Anda di halaman 1dari 14

Yusida Gloriani: Kajian Nilai-Nilai Sosial dan Budaya Kakawihan….

| 195

KAJIAN NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA


PADA KAKAWIHAN KAULINAN BARUDAK LEMBUR SERTA
IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA BERBASIS MULTIKULTURAL

Yusida Gloriani
FKIP Universitas Kuningan
Pos-el: glorianiyusida@yahoo.com

Abstrak

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki kekayaan dan keanekaragaman budaya. Setiap
suku bangsa di Indonesia memiliki ciri khas budayanya masing-masing. Kekayaan budaya ini
harus dipertahankan dan dilestarikan, karena budaya itu merupakan pribadi asli bangsa
Indonesia. Folklor Indonesia merupakan salah satu jenis tradisi lokal yang berkembang pada
masyarakat Indonesia. Folklor merupakan salah satu bentuk kekayaan kebudayaan Indonesia
yang berkembang sejak zaman dahulu. “Folklore is a way of understanding people and the
wide-ranging creative ways we express who are and what we value and believe” (Sims, 2005:
xi). Kakawihan merupakan salah satu bentuk folklor lisan hasil kebudayaan lama masyarakat
Sunda. Kakawihan ini sering dikaitkan dengan “kaulinan barudak urang Sunda”, artinya
bahwa kakawihan tidak terlepas dari sebuah nyanyian yang sering dibawakan pada permainan
anak-anak masyarakat Sunda. Kakawihan sebagai sebuah kebudayaan lokal masyarakat
Sunda yang harus dijaga kelestariannya, memunculkan sebuah kearifan lokal (local wisdom)
yang harus menjadi sebuah kekayaan dan khazanah kebudayaan Indonesia. Upaya untuk
menjaga, memelihara, membina, dan menumbuhkembangkan kebudayaan lokal yang ada,
diantaranya pemerintah melaksanakan pendidikan multikultural. Penelitian ini difokuskan
pada pengkajian secara etnopedagogis tentang kakawihan kaulinan barudak lembur dengan
cara mengkaji nilai-nilai sosial dan nilai-nilai budaya yang terdapat di dalamnya. Sebagai
bentuk pelestariannya, hasil penelitian ini akan diimplementasikan dalam pendidikan bahasa
dan sastra Indonesia yang berbasis multikultural.

Kata kunci: folklor, kakawihan kaulinan barudak lembur, nilai-nilai sosial, nilai-nilai
budaya, etnopedagogi dan pendidikan multikultural

THE EXAMINATION OF CULTURAL AND SOCIAL VALUES OF KAKAWIHAN


KAULINAN BARUDAK LEMBUR AND THEIR IMPLEMENTATION IN THE
MULTICULTURAL TEACHING OF INDONESIAN LANGUAGE AND LITERATURE

Abstract

Indonesia is a nation with a rich variety of culture. Each ethnic group in this country has
distinct characteristics. This cultural richness has to be preserved, for culture is Indonesian
inherent characteristic. Indonesia’s folklore is a form of local tradition that develops among
the Indonesian society. It is part of Indonesian cultural richness, which has developed for
ages. Folklore is a way of understanding people and the wide-ranging creative ways we
express who are and what we value and believe” (Sims, 2005: xi). Kakawihan (Sundanese
songs) is a sort of oral folklore that stems from old Sundanese culture. It is often associated
with “kaulinan barudak urang Sunda” (the game of Sundanese children), meaning that
kakawihan is inseparable from songs in the game of Sundanese children. Kakawihan as part
196 | LOKABASA Vol. 4, No. 2, Oktober 2013

of local culture of Sunda has to be preserved, since it gives rise to local wisdom that has been
inherent part of the richness of Indonesian culture. Among the ways of preserving and
cultivating local culture is multicultural education. This research focuses on an
etnopedagogical examination of kakawihan kaulinan barudak lembur by investigating their
cultural and social values. As a form of preservation measure, the results of the research will
be implemented through the multicultural teaching of Indonesian language and culture.

Key words: folklore, Kakawihan Kaulinan Barudak Lembur, social values, cultural values,
etnopedagogical and multicultural education

PENDAHULUAN bahasa sandi atau simbol bahasa yang hanya


Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dimengerti oleh kelompoknya dan sulit
fenomena tentang keanekaragaman etnik, untuk dipahami oleh orang lain di luar
agama, dan budaya masyarakat Indonesia komunitasnya. Untuk memahami
yang menimbulkan berbagai konflik. kakawihan sebagai salah satu warisan
Penyebab timbulnya konflik ini diantaranya budaya Sunda, dibutuhkan pemahaman
karena keegoisan, ketidakpedulian, perasaan tentang folklor, selain itu, dibutuhkan juga
yang selalu menganggap dirinya atau pengetahuan yang mendalam tentang nilai-
kelompoknya yang paling benar. Hilangnya nilai sosial dan budaya masyarakat Sunda.
jati diri bangsa ini di antaranya dipengaruhi Sekarang, kakawihan ini sudah mulai
pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dilupakan, bahkan tidak pernah lagi
dan teknologi informasi tanpa filter, juga terdengar didendangkan saat bermain oleh
kuatnya pengaruh-pengaruh budaya asing anak-anak pada masyarakat Sunda.
dan cara berpikir yang berbeda dalam Pelaksanaan pendidikan berbasis
memaknai kehidupan. multikultural di Indonesia didasari oleh
Penanaman terhadap pengakuan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
keragaman etnis dan budaya masyarakat tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 4,
Indonesia merupakan upaya merespons yang berbunyi
fenomena konflik etnis dan sosial-budaya “Pendidikan dilaksanakan secara
yang muncul di tengah-tengah masyarakat. demokratis, tidak diskriminatif dengan
Penanaman kembali nilai-nilai karakter menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia
yang terkandung dalam warisan budaya (HAM), nilai keagamaan, nilai kultural
bangsa, diantaranya penanaman nilai-nilai dan kemajemukan bangsa” Depdiknas.
sosial dan budaya melalui kakawihan (2003).
kaulinan barudak lembur akan membantu Ide pendidikan multikultural telah
membentuk kembali beberapa karakter menjadi komitmen global yang
bangsa yang hilang. direkomendasi oleh UNESCO pada tahun
Kakawihan merupakan salah satu 1994 di Jenewa. Rekomendasi itu di
bentuk folklor lisan hasil kebudayaan lama antaranya memuat empat pesan. Pertama,
masyarakat Sunda. Kakawihan pendidikan hendaknya mengembangkan
didendangkan dalam permainan anak-anak kemampuan untuk mengakui dan menerima
masyarakat Sunda. Saat mendendangkan nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan
kakawihan, anak-anak akan merasakan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan
kesenangan atau kegembiraan, berbagi suka, budaya serta mengembangkan kemampuan
saling berbagi perasaan, berkomunikasi, dan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja
berinteraksi dengan teman-temannya. sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan
Namun di balik permainan itu, kakawihan hendaknya meneguhkan jati diri dan
pun digunakan untuk menyampaikan mendorong konvergensi gagasan dan
sebuah maksud dengan menggunakan
Yusida Gloriani: Kajian Nilai-Nilai Sosial dan Budaya Kakawihan…. | 197

penyelesaian-penyelesaian yang kualitatif. Sesuai dengan masalah dan


memperkokoh perdamaian, persaudaraan tujuan penelitian di atas, bahwa penelitian
dan solidaritas antara pribadi dan ini menggambarkan hasil kajian secara
masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya etnopedagogik nilai-nilai sosial dan nilai-
meningkatkan kemampuan menyelesaikan nilai budaya lokal pada kakawihan kaulinan
konflik secara damai dan tanpa kekerasan. barudak lembur yang ada di Kabupaten
Karena itu, keempat pendidikan hendaknya Kuningan.
juga meningkatkan pengembangan
kedamaian dalam diri pikiran peserta didik HASIL DAN PEMBAHASAN
sehingga dengan demikian mereka mampu Folklor
membangun secara lebih kokoh kualitas Folklor sering diidentikkan dengan
toleransi, kesabaran, kemauan untuk tradisi dan kesenian yang berkembang pada
berbagi dan memelihara (Risal, 2011). zaman sejarah dan telah menyatu dalam
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kehidupan masyarakat. Di dalam
pelaksanaan pendidikan yang berbasis masyarakat Indonesia, setiap daerah,
budaya lokal, salah satunya kakawihan kelompok, etnis, suku bangsa, golongan,
kaulinan budak lembur merupakan salah agama, masing-masing telah
satu bentuk implementasi dari pendidikan mengembangkan folklornya sendiri-sendiri
multikultural ini. Pendidikan multikultural sehingga di Indonesia terdapat aneka ragam
ini tidak lepas dari proses pembudayaan folklor. Menurut Danandjaja (1991: 1)
pada masyarakat belajar. Penanaman folklor ialah kebudayaan manusia (kolektif)
terhadap pengakuan keragaman etnis dan yang diwariskan secara turun-temurun, baik
budaya masyarakat Indonesia merupakan dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat.
upaya merespons fenomena konflik etnis Dapat juga diartikan Folklor adalah adat-
dan sosial-budaya yang muncul di tengah- istiadat tradisonal dan cerita rakyat yang
tengah masyarakat. Penanaman kembali diwariskan secara turun-temurun, dan tidak
nilai-nilai karakter yang terkandung dalam dibukukan, merupakan kebudayaan kolektif
warisan budaya bangsa, di antaranya yang tersebar dan diwariskan turun
penanaman nilai-nilai sosial dan budaya menurun.
pada kakawihan ini akan membantu Mempelajari folklor merupakan
membentuk kembali beberapa karakter yang sebuah langkah untuk memahami dan
hilang. mempelajari kehidupan sehari-hari
Pengkajian pada kakawihan kaulinan masyarakat zaman dahulu dalam
budak lembur sebagai salah satu bentuk berkomunikasi, berinteraksi, dan
folklor lisan akan menumbuhkan berekspresi, juga dalam berseni. Hasil seni
kenikmatan estetis dan kenikmatan mereka dalam mengekspresikan diri dan
intelektual sehingga akan menumbuhkan berkomunikasi itu dapat berupa folksong
kematangan emosional dan kematangan (nyanyian rakyat), folk specch (cerita
intelektual. Folklor bercerita dan rakyat), atau berupa artefak-artefak.
mengungkapkan tentang warna-warna Menurut Sims (2005: 3) “Studying folklore
kehidupan serta ekspresi masyarakat zaman is a way of learning about people, of
dahulu. Pada folklor, akan diperoleh pula thinking about how we communicate and
pandangan-pandangan filosofis tentang make meaning”.
kehidupan dan bagaimana menjalani Kata folklor merupakan peng-
kehidupan. Indonesiaan dari bahasa Inggris. Kata
tersebut merupakan kata majemuk yang
METODE berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan
Metode penelitian yang penulis lore.
gunakan adalah metode analisis deskriptif
198 | LOKABASA Vol. 4, No. 2, Oktober 2013

Pengertian folklor adalah bagian dari folklor dalam tiga kelompor besar
kebudayaan yang disebarkan dan berdasarkan tipenya: (1) folklor lisan
diwariskan secara tradisional, baik dalam (verbal folklore), (2) folklor sebagian lisan
bentuk lisan maupun contoh yang disertai (partly verbal folklore), (3) folklor bukan
dengan gerak isyarat atau alat pembantu lisan (nonverbal folklore), atau masing-
pengingat. masing istilahnya mentifacts, sociofacts,
Agar dapat membedakan antara folklor dan artifacts.
dengan kebudayaan lainnya, harus diketahui Folklor lisan adalah folklor yang
ciri-ciri utama folklor. Folklor memiliki bentuknya murni lisan. Yang termasuk
ciri-ciri sebagai berikut. dalam kelompok ini adalah: (a) bahasa
1) Penyebaran dan pewarisannya biasanya rakyat (folk specch) seperti logat, julukan,
dilakukan secara lisan, yaitu melalui pangkat tradisional, titel kebangsawanan;
tutur kata dari mulut ke mulut dari satu (b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa,
generasi ke generasi selanjutnya. pepatah dan pemeo; (c) pertanyaan
2) Bersifat tradisional, yaitu disebarkan tradisional seperti teka-teki; (d) puisi rakyat,
dalam bentuk relatif tetap atau dalam seperti pantun, gurindam, syair; (e) cerita
bentuk standar. prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan
3) Berkembang dalam versi yang berbeda- dongeng; dan (f) nyanyian rakyat.
beda. Hal ini disebabkan penyebarannya Folklor sebagian lisan adalah folklor
secara lisan sehingga folklor mudah yang bentuknya merupakan campuran unsur
mengalami perubahan. Akan tetapi, lisan dan bukan lisan, misalnya kepercayaan
bentuk dasarnya tetap bertahan. rakyat, permainan rakyat, teater rakyat, tari
4) Bersifat anonim, artinya pembuatnya rakyat, adat istiadat, upacara, pesta rakyat.
sudah tidak diketahui lagi orangnya. Folklor bukan lisan adalah folklor yang
5) Biasanya mempunyai bentuk berpola. bentuknya bukan lisan, misalnya yang
Kata-kata pembukanya misalnya. material, arsitektur rakyat (bentuk rumah,
Menurut sahibil hikayat (menurut yang lumbung padi), kerajinan tangan rakyat,
empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa pakaian adat, perhiasan, makanan dan
misalnya dimulai dengan kalimat anuju minuman rakyat, obat-obatan tradisional.
sawijing dina (pada suatu hari). Yang bukan material misalnya gerak isyarat
6) Mempunyai manfaat dalam kehidupan tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk
kolektif. Cerita rakyat misalnya berguna komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya,
sebagai alat pendidikan, pelipur lara, bunyi gendang), dan musik rakyat.
protes sosial, dan cerminan keinginan Jika dilihat berdasarkan tipenya
terpendam. tersebut, maka kakawihan kaulinan barudak
7) Bersifat pralogis, yaitu mempunyai lembur termasuk pada folklor lisan yang
logika sendiri yang tidak sesuai dengan berbentuk nyanyian rakyat, karena
logika umum. Ciri ini terutama berlaku kakawihan ini sering dinyanyikan
bagi folklor lisan dan sebagian lisan. masyarakat Sunda terutama anak-anak pada
8) Menjadi milik bersama (colective) dari saat mereka bermain dengan teman-
masyarakat tertentu. temannya.
9) Pada umumnya bersifat lugu atau polos
sehingga seringkali kelihatannya kasar Kakawihan
atau terlalu sopan. Hal itu disebabkan Kakawihan barudak lembur atau kawih
banyak folklor merupakan proyeksi murangkalih yaitu kawih yang biasa
(cerminan) emosi manusia yang jujur dilantunkan atau didendangkan oleh anak-
(Danandjaja, 1991: 3-4). anak, baik itu di dalam rumah maupun di
Jan Harold Brunvand (dalam luar rumah, misalnya di taman saat terang
Danandjaja, 1991: 21) mengelompokkan bulan, atau ditempat lainnya tempat mereka
Yusida Gloriani: Kajian Nilai-Nilai Sosial dan Budaya Kakawihan…. | 199

sedang bermain. Kawih kaulinan barudak lain yang sudah terdokumentasikan di


lembur ini bisa dimasukan ke dalam bentuk antaranya:
puisi kakawihan (puisi nyanyian) yaitu
sebagai bagian dari cerita rakyat, seperti Oray-orayan
dikemukakan oleh Yus Rusyana: “Dalam Oray-orayan,
sastra dikenal berbagai bentuk karangan luar leor mapay sawah
seperti halnya dengan sastra tulisan yaitu Entong ka sawah,
bentuk cerita, drama, puisi dan bahasan. parena keur sedeng beukah
Dalam sastra Sunda dikenal cerita rakyat Mending ge teuleum,
seperti dongeng dan cerita pantun, teater di leuwi loba nu mandi
rakyat seperti banjet, topeng, longser, ubrug,
Saha anu mandi, anu mandina
dan tarling, puisi rakyat seperti mantra, pandeuri
sawer, pupujian, kakawihan dan paparikan
serta bahasan seperti uraian tentang
Ayang-ayang gung
pandangan hidup”. Sedangkan sosok
kakawihan barudak menurut Dananjaya Ayang-ayang gung
bisa dimasukan sebagai puisi rakyat, gung goongna rame
nyanyian rakyat dan permainan rakyat. Hal Menak ki Mastanu
ini memang bisa dibuktikan bahwa Nu jadi wadana
kakawihan barudak mengandung puisi dan Naha maneh kitu
lagu serta media untuk mengungkapkannya. Tukang olo-olo
Kakawihan dipandang sebagai puisi Loba anu giruk
rakyat (sajak rakyat) dibagi menjadi tiga Ruket jeung kompeni
kategori yaitu: (a) sajak untuk anak-anak Niat naek pangkat
(nursery rhyme); (b) sajak permainan (play Katon kagorengan
rhyme); dan c) sajak untuk menentukan Ngantos Kangjeng Dalem
siapa yang “jadi” dalam suatu permainan Lempa lempi lempong
atau tuduhan (counting out rhyme). Contoh Ngadu pipi jeung nu ompong
sajak kanak-kanak (nursery rhyme) adalah Jalan ka Batawi ngemplong
“Ucang Angge”.
Cingcangkeling
Ucang-ucang anggé
Cingcangkeling
Mulung muncang ka paranggé
Manuk cingkleung cindeten
Digogog ku anjing gedé
Plos ka kolong
Anjing Gedé nu Mang lebé
Bapa Satar buleneng
Ari gog... gog cungungung.........”
Menurut Kosasih (2010), kakawihan di Eundeuk-eundeukan
atas biasanya dibawakan dalam pola
Eundeuk-eundeukan lagoni
pengasuhan anak, agar anak itu tertawa dan
Meunang peucang sahiji
gembira. Si anak akan tertawa dan merasa
Leupas deui ku Nini
senang, karena selain diiringi sajak dan lagu,
Beunang deui ku Aki
juga ditimang oleh orang tua atau
pengasuhnya yang ditempatkan di kedua
Jaleuleu
kaki. Posisinya bisa sambil duduk di
golodog atau bisa terlentang, dengan kedua Jaleuleu ja tulak tujaeman gog
kakinya ditunggangi oleh anak. Seureuh leuweung bay Jambe kolot bug
Selain kakawihan di atas, banyak Ucing katinggang songsong Ngek ngek!
contoh kakawihan kaulinan barudak lembur
200 | LOKABASA Vol. 4, No. 2, Oktober 2013

Nilai-nilai Sosial dan Nilai-nilai Budaya Makna yang terkandung dalam


pada Kakawihan Kaulinan Barudak kakawihan Oray-orayan di atas
Lembur mengungkapkan sebuah bentuk permainan
1) Nilai-nilai Sosial seperi ular (oray). Biasanya ular itu
Nilai sosial merupakan sikap-sikap dan hidupnya di sawah, di sungai, atau kali.
perasaan yang diterima secara luas oleh Walaupun ular dianggap binatang yang
masyarakat dan merupakan dasar untuk menakutkan, namun ular sangat membantu
merumuskan apa yang benar dan apa yang para petani dalam memburu hama tikus di
penting. Nilai sosial lahir dari kebutuhan sawah. Kakawihan oray-orayan ini
kelompok sosial akan seperangkat ukuran menggambarkan kehidupan ular yaitu luar
untuk mengendalikan beragam kemauan leor mapay sawah yang artinya bahwa ular
warganya yang senantiasa berubah dalam jalannya meliuk-liuk mengitari sawah.
berbagai situasi. Dengan ukuran itu Kemudian ada sebuah larangan, jangan ke
masyarakat akan tahu mana yang baik atau sawah karena sawah sedang penuh dengan
buruk, benar atau salah dan boleh atau padi yang sebentar lagi dipanen (entong ka
dilarang. sawah, paréna keur sedeng beukah).
Nilai sosial adalah nilai-nilai kolektif Sebaiknya ke sungai saja, tapi di sungai
yang dianut oleh masyarakat kebanyakan. juga sedang banyak orang yang mandi
Nilai-nilai sosial merupakan hal yang dituju (mending gé teuleum, di leuwi loba nu
oleh kehidupan sosial itu sendiri, sedangkan mandi). Kemudian terakhir peringatan
metode pencapaian nilai-nilai sosial tersebut untuk yang sedang mandi di sungai, jangan
adalah norma, sehingga fungsi norma sosial mandi sendiri kalau di sungai, harus ada
adalah sebagai petunjuk atau arah tentang teman karena berbahaya (saha anu mandi,
cara untuk mencapai nilai (Setiadi dan anu mandina pandeuri, riririri...).
Kolip, 2011: 124). Kakawihan ini mengandung nilai-nilai
Peran nilai sosial adalah sebagai: (1) kehidupan yang hendak disampaikan
alat untuk menentukan harga sosial, kelas melalui permainan oray-orayan. Nilai-nilai
sosial seseorang; (2) mengarahkan kehidupan ini tampak dari kata-kata atau
masyarakat untuk berpikir dan bertingkah rumpaka yang disampaikan ataupun melalui
laku sesuai dengan nilai yang ada; (3) gerakan yang mengikutinya. Kakawihan
memotivasi manusia untuk berperilaku oray-orayan biasanya dinyanyikan anak-
sesuai dengan yang diharapkan; (4) alat anak dengan riang gembira sambil berbaris
solidaritas atau mendorong masyarakat memanjang dan berpegangan pundak
untuk bekerjasama; dan (5) pengawas, dengan kuat supaya tidak terlepas.
pembatas, pendorong dan penekan individu Kemudian mereka meliuk-liuk menirukan
untuk selalu berbuat baik (Setiadi dan Kolip, gerakan ular. Kepala ular sebagai pemimpin
2011: 125). meliuk-liuk diikuti teman-temannya,
Pengkajian nilai-nilai sosial yang kemudian mengejar teman yang menjadi
terdapat dalam kakawihan kaulinan ekor ular untuk menangkapnya dan “jadi”
barudak lembur dipaparkan sebagai berikut. atau kena hukuman.
(1) Oray-orayan, Nilai-nilai sosial yang tampak pada
luar leor mapay sawah permainan kakawihan oray-orayan ini
Entong ka sawah, diantaranya adalah:
parena keur sedeng beukah a) nilai kepemimpinan, yaitu kepala ular
Mending ge teuleum, yang dianggap sebagai pemimpin, harus
di leuwi loba nu mandi bisa memimpin dan mengarahkan
Saha anu mandi, anu mandina rakyatnya/bawahannya dengan benar
pandeuri (berperilaku sesuai dengan yang
Riririri... diharapkan);
Yusida Gloriani: Kajian Nilai-Nilai Sosial dan Budaya Kakawihan…. | 201

b) nilai gotong royong, untuk semua Mastanu ini memiliki sifat yang kurang
pemain (anak) harus bisa bekerja sama baik (Naha manéh kitu, tukang olo-olo).
dalam mencapai tujuan bersama Bahkan karena sifat yang tidak baiknya itu
(solidaritas); menimbulkan banyak orang menjadi
c) nilai kebersamaan, untuk semua pemain bermasalah dengan tentara Belanda (loba
(anak) tidak mementingkan diri sendiri, anu giruk, ruket jeung Kompeni). Ketika Ki
bermain sesuai aturan yang ada; Mastanu menginginkan naik pangkat, orang
d) nilai kepedulian pada orang lain, tidak sudah tahu bahwa dia memiliki sifat atau
egois atau ingin senang sendiri; tujuan yang tidak baik (niat naek pangkat,
e) nilai tanggung jawab, kepala ular katon kagorengan). Bahkan demi niatnya
sebagai penanggungjawab keselamatan itu, dia mendekati pejabat yang lebih tinggi
rakyatnya; kedudukannya (Ngantos Kanjeng Dalem),
f) nilai keberanian, berani menghadapi tetapi sia-sia harapannya tidak terkabul
berbagai rintangan. (lempa lempi lempong, ngadu pipi jeung nu
Nilai-nilai sosial tersebut merupakan ompong), padahal ada jabatan yang kosong
sikap-sikap dan perasaan yang diterima untuk diduduki orang yang tepat sesuai
secara luas oleh masyarakat Sunda dan keahliannya (jalan ka Batawi ngemplong).
merupakan dasar untuk merumuskan apa Ketika melagukan kakawihan ini,
yang benar dan apa yang penting untuk biasanya anak-anak melagukannya dengan
dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. cara saling memeluk erat pundak teman
disampingnya. Seorang diantara mereka
(2) Ayang-ayang gung
menjadi Ki Mastanu berdiri terpisah tidak
gung goongna rame
dipeluk, bahkan ditunjuk-tunjuk oleh
Menak ki Mastanu
kelompok anak yang saling berpelukan
Nu jadi wadana
tersebut. Berdasarkan gerakan tersebut, kita
Naha maneh kitu
dapat memaknai bahwa anak-anak yang
Tukang olo-olo
berpelukan pundak itu adalah rakyat yang
Loba anu giruk
selalu bersatu dan memiliki satu tujuan
Ruket jeung kompeni
dalam menjalani kehidupan, sedangkan
Niat naek pangkat
yang seorang yang menjadi Ki Mastanu
Katon kagorengan
dipisahkan, karena rakyat tidak menyukai
Ngantos Kangjeng Dalem
seorang pimpinan yang memiliki sifat tidak
Lempa lempi lempong
terpuji.
Ngadu pipi jeung nu ompong
Berdasarkan makna kakawihan di atas,
Jalan ka Batawi ngemplong
maka dapat kita ungkapkan nilai-nilai
sosial yang terdapat pada kakawihan
Makna yang terkandung pada
tersebut di antaranya yaitu berkaitan dengan
kakawihan ayang-ayang gung dapat kita
kelas-kelas sosial pada masa itu. Sifat-sifat
cermati bahwa kakawihan ini bercerita
seorang pejabat yang tidak disukai
tentang kehidupan pada masa penjajahan
masyarakat, di antaranya:
Belanda di Indonesia. Terbukti dari kata-
a) sombong karena memiliki jabatan
kata kompeni (Belanda), Batawi
tinggi;
(Betawi/Jakarta). Kakawihan Ayang-ayang
b) bohong/tidak jujur dalam menjalankan
gung menceritakan tentang seorang menak
amanah sebagai pejabat;
(ningrat/darah biru) dan menjadi wadana
c) tidak bertanggung jawab dalam
(pejabat) bernama Ki Mastanu. Jika Ki
menjalankan kewajibannya; dan
Mastanu datang atau berkunjung ke
d) tidak peduli pada penderitaan orang lain,
daerah/desa selalu disambut dengan iringan
terutama masyarakat kecil.
musik (gung goongna rame). Namun Ki
202 | LOKABASA Vol. 4, No. 2, Oktober 2013

Nilai-nilai sosial yang dimunculkan yang tua) adalah dua jenis tanaman yang
pada kakawihan Ayang-ayang gung adalah biasa digunakan untuk “nyeupah” atau
nilai-nilai yang bersifat negatif, tidak boleh “makan kinang”, namun kedua tanaman ini
dijadikan contoh, namun dijadikan cermin. juga bisa dipakai untuk senjata atau tameng.
Sebaliknya dari nilai-nilai tersebut adalah “Jambe kolot, bug...! artinya pohon jambe
bahwa seorang pejabat atau pemimpin yang tua dan keras bisa dipakai untuk
masyarakat harus memiliki sifat: rendah hati, memukul/menggebug (bug..!). Dipukul
jujur, bertanggung jawab, dan peduli (care) sampai seperti seekor kucing yang kesakitan
pada orang lain, terutama masyarakat yang (ucing katinggang songsong, ngek..!).
dipimpinnya. Itu adalah nilai-nilai yang Nilai-nilai sosial yang dianggap
dianggap baik dan benar oleh masyarakat sebagai sebuah norma kehidupan yang
Sunda menurut kakawihan tersebut. terkandung dalam kakawihan Jaleuleu ja
adalah:
(3) Jaleuleu ja a) nilai kebersamaan, dengan saling
Atulak tu ja éman memberikan informasi-informasi
gog penting atau saling mengingatkan jika
Seureuh leuweung terjadi hal-hal yang membahayakan;
bay b) nilai kebermanfaatan alam atau
Jambé kolot lingkungan atau disebut juga nilai
bug material, yaitu dengan menggunakan
Ucing katinggang songsong seureuh leuweung dan jambe kolot
Ngék! (selain sebagai bahan untuk makan
kinang yang dianggap menyehatkan gigi,
Zaman dahulu, anak-anak Sunda ketika juga dipakai senjata atau tameng untuk
menyanyikan Jaleuleuja dibagi dua menggebug.memukul);
kelompok. Satu kelompok bersembunyi dan c) nilai kehati-hatian atau mawas diri
kelompok lainnya mencari dan memanggil- dalam menerima tamu atau orang yang
manggil dengan teriakan “jaleuleu....”, tidak dikenal, dengan teriakan jaleuleu...
kemudian yang bersembunyi menyahutnya
dengan teriakan “Jaa...!” Kemudian (4) Trang-trang kolentrang
diteruskan dengan teriakan Atulak tuja Si Londok paeh nundutan
eman...”. Dijawab lagi dengan teriakan Tikusruk kana durukan
“gog!”, begitu seterusnya sampai bunyi Mesat gobang kabuyutan
“Ngék”!
Kakawihan ini sangat kental sekali Trangtrang kolentrang adalah simbol
dengan permainan rima atau pengulangan bunyi-bunyian yang berasal dari suara
bunyi, baik pengulangan bunyi asonansi barang-barang (terbuat dari alumunium,
maupun aliterasi. Namun dibalik permainan kayu, atau bambu) ketika dipukulkan.
bunyi-bunyi tersebut, terdapat makna yang Maksud dari suara itu adalah sebagai simbol
tersembunyi. Misalnya, apa makna kata pemberitahuan kepada masyarakat, seperti
jaleuleu ja itu? Menurut beberapa pendapat halnya yang sering dilakukan penjaga
bahwa kata “jaleuleu ja...atulak tuja eman” keamanan di kampung-kampung dengan
merupakan panggilan untuk memukul-mukul kentongan ketika ada
memberitahukan pada Mang Eman bahwa informasi penting yang akan disampaikan
sudah datang orang Jawa (Ja...). kemudian kepada masyarakat. Londok (sejenis
menyuruh Mang Eman nagog (gog...!) binatang reptil seperti bunglon), namun
yang artinya jongkok untuk bersembunyi. dalam hal ini Londok atau Londo (orang
Selanjutnya, seureuh leuweung (daun sirih Belanda) yang sering terkantuk-kantuk jika
dari hutan) dan jambe kolot (buah jambe sedang bertugas karena malamnya
Yusida Gloriani: Kajian Nilai-Nilai Sosial dan Budaya Kakawihan…. | 203

digunakan untuk berpesta, akhirnya tikusruk pohon buah (misalnya: pohon jambu, pohon
kana durukan (jatuh/terjerembab ke mangga, atau pohon belimbing). Sambil
perapian). Berakhir dengan mesat gobang mendendangkan kakawihan ini mereka
kabuyutan. Mesat artinya melesat, gobang menggoyang-goyangkan dahan pohon yang
atau golok, dan kabuyutan/buyut dinaikinya dengan harapan buah itu akan
(nenek/kakek moyang). Jadi ketika si berjatuhan. Jika buah itu belum berjatuhan
Londok terkantuk-kantuk, digunakan oleh mereka akan terus mengulang-ulanginya
kakek/nenek moyang untuk menangkapnya. sampai apa yang mereka inginkan (buah
Kakawihan ini dilagukan oleh anak- berjatuhan) terlaksana. Eundeuk-eundeukan
anak pada saat bermain sambil memukul- lagondi artinya menggoyang-goyangkan
mukul bambu atau kayu/kentongan, sambil pohon. Meunang peucang sahiji, secara
menyuarakan trangtrang kolentrang... harfiah berarti „mendapat rusa satu‟. Namun
Nilai-nilai sosial yang dapat kita kaji jika dikaitkan dengan baris sebelumnya bisa
dari kakawihan trangtrang kolentrang ini saja bukan rusa, tetapi sesuatu yang
adalah nilai-nilai positif dalam kehidupan dincarnya. Namun sayang ketika yang
bermasyarakat atau nilai-nilai yang diincarnya itu sudah didapatinya, malah
berkaitan dengan perilaku yang diharapkan, lepas lagi karena ulah neneknya (leupas
yaitu: deui ku nini). Tapi akhirnya dapat ditangkap
a) nilai kebersamaan, dengan cara lagi oleh si kakek (beunang deui ku aki).
memukul secara bersama-sama alat-alat Jika kita kaji berdasarkan makna yang
penabuh seperti bambu atau kentongan terkandung dalam baris-baris kata dan
bambu sebagai simbol informasi permainan yang dilakukan anak-anak dalam
(trangtrang kolentrang); mengawihkan eundeuk-eundeukan itu,
b) nilai kebermanfaatan alam sekitar, yaitu maka dapat kita temukan nilai-nilai sosial
memanfaatkan bambu atau kayu untk yang terdapat didalamnya yaitu:
dipukul/ditabuh secara bersama-sama a) nilai keberanian, dengan cara naik ke
sebagai simbol pemberitahuan kepada atas pohon sambil menggoyang-
masyarakat; goyangkan dahan yang dinaikinya, hal
c) nilai kepedulian, dengan itu menunjukkan bahwa anak-anak
memberitahukan/mengumumkan memiliki keberanian/tidak takut jatuh;
sesuatu yang penting kepada orang lain b) nilai tidak putus asa atau tidak cepat
(trangtrang kolentrang); menyerah, merupakan nilai positif yang
d) nilai kedisiplinan, dengan cara harus dimiliki anak-anak dengan cara
menentukan strategi yang benar, maka terus-terusan mengoyang-goyangkan
menangkap musuh akan mudah, dahan dan menyanyikan kawih ini
misalnya pada saat musuh sedang sampai buah yang diinginkannya
lengah (si londok paéh nuntutan); berjatuhan;
e) nilai keberanian, pada saat si londok c) nilai bangga dengan nenek dan
paeh nuntutan, maka dengan berani kakeknya yang mau bekerja sama dalam
mesat gobang kabuyutan (menangkap menangkap rusa, turut serta dinyanyikan
atau membunuh musuh). dalam kakawihan ini.

(5) Eundeuk-eundeukan lagondi 2) Nilai-nilai Budaya


Meunang peucang sahiji Nilai budaya merupakan konsep
Leupas deui ku Nini abstrak mengenai masalah dasar dan
Beunang deui ku Aki bersifat umum. Nilai budaya ini sangat
penting serta bernilai bagi kehidupan
Kakawihan eundeuk-eundeukan ini masyarakat. Nilai budaya menjadi acuan
biasa dinyanyikan anak-anak sambil naik ke tingkah laku sebagian besar anggota
204 | LOKABASA Vol. 4, No. 2, Oktober 2013

masyarakat yang bersangkutan, berada (2) Pada kakawihan ayang-ayang gung ini,
dalam alam pikiran mereka dan sulit nilai-nilai budaya masyarakat Sunda
diterangkan secara rasional. Nilai budaya yang berkaitan dengan hakikat
bersifat langgeng, tidak mudah berubah atau kehidupan, yaitu bahwa:
diganti dengan nilai budaya lain. Anggota a) sombong merupakan sifat yang tidak
masyarakat memiliki nilai sebagai hasil disukai oleh masyarakat Sunda
proses belajar sejak masa kana-kanak (naha maneh kitu, tukang olo-olo);
sampai dewasa hingga mendarah daging. b) tidak jujur atau tidak amanah dalam
Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai melaksanakan tugasnya sebagai
yang disepakati dan tertanam dalam suatu seorang pejabat pemerintah atau
masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan pemimpin merupakan hal yang tidak
masyarakat, yang mengakar pada suatu terpuji (niat naek pangkat, katon
kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol- kagorengan);
simbol, dengan karakteristik tertentu yang c) tidak bertanggung jawab dalam
dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai menjalankan pekerjaannya sehingga
acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang membuat keributan/ kekisruhan,
akan terjadi atau sedang terjadi. Nilai juga tidak disukai masyarakat Sunda
budaya menjadi pedoman tingkah laku (loba anu giruk);
dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya: d) senang mengadu domba yang
tolong menolong, bergotong royong, mengakibatkan orang lain
bermusyawarah, setia kawan, harga diri, berkelahi/bermusuhan merupakan
tertib, dan lain-lain yang tercermin dalam cara yang sangat tidak terpuji (ruket
berbagai aktivitas hidup (Setiadi, 2011: jeung kompeni);
127). e) mencari kedudukan atau jabatan
Pengkajian nilai-nilai budaya yang dengan jalan atau cara yang tidak
terdapat dalam kakawihan kaulinan jujur merupakan hal yang salah (niat
barudak lembur dipaparkan sebagai berikut. naek pangkat, katon kagorengan).
(1) Pada kakawihan oray-orayan, nilai-nilai Hubungan manusia dengan manusia
budaya yang dapat kita pelajari adalah: lain harus dilakukan dengan baik,
a) bahwa nilai budaya masyarakat tetapi tidak dengan cara-cara yang
Sunda yang berkaitan antara curang/licik.
manusia dengan alam adalah harus (3) Nilai-nilai budaya yang berkaitan
bisa menyelaraskan diri dengan dengan hakikat kehidupan yang
alam, tidak boleh mengotori atau tercantum pada kakawihan jaleuleu ja
merusak alam (oray-orayan, luar yaitu:
leor mapay sawah, entong ka sawah, a) masyarakat Sunda menghormati
parena keur sedeng beukah, kebersamaan sesama suku Sunda,
mending ge teuleum...); diantaranya ketika ada informasi-
b) hubungan manusia dengan sesama informasi penting maka segera
harus dijalani dengan baik dan disampaikan (atulak tuja eman...);
dengan cara yang baik pula b) berkaitan dengan hubungan antara
(mending ge teuleum di leuwi loba manusia dengan alam sekitar yaitu,
nu mandi); bahwa masyarakat Sunda pun selalu
c) menjalani hidup pun harus berupaya memanfaatkan alam dan
waspada/hati-hati supaya tidak lingkungan sekitar untuk memenuhi
mudah terbawa arus yang salah kebutuhan hidupnya (seureuh
(saha anu mandi, anu mandina leuweung..., jambe kolot...);
pandeuri...). c) sikap berhati-hati dan mawas diri
pun harus selalu diterapkan dalam
Yusida Gloriani: Kajian Nilai-Nilai Sosial dan Budaya Kakawihan…. | 205

kehidupan sehari-hari supaya merupakan nilai nasionalisme yang


terhindar dari hal-hal yang harus dipertahankan;
membahayakan dirinya (atulak tuja d) bekerja sama dalam melakukan
eman...gog!). pekerjaan harus terus dilakukan
karena dengan bekerja sama, sebuah
Berdasarkan nilai-nilai budaya tersebut pekerjaan akan cepat selesai dan
melahirkan nilai-nilai karakter yang melekat hasilnya akan lebih baik.
pada masyarakat Sunda sesuai dengan
kakawihan ini yaitu: mendahulukan Etnopedagogi
kepentingan umum daripada kepentingan Etnopedagogik adalah praktek
dirinya, efektif dan efisiensi dalam pendidikan berbasis kearifan lokal dalam
menggunakan alam sekitar, dan selalu berbagai ranah seperti pengobatan, seni bela
berhati-hati atau mawas diri. diri, lingkungan hidup, pertanian, ekonomi,
pemerintahan, sistem penanggalan, dan
(4) Pada kakawihan trang trang lain-lain. Etnopedagodik memandang
kolentrang ,nilai-nilai budaya yang pengetahuan atau kearifan lokal sebagai
berkaitan dengan kehidupan masyarakat sumber inovasi dan keterampilan yang
Sunda adalah: dapat diberdayakan demi kesejahteraan
a) masyarakat Sunda memiliki masyarakat. Kearifan lokal adalah koleksi
kebiasaan, jika melakukan suatu fakta, konsep kepercayaan, dan persepsi
pekerjaan akan memilih dikerjakan masyarakat ihwal dunia sekitar,
secara bersama-sama atau bergotong menyelesaikan masalah, dan memvalidasi
royong supaya terasa mudah, ringan, informasi. singkatnya, kearifan lokal adalah
dan cepat; bagaimana pengetahuan dihasilkan,
b) masyarakat Sunda pun tidak akan disimpan, diterapkan, dikelola, dan
berdiam diri ketika mengetahui ada diwariskan (Alwasilah, 2009: 50).
sesuatu yang harus disampaikan Berdasarkan pemahaman di atas, maka
kepada masyarakat, maka akan kajian secara etnopedagogik pada
segera menyampaikannya (trang kakawihan barudak lembur merupakan
trang kolentrang); sebuah langkah untuk melestarikan dan
c) dengan kedisiplinan dan strategi memberdayakan hasil budaya Sunda untuk
yang baik, maka akan mudah kesejahteraan masyarakat. Fakta-fakta,
mengerjakan suatu pekerjaan (mesat konsep kepercayaan, persepsi masyarakat
gobang kabuyutan). Sunda tentang dunia sekitar, dan cara
(5) Nilai-nilai budaya yang berkaitan masyarakat Sunda dalam menyelesaikan
dengan acuan perilaku yang harus masalah, dapat digali melalui kakawihan
diikuti yang terdapat pada kakawihan barudak lembur ini.
eundeuk-eundeukkan, yaitu: Pendidikan sebagai lembaga pewaris
a) keberanian untuk naik, tidak takut dan penerus kebudayaan, sudah semestinya
ketinggian, berani menempuh bertumpu pada realitas bahwa ruang dunia
bahaya jatuh, diwariskan orang tua ini ini beraneka ragam dan berbeda-beda.
pada anak-anaknya, dapat kita Menurut Sumardjo (2011:274), kita dididik
temukan pada kakawihan ini; untuk dapat hidup di lingkungan budaya
b) tidak mengenal putus asa atau cepat kita dan sedapat mungkin menyumbangkan
menyerah dalam memperoleh cita- sesuatu demi kelangsungan hidup bersama
cita atau keinginannya, merupakan kita. Orientasi pendidikan bukan hanya
hal yang harus terus dipertahankan; kehidupan masa depan, tetapi juga orientasi
c) bangga dengan orang tuanya, masa kini sebagai akibat dari tekad, ucap,
keluarganya, asal-usulnya, dan lampah generasi-generasi sebelum kita.
206 | LOKABASA Vol. 4, No. 2, Oktober 2013

Itulah kearifan sangkan paran (Sunda), yaitu berlandaskan logika non-Aristotelian.


darimana kita berasal dan kemana kita Contoh di Indonesia adalah Bali.
menuju. Filosofi masyarakat dan budaya Sunda
Pendidikan modern kita selama ini adalah yang dikenal dengan istilah tritangtu,
adalah sebuah diskontinuitas, ketidak yakni tekad, ucap, lampah (silih asih, silih
sinambungan dengan sejarah asal-usul serta asah, silih asuh). Tekad yaitu kehendak,
kondisi dan situasi kontemporernya. Tidak keinginan, niat, cita-cita. Ucap adalah
disadari kita tercerabut dari akar-akar perkataan dan lampah adalah perbuatan,
budaya lingkungan sendiri, baik lokal kekuatan, tenaga. Ketiga hal ini harus
maupun nasional. Pendidikan kita justru saling melengkapi dan saling
mencangkokan diri dengan akar-akar menyempurnakan demi kepentingan
budaya bangsa lain yang kita kagumi bersama. Menurut Sumardjo (2011: 280),
(Sumardjo, 2011: 275). filosofi tritangtu ini harus digali lebih
Etnopedagogi kembali membangun mendalam sehingga dapat diacu sebagai
kontinuitas masa lampau dan masa kini di pegangan kearifan lokal dengan tingkat
lokal dan etnis tertentu di Indonesia, dan kepastian yang tinggi. Syarat etnopedagogi
hasilnya adalah untuk kesejahteraan dalam hal ini yakni kembali ke akar budaya
nasional. lokal sehingga pendidikan merupakan
Persoalan etnopedagogi yang utama sebuah kontinuitas kebudayaan. Kajian
adalah perbedaan diametral antara etnopedagogi pada kakawihan barudak
kebudayaan pramodern lokal dengan lembur merupakan langkah awal memahami
kebudayaan modern nasional (Sumardjo, kembali kehidupan sosial dan budaya Sunda
2011: 277). Perbedaan ini begitu tajam masa lampau untuk membangun kontinuitas
seperti perbedaan budaya Yunani Homeros masa lampau dan masa kini di lokal dan
(mitos) dan Yunani Sokrates (logos, etnis tertentu di Indonesia, dan hasilnya
antoposentris), dan perbedaan budaya abad adalah untuk kesejahteraan nasional.
pertengahan Eropa yang agamawi dengan
Pencerahan yang akal budi. Cara Eropa Pendidikan Multikultural
mengatasi perbedaan ini adalah Indonesia merupakan negara dengan
meninggalkan sama sekali yang mitos untuk latar belakang budaya, suku, bahasa, dan
memenangkan logos. agama yang sangat majemuk, Indonesia
Ternyata cara Eropa berbeda dengan memerlukan pendekatan dan instrumen
cara Jepang dan Cina. Jepang dan Cina strategik yang dapat dijadikan sebagai
menggandeng budaya mitos dan budaya sebuah gerakan nasional untuk mewujudkan
logos dalam dunia modern ini. Perbedaan persatuan, kesatuan, dan keutuhan bangsa
Eropa dan Asia ini didasari oleh perbedaan agar menjadi bangsa yang berdaulat dan
filosofi dan menghasilkan sistem logika bermartabat. Salah satu instrumen
yang berbeda. Logika Barat Aristotelian pendekatannya adalah melalui pendidikan
mengenal empat prinsip logika, yaitu multikultural.
prinsip identitas, prinsip kontradiksi, prinsip Pendidikan multikultural merupakan
menolak kemungkinan ketiga, dan prinsip suatu pendekatan progresif untuk
penjelasan yang secukupnya. Prinsip ini melakukan transformasi pendidikan yang
berbeda dengan logika Timur yang secara holistik memberikan kritik dan
menerima adanya kemungkinan ketiga dari menunjukkan kelemahan-kelemahan,
suatu kontradiksi, yakni harmoni kebenaran kegagalan-kegagalan dan diskriminasi di
(Sumardjo, 2011: 278). Etnopedagogi dunia pendidikan. Pendidikan multikultural
berpihak pada logika timur yang sukses sebagai instrumen rekayasa sosial
dijalankan Jepang, Cina, korea, Muangthai, mendorong sekolah supaya dapat berperan
dalam menanamkan kesadaran dalam
Yusida Gloriani: Kajian Nilai-Nilai Sosial dan Budaya Kakawihan…. | 207

masyarakat multikultur dan mengembang- SIMPULAN


kan sikap tenggang rasa dan toleran utuk Berdasarkan paparan di atas, maka
mewujudkan kebutuhan serta kemampuan penulis dapat menarik beberapa simpulan
bekerjasama dengan segala perbedaan yang sebagai berikut.
ada (Zamroni, 2011: 144). 1) Nilai-nilai sosial dan budaya pada
Secara generik, pendidikan kakawihan kaulinan barudak lembur
multikultural memang sebuah konsep yang merupakan materi yang cocok dan
dibuat dengan tujuan untuk menciptakan aplikatif pada pembelajaran bahasa dan
persamaan peluang pendidikan bagi semua sastra Indonesia untuk pengembangan
siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas nilai-nilai multikultur yang bersumber
sosial dan kelompok budaya. Salah satu pada kearifan lokal masyarakat
tujuan penting dari konsep pendidikan Indonesia, khususnya Sunda.
multikultural adalah untuk membantu 2) Penerapan pembelajaran bahasa dan
semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sastra Indonesia yang berbasis
sikap dan keterampilan yang diperlukan multikultur menjadi sebuah kebutuhan
dalam menjalankan peran-peran seefektif bangsa Indonesia yang beraneka ragam
mungkin pada masyarakat demokrasi- etnis dan budayanya.
pluralistik serta diperlukan untuk
berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi PUSTAKA RUJUKAN
dengan warga dari kelompok beragam agar Alwasilah, A. C, dkk. (2009). Etnopedagogi
tercipta sebuah tatanan masyarakat (Landasan Praktek Pendidikan dan
bermoral yang berjalan untuk kebaikan Pendidikan Guru). Bandung: Kiblat
bersama (Ruslan, 2008). Danandjaja, J. (1991). Folklor Indonesia
Pendidikan multikultural mencermin- (Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain).
kan keseimbangan antara pemahaman Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.
persamaan dan perbedaan budaya yang Depdiknas. (2003). Undang-Undang No. 20
mendorong individu untuk mempertahankan Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
dan memperluas wawasan budaya dan Nasional
kebudayaan mereka sendiri. Kosasih, D. (2010). Etnopedagogi dalam
Pengimplementasian hasil kajian Kaulinan dan Kakawihan Barudak
etnopedagogi terhadap kakawihan kaulinan Sunda (makalah). Yogyakarta.
barudak lembur dalam pendidikan Risal, M. (2011). Implementasi Pendidikan
multikultural adalah salah satu upaya Multikultural dalam Dunia Pendidikan.
penyadaran individu (peserta didik) di Ruslan Ibrahim. (2008). Pendidikan
dalam mempertahankan dan memperluas Multikultural: Upaya Meminimalisir
warisan budaya mereka yang sudah mulai Konflik dalam Era Pluralitas Agama.
terlupakan. Pelaksanaan pendidikan Setiadi, E.M dan Kolip, U. (2011).
multikultural ini memandang kakawihan Pengantar Sosiologi. Jakarta: Prenada
barudak lembur sebagai sebuah kearifan Media Group.
lokal juga sebagai sumber inovasi dan Sims, Martha C. (2005). Living Folklore
keterampilan yang dapat diberdayakan. (An Introduction ti the Study of People
Fakta-fakta, konsep kepercayaan, and Their Traditions). Logan,
persepsi masyarakat Sunda tentang dunia Utah: Utah State University Press
sekitar, dan cara masyarakat Sunda dalam Sumardjo, J. (2011). Sunda (Pola
menyelesaikan masalah, dapat digali Rasionalitas Budaya). Bandung: Kelir
melalui kakawihan barudak lembur ini. Zamroni. (2011). Pendidikan Demokrasi
pada Masyarakat Multikultural.
Yogyakarta: Gavin Kalam Utama.
208 | LOKABASA Vol. 4, No. 2, Oktober 2013

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya saya sampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu
penelitian ini. Tidak lupa pula penulis
mengucapkan terima kasih kepada
Penyunting Jurnal Lokabasa yang sudah
berkenan memuat tulisan ini.

Anda mungkin juga menyukai