Anda di halaman 1dari 16

KONSEP DASAR

TUBERCULOSIS PARU

A. PENGERTIAN

Tuberculosis paru adalah : penyakit infeksius terutama menyerang

parenchim paru dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lain, termasuk

meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.

( Brunner & Suddart . 2002 )

Tuberculosis paru adalah : penyakit infeksi Mycobacterium Tuberculosa

dengan gelajala yang sangat bervariasi.

( Arif Mansjoer. 1999)

B. ETIOLOGI

Etiologi dari Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosa,

berbentuk batang, tahan asam.

( Sylvia, A.P. 1995)

C. PATOFISIOLOGI

Basil tuberkel mula-mula memasuki paru atau tempat lain yang belum

terinfeksi sebelumnya. Membangkitkan respon peradangan akut tak spesifik

yang biasanya disertai sedikit atau tanpa gejala sehingga tidak begitu

diperhatikan penderita, disamping juga karena kurangnya pengetahuan

penderita. Respon peradangan menimbulkan gejala demam yang

menyebabkan terjadinya perubahan suhu tubuh (hipertermia) pada penderita.


Peningkatan suhu tubuh menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh

sehingga akan terjadi peningkatan kebutuhan tubuh terhadap anergi.

Selain demam penderita mengalami gejala batuk, malaise, anoreksia,

mual, sedangkan disisi lain penderita mengalami peningkatan kebutuhan

tubuh terhadap energi dan hal ini menyebabkan kurangnya intake pada

penderita yang akhirnya menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh.

Basil yang menyebabkan peradangan tersebut kemudian mencapai

alveolus paru langsung melalui jalan udara dan dapat menjadi aktif keluar

dalam bentuk droplet nuklei yang tersebar saat penderita batuk, yang dapat

menimbulkan resiko penularan terhadap orang lain.

Basil dalam alveolus itu menimbulkan peradangan dan dan menjadi lesi

primer, basil tersebut kemudian difagosit oleh makrofag, dibawa ke kelenjar

limfe regional, lesi pimer tersebut mengalami perkejuan dan membentuk

tuberkel yang menyebabkan terjadinya penumpukan sekresi dalam paru

sehingga bersihan jalan napas tidak efektif.

Lesi primer dan kelenjar limfe regional ( komplek primer) kemudian

mengalami fibrosis lalu menjadi jaringan parut dan mengalami perkapuran,

fibrosis pada paru tersebut menyebabkan berkurangnya jaringan paru

fungsional sehingga sehingga pengembangan paru kurang maksimal dan

jumlah oksigen yang masuk paru berkurang. Hal ini menyebabkan terjadinya

resiko tinggi pertukaran gas serta keletihan karena oksigenasi jaringan tidak

adekuat.
Apabila daya tahan tubuh baik / kuat, maka komplek primer tersebut dapat

sembuh sempurna, namun bila daya tahan tubuh klien lemah, maka akan

timbul fokus reinfeksi endogen yang menyebabkan kembalinya atau aktifnya

lesi.

Basil dalam lesi kembali difagosit oleh makrofag, dibawa ke kelenjar

limfe dan sampai pembuluh darah, menimbulkan penyebaran yang luas

( tuberkulosis sekunder ). Selain difagosit oleh makrofag, basil tersebut dapat

menyebar secara perkontunuitatum ataupun secara bronchogen.

( Soeparman, 1990)
D. PATHWAYS
E. MANIFESTASI KLINIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

MANIFESTASI KLINIK

Gejala umum dari Tuberkulosis Paru adalah batuk lebih dari 4 minggu

dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu ringan, nyeri dada, batuk darah

(hemoptoe ) .

( Soeparman, 1990 )

Gejala yang dirasakan klien tersebut bermacam – macam atau malah tanpa

keluhan sama sekali, gejala yang terbanyak adalah :

1. Demam

Bisanya sub febril yang menyerupai influenza, tapi kadang – kadang

mencapai 41°- 40o C dipengaruhi daya tahan tubuh dan berat ringannya

infeksi kuman.

2. Batuk

Terjadi karena adanya infeksi paru ada setelah penyakit berkembang

dalam jaringan paru.

3. Sesak nafas

Ditemukan padsa penyakit yang sudah lanjut, inflamasi sudah setengah

bagian paru – paru.

4. Malaise

Gejala yang sering ditemui berupa anoreksia, badan makin kurus, sakit

kepala, nyeri otot, dan keringat malam.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik


2. Laboratorium dan darah rutin ( LED normal / meningkat, limpositosis)

3. Foto thorax Patologi Anatomi dan lateral

Gambaran foto torax yang menunjang diagnosa Tuberkulosis paru adalah :

a. Bayangan lesi terletak dilapanagan atas paru / segmen apikal lobus

bawah.

b. Bayangan berawan / patchy atau berbercak ( modulei )

c. Adanya kelainan kavitas tunggal atau ganda.

d. Kelainan bilateral terutama dilapisan atas paru.

e. Adanya kalsifikasi.

f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.

g. Bayangan milier.

4. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum bakteri tahan asam memastikan diagnosa

tuberkulosis paru, namun pemeriksaan ini sensitif, karena hanya 30 – 70 %

diagnosa dapat sitegakkan dengan pemeriksaan ini.

5. Tes PAP ( Peroksaidase Anti Peroksidase )

Uji serologi Imunoperoksidase Starning untuk menentukan adanya

Imunoglobin G spesifik terhadap basil TBC.

6. Tes Mantoux / Tuberkulin test.

7. Teknik Polimerase Chain Reaction.

8. Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam

berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada satu


mikroorganisme dalam spesimen, juga dapat mendeteksi adanya

resistensi.

9. Becton Dickinson Diagnostic Instrumen System / BACTEC

Deteksi Growt Indek berdasar CO yang dihasilkan oleh kuman

Mycobacterium Tuberkulosa.

10. Enzym Linked Immunosorbent Assay

Deteksi respon humoral, respon antigen, antibodi

11. Mycodot

Deteksi antibodi memakai antigen lipoparabinomanon yang direkatkan

pada suatau alat seperti sisir lalau dicelupkan ke serum pasien, bila

terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka sisir akan berubah

warna.

( Arif Mansjoer, 1999 )

F. PENATALAKSANAAN

1. Obat Anti Tuberkulosa ( OAT )

Obat Anti Tuberkulosa harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya

dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga.

Tujuan OAT :

1. Membuat konversi sputum Bakteri Tahan Asam positif menjadi negatif

secepat mungkin

2. Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dalam

kegiatan sterilisasi.
3. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya

tahan imunologi.

Obat Anti Tuberkulosa yang biasa diugunakan antara lain :

Rifampisin, Pirazinamid ( PZA ), Isoniazid ( INH ), Streptomisin ( S ),

Etambutol ( E ). Penilaian keberhasilan pengobatan tergantung dari hasil

pemeriksaan bakteriologi, radiologi klinis, kesembuhan Tuberkulosis Paru

yang baik.akan memperlihatkan sputum Bakteri Tahan Asam negatif, adanya

perbaikan radiologi dan menghilangnya gejala.

( Arif Mansjoer, 1999 )

Adapun dosis obat yang digunakan adalah :

Rifampisin, dosis : 1 x 1 tablet sehari, diberikan selam 6 – 9 bulan.

INH ( Isoniazid ), dosis : 10 – 20 mg / Kg BB / hari, peroral, diberikan

selam 18 – 24 bulan.

Streptomisin, dosis : 30 – 50 Mg / Kg BB / hari diberikan tiap hari

maksimum 750 mg / hari selama 1 – 3 bulan secar intramuskuler dan

dilanjutkan 2 – 3 kali seminggu 1 – 3 bulan lagi.

Pirazinamid, dosis : 30 – 50 mg / Kg BB / hari / oral, 2 kali sehari selama 1

tahun.

Kortikosteroid, diberikan bersama Obat Anti Tuberkulosis.

Pasien dengan penyakit Tuberkulosis Paru yang tidak dirawat dirumah sakit

karena jumlahnya cukup banyak dan dapat dirawat dirumah. Pasien dapat

sembuh benar asalkan berobat secara teratur dan mematuhi pengobatan.


( Sylvia, A. P. 1995 )

G. FOKUS KEPERAWATAN TUBERKULOSIS PARU

1. PENGKAJIAN

I. POLA PERSEPSI KESEHATAN– MANAJEMEN KESEHATAN

Kaji adanya riwayat Tuberkulosiskulosis Paru pada pasien,

penggunaan obat-obatan tertentu, tinggal serumah dengan penderita

Tuberkulosis Paru, sesak nafas.

II. POLA NUTRISI METABOLIK

Kehilangan nafsu makan, kesulitan mencerna, penurunan berat

badan, turgor kulit buruk, / kering, bersisik, kehilangan otot / lemak

subkutan, demam.

III. POLA ELIMINASI CAIRAN

Kaji adanya diaporesis, muntah

IV. POLA AKTIVITAS LATIHAN

Kaji adanya kelelahan umum dan kelemahan, dispnoe saat bekerja,

kelemahan otot, sesak nafas, batuk produktif, atau tidak produktif,

peningkatan frekwensi pernafasan, tidak simetris, karakteristik sputum

hijau, kuning, atau berbercak darah.

V. POLA ISTIRAHAT TIDUR

Kaji adanya kesulitan tidur pada malam hari atau demam malam

hari, menggigil, berkeringat, sesak nafas.


VI. PERSEPSI KOGNITIF

Adanya faktor ( stress ) lama, perasaan tidak berdaya, ketakutan,

ansietas, iritabel.

VII. POLA PERSEPSI KONSEP DIRI

Penyangkalan tehadap penyakitnya, pandangan terhadap

tubuhnya,harapan akan kesembuhan, perubahan pola biasa dan tanggung

jjawab / perubahan kapasitas fisik untuk melakukan peran.

VIII. POLA HUBUNGAN SOSIAL

Bagaimana interaksi dengan masyarakat sekitar, penolakan

terhadap masyarakat sekitar,hubungan dengan keluarga.

IX. POLA HUBUNGAN SEKSUAL

Merasa kurang percaya diri terhadap pasangan.

X. POLA KOPING TOLERANSI STRESS

Bercerita tentang penyakitnya, memerlukan bantuan dalam

perawatan.

XI. POLA SPIRITUAL

Kepercayaan terhadap penyakit adalah suatu cobaan dari tuhan,

kepercayaan yang dianut oleh pasien, pengobatan dan perawatan yang

berhubungan dengan kepercayanan yang dianut oleh pasien.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan

produksi sekret.
2. Resiko terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan

penurunan permukaan efektif paru.

3. Hipertermi , perubahan suhu tubuh berhubungan dengan adanya

infeksi dan reaksi inflamasi.

4. Perubahan nuitrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia.

5. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan kurang

pengetahuan untuk menghindari pemejanan kuman patogen.

3. PERENCANAAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan

produksi sekret.

Rencana tujuan : mempertahankan jalan nafas pasien, mengeluarkan

sekret tanpa bantuan, menunjukkan perilaku untuk mempertahankan /

memperbaiki bersihan jalan nafas.

Rencana tindakan :

1) Kaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan irama,

kedalaman dan pengguanan otot asesori.

Rasional : adanya ronchi, mengi dapat menunjukkan adanya

akumulasi sekret / ketidakmampuan membersihakan jalan nafas

yuang dapat menimbulkan pengguanan otot asesori pernafasan dan

peningakatan kerja pernafasan.


2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa atau batuk efektif,

catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.

Rasional : pengeluaran akan sulit bila sekret sangat tebal, adanya

sputum atau batuk darah disebabkan oleh kerusakan paru atau

brokeal yang memerlukan evaluasi / intervensi lebih lanjut.

3) Berikan posisi semifowler tinggi, bantu pasien untuk batuk dan

latihan nafas dalam.

Rasional : nafas dalam akan meningkatkan ekspansi paru dan

menurunkan upaya pernafasan dan membantu mengeluarkan

sekret.

4) Bersihkan mulut dari sekret dan trakea sesuai indikasi.

Rasional : mencegah obstruksi / aspirasi.

5) Pertahankan masuknya cairan sedikitnya 2500 cc / hari kecuali

kontraindikasi.

Rasional : membantu mengencerkan sekret.

6) Berikan obat – obatan sesuai indikasi : mukolitik, bronkodilator,

kortikosteroid.

Rasional : agen mukolitik menurunkan kekentalan sekret,

kortikostertoid berperan menurunkan reaksi inflamasi,

bronkodilator mengurang tahan aliran udara.

2. Resiko terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan

penuruna permukaan efektif paru.


Rencana tujuan : melaporkan tidak ada / penurunan dispnoe,

menunjukkan perbaikan ventilasi oksigenasi jaringan adekuat.

Rencana tindakan :

1) kaji disponoe, takipnoe, tak normal / menurunnya bunyi nafas,

peningkatan upaya pernafasan terbatasnya ekspansi dinding dada

dan kelemahan.

Rasional : mengkaji lebih jauh efek Tuberkulosis Paru terhadap

pernafasan.

2) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, sianosis dan perubahan

pada warna kulit termasuk membran mukosa dan kuku.

Rasional : pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi

organ vital dan jaringan.

3) Dorong / tunjukkan bernafas bibir selama ekshalasi.

Rasional : mencegah kolap/ penyempitan jalan nafas, membantu

menyebarkan udara dalam paru dan membantu menurunkan nafas

pendek

4) Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas

perawatan diri sesuai keperluan.

Rasional : menurunkan konsumsi udara dan menurunkan beratnya

gejala.

5) Berikan oksigen tambahan yang sesuai.


Rasional : dapat memperbaiki hipoksemia akibat penurunan

ventilasi.

3. Hipertermi, perubahan suhu tubuh berhubungan dengan adanya infeksi

dan reaksi inflamasi.

Rencana tujuan : mempertahankan suhu normal.

Rencana tindakan :

1) Pertahankan masukan cairan yang adekuwat ( sedikitnya 2500 ml

Rasional : untuk mengganti cairan yang hilang akibat peningkatan

suhu tubuh.

2) Anjurkan pasien untuk mengenakan pakaian yang tipis dan

menyerap keringat.

Rasional : memberikan rasa nyaman pada pasien.

3) Berikan kompres dingin.

Rasional : bisa membantu menurunkan suhu tubuh dengan efek

vasokontriksi.

4) Kolaborasi antipiretik

Rasional : menurunkan suhu tubuh dengan agen farmakologi.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia.

Rencana tujuan : menunjukkan berat badan yang meningkat, mau

menghabiskan porsi makan.

Rencana tindakan :

1) Catat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan mual, muntah.
Rasional : berguna dalam menentukan intervensi yang tepat.

2) Awasi masukan dan pengeluaran serta berat badan secara periodik.

Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan

dukungan cairan.

3) Dorong pasien untuk makan sedikit tapi sering dengan diit Tinggi

kalori tinggi protetin.

Rasional : memaksimalkan masukan nutrisi dengan makanan yang

mengurangi iritasi gaster.

4) Lakukan oral higiene.

Rasional : mengurangi rasa tidak enak dimulut.

5. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan kurang

pengetahuan untuk menghindari pemejanan kuman patogen.

Rencana tujuan : menurunkan resiko penyebaran infeksi, menunjukkan

perubahan pola hidup untuk meningkatkan linngkungan yang aman.

Rencana tindakan :

1) Anjurkan klien untuk batuk / bersin pada tissue dan menghindari

meludah.

Rasional : perilaku yang diharapkan untuk mencegah penyebaran

infeksi.

2) Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktivan berulang

Tuberkulosis Paru.
Rasional : pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk

mengubah pola hidup dan menghindari / menurunkan insiden

eksaserbasi.

4. IMPLEMENTASI

1. Meningkatkan / mempertahankan ventilasi atau oksigenasi yang

adekuat.

2. Mencegah penyebaran infeksi.

3. Mendukung perilaku untuk mempertahankan kesehatan.

4. Meningkatkan strategi koping efektif.

5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis dan

kebutuhan pengobatan.

5. EVALUASI

1. Fungsi pernafasan adekuwat untuk memenuhi kebutuhan individu.

2. Komplikasi dicegah.

3. Pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.

4. Proses penyakit atau prognosis dan program pengobatan dipahami.

Anda mungkin juga menyukai