran dan yang mesti dikuasai pebelajar tetapi tidak
perlu dilakukan dalam pembelajaran yang dikenal sebagai entry behavior. Pada tahapan analisis
pebelajar dan konteks, pencermatan dilakukan terhadap karakteristik dan keragaman pebelajar
dan analisis terhadap konteks dimana seting pebelajaran dilakukan dan seting diaplikasikanya
pengetahuan dan keterampilan setelah pembelajaran. Bahan-bahan kajian yang sudah
diperoleh pada tahapan pengembangan di atas, tujuan umum, apa yang dilakukan pebelajar,
jenis pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dikembangkan, karakteristik pebelajar,
dan konteks pembelajaran, selanjutnya dipertajam dalam suatu rumusan tujuan pembelajaran
khusus (instructional objective), baik untuk setiap langkah, sub langkah, dan subordinat skill.
Pernyataan tujuan ini mengidentifikasi keterampilan yang dipelajari, syarat-syarat keterampilan
itu harus ditampilkan dan kriteria penampilan yang berhasil. Pada tahapan pengembangan
assesmen, dibuat instrumen pengukuran dengan menekankan hubungan antara jenis perilaku
dalam tujuan. Tahap berikutnya adalah mengidentifikasi strategi yang akan digunakan dalam
pembelajaran untuk mencapai tujuan. Tahap ini digunakan untuk mengembangkan atau
memilih bahan atau mengembangkan suatu strategi untuk pembelajaran kelas yang interaktif.
Sampai pada tahapan ini telah dihasilkan produk awal desain pembelajaran dan perangkatnya
untuk selanjutnya dilakukan uji formatif dan revisi. Ada beberapa tahapan uji formatif yang
umum dilakukan, yaitu uji ahli, uji satu lawan satu, uji kelompok kecil, dan uji lapangan.
Masing-masing jenis uji mempunyai tujuan khusus untuk penyempurnaan desain dan perangkat
pembelajaran agar menjadi pembelajaran yang efektif. Evaluasi sumatif biasanya tidak
melibatkan perancang pembelajaran, tapi melibatkan evaluator independen, komponen ini tidak
dianggap sebagai bagian integral dari pengembangan desain pembelajaran itu sendiri.

Review berikut ini lebih menekankan pada tahapan pengembangan model Dick & Carey
sampai pada pembentukan produk awal, yaitu dari tahapan analisis kebutuhan dan identifikasi
tujuan umum sampai dengan pengembangan material pembelajaran.

1. Analisis Kebutuhan untuk Mengidentifikasi Tujuan

Dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan tujuan umum pembelajaran adalah
pendekatan ahli materi subjek dan pendekatan teknologi untuk unjuk kerja. Tujuan umum
pembelajaran yang dibuat oleh ahli materi subjek biasanya menggunakan kata mengetahui dan
memahami terkait dengan informasi/konten. Desainer pembelajaran menggunakan pendekatan
kinerja teknologi ketika pembelajaran diseting untuk merespon permasalahan atau peluang-
peluang.

Tujuan umum pembelajaran merupakan pernyataan yang jelas tentang perilaku yang
ditunjukkan oleh pebelajar sebagai hasil dari belajar. Tujuan umum ini disusun berdasarkan
analisis kebutuhan dalam mencermati problem dan menentukan akar dari problem. Analisis
kinerja biasanya dilakukan untuk mengkaji problem dan akar problem yang dilakukan dengan
cara wawancara, survey, observasi, dan diskusi kelompok kecil. Dari akar permasalahan ini
dibuat beberapa alternatif pemecahan masalah. Dari beberapa alternatif pemecahan masalah
tersebut dipilih satu pemecahan yang terbaik.

Tujuan umum pembelajaran dipilih dan disempurnakan melalui proses yang rasional
yang mampu menjawab pertanyaan tentang: (a) permasalahan dan kebutuhan, (b) kejelasan
dari pernyataan tujuan, (c) ketersediaan sumber daya pendukung dalam mendesain dan
mengembangkan pembelajaran. Beberapa pertanyaan yang mesti dijawab terkait dengan
permasalahan dan kebutuhan adalah: (a) apakah kebutuhan telah dideskripsikan dan
diverifikasi? (b) apakah kebutuhan tampak dengan jelas atau nyata, baik sekarang dan yang
akan datang? (c) apakah solusi terhadap permasalahan pembelajaran yang dipilih adalah yang
paling efektif? (d) apakah ada kesesuaian yang masuk akal antara pemecahan masalah dengan
permasalahan dan tujuan umum pembelajaran yang diusulkan? dan (e) apakah tujuan umum
pembelajaran diterima oleh pengguna? Beberapa pertanyaan yang mesti dijawab terkait
dengan kejelasan tujuan umum pembelajaran adalah: (a) apakah perilaku yang diharapkan
ditunjukkan dengan jelas dan bisa diukur? (b) apakah area topik jelas? dan (c) apakah konten
cukup stabil? Dari paparan ini, terlihat bahwa tujuan umum pembelajaran terdiri dari empat
komponen, yaitu: (a) karakteristik pebelajar, (b) apa yang dapat dilakukan pebelajar dalam
konteks kinerja, (c) konteks dimana keterampilan/pengetahuan akan digunakan, dan (d)
peralatan yang tersedia.

Tujuan umum pembelajaran sering merupakan pernyataan umum tentang perilaku


(keterampilan, pengetahuan, dan sikap) dan konten yang diklarifikasi sebelum pertanyaan yang
mendahuluinya dapat dijawab. Prosedur yang direkomendasikan untuk mengklarifikasi tujuan
umum pembelajaran mencakup langkah berikut.

a. Tulis tujuan umum


b. Buat daftar semua perilaku yang harus ditunjukkan oleh pebelajar sebagai hasil belajar
atau tercapainya tujuan
c. Analisis daftar perilaku yang telah dikembangkan dan pilih yang terbaik yang
mencerminkan pencapaian dari tujuan
d. Gabungkan perilaku terpilih ke dalam pernyataan tujuan yang mendeskripsikan apa
yang ditunjukkan oleh pebelajar
e. Evaluasi pernyataan tujuan umum yang telah direvisi dan tetapkan apakah pebelajar
yang menunjukkan perilaku tersebut akan mencapai tujuan yang lebih umum (tujuan
yang dibuat di awal)

2. Analisis Pembelajaran

Tujuan utama menganalisis pembelajaran adalah mengidentifikasi keterampilan dan


pengetahuan yang akan dilibatkan dalam pembelajaran. Karena tahapan ini merupakan proses
yang relatif kompleks, maka tahap ini dibagi menjadi 2 tahap lebih kecil, yaitu: menganalisis
tujuan umum dan mengidentifikasi keterampilan subordinat dan entry behavior.

a. Analisis Tujuan Umum Pembelajaran

Pertanyaan pertama desainer dalam mengidentifikasi tujuan umum adalah apa


sebenarnya yang dapat ditunjukkan/dilakukan pebelajar apabila tujuan telah dicapai? Hal ini
berbeda dengan pendekatan ahli yang mengawali pengembangan pembelajaran dengan
menekankan pada ”mengetahui”, yang berangkat dari topik. Analisis tujuan umum dilakukan
setelah ditetapkan pernyataan yang jelas tentang pernyataan tujuan umum. Ada dua tahapan
yang dilakukan dalam menganalisis tujuan umum.

Tahap pertama yang dilakukan dalam menganalisis tujuan umum adalah


mengklasifikasikan tujuan umum ke dalam 4 domain belajar, yaitu: informasi verbal,
keterampilan intelektual, phsikomotor, dan sikap. Informasi verbal merupakan domain belajar
yang sifatnya ingatan terhadap fakta. Pada dasarnya, tujuan pada informasi verbal ini
mengharapkan pebelajar memberikan respon spesifik terhadap pertanyaan yang spesifik, satu
jawaban atau cara menjawab pertanyaan tersebut, tidak melibatkan manipulasi simbol,
pemecahan masalah, atau menerapkan kaidah (rule). Domain belajar informasi verbal biasanya
dinyatakan menggunakan kata: sebutkan (name, state, list) dan menggambarkan (describe).
Keterampilan intelektual adalah domain belajar yang memerlukan pebelajar melakukan
aktivitas kognitif. Ada tiga jenis keterampilan intelektual yang umum, yaitu: pembentukan
konsep, menerapkan kaidah, dan pemecahan masalah. Pembentukan dan pemahaman konsep
adalah keterampilan kognitif dasar yang harus dikuasai oleh pebelajar. Belajar konsep
umumnya dilakukan dengan pemberian contoh dan bukan contoh. Model Taba dan Bruner
mengkaji secara lebih mendalam tentang belajar konsep ini (Degeng, tanpa tahun).

Kaidah dan pemecahan masalah merupakan keterampilan intelektual yang lebih tinggi
yang membutuhkan penguasaan terhadap konsep. Kaidah menyatakan gabungan atau
hubungan dari beberapa konsep. Kaidah yang sederhana merupakan gabungan dari dua konsep
disebut dengan kaidah atomik dan kaidah yang merupakan gabungan dari kaidah atomik
disebut dengan kaidah tingkat lebih tinggi, higher order rule ((Scandura, dalam Medsker, 2001).
Pemecahan masalah merupakan keterampilan intelektual yang paling tinggi yang terdiri dari
pemecahan masalah terstruktur dan kompleks (tidak terstruktur). Permasalahan yang
terstruktur yang umum ditekankan dalam pembelajaran, dimana pebelajar diharapkan
menggunakan beberapa konsep dan kaidah untuk memecahkan masalah yang terdefinisikan
dengan baik, diberikan situasi dan variabel yang diperlukan. Pada masalah yang tidak
terstruktur diperlukan kemampuan dalam melakukan pengkajian secara multipel melalui
eksplorasi sendiri konsep dan kaidah yang dimiliki sehingga tidak ada solusi tunggal dari
permasalahan ini. Domain belajar pada keterampilan kognitif (intelektual) ini paling banyak
memperoleh penekanan dalam belajar.

Karakteristik dari keterampilan phsikomotor adalah pebelajar harus menggunakan


aktivitas otot atau fisik, dengan ataupun tanpa peralatan untuk mencapai suatu hasil. Pada
situasi tertentu kadang lebih banyak unsur phsiko atau proses mental (aktivitas kognitif) dalam
tujuan pshikomotor yang pada akhirnya diterjemahkan ke dalam aktivitas fisik tertentu.

Sikap biasanya dinyatakan sebagai kecenderungan bertindak atau untuk memilih dan
memutuskan sesuatu. Sikap merujuk pada kesiapan mental dalam memberikan respon positif
atau negatif terhadap suatu objek. Karakteristik dari tujuan pada domain sikap adalah tujuan ini
sangat mungkin tidak dicapai pada akhir pembelajaran. Tujuan penting ini cenderung bersifat
jangka panjang dan sangat sulit diukur dalam waktu singkat. Mengukur sikap dilakukan dengan
menyuruh pebelajar melakukan sesuatu, bisa saja keterampilan intelektual, informasi verbal,
maupun phsikomotor.
Domain belajar yang dikemukakan oleh Dick dan Carey ini sebenarnya mengadopsi 5
domain yang dikemukakan oleh Gagne, yaitu: informasi verbal, keterampilan intelektual,
phsikomotor, sikap, dan strategi kognitif. Hanya saja, strategi kognitif dimasukkan dalam bagian
keterampilan intelektual, yaitu pemecahan masalah yang kompleks (ill-structured).

Tahap kedua dalam analisis tujuan umum pembelajaran adalah mengidentifikasi


tahapan utama tentang apa yang didemonstrasikan sebagai tanda dari ketercapaian tujuan.
Tahapan utama ini mesti mengandung perilaku dan konten yang relevan, dan harus diurutkan
secara logis dan efisien. Domain belajar keterampilan intelektual, phsikomotor, dan sikap, harus
dibuat diagram urutan tahapan yang hierarkies. Tahapan yang dibuat adalah berupa urutan
tentang apa yang dilakukan pebelajar bukan urutan mengajar sehingga setiap tahap maupun
subtahap memuat tentang kerja (menggunakan kata kerja). Urutan apa yang dilakukan
pebelajar dinyatakan dengan tanda anak panah.

Analisis domain belajar informasi verbal biasanya menghasilkan sejumlah topik yang
dapat diorganisasi secara kronologis (kategori) atau dinyatakan dalam bentuk hubungan antar
bagian dari suatu keseluruhan, dari sederhana ke kompleks, atau dari familiar ke tidak familiar.
Diagram tentang bagian dari informasi verbal tidak mengandung tanda panah yang
menunjukkan urutan dari kategori.

Produk akhir dari analisis tujuan umum adalah diagram keterampilan, ikhtisar tentang
apa yang dilakukan pebelajar ketika mencapai tujuan umum pembelajaran. Diagram ini bersifat
tentatif (draft) yang akan dievaluasi dan disempurnakan, dilihat dari keluasan, dan ketepatan
urutannya.

b. Mengidentifikasi Keterampilan Subordinat dan Entry Behavior

Pertanyaan berikutnya adalah apa yang perlu dikuasai oleh pebelajar untuk bisa
melakukan tahapan utama dan subtahapan dalam rangka mencapai tujuan umum
pembelajaran. Tahapan utama yang telah ditetapkan pada analisis tujuan umum dilakukan
dengan menganalisis keterampilan-keterampilan prasarat (subordinate skills) untuk masing-
masing tahapan utama ataupun subtahapan utama. Memulai menganalisis keterampilan
subordinat memerlukan deskripsi yang jelas tentang tugas utama yang diperlukan pebelajar
untuk mencapai tujuan umum pembelajaran. Setiap keterampilan prasarat juga dikaji apakah
diperlukan keterampilan prasarat berikutnya, demikian seterusnya.
Pengkajian terhadap setiap tahapan utama dalam tujuan umum penting dilakukan dalam
membangun keterampilan subordinat. Setiap tahapan utama ataupun subtahapan utama
memiliki tujuan pada domain belajar tertentu. Apabila tujuan umum adalah informasi verbal,
maka digunakan cara analisis kluster dan apabila keterampilan intelektual dan phsikomotor
maka dilakukan analisis hierarki.

Analisis tujuan dari suatu sikap adalah mengidentifikasi perilaku yang akan diperlihatkan
jika pebelajar memiliki sikap tersebut. Pada saat menganalisis keterampilan subordinat yang
berhubungan dengan sikap ini, semua perilaku perlu dianalisis.

Informasi verbal diperlukan untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan


keterampilan intelektual dan phsikomotor ditempatkan pada kerangka hierarki (diagram) untuk
mendukung tahapan utama. Beberapa informasi verbal dan sikap berkaitan dengan
keterampilan intelektual atau phsikomotor sehingga kedua domain belajar ini secara diagram
dikaitkan ke dalam kerangka besar dari keterampilan intelektual ataupun phsikomotor dengan
memberikan simbol-simbol tertentu.

Setiap keterampilan yang diidentifikasi saat menganalisis keterampilan subordinat,


proses analisis terus diulangi. Setiap keterampilan subordinat dianalisis lebih lanjut apakah
terdapat keterampilan subordinat yang perlu diidentifikasi, demikian seterusnya sampai diyakini
tidak ada lagi keterampilan subordinat yang perlu diidentifikasi. Sampai pada tahapan ini,
desainer selanjutnya mengidentifikasi entry behavior, yaitu keterampilan subordinat yang tidak
perlu dilakukan dalam pembelajaran. Batas keterampilan subordinat dan entry behavior
digambarkan menggunakan garis putus-putus pada diagram hierarki. Semua keterampilan
subordinat dan entry behavior dituliskan dalam suatu kotak yang dihubungkan dengan tanda
anak panah dari bawah ke atas yang menunjukkan urutan keterampilan yang perlu dilakukan
pebelajar. Bagian dimana pebelajar harus mengambil keputusan digambarkan menggunakan
kotak diamon yang mengandung dua pilihan.

Produk akhir dari tahapan analisis keterampilan subordinat adalah kerangka atau
diagram keterampilan subordinat yang diperlukan pebelajar untuk menguasai setiap tahapan
utama dari tujuan umum pembelajaran. Keseluruhan hasil dari analisis pembelajaran adalah:
tujuan umum pembelajaran, tahapan utama dan subtahapan utama yang diperlukan untuk
mencapai tujuan umum, keterampilan subordinat yang diperlukan untuk menguasai tahapan
utama, dan entry behavior. Kerangka atau diagram Tahapan utama dan keterampilan
merupakan landasan dari semua aktivitas yang dilakukan dalam desain pembelajaran
berikutnya.

Dipandang sangat perlu melakukan evaluasi terhadap analisis tugas belajar sebelum
melakukan kegiatan desain pada tahapan berikutnya. Kualitas dari analisis akan berpengaruh
langsung pada kemudahan kegiatan desain berikutnya dan kualitas pembelajaran. Kriteria
khusus yang digunakan untuk mengevaluasi analisis meliputi apakah semua tugas relevan
sudah diidentifikasi, apakah tugas yang berlebih-lebihan sudah dikurangi, dan hubungan antara
tugas satu dengan yang lain sudah akurat. Untuk menghasilkan analisis tugas yang akurat
diperlukan sejumlah pengulangan dan penyempurnaan.

3. Menganalisis Pebelajar dan Konteksnya

Tahapan proses pengembangan di atas sudah menghasilkan draft kajian tentang apa
yang akan diajarkan. Disamping kajian tentang apa yang akan diajarkan, sangat perlu dilakukan
analisis pebelajar (pengkajian tentang karakteristik pebelajar), dan analisis konteks (konteks
bagaimana pembelajaran disampaikan, dan konteks bagaimana keterampilan akan digunakan
pada akhirnya). Analisis ini akan memberikan arahan pada bagaimana cara mengajarkan apa
yang akan diajarkan.

Pada analisis karakteristik pebelajar, beberapa hal yang perlu dicermati adalah tingkat
kemampuan membaca, jangkauan perhatian, pengalaman, tingkat motivasi, sikap terhadap
sekolah dan kerja, hasil belajar (akademik) dari situasi pembelajaran sebelumnya. Hal lain yang
sangat penting dikaji adalah keluasan dan konteks dari pengetahuan dan keterampilan yang
telah dimiliki oleh pebelajar. Analisis pebelajar ini memberikan informasi penting pada arah
desain selanjutnya dilihat dari kesesuaian konteks, motivasi, format material, dan kuantitas
material yang disampaikan untuk setiap pembelajaran.

Analisis berikutnya adalah analisis konteks unjuk kerja (kinerja) atau lingkungan dimana
pebelajar akan berperan atau diperankan sebagai pebelajar, pekerja, dan warga negara.
Menurut pandangan konstruktivisme, analisis konteks yang cermat sangat penting untuk
membantu pebelajar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang tepat. Analisis konteks kinerja
yang cermat akan memotivasi, meningkatkan relevansi pembelajaran, dan meningkatkan
transfer pengetahuan dan keterampilan baru ke dalam dunia kerja. Beberapa hal yang penting
mendapat pencermatan pada analisis kinerja adalah apakah pebelajar akan memperoleh
managerial atau dukungan supervisi dalam konteks kinerja, aspek sosial dan fisik dari kinerja,
dan relevansi informasi dan keterampilan yang dipelajari dengan kinerja (konteks kerja).

Tugas berikutnya dari tahapan analisis pebelajar dan konteks ini adalah mendeskripsikan
lingkungan belajar. Ada dua aspek penting dari analisis lingkungan belajar, yaitu apa yang
dapat dilakukan (what is) dan apa yang semestinya (what should be). What is merupakan
review tentang seting di mana pembelajaran akan dapat berlangsung, sedangkan what should
be adalah fasilitas, peralatan, dan sumber daya yang mendukung pembelajaran yang dikaji.
Dalam analisis konteks tentang lingkungan belajar, beberapa elemen yang menjadi fokus kajian
adalah: (a) kompatibilitas situs dengan keperluan pembelajaran, (2) kesesuasian (adaptibilitas)
situs untuk aspek-aspek yang disimulasikan dari tempat kerja atau konteks kinerja, (c)
kesesuaian situs menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi dan pendekatan
penyampaian pembelajaran, (4) kendala yang dihadapi yang berpengaruh pada desain dan
penyampaian pembelajaran.

Isu penting dalam lingkungan belajar diperoleh melalui review sumber daya yang
mendukung dan menghambat atau membatasi pilihan pembelajaran. Kedua sumber daya, baik
yang mendukung dan membatasi biasanya dianalisis dalam kategori seperti finansial, personal,
waktu, fasilitas, peralatan, dan budaya lokal. Dalam hal ini sangat perlu dilihat kompatibilitas
antara lingkungan belajar dengan kebutuhan pembelajaran dan kebutuhan pebelajar. Bagian
terakhir adalah mencermati kelayakan simulasi antara konteks kinerja dengan lingkungan
belajar. Semakin dekat kita mensimulasikan situs kinerja dengan situs belajar, semakin
memungkinkan pebelajar mampu menstranfer dan mengimplementasikan keterampilan baru
yang dikuasai. Hasil analisis yang cermat dari karakteristik pebelajar, konteks kinerja, dan
konteks belajar akan memudahkan dalam mengembangkan tujuan pembelajaran khusus yang
sesuai dengan keterampilan, pebelajar, dan konteks.

4. Menuliskan Tujuan Unjuk Kerja


Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan unjuk kerja atau tujuan pembelajaran
khusus (learning objective) memegang peranan penting dalam meningkatkan hasil belajar.
Walaupun secara empiris penetapan tujuan ini berkontribusi penting, tetapi kajian tentang cara
menetapkan tujuan pembelajaran banyak diabaikan oleh para pelaku pembelajaran. Tujuan
pembelajaran khusus sangat penting disampaikan kepada pebelajar sebelum pembelajaran,
lebih-lebih pembelajaran yang dirancang berpusat pada pebelajar.

Tujuan pembelajaran khusus (indikator) adalah deskripsi secara detail tentang apa yang
akan dapat dikerjakan pebelajar setelah menyelesaikan suatu unit pembelajaran. Beberapa
istilah diberikan untuk tujuan ini, seperti behavioral objective, performance objective, dan
instructional objective. Semua istilah ini merujuk pada deskripsi tentang pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang menjadi target instruktur pembelajaran untuk dikuasai oleh
pebelajar. Berbeda dengan tujuan umum pembelajaran yang memuat apa yang dapat dilakukan
pebelajar hingga mencakup konteks dunia nyata, tujuan pembelajaran yang merupakan
terjemahannya dalam situasi pembelajaran sering disebut sebagai terminal objective. Terminal
objective ini merupakan deskripsi tentang apa yang dapat dilakukan pebelajar setelah
menyelesaikan suatu unit pembelajaran, dalam situasi pembelajaran saja. Tujuan-tujuan
pembelajaran yang medeskripsikan keterampilan-keterampilan untuk mencapai terminal
obejctive disebut tujuan subordinat. Lebih tegasnya, tujuan pembelajaran umum adalah
pernyataan tentang apa yang dapat dilakukan pebelajar pada konteks kinerja, terminal
objective merupakan pernyataan tentang apa yang dapat dilakukan pebelajar pada konteks
belajar, dan tujuan subordinat merupakan sejumlah keterampilan yang harus dikuasai pebelajar
dalam rangka mencapai terminal objective. Tujuan pembelajaran khusus diturunkan dari
keterampilan-keterampilan yang ditetapkan dalam analisis pembelajaran. Satu atau lebih tujuan
bisa dibuat untuk setiap keterampilan yang diidentifikasi dalam analisis pembelajaran. Bahkan
keterampilan pada entry behavior perlu dituliskan tujuan khsusnya karena salah satu fungsi
penulisan tujuan khusus adalah untuk mengarahkan evaluasi.

Mager (1962) mengemukakan 3 komponen penting dalam menyusun pernyataan tujuan


pembelajaran, yaitu keterampilan atau perilaku yang dirumuskan pada analisis pembelajaran
yang memuat aksi dan konten, kondisi yang disediakaan saat pebelajar mengerjakan tugas, dan
kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar. Gagne (1989) mengemukakan 4
komponen penulisan tujuan pembelajaran yang sebenarnya identik dengan Mager, dimana
komponen perilaku dipisahkan menjadi aksi menggunakan kata kerja operasional (tidak vague)
dan konten yang mejadi objek dari aksi tersebut. Gagne (1992) menyempurnakan lagi
rumusannya tentang cara menuliskan tujuan pembelajaran yang terdiri dari 5 komponen, yaitu:
(a) situasi, (b) peralatan dan kendala, (c) aksi, (d) objek, dan (e) kapabilitas (kaitan antara
tujuan khusus dengan tujuan umum.

Bagian kondisi dalam perumusan tujuan merujuk pada seperangkat keadaan dan
sumber daya yang mesti ada saat pebelajar menunjukkan kemampuannya sebagai indikator
tercapainya tujuan. Ada tiga komponen dalam perumusan kondisi, yaitu: (a) hal kunci (kiu)
atau rangsangan yang akan digunakan pebelajar mengeksplorasi informasi yang disimpan di
memory, (b) karakteristik material yang digunakan untuk menyelesaikan tugas, (c) ruang
lingkup dan kompleksitas tugas, dan (d) konteks otentik yang relevan untuk seting hasil belajar
terkait dengan dunia nyata. Khusus untuk kondisi terkait dengan tujuan yang berhubungan
dengan sikap, perlu dipertimbangkan keadaan dimana pebelajar bebas membuat pilihan.

Penetapan komponen kriteria dari tujuan merupakan bagian krusial karena menyangkut
keputusan kelayakan tentang tercapainya tujuan. Banyak desainer pembelajaran menggunakan
rubrik atau ceklis untuk mendefinisikan kriteria yang kompleks untuk respon (jawaban, produk,
dan unjuk kerja) yang dapat diterima. Kriteria untuk domain phsikomotor dan sikap umumnya
lebih kompleks dimana sejumlah perilaku yang dapat diamati perlu ditabelkan. Perilaku-perilaku
ini sangat berguna untuk mengembangkan ceklis atau rating scale yang diperlukan. Ketika
hanya ada satu respon yang mungkin, banyak desainer tidak menuliskan kriteria karena sudah
terimplikasi di dalamnya, sementara desainer yang lain hanya menambahkan kata ”dengan
benar”.

5. Pengembangan Instrumen Penilaian

Assesmen mencakup semua jenis aktivitas yang ditunjukkan pebelajar sebagai


indikator telah mencapai tujuan. Dengan demikian, assesmen mengandung makna yang umum,
tidak hanya pengukuran yang sifatnya testing saja. Assesmen memegang peranan penting, baik
dalam mengevaluasi ketercapaian tujuan ataupun kualitas pembelajaran. Dalam proses desain
pembelajaran dengan pendekatan sistem, kajian tentang assesmen dilakukan sebelum
pengembangan strategi, pengembangan material dan pelaksanaan pembelajaran, karena
assesmen merupakan acuan/landasan pengembangan strategi pembelajaran. Assesmen yang
dikembangkan dalam proses desain pembelajaran adalah assesmen yang menggunakan acuan
kriteria (criteria refferenced assesment).

Dalam mengembangkan tes acuan kriteria, sangat perlu dibuat tabel tentang tujuan
yang dikaitkan dengan unjuk kerja (kinerja) sesuai dengan hasil analisis pembelajaran. Kondisi,
perilaku, dan kriteria yang terkandung dalam pernyataan tujuan akan membantu dalam
menentukan format terbaik dari instrumen assesmen.

Ada 4 jenis tes (mengacu pada kriteria dan tujuan) yang dibuat oleh desainer, yaitu tes
entry behavior, pre-test, tes latihan (rehearshal test) dan post-test. Setiap jenis tes ini
mempunyai fungsi yang berbeda. Tes entry behavior dan pre-test diberikan sebelum
pembelajaran. Tes entry behavior mengukur penguasaan pebelajar terhadap pengetahuan dan
keterampilan prasyarat. Tes ini penting dilakukan saat evaluasi formatif untuk melihat sejauh
mana keakuratan dalam menetapkan entry behavior. Pre-test berfungsi untuk mengetahui profil
pemahaman pebelajar terhadap pengetahuan dan keterampilan hasil dari analisis pembelajaran.
Keterampilan yang bersifat kunci yang mencakup tujuan umum atau tujuan terminal
diprioritaskan dalam mengembangkan pre-test. Test entry behavior dan pre-test sering
dikombinasikan dalam pelaksanaannya. Pre-test sangat penting dilaksanakan apabila dipandang
pebelajar memiliki pengetahuan yang parsial tentang konten.

Tes latihan berfungsi untuk menciptakan partisipasi pebelajar yang aktif saat
pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk mengevaluasi tingkat
pemahamannya sendiri. Pemberian tes ini diikuti dengan pemberian feedback oleh instruktor.
Post-test adalah tes yang paralel dengan pre-test, kecuali apabila pre-test dikombinasikan
dengan tes entry behavior. Post-test diharapkan mencakup seluruh tujuan, tetapi karena
adanya beberapa keterbatasan, sangat penting diharapkan mencakup keterampilan kunci
utamanya yang fokus pada tujuan terminal (terminal objective).

Ada 4 kategori item tes yang perlu dipertimbangkan dalam membuat item tes dan tugas
assesmen, yaitu: (a) kriteria berpusat pada tujuan, (b) kriteria yang berpusat pada pebelajar,
(c) kriteria yang berpusat pada konteks, dan (d) kriteria yang berpusat pada assesmen.
Keempat kategori di atas difungsikan untuk menjamin agar assesmen yang dibuat mempunyai
kesesuaian dengan semua pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam tujuan, sesuai
dengan karakteristik pebelajar, sesuai dengan konteks performan dan konteks belajar, serta
memiliki kejelasan bagi pebelajar (tidak membingungkan).

Tes objektif merupakan format tes yang terbaik untuk sebagian besar tujuan pada
domain informasi verbal dan keterampilan intelektual. Dalam hal ini, jenis format item tes
objektif yang sesuai dengan kondisi dan perilaku yang terkandung dalam tujuan perlu dijadikan
landasan. Disamping itu, jumlah item tes untuk mengukur jenis domain belajar tertentu
berbeda-beda. Untuk keterampilan intelektual diperlukan 2 sampai dengan 3 item tes,
sementara untuk informasi verbal kadang cukup dibuatkan satu item tes.

Beberapa keterampilan intelektual tidak dapat diukur menggunakan tes objektif.


Keterampilan intelektual yang menghasilkan produk atau unjuk kerja, demikian pula
phsikomotor dan perilaku yang berhubungan dengan sikap harus diukur menggunakan tes yang
dilakukan selama pembelajaran dan instrumen observasi untuk evaluator. Dalam membuat
instrumen ini perlu dilakukan identifikasi unsur-unsurnya, paraphrase unsur-unsur
(menguraikan dan memilah unsur-unsur tersebut), dan urutan unsur-unsur yang diobservasi
dari produk, performan, dan perilaku. Disamping itu perlu dipilih format indikator untuk
evaluator termasuk bagaimana cara memberikan skor.

Setiap jenis item tes (essay, isian, melengkapi, menjodohkan, pilihan, dll) memiliki
kekuatan untuk mengukur jenis perilaku yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran. Kualitas
item dan instrumen tergantung pada kualitas tujuan (objective), dan secara tidak langsung
bergantung pada kualitas hasil analisis pembelajaran.

6. Pengembangan Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran merujuk pada berbagai variasi aktivitas pembelajaran (belajar-


mengajar). Strategi pembelajaran yang dimaksud di sini adalah strategi mikro, strategi terkait
dengan tujuan khusus tertentu. Untuk mengembangkan strategi mikro diperlukan kajian
strategi makro, yaitu keseluruhan strategi mulai dari mengenalkan topik pada pebelajar sampai
dengan tercapainya tujuan umum.

Suatu material belajar yang baik mengandung strategi atau prosedur seperti yang baik
dilakukan guru dalam mengelola pembelajaran. Dalam pembelajaran menggunakan material
belajar (student centered), strategi pembelajaran harus dibangun oleh pebelajar. Oleh sebab itu
dalam mendesain dan mengembangkan material belajar sangat penting dilakukan kajian
tentang strategi pembelajaran. Untuk kebutuhan ini, psikologi pendidikan tentang belajar dan
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap belajar memegang peranan penting.

Strategi pembelajaran secara umum mencakup sejumlah aspek, yaitu mengurutkan dan
mengorganisasi konten, menetapkan aktivitas belajar, menyampaikan konten, dan aktivitas
belajar-mengajar. Strategi pembelajaran merupakan landasan dalam membuat sistem
penyampaian (delivery system), sehingga dua terminologi ini mempunyai makna yang berbeda.
Sistem penyampaian merupakan keputusan yang diambil sebagai hasil dari pengembangan
strategi pembelajaran. Ada tiga komponen strategi penyampaian, yaitu media pembelajaran,
interaksi pebelajar dengan media, dan bentuk belajar mengajar. Pemilihan sistem penyampaian
biasanya merupakan keputusan managemen kurikulum, sementara strategi pembelajaran
merupakan proses perencanaan unit pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah preskripsi
yang digunakan untuk mengembangkan atau memilih media pembelajaran. Secara detail,
strategi pembelajaran mencakup aktivitas :

a. mereview analisis pembelajaran dan mengidentifikasi pengelompokan tujuan khusus


yang akan diajarkan dengan urutan yang tepat (sequence dan organize)
b. Merencanakan komponen belajar yang dilakukan dalam pembelajaran
c. Memilih pengelompokan pebelajar yang efektif dalam belajar
d. Menspesifikasi material dan media yang efektif dilihat dari pembiayaan, kesesuaian, dan
konteks belajar
Hasil dari aktivitas di atas selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam memilih dan
mengembangkan sistem penyampaian dan material pembelajaran. Secara detail hasil kajian
strategi pembelajaran dapat digunakan sebagai: (a) preskripsi untuk mengembangkan material
pembelajaran, (b) seting kriteria untuk mengevaluasi material yang telah ada, (c) seting kriteria
dan preskripsi untuk merevisi material yang sudah ada, (d) kerangka dalam merencanakan
catatan pembelajaran di kelas, latihan kelompok interaktif, dan menyusun pekerjaan rumah.

Urutan pembelajaran dapat mengacu pada diagram keterampilan hasil analsis


pembelajaran, dimulai dari bawah ke atas dan kiri ke kanan. Kadang kala sangat baik
menyajikan semua tujuan yang berhubungan dengan domain informasi verbal pada tingkatan
lebih rendah (definisi) pada awal pembelajaran. Hanya saja, perlu kehati-hatian agar tidak
mengabaikan konteks pembelajaran yang sangat diperlukan untuk pemahaman definisi
tersebut. Pebelajar mungkin akan mengalami kebosanan belajar informasi verbal yang terlepas
dari konteks.

Ukuran kluster dari material merupakan bagian yang perlu mendapatkan pertimbangan
dalam mengorganisasi konten. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan
ukuran kluster adalah: (a) tingkatan umur pebelajar, (b) kompleksitas materi, (c) tipe balajar
yang terjadi, (d) apakah aktivitas belajar bisa divariasikan dengan memfokuskan perhatian pada
tugas, (e) waktu yang diperlukan untuk seluruh aktivitas setiap kluster. Pertimbangan waktu
menjadi cukup longgar apabila sistem penyampaian dilakukan dalam format belajar berpusat
pada pebelajar, seperti pembelajaran berbasis modul dan komputer.

Ada 5 komponen belajar menurut Dick dan Carey hasil modifikasi dari konsep strategi
pembelajaran yang disebut dengan nine even of instruction yang dikemukakan oleh Gagne,
yaitu: (a) aktivitas awal (preinstructional activities), (b) penyajian materi (content presentation).
(c) partisipasi pebelajar (learner partisipation), (d) assesmen, dan (e) follow-through activities.
Komponen assesmen dikeluarkan dari strategi untuk memfasilitasi managemen pembelajaran.
Assesmen digunakan sebagai penghubung antara pembelajaran dan kebutuhan pebelajar,
mengevaluasi kualitas material pembelajaran, dan mengevaluasi progres pebelajar. Walaupun
fungsi asessmen dalam strategi adalah pengelolaan, namun juga dapat mendukung belajar
apabila dibarengi dengan umpan balik.

Komponen Aktivitas awal mencakup kegiatan motivasi, menjelaskan tujuan khusus, dan
mendeskripsikan atau mengukur entry behavior. Pada komponen penyajian materi, biasanya
dideskrisikan tentang pemahaman konsep melalui pemberian contoh dan non contoh dan
hubungan antar konsep. Urutan penyajian konten sangat perlu mempertimbangkan urutan
hierarki mengacu pada diagram hasil analisis pembelajaran. dua hal pokok yang dilakukan pada
langkah partisipasi pebelajar adalah pemberian latihan (praktek) dan umpan balik (feedback).
Pada komponen assesmen dilakukan pengkajian tentang pengukuran terhadap kemampuan
pebelajar menggunakan tes acuan kriteria, baik sebelum pembelajaran (entry behavior dan pre-
test) dan setelah pembelajaran (post-test). Pertimbangan yang dilakukan, seperti apakah akan
dilakukan tes entry behavior dan kapan dilakukan, apakah pretes akan dilakukan pada
keseluruhan keterampilan, keterampilan yang mana yang diukur, dan kapan dilakukan, serta
kapan dan bagaimana postes akan dilaksanakan. Komponen Follow-through merupakan
keseluruhan strategi untuk menentukan apakah memori pebelajar dan transfer yang diperlukan
sudah tercapai. Pertanyaan ini dapat dicermati pertama kali dari review hasil analisis konteks
kinerja yang mendeskripsikan pada kondisi bagaimana pebelajar harus menunjukkan hasil
belajarnya. Dua pertanyaan mendasar yang menjadi acuan pada komponen ini adalah apa
yang dapat diingat pebelajar dan bagaimana cara pebelajar menunjukkan kemampuan
ingatannya, dan apa karakteristik dari pengetahuan transfer yang diharapkan terjadi.

Dalam pengembangan strategi pembelajaran, urutan proses tidak mesti harus sama
dengan urutan komponen pembelajaran. Tahap pertama adalah penentuan urutan dan kluster
tujuan. Tahap ke dua adalah mendeskripsikan aktivitas awal (preinstructional), strategi
assesmen dan follow-through. Tahap ke tiga adalah mempreskripsikan penyajian konten dan
partisipasi pebelajar. Tahap ke empat adalah menetapkan tujuan khusus dan pelajaran.
Tahapan terakhir adalah mereview strategi pembelajaran untuk menkonsolidasi pemilihan
media dan memastikan sistem penyampaian.

Jenis tujuan umum instruksional merupakan pertimbangan penting ketika mendesain


strategi pembelajaran. Baik keterampilan intelektual, informasi verbal, phsikomotor, dan sikap
memerlukan kajian dari lima komponen strategi. Setiap jenis tujuan umum mungkin
memerlukan kegiatan yang spesifik dari komponen strategi pembelajaran.

Di dalam mengembangkan setiap komponen dari strategi pembelajaran, sangat penting


juga dipertimbangkan karakteristik dari pebelajar, seperti; kebutuhan pebelajar, minat,
pengalaman, dan informasi tentang bagaimana meningkatkan dan mempertahankan perhatian/
motivasi selama pelaksanaan 5 komponen balajar. Model motivasi ARCS dari Keller merupakan
landasan yang dapat digunakan dalam mengembangkan material yang dapat memotivasi
pebelajar.

Pengelompokan pebelajar dan pemilihan media adalah dua hal yang perlu dikaji dalam
merencanakan komponen belajar dalam strategi pembelajaran. Penekanan perlu diberikan pada
pengelompokan pebelajar dalam komponen belajar, kecuali pada pembelajaran mandiri.
Pertanyaan pertama dalam membuat keputusan tentang pengelompokan pebelajar adalah
apakah ada keperluan tentang adanya interaksi sosial dalam hasil analisis konteks kinerja dan
konteks belajar, dalam pernyataan tujuan, dalam komponen belajar, atau menjadi penekanan
khusus dalam proses pembelajaran. Jenis pengelompokan pebelajar (individual, berpasangan,
kelompok kecil, atau kelompok besar) tergantung pada jenis interaksi sosial yang ditetapkan
dalam dan di antara komponen belajar.

Pemilihan media berhubungan dengan pemilihan sistem penyampaian. Pemilihan media


berhubungan dengan domain belajar, apakah keterampilan intelektual, informasi verbal,
phsikomotor, atau sikap. Pemilihana media juga diarahkan oleh jenis tujuan khusus (learning
objective). Pemilihan media ini sangat terkait dengan penetapan sistem penyampaian (delivery
system).

7. Pengembangan dan Pemilihan Bahan Pembelajaran

Material pembelajaran merujuk pada sejumlah material awal yang sudah ada dan
material yang akan dikembangkan untuk mencapai tujuan. Semua material pembelajaran harus
dilengkapi dengan tes atau assesmen kinerja untuk produk. Material pembelajaran juga perlu
dilengkapi dengan manual bagi instruktur untuk menunjukkan bagaimana material ini
diimplementasikan dalam pembelajaran. Secara keseluruhan, untuk mengembangkan
pembelajaran diperlukan sumber-sumber material berikut:

 Tujuan umum pembelajaran


 Analisis pembelajaran
 Tujuan pembelajaran khusus
 Item tes
 Karakteristik pebelajar
 Karakteristik konteks kinerja dan konteks belajar
 Strategi pembelajaran yang mencakup preskripsi tentang: (a) kluster dan urutan tujuan
khusus, (b) aktivitas pembelajaran awal, (c) assesmen yang akan digunakan, (d)
penyajian konten dan contoh, (d) partisipasi pebelajar, (e) strategi untuk ingatan dan
keterampilan transfer pengetahuan, (f) aktivitas yang dirancang untuk pelajaran individu,
pengelompokan pebelajar dan pemilihan media, dan (g) sistem penyampaian.
Dalam mengembangkan material pembelajaran, ada dua hal pokok yang sangat penting
dicermati, yaitu bagan evaluasi desain dan dokumen analisis pebelajar, analisis konteks, dan
strategi pembelajaran. Bagan evaluasi desain memberikan kemudahaan dalam melihat
kesesuaian antara material pembelajaran yang dibuat dengan tujuan pembelajaran. Kedua hal
di atas membantu desainer tetap pada jalur yang sesuai dengan tujuan dan menghindari
bahasan menarik tetapi di luar informasi yang dibutuhkan. Dokumen-dokumen yang disebutkan
di atas memfokuskan desainer pada kondisi yang ditetapkan dalam tujuan khusus dan juga
karakteristik serta kebutuhan khusus pebelajar.

Dalam memilih media yang sudah ada, evaluasi yang cermat perlu dilakukan agar sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Untuk membantu mengevaluasi material pembelajaran, 4 kategori
kriteria perlu dijadikan pertimbangan, yaitu evaluasi material pembelajaran yang berpusat pada
tujuan umum, berpusat pada pebelajar, berpusat pada konteks, dan berpusat pada belajar. 3
kriteria yang pertama sama dengan kategori kriteria dalam mengembangkan assesmen.
Evaluasi material yang berpusat pada belajar meliputi beberapa hal, seperti: (a) ketepatan
urutan konten, (b) adanya penekanan motivasi, (c) adanya partisipasi pebelajar dan latihan
praktis, (d) melibatkan umpan balik, (e) adanya tes/assesmen yang memadai, (f) adanya
pengarahan tentang follow-through untuk meningkatkan memori dan transfer, (g) adanya
sistem penyampaian dan format media yang memadai dalam mencapai tujuan dan konteks
belajar, (h) adanya arahan bagi pebelajar untuk berpindah dari komponen atau aktivitas belajar
satu ke yang lain.

Dengan menyelesaikan rangkaian tahapan proses desain pembelajaran pada tahap ini,
maka akan dihasilkan draft material pembelajaran, draft assesmen, dan draft manual
pembelajaran. Draft pembelajaran ini sangat perlu memperoleh umpan balik dari pebelajar,
instruktor, ahli untuk selanjutnya dilakukan revisi.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan dan pemilihan materi


pembelajaran, yaitu: 1) memilih media dan sistem penyampaian, 2) komponen-komponen
dalam paket pembelajaran, 3) kriteria untuk mengevaluasi materi berdasarkan beberapa
kategori, 4) peranan pengajar dalam pengembangan materi, dan 5) penyampaian pengajaran,
serta 6) strategi-strategi pembelajaran.

a. Pemilihan media dan sistem penyampaian dalam pembelajaran, yaitu:


1) Ketersediaan materi pembelajaran
2) Keterbatasan produk dan implementasi
3) Fasilitas yang tersedia untuk mencapai tujuan pembelajaran
b. Komponen paket pembelajaran
1) Bahan ajar
 Bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis
maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa
untuk belajar.
 Bahan ajar merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru untuk
merencanakan dan menelaah implementasi pembelajaran.
 Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu
guru/pengajar dalam melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar di kelas. Bahan
yang dimaksud bisa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.
2) Penilaian: semua materi pembelajaran perlu disertai dengan tes objektif, penilaian
produk, atau kinerja. Hal ini bisa berbentuk pretes atau post-test.
3) Pelatihan manajemen informasi: tinjauan menyeluruh mengenai materi yang akan
diberikan oleh instruktur dan menunjukkan bagaimana merangkainya dalam suatu
kegiatan pembelajaran secara menyeluruh kepada siswa.
c. Memilih materi pembelajaran yang telah tersedia
Memilih materi pembelajaran yang telah tersedia dalam strategi pembelajaran untuk
menentukan apakan materi tersebut sudah memenuhi standar pencapaian tujuan, untuk
ini ada 4 kategori yang harus dipenuhi, yaitu:

1) Materi berorientasi pada tujuan, yaitu kesamaan isi materi dengan tujuan dan hasil
akhir, cakupan materi, otoritas, akurasi, penerimaan, dan objektivitas.
2) Kriteria yang berorientasi pada pebelajar, yaitu kesesuaian dari materi pelajaran dengan
kelompok sasaran (pebelajar).
3) Kriteria yang berorientasi pada konteks, yaitu kesesuaian antara materi yang sudah ada
dengan konteks pembelajaran dan kinerja yang dievaluasi.
4) Kriteria yang berorientasi pada pebelajar, yaitu strategi pembelajaran dapat digunakan
untuk menentukan apakah materi yang ada sudah cukup atau perlu dikembangkan lagi
sebelum digunakan.
d. Peranan instruktur/pengajar/desainer dalam penyampaian dan pengembangan materi
pembelajaran, dapat dikategorikan dalam 2 kelompok, yaitu:
1) Desainer sebagai pengembang dan instruktur, artinya bahwa orang yang merancang
atau mendesain pengajaran juga merupakan orang yang mengembangkan materi
sekaligus mengajar siswa.
2) Desainer sebagai pengembang, artinya seorang desainer bertangung jawab untuk
desain, pengembangan, dan implementasi dalam sebuah pelatihan.
e. Pengembangan evaluasi formatif pembelajaran, meliputi:
1) Bahan pembelajaran
2) Model pembelajaran
3) Pengembangan sumber dan alat pembelajaran
f. Langkah-langkah dalam pengembangan pembelajaran, meliputi:
1) Meninjau strategi pembelajaran untuk setiap pembelajaran
2) Meninjau keberadaan literatur dan pendapat ahli untuk menentukan apakah materi
pembelajaran telah tersedia.
3) Mempertimbangkan apakah ada kemungkinan untuk mengadopsi atau mengadaptasi
materi yang telah tersedia.
4) Menentukan materi baru yang diperlukan untuk didesain. Jika ya, diproses mulai dari
tahap 5. Jika tidak, mulai mengorganisasi dan mengadaptasi materi yang tersedia
menggunakan strategi pembelajaran sebagai panduan.
5) Mereview analisis pebelajar untuk masing-masing pelajaran, mempertimbangkan aturan
mengajar terkait dengan fasilitas pembelajaran dan penentuan jenis pembelajaran
secara individual atau grup.
6) Mereview analisis konteks pebelajar dan asumsi tentang sumber-sumber yang tersedia
untuk mengembangkan meteri pembelajaran. Mempertimbangkan kembali sistem
penyampaian, dan pemilihan media untuk memonitor praktik dan pemberian umpan
balik, untuk mengevaluasi dan meningkatkan ingatan dan transfer.
7) Merencanakan dan menuliskan materi dasar pembelajaran dalam bentuk draf strategi
pembelajaran.
8) Mereview masing-masing pelajaran atau pertemuan kelas untuk mengklarifikasi dan
mengurutkan ide-ide.
9) Menggunakan unit pembelajaran secara komplit.
10) Menggunakan pengembangan materi dengan mempertimbangkan biaya, draf kasar,
aktivitas evaluasi.
11) Mengembangkan materi untuk instruktur secara manual dan memperbaiki presentasi
dan aktivitas pembelajaran.
g. Komponen-komponen yang perlu diperhatikan dalam pengembangan strategi pembelajaran,
yaitu:
1) Kegiatan pra pembelajaran
2) Penyajian informasi
3) Latihan dan balikan, partisipasi pebelajar
4) Evaluasi
5) Kegiatan lanjutan

8. Melakukan Evaluasi Formatif

Tujuan dari pelaksanaan evaluasi formatif adalah untuk:

1) menggambarkan tahap-tahap yang dilakukan oleh pengajar dalam hal: pengembangan


materi, pemilihan materi, dan penyajian pembelajaran.
2) Menggambarkan instrumen yang digunakan dalam evaluasi formatif
3) Mengembangkan rencana evaluasi formatif secara tepat dan menyusun instrumen untuk
materi pembelajaran secara keseluruhan atau untuk suatu penyajian pembelajaran tertentu.
4) Memilih data untuk bahan merencanakan evaluasi formatif.
Secara umum tujuan dari pelaksanaan evaluasi formatif adalah untuk melakukan revisi
pembelajaran agar diperoleh pelaksanaan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Jadi
penekanannya adalah pada pengumpulan dan analisis data serta revisi.

Ada tiga fase mendasar dalam melaksanakan evaluasi formatif, yaitu:

1) One to one atau evaluasi klinis


2) Evaluasi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 8 sampai 20 siswa yang dipilih secara
representatif mewakili populasi.
3) Uji coba terbatas pada kelas yang sesungguhnya, mungkin melibatkan sekitar 30 siswa.
1) Fase One to one
Ada tiga kriteria utama yang perlu dibuat oleh desainer atau pengembang, yaitu:

(1) klarifikasi, terkait dengan pesan atau penyajian yang secara jelas mentargetkan siswa
secara individual.
(2) pertentangan, apa yang bertentangan pada pembelajaran dikaitkan dengan sikap siswa
secara individual dan pencapaian prestasi dan tujuan pembelajaran.
(3) kelayakan, layakkah pembelajaran yang diberikan ditinjau dari sumber-sumber yang
tersedia.
Dalam memilih siswa secara representative perlu dipertimbangkan agar semua kelompok
terwakili, yaitu siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Selain itu juga perlu
dipertimbangkan sikap dan masa kerja.

2) Evaluasi dalam kelompok kecil


Ada tujuan utama dari pelaksanaan evaluasi dalam kelompok kecil, yaitu (1) menentukan
efektifitas perubahan yang dibuat berdasarkan evaluasi one to one dan mengidentifikasi
masalah-masalah yang mungkin dialami oleh pebelajar. (2) untuk menentukan kapan
pebelajar dapat menggunkan instruksi tanpa interaksi dengan pengajar.

3) Uji coba terbatas


Tujuan dari tahap ini adalah untuk menilai efektifitas perubahan yang dilakukan pada tahap
kelompok kecil. Tujuan yang lain adalah untuk melihat apakah pembelajaran dapat
digunakan dalam konteks yang dimaksudkan. Uji coba dilakukan pada kelas yang lebih
besar, yang melibatkan sekitar 30 siswa. Hasil dari uji coba ini merupakan tahap revisi
terakhir dalam evaluasi formatif.

9. Revisi Bahan Ajar

Tujuan dari tahap ini adalah:

1) menguraikan berbagai metode dalam merangkum data yang diperoleh dari studi evaluasi
formatif.
2) Merangkum data yang diperoleh dari tahap evaluasi formatif.
3) Memberikan rangkuman data dari hasil evaluasi formatif, mengidentifikasi kekurangan
dalam materi pengajaran dan sebagai bahan untuk penyajian pembelajaran.
4) Memberikan data evaluasi formatif dalam mengumpulkan bahan pengajaran dan melakukan
revisi bahan pengajaran.
Ada dua jenis revisi yang perlu dipertimbangkan yaitu:

1) menjadikan bahan pengajaran lebih cermat dan lebih efektif sebagai alat belajar
2) revisi ang berkaitan dengan cara-cara yang dipakai dalam menggunakan bahan pengajaran.
Metode yang digunakan dalam merevisi bahan ajar, diantaranya adalah:

1) Uji perseorangan
2) Penilaian kelompok kecil
3) Revisi proses
4) Revisi pemilihan materi ajar dan pembelajaran yang dipilih.

10. Melakukan Evaluasi Sumatif

Setelah prototipe produk pengembangan direvisi, maka produk tersebut sudah dapat
digunakan dalam kalangan yang terbatas sesuai dengan karakteristik subjek coba yang menjadi
sasaran pengguna produk pengembangan. Apabila produk pengembangan ingin digunakan
dalam kalangan yang cakupannya lebih luas, perlu dilakukan evaluasi sumatif.

Ditinjau dari aspek komponen, evaluasi formatif diarahkan pada evaluasi terhadap
bagian-bagian tertentu dari obyek evaluasi, sedangkan evaluasi sumatif mencakup keseluruhan
obyek evaluasi. Instrumen yang digunakan dalam evaluasi formatif adalah instrumen yang
dibuat sendiri oleh evaluator, sedangkan instrumen yang digunakan pada evaluasi sumatif
adalah instrumen yang telah standar. Pelaksana evaluasi formatif adalah bersifat intern, dalam
latar pembelajaran adalah guru itu sendiri. Pelaksana evaluasi sumatif adalah bersifat ekstern,
dalam arti pelaksananya adalah orang-orang yang ada di luar kegiatan/program yang
dievaluasi. Evaluasi formatif berfungsi untuk memperbaiki atau menyempurnakan suatu
kegiatan/program, sedangkan evaluasi sumatif berfungsi untuk mengetahui tingkat keefektifan
suatu kegiatan/program. Dilihat dari sifatnya, evaluasi formatif bersifat kontinu, sedangkan
evaluasi sumatif bersifat satu tahap.
RANGKUMAN

Ada 10 tahapan proses yang dilakukan mulai dari awal pengembangan sampai pada produk
sebagai hasil pengembangan, yaitu:

a. Menganalisis kebutuhan untuk mengidentifikasi tujuan (instructional goal)


b. Menganalisis pembelajaran
c. Menganalisis pebelajar dan konteksnya
d. Menuliskan tujuan unjuk kerja
e. Mengembangkan instrumen penilaian
f. Mengembangkan strategi pembelajaran
g. Mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran
h. Merancang dan melaksanakan Evaluasi formatif
i. Merevisi pembelajaran
j. Merancang dan melaksanakan evaluasi sumatif.

TES AKHIR BAB


Jawablah pertanyaan di bawah ini!

Jelaskan langkah-langkah model pengembangan Dick & Carey!


BAB IV
MODEL BORG & GALL

Konsep-konsep Kunci

 Langkah-langkah Pengembangan Model Borg & Gall


 Uji Lapangan Pendahuluan
 Uji Lapangan Utama
 Uji Lapangan Operasional
Kerangka Isi

MODEL BORG & GALL

Langkah- Uji Lapangan Uji Lapangan Uji Lapangan


langkah Pendahuluan Utama Operasional
Pengembangan

Standar Kompetensi

Mahasiswa memahami konsep dasar penelitian peningkatan kualitas pembelajaran, penelitian


pengembangan, model-model dalam penelitian pengembangan, validasi produk, dan
sistematika penulisan penelitian pengembangan.
Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami langkah-langkah pengembangan dengan model Borg & Gall.

Tujuan Pembelajaran

4. Mahasiswa dapat menjelaskan langkah-langkah pengembangan dengan model Borg


& Gall.
5. Mahasiswa dapat membedakan uji lapangan pendahuluan, uji lapangan utama, dan
uji lapangan operasional.

Materi

Model Borg & Gall

Langkah umum dalam siklus R & D (Research and Development) atau penelitian dan
pengembangan yang digunakan untuk mengembangkan suatu produk pengembangan adalah
sebagai berikut.

1. Penelitian dan pengumpulan informasi—termasuk kajian pustaka, pengamatan kelas,


dan penyiapan laporan sebagai bagian dari seni.
2. Perencanaan—termasuk mendefinisikan keterampilan, pernyataan tujuan, dan tes skala
kecil yang mungkin dikerjakan.
3. Mengembangkan bentuk pendahuluan produk—termasuk persiapan materi
pembelajaran, handbook, dan alat evaluasi.
4. Uji lapangan persiapan —dilakukan pada 1 sampai 3 sekolah, menggunakan 6 sampai
12 subyek. Wawancara, observasi, dan kuesioner pengumpulan dan analisis data.
5. Revisi produk utama—revisi produk sebagaimana disarankan oleh hasil uji lapangan
persiapan.
6. Uji lapangan utama—dilakukan pada 5 sampai 15 sekolah dengan 30 sampai 100
subyek. Data kuantitatif hasil belajar prekursus dan poskursus dikumpulkan. Hasilnya
dievaluasi berkenaan dengan tujuan kursus dan dibandingkan dengan data kelompok
kontrol, yang sesuai.
7. Pelaksanaan revisi produk—revisi produk sebagaimana disarankan oleh hasil uji
lapangan utama.
8. Uji lapangan operasional—dilakukan pada 10 sampai 30 sekolah meliputi 40 sampai 200
subyek. Wawancara, observasi, dan kuesioner pengumpulan dan analisis data.
9. Revisi produk akhir—revisi produk sebagaimana disarankan oleh hasil uji lapangan
operasional.
10. Penyebaran dan pengimplementasian—melaporkan produk pada pertemuan profesional
dan dalam jurnal. Bekerja dengan penerbit yang memangku distribusi komersial.
Memonitor distribusi untuk meningkatkan kontrol kualitas.

Tahapan kesepuluh langkah ini, jika diikuti secara tepat menghasilkan produk pendidikan
berdasarkan penelitian, dimana produk sepenuhnya siap digunakan secara operasional di
sekolah-sekolah. Walaupun setiap langkah akan didiskusikan secara detail, kami akan
menunjukkan di sini bahwa sebagain besar langkah-langkah juga dimasukkan dalam banyak
proyek penelitian pendidikan. Sebenarnya terutama sekali langkah keenam, uji lapangan utama,
dimana data kuantitatif dikumpulkan untuk menentukan apakah produk sesuai dengan tujuan
penampilan/tujuan pembelajaran.

Seleksi Produk

Sebelum proses R & D pendidikan dapat diaplikasikan, perlu melukiskan sekhusus


mungkin produk pendidikan yang dikembangkan. Deskripsi ini akan termasuk: (1) deskripsi
naratif menyeluruh usulan produk, (2) garis besar sementara produk apa yang akan termasuk
dan bagaimana menggunanakannya, dan yang lebih penting, (3) pernyataan tujuan khusus
produk. Dalam kasus kursus ini adalah penelitian mini kursus , tujuan akan menyatakan tingkat
penampilan khusus untuk dicapai oleh guru melengkapi kursus. Dalam sejumlah waktu tertentu
mereka akan mendemonstrasikan setiap keterampilan dalam periode waktu yang diberikan.

Pada sebagian besar kasus alami produk akan berubah secara substansi selama proses
pengembangan. Ini tidak berarti bahwa perencanaan awal akan menjadi enteng. Perencanaan
ini membutuhkan dasar dimana revisi yang lalu dibangun. Tanpa perencanaan yang hati-hati
pada saat memulai, kemungkinan bangunan produk yang baik banyak berkurang.

Sangat sedikit pengembangan produk yang baik tersedia dalam pendidikan,


pengembang mempunyai rentangan hampir tanpa batas produk yang mungkin dia
kembangkan. Bagaimanapun, terdapat sejumlah kriteria yang dapat diterapkan dalam memilih
area untuk dikerjakan. Kriteria pemilihan produk digunakan di Far West Laboratory sebagai
berikut.

1. Apakah usulan produk menemukan kebutuhan pendidikan penting?


2. Apakah bagian seni cukup maju bahwa ada kemungkinan produk yang layak sukses
dapat dibangun?
3. Apakah tersedia personil yang mempunyai keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman
yang dibutuhkan untuk membangun produk ini?
4. Dapatkah produk dikembangkan dalam waktu yang layak?
Itu adalah suatu kenyataan bahwa pada staf Teacher Education Program ada
penekanan kebutuhan untuk mengembangkan produk efektif bagi pendidikan guru dalam dinas.
Distrik sekolah umumnya memberikan sangat sedikit pendidikan dalam dinas, dan apa yang
tersedia umumnya kurang. Program pendidikan guru konvensional mempunyai empat
kelemahan serius: (1) guru diberitahukan apa yang dikerjakan dalam sebagian besar waktu,
daripada diberikan kesempatan untuk mempraktikkan teknik mengajar yang baik; (2) sebagian
besar program pelatihan memberikan guru generalisasi yang tidak jelas, seperti “individualisasi
pembelajaranmu”, tetapi gagal untuk mencobanya dalam mengkhususkan, perilaku
keterampilan kelas yang didefinisikan; (3) pengajaran siswa kurang model yang efektif , dan (4)
program pelatihan konvensional menyediakan sedikit atau tanpa umpan balik kepada guru
dalam penampilan kelasnya. Mini kursus dirancang untuk mengatasi kelemahan yang ada dalam
program pelatihan guru.

Tinjauan Literatur
Segera sesudah produk pendidikan sementara diidentifikasi, tinjauan literatur dilakukan
untuk mengumpulkan temuan-temuan penelitian dan informasi lain berhubungan dengan
rencana pengembangan. Dalam penelitian dasar atau terapan, satu tujuan tinjauan literatur
adalah menentukan bagian pengetahuan dalam area yang bersangkutan. Dalam proyek R & D,
peneliti harus juga memperhatikan bagaimana pengetahuan ini dapat diaplikasikan ke dalam
produk yang ingin dikembangkan.

Tinjauan pendahuluan literatur pada metode pengajaran menganjurkan bahwa teknik


bertanya pada diskusi kelas akan menjadi pilihan baik bagi kursus mini pertama. Judul akhirnya
diberikan untuk kursus mini 1 adalah “Pertanyaan Efektif—Tingkat Dasar.” Sejak kursus mini 1
dikembangkan produk oleh The Teacher Education Program, itu perlu dilakukan dua tinjauan
leteratur. Tujuan tinjauan pertama adalah untuk menemukan penelitian yang dapat digunakan
untuk mengembangkan model dasar pembelajaran bagi pelatihan guru. Penelitian di empat
wilayah meneliti: pengajaran mikro, belajar dari film, umpan balik dalam belajar, dan
permodelan dalam belajar. Melalui tinjauan ini kami dapat mengidentifikasi beberapa teknik
pembelajaran yang meningkatkan belajar. Sebagai contoh, ditemukan bahwa memberi guru
umpan balik video pada penampilan pengajarannya adalah teknik efektif untuk pengembangan
keterampilan kelas baru. Teknik efektif lain adalah memberikan model keterampilan untuk
dipelajari. Menariknya, penelitian menemukan indikasi bahwa kehadiran supervisor tidak perlu
untuk menghasilkan perbaikan guru ketika permodelan dan rekaman video umpan balik
diberikan. Dalam kenyataan, Bruce Tuckman dan W. F. Oliver menemukan bahwa umpan balik
supervisor berperan penting untuk mengubah penilaian perilaku guru dalam interval tiga bulan
lebih dalam arah berlawanan yang direkomendasikan oleh supervisor. Masih banyak pendidik
percaya bahwa supervisor adalah elemen yang dibutuhkan dalam pelatihan guru. Contoh ini
mendemonstrasikan bahwa pendapat dan praktik yang berlaku sering kurang dapat dijadikan
pedoman bagi pengembangan produk pendidikan yang dikerjakan sesuai harapan.

Tinjauan literatur kedua kami mengenai keterampilan bertanya dan berdiskusi. Kami
menemukan bahwa penelitian di area ini belakangan meluas dari penelitian Steven tahun 1912
pada kelas sekolah tinggi. Steven menemukan bahwa 2/3 pertanyaan guru dibutuhkan siswa
untuk menggali fakta daripada untuk berpikir tentang fakta. Lebih lanjut, guru berbicara 2/3
waktu diskusi, kemudian menginjinkan siswa berpartisipasi hanya 1/3 waktu. Temuan yang
sama diperoleh dalam penelitian baru-baru ini. Itu menunjukkan bahwa sekalipun mereka
mengetahui kelaziman yang tak diinginkan dalam praktik pengajaran dalam waktu yang lama,
pendidik tidak berhasil menghasilkan kebutuhan peningkatan keterampilan mengajar guru.
Kami memutuskan bahwa tujuan utama kursus mini 1 akan mengurangi guru berbicara dan
menyesuaikan untuk meningkatkan murid berbicara, dan meningkatkan persentase pertanyaan
berpikir guru.

Dalam fase berikut tinjauan literatur, itu diperlukan untuk teknik khusus yang dapat
digunakan guru untuk menyempurnakan tujuan. Walaupun sedikit penelitian yang
berhubungan, itu juga kami butuhkan untuk memberi perhatian yang dapat dipertimbangkan
bagi opini dan pengalaman praktisi. Sebagai contoh, Groisser mengajurkan beberapa strategi
pengajaran yang dimasukkan dalam kursus mini 1, tetapi dia sajikan tanpa bukti
keefektifannya. Sejak pengalaman lapangan dengan kursus mini 1 menunjukkan bahwa
sebagian besar strategi menghasilkan peningkatan diskusi kelas, mereka masukkan dalam
bentuk akhir kursus.

Wawancara dan observasi lapangan langsung juga telah berguna melengkapi literatur
penelitian dalam memberikan dasar-dasar pengetahuan untuk pengembangan produk
pendidikan. Sebagai contoh, dalam kursus mini 5, yang berhubungan dengan keterampilan
tutorial matematika, kami dapat menemukan temuan tanpa penelitian berkenaan dengan apa
yang terjadi antara siswa dan guru di dalam tahapan tutorial khas. Agar sebagian mengisi
kesenjangan ini, laboratorium mengirim pengamat ke sejumlah kelas untuk mempelajari
interaksi tutorial antara guru dan siswa. Kami belajar dari observasi ini bahwa kontak tutorial
biasanya antara guru dan individu siswa singkat, rata-rata hanya 15 detik. Konten tutorial ini
berhubungan dengan anjuran bahwa guru khususnya memberi siswa jawaban atau
menunjukkan kesalahannya dan kemudian melanjutkannya. Usaha untuk memandu siswa ke
arah identifikasi kesalahannya atau untuk mengembangkan pemahaman konsep matematika
dan prosedur pemecahan masalah adalah jarang. Walaupun mereka tidak dikumpulkan dalam
kontrol latar penelitian yang rapat, data ini memberikan kami dasar informasi tentang sifat
dasar tutoring matematika pada tingkat menengah dan kami menganjurkan bahwa guru dapat
mengambil keuntungan dari tahapan belajar tutorial dimana siswa dipandu ke arah diskoveri
kesalahannya dan memahami konsep matematika dan prosedur pemecahan masalah.
Perencanaan

Segera sesudah melengkapi kajian literatur dan informasi lain yang berhubungan,
pengembang meneruskan langkah perencanaan siklus R & D.

Barangkali aspek paling penting perencanaan penelitian pendidikan berbasis produk


adalah pernyataan tujuan khusus yang dicapai oleh produk. Kritik yang sering ada dalam
praktik pendidikan adalah tidak adanya tujuan atau kriteria yang tersedia untuk
mempertimbangkan keefektifan. Tujuan memberikan dasar terbaik untuk pengembangan
program pengajaran, sejak program dapat diuji lapangan sampai menemukan tujuannya.
Selama fase pengembangan, tujuan perilaku biasanya dinyatakan agak longgar. Contoh, di awal
perencanaan kursus mini 1, satu tujuan kami nyatakan bahwa setelah kursus sebagian besar
guru akan meningkat penggunaan gagasan pertanyaan dalam situasi diskusi.

Elemen penting lain fase perencanaan adalah estimasi uang, sumber daya manusia, dan
waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan produk. Umumnya banyak sumber yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek tunggal R & D. Perencanaan yang baik dapat
membantu pengembang menghindari banyak pemborosan kerja selama fase siklus R & D
sebelumnya.

Pengembangan Bentuk Awal Produk

Setelah rencana awal telah dilengkapi, langkah utama selanjutnya siklus R & D adalah
membangun bentuk awal produk pendidikan yang dapat diuji lapangan. Prinsip penting yang
akan diobservasi dalam pengembangan bentuk awal produk pendidikan adalah struktur produk,
dimana diperbolehkan memperoleh umpan balik sebanyak mungkin dari uji lapangan.

Uji Lapangan Pendahuluan dan Revisi Produk

Tujuan uji lapangan pendahuluan adalah untuk memperoleh evaluasi kualitatif awal
produk pendidikan baru. Untuk evaluasi kursus mini ini terutama didasarkan pada umpan balik
kelompok kecil guru yang ikut kursus dan observasi personil laboratorium yang mengkoordinir
uji lapangan. Sebagai aturan, dari 4-8 guru sudah cukup untuk uji lapangan pendahuluan,
karena penekanan evaluasi ini adalah penilaian kualitatif isi kursus daripada penilaian kuantitatif
outcome kursus.

Dalam seluruh fase siklus R & B yang termasuk evaluasi produk, penting untuk
menetapkan lokasi uji yang mirip dengan dimana produk akan digunakan ketika produk telah
dikembangkan secara penuh. Jika berbeda jenis lokasi lapangan yang digunakan, peneliti
menghadapi masalah dalam penggeneralisasian temuan yang diperoleh dalam satu setting ke
setting lainnya.

Setelah uji lapangan pendahuluan, seluruh data disusun dan dianalisis. Tim
pengembang menggunakan hasil itu untuk merencanakan kembali kursus dan kemudian
menuju ke pembuatan revisi sesuai tuntutan.

Uji Lapangan Utama dan Revisi Produk

Tujuan uji lapangan dalam siklus R & D kursus mini adalah untuk menentukan apakah
produk pendidikan yang dikembangkan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Umumnya
rancangan eksperimen digunakan untuk menjawab pertanyaan ini. Dalam kasus kursus mini 1,
kelompok tunggal rancangan pretes postes (a single-group pre-post design) digunakan untuk
menentukan apakah guru akan meningkatkan secara signifikan penggunaan keterampilan
diskusi mereka.

Sebagai tambahan, tujuan primer uji lapangan utama adalah menentukan kesuksesan
produk baru dalam menemukan tujuannya, tujuan sekunder uji lapangan utama adalah
mengumpulkan informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kursus dalam revisi
berikutnya. Oleh karena itu, data kuesioner dan wawancara akan diperoleh dari seluruh
partisipan dalam uji lapangan utama.

Uji Lapangan Operasional dan Revisi Produk Akhir

Tujuan uji lapangan operasional adalah untuk menentukan apakah produk pendidikan
siap secara penuh digunakan di sekolah tanpa kehadiran pengembang atau staf pengembang.
Agar siap secara penuh untuk penggunaan operasional, paket harus lengkap dan diuji secara
menyeluruh setiap aspek. Setelah uji lapangan operasional lengkap dan data telah dianalisis,
revisi akhir keseluruhan paket kursus dilaksanakan.

Penyebaran dan Pelaksanaan

Siklus Riset dan Pengembangan (R & D) seringkali menjadi proses yang memakan waktu
dan mahal. Cara untuk menyesuaikan biaya adalah dengan menunjukkan penyebaran yang
efektif dari produk yang dihasilkan pada pangsa yang dimaksud. Penyebaran merupakan
proses membantu para pemakai yang potensial agar berhati-hati terhadap produk-produk Riset
dan Pengembangan. Juga penting untuk menunjukkan bahwa produk Riset dan Pengembangan
dilaksanakan menurut spesifikasi para pengembangnya, sehingga menghasilkan pengaruh-
pengaruh yang dimaksudkan. Pelaksanaan merupakan proses membantu para pemakai
produk Riset dan Pengembangan untuk menggunakannya dengan cara-cara yang dimaksudkan
oleh para pengembang.

Dari arti penyebaran dan pelaksanaan Riset dan Pengembangan, proses ini jarang
dipelajari sampai pertengahan tahun 1970-an. Perhatian personil Riset dan Pengembangan saat
itu adalah pada konseptualisasi dan pengembangan produk dengan program berskala besar
yang menggunakan siklus Riset dan Pengembangan dari revisi uji pengembangan. Sedikit
pembiayaan disediakan untuk mengawasi produk-produk ini setelah produk-produk
dikembangkan. Meskipun prioritasnya berubah secara dramatis pada pertengahan tahun 1970-
an. Banyak pendidik berhenti menggunakan istilah “riset dan pengembangan,” dan lebih
memilih istilah “riset, pengembangan, dan penyebaran” (R, D & D). Riset, pengembangan,
dan penyebaran merupakan pengembangan produk berdasarkan riset yang memenuhi
sasaran dan penyebaran serta kriteria pelaksanaan yang dimaksudkan.

Rasio 1:10:10 terkadang digunakan dalam industri untuk memperkirakan kebutuhan


dana untuk Riset, Pengembangan, dan Penyebaran. Misalnya, anggaplah memperlukan $1 juta
untuk melakukan riset dasar pada suatu produk baru. Kemudian memerlukan dana sebesar $10
juta untuk mengembangan produk tersebut melalui revisi uji bidang operasional. Sepuluh
kalinya ($100 juta) akan diperlukan untuk memproduksi dan menyebarkan produk.
Para pendidik tidak terbiasa berpikir mengenai jumlah uang yang besar yang termasuk
dalam rasio 1:10:10 pada penyebaran produk-produk Riset dan Pengembangan. Para pemberi
pendidikan bisnis memperbesar jumlah uang untuk fasilitas-fasilitas produksi, penyimpanan
inventaris dan bagian pengiriman, kantor-kantor cabang, periklanan, tenaga penjualan, dan
para pelatih tetap. Meskipun sampai hari ini, fasilitas-fasilitas dan personil ini tidak ada dalam
sistem pendidikan federal dan negara. Misalnya, ketika Minicourse pertama menyelesaikan
siklus pengembangan pada awal tahun 1970-an, tidak ada rencana resmi pada Laboratorium
Barat Jauh atau Kementerian Pendidikan AS mengenai penyebaran. Rencana penyebaran
dikembangkan secara bertahap dengan pelaku bisnis. Rencana ini didasarkan pada prosedur
distribusi yang dibuat oleh pelaku bisnis daripada berdasarkan analisis rasio syarat-syarat
penyebaran dan pelaksanaan pada produk tertentu.

Kemampuan penyebaran dan pelaksanaan produk-produk Riset dan Pengembangan


berkembang dengan lamban di negara ini. Misalnya, Jaringan Penyebaran Nasional (NDN)
yang diciptakan oleh Kementerian Pendidikan AS untuk menyebarkan produk-produk Riset dan
Pengembangan. Organisasi penyebaran ini menghubungkan produk-produk yang berhasil
dengan sistem pendidikan yang mungkin menguntungkan keduanya. Penyebaran Produk Riset
dan Pengembangan tidak diterima secara otomatis oleh NDN. Awalnya organisasi ini harus
menjadi contoh suatu kelompok yang disebut Dewan Peninjau Penyebaran Bersama (JDRP).
Dewan ini menerima produk-produk Riset dan Pengembangan untuk disebarkan oleh NDN jika
pengaruh yang penting bagi pendidikan ditunjukkan dan jika pengaruhnya diulangi pada
beberapa sekolah lain. Salah satu pelayanan yang diberikan NDN adalah katalog tentang
proyek-proyek yang disetujui dan surat kabar mengenai kegiatan-kegiatan NDN. NDN juga
memberikan bantuan teknis pada sistem pendidikan yang tertarik menggunakan dan
melaksanakan suatu proyek yang telah disetujui. Fasilitator NDN yang ditunjuk pada masing-
masing negara bagian diberikan untuk tujuan ini.

Kemampuan penyebaran dan pelaksanaan nasional lainnya adalah Pertukaran Riset


dan Pengembangan (RDx). RDx menyebarkan informasi mengenai produk-produk Riset dan
Pengembangan yang inovatif pada para pendidik dalam negeri. RDx juga mengumpulkan dan
meneruskan informasi mengenai kebutuhan daerah pada para peneliti dan pembuat keputusan.
Kegiatan tersebut diawasi oleh pengembang pendidikan, organisasi ini akan melihat bagian
sumbernya yang meningkat sehingga menjadi berlebihan.
Alasan yang lebih jelas untuk menolak upaya-upaya menggunakan produk yang
berlebihan selama siklus pengembangan yaitu jika pengembang memberikan tekanan ini, dia
mungkin menciptakan monster yang tidak dapat dihancurkan. Sangat sulit untuk
mengesampingkan produk yang berlebihan ini meskipun data-data uji subyek menunjukkan
bahwa data ini tidak mencapai tujuannya. Pertama, pengembang telah menghabiskan banyak
uang yang tidak ingin dibuangnya sia-sia. Kedua, produk terlihat bagus dan dia mengetahui
bahwa sebagian besar konsumen dari produk-produk pendidikan tidak berhubungan erat
dengan bukti keefektifan yang sulit. Yang terakhir, meskipun produk pendidikan gagal mencapai
tujuannya, mudah untuk menguraikan hal ini yang mungkin lebih baik, atau pasti lebih buruk,
daripada bahan-bahan yang bersaing untuk digunakan saat ini.
RANGKUMAN

Langkah pengembangan dengan model Borg & Gall adalah (1) penelitian dan
pengumpulan informasi, (2) perencanaan, (3) mengembangkan bentuk pendahuluan produk,
(4) uji lapangan pendahuluan/persiapan, (5) revisi berdasarkan hasil uji lapangan pendahuluan,
(6) uji lapangan utama, (7) revisi berdasarkan uji lapangan utama, (8) uji lapangan operasional,
(9) revisi berdasarkan uji lapangan operasional, dan (10) penyebaran dan implementasi.

Tujuan uji lapangan pendahuluan adalah untuk memperoleh evaluasi kualitatif awal
produk pendidikan baru. Tujuan uji lapangan dalam siklus R & D kursus mini adalah untuk
menentukan apakah produk pendidikan yang dikembangkan sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Umumnya rancangan eksperimen digunakan untuk menjawab pertanyaan ini.
Tujuan uji lapangan operasional adalah untuk menentukan apakah produk pendidikan siap
secara penuh digunakan di sekolah tanpa kehadiran pengembang atau staf pengembang.
TES AKHIR BAB

Jawablah pertanyaan di bawah ini!

1. Jelaskan langkah-langkah pengembangan dengan model Borg & Gall!


2. Bedakan uji lapangan pendahuluan, uji lapangan utama, dan uji lapangan operasional!
BAB V

MODEL ADDIE DAN


MODEL DEGENG
Konsep-konsep Kunci

 Langkah-langkah Pengembangan Model ADDIE


 Langkah-langkah Pengembangan Model Degeng

Kerangka Isi

MODEL PENGEMBANGAN

Model Model

ADDIE Degeng
Standar Kompetensi

Mahasiswa memahami konsep dasar penelitian peningkatan kualitas pembelajaran, penelitian


pengembangan, model-model dalam penelitian pengembangan, validasi produk, dan
sistematika penulisan penelitian pengembangan.

Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami langkah-langkah pengembangan dengan model ADDIE dan model


Degeng.

Tujuan Pembelajaran

6. Mahasiswa dapat menjelaskan langkah-langkah pengembangan dengan model


ADDIE.
7. Mahasiswa dapat menjelaskan langkah-langkah pengembangan dengan model
Degeng.

Materi

A. Model ADDIE
Selain model Dick & Carey dan model Borg & Gall, model pengembangan yang dapat
digunakan dalam penelitian pengembangan adalah model ADDIE (Analyze, Design,
Development, Implementation, Evaluation). Model ADDIE merupakan salah satu model desain
pembelajaran sistematik. Romiszowski (1996) mengemukakan bahwa pada tingkat desain
materi pembelajaran dan pengembangan, sistematik sebagai aspek prosedural pendekatan
sistem telah diwujudkan dalam banyak praktik metodologi untuk desain dan pengembangan
teks, materi audiovisual, dan materi pembelajaran berbasis komputer.

Model apa pun yang dipilih untuk mengembangkan suatu produk, sudah tentu disertai
dengan dasar pertimbangan pemilihan model. Hal ini disebabkan setiap model memiliki
karakteristik tertentu. Dalam karakteristik masing-masing model pengembangan akan tersirat
kekuatan dan kelemahan model-model pengembangan. Demikian pula pemilihan model ADDIE
didasari beberapa pertimbangan.

Pemilihan model ini didasari atas pertimbangan bahwa model ini dikembangkan secara
sistematis dan berpijak pada landasan teoretis desain pembelajaran. Model ini disusun secara
terprogram dengan urutan-urutan kegiatan yang sistematis dalam upaya pemecahan masalah
belajar yang berkaitan dengan sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
pebelajar. Model ini terdiri atas lima langkah, yaitu: (1) analisis (analyze), (2) perancangan
(design), (3) pengembangan (development), (4) implementasi (implementation), dan (5)
evaluasi (evaluation). Secara visual tahapan ADDIE Model dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Analyze

Implement Evaluate Design

Develop
Gambar 4.2 Tahapan ADDIE Model (Sumber: Anglada, 2007)

1. Tahap I Analisis (Analyze)

Tahap analisis (anayize) meliputi kegiatan sebagai berikut: (a) melakukan analisis
kompetensi yang dituntut kepada peserta didik; (b) melakukan analisis karakteristik peserta
didik tentang kapasitas belajarnya, pengetahuan, keterampilan, sikap yang telah dimiliki peserta
didik serta aspek lain yang terkait; (c) melakukan analisis materi sesuai dengan tuntutan
kompetensi.

2. Tahap II Perancangan (Design)

Tahap perancangan (design) dilakukan dengan kerangka acuan sebagai berikut. (a)
Untuk siapa pembelajaran dirancang? (peserta didik); (b) Kemampuan apa yang Anda inginkan
untuk dipelajari? (kompetensi); (c) Bagaimana materi pelajaran atau keterampilan dapat
dipelajari dengan baik? (strategi pembelajaran); (d) Bagaimana Anda menentukan tingkat
penguasaan pelajaran yang sudah dicapai? (asesmen dan evaluasi). Pertanyaan tersebut
mengacu pada 4 unsur penting dalam perancangan pembelajaran, yaitu peserta didik, tujuan,
metode, dan evaluasi (Kemp, et al., 1994). Berdasarkan pertanyaan tersebut, maka dalam
merancang pembelajaran difokuskan pada 3 kegiatan, yaitu pemilihan materi sesuai dengan
karakteristik peserta didik dan tuntutan kompetensi, strategi pembelajaran, bentuk dan metode
asesmen dan evaluasi.

3. Tahap III Pengembangan (Development)

Tahap ketiga adalah kegiatan pengembangan (development) yang meliputi kegiatan


penyusunan bahan ajar. Kegiatan pengumpulan bahan/materi bahan ajar, pembuatan gambar-
gambar ilustrasi, pengetikan, dan lain-lain mewarnai kegiatan pada tahap pengembangan ini.
4. Tahap IV Implementasi (Implementation)

Kegiatan tahap keempat adalah implementasi (implementation). Hasil pengembangan


diterapkan dalam pembelajaran untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas
pembelajaran yang meliputi keefektifan, kemenarikan, dan efisiensi pembelajaran.

5. Tahap V Evaluasi (Evaluation)

Tahap terakhir adalah melakukan evaluasi (evaluation) yang meliputi evaluasi formatif
dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk mengumpulkan data pada setiap
tahapan yang digunakan untuk penyempurnaan dan evaluasi sumatif dilakukan pada akhir
program untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil belajar peserta didik dan kualitas
pembelajaran secara luas. Dalam penelitian ini hanya dilakukan evaluasi formatif, karena jenis
evaluasi ini berhubungan dengan tahapan penelitian pengembangan untuk memperbaiki produk
pengembangan yang dihasilkan.

B. Model Degeng
Model Degeng sering disebut dengan Model Elaborasi karena didasari oleh kajian
teoretik model elaborasi. Kajian teoretik model elaborasi berkisar pada empat bidang masalah,
yang diacukan oleh Reigeluth dan Stein (dalam Degeng, 1988) sebagai 4S, yaitu: selection,
sequencing, sinthesizing, dan summarizing isi bidang studi. Seletion menaruh perhatian pada
pemilihan isi-isi penting bidang studi yang akan diajarkan. Isi-isi bidang studi bisa berupa fakta,
konsep, prosedur, atau prinsip. Sequencing menaruh perhatian pada penataan urutan dalam
menyampaikan isi-isi tersebut. Synthesizing menaruh perhatian pada pembuatan struktur yang
dapat menunjukkan keterkaitan isi-isi tersebut, dan summarizing menaruh perhatian pada
pembuatan rangkuman yang berisi pernyataan-pernyataan singkat mengenai isi-isi bidang studi.

Konteks model elaborasi dalam desain pembelajaran dapat dijelaskan dari langkah-
langkah desain pembelajaran yang dikemukakan oleh Degeng (1990). Langkah-langkah
tersebut adalah sebagai berikut.

(1) Analisis Tujuan dan Karakteristik Bidang Studi


(2) Analisis Sumber Belajar
(3) Analisis Karakteristik Si-Belajar
(4) Menetapkan Tujuan Belajar dan Isi Pembelajaran
(5) Menetapkan Strategi Pengorganisasian Isi Pembelajaran
(6) Menetapkan Strategi Penyampaian Isi Pembelajaran
(7) Menetapkan Strategi Pengelolaan Pembelajaran
(8) Pengembangan Prosedur Pengukuran Hasil Pembelajaran

Kedelapan langkah ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yakni: analisis
kondisi pembelajaran, pengembangan strategi pembelajaran, dan pengembangan prosedur
pengukuran hasil pembelajaran. Langkah-langkah analisis kondisi pembelajaran mencakup
langkah (1), (2), (3), dan (4). Langkah pengembangan strategi pembelajaran mencakup
langkah (5), (6), dan (7). Langkah pengembangan prosedur pengukuran hasil pembelajaran
adalah langkah (8). Untuk lebih jelasnya, lihat Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Langkah Desain Pembelajaran Model Degeng

No. Langkah Klasifikasi

1 Analisis Tujuan dan Karakteristik Bidang


Studi
ANALISIS KONDISI
2 Analisis Sumber Belajar PEMBELAJARAN

3 Analisis Karakteristik Si-Belajar

4 Menetapkan Tujuan Belajar dan Isi


Pembelajaran
5 Menetapkan Strategi Pengorganisasian PENGEMBANGAN
Isi Pembelajaran STRATEGI
PEMBELAJARAN
6 Menetapkan Strategi Penyampaian Isi
Pembelajaran

7 Menetapkan Strategi Pengelolaan


Pembelajaran

8 Pengembangan Prosedur Pengukuran PENGEMBANGAN


Hasil Pembelajaran PROSEDUR
PENGUKURAN HASIL
PEMBELAJARAN

1. Analisis Tujuan dan Karakteristik Bidang Studi

Analisis tujuan dan karakteristik bidang studi perlu dilakukan pada tahap awal kegiatan
perencanaan pembelajaran. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui tujuan pembelajaran apa
yang diharapkan. Lebih khusus lagi, untuk mengetahui tujuan orientatif pembelajaran: apakah
konseptual, prosedural, ataukah teoretik. Demikian pula, untuk mengetahui tujuan pendukung
yang memudahkan pencapaian tujuan orientatif tersebut.

Analisis karakteristik bidang studi dilakukan untuk mengetahui tipe isi bidang studi apa
yang akan dipelajari siswa: apakah berupa fakta, konsep, prosedur, ataukah prinsip. Demikian
juga, untuk mengetahui bagaimana struktur isi bidang studinya. Maksudnya, bagaimana
struktur orientasi dan struktur pendukung isi bidang studi yang akan dipelajari siswa.

2. Analisis Sumber Belajar

Analisis sumber belajar dilakukan segera setelah langkah analisis tujuan dan
karakteristik bidang studi. Langkah ini dimaksuksudkan untuk mengetahui sumber-sumber
belajar apa yang tersedia dan dapat digunakan untuk menyampaikan isi pembelajaran. Hasil
dari kegiatan ini akan berupa daftar sumber belajar yang tersedia yang dapat mendukung
proses pembelajaran.

3. Analisis Karakteristik Si-Belajar


Langkah berikutnya adalah menganalisis karakteristik si-belajar. Ini dimaksudkan untuk
mengetahui ciri-ciri perseorangan si-belajar. Beberapa yang termasuk di dalamnya adalah
minat, bakat, kematangan, tingkat berpikir, motivasi, gaya belajar, dan kemampuan awalnya.
Hasil dari langkah ini akan berupa daftar yang memuat pengelompokkan karakteristik si-belajar.

4. Menetapkan Tujuan dan Isi Pembelajaran

Langkah keempat adalah menetapkan tujuan pembelajaran dan isi pembelajaran.


Langkah ini sebenarnya sudah bisa dilakukan segera setelah melakukan analisis tujuan dan
karakteristik bidang studi. Hasil dari langkah ini akan berupa daftar yang memuat rumusan
tujuan khusus pembelajaran (juga sering disebut tujuan belajar) dan tipe serta struktur isi yang
akan dipelajari siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

5. Menetapkan Strategi Pengorganisasian

Menetapkan strategi pengorganisasian pembelajaran segera bisa dilakukan setelah


analisis dan penetapan tipe serta karakteristik isi pembelajaran. Pemilihan strategi
pengorganisasian pembelajaran amat dipengaruhi oleh apa tipe isi bidang studi yang dipelajari
dan bagaimana struktur isi itu. Hasil dari langkah ini akan berupa penetapan model untuk
mengorganisasi isi bidang studi, baik tingkat mikro maupun makro.

6. Menetapkan Strategi Penyampaian

Menetapkan strategi penyampaian pembelajaran didasarkan pada hasil analisis sumber


belajar. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa hasil analisis sumber belajar akan
berupa daftar sumber belajar yang tersedia dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran.
Pada langkah ini daftar yang sudah dibuat tersebut dijadikan dasar dalam memilih dan
menetapkan strategi penyampaian pembelajaran. Hasil kegiatan dalam langkah ini akan berupa
penetapan model untuk menyampaikan isi pembelajaran.
7. Menetapkan Strategi Pengelolaan

Menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran amat tergantung pada hasil analisis


karakteristik si-belajar. Klasifikasi karakteristik si-belajar yang dibuat ketika melakukan analisis
karakteristik dijadikan sebagai dasar memilih dan menetapkan strategi pengelolaan. Hasil
kegiatan dalam langkah ini akan berupa penetapan penjadualan pengunaan komponen strategi
pengorganisasian dan penyampaian pembelajaran, pengelolaan motivasional, pembuatan
catatan tentang kemajuan belajar siswa, dan kontrol belajar.

8. Pengukuran Hasil Pembelajaran

Langkah terakhir dalam desain pembelajaran adalah melakukan pengukuran hasil


pembelajaran, yang mencakup pengukuran tingkat keefektifan, efisiensi, dan daya tarik
pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan proses pembelajaran
dan tes hasil belajar. Hasil kegiatan ini akan berupa bukti mengenai tingkat keefektifan,
efisiensi, dan daya tarik pembelajaran.

RANGKUMAN

Model ADDIE terdiri atas lima langkah, yaitu: (1) analisis (analyze), (2) perancangan
(design), (3) pengembangan (development), (4) implementasi (implementation), dan (5)
evaluasi (evaluation).

Konteks model elaborasi dalam desain pembelajaran dapat dijelaskan dari langkah-
langkah desain pembelajaran yang dikemukakan oleh Degeng (1990). Langkah-langkah
pengembangan model Degeng tersebut adalah sebagai berikut.

(1) Analisis Tujuan dan Karakteristik Bidang Studi


(2) Analisis Sumber Belajar
(3) Analisis Karakteristik Si-Belajar
(4) Menetapkan Tujuan Belajar dan Isi Pembelajaran
(5) Menetapkan Strategi Pengorganisasian Isi Pembelajaran
(6) Menetapkan Strategi Penyampaian Isi Pembelajaran
(7) Menetapkan Strategi Pengelolaan Pembelajaran
(8) Pengembangan Prosedur Pengukuran Hasil Pembelajaran

TES AKHIR BAB

Jawablah pertanyaan di bawah ini!

1. Jelaskan langkah-langkah model pengembangan ADDIE!


2. Jelaskan langkah-langkah model pengembangan Degeng!
BAB VI

VALIDASI PRODUK
PENGEMBANGAN
Konsep-konsep Kunci

 Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Validasi


 Langkah-Langkah Validasi
 Instrumen Validasi
 Teknik Analisis Data
Kerangka Isi

VALIDASI PRODUK
PENGEMBANGAN

Pengertian, Langkah- Instrumen Teknik Analisis


Langkah Validasi Validasi Data
Fungsi, dan
Tujuan Validasi

Standar Kompetensi

Mahasiswa memahami konsep dasar penelitian peningkatan kualitas pembelajaran, penelitian


pengembangan, model-model dalam penelitian pengembangan, validasi produk, dan
sistematika penulisan penelitian pengembangan.
Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami pengertian, fungsi, dan tujuan validasi produk pengembangan,


mengenal langkah-langkah validasi, instrumen yang digunakan, serta teknik analisis data dalam
validasi produk pengembangan.

Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian validasi produk pengembangan.

2. Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi validasi produk pengembangan.

3. Mahasiswa dapat menjelaskan tujuan validasi produk pengembangan.


4. Mahasiswa dapat menjelaskan langkah-langkah validasi produk pengembangan.

5. Mahasiswa dapat menjelaskan instrumen yang digunakan dalam validasi produk

pengembangan.
6. Mahasiswa dapat menjelaskan teknik analisis data dalam validasi produk
pengembangan.

Materi

A. Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Validasi Produk

Pengembangan
Agar dihasilkan produk pengembangan yang berkualitas, produk pengembangan yang
dibuat (dikembangkan) harus divalidasi. Dengan ungkapan lain, produk pengembangan yang
dibuat harus diujicobakan dulu sebelum dipakai secara luas. Sebelum digunakan pada keadaan
dan sasaran sebenarnya, produk pengembangan perlu divalidasi dan direvisi agar kelemahan-
kelemahan yang terdapat dalam produk tersebut dapat dieliminir. Dengan mengeleminir
kelemahan atau kekurangan suatu produk, maka diharapkan tujuan pembuatan produk
pengembangan dapat tercapai dengan baik. Hasil validasi pada nantinya akan dijadikan bahan
refleksi bagi penyempurnaan produk pengembangan yang dihasilkan.

Validasi produk pengembangan adalah prosedur mengecek produk pengembangan yang


mencakup pengecekan ketepatan isi oleh ahli materi, bahasa oleh ahli bahasa, media oleh ahli
media, dan desain pembelajaran oleh ahli desain pembelajaran. Dengan cara lain dapat
diungkapkan bahwa validasi produk pengembangan adalah proses untuk menentukan apakah
produk pengembangan dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Validasi produk pengembangan memiliki fungsi yang sangat penting yakni sarana untuk
mengumpulkan berbagai informasi sebagai bahan refleksi untuk menyempurnakan produk
pengembangan. Berdasarkan informasi-informasi yang diperoleh melalui kegiatan validasi,
maka produk pengembangan bisa diperbaiki dan disempurnakan sampai akhirnya produk yang
dihasilkan itu layak untuk dimanfaatkan oleh orang-orang yang menjadi sasaran produk
pengembangan.

Adapun tujuan validasi produk pengembangan adalah untuk mengetahui:

a. perlu tidaknya produk pengembangan diperbaiki, baik sebagian maupun


keseluruhannya;
b. dapat tidaknya produk yang dihasilkan diterapkan di tempat lain dengan sasaran yang
sama atau di tempat lain dengan sasaran yang berbeda atau di tempat yang sama
dengan sasaran yang berbeda;
c. dari segi bahasa, paham tidaknya pebelajar dari kesederhanaan bahasa yang digunakan
di dalam produk yang dihasilkan;
d. menarik tidaknya produk yang dikembangkan di mata pengguna;
e. kejelasan penyampain pesan pembelajaran;
f. tercapai tidaknya tujuan pembelajaran dengan produk yang dihasilkan;
g. terjadi tidaknya peningkatan pengetahuan/keterampilan setelah memanfaatkan produk
pengembangan; dan
h. letak daya tarik produk yang dihasilkan.
Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa yang terpenting dalam validasi produk
pengembangan adalah ingin mengetahui segi keterbacaan dan kemanfaatannya bagi pebelajar
yang menjadi sasaran produk pengembangan. Keterbacaan artinya, materi-materi atau pesan-
pesan yang disampaikan di dalam program media video pembelajaran mudah dicerna,
dimengerti atau dipahami. Kemanfaatan artinya, setelah memanfaatkan produk pengembangan,
pebelajar merasa memperoleh manfaat tambahan pengetahuan, kejelasan dari suatu masalah
yang sebelumnya masih samar, serta keterampilan-keterampilan yang bisa dipraktikkan.

B. Langkah-langkah Validasi Produk Pengembangan

Dalam melakukan kegiatan validasi produk pengembangan, terdapat langkah-langkah


yang dapat diikuti. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.

(1) Mempelajari petunjuk pemanfaatan produk pengembangan yang akan divalidasi.


(2) Memilih atau menentukan responden validator: audien, ahli media, ahli desain
pembelajaran, ahli bahasa, ahli materi/bidang studi, dan ahli lain sesuai kebutuhan.
(3) Menyusun instrumen validasi sesuai dengan kebutuhan untuk responden/validator.
(4) Pelaksanaan validasi (uji coba)—pengumpulan data.
(5) Analisis data.
(6) Kesimpulan/saran.
(7) Membuat laporan keseluruhan pelaksanaan validasi.

Laporan keseluruhan pelaksanaan validasi segera disusun setelah melakukan keenam


langkah-langkah validasi produk pengembangan. Ada pun pokok-pokok isi laporan adalah
sebagai berikut.

(1) Pengantar
(2) Daftar isi
(3) Pendahuluan, memuat antara lain: latar belakang, maksud, tujuan validasi, dan
identifikasi produk pengembangan yang divalidasi
(4) Langkah-langkah pelaksanaan validasi yang akan dilakukan
(5) Responden validator dan instrumen validasi sesuai dengan responden
(6) Analisis data (hasil pengumpulan data dengan instrumen yang digunakan)
(7) Kesimpulan
(8) Saran-saran revisi produk pengembangan sesuai hasil validasi
(9) Pelaksanaan revisi
(10) Lampiran

Beberapa lampiran yang sebaiknya disertakan dalam laporan adalah: (a) petunjuk pemanfaatan
produk pengembangan yang divalidasi, (b) instrumen validasi, (c) bukti pelaksanaan validasi
lain yang diperlukan, (d) hasil produk pengmbangan yang telah direvisi.

C. Instrumen Validasi

Dasar penyusunan instrumen validasi produk pengembangan adalah jenis dan teknik
evaluasi yang hendak digunakan, karena pada intinya validasi adalah suatu kegiatan evaluasi.
Menurut Sadiman (2003), kegiatan evaluasi dalam program pengembangan media
pembelajaran dititikberatkan pada kegiatan “evaluasi formatif”. Teknik pengumpulan data yang
digunakan ada dua, yakni : teknik tes dan non tes. Untuk teknik tes menggunakan instrumen
tes. Tes yang digunakan yaitu: (1) tes awal (pretest) dan (2) tes akhir (posttest). Instrumen
nontes yang digunakan antara lain: (1) angket, (2) pedoman wawancara, (3) panduan diskusi,
(4) lembar pengamatan (observasi). Berdasarkan hal tersebut, disusun fomat-format evaluasi
sebagai berikut.

1. Soal pretest dan posttest


Soal yang disusun adalah berkenaan dengan materi/isi pesan yang disampaikan melalui
produk pengembangan. Akan diketahui terjadi tidaknya perubahan pada diri pebelajar dari
sebelum digunakannya produk pengembangan dengan sesudah digunakannya produk
pengembangan melalui tes yang diberikan. Sebelumnya diberikan pretest dan sesudahnya
diberikan posttest.

2. Format angket
Angket terdiri dari daftar pertanyaan/pernyataan baik terbuka (bebas menuliskan jawaban)
maupun tertutup (pilihan jawaban sudah ditentukan). Tugas responden adalah mengisi
angket berdasarkan petunjuk yang menyertai daftar pertanyaan/pernyataan.

3. Format wawancara
Format wawancara menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara yang berisi daftar
pertanyaan terkait produk pengembangan yang divalidasi. Wawancara dapat dilakukan
secara terstruktur maupun tidak.

4. Format diskusi
Diskusi dilakukan setelah mempelajari atau menggunakan produk pengembangan.
Berdasarkan hasil diskusi diperoleh informasi-informasi tentang kelemahan maupun
kelebihan produk pengembangan sebagai bahan penyempurnaan selanjutnya. Hal-hal yang
didiskusikan berpedoman pada aspek-aspek yang dievaluasi.

5. Format observasi
Melalui pengamatan akan diperoleh data/informasi tentang efektivitas produk
pengembangan. Dalam pelaksanaan evaluasi berpedoman pada pedoman observasi yang
disusun.

Pembuatan soal-soal untuk teknik tes bertitik tolak dari materi/isi pesan yang
disampaikan melalui produk pengembangan. Instrumen non tes, yakni: daftar pertanyaan
dalam angket, pedoman wawancara, materi yang didiskusikan, maupun lembar observasi
bertitik tolak dari kisi-kisi penyusunan instrumen validasi produk pengembangan. Berikut ini
dicontohkan aspek-aspek yang divalidasi/dievaluasi untuk produk pengembangan berupa video
pembelajaran.

Hanafin & Peck (dalam Walopo, 1999) mengelompokkan aspek-aspek yang dievaluasi
dalam evaluasi program media video pembelajaran menjadi empat aspek.
1. Aspek isi atau materi (program adequacy)
2. Aspek pembelajaran (instructional adequacy)
3. Aspek kurikulum (curriculum adequacy)
4. Aspek media (cosmetic adequacy)
Dari aspek-aspek yang telah ditetapkan, kemudian dijabarkan komponen-komponen dan
dituangkan dalam bentuk kisi-kisi.

Contoh kisi-kisi penyusunan instrumen evaluasi program media video pembelajaran adalah
sebagai berikut.

Tabel 5.1 Kisi-kisi Penyusunan Instrumen Validasi Media Video

Pembelajaran

KOMPONEN

NO ASPEK YANG DIEVALUASI 1 2 3 4

1 Keakuratan materi 

2 Kecukupan butir-butir materi 

3 Logika materi 

4 Kekonsistenan materi 

5 Tingkat kepadatan materi 

6 Kesesuaian judul dengan isi 

7 Kesesuaian isi dengan tujuan 

8 Manfaat isi 

9 Urutan materi 
10 Unsur pendidikan 

11 Tingkat kepadatan materi 

12 Kualitas gambar  

13 Kesesuaian visual dengan narasi 

14 Pengambilan sudut pandang 

15 Suara/narasi 

16 Musik 

17 Sound effect (efek suara)  

18 Caption (tulisan) 

19 Animasi 

20 Durasi 

21 Bahasa 

22 Daya tarik utama 

23 Penyiar/penyaji/pemain 

24 Teknik sajian 

Sumber: Mahadewi, dkk. (2006)

Keterangan :

1 = Aspek isi atau materi


2 = Aspek pembelajaran
3 = Aspek kurikulum
4 = Aspek media
 = Ada keterkaitan
Oleh karena kegiatan evaluasi dalam program pengembangan media pembelajaran
dititikberatkan pada kegiatan “evaluasi formatif”, maka akan dijelaskan tahapan kegiatan
evaluasi formatif. Evaluasi formatif adalah proses yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data
tentang efektivitas dan efisiensi bahan-bahan pembelajaran (termasuk kedalaman program
media video pembelajaran).

Adapun tahapan kegiatan evaluasi formatif adalah sebagai berikut.

1. Evaluasi Ahli/Pertimbangan Ahli (Expert Judgement)

Pada tahap ini dipilih validator ahli sesuai dengan kebutuhan, misalnya ahli
materi/bidang studi, ahli media, ahli desain pembelajaran, ahli bahasa, dan lain sebagainya.

2. Evaluasi Satu Lawan Satu (One by One Evaluation)

Pada tahap ini dipilih tiga atau lebih siswa/mahasiswa yang dapat mewakili populasi
sesuai dengan target yang dibuat. Sajikan program media video pembelajaran tersebut secara
individual. Kalau media itu didesain untuk belajar mandiri, biarkan mereka mempelajarinya
sementara kita megamatinya.

Beberapa informasi yang diharapkan dapat diharapkan diperoleh lewat kegiatan tersebut
antara lain:

a). Kesalahan memilih kata atau uraian yang tidak jelas.

b). Kesalahan dalam memilih lambang visual.

c). Kurangnya contoh.

d). Terlalu banyak atau sedikit materi.

e). Uraian penyajian yang keliru.

f). Pertanyaan atau petunjuk yang kurang jelas.

g). Tujuan tak sesuai dengan materi, dan sebagainya.

Siswa/mahasiswa perlu diberikan tes awal (pretest) untuk mengetahui kemampuan awal
siswa/mahasiswa, kemudian diberikan tes akhir (posttest). Kita dapat pula meminta bantuan
ahli tertentu untuk memberikan umpan balik yang bermanfaat, seperti: ahli bidang studi (ahli
subyek), ahli pendidikan, ahli media dan ahli teknik. Atas dasar data atau informasi tersebut di
atas akhirnya dilakukan revisi sebelum program media video pembelajaran dicobakan kedalam
kelompok kecil.

3. Evaluasi Kelompok Kecil (Small Group Evaluation)

Sampel yang digunakan 10-20 orang siswa/mahasiswa, harus mencerminkan


karakteristik populasi. Prosedur sama dengan evaluasi satu lawan satu, bedanya hanya yang
pertama sajian secara individual sedang disini kelompok kecil. Di samping pretest dan posttest,
juga disebarkan angket untuk diisi oleh siswa/mahasiswa. Kalau memungkinkan diadakan
diskusi yang mendalam. Guru/dosen juga mengadakan observasi (pengamatan), semua respon
yang muncul dicatat. Kemudian semua data yang terkumpul dianalisis. Atas umpan balik (feed
back) inilah program media video pembelajaran disempurnakan.

4. Evaluasi Lapangan (Field Evaluation)

Evaluasi lapangan adalah tahap akhir evaluasi formatif. Pilihlah 30 orang


siswa/mahasiswa yang mewakili berbagai karakteristik (tingkat kepandaian kelas, jenis kelamin,
usia dan sebagainya). Perlakuan sama seperti evaluasi pada kelompok kecil.

Demikianlah dengan ketiga tahap evaluasi tersebut dapatlah dipastikan kebenaran


efektivitas dan efisiensi program media video pembelajaran yang dikembangkan.

D. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian pengembangan ini umumnya digunakan dua teknik analisis data, yaitu
teknik analisis deskriptif kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif. Ada kalanya diperlukan pula
teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial untuk mengetahui keefektifan produk
pengembangan. Berikut ini diuraikan kedua teknik analisis data bagian pertama.
a. Analisis Deskriptif Kualitatif

Teknik analisis deskriptif kualitatif ini digunakan untuk mengolah data hasil review ahli
isi mata kuliah, ahli desain dan media pembelajaran, mahasiswa, dosen pembina mata kuliah,
dan validator lainnya. Teknik analisis data ini dilakukan dengan mengelompokkan informasi-
informasi dari data kualitatif yang berupa masukan, tanggapan, kritik, dan saran perbaikan
yang terdapat pada angket dan hasil wawancara. Hasil analisis data ini kemudian digunakan
untuk merevisi produk pengembangan.

b. Analisis Deskriptif Kuantitatif

Teknik analisis ini digunakan untuk mengolah data yang diperoleh melalui angket dalam
bentuk deskriptif persentase. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase dari
masing-masing subyek adalah sebagai berikut.

∑ (Jawaban x bobot tiap pilihan)

Persentase = x 100%

n x bobot tertinggi

Keterangan:

∑ = jumlah

n = jumlah seluruh item angket

Selanjutnya, untuk menghitung persentase keseluruhan subyek digunakan rumus:

Persentase = (F : N) x 100

Keterangan: F = jumlah persentase keseluruhan subyek

N = banyak subyek
Untuk dapat memberikan makna dan pengambilan keputusan digunakan ketetapan sebagai
berikut.

Tabel 5.2 Konversi Tingkat Pencapaian dengan Skala 5

Tingkat Pencapaian Kualifikasi

90% - 100% Sangat baik

75% - 89% Baik

65% - 74% Cukup

55% - 64% Kurang

0% - 54% Sangat Kurang

RANGKUMAN

Validasi produk pengembangan adalah prosedur mengecek produk pengembangan yang


mencakup pengecekan ketepatan isi oleh ahli materi, bahasa oleh ahli bahasa, media oleh ahli
media, dan desain pembelajaran oleh ahli desain pembelajaran. Dengan kalimat lain dapat
diungkapkan bahwa validasi produk pengembangan adalah proses untuk menentukan apakah
produk pengembangan dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Validasi produk pengembangan memiliki fungsi yang sangat penting yakni sarana untuk
mengumpulkan berbagai informasi sebagai bahan refleksi untuk menyempurnakan produk
pengembangan. Adapun tujuan validasi produk pengembangan adalah untuk mengetahui:
a. perlu tidaknya produk pengembangan diperbaiki, baik sebagian maupun
keseluruhannya;
b. dapat tidaknya produk yang dihasilkan diterapkan di tempat lain dengan sasaran yang
sama atau di tempat lain dengan sasaran yang berbeda atau di tempat yang sama
dengan sasaran yang berbeda;
c. dari segi bahasa, paham tidaknya pebelajar dari kesederhanaan bahasa yang digunakan
di dalam produk yang dihasilkan;
d. menarik tidaknya produk yang dikembangkan di mata pengguna;
e. kejelasan penyampain pesan pembelajaran;
f. tercapai tidaknya tujuan pembelajaran dengan produk yang dihasilkan;
g. terjadi tidaknya peningkatan pengetahuan/keterampilan setelah memanfaatkan produk
pengemangan; dan
h. letak daya tarik produk yang dihasilkan.

Dalam melakukan kegiatan validasi produk pengembangan, terdapat langkah-langkah


yang dapat diikuti. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berkut.

(1) Mempelajari petunjuk pemanfaatan produk pengembangan yang akan divalidasi.


(2) Memilih atau menentukan responden validator: audien, ahli media, ahli desain
pembelajaran, ahli bahasa, ahli materi/bidang studi, dan ahli lain sesuai kebutuhan.
(3) Menyusun instrumen validasi sesuai dengan kebutuhan untuk responden/validator.
(4) Pelaksanaan validasi (uji coba)—pengumpulan data.
(5) Analisis data.
(6) Kesimpulan/saran.
(7) Membuat laporan keseluruhan pelaksanaan validasi.

Teknik pengumpulan data yang digunakan ada dua, yakni: teknik tes dan non tes. Untuk
teknik tes menggunakan instrumen tes. Tes yang digunakan yaitu: (1) tes awal (pretest) dan
(2) tes akhir (posttest). Instrumen nontes yang digunakan antara lain: (1) angket, (2) pedoman
wawancara, (3) panduan diskusi, (4) lembar pengamatan (observasi).
Dalam penelitian pengembangan umumnya digunakan dua teknik analisis data, yaitu
teknik analisis deskriptif kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif.

TES AKHIR BAB

Jawablah pertanyaan di bawah ini!

1. Jelaskan pengertian validasi produk pengembangan!


2. Jelaskan fungsi validasi produk pengembangan!
3. Jelaskan tujuan validasi produk pengembangan!
4. Jelaskan langkah-langkah validasi produk pengembangan!
5. Jelaskan instrumen yang digunakan dalam validasi produk pengembangan!
6. Jelaskan teknik analisis data dalam validasi produk pengembangan!
BAB VII

SISTEMATIKA
PENULISAN PENELITIAN
PENGEMBANGAN
Konsep-konsep Kunci

 Sistematika Penulisan Penelitian Pengembangan


 Paparan dalam Setiap Bab

Kerangka Isi

SISTEMATIKA PENULISAN
PENELITIAN PENGEMBANGAN
SISTEMATIKA PAPARAN DALAM
SETIAP BAB
UMUM

Standar Kompetensi

Mahasiswa memahami konsep dasar penelitian peningkatan kualitas pembelajaran, penelitian


pengembangan, model-model dalam penelitian pengembangan, validasi produk, dan
sistematika penulisan penelitian pengembangan.

Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami sistematika penulisan penelitian pengembangan dan paparan setiap bab
laporan penelitian pengembangan.

Tujuan Pembelajaran

8. Mahasiswa dapat menuliskan sistematika penulisan penelitian pengembangan.


9. Mahasiswa dapat menjelaskan paparan dalam setiap bab laporan penelitian
pengembangan.

Materi
Sistematika penulisan skripsi dan tesis penelitian pengembangan mencakup komponen proposal
penelitian pengembangan dan komponen laporan penelitian pengembangan. Kedua komponen
tersebut diuraikan berikut ini.

A. Komponen Proposal Penelitian Pengembangan


Komponen-komponen proposal penelitian pengembangan adalah sebagai
berikut.
A. Halaman Sampul
B. Lembar Persetujuan Pembimbing
C. Latar Belakang Masalah Penelitian
D. Perumusan Masalah Penelitian
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Hasil Penelitian
G. Kajian Teori
H. Metode Penelitian
I. Jadwal dan Waktu Penelitian
J. Daftar Pustaka

B. Komponen Laporan Penelitian Pengembangan

Komponen laporan penelitian pengembangan untuk skripsi dan tesis dibagi menjadi dua
bagian pokok. Kedua bagian pokok tersebut adalah Lembar Administratif dan Isi Skripsi/Tesis.

a. Lembar Administratif

Lembar ini merupakan bagian awal skripsi atau tesis karena mendahului format skripsi
atau tesis. Lembar administratif meliputi hal-hal sebagai berikut.

(1) Sampul
(2) Halaman Judul
(3) Lembar Persetujuan Pembimbing
(4) Lembar Persetujuan Penguji
(5) Lembar Persetujuan Panitia Ujian
(6) Lembar Pernyataan Karya Sendiri
(7) Lembar Motto (jika ada)

b. Isi Skripsi/Tesis
Isi skripsi/tesis secara umum terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut.
PRAKATA
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR LAINNYA

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Spesifikasi Produk yang Diharapkan
1.5 Pentingnya Pengembangan
1.6 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
1.7 Penjelasan Istilah (jika dipandang perlu)

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 …………………………………………………….
2.2 …………………………………………………….
2.3 ……………………………………………………
2.4 …………………………………………………….
2.5 dan seterusnya

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Model Pengembangan
3.2 Prosedur Pengembangan
3.1 Uji Coba Produk
1. Desain Uji Coba
2. Subjek Coba
3. Jenis Data
4. Instrumen Pengumpulan Data
5. Teknik Analisis Data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian
4.2 Pembahasan

BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan
5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

c. Deskripsi Tiap-tiap Komponen


3.1 Sampul
Yang dimaksud sampul dalam pedoman ini adalah sampul depan (kulit depan).
Pada sampul depan ini terdapat tulisan (a) judul, (b) lambang Undiksha, (c) nama
peneliti, (d) nama program studi/jurusan, fakultas dan lembaga, dan (e) bulan dan
tahun diajukannya skripsi/tesis (Lampiran 1).
Rumusan judul penelitian harus singkat (maksimal 25 kata) dan spesifik, tetapi
dengan jelas menggambarkan penelitian yang akan dilakukan.

Meskipun judul penelitian tercantum paling depan dari setiap laporan penelitian,
tidak berarti penelitian dilakukan dengan berangkat dari judul. Semua penelitian
dilakukan dengan berangkat dari permasalahan, bukan dari judul. Judul dibuat
bertitik tolak dari masalah.

3.2 Halaman Judul


Halaman judul merupakan halaman pertama setelah sampul. Halaman ini diberi
nomor halaman dengan huruf Romawi kecil. Hal-hal yang terdapat dalam halaman
judul sama dengan hal-hal yang dituangkan dalam sampul (Lampiran 2).

3.3 Lembar Persetujuan Pembimbing


Lembar ini adalah lembar utama bagian administratif. Lembar ini menyediakan
ruang untuk nama dan tanda tangan para pembimbing skripsi/tesis (Lampiran 3).

3.4 Lembar Persetujuan Penguji


Lembar ini menyediakan ruang untuk nama dan tanda tangan seluruh penguji
skripsi/tesis (Lampiran 4).
3.5 Lembar Persetujuan Panitia Ujian
Lembar ini berisi nama dan tanda tangan panitia ujian skripsi/tesis serta stempel
lembaga (fakultas atau program pascasarjana) (Lampiran 5).

3.6 Lembar Pernyataan Karya Sendiri


Lembar ini memuat pernyataan penulis atau peneliti bahwa karya tulis beserta
seluruh isinya adalah benar-benar karya sendiri, tanpa mengandung jiplakan dan
kutipan yang tidak sesuai dengan etika dalam masyarakat ilmiah (Lampiran 6).

3.7 Lembar Motto


Lembar ini memberi kesempatan kepada penulis atau peneliti untuk
mencantumkan motto yang biasanya merupakan kata-kata bijak atau kata-kata
mutiara.

3.8 Prakata
Prakata merupakan paparan singkat yang memuat ucapan terima kasih peneliti
kepada lembaga atau perorangan atau kelompok yang telah berjasa membantu proses
penyusunan skripsi. Dalam hal ini jangan digunakan istilah kata pengantar atau kata
sambutan, karena kedua istilah tersebut bukan ditulis oleh peneliti, tetapi ditulis oleh
orang lain, misalnya atasan, pejabat pemerintah, atau penerbit.

3.9 Abstrak
Abstrak merupakan uraian singkat yang merangkum tujuan penelitian, metode
penelitian, dan hasil penelitian. Pada bagian akhir abstrak dicantumkan kata-kata
kunci. Abstrak biasanya maksimal terdiri atas 200 kata.

3.10 Daftar Isi


Lembar ini mencantumkan nomor, judul-judul bab, dan judul-judul subbab yang
disertai dengan halaman. Seseorang yang ingin mengetahui isi karangan ilmiah
pertama-tama akan membaca lembaran daftar isi. Melalui daftar isi pembaca akan
dapat mengetahui isi karangan ilmiah secara keseluruhan. Daftar isi juga menuntun
pembaca untuk mencari bagian karangan ilmiah yang ingin dibacanya secara lebih
cepat.
3.11 Daftar Tabel
Untuk memudahkan pembacaan skripsi/tesis yang mengandung tabel-tabel yang
tersebar di pelbagai halaman, perlu dibuat sebuah daftar tabel. Daftar tabel berisi
nomor dan judul tabel serta halaman dimana tabel tersebut berada (Lampiran 7).

3.12 Daftar Gambar


Ada kalanya skripsi/tesis dilengkapi dengan gambar-gambar ilustrasi yang
tersebar di sejumlah halaman. Gambar-gambar tersebut berfungsi untuk memperjelas
uraian skripsi/tesis. Untuk memudahkan pembacaan skripsi/tesis perlu dibuat daftar
gambar. Daftar gambar berisi nomor dan judul gambar serta halaman.

3.13 Daftar Grafik


Daftar grafik memuat nomor dan judul grafik serta halaman dimana grafik
tersebut berada. Beberapa skripsi/tesis dilengkapi grafik yang tersebar di beberapa
halaman. Untuk memudahkan menemukan grafik yang diinginkan dalam skripsi/tesis
diperlukan daftar grafik.

3.14 Daftar Lampiran


Pada umumnya skripsi/tesis dilengkapi dengan sejumlah lampiran di bagian
akhir. Daftar lampiran mengandung nomor lampiran, judul, dan halaman. Daftar
lampiran memudahkan pembaca mencari lampiran yang ingin dibacanya secara lebih
cepat.

3.15 Daftar Singkatan


Guna singkatan adalah untuk memanfaatkan ruang sebaik-baiknya. Hal ini lebih
efisien daripada penggunaan kata-kata yang panjang secara berulang-ulang.
Penggunaan singkatan untuk pertama kali harus diberi kepanjangannya, berikutnya
baru boleh singkatan saja. Bila skripsi/tesis memuat banyak singkatan, maka perlu
dibuatkan daftar singkatan.
3.16 Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah mengungkapkan konteks pengembangan projek dalam
masalah yang hendak dipecahkan. Oleh karena itu, uraian didahului dengan identifikasi
kesenjangan-kesenjangan yang ada antara kondisi nyata dan kondisi ideal, serta
dampak yang ditimbulkan oleh kesenjangan-kesenjangan itu. Berbagai alternatif untuk
mengatasi kesenjangan itu perlu dipaparkan secara singkat disertai dengan identifikasi
faktor pendukung dan faktor penghambat. Alternatif yang ditawarkan sebagai
pemecah masalah beserta rasionalnya dikemukakan pada bagian akhir dari paparan
latar belakang masalah.

3.17 Rumusan Masalah


Sebagai penegasan dari apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah,
pada rumusan masalah perlu dikemukakan rumusan spesifik dari masalah yang hendak
dipecahkan. Rumusan masalah penelitian pengembangan dikemukakan secara singkat,
padat, dan jelas. Rumusan masalah dapat berupa kalimat pernyataan atau pertanyaan.
Rumusan masalah hendaknya disertai dengan alternatif pemecahan yang ditawarkan
serta rasional mengapa alternatif itu yang dipilih sebagai cara pemecahan yang paling
tepat terhadap masalah yang ada.

3.18 Tujuan Penelitian


Perumusan tujuan penelitian pengembangan bertitik tolak dari masalah yang
ingin dipecahkan dengan menggunakan alternatif yang telah dipilih. Arahkan tujuan
penelitian ke pencapaian kondisi ideal seperti yang telah diuraikan dalam latar
belakang masalah.

3.19 Spesifikasi Produk yang Diharapkan


Pada bagian ini digambarkan secara lengkap tentang karakteristik produk yang
diharapkan dari kegiatan pengembangan. Karakteristik produk mencakup semua
identitas penting yang dapat digunakan untuk membedakan satu produk dengan
produk lainnya.
Produk yang dihasilkan dapat berupa buku ajar, modul, paket pembelajaran,
media pembelajaran, alat evaluasi, model, atau produk lain yang dapat digunakan
untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran, pelatihan, atau pendidikan.

3.20 Pentingnya Pengembangan


Pentingnya pengembangan mengungkapkan argumentasi mengapa perlu ada
pengubahan kondisi nyata ke kondisi ideal. Dengan ungkapan lain, pentingnya
pengembangan mengungkapkan mengapa masalah yang ada perlu dan mendesak
untuk dipecahkan.
Dalam bagian ini diharapkan juga terungkap kaitan antara urgensi pemecahan
masalah dengan konteks permasalahan yang lebih luas. Pengaitan ini dimaksudkan
untuk menjelaskan bahwa pemecahan masalah suatu masalah yang konteksnya mikro
benar-benar dapat memberi sumbangan bagi pemecahan masalah lain yang
konteksnya lebih luas.

3.21 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan


Asumsi dalam pengembangan merupakan landasan pijak untuk menentukan
karakteristik produk yang dihasilkan dan pembenaran pemilihan model serta prosedur
pengembangannya. Asumsi hendaknya diangkat dari teori-teori yang teruji sahih,
pandangan ahli, atau data empiris yang relevan dengan masalah yang hendak
dipecahkan dengan menggunakan produk yang akan dikembangkan.
Keterbatasan pengembangan menguraikan keterbatasan dari produk yang
dihasilkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi, khususnya untuk konteks
masalah yang lebih luas. Uraian ini dimaksudkan agar produk yang dihasilkan dari
kegiatan pengembangan ini disikapi hati-hati oleh pemakai produk pengembangan
sesuai dengan asumsi yang menjadi pijakannya dan kondisi pendukung yang perlu
tersedia dalam memanfaatkannya.

3.22 Penjelasan Istilah


Pada bagian ini dipaparkan definisi-definisi atau penjelasan istilah-istilah yang
khas dalam pengembangan produk yang diinginkan. Istilah-istilah yang perlu diberi
penjelasan adalah istilah yang berpeluang ditafsirkan berbeda oleh pembaca atau
pemakai produk. Batasan istilah-istilah tersebut dirumuskan seoperasional mungkin
karena semakin operasional batasannya, maka semakin kecil peluang istilah itu
ditafsirkan berbeda atau keliru oleh pembaca.

3.23 Bab II Kajian Pustaka


Dalam bab ini dipaparkan kerangka acuan komprehensif mengenai konsep,
prinsip, atau teori yang digunakan sebagai landasan dalam memecahkan masalah yang
dihadapi dalam mengembangkan produk yang diharapkan. Kerangka acuan disusun
berdasarkan kajian berbagai aspek teoretik dan empiris yang terkait dengan
permasalahan dan upaya yang akan ditempuh untuk memecahkannya. Uraian-uraian
dalam bab ini diharapkan menjadi landasan teoretik mengapa masalah itu perlu
dipecahkan dan mengapa cara pengembangan produk itu dipilih.
Kajian teoretik mengenai model dan prosedur yang akan digunakan dalam
pengembangan juga perlu dikemukakan dalam bagian ini, terutama dalam rangka
memberikan pembenaran terhadap produk yang akan dikembangkan.
Selain itu, bagian ini juga dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang
kaitan upaya pengembangan dengan upaya-upaya lain yang mungkin sudah pernah
ditempuh oleh ahli lain untuk mendekati permasalahan yang sama atau relatif sama.
Dengan demikian, upaya pengembangan yang akan dilakukan memiliki landasan
empiris yang mantap.

3.24 Bab III Metode Penelitian


Bab ini memuat tiga hal, yaitu: (1) model pengembangan, (2) prosedur
pengembangan, dan (3) uji coba produk. Hal ketiga mengungkapkan desain uji coba,
subjek uji coba, jenis data, instrumen pengumpulan data, dan teknik analisis data.

3.24.1 Model Pengembangan


Dalam bagian ini dikemukakan secara singkat struktur model yang
digunakan sebagai dasar pengembangan produk. Apabila model yang digunakan
merupakan adaptasi dari model yang sudah ada, maka pemilihannya perlu
disertai dengan alasan, komponen-komponen yang disesuaikan, serta kekuatan
dan kelemahan model itu.
Apabila model yang digunakan dikembangkan sendiri, maka informasi
yang lengkap mengenai setiap komponen dan kaitan antarkomponen dari model
itu perlu dipaparkan. Uraian model diupayakan seoperasional mungkin sebagai
acuan dalam pengembangan produk.

3.24.2 Prosedur Pengembangan


Bagian ini memaparkan langkah-langkah prosedural yang ditempuh oleh
pengembang dalam membuat produk. Prosedur pengembangan berbeda dengan
model pengembangan. Apabila model pengembangan adalah prosedural, maka
prosedur pengembangannya tinggal mengikuti langkah-langkah seperti yang
terlihat dalam modelnya. Model pengembangan juga bisa berupa konseptual
atau teoretik. Kedua model ini tidak secara langsung memberi petunjuk tentang
bagaimana langkah prosedural yang dilalui sampai ke produk yang dispesifikasi.
Oleh karena itu, perlu dikemukakan lagi langkah proseduralnya.

3.24.3 Uji Coba Produk


Uji coba produk dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang dapat
digunakan sebagai dasar untuk menetapkan tingkat keefektifan, efisiensi,
dan/atau daya tarik dari produk yang dihasilkan.
Bagian ini mencakup beberapa hal, yaitu: desain uji coba, subjek uji coba,
jenis data, instrumen pengumpulan data, dan teknik analisis data.
(a) Desain Uji Coba
Secara lengkap uji coba produk pengembangan terdiri atas tiga tahapan,
yakni uji perorangan, uji kelompok kecil, dan uji lapangan. Dalam kegiatan
pengembangan pengembang mungkin hanya melewati tahap pertama, atau
tahap pertama dan kedua, atau ketiga tahap. Hal ini sangat bergantung pada
urgensi dan data yang dibutuhkan melalui uji coba itu.
Desain uji coba bisa menggunakan desain yang biasa dipakai dalam
penelitian kuantitatif, yaitu desain deskriptif atau eksperimental. Yang perlu
diperhatikan adalah ketepatan memilih desain untuk tahapan tertentu
(perseorangan, kelompok kecil, atau lapangan) agar data yang dibutuhkan
untuk memperbaiki produk dapat diperoleh secara lengkap.
(b) Subjek Uji Coba
Karakteristik setiap subjek uji coba perlu diidentifikasi secara jelas dan
lengkap, termasuk cara pemilihan subjek uji coba itu. Subjek uji coba terdiri
atas ahli bidang isi produk, ahli perancangan produk, dan/atau sasaran
pemakai produk, serta ahli lain yang relevan dengan produk yang
dikembangkan. Teknik pemilihan subjek uji coba juga perlu dikemukakan
agak ricnci, apakah memakai teknik rambang, rumpun, atau teknik lainnya
yang sesuai.
(c) Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam uji coba produk dapat digunakan sebagai
dasar untuk menetapkan tingkat keefektifan, efisiensi, dan atau daya tarik
produk yang dihasilkan. Paparan mengenai jenis data yang dikumpulkan
hendaknya dikaitkan dengan desain dan pemilihan subjek uji coba. Jenis data
tertentu, bagaimanapun juga, akan menuntut desain tertentu dan subjek uji
coba tertentu pula. Contohnya, pengumpulan data mengenai kecermatan
desain dapat dilakukan secara perseorangan dari ahli desain, atau secara
kelompok dalam bentuk seminar kecil, atau seminar yang lebih luas yang
melibatkan ahli isi, ahli desain, dan sasaran pemakai produk.
(d) Instrumen Pengumpulan Data
Bagian ini memaparkan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan
data. Jika menggunakan instrumen yang sudah ada, maka perlu ada uraian
mengenai karakteristik instrumen itu, terutama mengenai kesahihan dan
keterandalannya. Apabila instrumen yang digunakan dikembangkan sendiri,
maka prosedur pengembangannya juga perlu dijelaskan.

(e) Teknik Analisis Data


Dalam bagian ini diuraikan teknik dan prosedur analisis yang digunakan
untuk menganalisis data uji coba disertai alasan logis pemilihan teknik dan
prosedur tersebut. Apabila teknik analisis yang digunakan sudah cukup
dikenal, maka uraian tidak perlu rinci sekali. Sebaliknya, apabila teknik
tersebut belum banyak dikenal, maka uraian perlu lebih rinci.

3.25 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan


Bab ini memaparkan dua hal pokok, yakni hasli penelitian dan pembahasan.

3.25.1 Hasil Penelitian


Pada bagian ini dipaparkan semua data yang diperoleh dari hasil uji coba
produk pengembangan. Penyajian data sebaiknya dalam bentuk tabel,
bagan, atau gambar yang dapat dikomunikasikan dengan jelas. Pemaparan
data berdasarkan jenis dan komponen produk yang dikembangkan.
Klasifikasi ini akan sangat berguna untuk keperluan revisi produk.
Selanjutnya data yang dipaparkan tersebut dianalisis sesuai dengan teknik
analisis data yang telah ditetapkan.

3.25.2 Pembahasan
Pada bagian ini dipaparkan revisi produk pengembangan. Kesimpulan yang
ditarik dari hasil analisis data tentang produk yang diujicobakan digunakan
sebagai dasar dalam menetapkan apakah produk itu perlu direvisi atau
tidak. Keputusan merevisi produk hendaknya disertai dengan pembenaran
bahwa setelah direvisi produk itu akan menjadi lebih efektif, efisien, dan
atau menarik. Komponen-komponen yang direvisi dan hasil revisinya harus
secara jelas dikemukakan dalam bagian ini. Kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahan produk juga perlu dibahas pada bagian ini dengan
tinjauan yang konprehensif terhadap kaitan antara produk dengan masalah
yang ingin dipecahkannya. Peluang munculnya masalah lain dari
pemanfaatan produk juga perlu diidentifikasi, dan sekaligus disertai
preskripsi bagaimana mengantisipasi permasalahan baru iu.

3.26 Bab V Penutup


Terdapat dua hal pokok yang perlu dikemukakan dalam bab ini, yaitu simpulan
dan saran.

3.26.1 Simpulan
Pada bagian ini dipaparkan secara singkat dan jelas simpulan penelitian.
Simpulan dipaparkan sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan pada
bagian pendahuluan.

3.26.2 Saran
Pengajuan saran mencakup tiga komponen, yakni saran pemanfaatan,
saran desimenasi, dan saran pengembangan produk lebih lanjut. Saran
pertama berkenaan dengan bagaimana cara memanfaatkan produk
pengembangan. Saran kedua diarahkan pada penyebaran atau desiminasi
produk ke sasaran yang lebih luas. Saran ketiga difokuskan pada
bagaimana pengembangan produk lebih lanjut oleh pengembang itu sendiri
maupun pengembang lain. Setiap saran hendaknya didasarkan pada hasil
kajian terhadap produk seperti yang telah dibahas dalam butir sebelumnya.
Pengungkapan saran hendaknya menggunakan pernyataan-pernyataan
yang jelas dan diusahakan agar saran yang satu secara eksplisit berbeda
dari saran lainnya. Argumentasi juga perlu disertakan dalam setiap saran
yang diajukan.
3.27 Daftar Pustaka
Daftar pustaka merupakan sumber referensi bagi seluruh kegiatan penelitian.
Pada hakikatnya daftar pustaka merupakan inventarisasi dari seluruh publikasi ilmiah
maupun nonilmiah serta hasil-hasil penelitian yang dipergunakan sebagai dasar bagi
pengkajian yang dilakukan. Daftar pustaka antara lain merangkum unsur (1) nama
pengarang, (2) tahun terbit, (3) judul buku/artikel. (4) kota tempat buku diterbitkan,
dan (5) nama penerbit. Sumber referensi yang ditulis pada daftar pustaka hanyalah
yang digunakan dalam laporan penelitian. Penulisan daftar pustaka sesuai tata cara
penulisan daftar pustaka selingkung Universitas Pendidikan Ganesha yang telah
ditetapkan dalam Pedoman Penulisan Skripsi/Tugas Akhir.

3.28 Lampiran
Beberapa dokumen penting yang berhubungan dengan penelitian harus
dilampirkan. Dokumen yang dilampirkan antara lain surat-surat, instrumen
pengumpulan data, data-data penelitian, hasil analisis data, produk pengembangan,
dan lain-lain..
RANGKUMAN

Sistematika penulisan laporan penelitian pengembangan terdiri atas tiga bagian, yakni
bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Bagian awal atau bagian administratif memuat
halaman sampul, lembar logo, halaman judul, lembar persetujuan, abstrak, kata pengantar,
daftar isi, daftar tabel, dan daftar gambar. Bagian inti memaparkan bab I sampai bab V. Bagian
akhir memuat daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan riwayat hidup.

TES AKHIR BAB

Jawablah pertanyaan di bawah ini!


1. Tuliskan sistematika penulisan penelitian pengembangan!
2. Jelaskan paparan dalam setiap bab laporan penelitian pengembangan!

BAB VIII

MENULIS PROPOSAL
PENELITIAN
PENGEMBANGAN
Konsep-konsep Kunci

 Analisis Kebutuhan
 Contoh Proposal

Kerangka Isi

MENULIS PROPOSAL
PENELITIAN PENGEMBANGAN
ANALISIS CONTOH PROPOSAL
KEBUTUHAN

Standar Kompetensi

Mahasiswa memahami konsep dasar penelitian peningkatan kualitas pembelajaran, penelitian


pengembangan, model-model dalam penelitian pengembangan, validasi produk, dan
sistematika penulisan penelitian pengembangan.

Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami langkah-langkah analisis kebutuhan dan menulis proposal penelitian


pengembangan.

Tujuan Pembelajaran
10. Mahasiswa dapat menjelaskan langkah-langkah analisis kebutuhan.
11. Mahasiswa dapat menuliskan contoh proposal penelitian pengembangan.

Materi

Penelitian pengembangan merupakan penelitian yang beroroientasi menghasilkan suatu produk


untuk memecahkan permasalahan. Produk yang dikembangkan dapat berupa sesuatu yang
baru atau sesuatu yang sudah ada dikembangkan menjadi lebih praktis, efektif, efesien, dan
menarik. Apa pun produk yang dihasilkan dalam penelitian pengembangan, hendaknya produk
yang dihasilkan benar-benar mampu memecahkan masalah dan sangat dibutuhkan
keberadaannya. Untuk itu perlu dilakukan analisis kebutuhan (need analysis) terlebih dahulu
sebagai dasar menuliskan proposal penelitian pengembangan.

A. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan perlu dilakukan oleh seorang peneliti penelitian
pengembangan untuk mendapatkan data yang akurat mengenai hal-hal yang menjadi
kebutuhan penting kelompok subyek atau populasi tertentu. Data yang diperoleh
melalui kegiatan analisis kebutuhan dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk
mengambil tindakan yang tepat untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Khusus untuk penelitian pengemabngan, hasil analisis kebutuhan dapat menjadi bahan
penulisan latar belakang penelitian, sehingga produk yang dihasilkan benar-benar
memberi manfaat bagi kelompok masyarakat tertentu yang membutuhkannya.
Latar belakang permasalahan dalam penelitian pengembangan perlu dilengkapi
dengan data-data hasil analisis kebutuhan, sehingga akan memberi keyakinan kepada
para pembaca dan utamanya sponsor atau pemberi dana penelitian bahwa penelitian
pengembangan yang akan dilakukan benar-benar urgen untuk dilaksanakan. Hal ini
akan menghindari penulisan latar belakang permasalahan penelitian pengembangan
yang asal tulis (mengkhayal di belakang meja), tanpa data-data pendukung yang
relevan.
Kegiatan analisis kebutuhan mencakup tiga kegiatan pokok, yakni kegiatan
praanalisis kebutuhan, kegiatan analisis kebutuhan, dan kegiatan pascaanalisis
kebutuhan. Ketiga kegiatan dalam analisis kebutuhan diuraikan berikut ini.

a. Kegiatan Praanalisis Kebutuhan


Tahap ini adalah tahap persiapan analisis kebutuhan. Sebelum melakukan
analisis kebutuhan peneliti perlu melakukan langkah-langkah persiapan yang matang,
sehingga kegiatan analisis kebutuhan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam kegiatan
praanalisis kebutuhan, antara lain: menetapkan subjek atau sasaran, menentukan
metode dan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data, menyiapkan surat-
surat yang dibutuhkan, menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan analisis kebutuhan,
menetapkan tujuan analisis kebutuhan, dan menentukan orang-orang yang dilibatkan
dalam analisis kebutuhan.

b. Kegiatan Analisis Kebutuhan


Kegiatan analisis kebutuhan merupakan kegiatan pengambilan data ke lapangan
untuk mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan subyek atau populasi penelitian.
Beberapa data yang dikumpulkan berkaitan dengan karakteristik individu dan kelompok,
ketersediaan sarana dan prasarana, ketersediaan dan kompetensi sumber daya
manusia, lingkungan sekitar, dan sebagainya. Data dikumpulkan dengan berbagai
metode pengumpulan data seperti: observasi, wawancara, kuesioner, pencatatan
dokumen, sosiometri, inventori, dan tes.
Kegiatan analisis data dilaksanakan sesuai dengan rancangan yang telah
ditetapkan sebelumnya pada tahap praanalisis kebutuhan. Koordinasi dengan berbagai
pihak yang berhubungan dengan kegiatan analisis kebutuhan telah dilaksanakan
seminggu sebelumnya dan minimal dua hari sebelum hari yang telah ditetapkan
dikonfirmasi lagi kepastian dan kesiapannya.

c. Kegiatan Pascaanalisis Kebutuhan


Setelah data terkumpulkan, langkah selanjutnya adalah mengolah dan
menganalsis data. Analsis data dilakukan dengan metode analisis data yang tepat
sesuai dengan jenis data yang diperoleh. Selanjutnya ditulis kesimpulan sebagai hasil
analisis data. Kesimpulan ini akan memberi informasi yang akurat tentang keberadaan
dan karakteristik subyek atau populasi penelitian beserta faktor-faktor lain yang
berkaitan dengan subyek atau populasi penelitian.

B. Proposal Penelitian Pengembangan

Penulisan proposal penelitian pengembangan hendaknya mengikuti gaya selingkung


yang berlaku pada suatu lembaga atau perguruan tinggi. Umumnya setiap lembaga atau
perguruan tinggi memiliki gaya selingkung tentang penulisan karya ilmiah, tugas akhir, skripsi,
tesis, dan disertasi. Untuk itu, sebelum menulis proposal penelitian, sebaiknya peneliti telah
membaca dan mempelajari dengan cermat pedoman penulisan tugas akhir, skripsi, tesis, dan
disertasi. Berikut ini disajikan contoh proposal penelitian pengembangan dengan sistematika
tertentu.

Sistem penomoran proposal penelitian pengembangan dan juga penelitian lainnya


umumnya menggunakan abjad atau angka Romawi. Setelah seminar proposal, sesuai masukan
para pembahas proposal, maka proposal penelitian direvisi dan dilakukan kegiatan
pembimbingan oleh dosen pembimbing. Selanjutnya, proposal ditulis dalam bentuk bab.
Proposal penelitian yang disajikan dalam buku ini telah ditulis dalam bentuk bab.

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MULTIMEDIA BERBASIS PROYEK PADA MATA


PELAJARAN PRODUKSI AUDIO DAN VIDEO KELAS XI DI SMK NEGERI 1
SUKASADA

PROPOSAL
Oleh

Dewa Gede Agus Putra Prabawa

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu faktor penentu mutu pendidikan adalah kualitas proses pembelajaran.

Pembelajaran yang berkualitas adalah pembelajaran yang mampu menginspirasi

peserta didik, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berinteraksi dengan

guru, antar peserta didik maupun dengan sumber belajar lainnya. Suasana

pembelajaran menyenangkan, menantang, memotivasi, dan memberikan kesempatan

kepada peserta didik mengembangkan seluruh potensi dirinya.

Langkah yang dilakukan pemerintah mewujudkan pembelajaran yang berkualitas

salah satunya adalah telah ditetapkannya standar proses pembelajaran yang tertuang

dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 tahun 2007.

Permendiknas ini menjadi pedoman bagi setiap pendidik melaksanakan pembelajaran

pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Melalui penerapan standar proses

pembelajaran diharapkan peserta didik dapat menguasai sejumlah kompetensi sesuai

standar kompetensi lulusan (SKL).


Berdasarkan Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 salah satu dari standar

kompetensi lulusan SMK adalah menguasai kompetensi program keahlian dan

kewirausahaan baik untuk memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti

pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya. Dikuasainya sejumlah kompetensi

program keahlian, lulusan SMK diharapkan mampu bersaing secara kompetitif pada

dunia kerja atau dunia industri maupun menciptakan lapangan kerja baru. Lulusan SMK

juga diharapkan mampu mengangkat keunggulan


1 lokal sebagai modal daya saing

bangsa. Harapan ini sejalan dengan tujuan program keahlian multimedia di SMK Negeri

1 Sukasada yaitu menguasai kompetensi keahlian di bidang multimedia dan

mengembangkan diri sesuai ilmu yang dibidanginya.

Pencapaian tujuan program keahlian multimedia didukung oleh beberapa tujuan

mata pelajaran dan salah satunya adalah tujuan mata pelajaran produksi audio dan

video. Tujuan mata pelajaran produksi audio video di SMK Negeri 1 Sukasada yaitu

peserta didik memiliki kompetensi dalam hal merancang kegiatan pra produksi,

produksi, dan pasca produksi produk audio dan video. Tercapainya tujuan mata

pelajaran ini diharapkan lulusan program keahlian multimedia di SMK Negeri 1

Sukasada dapat menghadapi masalah kejuruan dalam kehidupan nyata. Dikuasainya

kompetensi di atas, lulusan juga diharapkan mampu bersaing memasuki dunia kerja

bahkan menciptakan usaha sendiri, misalnya berupa jasa editing audio maupun video.

Pencapaian tujuan mata pelajaran dapat diketahui melalui evaluasi. Evaluasi

menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran produksi audio dan video

belum memenuhi harapan, seperti tersaji pada Tabel 1.1


Tabel 1.1 Rata-rata Nilai Kelas XI Mata Pelajaran Audio dan Video

Kelas XI 1 Kelas XI 2 Kelas XI 3 Kelas XI 4

63,33 52,78 54,90 56,11

Berdasarkan data pada tabel 1.1, nilai rata-rata tersebut masih berada di bawah kriteria

ketuntasan minimal untuk mata pelajaran produksi audio dan video yaitu 70. Prestasi belajar

siswa dalam membuat produk akhir, juga belum memenuhi kriteria penilaian yang ditetapkan,

misalnya aspek kemenarikan ide, kualitas gambar, kualitas suara, maupun ketepatan

mengumpul tugas, walaupun beberapa ada yang sudah memenuhi. Selama proses pembuatan

produk, siswa belum semua mampu mendokumentasikan produk secara rapi, mulai dari tahap

pra produksi, produksi, dan pasca produksi. Siswa lebih berorientasi pada penyelesaian akhir

tanpa memperhatikan desain atau rancangan produk yang akan dibuat. Penyelesaian produk

yang dilakukan secara kelompok juga belum menunjukkan kerja sama tim yang solid. Ada

kecenderungan anggota kelompok mengandalkan siswa yang berprestasi dalam penyelesaian

produk. Dampak fenomena ini adalah terjadinya ketergantungan negatif dalam setiap

pengerjaan tugas-tugas kelompok. Produk yang dihasilkan siswa berupa video dokumenter,

video profile, maupun video iklan, juga belum mampu menyentuh kebutuhan masyarakat

sehingga nilai kebermanfaatan produk agar bisa digunakan masyarakat masih rendah.

Berdasarkan hasil observasi awal di SMK Negeri 1 Sukasada khususnya pada mata

pelajaran produk audio dan video, ditemukan beberapa faktor yang menyebabkan proses dan

hasil belajar belum optimal. Pertama, tidak tersedianya bahan ajar atau bahan ajar yang

relevan dan sesuai dengan karakteristik siswa. Bahan ajar yang ada hanya berbentuk buku teks

sehingga untuk peserta didik yang memiliki kemampuan kognitif rendah akan mengalami
kesulitan memahami isi bacaan. Bas (2011) menyatakan bahwa pembelajaran yang hanya

didasarkan pada buku teks dapat menyebabkan prestasi belajar dan sikap siswa terhadap

pembelajaran rendah. Buku teks yang ada di sekolah menyajikan konsep audio dan video

secara terpisah, padahal kedua konsep tersebut berkaitan. Cara penyajian materi pada buku

teks cenderung kaku dan tidak berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik. Dampak lain

tidak tersedianya bahan ajar adalah munculnya anggapan siswa bahwa guru sebagai satu-

satunya sumber belajar. Ketika siswa mempraktekkan prosedur dan mengalami kendala, siswa

cenderung meminta bantuan kepada guru. Siswa kurang memiliki inisiatif untuk mencari dan

menemukan sendiri solusi terhadap masalah yang dihadapi.

Kedua, siswa merasa sudah belajar apabila menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) yang

diberikan oleh gurunya di sekolah. Pengerjaan PR cenderung mengulang materi yang diajarkan

di sekolah, sehingga siswa belum dibawa untuk melakukan pemahaman secara mendalam dan

menyeluruh. Siswa belum memahami hakikat belajar bagaimana belajar sehingga siswa

cenderung mempelajari apa yang disuruh oleh gurunya di sekolah. Berdasarkan hasil

pengamatan, siswa cenderung mengerjakan PR di sekolah, dengan cara memanfaatkan teman

mereka yang dianggap berprestasi di kelas.

Ketiga, pengetahuan berupa prosedural sulit dipahami peserta didik apabila disajikan

dengan kata-kata saja. Materi yang sifatnya abstrak dan sulit dimengerti akan menurunkan

sikap siswa terhadap pembelajaran (Okpala & Onocha, 1988; Onadeko, 2009; Sheikh, 1982

dalam Adegoke, 2011). Diperlukan media pendukung lainnya seperti gambar, audio, video, dan

animasi. Walaupun sudah digunakan metode demonstrasi melalui media proyeksi, namun

beberapa siswa tidak dapat mengikutinya karena perbedaan kemampuan masing-masing siswa.

Siswa yang memiliki kemampuan rendah, akan mengalami gangguan mengikuti demonstrasi,

sehingga cenderung tertinggal dengan teman yang lainnya.


Keempat, siswa belum optimal melakukan kerja sama dalam menyelesaikan proyek-

proyek. Kecenderungan yang terjadi, siswa yang lebih pintar mendominasi penyelesaian proyek.

Siswa yang memiliki kemampuan rendah, hanya bisa menonton bahkan tidak bisa diajak

bekerja. Semestinya, siswa yang pintar mampu membelajarkan siswa yang kemampuannya

rendah. Akibatnya siswa tidak mampu memecahkan masalah secara kelompok melalui tukar

pikiran, pendapat, maupun memberikan solusi inovatif.

Kelimat, terbatasnya sarana pendukung pembelajaran. Idealnya satu unit komputer

untuk satu peserta didik sesuai dengan Permendiknas No. 40 Tahun 2008 tentang Standar

Sarana dan Prasarana SMK/MAK. Kenyataan di lapangan khususnya di SMK Negeri 1 Sukasada

satu komputer ada digunakan oleh dua orang siswa. Kondisi ini, tentu akan menghambat siswa

dalam mempraktikkan teori maupun menyelesaikan suatu produk atau proyek.

Adanya beberapa kekurangan dalam proses pembelajaran dipandang perlu memberikan

sebuah solusi terhadap permasalahan tersebut. Sesuai hasil observasi, solusi yang ditawarkan

adalah dengan mengembangkan bahan ajar multimedia berbasis proyek. Pembelajaran

berbasis proyek saat ini dapat dirancang dengan menggunakan teknologi informasi, teknologi

komputer, teknologi internet, dan multimedia (Chang dalam Boondee et al., 2011). Contohnya,

pembelajaran berbasis proyek menggunakan web yang mendorong kerja kelompok melalui alat

komunikasi di web. Siswa bekerjasama membuat proyek baik di lingkungan belajar virtual dan

lingkungan pembelajaran nyata di kelas. Unsur proyek dalam teknologi informasi dapat

memberikan siswa kesempatan memperoleh pengetahuan sendiri melalui interaksi selama

proses pembuatan proyek (Boondee et al., 2011).

Pengembangan bahan ajar multimedia berbasis proyek didasarkan oleh beberapa hal

yaitu: 1) kemampuan mendemonstrasikan prosedur, 2) memfasilitasi peserta didik belajar


mandiri, 3) fleksibel, 4) memuat unsur-unsur multimedia, 5) memuat sejumlah proyek, 6)

bahan ajar multimedia belum ada yang mengembangkan untuk pelajaran audio dan video di

SMK, dan 7) berdasarkan hasil observasi bahwa sumber daya manusia (SDM) dan sarana

operasional sangat mendukung pemanfaatan bahan ajar multimedia.

Guru dapat menggunakan bahan ajar multimedia untuk membantu mendemonstrasikan

prosedur atau langkah-langkah yang kompleks. Pengetahuan yang bersifat prosedural dapat

disajikan melalui tayangan video. Para siswa juga bisa menyajikan demonstrasi kepada sesama

rekan mereka mengenai keterampilan atau prosedur baru yang telah mereka pelajari.

Bahan ajar multimedia mampu memfasilitasi siswa belajar mandiri. Para siswa bisa

belajar dan mempraktikkan prosedur secara mandiri mengenai materi baru dan menerima

umpan balik tentang kemajuan mereka dalam belajar. Bahkan, siswa juga dapat belajar

berdasarkan tingkat kemajuan mereka sendiri, gaya belajar, maupun mengulang informasi jika

belum dapat memahaminya dengan optimal. Bahan ajar multimedia dapat dikatakan mandiri

karena mengandung isi pembelajaran, pedoman belajar, dan alat penilaian hasil belajar. Oleh

karena itu, siswa tidak terlalu tergantung terhadap kehadiran pengajar (Suparman, 2012: 289).

Bahan ajar lebih fleksibel, kapan pun dan di mana pun siswa dapat mempelajari konten

bahan ajar sesuai dengan tingkat kemampuannya. Tutorial secara mandiri melalui program

komputer memungkinkan bahan ajar bisa merespon masukan (input) dari siswa dan

mengarahkan proses belajar mereka menuju topik baru untuk meneruskan proses belajar

mereka atau melakukan perbaikan terhadap pembelajaran sebelumnya. Siswa yang sudah

mampu memahami satu topik dengan baik, dapat melanjutkan ke topik berikutnya, sehingga

ketika pembelajaran dilaksanakan di dalam kelas siswa tinggal mengulangi dan

menyempurnakan pemahaman awal yang sudah mereka miliki.


Bahan ajar multimedia memuat unsur-unsur multimedia di antaranya teks, audio, video,

animasi, dan gambar. Unsur ini memfasilitasi gaya belajar siswa secara audio, visual, maupun

audio dan visual. Siswa dapat menentukan sendiri pilihan penyajian materi sesuai dengan gaya

belajarnya masing-masing. Unsur multimedia juga mampu meningkatkan retensi lebih lama,

meningkatkan kehadiran siswa di kelas, dan menarik perhatian siswa untuk belajar (Beerman

dalam Ogochukwu, 2010).

Unsur proyek dalam bahan ajar multimedia menuntut siswa bekerjasama dan

berkolaborasi untuk menyelesaikan topik-topik proyek yang telah ditentukan. Beberapa

keterampilan yang dapat dikembangkan melalui penyelesaian proyek yaitu: 1) keterampilan

belajar kelompok, 2) life skills, 3) keterampilan kognitif (mengambil keputusan, berpikir kritis,

memecahkan masalah), 4) keterampilan manajemen diri (menetapkan tujuan dan

pengorganisasian tugas), 5) mengembangkan sikap positif, 6) self direction, dan 7)

meningkatkan rasa percaya diri (Buck Institute for Education, 2012).

Bahan ajar multimedia berbasis proyek untuk mata pelajaran produksi audio dan video

belum ada yang mengembangkan. Hal ini dapat diketahui dengan mengunjungi data situs

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan yang beralamat di http://www.ditpsmk.net.

Dengan demikian, ada peluang bahan ajar multimedia yang dikembangkan dapat digunakan

pada SMK-SMK lain yang relevan.

Optimalisasi pemanfaatan bahan ajar multimedia berbasis proyek ditentukan oleh

kemampuan sumber daya manusia dan peralatan yang tersedia. Berdasarkan hasil observasi,

bahwa kemampuan sumber daya manusia (guru) sangat mendukung pemanfaatan bahan ajar

multimedia. Semua guru untuk kelompok mata pelajaran keahlian di jurusan multimedia SMK

Negeri 1 Sukasada memiliki kemampuan mengoperasikan komputer dan perangkat lunak


tertentu sesuai bidang keilmuannya masing-masing. Potensi ini mencerminkan bahwa dari

aspek SDM tidak ada kendala pemanfaatan produk pengembangan. Begitu juga halnya

peralatan seperti komputer, liquid crystal display (LCD), dan speaker sudah dimiliki oleh jurusan

multimedia sehingga aspek sarana tidak ada kendala.

Alat utama yang digunakan untuk memanfaatkan bahan ajar multimedia adalah

komputer. Penggunaan komputer sebagai alat bantu pembelajaran ternyata berkontribusi

terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran. Berdasarkan hasil praktik pembelajaran

yang dilakukan Kerry Bird (dalam Smaldino et al., 2008) menunjukkan bahwa setelah

menerapkan pembelajaran dengan bantuan komputer aktivitas belajar dan motivasi siswa

meningkat. Penelitian yang dilakukan Suwindra et al (2010) menunjukkan bahwa modul

software multimedia interaktif pada pelajaran fisika mampu meningkat pemahaman konsep

fisika bila dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Hasil

belajar siswa juga meningkat setelah menggunakan modul ajar fisika multimedia interaktif

sehingga dikatakan layak, efektif, dan unggul meningkat pemahaman konsep dan hasil belajar

siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Boondee et al (2011) yang berjudul a learning and

teaching model using project-based learning (pbl) on the web to promote cooperative learning

menunjukkan bahwa belajar siswa meningkat setelah belajar menggunakan model

pembelajaran berbasis proyek melalui web. Begitu juga produk yang dihasilkan oleh masing-

masing kelompok, semuanya masuk kategori tinggi. Hal ini menandakan bahwa siswa memiliki

pandangan positif terhadap pengerjaan produk. Kerja sama siswa berada pada kategori tinggi.

Siswa bertanggung jawab atas tugas yang diberikan dan berbagi ide untuk mencapai

keberhasilan proyek. Penelitian yang dilakukan oleh Cheng (2012) menunjukkan bahwa model

pembelajaran berbantuan multimedia mampu meningkatkan prestasi belajar siswa

dibandingkan pembelajaran tradisional. Rata-rata skor prestasi belajar lebih besar dari siswa
yang menerima pembelajaran tradisional. Model pembelajaran berbantuan multimedia dapat

menyajikan konsep-konsep abstrak dan mampu menyajikan visual tiga dimensi yang sulit bila

disajikan dengan buku teks. Pembelajaran multimedia memberikan siswa pengalaman konkret

dalam kegiatan observasi maupun simulasi.

Hasil-hasil penelitian di atas memberikan dukungan bahwa bahan ajar multimedia

dengan menggabungkan model project-based learning juga berpeluang untuk meningkatkan

aktivitas siswa belajar dalam memahami fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Dipahaminya

keempat hal itu dengan baik diharapkan dapat mengoptimalkan penerapan prosedur-prosedur

yang rumit dan kompleks yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekaligus

memaksimalkan penguasaan kompetensi lulusan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah masih rendahnya hasil

belajar siswa. Rata-rata hasil belajar siswa masih di bawah kriteria ketuntasan minimal.

Rendahnya hasil belajar disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, tidak tersedianya bahan ajar

atau bahan ajar yang relevan dan sesuai dengan karakteristik siswa. Kedua, siswa merasa

sudah belajar apabila menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) yang diberikan oleh gurunya di

sekolah. Ketiga, pengetahuan berupa prosedural sulit dipahami peserta didik apabila disajikan

dengan kata-kata saja. Keempat, siswa belum optimal melakukan kerja sama dalam

menyelesaikan proyek-proyek. Kelima, terbatasnya sarana pendukung pembelajaran. Idealnya

satu unit komputer untuk satu peserta didik sesuai dengan Permendiknas No. 40 Tahun 2008

tentang Standar Sarana dan Prasarana SMK/MAK.

C. Pembatasan Masalah
Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan oleh banyak faktor. Tidak semua faktor dapat

diatasi melalui penelitian ini. Salah satu faktor penyebab yang dapat dicarikan solusi adalah

terbatasnya bahan ajar yang relevan. Bahan ajar yang digunakan selama ini masih berupa buku

teks, sehingga dianggap kurang tepat digunakan sebagai pegangan utama siswa dalam proses

belajarnya. Dengan demikian perlu dikembangkan bahan ajar yang relevan, sesuai kebutuhan

siswa, dan tuntutan kompetensi di SMK yaitu berupa bahan ajar multimedia berbasis proyek.

D. Rumusan Masalah

Mata pelajaran produksi audio dan video merupakan salah satu mata pelajaran keahlian

SMK bidang teknologi informasi dan komunikasi. Mata pelajaran ini memiliki sejumlah tujuan

yang wajib dicapai. Tujuan pembelajaran sampai saat ini belum dapat tercapai secara optimal.

Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya hasil belajar siswa. Berdasarkan evaluasi yang

dilakukan rata-rata hasil belajar siswa yaitu 56,78 dan nilai masih di bawah kriteria ketuntasan

minimal mata pelajaran produksi audio dan video yaitu 70. Berdasarkan hasil observasi awal di

SMK Negeri 1 Sukasada pada mata pelajaran produksi audio dan video, ditemukan beberapa

faktor yang menyebabkan hasil belajar siswa belum optimal. Salah satu faktor tersebut adalah

tidak tersedianya bahan ajar. Sekolah belum mampu menyediakan bahan ajar yang relevan dan

sesuai dengan karakteristik siswa. Belum tersedianya bahan ajar untuk mata pelajaran produk

audio dan video juga dapat ditelusuri melalui situs http://www.ditpsmk.net. Selama ini

pembelajaran produksi audio dan video dibantu dengan buku teks. Buku teks cenderung tidak

didesain berdasarkan karakteristik siswa dan tidak mampu menyajikan materi secara konkret

seperti bahan ajar multimedia. Kelemahan buku teks ajar cenderung membuat peserta didik

sulit memahami materi. Adanya suatu kebutuhan untuk mengembangkan bahan ajar khusus

bahan ajar multimedia yang sesuai karakteristik siswa perlu dilakukan upaya pengembangan.
Dengan demikian, secara lebih spesifik rumusan masalah penelitian terkait upaya

pengembangan bahan ajar multimedia adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah rancang bangun bahan ajar multimedia untuk mata pelajaran

produksi audio dan video?

2. Bagaimanakah tanggapan para ahli, guru mata pelajaran, dan siswa terhadap

bahan ajar multimedia yang dikembangkan?

3. Bagaimanakah efektivitas penerapan bahan ajar multimedia dilihat dari prestasi

belajar siswa?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan bahan ajar multimedia berbasis

proyek. Bahan ajar dikembangkan mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar

mata pelajaran produksi audio dan video, karakteristik siswa, teori desain pembelajaran, dan

teori belajar dan pembelajaran. Adanya unsur inovatif yang diadopsi dari prinsip-prinsip

pembelajaran berbasis proyek diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan kerja

melalui penyelesaian proyek otentik. Selain itu, adanya unsur multimedia diharapkan dapat

menkonkretkan materi abstrak, meningkatkan daya tarik, daya ingat, minat, dan motivasi

belajar siswa. Berdasarkan tujuan utama penelitian adalah mengembangkan produk, secara

lebih spesifik tujuan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Menjelaskan proses rancang bangun bahan ajar multimedia untuk mata pelajaran

produksi audio dan video di SMK Negeri 1 Sukasada.

2. Mendeskripsikan tanggapan para ahli, guru mata pelajaran, dan siswa terhadap

bahan ajar multimedia yang dikembangkan


3. Menganalisis efektivitas penerapan bahan ajar multimedia dilihat dari prestasi

belajar siswa.

F. Manfaat Penelitian

Pengembangan bahan ajar multimedia berbasis proyek pada mata pelajaran produksi

audio dan video di SMK Negeri 1 Sukasada akan memberikan dua manfaat yaitu secara teoretis

dan secara praktis.

1. Secara Teoretis

Hasil penelitian pengembangan diharapkan dapat memberikan landasan teori tentang

pengembangan produk-produk pembelajaran khususnya berupa bahan ajar multimedia berbasis

proyek. Pengembangan produk didasarkan pada teori pengembangan bahan ajar, multimedia

pembelajaran, dan pembelajaran berbasis proyek. Implementasi bahan ajar multimedia

didasarkan pada pentingnya peran media dalam pembelajaran. Hasil implementasi, diharapkan

dapat memberikan landasan empirik tentang pemecahan masalah pembelajaran khususnya

produksi audio dan video maupun mata pelajaran sejenis di SMK. Pemanfaatan bahan ajar

multimedia diduga mampu memecahkan masalah rendahnya hasil belajar siswa. Pemanfaatan

ini mendorong terciptanya pembelajaran yang berpusat pada siswa, sehingga mampu

menggeser paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru. Bergersernya paradigma ini

merupakan langkah awal meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan demikian, proses

pengembangan dan pemanfaatan bahan ajar multimedia dapat dijadikan landasan melakukan

sebuah inovasi dalam pembelajaran.


2. Secara Praktis

a. Bagi Siswa

Siswa adalah individu yang memiliki sejumlah kompetensi. Kompetensi itu memerlukan

iklim yang baik agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Salah satu upaya

mengerahkan potensi siswa adalah dengan pemanfaatan bahan ajar multimedia berbasis

proyek. Bahan ajar multimedia ini diharapkan mampu menumbuhkan inisiatif belajar dan siswa

sadar bahwa belajar adalah suatu kebutuhan. Disadarinya hakikat belajar bagaimana belajar

diharapkan siswa dapat menggunakan bahan ajar multimedia sebagai salah satu sumber

belajar, melatih kemampuan berpikir kritis dan kreatif, memperjelas penyajian materi melalui

unsur multimedia, memberikan pemahaman secara komprehensif terhadap materi

pembelajaran yang mengandung fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur dan dapat

berkolaborasi mengerjakan proyek-proyek otentik.

b. Bagi Guru

Bahan ajar multimedia yang dikembangkan bertujuan memfasilitasi siswa membangun

pengetahuan dengan lebih baik. Belajar dapat dilakukan secara mandiri dan dengan ahli atau

teman sejawat. Kemandirian belajar akan mengurangi ketergantungan siswa terhadap peran

guru. Siswa akan meminta bantu guru apabila siswa mengalami kesulitan yang tidak bisa

dipecahkan sendiri maupun dengan teman sejawat. Situasi pembelajaran seperti ini akan

memposisikan peran guru sebagai fasilitator, pembimbing, dan mediator.

c. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap kemajuan sekolah

karena produk hasil pengembangan sebagai salah satu indikator terpenuhinya standar sarana

dan prasarana pembelajaran sekolah, yang nantinya akan berdampak pada kegiatan
manajemen sekolah dalam kapasitasnya mendukung peningkatan kualitas proses dan hasil

pembelajaran.

d. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu referensi mengenai masalah-masalah

pembelajaran khususnya dalam hal pengembangan bahan ajar multimedia. Hasil penelitian juga

diharapkan dapat memberikan suatu pemahaman cara mengembangkan bahan ajar multimedia

yang dikombinasikan prinsip-prinsip project based learning. Begitu juga keunggulan produk

pengembangan dapat dijadikan salah satu referensi penelitian yang relevan oleh peneliti lain

dalam hal pengembangan produk sejenis.

G. Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Produk yang akan dihasilkan berupa bahan ajar multimedia berbasis proyek. Bahan ajar

ini berbeda dengan bahan ajar tercetak. Hal yang membedakan yaitu cara mengoperasikan

bahan ajar menggunakan komputer atau perangkat lain yang relevan. Pesan-pesan

pembelajaran disajikan menggunakan teks, gambar, animasi, audio, dan video. Bahan ajar

dikemas dalam bentuk compact disk (CD) dan selanjutnya bisa di-instal pada komputer.

Bahan ajar menyajikan dua pengetahuan utama yaitu pengetahuan tentang audio dan

video. Memudahkan pemahaman peserta didik terhadap pengetahuan audio dan video dibantu

dengan unsur-unsur multimedia yaitu teks, gambar, animasi, suara, dan video. Bahan ajar juga

memuat dua tema proyek yaitu tentang audio dan video. Kedua proyek ini merupakan tugas-

tugas otentik yang diharapkan dapat memicu peserta didik membangun pengetahuan secara

mendalam.
Bahan ajar dilengkapi panduan siswa dan panduan guru. Kedua panduan ini bertujuan

untuk mengoptimalkan pemanfaatan bahan ajar oleh guru dan siswa. Petunjuk mengenai

peralatan yang diperlukan dan fungsi-fungsi tools pada bahan ajar disajikan pada buku

panduan. Buku panduan disajikan secara tercetak, sehingga sebelum pengguna

mengoperasikan bahan ajar diharapkan guru maupun siswa membaca buku panduan terlebih

dahulu.

H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

1. Asumsi Pengembangan

a. Sebagian besar siswa mempunyai kemampuan mengoperasikan komputer.

Kemampuan ini merupakan modal utama untuk mengoperasikan bahan ajar yang

berteknologi multimedia.

b. Bahan ajar multimedia yang dikembangkan digunakan untuk memfasilitasi siswa

belajar mandiri dan digunakan guru dalam pembelajaran klasikal (guru berbagi

dengan media). Penguasaan sejumlah pengetahuan secara mandiri selanjutnya

digunakan memecahkan masalah secara kolaboratif melalui penyelesaian sebuah

proyek.

c. Isi pembelajaran dalam bahan ajar multimedia diorganisasikan berdasarkan teori

belajar dan pembelajaran serta teori desain pesan pembelajaran sehingga dapat

memudahkan siswa membangun pengetahuan.

d. Bahan ajar multimedia dilengkapi dengan buku panduan untuk guru dan siswa

sehingga menjadikan pemanfaatan bahan ajar multimedia berbasis proyek lebih


optimal dan mendukung proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, dan memotivasi.

2. Keterbatasan Pengembangan

a. Bahan ajar multimedia yang dikembangkan hanya sampai pada uji formatif

sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

b. Pemanfaatan bahan ajar multimedia tidak dapat berdiri sendiri perlu dilengkapi

dengan sumber belajar lain untuk memfasilitasi gaya belajar siswa yang beragam.

I. Definisi Istilah

Agar mempermudah pemahaman perlu adanya penjelasan yang berkaitan dengan

variabel-variabel dalam penelitian.

1. Multimedia adalah alat yang dapat menciptakan presentasi dinamis dan interaktif

dengan mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio, dan gambar video (Robin

dan Linda dalam Suyanto, 2003).

2. Multimedia pembelajaran adalah suatu paket bahan belajar yang digunakan

untuk menyampaikan pesan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap)

menggunakan teks, gambar, animasi, audio, dan video sehingga mendorong

terjadinya proses belajar.

3. Bahan ajar adalah seperangkat materi atau substansi pembelajaran (teaching

material) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari

kompetensi yang akan dikuasi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran

(Depdiknas, 2010).
4. Bahan ajar multimedia adalah bahan ajar yang disusun dan dikembangkan

menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan dalam proses

pembelajaran.

5. Pembelajaran berbasis proyek adalah model yang mengorganisasikan

pembelajaran di sekitar proyek. Proyek didasarkan pada tugas yang kompleks,

pertanyaan atau masalah yang menantang, melibatkan pebelajar dalam

merancang, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, kegiatan investigasi,

memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk bekerja secara otonom dengan

periode waktu yang diperpanjang dan berujung pada produk yang realistis atau

presentasi (Thomas, 2000).

6. Bahan ajar multimedia berbasis proyek adalah bahan ajar yang disusun dan

dikembangkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang

digunakan menyampaikan pesan melalui teks, gambar, audio, video, dan animasi

serta memuat proyek-proyek otentik.

7. Mata pelajaran produksi audio dan video adalah bagian kelompok pelajaran

produktif yang berorientasi utama menghasilkan produk audio dan visual.


BAB II

KAJIAN TEORI

A. Belajar dan Pembelajaran

Menjelaskan konsep belajar dan pembelajaran erat kaitannya dengan pengetahuan,

karena muara belajar dan pembelajaran adalah pengetahuan. Piaget menyatakan ada tiga

bentuk pengetahuan yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan

sosial. Pengetahuan fisik merupakan pengetahuan tentang benda-benda yang ada di luar dan

dapat diamati dalam kenyataan. Pengetahuan logika-matematika terdiri atas hubungan-

hubungan yang diciptakan subjek dan diintroduksikan pada objek-objek. Pengetahuan sosial

dilakukan melalui interaksi dengan manusia untuk memperoleh pengetahuan. Berdasarkan

ketiga jenis pengetahuan nampak bahwa pengetahuan fisik dan pengetahuan sosial merupakan

kelompok pengetahuan empiris, sedangkan pengetahuan logika-metematik mewakili kelompok

pengetahuan rasionalis.

Ketiga jenis pengetahuan di atas berhubungan dengan kegiatan belajar seseorang. Mayer

(2008: 13) menyatakan terdapat tiga pandangan umum tentang belajar yaitu belajar sebagai

penguatan respon, belajar sebagai pemerolehan pengetahuan, dan belajar sebagai konstruksi

pengetahuan. Pertama, belajar sebagai penguatan respon. Menurut pandangan ini belajar

adalah proses mekanik. Apabila pebelajar memberikan respon benar terhadap situasi maka

respon itu akan diperkuat. Jika respon itu salah maka akan diperlemah. Belajar terjadi melalui
cara ini ketika pebelajar memperkuat atau memperlemah hubungan antara stimulus dan

respon. Belajar sebagai penguatan respon menunjukkan praktek pendidikan di mana pengajar

menciptakan situasi yang memerlukan respon. Pebelajar memberikan respon dan pengajar

memberikan penghargaan apabila respon itu benar. Misalnya, pengajar bertanya kepada

pebelajar, 750 dibagi 5 adalah? Bila pebelajar memberikan respon atau jawaban 150, pengajar

segera memberikan penguatan “ya benar”. Jika respon pebelajar tidak benar pengajar akan

melemahkan respon dengan berkata “salah”.

Kedua, belajar sebagai pemerolehan pengetahuan. Menurut pandangan ini belajar

terjadi ketika informasi ditransfer dari orang yang lebih banyak memiliki pengetahuan (guru)

kepada orang yang kurang memiliki pengetahuan (siswa). Aktivitas itu menunjukkan bahwa

belajar adalah mengisi kekosongan dengan cara menuangkan informasi ke dalam memori

pebelajar. Pebelajar menjadi penerima informasi dan pengajar menjadi pengirim informasi.

Sebagai contoh, guru meminta siswa untuk membaca bagian tertentu dalam buku teks,

kemudian mereka di tes pada materi tersebut. Tujuan pembelajaran adalah untuk

meningkatkan jumlah pengetahuan dalam memori pebelajar, sehingga buku pelajaran dan

ceramah merupakan cara populer pembelajaran.

Ketiga, belajar sebagai konstruksi pengetahuan. Menurut pandangan ini pebelajar sebagai

subjek yang secara aktif membangun (konstruksi) representasi mental mereka sendiri. Belajar

terjadi ketika pebelajar memilih informasi yang relevan, mengaturnya menjadi struktur yang

koheren dan menafsirkannya melalui apa yang mereka sudah ketahui. Resnick (dalam Mayer,

2008: 15) mengungkapkan bahwa belajar terjadi bukan dengan merekam informasi tetapi

dengan menafsirkannya. Pernyataan itu mengisyaratkan bahwa pebelajar adalah si konstruksi

pengetahuan dan guru adalah pemandu yang membantu pebelajar saat mereka berusaha untuk

memahami bagaimana melakukan tugas-tugas akademik. Fokusnya adalah pada pebelajar dan
pengajar membantunya membangun strategi kognitif untuk tugas-tugas pembelajaran. Praktek-

praktek pendidikan yang disarankan oleh pandangan ini adalah dengan diskusi kelompok dan

partisipasi melalui tugas-tugas akademik yang bermakna. Contoh, belajar bagaimana menulis,

pebelajar dapat mendiskusikan bagaimana mereka merencanakan apa yang harus dikatakan

dan pengajar dapat memberikan saran sepanjang jalannya pembelajaran.

Berdasarkan ketiga cara pandang terhadap belajar, untuk merumuskan definisi belajar

digunakan cara pandang yang ketiga. Pandangan konstruktivis terhadap belajar adalah sebuah

proses aktif konstruksi pengetahuan yang dilakukan oleh pebelajar. Belajar didasarkan pada

dua asumsi. Pertama belajar adalah suatu proses perolehan pengetahuan secara aktif oleh

pebelajar melalui interaksi dengan lingkungan. Kedua, pebelajar mengkonstruksi

pengetahuannya dengan cara menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang

sudah ada atau yang diperoleh sebelumnya (Bruner dalam Dahar, 1989: 98). Aktivitas belajar

menurut Bruner melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan yaitu: 1)

memperoleh informasi baru, 2) transformasi informasi, dan 3) menguji relevansi dan ketepatan

pengetahuan.

Pemerolehan informasi baru merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang

dimiliki seseorang atau juga informasi itu dapat bersifat berlawanan dengan informasi

sebelumnya yang dimiliki pebelajar. Kedua hal ini erat kaitannya dengan proses adaptasi

pengetahuan untuk menjaga keseimbangan kognitif. Menurut Piaget adaptasi pengetahuan

terdiri dari dua yaitu akomodasi dan asimilasi. Asimilasi merupakan bentuk adaptasi

pengetahuan yang dimasukkan ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya sehingga hanya

bersifat menambah/melengkapi pengetahuan sebelumnya tanpa melakukan penggantian

struktur pengetahuan. Akomodasi artinya pengetahuan yang ada dimodifikasi sebagai


tanggapan terhadap pengalaman atau pengetahuan baru. Hubungan antara asimilasi dan

akomodasi diilustrasikan pada Gambar 2.1.

Keseimbangan

Adaptasi

Akomodasi Asimilasi

Skema Skema tidak


dimodifikasi dimodifikasi

Gambar 2.1 Keseimbangan Kognitif Melalui Proses Adaptasi

Transformasi pengetahuan pebelajar adalah memperlakukan pengetahuan agar

sesuai dengan tugas baru. Transformasi menyangkut cara pebelajar memperlakukan

pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah ke bentuk lain.

Upaya untuk menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan adalah dengan menilai cara

memperlakukan pengetahuan itu apakah cocok dengan tugas yang ada.

Belajar mengacu pada perubahan yang relatif permanen dalam pengetahuan

pebelajar di mana perubahan tersebut disebabkan oleh pengalaman (Mayer, 2008: 7).

Definisi ini memiliki tiga bagian. Pertama, belajar adalah jangka panjang dan bukan

jangka pendek. Perubahan yang hilang setelah beberapa jam tidak mencerminkan

aktivitas belajar. Kedua, belajar melibatkan perubahan kognitif yang tercermin dalam

perubahan perilaku, jika tidak ada perubahan, maka tidak terjadi belajar. Ketiga, belajar

tergantung dari pengalaman pebelajar itu sendiri. Perubahan yang terjadi semata-mata
karena faktor fisiologis bukan disebut belajar, tetapi lebih pada bagaimana pebelajar

menafsirkan apa yang terjadi.

Belajar juga merupakan suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam

interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam

pengetahuan dan pemahaman, keterampilan, dan sikap-nilai. Perubahan itu bersifat

relatif konstan dan berbekas (Winkel, 2005: 59). Belajar yang terjadi dalam interaksi

dengan lingkungan menggambarkan pebelajar aktif melibatkan diri dengan segala

pemikiran, kemauan, dan perasaannya untuk membangun pengetahuan. Berdasarkan

penjelasan di atas mengenai belajar dapat disimpulkan belajar adalah aktivitas mental

atau psikis yang dilakukan secara aktif oleh pebelajar untuk membangun pengetahuan,

keterampilan, dan sikap melalui interaksi dengan lingkungan.

Belajar erat kaintannya dengan pembelajaran. Belajar merupakan suatu tujuan

sedangkan pembelajaran adalah sarana atau cara untuk mencapai tujuan (Seels &

Richey, 1994). Gagne (dalam Gredler, 1991) memberikan definisi pembelajaran adalah

seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mengaktifkan dan

mendukung terjadinya proses belajar yang sifatnya internal. Definisi ini memiliki dua

komponen yaitu: 1) pembelajaran adalah sesuatu yang direncanakan guru dan 2)

tujuan pembelajaran adalah meningkatkan atau menterjadikan kegiatan belajar pada

pebelajar. Menurut Degeng (1997: 1) pembelajaran adalah upaya untuk

membelajarkan siswa. Definisi ini mengandung makna bahwa dalam pembelajaran ada

kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode atau strategi yang

optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.


Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan, pembelajaran adalah

suatu cara atau upaya yang direncanakan pengajar dengan memilih, menetapkan, dan

mengembangkan metode atau strategi untuk menciptakan terjadinya proses belajar

pada pebelajar.

B. Pembelajaran Berbasis Proyek

1. Konsep Pembelajaran Berbasis Proyek

Pembelajaran berbasis proyek juga dikenal dengan istilah project-based learning (PjBL).

PjBL selama bertahun-tahun telah dilakukan dalam dunia kedokteran, teknik, pendidikan,

ekonomi, dan bisnis. Project-based learning sering disamakan dengan problem-based learning

(PBL). Namun kedua istilah ini tidaklah sama (Capraro & Slough, 2009: 2). Walaupun keduanya

menekankan lingkungan belajar siswa aktif, kerja kelompok (kolaboratif), dan teknik evaluasi

otentik (authentic assessment). Kalau dalam problem-based learning pebelajar lebih didorong

dalam kegiatan yang memerlukan perumusan masalah, pengumpulan data, dan analisis data,

sedangkan dalam project-based learning pebelajar didorong melakukan kegiatan perancangan,

merumuskan pekerjaan, mengkalkulasi, melaksanakan pekerjaan, dan mengevaluasi hasil

(Maxwell et al., 1999).

Project-based learning merupakan adaptasi dari problem-based learning yang awalnya

berakar pada pendidikan medis (Maxwell et al., 1999). Pendidikan medis menaruh perhatian

besar terhadap fenomena praktisi medis muda yang memiliki pengetahuan faktual tetapi gagal

menggunakan pengetahuannya saat menangani pasien sungguhan. Karakteristik ini juga tidak

jauh berbeda dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. Pebelajar tidak hanya dituntut dapat

menguasai pengetahuan faktual maupun prosedural namun yang lebih penting bagaimana
pebelajar dapat menyelesaikan masalah dengan menerapkan pengetahuannya dalam dunia

nyata.

Pembelajaran berbasis proyek terdiri dari beberapa masalah yang perlu diselesaikan oleh

pebelajar. Pembelajaran ini menyediakan pengalaman dalam konteks nyata yang diperlukan

bagi pebelajar untuk belajar dan membangun pengetahuan yang bermakna dan menuntut

pebelajar untuk berpikir kritis, analitis serta meningkatkan kecakapan berpikir tingkat tinggi.

Kolaborasi, berkomunikasi dengan rekan kerja, pemecahan masalah, dan belajar mandiri

merupakan hal terpenting dalam pembelajaran berbasis proyek.

Pembelajaran berbasis proyek merupakan strategi pembelajaran yang berakar dari

pendekatan konstruktivis yang berkembang dari karya psikolog dan pendidik seperti, Vygotsky,

Jerome Bruner, Jean Piaget, dan John Dewey. Pandangan konstruktivisme terhadap belajar

sebagai hasil dari konstruksi mental, yaitu pebelajar membangun ide-ide atau konsep baru

berdasarkan pengetahuan mereka saat ini dan sebelumnya (Karlin & Vianni dalam Korkidis,

2009: 4). Konstruksi pengetahuan akan lebih mudah bila dilakukan dengan cara kerja sama

dan kolaborasi. Ini berarti bahwa pembelajaran berbasis proyek mendapat dukungan teori

belajar konstruktivime sosial Vygotsky. Upaya-upaya peningkatan perkembangan kognitif,

pebelajar belajar dengan melakukan interaksi dengan teman atau orang yang dianggap ahli.

Proses ini akan membantu pebelajar mengkonstruksi pengetahuan, sehingga dari perspektif

teori pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan keterampilan dan kemampuan

pemecahan masalah secara kolaboratif. Selain itu, pembelajaran berbasis proyek memiliki

potensi yang memungkinkan pebelajar untuk melaksanakan penelitian, merencanakan,

mendesain, dan memikirkan tentang penciptaan proyek-proyek (Doppelt, 2005). Sehingga

upaya yang diperlukan adalah penanaman dan pengembangan pemikiran kreatif dalam proses
pembelajaran melalui cara-cara inovatif, termasuk dukungan lingkungan sekolah dan penerapan

metode penilaian otentik.

Berdasarkan ulasan mengenai asal pembelajaran berbasis proyek termasuk paradigma

yang dianut. Selanjutnya perlu diketahui definisi pembelajaran berbasis proyek sebagai

pedoman pembeda dengan model pembelajaran lainnya. Menurut Buck Institute for Education

(2012) pembelajaran berbasis proyek adalah pembelajaran yang melibatkan pebelajar

melakukan proses penyelidikan yang panjang dalam menanggapi pertanyaan yang kompleks,

masalah, atau tantangan. Proyek-proyek yang ketat membantu pebelajar belajar tentang materi

pembelajaran dan praktik keterampilan yang diperlukan pada abad 21 seperti kolaborasi,

komunikasi, dan berpikir kritis.

SRI International (2009) memberikan definisi pembelajaran berbasis proyek adalah model

pembelajaran yang sistematik dan melibatkan pebelajar dalam membangun pengetahuan dan

keterampilan dari serangkaian tugas yang kompleks termasuk pembuatan desain dan

perencanaan, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, produk dan artefak, serta

komunikasi hasil proyek (produk).

Thomas (2000: 1) memberikan definisi pembelajaran berbasis proyek sebagai model yang

mengorganisasikan pembelajaran di sekitar proyek. Proyek didasarkan pada tugas yang

kompleks, pertanyaan atau masalah yang menantang, melibatkan pebelajar dalam merancang,

pemecahan masalah, pengambilan keputusan, kegiatan investigasi, memberikan kesempatan

kepada pebelajar untuk bekerja secara otonom dengan periode waktu yang diperpanjang dan

berujung pada produk yang realistis atau presentasi. Blank, Dickinson, Harwell (dalam Korkidis,

2009: 4) menyatakan pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran atau strategi
otentik di mana pebelajar merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proyek-proyek

yang memiliki aplikasi dunia nyata di luar kelas.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan pembelajaran berbasis proyek

adalah model pembelajaran yang disusun secara sistematis yang melibatkan pebelajar secara

aktif, berkolaborasi membangun pengetahuan, dan mengembangkan keterampilan lewat tugas-

tugas yang kompleks antara lain: merencanakan, merancang, memecahkan masalah,

mengambil keputusan, menghasilkan produk, dan mengkomunikasikan hasil (produk).

2. Karakteristik dan Prinsip Pembelajaran Berbasis Proyek

Penyelesaian proyek oleh pebelajar dilakukan secara kolaboratif, inovatif, dan unik yang

berfokus pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan pebelajar atau

kebutuhan masyarakat atau industri lokal. Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang

amat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi usia

dewasa: siswa SMA, mahasiswa, atau pelatihan tradisional untuk membangun keterampilan

kerja (Gaer dalam Santyasa, 2006). Pembelajaran berbasis proyek dapat dikenali dari

karakteristiknya yang memiliki empat dimensi yaitu: isi, kondisi, aktivitas, dan hasil (Santyasa,

2011).

a. Isi

Isi difokuskan pada ide-ide siswa yaitu membentuk gambaran sendiri dari topik

dan persoalan yang rumit dengan mengikuti aspek pembelajaran yang sesuai dengan

minat dan bakat pebelajar. Isi pembelajaran diarahkan pada: (1) masalah kompleks, (2)

pebelajar menemukan hubungan antar gagasan yang diajukan, (3) pebelajar


berhadapan pada masalah yang penuh ambiguitas, (4) pertanyaan cenderung

mempersoalkan masalah dunia nyata.

b. Kondisi

Pembelajaran berbasis proyek bernuansa untuk mendorong pebelajar mandiri, yaitu

dalam mengelola tugas dan waktu belajar. Pebelajar bekerja atas topik-topik yang relevan.

Selama pembelajaran berbasis proyek guru tidak lagi menguasai pembelajaran, namun kondisi

pembelajaran didominasi oleh pebelajar yang memiliki otonomi belajar. Indikator kondisi

tersebut antara lain: (1) pebelajar mempunyai kesempatan melakukan inquiry dalam konteks

masyarakat, (2) pebelajar mampu mengelola waktu secara efektif dan efisien, (3) pebelajar

belajar penuh dengan kontrol diri, dan (4) pebelajar mensimulasikan kerja secara profesional.

c. Aktivitas

Pembelajaran berbasis proyek adalah suatu strategi yang efektif dan menarik yaitu dalam

mencari jawaban dan memecahkan masalah-masalah dengan memberi kesempatan pebelajar

untuk mempelajari ide-ide yang realistis, mempergunakan kecakapan untuk berbagai konteks,

dan menggabungkan kecakapan tersebut dalam melengkapi tugas-tugas profesional. Ciri utama

aktivitas dalam pembelajaran berbasis proyek adalah investigasi kelompok secara kolaboratif.

Indikator aktivitas antara lain: (1) siswa berinvestigasi selama periode tertentu, (2) pebelajar

melakukan pemecahan masalah kompleks, (3) pebelajar memformulasikan hubungan antar

gagasan orisinilnya untuk mengkonstruksi keterampilan baru, (4) pebelajar menggunakan

teknologi otentik dalam memecahkan masalah, dan (5) pebelajar melakukan umpan balik

mengenai gagasan mereka berdasarkan respon ahli atau dari hasil tes.

d. Hasil
Hasil pembelajaran berbasis proyek adalah produk nyata. Indikator hasil dari

pembelajaran berbasis proyek antara lain: (1) pebelajar menunjukkan produk nyata

berdasarkan hasil investigasi mereka, (2) pebelajar melakukan evaluasi diri, (3) pebelajar

responsif terhadap segala implikasi dari kompetensi yang dimilikinya, dan (4) pebelajar

mendemonstrasikan kompetensi personal (tanggung jawab dan manajemen pribadi), sosial

(menghargai kerja sama, komunikasi sosial, presentasi, dan sebagainya), intelektual

(pemahaman konsep), akademik (pemecahan masalah, inkuiri, regulasi belajar, dan vokasional

(membuat produk, menyusun kebijakan publik, menyusun, dan melaksanakan rencana aksi,

dan sebagainya).

Karakteristik di atas menggambarkan pembelajaran berbasis proyek dikembangkan

berdasarkan paradigma konstruktivistik yang melibatkan pebelajar secara aktif selama belajar.

Konstruktivisme mengembangkan iklim pembelajaran yang menuntut pebelajar untuk

menyusun dan membangun sendiri pengetahuannya. Pembelajaran berbasis proyek merupakan

model pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada pebelajar untuk merencanakan

aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan akhirnya akan menghasilkan

produk yang dapat dimanfaatkan.

Ada beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan melaksanakan pembelajaran berbasis

proyek. Thomas (2000: 3) menyatakan lima prinsip pembelajaran berbasis proyek yaitu

sentralistis (centrality), pertanyaan pendorong atau penuntun (driving question), investigasi

konstruktif (constructive investigation), otonomi (autonomy), dan realistis (realism). Kelima

prinsip ini yang membedakan keunikan pembelajaran berbasis proyek dengan pembelajaran

berbasis masalah.
Pertama, prinsip sentralistis (centrality) menegaskan bahwa proyek merupakan esensi dari

kurikulum. Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran, di mana pebelajar belajar konsep

utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. Oleh karena itu, kerja proyek bukan

merupakan praktik tambahan dan aplikasi praktis dari konsep yang sedang dipelajari, melainkan

menjadi sentral kegiatan pembelajaran di kelas. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan

dapat dilaksanakan secara optimal. Melalui proyek ini pebelajar akan mengalami dan belajar

konsep-konsep.

Kedua, prinsip pertanyaan pendorong atau penuntun (driving question) bahwa

pengerjaan proyek berfokus pada pertanyaan atau permasalahan yang dapat mendorong

pebelajar untuk berjuang memperoleh konsep atau prinsip utama suatu bidang tertentu. Kaitan

antara pengetahuan konseptual dengan aktivitas nyata dapat ditemui melalui pengajuan

pertanyaan (Blumenfeld et al dalam Thomas, 2000: 3). Jadi dalam hal ini pengerjaan proyek

sebagai motivasi eksternal yang mampu menumbuhkan motivasi internal pebelajar dalam

mengerjakan tugas-tugas.

Ketiga, prinsip investigasi konstruktif (contructive investigation) merupakan proses yang

mengarah pada pencapaian tujuan, yang mengandung kegiatan penyelidikan, pembangunan

konsep, dan resolusi. Investigasi memuat proses perancangan, pembuatan keputusan,

penemuan masalah, pemecahan masalah, discovery atau penemuan, dan pembentukan model.

Kegiatan pembelajaran berbasis proyek juga mencakup proses transformasi dan konstruksi

pengetahuan (Bereiter & Scardamalia dalam Thomas, 2000: 4). Jika kegiatan utama dalam

kerja proyek tidak menimbulkan masalah bagi pebelajar, atau permasalahan itu dapat

dipecahkan oleh pebelajar melalui pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, maka kerja proyek

itu sekadar “latihan”, bukan proyek dalam konteks pembelajaran berbasis proyek. Oleh karena

itu, penentuan jenis proyek haruslah dapat mendorong pebelajar untuk mengkonstruksi
pengetahuan sendiri guna memecahkan persoalan yang dihadapinya. Pengajar dituntut mampu

merancang suatu proyek yang menumbuhkan rasa ingin meneliti, rasa untuk berusaha

memecahkan masalah, dan rasa ingin tahu yang tinggi.

Keempat, prinsip otonomi (autonomy) dalam pembelajaran berbasis proyek dapat

diartikan sebagai kemandirian pebelajar dalam melaksanakan proses pembelajaran. Artinya

pebelajar bebas menentukan pilihannya sendiri, bekerja dengan sedikit pengawasan, dan

bertanggung jawab. Pengajar hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator untuk

mendorong tumbuhnya kemandirian pebelajar.

Kelima, prinsip realistis (realism) berarti bahwa proyek merupakan sesuatu hal yang

nyata. Pembelajaran berbasis proyek harus dapat memberikan perasaan realistis kepada

pebelajar, termasuk dalam memilih topik, tugas, dan peran konteks kerja, kolaborasi kerja,

produk, pelanggan, maupun standar produknya. Gordon (dalam Tohmas, 2000: 4)

membedakan antara tantangan akademis, tantangan yang dibuat-buat, dan tantangan nyata.

Pembelajaran berbasis proyek mengandung tantangan yang berfokus pada permasalahan yang

otentik (bukan simulasi), bukan yang dibuat-buat, dan solusinya dapat diimplementasikan di

lapangan. Pengajar harus mampu merancang proses pembelajaran yang nyata dan hal ini bisa

dilakukan dengan mengajak pebelajar belajar pada dunia kerja yang sesungguhnya dan mampu

menggunakan dunia nyata sebagai sumber belajar bagi pebelajar. Kegiatan ini akan dapat

meningkatkan motivasi intrinsik, kreativitas, dan kemandirian pebelajar dalam pembelajaran.

3. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek

Langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek sebagaimana yang dikembangkan

oleh The George Lucas Educational Foundation (2005) terdiri atas kegiatan berikut.
a. Dimulai dengan Pertanyaan Esensial

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat

memberi penugasan kepada pebelajar untuk melakukan suatu aktivitas. Pertanyaan-

pertanyaan ini nantinya akan membentuk sebuah tema proyek. Tema yang diangkat mesti

sesuai dengan realitas dunia nyata dan relevan untuk para pebelajar. Menurut Santyasa

(2011: 169) tema proyek hendaknya memenuhi indikator-indikator (1) memuat gagasan umum

dan orisinal, (2) penting dan menarik, (3) mendeskripsikan masalah kompleks, (4)

mencerminkan hubungan berbagai gagasan, dan (5) mengutamakan pemecahan masalah ill

defined.

b. Merencanakan Proyek

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan pebelajar. Pebelajar

diharapkan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan

main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial

dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat

dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek. Santyasa (2011:

169) menyatakan pengalaman belajar terkait dengan merencanakan proyek adalah (1)

membaca, (2) meneliti, (3) mengorbservasi, (4) mewawancarai, (5) merekam, (6) mengunjungi

obyek yang berkaitan dengan proyek, dan (7) mengakses internet.

c. Membuat Jadwal

Pengajar dan pebelajar secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam

menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk

menyelesaikan proyek, (2) menentukan deadline penyelesaian proyek, (3) mengarahkan

pebelajar agar merencanakan cara-cara efektif menyelesaikan proyek, (4) membimbing


pebelajar ketika mereka membuat atau menggunakan cara yang tidak berhubungan

dengan proyek, dan (5) meminta pebelajar untuk membuat penjelasan (alasan) tentang

pemilihan suatu cara.

d. Memantau Pebelajar dan Kemajuan Proyek

Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitoring terhadap aktivitas pebelajar

selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi pebelajar

di setiap proses. Mempermudah proses monitoring, perlu dibuat sebuah rubrik yang dapat

merekam keseluruhan aktivitas selama penyelesaian proyek.

e. Penilaian Proyek

Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar mengukur ketercapaian tujuan

pembelajaran. Penilaian ini juga bertujuan untuk mengetahui kemajuan belajar masing-masing

pebelajar, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai

pebelajar, dan membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.

f. Evaluasi Pengalaman

Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan pebelajar melakukan refleksi

terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan

baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini pebelajar diminta untuk

mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Pengajar

dan pebelajar mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses

pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry)

untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

Implementasi langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek di saat tertentu mungkin

akan mengalami kendala. Kendala itu cenderung bersumber dari pebelajar. Kurangnya
pemahaman terhadap proyek dapat menyebabkan pebelajar tidak tahu apa yang harus

dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannnya. Ewdards Deming (dalam Jonhson, 2011:

293) mengatakan bahwa agar pebelajar dapat menyelesaikan sebuah proyek dengan sukses,

maka sebaiknya mereka dibiasakan menjalankan kegiatan arrange (mengatur), begin (memulai)

change (mengubah) dan demonstrate (mempertunjukkan). Keempat kegiatan itu dilaksanakan

secara bertahap. Mulai arrange yaitu pebelajar mesti mengetahui tujuan belajarnya,

memutuskan proyek yang akan dikerjakan, mengatur waktu sebaik-baiknya. Salanjutnya, begin

yaitu mulai mengerjakan proyek yang sudah diputuskan. Sambil bekerja, pebelajar melakukan

perubahan (change) yang akan memperkuat dan memperbaiki proyek dan yang terakhir

menunjukkan (demonstrate) apa yang telah dicapai pebelajar dalam menyelesaikan proyek.

4. Keunggulan Pembelajaran Berbasis Proyek

Penelitian yang dilakukan oleh Bas (2011) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan antara skor posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok

eksperimen yang belajar dengan pendekatan project based learning ternyata lebih efektif dari

pada pembelajaran yang didasarkan pada buku teks. Berdasarkan hasil penelitian pembelajaran

berbasis proyek juga telah dapat mengembangkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran.

Hal ini dibuktikan oleh skor rata-rata sikap pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan

dengan skor rata-rata sikap pada kelompok kontrol. Dampak pembelajaran berbasis proses

berkaitan dengan tanggung jawab dan peran aktif siswa. Pembelajaran berbasis proyek

membuat siswa termotivasi belajar dan memungkinkan siswa membangun pengetahuan

dengan menerima ide-ide yang berbeda dan memahami sudut pandang orang lain dan

menegosiasikan solusi. Keterampilan ini yang diperlukan dalam dunia nyata, sehingga berimbas

pada sikap positif siswa terhadap pembelajaran.


Penelitian yang dilakukan oleh Ruenglertpanyakul et al (2012) pada mata pelajaran

bahasa Inggris menunjukkan bahwa pencapaian prestasi belajar bahasa Inggris melalui

kelompok PjBL lebih baik daripada kelompok tradisional. PjBL ternyata memberikan dampak

positif untuk meningkatkan kinerja belajar siswa. Iklim PjBL membuat siswa lebih mudah

memahami pelajaran dan siswa memiliki sikap yang baik terhadap pembelajaran. Berikut adalah

kutipan salah satu subjek penelitian yang mengikuti pembelajaran dengan model PjBL. “Ini

merupakan metode baru di kelas bahasa Inggris, dan saya merasa senang dan tidak pernah

merasa bosan karena guru menyediakan berbagai kegiatan belajar di kelas. Saya bisa lebih

mudah mengingat kosakata tanpa pengulangan”. PjBL membantu mereka meningkatkan kerja

sama tim. Kerja sama tim mendorong siswa saling membantu satu sama lain, berkembangnya

sikap toleran dalam kelompok, dan usaha bersama untuk menyelesaikan tugas.

Vicheanpant dan Ruenglertpanyakul (2012) melakukan penelitian berkaitan dengan

perbandingan pendapat antara guru dan siswa tentang pembelajaran berbasis proyek untuk

mengembangkan kemampuan berkomunikasi. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah

untuk menyelidiki apakah guru dan siswa setuju bahwa PjBL membantu siswa belajar

mengembangkan komunikasi yang lebih efektif dengan sikap positif. Subyek dalam penelitian

ini adalah siswa SMA dari Sekolah Darunsikkhalai-Bangkok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

guru dan siswa memiliki titik pandang yang sama bahwa menggunakan PjBL dapat membantu

siswa memahami isi pembelajaran dengan mudah dan membuat mereka lebih tertarik untuk

belajar komunikasi. PjBL juga membantu menciptakan suasana yang positif ketika pembelajaran

berlangsung. Kesimpulannya, PjBL dapat membantu siswa belajar komunikasi yang lebih efektif

yang diawali dengan tumbuhnya sikap positif dan guru merasa puas menerapkan model PjBL di

kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Tumbuhnya sikap positif tersebut ditandai
dengan sebagian besar siswa terusik untuk berpartisipasi secara aktif daripada hanya duduk di

kelas mendengarkan ceramah guru atau hanya melakukan latihan. Sikap ini membantu siswa

lebih mudah memahami pelajaran dan juga mendorong mereka untuk mengembangkan

keterampilan. Dengan demikian, apa yang menjadi tujuan pembelajaran yaitu dikuasainya

keterampilan berkomunikasi dapat tercapai secara efektif.

C. Media dan Multimedia Pembelajaran

1. Definisi Media Pembelajaran dan Multimedia Pembelajaran

Secara etimologi media berasal dari Bahasa Latin, merupakan bentuk jamak dari kata

medium yang berarti tengah, perantara, atau pengantar. The Association for Educational

Communication and Technology (AECT) (dalam Asyhar, 2011: 4) media mendefinisikan media

sebagai segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan informasi. Mengkaji definisi media

menurut AECT, nampak bahwa media memiliki peran penting dalam kegiatan komunikasi.

Media menjadi sarana yang digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim pesan

(komunikator) ke penerima pesan (komunikan). Pendapat berbeda juga mendefinisikan media

sebagai segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan, misalnya media cetak, media elektronik

(film, video) (Brigg dalam Rohani, 1997: 2). Jadi, pengertian media dapat disimpulkan sebagai

segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari komunikator ke

komunikan.

Gagne (dalam Sadiman et al., 2006: 6) menyatakan media pembelajaran adalah berbagai

jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Definisi ini

menekankan bahwa segala sesuatu baik itu benda hidup dan benda mati dapat dijadikan

sebagai media. Benda tersebut dapat dibilang media pembelajaran jika mampu membawa

pesan-pesan atau informasi yang bertujuan membelajarkan. Ely dan Gerlach (dalam Rohani,
1997: 2) mendefinisikan media pembelajaran dalam arti sempit dan dalam arti luas. Arti sempit

media pembelajaran adalah grafik, foto, alat mekanik, dan elektronik yang digunakan untuk

menangkap, memproses serta menyampaikan informasi. Arti luas media pembelajaran adalah

kegiatan yang dapat menciptakan suatu kondisi, sehingga memungkinkan peserta didik dapat

memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru. Berdasarkan kedua pendapat ahli,

dapat disimpulkan media pembelajaran adalah segala bentuk dan saluran yang dapat

digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga menciptakan suatu kondisi yang

merangsang siswa belajar mengkonstruksi pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru.

Istilah multimedia menurut Mayer (2001) mempresentasikan dua unsur yaitu teks (lisan

atau tercetak) dan gambar (ilustrasi, foto, animasi, atau video). Teks dapat disajikan dengan

kata-kata berupa narasi. Gambar dapat disajikan dengan animasi. Kata-kata dalam buku teks

dapat disajikan sebagai teks cetak dan gambar dapat disajikan sebagai ilustrasi. Ahli lain Robin

dan Linda (dalam Suyanto, 2003) menyatakan bahwa multimedia merupakan alat yang dapat

menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang mengkombinasikan teks, grafik,

animasi, audio, dan gambar video. Berdasarkan kedua definisi di atas dapat disimpulkan

multimedia adalah kombinasi teks, grafik, animasi, audio, dan video untuk mempresentasikan

suatu pesan.

Multimedia terbagi menjadi dua kategori yaitu multimedia linier dan multimedia interaktif.

Multimedia linier adalah suatu multimedia yang tidak dilengkapi dengan alat pengontrol apapun

yang dapat dioperasikan oleh pengguna. Multimedia ini berjalan sekuensial (berurutan),

contohnya TV dan film. Multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang dilengkapi dengan

alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa

yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Contoh multimedia interaktif yaitu multimedia

pembelajaran interaktif, game, simulasi, dan percobaan berbasis komputer.


Percival dan Ellington (dalam Ahmad, 2007) memberi batasan tentang multimedia

pembelajaran sebagai suatu paket bahan belajar yang diwujudkan dalam beberapa bentuk

media, tetapi hanya membahas atau berhubungan dengan suatu topik khusus (pokok bahasan)

saja dan dibentuk dalam satu kesatuan yang terintegrasi dan menyeluruh. Wahono et al

(2007) menyatakan multimedia pembelajaran sebagai aplikasi multimedia yang digunakan

dalam proses pembelajaran untuk menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan dan sikap)

serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan belajar sehingga terjadi

proses belajar secara sengaja, bertujuan, dan terkendali. Mayer (2001) menyatakan multimedia

pembelajaran adalah penyajian kata-kata dan gambar yang dimaksudkan untuk meningkatkan

terjadinya proses belajar. Dapat disimpulkan multimedia pembelajaran adalah suatu paket

bahan belajar yang digunakan untuk menyampaikan pesan (pengetahuan, keterampilan, dan

sikap) menggunakan teks, gambar, animasi, audio, dan video sehingga mendorong terjadinya

proses belajar.

2. Jenis Multimedia Pembelajaran

Wahono at al (2007) menyatakan bahwa jenis multimedia pembelajaran menurut

kegunaannya dapat dibedakan menjadi dua yaitu multimedia presentasi pembelajaran dan

multimedia pembelajaran mandiri. Pertama, multimedia presentasi pembelajaran adalah alat

bantu guru dalam proses pembelajaran di kelas dan tidak menggantikan guru secara

keseluruhan. Pesan dalam multimedia presentasi pembelajaran berupa poin-poin materi yang

disajikan (explicit knowledge) dan bisa saja ditambahi dengan multimedia linear berupa film dan

video untuk memperkuat pemahaman siswa. Software yang bisa digunakan mengembangkan

multimedia presentasi pembelajaran adalah software presentasi seperti openoffice impress,

microsoft powerpoint, adobe reader, dan lain-lain.


Kedua, multimedia pembelajaran mandiri. Jenis multimedia pembelajaran ini dapat

dimanfaatkan oleh siswa secara mandiri alias tanpa bantuan guru. Multimedia pembelajaran

mandiri harus dapat memadukan explicit knowledge (pengetahuan tertulis yang ada di buku

dan artikel) dan tacit knowledge (know how, rule of thumb, dan pengalaman guru). Tentu

karena menggantikan guru, harus ada fitur assessment untuk latihan, ujian, dan simulasi

termasuk tahapan pemecahan masalahnya. Multimedia pembelajaran mandiri menyediakan

siswa lingkungan belajar yang fleksibel, di mana dan kapan pun siswa dapat mempelajari

materi sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing. Software yang dapat digunakan

mengembangkan multimedia pembelajaran mandiri adalah adobe captivate, adobe flash, dan

lain-lain.

3. Aspek Desain Pembelajaran Multimedia Pembelajaran

Aspek desain pembelajaran memainkan peranan yang sangat penting dalam

pengembangan suatu multimedia pembelajaran. Dilihat dari sisi desain pembelajaran, terdapat

beberapa hal yang sifatnya normative dan penting untuk dipertimbangkan dalam pembuatan

suatu multimedia pembelajaran. Menurut Wahono at al (2007) pertimbangan tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam dua komponen, yaitu: 1) komponen pembuka sebagai pemicu atau

trigger dan 2) komponen inti.

Pertama, komponen pembuka sebagai pemicu. Kesan pertama siswa membuka atau

mengawali belajar dengan multimedia pembelajaran sangat menentukan keberlangsungan

pembelajaran. Komponen pembuka memiliki peranan yang sangat penting karena dapat

dijadikan alat untuk menarik perhatian siswa untuk belajar. Terdapat tiga aspek penting dalam

komponen pembuka multimedia pembelajaran yaitu: a) judul, b) tujuan pembelajaran, dan c)

apersepsi.
a. Judul Multimedia Pembelajaran

Judul merupakan titik awal sebagai penarik perhatian siswa. Siswa pertama kali

memegang CD pembelajaran, yang dilihat pasti judul. Rumusan judul tidak mesti ditulis dengan

kalimat yang kaku. Judul dapat ditulis dengan kalimat yang menantang dan menarik. Tujuan

pembelajaran dirumuskan secara jelas. Rumusan tujuan pembelajaran yang jelas akan dapat

membantu siswa mengetahui manfaat yang diperoleh setelah ia mencapai tujuan pembelajaran.

Apersepsi berfungsi untuk mengkaitkan apa yang telah diketahui atau dialami oleh siswa

dengan apa yang akan dipelajari dalam multimedia pembelajaran. Kontekstual apersepsi sangat

penting, karena menghubungkan pengetahuan siswa dengan pengetahuan yang akan dipelajari

dalam multimedia. Hubungan ini membuat siswa merasa diajak berkomunikasi dengan media.

Jika perlu apersepsi menggunakan bahasa yang menantang dan sedikit memprovokasi dalam

artian positif.

b. Komponen inti

Komponen inti merupakan hal utama yang memuat pesan-pesan pembelajaran.

Komponen ini memuat beberapa hal yaitu: 1) uraian yang komunikatif, 2) menggunakan

contoh, ilustrasi atau analogi, 3) latihan, tes, dan umpan balik korektif, 4) pemilihan media

yang relevan, 5) relevansi dan konsistensi antara latihan/tes dan materi dengan tujuan

pembelajaran, dan 6) interaktivitas.

Pertama, uraian komunikatif artinya dalam multimedia pembelajaran antara teks,

gambar, audio, video, animasi, maupun simulasi bersifat proporsional. Multimedia pembelajaran

tidak didominasi oleh teks. Uraian menggunakan bahasa yang tepat, padat, komunikatif, dan

sesuai dengan tingkat pengetahuan siswa. Cara penyajian atau pembahasan materi seolah-olah

sedang berkomunikasi dengan siswa.


Kedua, menggunakan contoh, analogi atau ilustrasi, serta simulasi yang relevan dan

kontekstual. Uraian komunikatif saja belumlah cukup. Diperlukan sentuhan kreatif dengan

memberikan contoh, analogi atau ilustrasi yang relevan, baik gambar, animasi, video, simulasi,

dan lain-lain. Penyajian contoh dilakukan untuk memudahkan atau memperdalam pemahaman

siswa.

Ketiga, latihan, tes, dan umpan balik korektif yang mutlak diperlukan dalam multimedia

pembelajaran. Biasanya latihan dan tes dibuat dalam bentuk tes objektif (pilihan ganda, benar

salah, menjodohkan, dan lain-lain) maupun tes uraian. Jenis tes ditentukan berdasarkan

rumusan tujuan pembelajaran atau tipe pengetahuan. Jika tujuan pembelajaran siswa dapat

menjelaskan proses produksi film. Jenis tes yang tepat adalah tipe uraian atau essay. Umpan

balik, dalam latihan dan tes diberikan dalam bentuk reinforcement berupa kata-kata “anda

benar”, ulangi sekali lagi”. Jika jawaban siswa salah maka program multimedia pembelajaran

memberikan respon “anda belum tepat”. Respon ini lebih memotivasi dan humanis ketimbang

dinyatakan dengan kata-kata “ anda salah”.

Keempat, pemilihan media yang relevan dengan karakteristik materi pembelajaran.

Misalnya, materi berupa prosedur mengoperasikan kamera, akan lebih baik bila disajikan

dengan video dari pada dengan teks saja. Oleh karena itu, pemilihan media yang tepat dan

relevan sangat menentukan keberhasilan siswa mempelajari materi pembelajaran. Contoh

lainnya, menjelaskan proses terjadinya gunung meletus, akan lebih baik menggunakan animasi

atau video dari pada menggunakan gambar saja.

Kelima, relevansi dan konsistensi antara latihan atau tes dan materi dengan tujuan

pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan patokan dalam menentukan atau memilih

materi dan jenis latihan atau tes. Oleh sebab itu, materi, latihan, dan tes harus mengacu pada
tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Pemilihan materi sebaiknya dipilih yang benar-

benar perlu sehingga siswa tidak terjebak pada materi yang tidak terlalu prinsip untuk dipelajari

apalagi tidak relevan dengan tujuan pembelajaran. Begitu juga latihan dan tes mengukur secara

proporsional setiap tujuan pembelajaran. Perumusan latihan dan tes dapat dimulai dengan

penentuan jenis teknik evaluasi dan penyusunan kisi-kisi soal didasarkan pada tujuan

pembelajaran.

Keenam, interaktivitas artinya multimedia pembelajaran harus mampu memberi

kesempatan kepada siswa untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri. Carannya antara

lain: 1) memperbanyak game, simulasi atau link ke alamat-alamat situs yang dapat memberikan

informasi tambahan. 2). Mengajak siswa berpikir terlebih dahulu, sebelum menjelaskan.

Misalnya, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendefinisikan sesuatu dengan

kalimatnya sendiri, sebelum disajikan definisi menurut pendapat beberapa ahli. 3) Memberikan

umpan balik korektif. 4). Mulai dengan pertanyaan seperti “tahukah anda?” “mengapa”. 5).

Memberikan siswa kesempatan untuk menentukan sendiri hal apa yang mereka lakukan terlebih

dahulu. Misalnya, mengerjakan latihan sebelum mempelajari materi atau mempelajari topik

kedua sebelum topik pertama. 6). Menggunakan navigasi yang jelas dan konsisten. Navigasi

yang jelas akan memudahkan siswa mengakses materi maupun komponen-komponen lainnya.

Kekonsistenan navigasi bertujuan agar siswa tidak bingung terhadap fungsi navigasi (Wahono

et al., 2007).

4. Format Multimedia Pembelajaran

Format multimedia pembelajaran dapat memberikan pilihan kepada pengajar untuk

mengembangkannya. Dasar pemilihan format multimedia mengacu pada jenis pengetahuan

yang akan dikonstruksi siswa. Format multimedia dapat dibedakan menjadi lima yaitu format
tutorial, driil, simulasi, percobaan atau eksperimen, dan permainan atau game (Schwier &

Misanchunk, 1993; Alessi & Trollips, 1991 dalam Ahmad, 2007).

a. Tutorial

Format sajian tutorial dalam penyampaian materi dilakukan secara tutorial

sebagaimana layaknya tutorial yang dilakukan oleh guru. Informasi yang berisi suatu

konsep disajikan dengan teks, gambar, baik diam atau bergerak dan grafik. Pada saat

yang tepat, yaitu ketika dianggap bahwa pengguna telah membaca,

menginterpretasikan dan menyerap konsep itu, diajukan serangkaian pertanyaan atau

tugas.

Model ini dapat menyajikan pembelajaran secara interaktif antara siswa dan

komputer. Materi belajar diajarkan, dijelaskan dan diberikan penguatan melalui interaksi

tersebut. Pada umumnya model tutorial ini digunakan untuk menyajikan informasi yang

relatif baru bagi siswa, keterampilan tertentu, informasi atau konsep. Segala sesuatu

yang diperlukan untuk mendapatkan informasi tersedia dalam komputer. Untuk

mengetahui tingkat pemahaman siswa, model tutorial ini dilengkapi dengan pertanyaan

pada setiap bagian materi.

Secara umum struktur format tutorial yaitu dimulai dari: a) pendahuluan berisi

informasi tentang tujuan yang diharapkan dari siswa, b) penyajian materi disertai

dengan beberapa pertanyaan, c) pertanyaan dan respon yang diberikan oleh siswa

dinilai dan sekaligus sebagai umpan balik yang digunakan untuk menampilkan kinerja
pada topik-topik berikutnya. Bila hasil yang dicapai belum mencapai standar, maka

diadakan remedial, jika baik maka dilanjutkan pada materi berikutnya, begitu

seterusnya sampai materi yang akan disampaikan selesai. Jika materi telah selesai,

selanjutnya adalah penutup yang berisi informasi rangkuman dari keseluruhan materi

yang disampaikan. Contoh tampilan format tutorial terjadi pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Contoh Format Tutorial (Sumber: edukasi.net)

b. Drill

Format drill digunakan untuk melatih siswa agar memiliki kemahiran dalam suatu

keterampilan atau memperkuat penguasaan suatu konsep. Model ini lebih memberi penekanan

pada bagaimana siswa berlatih menguasai materi dengan banyak melakukan latihan atau

praktik. Siswa diberikan kesempatan yang luas untuk melatih keterampilannya hingga siswa

merasa bahwa suatu konsep yang ia pelajari terkuasai dengan baik. Program menyediakan

serangkaian soal atau pertanyaan yang biasanya ditampilkan secara acak, sehingga setiap kali
digunakan, soal atau pertanyaan yang tampil selalu berbeda atau paling tidak dalam kombinasi

yang berbeda. Soal inilah yang berfungsi melatih penguasaan siswa terhadap suatu konsep.

Format drill dilengkapi kunci jawaban beserta penjelasannya sehingga siswa bisa

memahami konsep dengan baik. Pada akhir pembelajaran siswa dapat melihat skor yang

dicapai sebagai indikator tingkat kemampuan memecahkan soal atau masalah yang diajukan.

Misalnya, drill tentang perkalian. Siswa diberikan soal, kemudian siswa harus segera

menjawabnya. Apabila jawaban siswa benar selanjutnya akan diberikan soal berikutnya. Apabila

siswa menjawab salah segera diberikan umpan balik oleh program. Contoh tampilan multimedia

pembelajaran format drill tersaji pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Contoh Format Drill Perkalian

c. Simulasi

Format simulasi di komputer dapat mensimulasikan atau memberi model konsep-konsep

yang kompleks atau kejadian-kejadian tertentu. Program multimedia pembelajaran menerima

masukan data dari siswa. Selanjutnya program memberikan respon atas dasar masukan yang

diberikan, sehingga siswa mengalami hasil pengambilan keputusannya tanpa adanya

konsekuensi yang membahayakan atau menghabiskan biaya yang mahal. Pada dasarnya format
simulasi mencoba memberikan pengalaman masalah dunia nyata yang sajikan secara maya.

Misalnya, mensimulasikan tsunami. Jika memasukkan angka 10, maka akan membentuk

gelombang tsunami yang tinggi. Contoh tampilan format simulasi tersaji pada Gambar 2.5.

Masukan nilai kekuatan


gempa

Gambar 2.5 Contoh Format Simulasi Tsunami

d. Percobaan atau Eksperimen

Format eksperimen mirip dengan format simulasi, namun lebih ditujukan pada kegiatan-

kegiatan yang bersifat eksperimen, seperti kegiatan praktikum di laboratorium. Program

menyediakan serangkaian peralatan dan bahan, kemudian siswa bisa melakukan percobaan

atau eksperimen sesuai petunjuk. Siswa mengembangkan eksperimen-eksperimen lain

berdasarkan petunjuk tersebut. Misalnya, eksperimen pertumbuhan tanaman antara yang

ditutup menggunakan penutup berwarna dan penutup bening. Apabila siswa memilih penutup

bening tanaman akan tumbuh ke sumber cahaya. Jika siswa memilih penutup berwarna, maka

tanaman akan tetap tumbuh ke atas. Contoh ini nampak seperti Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Contoh Format Eksperimen

e. Permainan (Game)

Format permainan merupakan pendekatan motivasional bagi siswa untuk memberikan

penguatan atas kompetensi yang sudah dipelajari, konsep dan informasi. Format permainan ini

harus memberikan penekanan untuk pengembangan, penguatan dan penemuan hal baru bagi

siswa dalam belajar. Permainan tetap mengacu pada proses pembelajaran. Program multimedia

berformat ini diharapkan terjadi aktifitas belajar sambil bermain. Pengguna tidak merasa bahwa

mereka sesungguhnya sedang belajar. Biasanya format game berkaitan dengan tujuan khusus

yang melibatkan penilaian atau kompetisi. Misalnya, game mengenal provinsi di Indonesia.

Game menyajikan nama provinsi, selanjutnya siswa mengklik gambar pulau provinsi. Apabila

benar memperolah skor. Jika siswa salah, maka skornya dikurangi. Contoh tampilan format

permainan tersaji pada gambar 2.7.


Gambar 2.7 Contoh Format Game Mengenal Provinsi

di Indonesia (Sumber: Priyanto, 2011)

D. Bahan Ajar

1. Pengertian Bahan Ajar

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau

instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas (National Centre for Competency

Based Training dalam Prastowo, 2011). Bahan ajar dimaksud bisa berupa bahan tertulis

maupun tak tertulis. Definisi lainnya menyebutkan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi

atau substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, yang

menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasi peserta didik dalam kegiatan

pembelajaran (Depdiknas, 2010). Berdasarkan dua pengertian bahan ajar dapat disimpulkan

bahan ajar merupakan segala bahan baik tertulis maupun tidak tertulis yang disusun secara
sistematis dan menampilkan kompetensi yang akan dikuasi peserta didik dalam pembelajaran.

Contoh bahan ajar adalah buku pelajaran, modul, handout, lembar kerja siswa (LKS), model

atau maket, bahan ajar audio, bahan ajar interaktif, dan sebagainya. Apabila ada kasus seperti

buku atau program audio, video, serta komputer berisi materi pelajaran yang dengan sengaja

disusun secara sistematis, walaupun dijual di pasaran bebas, bahan-bahan tersebut dapat

dinamakan bahan ajar. Jika bahan-bahan tersebut tidak dirancang secara sistematis, maka

tidak bisa disebut sebagai bahan ajar, walaupun bahan-bahan tersebut mengandung materi

pelajaran (Prastowo, 2012).

2. Pentingnya Pembuatan Bahan Ajar

Pentingnya pembuatan bahan ajar bermula dari fungsi pembuatan bahan ajar.

Memperhatikan fungsi bahan ajar merupakan hal yang sangat penting mengingat pembuatan

bahan ajar memiliki kontribusi yang besar bagi keberhasilan proses pembelajaran. Menurut

Depdiknas (2010) fungsi pembuatan bahan ajar ada dua yaitu berdasarkan pihak yang

menggunakan bahan ajar dan fungsi bahan ajar menurut strategi pembelajaran yang

digunakan. Pertama, berdasarkan pihak yang menggunakan ada dua yaitu bagi pendidik dan

peserta didik. Bagi pendidik fungsi bahan ajar yaitu: a) menghemat waktu pendidik dalam

pembelajaran, b) mengubah peran pendidik dari seorang pengajar menjadi seorang fasilitator,

c) meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif, d) sebagai pedoman

bagi pendidik yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan

merupakan substansi kompetensi yang semestinya diajarkan kepada peserta didik, e) sebagai

alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran. Bagi peserta didik bahan ajar

berfungsi antara lain: a) peserta didik dapat belajar secara mandiri, b) peserta didik dapat

belajar kapan saja dan di mana saja, c) peserta didik dapat belajar sesuai dengan kecepatan
masing-masing, d) peserta didik dapat belajar menurut urutan yang telah dipilihnya sendiri, e)

membantu mengembangkan potensi peserta didik menjadi pelajar yang mandiri, dan f) sebagai

pedoman bagi peserta didik yang akan mengarahkan semua aktivitas dalam proses

pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dikuasai.

Kedua, fungsi bahan ajar menurut strategi pembelajaran yang digunakan fungsi bahan

ajar dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu fungsi dalam pembelajaran klasikal, fungsi dalam

pembelajaran individu, dan fungsi dalam pembelajaran kelompok. Fungsi bahan ajar dalam

pembelajaran klasikal yaitu: a) sebagai satu-satunya sumber informasi serta pengawas dan

pengendali proses pembelajaran (dalam hal ini peserta didik bersifat pasif dan belajar sesuai

kecepatan pendidik membelajarkan siswa) dan b) sebagai bahan pendukung proses

pembelajaran. Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran individu yaitu: a) sebagai media utama

dalam proses pembelajaran, b) sebagai alat yang digunakan untuk menyusun dan mengawasi

proses peserta didik dalam memperoleh informasi, dan c) sebagai penunjang media

pembelajaran individual lainnya. Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran kelompok yaitu: a)

sebagai bahan yang terintegrasi dengan proses pembelajaran kelompok dengan cara

memberikan informasi tentang latar belakang materi, informasi tentang peran orang-orang

yang terlibat dalam belajar kelompok, serta petunjuk tentang proses pembelajaran

kelompoknya sendiri, dan b) sebagai bahan pendukung bahan belajar utama dan apabila

dirancang sedemikian rupa, maka dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

3. Jenis-jenis Bahan Ajar

Bahan ajar memiliki beragam klasifikasi, bentuk, maupun jenisnya. Bahan ajar menurut

sifatnya dapat dibedakan menjadi empat jenis. Pertama, bahan ajar berbasis cetak, misalnya

buku, pamflet, panduan belajar siswa, bahan tutorial, buku kerja, peta, chart, foto bahan dari

majalah serta koran dan lain sebagainya. Kedua, bahan ajar berbasis teknologi misalnya kaset
audio, siaran radio, slide, filmstrips, film, kaset video, siaran televisi, video interaktif, computer

based tutorial, dan multimedia. Ketiga, bahan ajar yang digunakan untuk praktik atau proyek

misalnya kit sains, lembar observasi, lembar wawancara, dan lain sebagainya. Keempat, bahan

ajar yang dibutuhkan untuk keperluan interaksi manusia (terutama untuk keperluan pendidikan

jarak jauh), misalnya telepon, video conferencing, dan lain sebagainya (Rowntree dalam

Prastowo, 2011).

4. Bahan Ajar Multimedia

Bahan ajar multimedia adalah media pembelajaran yang berbasis teknologi multimedia

(Asyhar, 2011: 172). Menurut Depdiknas (2010) bahan ajar berbasis multimedia atau

teknologi informasi dan komunikasi (TIK) adalah bahan ajar yang disusun dan

dikembangkan dengan menggunakan alat bantu TIK untuk mengolah data, termasuk

memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara

untuk menghasilkan informasi yang berkualitas. Oleh karena itu penggunaan bahan ajar

berbasis TIK sebagai bahan ajar multimedia menjadi salah satu pilihan yang baik untuk

pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahan ajar

multimedia adalah bahan ajar yang disusun dan dikembangkan menggunakan TIK yang

digunakan dalam proses pembelajaran.

Bahan Ajar TIK sebagai bahan ajar multimedia memiliki karakteristik yang berbeda

dengan bahan ajar biasa seperti buku, modul maupun handout. Karakteristik umum bahan ajar

ini adalah dalam hal penggunaan TIK untuk penyusunan maupun penggunaannya. Menurut

Depdiknas (2010) keunggulan bahan ajar TIK sebagai bahan ajar multimedia yaitu: a) aktifitas

pembelajaran menjadikan siswa lebih aktif, dengan adanya bahan ajar berbasis TIK, b)

peran pendidik tidak lagi sebagai sumber belajar utama, tetapi akan kolaborasi dengan

peserta didik dan terkadang peserta didik akan menjadi sumber belajar, c) penampilan
keberhasilan, memberikan kemudahan bagi pendidik dalam proses pembelajaran untuk

menjelaskan hal-hal yang abstrak, dan d) penggunaan teknologi, proses pembelajaran lebih

komunikatif, ekspresif, dan kolaboratif.

a. Kriteria Bahan Ajar Multimedia

Setiap format bahan ajar multimedia memiliki karakteristik tertentu dan kriteria bahan

ajar multimedia yang baik ditentukan oleh karakteristinya. Namun secara umum dapat

digambarkan beberapa kriteria bahan ajar multimedia yang baik. Pertama, tampilan bahan ajar

multimedia harus menarik baik dari sisi bentuk gambar maupun kombinasi warna yang

digunakan. Aspek daya tarik sangat penting karena akan mempengaruhi sasaran menggunakan

bahan ajar. Kedua, narasi atau bahasa harus jelas dan mudah dipahami oleh peserta didik.

Penggunaan istilah perlu disesuaikan dengan pengguna bahan ajar agar pembelajaran dapat

berlangsung efektif. Ketiga, materi disajikan secara interaktif artinya memungkinkan partisipasi

dari peserta didik. Bahan ajar tidak semata menyajikan informasi akan tetapi mampu

menggugah hati peserta didik untuk terlibat aktif melalui masalah-masalah maupun pertanyaan-

pertanyaan yang dirancang dalam bahan ajar. Keempat, kebutuhan untuk mengakomodasi

berbagai gaya belajar yang berbeda. Bahan ajar multimedia mampu memfasilitasi siswa yang

memiliki gaya belajar visual, auditori, maupun kinestetik sehingga semua peserta didik dapat

menikmati proses belajarnya. Kelima, bahan ajar sesuai dengan karakteristik siswa, karakteristik

materi, dan tujuan yang ingin dicapai. Kesesuaian ini akan mempengaruhi efektivitas dan

efisiensi bahan ajar dalam implementasinya. Keenam, dimungkinkan untuk digunakan sebagai

salah satu media pembelajaran, dalam arti sesuai dengan sarana pendukung yang tersedia.

Bahan ajar multimedia mampu menyajikan materi secara konkret. Fitur multimedia seperti

video maupun animasi dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan materi secara
nyata. Ketujuh, memungkinkan ditampilkan suatu virtual learning environment (lingkungan

belajar virtual) seperti web-based application. Kedelapan, proses pembelajaran adalah suatu

kontinuitas utuh, bukan sporadik dan kejadian terpisah-pisah (disconnected events) (Asyhar,

2011).

b. Struktur Bahan Ajar Multimedia

Kegiatan penyusun bahan ajar tergantung dari karakteristik materi yang akan

dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran. Penyusunan bahan ajar harus mengikuti

kaidah-kaidah yang baku dalam penyusunan bahan ajar. Secara umum struktur bahan ajar

multimedia meliputi beberapa komponen di antaranya: 1) identitas, 2) petunjuk belajar, 3)

standar kompetensi dan kompetensi dasar, 4) indikator pencapaian, 5) materi pokok, 6) latihan

soal, 7) uji kompetensi, dan 8) referensi.

Pertama, identitas meliputi judul, kelas, semester dan identitas penyusun. Pada umumnya

judul bahan ajar, kelas, semester dan identitas terletak pada halaman muka (beranda). Hal

ini penting diperhatikan agar memudahkan pemakai dalam memilih bahan ajar yang akan

digunakan. Penetapan judul bahan ajar biasanya diturunkan dari standar kompetensi,

kompetensi dasar atau materi pokok sesuai dengan besar kecilnya materi. Kedua, petunjuk

pembelajaran dituliskan secara jelas agar peserta didik mudah dalam menggunakannya. Ketiga,

standar kompetensi dan kompetensi dasar harus diinformaskan dalam bahan ajar yang disusun

karena sebagai acuan bagi pemakai mengenai kompetensi yang harus dicapai peserta didik

setelah mempelajari materi yang terdapat pada bahan ajar tersebut.

Keempat, indikator pencapaian menggambarkan hasil-hasil yang harus dicapai peserta

didik setelah mempelajari materi yang ada pada bahan ajar. Indikator pencapaian lebih

menekankan pada aspek hasil belajar yang merupakan tahapan untuk mencapai kompetensi
sesuai dengan standar kompetensi maupun kompetensi dasarnya. Berdasarkan indikator

selanjutnya dirumuskan tujuan pembelajaran. Cara merumuskan tujuan pembelajaran dapat

digunakan rumus ABCD (audience, behavior, condition, dan degree). Audience adalah siapa

yang menjadi target, sasaran, atau pebelajar yang akan mencapai tujuan. Behavior yaitu

kompetensi yang diharapkan tercapai atau dikuasai oleh sasaran atau pebelajar. Behavior

merupakan perilaku atau perbuatan pebelajar dalam belajar. Behavior dirumuskan

menggunakan kata kerja operasional. Tujuannya supaya perilaku pebelajar dapat diamati dan

diukur. Condition adalah situasi atau proses yang menggambarkan pebelajar mencapai

kompetensi yang telah ditetapkan sebagaimana terumuskan pada behavior. Degree adalah

tingkat kemampuan atau kompetensi yang ingin dikuasai oleh pebelajar. Contoh tujuan

pembelajaran menggunakan rumus ABCD sebagai berikut. “Siswa dapat mengoperasikan

kamera melalui media video dan praktek langsung dengan tepat”. “Siswa” adalah audience,

“dapat mengoperasikan kamera adalah behavior”, “melalui media video dan praktek langsung”

adalah condition, dan “dengan tepat” adalah degree.

Kelima, menulis materi pokok. Materi bahan ajar harus memperhatikan tingkat

interaktivitas bahan ajar yang disusun. Pengorganisasian materi bahan ajar harus

mencerminkan aspek yang dilihat dari: a) kompleksitas materi yang dikembangkan dari

sederhana menuju kompleks baik dalam pengembangan konsep maupun contoh-contoh

pendukungnya, b) urgenitas artinya materi inti harus dikembangkan lebih dulu dari pada

materi pengembangan, dan c) keruntutan artinya materi harus memberikan pemahaman

yang runtut terhadap pemahaman konsep. Penyusunan materi yang tidak runtut

menyulitkan peserta didik dalam memahami hubungan antar konsep dan sulit memetakan

dalam pikiran. Memulai menulis materi ada tiga pertanyaan yang harus dijawab guna

menentukan keluasan dan kedalaman materi yaitu: 1). Apa yang harus diketahui peserta didik
setelah membaca materi? 2). Apa yang sebaiknya diketahui peserta didik setelah selesai

membaca materi? 3). Apakah ada manfaat yang peserta didik peroleh setelah mempelajari

materi? Penulisan materi di luar ketiga pertanyaan tersebut tidak akan memberikan kontribusi

pencapaian tujuan pembelajaran.

Keenam, latihan soal atau pemberian contoh permasalahan merupakan hal penting

yang ada pada bahan ajar karena dapat untuk mengukur tingkat pemahaman peserta

didik terhadap materi yang diberikan pada saat pembelajaran. Pemberian contoh soal dan

permasalahan juga bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi yang ada

pada bahan ajar melalui pembahasan bersama.

Ketujuh, bahan ajar yang baik harus menyertakan bahan uji kompetensi yang

disusun berdasarkan kisi-kisi yang disesuaikan dengan SK, KD, dan indikator

pencapaiannya. Soal pada uji kompetensi umumnya disertai balikan (feedback) agar

peserta didik dapat mengetahui kompetensi mana yang telah tercapai dan mana yang belum

tercapai

Kedelapan, bahan memiliki referensi. Referensi adalah acuan atau sumber materi

yang digunakan dalam penyusunan bahan ajar. Penyertaan referensi pada bahan ajar penting

untuk menghindari plagiasi dan dapat dijadikan sebagai rujukan apabila memerlukan informasi

lebih lanjut.

E. Mata Pelajaran Produksi Audio dan Video

Mata pelajaran produksi audio dan video merupakan bagian dari kelompok pelajaran

produktif. Produksi audio dan video adalah mata pelajaran yang berorientasi utama

menghasilkan produk audio dan visual yang bermanfaat. Produk dapat dihasilkan dengan cara

penguasaan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur dengan baik.


Standar kompetensi lulusan dari mata pelajaran produksi audio video antara lain: 1) dapat

merencanakan produksi audio, 2) dapat memproduksi audio, 3) dapat mengevaluasi dan

mendistribusikan hasil produksi, 4) dapat merancang konsep video, 5) dapat memproduksi

video, dan 6) dapat mengevaluasi dan mempublikasikan hasil produksi (Kurikulum SMK Negeri

1 Sukasada, 2012). Sesuai kurikulum SMK Negeri 1 Sukasada, mata pelajaran produksi audio

video merupakan mata pelajaran teori dan praktek. Sejumlah teori wajib dikuasai oleh peserta

didik. Teori tersebut digunakan untuk menyelesaikan masalah yang diwujudkan dalam kegiatan

praktikum. Secara umum proses produksi audio dan video terbagi atas tiga tahap yakni 1) pra

produksi (pre production), (2) produksi (production), dan (3) pasca produksi (post production).

Guna mencapai standar kompetensi lulusan diterapkan metode pembelajaran dengan

proporsi pembelajaran 30% teori dan 70% praktek. Penguasaan dan pendalaman teori

dilakukan selama praktek. Kegiatan praktek meliputi: 1) kegiatan investigasi permasalahan di

lapangan, 2) merumuskan solusi, 3) menciptakan/mengimplementasikan solusi (produk), 4)

evaluasi produk, 5) pemanfaatan produk.

F. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan adalah penelitian yang memiliki kaitan dengan variabel penelitian

yang akan dilakukan. Adapun variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian sebagai

upaya mengatasi masalah pembelajaran yaitu bahan ajar multimedia dan pembelajaran

berbasis proyek. Penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Osman (2012) yang berjudul modul

multimedia interaktif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa modul multimedia dinilai efektif

meningkatkan prestasi belajar. Modul multimedia interaktif juga efektif meningkatkan motivasi

belajar siswa. Bahan ajar yang disajikan dengan teknologi multimedia memiliki kaitan dengan
pengembangan bahan ajar multimedia dalam penelitian sehingga juga diharapkan dapat

meningkatkan prestasi dan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran produksi audio dan

video di SMK.

Berkaitan dengan multimedia pembelajaran, Sankey et al (2011) melakukan penelitian

yang berjudul the impact of multiple representations of content using multimedia on learning

outcomes across learning styles and modal preferences. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

siswa dapat belajar dengan baik lewat penggunaan unsur-unsur multimedia dan unsur-unsur

tersebut memudahkan siswa melakukan pemahaman dan retensi materi. Cheng (2012) juga

menemukan bahwa model pembelajaran berbantuan multimedia mampu meningkatkan prestasi

belajar siswa dibandingkan pembelajaran tradisional. Model pembelajaran berbantuan

multimedia dapat menyajikan konsep-konsep abstrak dan mampu menyajikan visual tiga

dimensi yang sulit bila disajikan dengan buku teks. Pembelajaran multimedia memberikan siswa

pengalaman konkret dalam kegiatan observasi maupun simulasi. Interaksi siswa dan bahan ajar

multimedia memungkinkannya belajar menggunakan intuisi dan melakukan percobaan

berulang-ulang dalam membangun konsep. Multimedia yang mengandung konten-konten

otentik juga dapat meningkatkan pemahaman siswa (Neo, Neo, & Tan, 2012).

Adegoke (2011) meneliti tentang penggunaan animasi, narasi dan teks sebagai cara

untuk menyampaikan pesan-pesan pembelajaran. Penggabungan ketiga unsur tersebut

ternyata mampu meningkatkan daya ingat siswa dan siswa menggunakan pengetahuannya.

Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Ogochukwu (2010). Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa presentasi multimedia mampu menarikan minat siswa, keterlibatan dalam belajar,

membuat pembelajaran menyenangkan dan siswa mulai menyukai pembelajaran matematika.

Nordin, Masri, dan Ahman (2010) menyatakan bahwa elemen multimedia telah membuat siswa

merasa lebih tertarik belajar. Hal yang menjadi daya tarik adalah penggunaan multimedia
seperti audio, visual maupun animasi yang memberikan pilihan belajar visual dan audio

dibandingkan audio saja. Unsur-unsur multimedia dan antarmuka cukup membantu

memudahkan siswa belajar. Melalui multimedia siswa tidak hanya membaca lewat teks, siswa

juga dapat menggunakan navigasi untuk mengakses konten sesuai dengan kecepatan

belajarnya.

Berkaitan dengan model pembelajaran berbasis proyek, Boondee et al (2011) melakukan

penelitian berjudul a learning and teaching model using project-based learning (PBL) on the

web to promote cooperative learning. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa skor rata-rata

posttest lebih tinggi dari skor rata-rata pretest pada taraf signifikansi 0,05. Ini berarti prestasi

belajar siswa meningkat setelah belajar menggunakan model pembelajaran berbasis proyek

melalui web. Begitu juga produk yang dihasilkan oleh masing-masing kelompok, semuanya

masuk kategori tinggi. Hal ini menandakan bahwa siswa memiliki pandangan positif terhadap

pengerjaan produk. Kerja sama siswa berada pada kategori tinggi. Siswa bertanggung jawab

atas tugas yang diberikan dan berbagi ide untuk mencapai keberhasilan proyek. Penelitian

sejenis juga dilakukan oleh Eskrootchi dan Oskrochi (2010) yang mengintegrasikan

pembelajaran berbasis proyek dengan simulasi berbasis komputer. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa siswa belajar secara aktif membangun pengetahuan dari kombinasi

pengalaman, interpretasi, dan interaksi terstruktur dengan teman sebaya dan guru saat

menggunakan teknologi.

Penelitian yang dilakukan oleh Memisoglu (2011) menunjukkan bahwa project based

learning dapat membantu siswa mengakses informasi, meningkatkan pemahaman, dan

meningkatkan kemampuan praktek bila dibandingkan dengan pembelajaran tradisional.

Penelitian yang tidak jauh berbeda juga dilakukan oleh Bas (2011). Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa pendekatan project based learning ternyata lebih efektif dari pada
pembelajaran yang didasarkan pada buku teks. Pembelajaran berbasis proyek juga telah dapat

mengembangkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris. Pembelajaran

berbasis proyek membuat siswa termotivasi belajar dan memungkinkan siswa membangun

pengetahuan dengan menerima ide-ide yang berbeda dan memahami sudut pandang orang

lain dan menegosiasikan solusi. Keterampilan ini yang diperlukan dalam dunia nyata, sehingga

berimbas pada sikap positif siswa terhadap pembelajaran. Menurut Aiedah dan Audrey Lee

(2012) pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan aktivitas kolaboratif. Lingkungan PjBl

membuat siswa senang dan menikmati pengerjaan proyek dan berbagai pengalaman dengan

teman sejawat. Siswa juga merasa bangga terhadap proyek yang telah dikerjakan.

G. Kerangka Berpikir

Orientasi utama lulusan SMK adalah bekerja baik itu menciptakan lapangan kerja sendiri

maupun bekerja pada dunia usaha atau dunia industri. Standar kompetensi lulusan

mempersyaratkan tamatan SMK memiliki sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang

memadai untuk bekerja. Hal ini yang menyebabkan kandungan materi praktek di SMK lebih

banyak dari pada di SMA. SMK memiliki kelompok pelajaran produktif yang berorientasi

mengembangkan keterampilan siswa. Khusus untuk SMK dengan kompetensi keahlian

multimedia, salah bagian dari kelompok pelajaran produktif adalah mata pelajaran produksi

audio dan video.

Tujuan mata pelajaran produksi audio video di SMK Negeri 1 Sukasada yaitu peserta didik

diharapkan memiliki kompetensi dalam hal merancang kegiatan pra produksi, produksi, dan

pasca produksi produk audio dan video. Namun kenyataannya hasil belajar siswa masih rendah

dan produk-produk yang dihasilkan siswa juga belum memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

Produk yang dihasilkan juga belum dapat memenuhi permintaan masyarakat.


Ada beberapa permasalahan pembelajaran yang diduga menjadi rendahnya kualitas

produk hasil pembelajaran yang bermuara pada rendahnya hasil belajar siswa. Pertama,

terbatasnya bahan ajar yang relevan dengan kebutuhan siswa dan tingkat perkembangan

kognitif siswa. Bahan ajar yang ada lebih banyak berupa buku teks. Buku teks cenderung

menggunakan bahasa yang tidak familiar dengan siswa. Kelemahan lain buku teks adalah tidak

mampu menyajikan unsur multimedia seperti video, animasi, gambar, suara, dan unsur

interaktivitas. Kelemahan-kelemahan buku teks ini dapat menyebabkan siswa sulit memahami

apa yang disampaikan lewat buku teks. Kedua, siswa merasa sudah belajar apabila

menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) yang diberikan oleh gurunya di sekolah. Dampaknya

siswa belum secara optimal mengerahkan seluruh potensinya untuk mengkonstruksi

pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur. Penyelesaian PR belum cukup

untuk memahami dan mengembangkan suatu konsep secara mendalam. Ketiga, pengetahuan

berupa prosedural sulit dipahami peserta didik apabila disajikan dengan kata-kata saja.

Kesulitan yang dialami siswa dapat menurunkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran.

Keempat, siswa belum optimal melakukan kerja sama dalam menyelesaikan proyek-proyek.

Kecenderungan yang terjadi, siswa yang lebih pintar mendominasi penyelesaian proyek. Siswa

yang memiliki kemampuan rendah, hanya bisa menonton bahkan tidak bisa diajak bekerja.

Kelima, terbatasnya sarana pendukung pembelajaran seperti komputer dan peralatan perekam

audio dan video. Terbatasnya sarana pembelajaran tentu akan membatasi ruang gerak siswa

dalam mengaplikasikan teori menggunakan alat-alat produksi.

Permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran memerlukan solusi inovatif.

Tentunya, tidak semua masalah akan terselesaikan dengan solusi yang diajukan. Harapannya,

solusi yang ditawarkan mampu mengurangi permasalahan yang terjadi dan memberikan

dampak positif terhadap peningkatan kualitas proses sekaligus produk hasil pembelajaran.
Solusinya adalah pemanfaatan bahan ajar multimedia berbasis proyek pada pembelajaran

produksi audio dan video.

Bahan ajar multimedia memiliki inovasi dengan mengadopsi model project based learning.

Bahan ajar ini digunakan untuk membantu siswa secara individu membangun pengetahuan dan

selanjutnya secara kelompok menyelesaikan proyek-proyek. Bahan ajar multimedia ini berbeda

dengan bahan ajar tercetak. Dilibatkannya unsur multimedia karena materi pembelajaran lebih

banyak bercirikan pengetahuan prosedural. Selanjutnya, cara membelajarkan materi ajar pada

bahan ajar digunakan model pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran berbasis proyek

digunakan atas dasar pertimbangan yaitu ketika siswa menguasai materi secara individu

selanjutnya siswa akan diberikan topik-topik permasalahan yang terkait dengan kehidupan

sehari-hari. Memastikan permasalahan itu benar-benar masalah yang otentik, siswa perlu

melakukan investigasi ke lapangan. Permasalahan yang ditemui dipecahkan siswa secara

berkelompok. Siswa saling bertukar pendapat, ide maupun gagasan. Ide yang telah disepakati,

diimplementasikan melalui penyelesaian sebuah proyek yang berorientasi produk guna

memecahkan masalah. Tentunya kegiatan pembelajaran ini terkait dengan pembelajaran tatap

muka di sekolah. Dengan demikian pemahaman siswa secara individu belajar lewat bahan ajar,

selanjutnya akan semakin mendalam pemahamannya dan mampu membangun keterampilan

kerja melalui pengerjaan sebuah proyek secara kolaboratif.

Bahan ajar yang dikembangkan sebagai salah satu solusi pemecahan masalah proses

pembelajaran, diharapkan memberikan manfaat kepada pebelajar dan pengajar selaku ujung

tombak keberhasilan belajar pebelajar. Berdasarkan uraian permasalahan pembelajaran beserta

solusi yang ditawarkan dapat diilustrasikan kerangka berpikir pada Gambar 2.8.

1. Terbatasnya bahan ajar yang relevan dengan kebutuhan siswa


2. Siswa merasa sudah belajar apabila menyelesaikan pekerjaan rumah (PR)
3. Pengetahuan berupa prosedural sulit dipahami peserta didik tanpa bantuan
media pembelajaran
4. Siswa belum optimal melakukan kerja sama dalam menyelesaikan proyek-
proyek
5. Terbatasnya sarana pendukung pembelajaran (komputer) di sekolah
Gambar 2.8 Kerangka Berpikir Pengembangan Modul Multimedia

Berdasarkan gambar di atas, ada lima sumber yang menyebabkan rendahnya hasil

belajar siswa. Atas permasalahan tersebut, diperlukan sebuah solusi, sehingga perlu dilakukan

inovasi dalam pembelajaran. Solusi yang diajukan berupa pengembangan bahan ajar
multimedia berbasis proyek. Bahan ajar ini berlandaskan pada multimedia pembelajaran dan

pembelajaran berbasis proyek. Diimplementasikan bahan ajar multimedia di sekolah dan di luar

sekolah diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran produksi audio

dan video di SMK Negeri 1 Sukasada.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Model Penelitian dan Pengembangan

Model penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (research and development).

Sugiyono (2009: 297) menyatakan metode penelitian dan pengembangan adalah metode

penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk

tersebut. Borg dan Gall (2003), menyatakan penelitian pengembangan adalah penelitian

yang berorientasi untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan

dalam pendidikan. Richey dan Klein (2007) menyatakan design and development research as

the systematic study of design, development and evaluation processes with the aim of

establisihing an empirical basis for the creation of instructional and non-instructional products

and tools and new or enhanced models that govern their development. Definisi penelitian

desain dan pengembangan menurut Richey dan Klein memiliki tiga hal utama. Pertama,

penelitian desain dan pengembangan adalah suatu penelitian yang sistematis meliputi proses

desain, pengembangan, dan evaluasi. Kedua, tujuan penelitian adalah menetapkan dasar

empiris untuk menciptakan suatu produk dan alat baik yang bersifat pembelajaran maupun

non-pembelajaran. Ketiga, produk dan alat yang dihasilkan tersebut bisa berupa hal baru

maupun memperbaiki dari yang sudah ada.


Model penelitian pengembangan yang digunakan berupa model prosedural. Model

prosedural adalah model yang bersifat deskriptif menunjukkan langkah-langkah yang harus

diikuti untuk menghasilkan produk (Puslitjaknov, 2008). Model pengembangan menggunakan

model Luther (dalam Sutopo, 2003). Alasan dipilihanya model Luther yaitu model Luther

memiliki karakteristik sama dengan mata pelajaran produksi audio dan video yaitu langkah-

langkah pengembangan dilakukan berurutan. Mata pelajaran produksi audio dan video

mencakup tiga konsep utama yang harus dikuasai yaitu praproduksi, produksi, dan

pascaproduksi. Konsep-konsep tersebut harus dikuasai secara bertahap. Kedua, model Luther

disajikan secara ringkas dan setiap langkah dipaparkan secara jelas sehingga memudahkan

melakukan pengembangan produk pembelajaran. Ketiga, Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penggunaan model Luther mempengaruhi kualitas pengembangan produk dan pembelajaran.

Seperti halnya pengembangan multimedia yang dilakukan oleh Mardika. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kualitas multimedia pembelajaran yang dikembangkan ditinjau dari aspek

isi, pembelajaran, tampilan, dan pemrograman adalah baik. Penggunaan multimedia

pembelajaran berdampak baik terhadap ketuntasan belajar siswa dari 20 siswa terdapat 19

siswa (95%) yang tuntas belajar dalam pembelajaran. Ini berarti pengembangan produk

menggunakan model Luther menuntun langkah-langkah pengembangan menjadi sistematis

sehingga turut mempengaruhi kualitas produk.

B. Prosedur Pengembangan Produk

Pengembangan bahan ajar multimedia mengikuti prosedur pengembangan yaitu langkah-

langkah prosedural yang harus ditempuh oleh pengembang dalam menghasilkan suatu produk.

Tahap pengembangan bahan ajar multimedia mengikuti langkah-langkah seperti dijelaskan

pada model pengembangan yang digunakan. Prosedur pengembangan berguna untuk lebih
memperjelas tentang bagaimana langkah prosedural yang harus dilalui agar sampai ke produk

yang diharapkan. Prosedur pengembangan mengikuti model Luther seperti tersaji pada Gambar

3.1

Desain

Konsep Mengumpulkan
Bahan

Distribusi Pembuatan

Testing

Gambar 3.1 Tahap Pengembangan Bahan Ajar Multimedia Berbasis Proyek

(Luther dalam Sutopo, 2003)

a. Konsep

Tahap konsep terdiri dari beberapa kegiatan yaitu: a) melakukan analisis kebutuhan, b)

menentukan tujuan (standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan tujuan

pembelajaran), c) menganalisis karakteristik siswa, dan d) memetakan objek belajar dengan

multimedia. Analisis kebutuhan dimulai dari mengidentifikasi kesenjangan antara keadaan

sekarang dengan keadaan yang diharapkan (Suparman, 2012). Analisis kebutuhan juga

dilakukan terhadap solusi yang belum ada untuk mengatasi kesenjangan. Menurut Harles

(dalam Suparman, 2012) ada tiga kelompok orang yang dapat dijadikan sumber informasi

dalam mengidentifikasi kebutuhan yaitu peserta didik, masyarakat, dan pendidik. Analisis
kebutuhan juga dilakukan terhadap tema proyek yang akan diangkat dalam bahan ajar. Analisis

ini dilakukan untuk memastikan apakah tema proyek tersebut relevan dan dibutuhkan oleh

masyarakat.

Penetapan tujuan merupakan hal utama dalam menentukan kegunaan produk. Aspek

tujuan dimaksud adalah menetapkan SK dan KD. Mengembangkan indikator pencapaian

kompetensi berdasarkan KD dan selanjutnya mengembangkan tujuan pembelajaran. Rumusan

tujuan pembelajaran akan menentukan ruang lingkup materi yang akan dibelajarkan termasuk

jenis penilaian dalam bahan ajar guna mengukur ketercapaian tujuan belajar.

Menganalisis karakteristik sasaran atau siswa perlu dilakukan karena mempengaruhi

pembuatan desain dan mempengaruhi komunikatif tidaknya produk yang dikembangkan.

Menganalisis karakteristik siswa dimaksudkan untuk mengetahui ciri-ciri perseorangan siswa.

Beberapa karakteristik yang termasuk di dalamnya adalah bakat, kematangan tingkat berpikir,

motivasi, dan kemampuan awalnya. Hasil langkah analisis karakteristik siswa berupa daftar

yang memuat pengelompokan karakteristik siswa (Degeng, 1997).

Menetapkan objek belajar dengan multimedia dilakukan untuk menentukan jenis objek

baik itu teks, gambar, audio, video, maupun animasi yang digunakan untuk mencapai suatu

tujuan pembelajaran. Pemetaan ini akan menghasilkan jenis-jenis objek multimedia yang

diperlukan dalam bahan ajar.

b. Desain

Tahap desain adalah membuat spesifikasi secara rinci mengenai arsitektur proyek, gaya, dan

kebutuhan material untuk proyek. Kegiatan yang dilakukan pada tahap desain yaitu: a)

membuat flowchart view, b) storyboard, c) desain navigasi, dan d) desain screen (tampilan).

Flowchart view disebut juga diagram tampilan adalah diagram yang memberikan gambaran
aliran dari scene (tampilan) ke scene lainnya. Dalam flowchart view dapat dilihat komponen

yang terdapat dalam suatu scene. Pembuatan storyboard bertujuan memberi gambaran seperti

apa materi ajar akan disampaikan. Storyboard memudahkan pengembang memahami alur

sajian materi dan komponen lainnya dalam multimedia. Terdapat beberapa macam versi

pembuatan storyboard, namun dapat dikenali dua macam cara yang sangat berbeda. Pertama,

storyboard merupakan rangkaian gambar manual yang dibuat secara keseluruhan sehingga

menggambarkan suatu cerita (Halas dalam Sutopo, 2003). Kedua, storyboard merupakan

deskripsi dari setiap scene yang secara jelas menggambarkan objek multimedia serta

perilakunya (Luther dalam Sutopo, 2003). Desain struktur navigasi ada berbagai jenis yaitu

model navigasi linear, model hierarki, model spoke-and-hub, dan model full web. Desain bahan

ajar multimedia menggunakan model navigasi hierarki. Konsep navigasi ini dimulai dari satu

node yang menjadi halaman utama atau halaman awal. Mulai dari halaman awal dibuat

beberapa cabang ke halaman-halaman level 1. Bila diperlukan, dari tiap halaman level 1 dapat

dikembangkan menjadi beberapa cabang lagi. Desain screen (tampilan) berpedoman pada

beberapa aspek yaitu: a) penyajian visual tidak boleh memberikan pengertian ambigu, sehingga

membingungkan pengguna, b) bentuk visual konsisten, dan c) bentuk visual komunikatif dan

estetis. Prinsip lain yang digunakan yaitu visual memenuhi aspek keteraturan, keseimbangan,

warna, kemudahan dibaca, dan menarik (Smaldino, Lowther, dan Russell, 2008).

c. Pengumpulan Bahan

Pengumpulan bahan dapat dikerjakan paralel dengan tahap pembuatan. Pada tahap ini

dilakukan pengumpulan bahan seperti clipart image, animasi, audio, berikut pembuatan gambar

grafik, foto, audio, dan lain-lain yang diperlukan untuk tahap berikutnya. Bahan yang diperlukan

dalam multimedia dapat diperoleh dari sumber-sumber seperti library, bahkan yang sudah ada

pada pihak lain atau pembuatan khusus yang dilakukan oleh pengembang.
d. Pembuatan

Tahap pembuatan merupakan tahap di mana seluruh objek multimedia dibuat.

Pembuatan dilakukan berdasarkan storyboard, flowchart, dan struktur navigasi yang berasal

dari tahap desain. Objek multimedia seperti teks, gambar, animasi, suara, dan video dirangkai

sesuai dengan perannya masing-masing. Rangkaian objek multimedia disajikan menggunakan

interface atau halaman antar muka. Interface ini menghubungkan pengguna berinteraksi dan

mengakses objek multimedia. Tampilan interface dapat mempengaruhi kemudahan akses

pengguna, sehingga selama proses pembuat penting memperhatikan karakteristik sasaran.

e. Testing

Testing atau pengujian merupakan tahapan yang dilakukan setelah tahap pembuatan

dan seluruh data yang dimasukkan ke dalam produk multimedia. Testing dilakukan secara

modular untuk memastikan apakah hasilnya sudah seperti yang diinginkan. Tahap ini disebut

tahap pengujian alpha yang pengujiannya dilakukan oleh pembuat. Hal terpenting adalah

multimedia dapat berjalan dengan baik ketika akan digunakan oleh pengguna.

f. Distribusi

Tahap distribusi merupakan tahap di mana produk direproduksi dan didistribusikan

kepada pengguna untuk digunakan dalam rangka evaluasi. Adapun aktivitas rinci yang

dilakukan yaitu pembuatan master program yang bertujuan menghindari program terkena virus,

file rusak, file hilang, dan file mengalami error. Kedua, pembuatan buku panduan yang berisi

petunjuk pengoperasian bahan ajar multimedia. Buku panduan terdiri dari dua jenis yaitu buku

panduan untuk guru dan untuk siswa. Ketiga, pembuatan kemasan bahan ajar berupa kemasan

CD dan label CD. Keempat, menggandakan bahan ajar dan di-copy atau di-instal pada masing-

masing komputer siswa.


Bahan ajar yang telah melewati enam tahap pengembangan multimedia menurut

Luther, selanjutnya dilaksanakan evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk dapat meningkatkan

kualitas produk yang dikembangkan. Scriven (dalam Suparman, 2012) membedakan evaluasi

menjadi dua macam yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah

suatu proses yang dilakukan pengembang memperolah data untuk merevisi pembelajaran

agar lebih efektif dan efisien (Dick, Carey, dan Carey, 2005: 276). Berdasarkan definisi tersebut

jelas evaluasi formatif bertujuan untuk menentukan apa yang harus ditingkatkan atau direvisi

agar produk lebih sistematis, efektif, dan efisien. Evaluasi sumatif terhadap bahan ajar tidak

dilakukan. Evaluasi formatif terhadap bahan ajar mengadopsi tahapan evaluasi formatif

menurut Dick, Carey, dan Carey (2005) yaitu tahap evaluasi formatif yaitu evaluasi satu-satu,

evaluasi kelompok kecil, dan evaluasi lapangan. Tiga tahap evaluasi tersebut didahului dengan

melaksanakan review oleh ahli.

C. Uji Coba Produk

Uji coba adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui mutu sesuatu, sebelum

digunakan atau diaplikasikan. Uji coba produk dalam penelitian ini terdiri dari atas: 1) desain uji

coba, 2) subjek coba, 3) jenis data, 4) instrumen pengumpulan data, dan 5) teknik analisis

data. Uji coba atau disebut juga evaluasi formatif digunakan untuk membuktikan tingkat

validitas bahan ajar multimedia yang dikembangkan. Tahapan evaluasi formatif mengikuti

sebagai mana dinyatakan oleh Dick, Carey, dan Carey (2005).

a. Desain Uji Coba

Produk pengembangan harus melewati serangkaian uji coba untuk mengetahui tingkat

validitas dan efektivitasnya. Tingkat validitas produk dapat diketahui melalui hasil analisis

review ahli isi, ahli media, ahli desain pembelajaran, uji perorangan, uji kelompok kecil, dan uji
lapangan. Tingkat keefektifan bahan ajar dapat diketahui melalui skor rata-rata pretest dan

posttest saat uji lapangan.

Desain uji coba dimaksudkan untuk memudahkan memahami dan melakukan tahapan-

tahapan evaluasi formatif bahan ajar yang dikembangkan. Bahan ajar yang telah melewati

tahap distribusi sesuai model Luther disebut sebagai draf I. Mengacu pada tahapan evaluasi

formatif, evaluasi yang dilakukan pertama adalah validasi ahli terhadap draf I. Hasil validasi

ahli selanjutnya dianalisis kemudian dilakukan revisi terhadap draf I. Hasil revisi draf I

menghasilkan draf II. Draf II selanjutnya dievaluasi pada tahap uji coba satu-satu. Masukan

dan saran pada tahap uji coba satu-satu dianalisis kemudian digunakan merevisi draf II

sehingga menghasilkan draf III. Draf III selanjutnya dievaluasi pada tahap uji coba kelompok

kecil. Masukan dan saran peserta didik pada uji coba kelompok kecil dianalisis kemudian

digunakan untuk merevisi draf III sehingga menghasilkan draf IV. Draf IV selanjutnya

dievaluasi pada tahap uji lapangan. Masukan dan saran peserta didik maupun guru pengampu

mata pelajaran saat uji lapangan digunakan untuk merevisi bahan ajar. Pada tahap uji lapangan

dilakukan pretest dan posttest untuk mengetahui efektivitas bahan ajar. Desain uji coba bahan

ajar disajikan pada Gambar 3.2.

LANGKAH UJI COBA INSTRUMEN RESPONDEN

Draf I a. Angket ahli isi a. Ahli isi


b. Angket ahli
b. Ahli media
media
Analisis & revisi I
Angket ahli desain
Draf II Ahli desain
Angket uji coba
perorangan

Angket uji coba 3 orang siswa


Analisis & revisi II
kelompok kecil
Draf III 12 orang siswa

Analisis & revisi III


a. Angket untuk 1 orang guru
guru mata
pelajaran 30 orang siswa
b. Angket untuk
30 orang siswa
c. Tes hasilbelajar

Analisis & revisi IV

Draf V

Analisis & revisi V

PRODUK AKHIR

(media video
pembelajaran)

Gambar 3.2 Desain Uji Coba Draf Pengembangan Produk (Santyasa, 2009)

b. Subjek Coba

Subjek coba pengembangan bahan ajar multimedia adalah para ahli, siswa, dan

guru. Rinciannya: a) satu orang ahli isi, b) satu orang ahli media, c) satu orang ahli

desain pembelajaran, d) tiga orang siswa pada tahap uji perorangan, e) 12 orang pada

uji kelompok kecil, f) satu orang guru mata pelajaran, dan g) 30 orang pada uji coba

lapangan.

1. Tahap Review Ahli (Experts Review)


Review ahli bertujuan untuk memperoleh pendapat ahli tentang berbagai aspek. Adapun

data yang diperlukan yaitu ketetapan isi menurut ahli isi, memadai atau tidaknya strategi

pembelajaran dari ahli desain pembelajaran, dan desain fisik dari ahli media pembelajaran.

Jumlah subjek coba pada tahap ini yaitu satu orang ahli isi mata pelajaran, satu orang ahli

desain pembelajaran, dan satu orang ahli media pembelajaran. Para ahli ditetapkan dengan

mempertimbangkan kriteria pendidikan (minimal doktor), keahlian, pengalaman, ketersediaan

waktu dan tenaga untuk memberikan data yang diperlukan.

2. Tahap Uji Coba Perorangan

Uji coba perorangan dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengurangi kesalahan-

kesalahan yang secara nyata terdapat dalam produk pengembangan. Evaluasi ini juga untuk

mendapatkan komentar dari peserta didik tentang tingkat kesulitan dalam memahami konten

dalam produk.

Pada tahap uji coba perorangan perlu diketahui berapa semestinya jumlah subjek yang

digunakan. Menurut Dick, Carey dan Carey (2005: 282) bahwa tiga orang siswa atau lebih

sudah cukup mewakili populasi sasaran. Berdasarkan pendapat tersebut, digunakan tiga orang

siswa saat uji coba perorangan karena dianggap cukup untuk memperoleh informasi revisi

produk.

Hal lain yang perlu diperhatikan saat uji coba perorangan adalah karakteristik subjek

coba. Menurut Dick, Carey dan Carey (2005: 283), siswa yang diambil bukan secara acak, tetapi

siswa yang dapat mewakili ciri-ciri populasi yaitu satu orang yang memiliki kemampuan di atas

rata-rata, satu orang memiliki kemampuan rata-rata, dan satu orang memiliki kemampuan di

bawah rata-rata. Berdasarkan pendapat di atas dipilih satu orang siswa dengan prestasi belajar
tinggi, satu orang siswa prestasi belajar sedang, dan satu orang siswa prestasi belajar rendah.

Perbedaan prestasi belajar siswa dilihat pada nilai rapor semester akhir.

3. Tahap Uji Coba Kelompok Kecil

Uji coba kelompok kecil merupakan salah satu bentuk evaluasi yang dilakukan setelah

review ahli dan uji coba perorangan. Evaluasi ini bertujuan mengidentifikasi kekurangan produk

pengembangan setelah direvisi berdasarkan review ahli dan uji perorangan. Terkait dengan

jumlah siswa yang diperlukan dalam evaluasi ini, Dick, Carey dan Carey (2005: 288)

menyatakan bahwa jumlah yang diperlukan hanya terdiri dari 8-20 orang. Apabila kurang dari 8

orang dianggap tidak representatif mewakili populasi sasaran. Suparman (2012: 308)

menyatakan jumlah siswa pada uji kelompok kecil tidak termasuk siswa yang telah ikut pada

tahap uji coba perorangan.

Berdasarkan pendapat Dick, Carey dan Carey, digunakan dua belas orang siswa pada uji

coba kelompok kecil. Siswa yang dipilih dalam kegiatan ini terdiri atas empat orang dengan

prestasi belajar tinggi, empat orang dengan prestasi belajar sedang, dan empat orang dengan

prestasi belajar rendah. Penentuan keduabelas orang siswa tersebut berdasarkan nilai rapor

semester terakhir.

4. Tahap Uji Coba Lapangan

Produk pengembangan yang telah direvisi berdasarkan uji coba kelompok kecil,

selanjutnya diujicobakan di lapangan. Tujuan evaluasi ini adalah mengidentifikasi kekurangan

produk pengembangan bila digunakan dalam kondisi yang mirip dengan kondisi pembelajaran

sesungguhnya (Suparman, 2012: 309). Upaya untuk meningkatkan kualitas produk yang

dikembangkan, juga dilakukan uji coba user atau pengguna produk yaitu guru mata pelajaran

produksi audio video. Produk diuji cobakan kepada satu orang guru mata pelajaran.
Jumlah uji coba lapangan menurut Dick, Carey dan Carey adalah 30 orang, karena

dengan jumlah ini akan representatif dengan target populasi dan materi yang diujicobakan.

Suparman (2012) menyatakan jumlah sampel yang bisa digunakan yaitu sebanyak 15-30 orang.

Berdasarkan pendapat tersebut digunakan subjek coba sebanyak 30 orang dengan berbagai

tingkat kepandaian yang berbeda-beda.

Pada tahap uji coba lapangan juga diselenggarakan tes awal (pretest) dan tes akhir

(posttest) untuk mengetahui efektivitas bahan ajar multimedia. Cara mengetahui keefektifan

bahan ajar digunakan uji-t melalui metode pra eksperimen. Uji-t menghasilkan perbandingan

skor rata-rata pretest dan posttest. Pretest diberikan sebelum penerapan bahan ajar multimedia

dan posttest di berikan setelah penerapan bahan ajar multimedia. Uji efektivitas tidak

menggunakan kelas pembanding, sehingga menggunakan desain penelitian the group one,

pretest-posttest design seperti tabel 3.1.

Tabel 3.1 The Group One Pretest-Posttest Design

Pretest Variabel Bebas Posttest

T1 X T2

Keterangan

X : Perlakukan menggunakan bahan ajar multimedia

T1 : Skor-skor pretest

T2 : Skor-skor posttest

c. Jenis Data

Data yang diperoleh dari evaluasi formatif dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama,

data hasil review ahli isi, ahli media, dan ahli desain pembelajaran. Kedua, data hasil uji coba
perorangan, uji coba kelompok kecil, uji coba lapangan, skor pretest dan posttest, serta hasil

review guru mata pelajaran.

Seluruh data yang diperoleh dikelompokkan menurut sifatnya menjadi dua, yaitu data

kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa masukan, komentar, dan saran tertulis dari

validator maupun siswa pada kuesioner terbuka. Data kuantitatif berupa skor yang diperoleh

melalui kuesioner tertutup dan skor-skor pretest posttest saat uji coba lapangan.

d. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data tentang kualitas bahan ajar yang

dikembangkan adalah kuesioner dan tes. Kuesioner digunakan untuk memperoleh data dari ahli

isi, ahli media, ahli desain pembelajaran, uji coba perorangan, uji coba kelompok kecil, dan uji

coba lapangan serta review guru mata pelajaran. Tes digunakan untuk mengetahui prestasi

belajar siswa antara sebelum dan sesudah menggunakan bahan ajar multimedia pada saat uji

lapangan.

Upaya memastikan validitas kuesioner dilakukan kegiatan: 1) pembuatan tabel kisi-kisi, 2)

konsultasi dengan pembimbing, dan 3) penulisan instrumen. Begitu juga, tes prestasi belajar

sebelum digunakan untuk mengukur perbedaan prestasi belajar siswa mesti melewati langkah-

langkah pengembangan tes yaitu: 1) mengidentifikasi standar kompetensi, 2) mengidentifikasi

kompetensi dasar, 3) mengidentifikasi domain dan indikator pencapaian hasil belajar, 4)

menyusun kisi-kisi tes, 5) menentukan kriteria penilaian, 6) penulisan butir-butir tes, 7) uji ahli,

8) uji lapangan, 9) analisis hasil uji lapangan, 10) revisi butir, dan 11) finalisasi tes. Analisis

hasil uji lapangan yang dimaksud menyangkut validitas isi (content validity), analisis butir, dan

konsistensi internal (internal consistency) baik butir maupun tes (Santyasa, 2005).
1. Validitas Isi

Suatu tes dikatakan valid dari segi isinya apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang

sejajar dengan isi atau materi pelajaran yang diberikan. Validasi isi suatu tes prestasi belajar

tidak terlalu penting untuk dikuantifikasi. Validitas isi cukup diestimasi berdasarkan

pertimbangan ahli isi (Santyasa, 2005). Ahli isi ditunjuk dua orang dosen dan seorang guru

mata pelajaran.

2. Analisis Butir

Tes yang digunakan saat pretest dan posttest adalah tes essay. Analisis butir tes essay

hanya menyangkut indeks kesukaran butir (IKB) dan indeks daya beda butir (IDB). Rumus yang

digunakan menghitung IKB dan IDB sebagai berikut.

IKB =
 H   L  (2 N  Score min )
2 N ( Scoremax  Scoremin )

IDB =
H L
N ( Scoremx  S cos emin )

Keterangan

H = jumlah skor kelompok atas (KA)

L = jumlah skor kelompok bawah (KB)

N = jumlah responden pada KA atau KB

Scoremax = skor tertinggi butir

Scoremin = skor terendah butir


Kriteria IKB mengacu pada rentangan berikut. 0,00-0,20 adalah sangat sukar, 0,20-0,40

sukar, 0,40-0,60 sedang, 0,60-0,80 mudah, dan 0,80-1,00 sangat mudah. Biasanya butir yang

ditoleransi sebagai tes standar adalah yang memiliki IKB = 0,30-0,70.

Kriteria IDB mengacu pada rentangan berikut. 0,00-0,20 adalah sangat rendah, 0,20-

0,40 adalah rendah, 0,40-0,60 adalah sedang, 0,60-0,80 adalah tinggi, 0,80-1,00 adalah sangat

tinggi. Untuk tes standar dianjurkan menggunakan tes yang memiliki IDB > 0,20.

3. Konsistensi Butir dan Tes

a. Konsistensi Butir Tes

Analisis butir tes standar tidak dapat ditentukan hanya oleh IKB, IDB, dan untuk

tes pilihan ganda oleh keefektifan pengecoh, tetapi juga harus ditambah oleh analisis

konsistensi internal baik konsistensi internal butir maupun konsistensi internal tes

(reliabilitas tes). Menurut Santyasa (2005) konsistensi internal butir adalah tingkatan

konsistensi butir dalam pengukuran apa yang seharusnya diukur. Konsistensi internal

butir dapat diestimasi dari indeks korelasi antara skor butir dan skor total. (Long et al

dalam Santyasa, 2005). Indeks korelasi butir-total dapat dihitung dengan formula

product moment.

N  XY   X  Y
rxy 
N  X 2

  X  N  Y 2   Y 
2 2

Keterangan

rxy = indeks korelasi butir-total

N = jumlah responden

X = skor butir
Y = skor total.

Kriteria estimasi yang digunakan adalah indeks korelasi butir-total di atas 0,30 disebut

sebagai butir yang memiliki derajat konsistensi internal butir yang tinggi, sedangkan indeks

korelasi yang berada pada rentangan 0,10-0,30 direkomendasikan untuk direvisi (Long et al

dalam Santyasa, 2005).

b. Konsistensi Tes

Gay (dalam Santyasa, 2005) menyatakan reliabilitas tes adalah derajat pada mana

suatu tes dapat mengukur secara konsisten apa yang seharusnya diukur. Tes essay

yang digunakan mengukur prestasi belajar akan menghasilkan skor non dikotomi

sehingga koefesien reliabilitas tes diestimasi berdasarkan koefesien alfa Cronbach.

Koefesien alfa Cronbach dapat dihitung dengan formula Mehrens dan Lehmann (1984)

n   Si 
2

Alfa Cronbach = 1  
n  1  S x2 

Keterangan

n = jumlah butir tes

Si2 = varian butir

Sx2 = varian total tes

Kriteria rentangan koefesien reliabilitas: 0,00-0,20 adalah sangat rendah, 0,20-0,40

rendah, 0,40-0,60 sedang, 0,60-0,80 tinggi, dan 0,80-1,00 sangat tinggi. Tes prestasi belajar

dengan indek reliabilitas berada pada kategori sedang, tinggi, dan sangat tinggi ditoleransi

untuk diterima sebagai perangkat tes yang relatif baku (Santyasa, 2005).
Tabel 3.1 Jenis Instrumen dan Data

Kode
Produk Jenis
No. Responden Instrumen Instrume
Penilaian Data
n

1. Ahli isi Kuesioner A-1 Bahan ajar Kualitatif


multimedia

2. Ahli media Kuesioner A-2 Bahan ajar Kualitatif


multimedia

3. Ahli desain Kuesioner A-3 Bahan ajar Kualitatif


pembelajaran multimedia

4. 3 orang siswa Kuesioner B-1 Bahan ajar Kualitatif


uji perorangan multimedia

5. 12 orang siswa Keusioner B-2 Bahan ajar Kualitatif


uji kelompok multimedia
kecil

6. 30 orang siswa Kuesioner B-3 Bahan ajar Kualitatif


uji lapangan multimedia

7. 1 orang guru Kuesioner C Bahan ajar Kualitatif


mata pelajaran multimedia

8. Ahli isi, media, Kuesioner D-1 Buku Kualitatif


desain, dan panduan
guru mata bahan ajar
pelajaran multimedia
untuk guru

9. Ahli isi, media, Kuesioner D-2 Buku Kualitatif


desain, dan panduan
guru mata bahan ajar
pelajaran multimedia
untuk siswa

8. 30 orang siswa Tes prestasi F Bahan ajar Kuantitatif


belajar multimedia
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Uji Validitas Produk

No Tahapan Evaluasi Aspek Jumlah


Formatif Butir

1. Validasi ahli isi 1. Materi


2. Strategi penyampaian
3. Bahasa 37

2. Validasi ahli media 1. Organisasi dan navigasi 38


pembelajaran 2. Tampilan
3. Gambar, video, suara,
dan animasi
4. Daya tarik
5. Rekayasa perangkat
lunak
3. Validasi ahli desain 1. Analisis Pembelajaran
pembelajaran 2. Materi
3. Strategi penyampaian 30
pesan
4. Latihan/tes
4. Uji perorangan 1. Materi 10
2. Desain Pembelajaran
3. Implementasi
4. Kualitas Teknis
5. Uji kelompok kecil 1. Efektifitas dan efisiensi 30
2. Implementasi
3. Materi
4. Desain Pembelajaran
6. Uji lapangan 1. Implementasi 30
2. Kesinambungan
3. Efektivitas
4. Penerimaan dan
kemenarikan
7. Uji guru mata pelajaran 1. Penyajian materi 50
2. Media pembelajaran
3. Latihan
4. Umpan balik
Kisi-kisi instrumen di adaptasi dari model pengembangan bahan ajar multimedia

menurut Roblyer dan Doering (2010), Depdiknas (2010), Smaldino, Lowther, dan

Russell (2008).

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Uji Validitas Buku Panduan Guru dan Siswa

Aspek Komponen Jumlah Butir

Kelayakan penyajian Penyajian runut 1

Kelayakan isi Kebenaran panduan 2

Kelayakan bahasa Kelugasan bahasa 1

Kebermanfaatan Fungsi buku panduan 1

Kualitas fisik Kemenarikan kemasan 1

Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Hasil Belajar

SK KD Indikator Butir Soal Per Jenjang Jumlah


Kemampuan Soal

C1 C2 C3 C4

Menggabungk Mengoperasikan 1. Menjelaskan tahap 1,3 2


an audio dan software video pasca produksi
video ke dalam digital video
2. Mendefinisikan
sajian 2
software video 1
multimedia editing
3. Mengidentifikasi
jenis-jenis software
video editing
4. Memasang salah
satu software video 2
editing pada 4,5
komputer
5. Memindahkan file
video editing dari
handycam ke
komputer 6,7 2
menggunakan
software video
editing
6. Menggunakan fitur-
fitur software
video editing
7. Menyimpan
dan membuka 8,9 2
kembali video yang
telah diedit

10,11,1 4
2,13

14
1

Jumlah Butir 3 2 9 14

e. Metode Analisis Data

Penelitian pengembangan ini menggunakan dua macam teknik analisis data yaitu analisis

deskriptif kualitatif dan analisis statistik deskriptif.

1. Analisis Deskriptif Kualitatif

Analisis deskriptif kualitatif yaitu suatu cara analisis/pengolahan data dengan jalan

menyusun secara sistematis dalam bentuk kalimat/kata-kata, kategori-kategori mengenai suatu

objek (benda, gejala, variabel tertentu), sehingga akhirnya diperoleh kesimpulan umum
(Agung, 2010: 67). Analisis ini ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang berbagai kondisi

lapangan yang bersifat tanggapan dan pandangan. Teknik ini digunakan menganalisis

tanggapan-tanggapan hasil review ahli isi, ahli media, ahli desain pembelajaran, uji coba

perorangan, uji coba kelompok kecil, dan uji coba lapangan. Hasil analisis digunakan untuk

merevisi rancangan produk pengembangan berupa bahan ajar multimedia, panduan guru, dan

panduan siswa.

2. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengolah data yang diperoleh melalui angket

dalam bentuk deskriptif persentase. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase dari

masing-masing subjek sebagai berikut.

presentase 
 Skor  100%
SMI

Keterangan

∑Skor = jumlah skor

SMI = skor maksimal ideal

Selanjutnya, untuk menghitung persentase keseluruhan subjek digunakan rumus berikut.

F
rerata presentase 
N

Keterangan:

F = jumlah persentase keseluruhan subjek

N = banyak subjek
Pedoman yang digunakan untuk dapat memberikan makna dan pengambilan keputusan

disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Pedoman Konversi Tingkat Pencapaian dengan Skala 5

Tingkat Pencapaian
Kualifikasi Keterangan
(%)

90-100 Sangat baik Tidak perlu direvisi

75-89 Baik Sedikit direvisi

65-74 Cukup Direvisi secukupnya

55-64 Kurang Banyak hal yang direvisi

0-54 Sangat kurang Diulangi membuat produk

Sumber: Tegeh dan Kirna (2010)

Skor-skor pretest dan posttest yang diperoleh saat uji coba lapangan, selanjutnya

dianalisis menggunakan uji-t. Hipotesis penelitian yang diuji adalah sebagai berikut.

H0: tidak terdapat perbedaan hasil belajar produksi audio dan video setelah menggunakan

bahan ajar multimedia dan sebelum menggunakan bahan ajar multimedia.

H1: terdapat perbedaan hasil belajar produksi audio dan video setelah menggunakan bahan

ajar multimedia dan sebelum menggunakan bahan ajar multimedia.

Hipotesis tersebut secara statistik dapat dirumuskan sebagai berikut.

H0 : 1   2

H1 : 1   2

Keterangan:
1 = rata-rata hasil belajar produksi audio dan video setelah menggunakan bahan ajar
multimedia.
 2 = rata-rata hasil belajar produksi audio dan video sebelum menggunakan bahan ajar
multimedia.

Hipotesis penelitian diuji dengan uji-t (paired samples t-test) dan dibantu dengan

menggunakan perangkat lunak SPSS 16.0. Kriteria untuk menginterpretasikan hasil

analisis dilakukan dengan mekanisme berikut.

1. Taraf signifikansi uji yang digunakan adalah a = 0,05.

2. Membandingkan signifikansi yang digunakan (a) dengan signifikansi yang

diperoleh.

3. Jika signifikansi yang diperoleh < a, maka H1diterima, sebaliknya jika

signifikansi yang diperoleh ≥ a, maka H0 diterima.

Daftar Rujukan

RANGKUMAN
Analisis kebutuhan perlu dilakukan oleh seorang peneliti penelitian
pengembangan untuk mendapatkan data yang akurat mengenai hal-hal yang menjadi
kebutuhan penting kelompok subyek atau populasi tertentu. Data yang diperoleh
melalui kegiatan analisis kebutuhan dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk
mengambil tindakan yang tepat untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Khusus untuk penelitian pengemabngan, hasil analisis kebutuhan dapat menjadi bahan
penulisan latar belakang penelitian, sehingga produk yang dihasilkan benar-benar
memberi manfaat bagi kelompok masyarakat tertentu yang membutuhkannya. Analisis
kebutuhan terdiri atas tiga kegiatan pokok, yakni kegiatan (1) praanalisis kebutuhan,
(2) analisis kebutuhan, dan (3) pasca analisis kebutuhan.
Sebelum melakukan suatu kegiatan penelitian, peneliti menuliskan proposal
penelitian. Penulisan proposal penelitian pengembangan hendaknya mengikuti pedoman
penulisan tugas akhir, skripsi, tesis, dan disertasi suatu lembaga atau perguruan tinggi.
Gaya selingkung penulisan proposal penelitian pengembangan telah dicantukan pada
pedoman tersebut, sehingga peneliti harus mencermati dan mempelajari pedoman
penulisan tugas akhir, skripsi, tesis, dan disertasi yang berlaku pada suatu lembaga
atau perguruan tinggi.

TES AKHIR BAB


Jawablah pertanyaan di bawah ini!

1. Jelaskan langkah-langkah analisis kebutuhan!


2. Tuliskan contoh proposal penelitian pengembangan!
DAFTAR PUSTAKA

Anglada, D. 2007. ”An Introduction to Instructional Design: Utilizing a Basic Design Model”. Tersedia
pada http://www.pace.edu/ctlt/newsletter (diakses tanggal 17 Sepember 2007).

Anglin, G. J. (Ed.). 1991. Instructional Technology: Past, Present, and Future. Colorado: Libraries
Unlimited.

Ardhana, I W. 2002. Konsep Penelitian Pengembangan dalam Bidang Pendidikan dan


Pembelajaran. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Angkatan II Metodologi
Penelitian Pengembangan Bidang Pendidikan dan Pembelajaran, Malang, 22-24 Maret
Ardhana, I W. 1998. Metodologi Penelitian dan Pengembangan. Bahan Sajian Program
Pendidikan Akta Mengajar III-IV, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang

Borg & Gall. 1983. Educational Research: An Introduction. London: Longman Inc.

Degeng, I N. S. 1988. Pengorganisasian Pengajaran Berdasarkan Teori Elaborasi dan


Pengaruhnya terhadap Perolehan Belajar Informasi Verbal dan Konsep. Disertasi tidak
diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Degeng, I N. S. 1997. Strategi Pembelajaran: Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi.


Malang: IKIP Malang dan Biro Penerbitan Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan
Indonesia.

Degeng, I N. S. 1990. Desain Pembelajaran: Teori ke Terapan. Malang: FPS IKIP Malang.

Direktorat Tenaga Kependidikan dan Direktorat Jenderal Penigkatan Mutu Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan. 2008. ”Pendekatan, Jenis, dan Metode Penelitian Pendidikan”.
Tersedia pada http://lpmpjogja.diknas.go.id/materi/fsp/2009-Pembekalan-
Pengawas/25%20--%20KODE%20--%2005%20-
%20B1%20Pendekatan,%20Jenis,%20Metode%20Penelitian%20Pendidikan.pdf
(diakses tanggal 25 Maret 2010).

Dick, W. & Carey, L. 1990. The Systematic Design of Instruction. New York: Harper Collin
Publishers

Karyadi, B. 2005. Konsep Dasar dan Karakteristik Penelitian untuk Peningkatan Kualitas
Pembelajaran (PPKP). Makalah disampaikan dalam Pelatihan Metodologi Penelitian untuk
Peningkatan Kualitas Pembelajaran dan Penelitian Tindakan Kelas bagi Dosen-Dosen
LPTK se-Indonesia, Batam, 8-11 Agustus.

Kemp, J. E. 1977. Instructional Design. Belmont: Fearon Tilman Publishers, Inc.

Leasing, C. B. Polloock, J., & Reigeluth, C. M. 1992. Instructional Design Strategies and Tactic.
New Jersey: Educational Technology Publishers.

Mahadewi, L. P. P.,dkk. 2006. Media Video Pembelajaran. Singaraja: Universitas Pendidikan


Ganesha.
Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media

Romiszowski, A.J. 1996. System approach to design and development. Dalam Plomp, T. & Ely, D.P.
(editor in chiefs). International Encyclopedia of Educational Technology. Oxford: Pergamon
Press, halm. 37-43

Santyasa, I W. 2009. ”Metode Penelitian Pengembangan dan Teori Pembuatan Modul”. Tersedia
pada http://www.freewebs.com/santyasa/pdf2/METODE_PENELITIAN.pdf, (diakses
tanggal 25 Maret 2010).

Santyasa, I W. 2006. Metodelogi Penelitian Peningkatan Kualitas Pembelajaran (PPKP) Research


for Instruction Improvement (RII). Makalah disajikan dalam Pelatihan Para Dosen
Universitas Pendidikan Ganesha tentang Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian untuk
Peningkatan Kualitas Pembelajaran di Perguruan Tinggi, Singaraja, 2 November.

Seels,B. B. dan Richey R. C.. 2002. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya.
Terjemahan. Jakarta: IPTPI.

Soenarto. 2005. Metodologi Penelitian Pengembangan untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran


(Research Metodology to the Improvement of Instruction). Makalah disajikan pada
Pelatihan Nasional Penelitian Peningkatan Kualitas Pembelajaran dan Penelitian
Tindakan Kelas (PPKP dan PTK), bagi Dosen LPTK, Batam, 8-11 Agustus.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian & Pengembangan: Research and Development. Bandung:
Alfabeta.

Sutopo, A. H. 2003. Multimedia Interaktif dengan Flash. Yogyakarta: Graha Ilmu.


Tegeh, I M. 2006. Pengembangan Paket Pembelajaran dengan Model Dick & Carey Mata Kuliah
Sinetron Pendidikan Program S1 Teknologi Pendidikan IKIPN Singaraja. Tesis tidak
diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Universitas Pendidikan Ganesha. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi/Tugas Akhir. Singaraja:


Universitas Pendidikan Ganesha.

Universitas Negeri Malang. 2003. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Biro Administrasi
Akademik, Perencanaan, dan Sistem Informasi, dan Penerbitan Universitas Negeri
Malang

Anda mungkin juga menyukai