Anda di halaman 1dari 9

TUGAS INDIVIDU PERTEMUAN KE-14

EKSISTENSI TEMBANG DOLANAN ANAK DI TENGAH


KOMPLEKSITAS MASALAH BANGSA

NAMA : Afrina Juwita


NIM : 180740015
KELAS : A1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH
2021
EKSISTENSI TEMBANG DOLANAN ANAK DI TENGAH
KOMPLEKSITAS MASALAH BANGSA

Oleh Sahid Teguh Widodo, Ph.D.


Universitas Sebelas Maret Surakarta

A. Alu-Aluan

Modernisasi adalah realitas yang terus menjadi, takmungkin dihindari kecuali


hanya diresapi, dipahami, dan dimuliakan dalam satu proses yang dinamis-
organis(tik). Modernisasi tidak hanya berpengaruh, berdampak dan berdampak
kepada satu generasi, namun juga generasi berikutnya. Dasar pendirian dari paper ini
adalah sebuah uraian perenungan sederhana bagaimana menegakkan kembali
kehidupan dengan kebajikan dan kearifan sendiri, tembang dolanan anak.

Tembang dolanan anak sebagai tradisi lisan merupakan sistem wacana


niraksara dan beraksara (Pudentia, 1998)yang sebagian besar adalah anonim,
disebarkan dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya (Keller,
1984). membatasi pengertian tembang dolanan anak ini sebagai lelagon‘tembang’
yang dimainkan oleh anak-anak dengan fragmen permainan gerak yang lucu, spontan,
dan energik. Bertolak dari judul di atas, berturut-turut hendak diuraikan tembang
dolanan sebagai wacana puitik, ajaran simbolik, wacana komunikasi, dan
kontribusinya untuk menegakkan kembali karakter budaya Nusantara, Indonesia.

B. Tembang Dolanan sebagai Wacana Puitik


Sebagai wacana puitik, tembang dolanan merupakan wacana puitik imajinatif
yang membawa anak mengenal kosmik individual dan sosialnya sendiri secara
sukarela dalam suasana terbuka dan riang gembira.

Bahasa sederhana yang tumbuh dari milleu sendiri menebar benih-benih


memori yang kuat, memberikan pengalaman interaksi yang konkret. Lebih dari
itu,kesederhanaan menumbuhkan persepsi yang positif anak, baik pada diri sendiri
maupun orang lain serta lingkungannya. Melalui perlambangan dan berbagai bentuk
leksikon artikulasi metaforis, misalnya binatang lokal (Menthok, kupu, kancil, Gajah,
Kebo, dsb.), alam sekitar (pari, ngluku, ani-ani, terong, kencur,dll), sifat (bodho,
pinter, gemi, dll). Bahasa dalam tembang dolanan memiliki ciri metaphor yang sangat
kuat dan sulit untuk dikatakan sebagai bahasa literal.Oleh karenanya memahami
tembang sepatutnya dilakukan secara metaforis, adanya kenyataan non-inderawi yang
“berbicara”.

Tembang dolanan anak sebagai wacana puitik masuk dalam genre sastra puisi
(niraksara dan beraksara).Menarik, di dalam syair tembang yang sederhana itu
ternyata bersalut begitu banyak rekaman sejarah, pengetahuan, dan beraneka
kesenangan.Tembang dolanan anak tidak saja melatih kognitif anak, namun juga
afektif dan psikomotorik anak melalui permainan anak seperti gatheng, dakon,
macanan, sumbar-suru, sumbar-manuk, sumbar-dulit, kubuk, adu-kecik, adu-miri,
nekeran, jirak, dekepan,dan jethungan.

C. Tembang Dolanan Anak sebagai Simbolik Ajaran

Dunia simbolik dimaksud memiliki sifat dasar, yaitu tidak langsung, tertunda,
dan metaforis. ajaran dalam tembang dolanan bersifat simbolis. Bentuk ajaran dalam
tembang dolanan diungkapkan secara simbolis. Banyaknya macam, peruntukan, dan
perwujudannya menunjukkan bahwa tembang dolanan tidak sekedar berfungsi untuk
menghibur, namun juga mengasah kemampuan intelektualitas, perasaan dan emosi,
serta kemampuan fisik dan kerja manipulatif anak (Koestler, 1967).

Tembang Wi Gembili populer pada era 1920-1960an. Sekilas tembang ini


tampak layaknya tembang jenaka. Namun sesungguhnya tembang ini tak lepas dari
adanya sindiran kepada para pribumi Jawa (Gembili) yang suka bergaya dengan
kedudukan yang diberikan oleh Belanda (Tuan Jidur).Semua persenjataan, tipu daya,
dan fitnah penjajah (tumbak dankeris) tidak mampu melukai dan mengalahkan
(bengkong ‘bengkok’) bangsa Jawa (Celeng, babi hutan yang dihinakan dan terjajah).
Amanat tembang tersamarkan dalam kejenakaan.

D. Tembang sebagai Wacana Komunikasi

Tembang dolanan anak pada dasarnya adalah komunikasi melalui media


tembang, secara verbal atau non non-verbal melalui gerak-gerik, dan atau isyarat
tertentu yang dipahami bersama. Permainan di dalamnya memungkinkan terjadinya
komunikasi interaksional para pesertanya. Jika salah satu menyampaikan pesan, maka
peserta lainnyaakan menanggapinya (memberikan feedback). Suasana interaktif yang
tercipta (kebersamaan) menjadi “pesan” tersendiri dan jauh lebih menonjol dari nilai
pesan tembang yang disampaikan.Tak jarang terjadi komunikasi model transaksional,
manakala terjadi proses negosiasi yang melibatkan dampak dan tanggungjawab
peserta komunikasi.

Tembang dolanan lepetan dinyanyikan untuk mengiringi permainan. Tatacaranya


adalah:
1) Beberapa anak berbaris dan bergandengan tangan satu dengan yang lain.
Masing-masing memegang pergelangan tangan temannya. Anak yang paling
ujung berpegangan pada sebuah tiang. Semua anak menyanyikan tembang
dolanan Lepetan secara bersama-sama.
2) Anak paling ujung masuk menyelinap di antara pegangan tangan kawannya,
terus hingga sampai ke anak yang memegang tiang.
3) AnakAnak tadi kembali menyelinap kembali pada jalan yang ditempuh tadi.
Lalu setelah sampai keujung, ia melepas tangannya dan berjalan kea rah
temann-temannya sambil mengatakan “enya sega” kepada teman di
sampingnya, “Enya sega” kepada teman sampingnya lagi hingga pada saat
sampai ke anak pemegang tiang, dia mengatakan “enyo enthonge”
4) Jika sang anak tadi mengatakan “enyoh iwak”, maka begitu sampai ke anak
pemegang tiang, ia bilang “Enya balunge” Anak yang membagikan Sega atau
Iwak tadi bertanya kepada anak di sampingnya yang habis saja digandeng.

E. Tembang Dolanan sebagai Wacana Estetis

Keberadaan tembang dolanan anak tidak terlepas dari fungsinya sebagai


hiburan bagi anak-anak. Selain memberi rasa senang, tembang dolanan anak memiliki
bentuk, makna, dan fungsi yang sarat dengan warna estetika tradisional. Konsep dasar
yang diusung oleh tembang dolanan anak adalah konsep rukun, gembira, seni, daya
dinayan ‘saling memberi (kekuatan) dan membantu’ antarpeserta dan lingkungan, dan
konsep hiburan (Wahyu, dkk.,1994). Semua itu menjadi identitas estetis tembang
dolanan (Palgunadi, 2002).

Sebagai wacana estetis, tembang dolanan memiliki watak yang berbeda-beda.


Karakter yang dikandung di dalam sebuah lagu atau tembang merupakan sistem dan
norma yang dapat lacak dan dihayati dengan menggunakan medium bahasa. Watak di
dalam tembang dolanan anak terkait erat dengan sifat dan ciri tradisi setempat (Amir,
1999) di mana tembang itu di lahirkan. Tembang dolanan anak secara umum memiliki
watak atau karakter, yaitu:
1) Memiliki wilayah sebaran dan jangkauan estetika yang tidak terbatas pada
kultur yang mendukungnya.
2) EksistensiEksistensi dan perkembangan estetika tembang dolanan anak berkait
dengan dinamika masyarakat pemilik dan pemeliharanya.
3) Tembang dolanan anak merupakan bagian dari kosmos kehidupan yang bulat.
4) Tembang dolanan anak sebagian besar (hampir seluruhnya) adalah anonym,
bukan dicipta oleh seseorang namun oleh sebuah kolektif pendukungnya.
5) TembangTembang dolanan anak merupakan refleksi estetis kehidupan
masyarakat yang bulat dan utuh dan merupakan bentuk seni utilitas bagi
masyarakatnya (bandingkan dengan Sahid, 2013)

F. Epilog

Wacana tembang dolanan anak berdasarkan sifat dan pelaksanaannya memiliki fungsi
utama sebagai hiburan dan karenanyalah menghadirkan suasana bahagia dan riang
gembira (Yulianeta, 2009). Menegakkan kembali eksistensi tembang dolanan anak
berarti :
1) “menanamkan rasa cinta budaya sendiri” di tengah kehidupan anak-anak
melalui bahasa sebagai mediumnya.
2) “melatih kemampuan psikomotorik anak” melalui sajian gerak gerak
permainan tertentu yang menuntut mental dan ketangkasan, kejelian dan
kecerdikan anak-anak.Pengaruh dari permainan anak tersebut dapat
mengembangkan syaraf psikomotorik anak sehingga mendorong terbentuknya
tubuh dan jiwa yang sehat.
3) “melatih kecerdasan dan kecerdikan”.Tembang dolanan anak sebenarnya
adalah bagian dari tradisi lisan yang menuntut dan melatih kecerdasan dan
kecerdikan anak.
4) “menanamkan rasa persatuan dan kesetiakawanan sosial”.Tembang dolanan
dan permainan anak Jawa seringkali dilakukan di tanah lapang sehingga anak-
anak dari berbagai dukuh atau desa dapat bergabung sekaligus.Hal itu
mengakibatkan saling kenal antaranak.
5) “memupuk semangat sportivitas dan disiplin”.Setiap Tiap anak yang
menyanyikan tembang dolanan terikat dan tunduk dengan metrum notasi
tembang, mengikuti tata cara permainan, dan memiliki semangat kebersamaan.
Anak yang tidak mengikuti aturan permaian akan mendapat sebutan nakalan
(nakal). Nilai terselubung yang hendak disampaikan adalah semangat
sportivitas.Mengikuti kapan harus berjaga dan kapan harus bersebunyi; kapan
menari, dan kapan semua diam.
KEPUSTAKAAN

Amir, R. 1999.Seni pertunjukkan di dalam Naskah, Pengelolaan dan Pembinaan.


Univerditas Indonesia: Jurusan Sastra Daerah Press.

Keller, M.S. 1984. “Folk Music in Trentino: Oral Transmission and the Use of
Vernacular Languages”, Ethnomusicology,

Koestler, Arthur. 1967. The Act of Creation. New York: Dell.

Palgunadi, B. 2002.Serat Kandha Karawitan Jawi. Bandung: ITB Press.

Pudentia (ed.). 1998. Metodologi Kajian Sasrtra Lisan. Jakarta Yayasan Obor
Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan.

Wahyu, dkk. 1994. Permainan Tradisional Anak-Anak Jawa Barat. Bandung:


Jarahnitra.

Sahid, T.W. Tembang Dolanan Anak: Syair, Notasi, dan perwujudannya. Surakarta:
Cakrabooks.

Yulianneta, dkk. 2009. Fungsi dan Nilai Permaianan Tradisional Anak-Anak Priangan
di Tengah Arus Globalisasi. Surabaya: Pelantra.

Anda mungkin juga menyukai