| 195
Yusida Gloriani
FKIP Universitas Kuningan
Pos-el: glorianiyusida@yahoo.com
Abstrak
Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki kekayaan dan keanekaragaman budaya. Setiap
suku bangsa di Indonesia memiliki ciri khas budayanya masing-masing. Kekayaan budaya ini
harus dipertahankan dan dilestarikan, karena budaya itu merupakan pribadi asli bangsa
Indonesia. Folklor Indonesia merupakan salah satu jenis tradisi lokal yang berkembang pada
masyarakat Indonesia. Folklor merupakan salah satu bentuk kekayaan kebudayaan Indonesia
yang berkembang sejak zaman dahulu. “Folklore is a way of understanding people and the
wide-ranging creative ways we express who are and what we value and believe” (Sims, 2005:
xi). Kakawihan merupakan salah satu bentuk folklor lisan hasil kebudayaan lama masyarakat
Sunda. Kakawihan ini sering dikaitkan dengan “kaulinan barudak urang Sunda”, artinya
bahwa kakawihan tidak terlepas dari sebuah nyanyian yang sering dibawakan pada permainan
anak-anak masyarakat Sunda. Kakawihan sebagai sebuah kebudayaan lokal masyarakat
Sunda yang harus dijaga kelestariannya, memunculkan sebuah kearifan lokal (local wisdom)
yang harus menjadi sebuah kekayaan dan khazanah kebudayaan Indonesia. Upaya untuk
menjaga, memelihara, membina, dan menumbuhkembangkan kebudayaan lokal yang ada,
diantaranya pemerintah melaksanakan pendidikan multikultural. Penelitian ini difokuskan
pada pengkajian secara etnopedagogis tentang kakawihan kaulinan barudak lembur dengan
cara mengkaji nilai-nilai sosial dan nilai-nilai budaya yang terdapat di dalamnya. Sebagai
bentuk pelestariannya, hasil penelitian ini akan diimplementasikan dalam pendidikan bahasa
dan sastra Indonesia yang berbasis multikultural.
Kata kunci: folklor, kakawihan kaulinan barudak lembur, nilai-nilai sosial, nilai-nilai
budaya, etnopedagogi dan pendidikan multikultural
Abstract
Indonesia is a nation with a rich variety of culture. Each ethnic group in this country has
distinct characteristics. This cultural richness has to be preserved, for culture is Indonesian
inherent characteristic. Indonesia’s folklore is a form of local tradition that develops among
the Indonesian society. It is part of Indonesian cultural richness, which has developed for
ages. Folklore is a way of understanding people and the wide-ranging creative ways we
express who are and what we value and believe” (Sims, 2005: xi). Kakawihan (Sundanese
songs) is a sort of oral folklore that stems from old Sundanese culture. It is often associated
with “kaulinan barudak urang Sunda” (the game of Sundanese children), meaning that
kakawihan is inseparable from songs in the game of Sundanese children. Kakawihan as part
196 | LOKABASA Vol. 4, No. 2, Oktober 2013
of local culture of Sunda has to be preserved, since it gives rise to local wisdom that has been
inherent part of the richness of Indonesian culture. Among the ways of preserving and
cultivating local culture is multicultural education. This research focuses on an
etnopedagogical examination of kakawihan kaulinan barudak lembur by investigating their
cultural and social values. As a form of preservation measure, the results of the research will
be implemented through the multicultural teaching of Indonesian language and culture.
Key words: folklore, Kakawihan Kaulinan Barudak Lembur, social values, cultural values,
etnopedagogical and multicultural education
Pengertian folklor adalah bagian dari folklor dalam tiga kelompor besar
kebudayaan yang disebarkan dan berdasarkan tipenya: (1) folklor lisan
diwariskan secara tradisional, baik dalam (verbal folklore), (2) folklor sebagian lisan
bentuk lisan maupun contoh yang disertai (partly verbal folklore), (3) folklor bukan
dengan gerak isyarat atau alat pembantu lisan (nonverbal folklore), atau masing-
pengingat. masing istilahnya mentifacts, sociofacts,
Agar dapat membedakan antara folklor dan artifacts.
dengan kebudayaan lainnya, harus diketahui Folklor lisan adalah folklor yang
ciri-ciri utama folklor. Folklor memiliki bentuknya murni lisan. Yang termasuk
ciri-ciri sebagai berikut. dalam kelompok ini adalah: (a) bahasa
1) Penyebaran dan pewarisannya biasanya rakyat (folk specch) seperti logat, julukan,
dilakukan secara lisan, yaitu melalui pangkat tradisional, titel kebangsawanan;
tutur kata dari mulut ke mulut dari satu (b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa,
generasi ke generasi selanjutnya. pepatah dan pemeo; (c) pertanyaan
2) Bersifat tradisional, yaitu disebarkan tradisional seperti teka-teki; (d) puisi rakyat,
dalam bentuk relatif tetap atau dalam seperti pantun, gurindam, syair; (e) cerita
bentuk standar. prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan
3) Berkembang dalam versi yang berbeda- dongeng; dan (f) nyanyian rakyat.
beda. Hal ini disebabkan penyebarannya Folklor sebagian lisan adalah folklor
secara lisan sehingga folklor mudah yang bentuknya merupakan campuran unsur
mengalami perubahan. Akan tetapi, lisan dan bukan lisan, misalnya kepercayaan
bentuk dasarnya tetap bertahan. rakyat, permainan rakyat, teater rakyat, tari
4) Bersifat anonim, artinya pembuatnya rakyat, adat istiadat, upacara, pesta rakyat.
sudah tidak diketahui lagi orangnya. Folklor bukan lisan adalah folklor yang
5) Biasanya mempunyai bentuk berpola. bentuknya bukan lisan, misalnya yang
Kata-kata pembukanya misalnya. material, arsitektur rakyat (bentuk rumah,
Menurut sahibil hikayat (menurut yang lumbung padi), kerajinan tangan rakyat,
empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa pakaian adat, perhiasan, makanan dan
misalnya dimulai dengan kalimat anuju minuman rakyat, obat-obatan tradisional.
sawijing dina (pada suatu hari). Yang bukan material misalnya gerak isyarat
6) Mempunyai manfaat dalam kehidupan tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk
kolektif. Cerita rakyat misalnya berguna komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya,
sebagai alat pendidikan, pelipur lara, bunyi gendang), dan musik rakyat.
protes sosial, dan cerminan keinginan Jika dilihat berdasarkan tipenya
terpendam. tersebut, maka kakawihan kaulinan barudak
7) Bersifat pralogis, yaitu mempunyai lembur termasuk pada folklor lisan yang
logika sendiri yang tidak sesuai dengan berbentuk nyanyian rakyat, karena
logika umum. Ciri ini terutama berlaku kakawihan ini sering dinyanyikan
bagi folklor lisan dan sebagian lisan. masyarakat Sunda terutama anak-anak pada
8) Menjadi milik bersama (colective) dari saat mereka bermain dengan teman-
masyarakat tertentu. temannya.
9) Pada umumnya bersifat lugu atau polos
sehingga seringkali kelihatannya kasar Kakawihan
atau terlalu sopan. Hal itu disebabkan Kakawihan barudak lembur atau kawih
banyak folklor merupakan proyeksi murangkalih yaitu kawih yang biasa
(cerminan) emosi manusia yang jujur dilantunkan atau didendangkan oleh anak-
(Danandjaja, 1991: 3-4). anak, baik itu di dalam rumah maupun di
Jan Harold Brunvand (dalam luar rumah, misalnya di taman saat terang
Danandjaja, 1991: 21) mengelompokkan bulan, atau ditempat lainnya tempat mereka
Yusida Gloriani: Kajian Nilai-Nilai Sosial dan Budaya Kakawihan…. | 199
b) nilai gotong royong, untuk semua Mastanu ini memiliki sifat yang kurang
pemain (anak) harus bisa bekerja sama baik (Naha manéh kitu, tukang olo-olo).
dalam mencapai tujuan bersama Bahkan karena sifat yang tidak baiknya itu
(solidaritas); menimbulkan banyak orang menjadi
c) nilai kebersamaan, untuk semua pemain bermasalah dengan tentara Belanda (loba
(anak) tidak mementingkan diri sendiri, anu giruk, ruket jeung Kompeni). Ketika Ki
bermain sesuai aturan yang ada; Mastanu menginginkan naik pangkat, orang
d) nilai kepedulian pada orang lain, tidak sudah tahu bahwa dia memiliki sifat atau
egois atau ingin senang sendiri; tujuan yang tidak baik (niat naek pangkat,
e) nilai tanggung jawab, kepala ular katon kagorengan). Bahkan demi niatnya
sebagai penanggungjawab keselamatan itu, dia mendekati pejabat yang lebih tinggi
rakyatnya; kedudukannya (Ngantos Kanjeng Dalem),
f) nilai keberanian, berani menghadapi tetapi sia-sia harapannya tidak terkabul
berbagai rintangan. (lempa lempi lempong, ngadu pipi jeung nu
Nilai-nilai sosial tersebut merupakan ompong), padahal ada jabatan yang kosong
sikap-sikap dan perasaan yang diterima untuk diduduki orang yang tepat sesuai
secara luas oleh masyarakat Sunda dan keahliannya (jalan ka Batawi ngemplong).
merupakan dasar untuk merumuskan apa Ketika melagukan kakawihan ini,
yang benar dan apa yang penting untuk biasanya anak-anak melagukannya dengan
dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. cara saling memeluk erat pundak teman
disampingnya. Seorang diantara mereka
(2) Ayang-ayang gung
menjadi Ki Mastanu berdiri terpisah tidak
gung goongna rame
dipeluk, bahkan ditunjuk-tunjuk oleh
Menak ki Mastanu
kelompok anak yang saling berpelukan
Nu jadi wadana
tersebut. Berdasarkan gerakan tersebut, kita
Naha maneh kitu
dapat memaknai bahwa anak-anak yang
Tukang olo-olo
berpelukan pundak itu adalah rakyat yang
Loba anu giruk
selalu bersatu dan memiliki satu tujuan
Ruket jeung kompeni
dalam menjalani kehidupan, sedangkan
Niat naek pangkat
yang seorang yang menjadi Ki Mastanu
Katon kagorengan
dipisahkan, karena rakyat tidak menyukai
Ngantos Kangjeng Dalem
seorang pimpinan yang memiliki sifat tidak
Lempa lempi lempong
terpuji.
Ngadu pipi jeung nu ompong
Berdasarkan makna kakawihan di atas,
Jalan ka Batawi ngemplong
maka dapat kita ungkapkan nilai-nilai
sosial yang terdapat pada kakawihan
Makna yang terkandung pada
tersebut di antaranya yaitu berkaitan dengan
kakawihan ayang-ayang gung dapat kita
kelas-kelas sosial pada masa itu. Sifat-sifat
cermati bahwa kakawihan ini bercerita
seorang pejabat yang tidak disukai
tentang kehidupan pada masa penjajahan
masyarakat, di antaranya:
Belanda di Indonesia. Terbukti dari kata-
a) sombong karena memiliki jabatan
kata kompeni (Belanda), Batawi
tinggi;
(Betawi/Jakarta). Kakawihan Ayang-ayang
b) bohong/tidak jujur dalam menjalankan
gung menceritakan tentang seorang menak
amanah sebagai pejabat;
(ningrat/darah biru) dan menjadi wadana
c) tidak bertanggung jawab dalam
(pejabat) bernama Ki Mastanu. Jika Ki
menjalankan kewajibannya; dan
Mastanu datang atau berkunjung ke
d) tidak peduli pada penderitaan orang lain,
daerah/desa selalu disambut dengan iringan
terutama masyarakat kecil.
musik (gung goongna rame). Namun Ki
202 | LOKABASA Vol. 4, No. 2, Oktober 2013
Nilai-nilai sosial yang dimunculkan yang tua) adalah dua jenis tanaman yang
pada kakawihan Ayang-ayang gung adalah biasa digunakan untuk “nyeupah” atau
nilai-nilai yang bersifat negatif, tidak boleh “makan kinang”, namun kedua tanaman ini
dijadikan contoh, namun dijadikan cermin. juga bisa dipakai untuk senjata atau tameng.
Sebaliknya dari nilai-nilai tersebut adalah “Jambe kolot, bug...! artinya pohon jambe
bahwa seorang pejabat atau pemimpin yang tua dan keras bisa dipakai untuk
masyarakat harus memiliki sifat: rendah hati, memukul/menggebug (bug..!). Dipukul
jujur, bertanggung jawab, dan peduli (care) sampai seperti seekor kucing yang kesakitan
pada orang lain, terutama masyarakat yang (ucing katinggang songsong, ngek..!).
dipimpinnya. Itu adalah nilai-nilai yang Nilai-nilai sosial yang dianggap
dianggap baik dan benar oleh masyarakat sebagai sebuah norma kehidupan yang
Sunda menurut kakawihan tersebut. terkandung dalam kakawihan Jaleuleu ja
adalah:
(3) Jaleuleu ja a) nilai kebersamaan, dengan saling
Atulak tu ja éman memberikan informasi-informasi
gog penting atau saling mengingatkan jika
Seureuh leuweung terjadi hal-hal yang membahayakan;
bay b) nilai kebermanfaatan alam atau
Jambé kolot lingkungan atau disebut juga nilai
bug material, yaitu dengan menggunakan
Ucing katinggang songsong seureuh leuweung dan jambe kolot
Ngék! (selain sebagai bahan untuk makan
kinang yang dianggap menyehatkan gigi,
Zaman dahulu, anak-anak Sunda ketika juga dipakai senjata atau tameng untuk
menyanyikan Jaleuleuja dibagi dua menggebug.memukul);
kelompok. Satu kelompok bersembunyi dan c) nilai kehati-hatian atau mawas diri
kelompok lainnya mencari dan memanggil- dalam menerima tamu atau orang yang
manggil dengan teriakan “jaleuleu....”, tidak dikenal, dengan teriakan jaleuleu...
kemudian yang bersembunyi menyahutnya
dengan teriakan “Jaa...!” Kemudian (4) Trang-trang kolentrang
diteruskan dengan teriakan Atulak tuja Si Londok paeh nundutan
eman...”. Dijawab lagi dengan teriakan Tikusruk kana durukan
“gog!”, begitu seterusnya sampai bunyi Mesat gobang kabuyutan
“Ngék”!
Kakawihan ini sangat kental sekali Trangtrang kolentrang adalah simbol
dengan permainan rima atau pengulangan bunyi-bunyian yang berasal dari suara
bunyi, baik pengulangan bunyi asonansi barang-barang (terbuat dari alumunium,
maupun aliterasi. Namun dibalik permainan kayu, atau bambu) ketika dipukulkan.
bunyi-bunyi tersebut, terdapat makna yang Maksud dari suara itu adalah sebagai simbol
tersembunyi. Misalnya, apa makna kata pemberitahuan kepada masyarakat, seperti
jaleuleu ja itu? Menurut beberapa pendapat halnya yang sering dilakukan penjaga
bahwa kata “jaleuleu ja...atulak tuja eman” keamanan di kampung-kampung dengan
merupakan panggilan untuk memukul-mukul kentongan ketika ada
memberitahukan pada Mang Eman bahwa informasi penting yang akan disampaikan
sudah datang orang Jawa (Ja...). kemudian kepada masyarakat. Londok (sejenis
menyuruh Mang Eman nagog (gog...!) binatang reptil seperti bunglon), namun
yang artinya jongkok untuk bersembunyi. dalam hal ini Londok atau Londo (orang
Selanjutnya, seureuh leuweung (daun sirih Belanda) yang sering terkantuk-kantuk jika
dari hutan) dan jambe kolot (buah jambe sedang bertugas karena malamnya
Yusida Gloriani: Kajian Nilai-Nilai Sosial dan Budaya Kakawihan…. | 203
digunakan untuk berpesta, akhirnya tikusruk pohon buah (misalnya: pohon jambu, pohon
kana durukan (jatuh/terjerembab ke mangga, atau pohon belimbing). Sambil
perapian). Berakhir dengan mesat gobang mendendangkan kakawihan ini mereka
kabuyutan. Mesat artinya melesat, gobang menggoyang-goyangkan dahan pohon yang
atau golok, dan kabuyutan/buyut dinaikinya dengan harapan buah itu akan
(nenek/kakek moyang). Jadi ketika si berjatuhan. Jika buah itu belum berjatuhan
Londok terkantuk-kantuk, digunakan oleh mereka akan terus mengulang-ulanginya
kakek/nenek moyang untuk menangkapnya. sampai apa yang mereka inginkan (buah
Kakawihan ini dilagukan oleh anak- berjatuhan) terlaksana. Eundeuk-eundeukan
anak pada saat bermain sambil memukul- lagondi artinya menggoyang-goyangkan
mukul bambu atau kayu/kentongan, sambil pohon. Meunang peucang sahiji, secara
menyuarakan trangtrang kolentrang... harfiah berarti „mendapat rusa satu‟. Namun
Nilai-nilai sosial yang dapat kita kaji jika dikaitkan dengan baris sebelumnya bisa
dari kakawihan trangtrang kolentrang ini saja bukan rusa, tetapi sesuatu yang
adalah nilai-nilai positif dalam kehidupan dincarnya. Namun sayang ketika yang
bermasyarakat atau nilai-nilai yang diincarnya itu sudah didapatinya, malah
berkaitan dengan perilaku yang diharapkan, lepas lagi karena ulah neneknya (leupas
yaitu: deui ku nini). Tapi akhirnya dapat ditangkap
a) nilai kebersamaan, dengan cara lagi oleh si kakek (beunang deui ku aki).
memukul secara bersama-sama alat-alat Jika kita kaji berdasarkan makna yang
penabuh seperti bambu atau kentongan terkandung dalam baris-baris kata dan
bambu sebagai simbol informasi permainan yang dilakukan anak-anak dalam
(trangtrang kolentrang); mengawihkan eundeuk-eundeukan itu,
b) nilai kebermanfaatan alam sekitar, yaitu maka dapat kita temukan nilai-nilai sosial
memanfaatkan bambu atau kayu untk yang terdapat didalamnya yaitu:
dipukul/ditabuh secara bersama-sama a) nilai keberanian, dengan cara naik ke
sebagai simbol pemberitahuan kepada atas pohon sambil menggoyang-
masyarakat; goyangkan dahan yang dinaikinya, hal
c) nilai kepedulian, dengan itu menunjukkan bahwa anak-anak
memberitahukan/mengumumkan memiliki keberanian/tidak takut jatuh;
sesuatu yang penting kepada orang lain b) nilai tidak putus asa atau tidak cepat
(trangtrang kolentrang); menyerah, merupakan nilai positif yang
d) nilai kedisiplinan, dengan cara harus dimiliki anak-anak dengan cara
menentukan strategi yang benar, maka terus-terusan mengoyang-goyangkan
menangkap musuh akan mudah, dahan dan menyanyikan kawih ini
misalnya pada saat musuh sedang sampai buah yang diinginkannya
lengah (si londok paéh nuntutan); berjatuhan;
e) nilai keberanian, pada saat si londok c) nilai bangga dengan nenek dan
paeh nuntutan, maka dengan berani kakeknya yang mau bekerja sama dalam
mesat gobang kabuyutan (menangkap menangkap rusa, turut serta dinyanyikan
atau membunuh musuh). dalam kakawihan ini.
masyarakat yang bersangkutan, berada (2) Pada kakawihan ayang-ayang gung ini,
dalam alam pikiran mereka dan sulit nilai-nilai budaya masyarakat Sunda
diterangkan secara rasional. Nilai budaya yang berkaitan dengan hakikat
bersifat langgeng, tidak mudah berubah atau kehidupan, yaitu bahwa:
diganti dengan nilai budaya lain. Anggota a) sombong merupakan sifat yang tidak
masyarakat memiliki nilai sebagai hasil disukai oleh masyarakat Sunda
proses belajar sejak masa kana-kanak (naha maneh kitu, tukang olo-olo);
sampai dewasa hingga mendarah daging. b) tidak jujur atau tidak amanah dalam
Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai melaksanakan tugasnya sebagai
yang disepakati dan tertanam dalam suatu seorang pejabat pemerintah atau
masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan pemimpin merupakan hal yang tidak
masyarakat, yang mengakar pada suatu terpuji (niat naek pangkat, katon
kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol- kagorengan);
simbol, dengan karakteristik tertentu yang c) tidak bertanggung jawab dalam
dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai menjalankan pekerjaannya sehingga
acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang membuat keributan/ kekisruhan,
akan terjadi atau sedang terjadi. Nilai juga tidak disukai masyarakat Sunda
budaya menjadi pedoman tingkah laku (loba anu giruk);
dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya: d) senang mengadu domba yang
tolong menolong, bergotong royong, mengakibatkan orang lain
bermusyawarah, setia kawan, harga diri, berkelahi/bermusuhan merupakan
tertib, dan lain-lain yang tercermin dalam cara yang sangat tidak terpuji (ruket
berbagai aktivitas hidup (Setiadi, 2011: jeung kompeni);
127). e) mencari kedudukan atau jabatan
Pengkajian nilai-nilai budaya yang dengan jalan atau cara yang tidak
terdapat dalam kakawihan kaulinan jujur merupakan hal yang salah (niat
barudak lembur dipaparkan sebagai berikut. naek pangkat, katon kagorengan).
(1) Pada kakawihan oray-orayan, nilai-nilai Hubungan manusia dengan manusia
budaya yang dapat kita pelajari adalah: lain harus dilakukan dengan baik,
a) bahwa nilai budaya masyarakat tetapi tidak dengan cara-cara yang
Sunda yang berkaitan antara curang/licik.
manusia dengan alam adalah harus (3) Nilai-nilai budaya yang berkaitan
bisa menyelaraskan diri dengan dengan hakikat kehidupan yang
alam, tidak boleh mengotori atau tercantum pada kakawihan jaleuleu ja
merusak alam (oray-orayan, luar yaitu:
leor mapay sawah, entong ka sawah, a) masyarakat Sunda menghormati
parena keur sedeng beukah, kebersamaan sesama suku Sunda,
mending ge teuleum...); diantaranya ketika ada informasi-
b) hubungan manusia dengan sesama informasi penting maka segera
harus dijalani dengan baik dan disampaikan (atulak tuja eman...);
dengan cara yang baik pula b) berkaitan dengan hubungan antara
(mending ge teuleum di leuwi loba manusia dengan alam sekitar yaitu,
nu mandi); bahwa masyarakat Sunda pun selalu
c) menjalani hidup pun harus berupaya memanfaatkan alam dan
waspada/hati-hati supaya tidak lingkungan sekitar untuk memenuhi
mudah terbawa arus yang salah kebutuhan hidupnya (seureuh
(saha anu mandi, anu mandina leuweung..., jambe kolot...);
pandeuri...). c) sikap berhati-hati dan mawas diri
pun harus selalu diterapkan dalam
Yusida Gloriani: Kajian Nilai-Nilai Sosial dan Budaya Kakawihan…. | 205