Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH

“CORAK KEHIDUPAN DAN HASIL-HASIL BUDAYA


PADA MASA PRAAKSARA INDONESIA”

Oleh :
Kelompok III

1. PUPUT SASKIA
2. NELIS
3. BRAM APRILIANSYAH
4. I KETUT DUTA

KELAS X NKN-B

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


SMK NEGERI 4 BAUBAU
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan


makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penulis
tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik, yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik itu
yang datang dari diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan
penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Corak Kehidupan dan Hasil-Hasil budaya
Masa Praaksara Indonesia”, sengaja dipilih untuk meningkatkan pengetahuan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Guru pengajar yang telah
banyak membantu penulis agar dapat menyelesaikan makalah ini dengan
arahannya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Baubau, Oktober
2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa praaksara adalah masa dimana manusia belum mengenal
tulisan. Masa praaksara sering disebut sebagai masa prasejarah. Kehidupan
manusia pada masa praaksara disebut sebagai kehidupan manusia purba.
Manusia muncul di permukaan bumi kira-kira 3 juta tahun yang lalu
bersama dengan terjadinya berkali-kali pengesan atau glasiasi dalam
zaman yang disebut kala plestosen. Manusia pra aksara adalah manusia
yang hidup sebelum tulisan dikenal. Karena belum ditemukan peninggalan
tertulis, maka gambaran mengenai kehidupan manusia purba dapat
diketahui melalui peninggalan-peninggalan berupa fosil, artefak, abris saus
roche, Kejokken Moddinger dan lainnya. Kehidupan awal masyarakat pra
aksara Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan geografis
wilayah Indonesia. Sebelum zaman es atau glasial, wilayah Indonesia
bagian barat menjadi satu dengan daratan Asia dan wilayah Indonesia
bagian timur menjadi satu dengan daratan Australia. Pendapat ini
didasarkan pada persamaan kehidupan flora dan fauna di Asia dan Australia
dengan wilayah Indonesia. Binatang yang hidup di wilayah Indonesia bagian
barat memiliki kesamaan dengan binatang yang hidup di daratan Asia.
Misalnya, gajah, harimau, banteng, burung, dan sebagainya. Sedangkan
binatang yang hidup di wilayah bagian timur memiliki kesamaan dengan
binatang yang hidup di daratan Australia, seperti burung Cendrawasih.
Mencairnya es di kutub utara menyebabkan air laut mengalami kenaikan.
Peristiwa ini mengakibatkan wilayah Indonesia menjadi terpisah dengan
daratan Asia maupun Australia. Bekas daratan yang menghubungkan
Indonesia bagian barat dengan Asia disebut Paparan Sunda. Sedangkan
bekas daratan yang menghubungkan Indonesia bagian timur dengan
Australia disebut Paparan Sahul. Ternyata, perubahan - perubahan itu
sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan kehidupan masyarakat
pra aksara Indonesia. Menurut para ahli, nenek moyang bangsa Indonesia
berasal dari Yunan. Daerah Yunan terletak di daratan Asia Tenggara.
Tepatnya, di wilayah Myanmar sekarang. Seorang ahli sejarah yang
mengemukakan pendapat ini adalah Moh. Ali. Pendapat Moh. Ali ini
didasarkan pada argumen bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal
dari hulu - hulu sungai besar di Asia dan kedatangannya ke Indonesia
dilakukan secara bergelombang. Gelombang pertama berlangsung dari
tahun 3000 SM – 1500 SM dengan menggunakan perahu bercadik satu.
Sedangkan gelombang kedua berlangsung antara tahun 1500 SM – 500 SM
dengan menggunakan perahu bercadik dua. Tampaknya, pendapat Moh. Ali
ini sangat dipengaruhi oleh pendapat Mens bahwa nenek moyang bangsa
Indonesia berasal dari daerah Mongol yang terdesak ke selatan oleh bangsa
- bangsa yang lebih kuat. Sementara, para ahli yang lain memiliki pendapat
yang beragam dengan berbagai argumen atau alasannya, seperti: Prof. Dr.
H. Kern dengan teori imigrasi menyatakan bahwa nenek moyang bangsa
Indonesia berasal dari Campa, Kochin Cina, Kamboja. Pendapat ini
didasarkan pada kesamaan bahasa yang dipakai di kepulauan Indonesia,
Polinesia, Melanisia, dan Mikronesia. Menurut hasil penelitiannya, bahasa -
bahasa yang digunakan di daerah - daerah tersebut berasal dari satu akar
bahasa yang sama, yaitu bahasa Austronesia. Hal ini dibuktikan dengan
adanya nama dan bahasa yang dipakai daerah - daerah tersebut. Objek
penelitian Kern adalah kesamaan bahasa, namanama binatang dan alat -
alat perang.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana corak kehidupan masyarakat pada zaman praaksara?
2. Bagaimana hasil-hasil kebudayaan masyarakat pada zaman praaksara?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui corak kehidupan masyarakat pada zaman praaksara
2. Untuk mengetahui hasil-hasil kebudayaan masyarakat pada zaman
praaksara
BAB II
PEMBAHASAN

A. MASA BERCOCOK TANAM BUDAYA NEOLITIKUM


1. Asal Usul Manusia Purba Neolithikum Zaman Neolitikum artinya zaman
batu muda. Di Indonesia, zaman Neolitikum dimulai sekitar 1.500 SM.
Cara hidup untuk memenuhi kebutuhannya telah mengalami perubahan
pesat, dari cara food gathering menjadi food producting, yaitu dengan
cara bercocok tanam dan memelihara ternak. Pada masa itu manusia
sudah mulai menetap di rumah panggung untuk menghindari bahaya
binatang buas. Manusia pada masa Neolitikum ini pun telah mulai
membuat lumbung-lumbung guna menyimpan persediaan padi dan
gabah. Tradisi menyimpan padi di lumbung ini masih bisa dilihat di
Lebak, Banten. Masyarakat Baduy di sana begitu menghargai padi yang
dianggap pemberian Nyai Sri Pohaci. Mereka tak perlu membeli beras
dari pihak luar karena menjualbelikan padi dilarang secara hukum
adat. Mereka rupanya telah mempraktikkan swasembada pangan sejak
zaman nenek moyang. Pada zaman ini, manusia purba Indonesia telah
mengenal dua jenis peralatan, yakni beliung persegi dan kapak
lonjong. Beliung persegi menyebar di Indonesia bagian Barat,
diperkirakan budaya ini disebarkan dari Yunan di Cina Selatan yang
berimigrasi ke Laos dan selanjutnya ke Kepulauan Indonesia.
2. Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masa bercocok tanam merupakan masa
yang penting bagi berkembangan masyarakat dan peradaban. Adanya
penemuan baru dalam rangka penguasaan sumber alam bertambah
cepat. Berbagai macam tumbuhan dan hewan mulai dipelihara dan
dijinakkan. Cara bercocok tanam dengan berhuma mulai
dikembangkan, sehingga muncullah ladang-ladang pertanian yang
sederhana. Berhuma adalah bercocok tanam secara berpindah-pindah
dengan cara menebang, membakar, serta membersihkan hutan
kemudian menamainya dan meninggalkannya setelah tanah tersebut
tidak subur lagi. Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam
mengalami peningkatan cukup pesat. Masyarakat praaksara pada saat
itu telah memiliki tempat tinggal yang tetap. Mereka memilih tempat
tinggal pada suatu tempat tertentu. Hal ini dimaksudkan agar
hubungan antarmanusia di dalam kelompok masyarakat semakin erat.
Eratnya hubungan antarmanusia di dalam kelompok masyarakat
merupakan cermin bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa
anggota masyarakat lain. Kehidupan sosial yang dilakukan oleh
masyarakat pada masa bercocok tanam ini terlihat dengan jelas
melalui cara bekerja dengan bergotong royong. Setiap pekerjaan yang
dilakukan oleh masyarakat selalu dilakukan dengan cara bergotong
royong, diantaranya pekerjaan bertani, merambah hutan, berburu,
membangun rumah, dan lain-lain. Cara hidup bergotong royong itu
merupakan salah satu ciri kehidupan masyarakat yang bersifat agraris.
Kegiatan gotong royong hingga saat ini masih tetap dipertahankan
terutama di daerah pedesaan. Dalam kehidupan masyarakat bercocok
tanam sudah terlihat peran pemimpin (primus inter pares). Gelar
primus inter pares di Indonesia adalah ratu atau datu(k) artinya orang
terhormat dan yang patut dihormati karena kepemimpinannya,
kecakapannya, kesetiaannya, pengalamannya, dan lain-lain. Kehidupan
masyarakat pada masa bercocok tanam dan menetap memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
a. Sudah mengenal bercocok tanam secara baik.
b. b.Sudah mampu mengolah bahan makanan sendiri sesuai dengan
kebutuhan mereka (menghasilkan makanan atau food pruducing).
Disamping berburu dan menangkap ikan, mereka juga telah
memelihara binatang-binatang jinak seperti anjing, babai, dan
kerbau. Binatang-binatang tersebut selain untuk keperluan konsumsi
juga dapat dipakai sebagai binatang korban.
c. Sudah mempunyai tempat tinggal yang menetap secara mantap.
d. Peralatan yang dibuat dari batu lebih halus dam bermacam-macam,
seperti kapak, tombak, panah, dan lain-lain. Selain peralatan,
mereka juga berhasil membuat perhiasan dari gelang-gelang dan
biji-biji kalung dari batu
e. Peradaban mereka sudah lebih maju, alat-alat rumah tangga dibuat
lebih baik dan mereka telah mengerti seni.
3. Hasil Kebudayaan Masa Nelithikum Hasil kebudayaan zaman batu muda
menunjukkan bahwa manusia purba sudah mengalami banyak
kemajuan dalam menghasilkan alat-alat. Ada sentuhan tangan
manusia, bahan masih tetap dari batu. Namun sudah lebih halus,
diasah, ada sentuhan rasa seni. Fungsi alat yang dibuat jelas untuk
pengggunaannya. Hasil budaya zaman neolithikum, antara lain.
a. Kapak Persegi
Kapak Persegi Kapak persegi dibuat dari batu persegi. Kapak ini
dipergunakan untuk mengerjakan kayu, menggarap tanah, dan
melaksanakan upacara. Di Indonesia, kapak persegi atau juga
disebut beliung persegi banyak ditemukan di Jawa, Kalimantan
Selatan, Sulawesi, dan Nusa tenggara.
b. Kapak Lonjong
Kapak Lonjong Kapak ini disebut kapak lonjong karena
penampangnya berbentuk lonjong. Ukurannya ada yang besar ada
yang kecil. Alat digunakan sebagai cangkul untuk menggarap tanah
dan memotong kayu atau pohon. Jenis kapak lonjong ditemukan di
Maluku,Papua, dan Sulawesi Utara
c. Mata Panah
Mata Panah Mata panah terbuat dari batu yang diasah secara halus.
Gunanya untuk berburu. Penemuan mata panah terbanyak di Jawa
Timur dan Sulawesi Selatan
d. Gerabah
Gerabah Gerabah dibuat dari tanah liat. Fungsinya untuk berbagai
keperluan
e. Perhiasan
Perhiasan Masyarakat pra-aksara telah mengenal perhiasan,
diantaranya berupa gelang, kalung, dan anting-anting. Perhiasan
banyak ditemukan di Jawa Barat, dan Jawa Tengah
f. Alat Pemukul Kulit Kayu
Pemukul Kayu Alat pemukul kulit kayu digunakan untuk memukul
kulit kayu yang akan digunakan sebagai bahan pakaian. Adanya alat
ini, membuktikan bahwa pada zaman neolithikum manusia pra-
aksara sudah mengenal pakaian
B. MASA PERUNDAGIAN BUDAYA MEGALITHIK DAN BUDAYA LOGAM
1. Asal-usul Manusia masa Perundagian Masa perundagian Zaman
perundagian adalah zaman di mana manusia sudah mengenal pengolahan
logam. Hasil-hasil kebudayaan yang dihasilkan terbuat dari bahan logam.
Adanya penggunaan logam, tidaklah berarti hilangnya penggunaan
barang-barang dari batu. Pada masa perundagian, manusia masih juga
menggunakan barang-barang yang berasal dari batu. Penggunaan bahan
dari logam tidak begitu tersebar luas sebagaimana halnya bahan dari
batu. Persediaan logam sangat terbatas. Hanya orangorang tertentu
yang memiliki barang-barang dari logam. Kemungkinan hanya
orangorang yang mampu membeli bahan-bahan tersebut. Keterbatasan
persediaan tersebut memungkinkan barang-barang dari logam
diperjualbelikan. Adanya perdagangan tersebut dapat diperkirakan
bahwa manusia pada zaman perundagian telah mengadakan hubungan
dengan luar.
2. Corak Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat pada masa perundagian
diperkirakan sudah mengenal pembagian kerja. Hal ini dapat dilihat dari
pengerjaan barang-barang dari logam. Pengerjaan barang-barang dari
logam membutuhkan suatu keahlian, tidak semua orang dapat
mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu, ada orang-orang tertentu yang
memiliki benda-benda dari logam. Dengan demikian pada masa
perundagian sudah terjadi pelapisan sosial.Bahkan bukan hanya pembuat
dan pemilik, tetapi adanya pedagang yang memperjualbelikan logam.
Pada masa perundagian kehidupan sosialnya sudah mengenal system
kemasyarakatan yang sudah teratur. Masyarakat hidup diikat oleh
normanorma dan nilai. Norma-norma dan nilai-nilai ini diciptakan oleh
mereka sendiri, disepakati dan dijadikan pegangan dalam menjalan
kehidupannya. Sebagaimana layaknya dalam suatu sistem
kemasyarakatan, pada masa ini sudah ada pemimpin dan ada
masyarakat yang dipimpin. Struktur ini dikatakan ada kalau dilihat dari
penemuan alat-alat untuk penguburan. Kuburan-kuburan yang ada
terdapat kuburan yang diiringi dengan berbagai bekal bagi mayat. Model
kuburan ini diperkirakan hanya untuk para pemimpin. Sistem mata
pencaharian pada masa perundagian sudah mengalami kemajuan.
Keterikatan terhadap bahan-bahan makanan yang disediakan oleh alam
mulai berkurang. Mereka mampu mengolah sumber-sumber daya yang
ada di alam untuk dijadikan bahan makanan.
3. Hasil Budaya Adanya perkembangan teknologi yang semakin maju,
mendorong manusia untuk melakukan hal yang terbaik pada dirinya, di
antaranya pengaturan tata air (irigasi). Perdagangan pun diperluas
hingga antarpulau yang sebelumnya hanya antardaerah domestik.
Dengan demikian, terjadilah sosialisasi antara manusia Indonesia dengan
suku dan bangsa-bangsa lain yang perkembangan budayanya telah lebih
maju, seperti kebudayaan India dan Cina. Melalui interaksi dengan orang
India, masyarakat Indonesia mulai mengenal sistem kerajaan, yang
kemudian melahirkan kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai,
Tarumanagara, Sriwijaya, Mataram, dan lain-lain. Kehidupan seperti ini
menunjang terbentuknya kebudayaan yang lebih maju yang memerlukan
alat-alat pertanian dan perdagangan yang lebih baik dengan bahan-
bahan dari logam. Hasil-hasil peninggalan kebudayaannya antara lain
a. Gerabah Dalam masa peundagian, pembuatan barang-barang
gerabah makin maju dan kegunaan gerabah semakin meningkat.
Walaupun masa perundagian peranan perunggu dan besi sangat
penting, namun peranan gerabah pun dalam kehidupan masyarakat
masih sangat penting dan fungsinya tidak dapat dengan mudah
digantikan oleh alat-alat yang terbuat dari logam. Pada umumnya
gerabah dibuat untuk kepentingan rumah tangga sehari-hari. Dalam
upacara keagamaan gerabah digunakan sebagai tempayan kubur,
tempat bekal kubur atau tempat sesaji. Cara pembuatan gerabah
pada masa perundagian lebih maju dari pada masa bercocok tanam.
Pada masa perundagian ada adat kebiasaan untuk menempatkan
tulangtulang mayat dalam tempayan-tempayan besar.
b. Kapak Corong Hasil-hasil kebudayaan perunggu di Indonesia adalah
kapak corong dan nekara. Kapak corong banyak sekali jenisnya, ada
yang kecil bersahaja, ada yang besar dan memakai hiasan, ada yang
pendek lebar, bulat dan ada pula yang panjang serta sisinya atau
disebut candrana. Di lihat dari bentuknya, kapak-kapak corong
tersebut tentunya tidak digunakan sebagaimana kapak, melainkan
sebagai alat kebesaran atau benda upacara. Hal ini menunjukkan
bahwa kapak corong yang ditemukan di Indonesia peninggalan
zaman perunggu memiliki nilai-nilai sakral atau nilai religi. Bentuk-
bentuk corong tersebut ditemukan di Irian Barat dan sekarang
disimpan di Belanda. Sedangkan kapak upacara yang ditemukan
pada tahun 1903 oleh ekspedisi Wichman di Sentani disimpan di
musium lembaga kebudayaan Indonesia di Jakarta.
c. Di Indonesia kapak perunggu yang ditemukan memiliki bentuk
tersendiri. Kapak perunggu memiliki berbagai macam bentuk dan
ukuran. Di lihat dari pengggunaannya, maka kapak perunggu dapat
berfungsi sebagai alat upacara atau benda pusaka dan sebagai
pekakas atau alat untuk bekerja. Secara Tipologik, kapak perunggu
digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu: kapak corong dan kapak
upacara. Umumnya kapak perunggu yang terdapat di Indonesia
mempunyai semacam corong untuk memasukan kayu tangkai. Oleh
karena bentuknya menyerupai kaki orang yang bersepatu, maka
dinamakan “kapak sepatu”. Kapak perunggu tersebut ada yang
diberi hiasan dan tanpa hiasan. Pada candrasa yang ditemukan di
daerah Yogyakarta, di dekat tungkainya terdapat lukisan yang
sangat menarik yaitu seekor burung terbang memegang sebuah
candrasa yang tangkainya sangat pendek.
d. Nekara perunggu Nekara adalah semacam berumbung dari perunggu
yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atasnya tertutup.
Bentuk nekara ini dapatlah disamakan dengan dandang yang
ditelungkupkan. Nekara sebagai hasil dari masa perundagian,
mempunyai bentuk unik dengan polapola hias yang kompleks.
Bentuk nekara umumnya tersusun dalam tiga bagian. Bagian atas
terdiri dari bidang pukul datar dan bagian bahu dengan pegangan.
Bagian tengah merupakan silinder dan bagian bawah berbentuk
melebar. Pola hias yang terdapat di nekara ini pada umumnya
berbentuk pola hias geometrik dengan beberapa variasinya.
Misalnya, pola hias bersusun, pola hias pilin, dan pola hias topeng.
Nekara pun dianggap sebagai benda suci yang digunakan pada saat
upacara saja. Karena itu nekara yang ditemukan tersebut diberi
nama “Nekara Pejeng” atau “Bulan Pejeng”. Nekara di Pejeng
(Gianjar Bali) berukuran sangat besar, yaitu tinggi 1,98 meter dan
bidang pukulnya 1,60 meter. Nekara tersebut disimpan di puara
penataran Sasih dan masih dipandang keramat oleh penduduk
setempat
e. Benda-benda perunggu lainnya Benda-benda yang terbuat dari
perunggu mempunyai nilai seni yang tinggi seperti yang ditemukan
berupa jelang kaki atau benggel, gelang, anting- anting, kalung, dan
cincin. Di samping itu, seni menuang patung sudah ada dengan
ditemukannya patung-patung, juga memiliki nilai ekonomi dengan
ditemukannya cincin dengan lubang kecil yang diperkirakan sebagai
alat tukar. Untuk menetapkan benda-benda yang terbuat dari
perunggu diperlukan suatu teknologi. Dengan menempa logam untuk
dijadikan sebuah benda yang didinginkan terlebih dahulu harus
melebur bijih menjadi lempengan logam, sedangkan proses
peleburan diperlukan panas dengan suhu yang tinggi. Kesemuanya
meliputi jenis: 1) Ujung tombak ditemukan di Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. 2) Pisau belati, ditemukan di Jawa Timur
dan Flores. 3) Mata pancing ditemukan di Gilimanuk di Bali. 4) Ikat
pinggang berpola hias geometris ditemukan di Prajekan di Jawa
Timur. 5) Penutup lengan ditemukan di Bangkinang dan Bali. 6)
Bandul kalung berbentuk manusia ditemukan di Bogor. 7) Silinder-
silinder kecil bagian dari kalung ditemukan di Malang. 8) Kelintingan
kecil berbentuk kerucut, ditemukan di Bali.
f. Manik-manik Manik-manik sebagai hasil hiasan sesungguhnya sudah
lama di kenal masyarakat Indonesia. Manik-manik di Indonesia
memegang peranan penting. Manik-manik digunakan sebagai bekal
kubur, benda pusaka, juga dipergunakan sebagai alat tukar. Manik-
manik ditemukan hampir di setiap penggalian, terutama di daerah-
daerah penemuan kubur prasejarah seperti Pasemah, Jawa Barat,
Gunung Kidul (Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Besuki (Jawa Timur),
dan Gilimanuk (Bali). Manik-manik di Indonesia yang pernah
ditemukan bermacammacam bentuk dan ukurannya. Ukuran yang
biasa adalah bulat, silinder, bulat panjang, lonjong telor, persegi
enam, dan sebagainya. Warna-warna yang umum pada manik-manik
tersebut adalah biru, merah. Kuning, hujau atau merupakan
kombinasi dari warna-warna itu. Beberapa manik-manik yang
berwarna hitam ditemukan di Sangir, yang terbuat dari batu
andesit.
g. Benda-benda besi Berbeda dengan penemuan benda-benda
perunggu, maka penemuan benda-benda besi terbatas jumlahnya.
Benda-benda besi di gunakan sebagai bekal kubur, misalnya yang
ditemukan di kubur-kubur prasejarah di Wonosari (Jawa Tengah)
dan Besuki (Jawa Timur). Jenis-jenis alat besi dapat digolongkan
sebagai prkakas kerja seharihari dan sebagai senjata. Sebagian
temuan hanya berupa fragmen-fragmen yang sukar ditentukan
macam bendanya dan sebagian lagi memperlihatkan bentuk-bentuk
yang belum jelas fungsinya. Alat-alat besi yang banyak ditemukan
berbentuk: 1) Mata kapak atau sejenis beliung yang dikaitkan secara
melintang pada tangkai kayu. Alat ini banyak ditemukan di daerah
Gunung Kidul (Jawa Tengah). Alat yang temukan tersebut
diperkirakan dipergunakan untuk menatah batu padas. 2) Mata pisau
dalam berbagai ukuran 3) Mata sabit dalam bentuk melingkar 4)
Mata tembilang atau tajak 5) Mata alat penyiang rumput 6) Mata
pedang, yang antara lain ditemukan dalam kubur peti di 7) Gunung
Kidul 8) Mata tombak 9) Tongkat dengan ujungnya berbentuk kepala
orang 10) Gelang-gelang besi ditemukan antara lain di daerah
Banyumas dan Punung (Pacitan Jawa Tengah)
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa pengaruh
yang luas di bidang perubahan. Perkembangan tersebut merupakan
rangkaian dari perkembangan yang pernah terjadi sebelumnya. Dalam
sejarah dijelaskan yang pada awalnya, kehidupan masyarakat dimulai dari
masyarakat primitif yang hidup sederhana. Mereka hidup dari hasil berburu
dan mengumpulkan makanan yang terdapat di alam untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Manusia primitif berkembang dan berubah menjadi
beternak. Seiring dengan berkembangnya peradaban, kemudian muncul
pertanian dalam bentuk yang sederhana yaitu dengan cara berladang, lalu
kemudian dengan semakin berkembangnya teknologi kemudian manusia
mulai mengenal apa yang namanya industri. Masa perundagian Zaman
perundagian adalah zaman di mana manusia sudah mengenal pengolahan
logam. Hasil-hasil kebudayaan yang dihasilkan terbuat dari bahan logam.
Pengerjaan barang-barang dari logam membutuhkan suatu keahlian, tidak
semua orang dapat mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu, ada orang-orang
tertentu yang memiliki bendabenda dari logam. Hasil-hasil peninggalan
kebudayaannya antara lain nekara perunggu, moko, kapak perunggu,
bejana perunggu, arca perunggu, dan perhiasan. Kepercayaan masyarakat
pada masa perundagian merupakan kelanjutan dari masa bercocok tanam.
Kepercayan berkembang sesuai dengan pola pikir manusia yang merasa
dirinya memiliki keterbatasan dibandingkan dengan yang lainnya. Anggapan
seperti ini memunculkan jenis kepercayaan: animisme dan dinamisme

B. SARAN
Karena keterbatasan waktu dan kemampuan penulis, diharapakan
kepada pembaca agar memberikan masukan yang sifatnya membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai