Anda di halaman 1dari 9

KELAYAKAN USAHATANI

TANAMAN SEMUSIM
Silvana Maulidah, SP, MP
Laboratorium of Productions and Operations Management of Agribusiness
Faculty of Agriculture, University of Brawijaya
Email: silvanamau@yahoo.com

1. PENDAHULUAN 2. BREAK EVEN POINT (BEP)


- Pengantar 3. R/C RATIO MODUL
- Tujuan 4. ANALISIS FINANSIAL
TANAMAN SEMUSIM

1. PENDAHULUAN

1.1 Pengantar
8

SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT


Suatu usahatani dapat dikatakan layak atau tidak untuk
dilakukan dapat dilihat dari efisiensi penggunaan biaya dan besarnya
perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Pada
umumnya syarat utama dalam usahatani harus memperhatikan:
1. R/C >1
2. π/C > bunga bank yang berlaku
3. Produktifitas Tenaga kerja lebih besar dari tingkat upah yang
berlaku
4. Pendapatan > sewa lahan per satuan waktu atau musim tanam
5. Produksi > BEP Produksi
6. Penerimaan (Rp) > BEP Penerimaan (Rp)
7. Harga > BEP
8. Jika terjadi penurunan harga produksi maupun peningkatan harga
factor produksi sampai batas tertentu tidak menyebabkan kerugian (SPEED)
Dalam hal untuk menganalisis titik impas modal yang dikeluarkan
berdasarkan jumlah produk dan harga yang ditentukan dapat dilakukan
analisis BEP (Break Even Point), serta untuk mengetahui perbandingan
antara total penerimaan dan total biaya dapat dihitung menggunakan
analisis R/C Ratio.
Macam atau jenis analisis usahatani memang beragam karena
macam analisis yang dipilih bergantung pada tujuan yang ingin diraih.
Secara umum sebelum melakukan analisi data dikelompokkan terlebih
dahulu yakni data parametrik yang biasanya terdiri dari data yang
terukur dan data non parametrik yang biasanya terdiri dari data yang
berupa skala dan skor.
Kombinasi dari beberapa faktor menjadikan keputusan investasi
sebagai keputusan yang paling penting bagi pengelolaan keuangan.
Semua bagian di dalam perusahaan sangat terpengaruh pada
keputusan ini. Kenyataan bahwa akibat keputusan ini berlanjut untuk
suatu jangka waktu yang panjang membuat pengambil keputusan
kehilangan fleksibilitasnya.

Perusahaan harus membuat komitmen untuk masa depan. Suatu kesalahan


Pengantar Usahatani University of Brawijaya 2016
dalam pengambilan keputusan dapat memiliki konsekuensi yang serius. Jika
perusahaan terlalu besar dallam aktiva, maka hal itu dapat menimbulkan beban
Penyusutan dan beban lainnya yang tinggi, yang sebesarnya tidak perlu terjadi.

Tujuan Kegiatan Belajar :


Dengan mempelajari materi dalam modul ini, diharapkan mendapatkan
pemahaman tentang:
 Pengertian Kelayakan usahatani
 Konsep BEP dan R/C Ratio serta penerapannya dalam usahatani
 Menganalisis kelayakan usahatani tanaman semusim

2. BREAK EVEN POINT (BEP)

Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam
operasinya tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau dengan kata
lain total biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba dan tidak ada
rugi. Hal ini bisa terjadi apabila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya
tetap dan biaya variabel, dan volume penjualannya hanya cukup menutupi biaya tetap
dan biaya variabel. Apabila penjualan hanya cukup menutupi biaya variabel dan
sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Sebaliknya, perusahaan
akan memperoleh keuntungan, apabila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya
tetap yang harus dikeluarkan.
Namun ada juga yang membuat pengertian break even point (BEP) sebagai
berikut
1. Menurut S. Munawir (2002) Titik break even point (BEP) atau titik pulang pokok
dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan
tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (total penghasilan = Total biaya).

2. Menurut Abdullah (2004) Analisis Break even point (BEP) disebut juga Cost
Volume Profit Analysis. Arti penting analisis break even point (BEP) bagi menejer
perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan adalah sebagai berikut,
yaitu :
 Guna menetapkan jumlah minimal yang harus diproduksi agar perusahaan
tidak mengalami kerugian.
 Penetapan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mendapatkan laba
tertentu.
 Penetapan seberapa jauhkan menurunnya penjualan bisa ditolerir agar
perusahaan tidak menderita rugi.

3. Menurut Purba (2002) Titik impas (break even) berlandaskan pada pernyataan
sederhana, berapa besarnya unit produksi yang harus dijual untuk menutupi
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut.

4. Menurut PS. Djarwanto (2002) Break even point adalah suatu keadaan impas
yaitu apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu,
perusahaan tersebut tidak mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak menderita
kerugian.

5. Menurut Harahap (2004) Break even point berarti suatu keadaan dimana
perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi artinya seluruh
biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi ini dapat ditutupi oleh
penghasilan penjualan. Total biaya (biaya tetap dan biaya variabel) sama dengan
total penjualan sehingga tidak ada laba tidak ada rugi.

Page 2 of 9
Pengantar Usahatani University of Brawijaya 2016
6. Menurut Garrison dan Noreen (2004) Break even point adalah tingkat penjualan
yang diperlukan untuk menutupi semua biaya operasional, dimana break even
tersebut laba sebelum bunga dan pajak sama dengan nol (0). Langkah pertama
untuk menentukan break even adalah membagi harga pokok penjualan (HPP) dan
biaya operasi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Tetap merupakan
fungsi dari waktu, bukan fungsi dari jumlah penjualan dan biasanya ditetapkan
berdasarkan kontrak, misalnya sewa gudang. Sedangkan biaya variabel
tergantung langsung dengan penjualan, bukan fungsi dari waktu, misalnya biaya
angkut barang.

7. Break even point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan
tidak mendapat untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total biaya)

Menurut Rangkuti (2005), analisis Break Even Point (BEP) merupakan suatu
analisis yang digunakan untuk mempelajari keterkaitan antara biaya tetap, biaya
variabel, tingkat pendapatan pada berbagai tingkat operasional dan volume produksi.
Model yang paling banyak dipakai adalah dengan menggunakan kurva BEP. Selain
memberikan informasi mengenai keterkaitan antara biaya dan pendapatan, diagram ini
juga menunjukkan laba atau kerugian yang akan dihasilkan pada berbagai tingkat
keluaran (output). Tujuan dari analisis BEP yaitu untuk mengetahui besarnya
penerimaan pada saat titik balik modal, yaitu yang menunjukkan suatu proyek tidak
mendapatkan keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian

Adapun beberapa manfaat dari Break Even Point (BEP) antara lain sebagaimana
berikut :
1. Alat perencanaan untuk hasilkan laba
2. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta
hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat
penjualan yang bersangkutan.
3. Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan
4. Mengganti system laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan
dimengerti

Analisis Break Even Point berguna apabila beberapa asumsi dasar dipenuhi.
Asumsi-asumsi tersebut adalah :
1. Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dikelompokan dalam biaya
variabel dan biaya tetap.
2. Besarnya biaya variabel secara total berubah-ubah secara proporsional
dengan volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per
unitnya adalah tetap.
3. Besarnya biaya tetap secara total tidak berubah meskipun ada perubahan
volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya
berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
4. Jumlah unit produk yang terjual sama dengan jumlah per unit produk yang
diproduksi.
5. Harga jual produk per unit tidak berubah dalam periode tertentu.
6. Perusahaan hanya memproduksi satu jenis produk, apabila lebih dari satu
jenis komposisi masing-masing jenis produk dianggap konstan (tetap).

Analisa break even point juga dapat digunakan oleh usahawan dalam berbagai
pengambilan keputusan, antara lain mengenai :
1. Jumlah minimal produk yang harus terjual agar perusahaan tidak mengalami
kerugian.
2. Jumlah penjualan yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak
Page 3 of 9
Pengantar Usahatani University of Brawijaya 2016
mengalami kerugian.
3.Besarnya penyimpanan penjualan berupa penurunan volume yang terjual
agar perusahaan tidak menderita kerugian.
4. Untuk mengetahui efek perubahan harga jual, biaya maupun volume
penjualan terhadap laba yang diperoleh.
Break even point juga dapat digunakan dengan dalam tiga cara terpisah, namun
ketiganya saling berhubungan, yaitu untuk :
1. Menganalisa program otomatisasi dimana suatu perusahaan akan beroperasi
secara lebih mekanis dan otomatis dan mengganti biaya variabel dengan biaya
tetap.
2. Menelaah impak dari perluasan tingkat operasi secara umum.
3. Untuk membuat keputusan tentang produk baru yang harus dicapai jika
perusahaan menginginkan break even point dalam suatu proyek yang diusulkan.

Kurva BEP merupakan keterkaitan antara jumlah unit yang dihasilkan dan volume
yang terjual (pada sumbu X), dan antara pendapatan dari penjualan atau penerimaan
dan biaya (pada sumbu Y). BEP terjadi jika pendapatan dari penjualan (TR) berada
pada titik keseimbangan dengan total biaya (TC). Sedangkan biaya tetap (FC) adalah
variabel yang tidak berubah meskipun jumlah volume yang dihasilkan berubah. Kurva
BEP dapat dilihat pada gambar 5 agar dapat lebih jelas mengenai perpotongan antara
garis penerimaan dan biaya total.

(Rp)
Penerimaan TR TC
&
Biaya
VC

BEP

FC

Q (Produksi)
0
Volume
Produksi
Gambar 1. Kurva Break Even Point (BEP)

Keterangan:
TR = Total Revenue (Penerimaan)
Q = Quantities (Produksi)
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)
VC = Variable Cost (Biaya Variabel)
TC = Total Cost (Total Biaya)
BEP = Break Even Point (Titik Impas)

Disimpulkan bahwa Analisa break even point memberikan penerapan yang luas
untuk menguji tindakan-tindakan yang diusulkan dalam mempertimbangkan
alternatif-alternatif atau tujuan pengambilan keputusan yang lain. Analisa break even
point tidak hanya semata-mata untuk mengetahui keadaan perusahaan yang break
even saja, akan tetapi analisa break even point mampu memeberikan informasi
kepada pimpinan perusahaan mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta
Page 4 of 9
Pengantar Usahatani University of Brawijaya 2016
hubungan dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang
bersangkutan.

Pada gambar 1 dapat dilihat ketika tingkat produksi mencapai titik impas (BEP).
BEP terletak pada perpotongan garis total penerimaan dan total biaya. Daerah
sebelah kiri titik BEP yaitu bidang antara garis biaya total dengan garis penerimaan
termasuk dalam daerah rugi. Hal ini disebabkan karena hasil penjualan lebih rendah
daripada biaya total. Sedangkan daerah disebelah kanan garis biaya total dengan
garis penerimaan merupakan daerah laba karena hasil penjualan lebih tinggi dari
biaya total. BEP dapat dihitung dengan dua cara yaitu:

a. Break Even Point (BEP) Penjualan dalam Unit


Break even point volume produksi menggambarkan produksi minimal yang harus
dihasilkan dalam usaha agroindustri agar tidak mengalami kerugian (Juanda dan
Cahyono, 2000). Rumus perhitungan BEP unit seperti berikut:

Keterangan:
BEP = Break Even Point (Titik Impas)
Q = Quantities (Produksi)
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)
VC = Variable Cost (Biaya Variabel)
P = Harga Produk
(Rangkuti, 2005)

b. Break Even Point (BEP) Rupiah


Break Even Point rupiah menggambarkan total penerimaan produk dengan
kuantitas produk pada saat BEP (Juanda dan Cahyono, 2000).

Keterangan:
BEP = Break Even Point (Titik Impas)
TR = Total Revenue (Penerimaan)
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)
VC = Variable Cost (Biaya Variabel)

3. R/C RATIO

Ada beberapa definisi efisiensi. Efisiensi dalam pekerjaan merupakan


perbandingan yang terbaik suatu pekerjaan dengan hasil yang diperoleh dari
pekerjaan tersebut. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
a. Segi hasil
Suatu pekerjaan dapat dikatakan efisien apabila dengan usaha tertentu dapat
diperoleh hasil yang maksimal, baik dalam hal kualitas maupun kuantitasnya.

b. Segi usaha
Suatu pekerjaan disebut efisien jika hasil tertentu dapat dicapai dengan usaha
yang minimal.
Page 5 of 9
Pengantar Usahatani University of Brawijaya 2016
Efisiensi menurut Soekartawi (1995), merupakan gambaran perbandingan
terbaik antara suatu usaha dan hasil yang dicapai. Efisien tidaknya suatu usaha
ditentukan oleh besar kecilnya hasil yang diperoleh dari usaha tersebut serta besar
kecilnya biaya yang diperlukan untuk memperoleh hasil tersebut. Tingkat efisiensi
suatu usaha biasa ditentukan dengan menghitung per cost ratio yaitu imbangan
antara hasil usaha dengan total biaya produksinya.Untuk mengukur efisiensi suatu
usahatani digunakan analisis R/C ratio.

Menurut Soekartawi (1995), R/C Ratio (Return Cost Ratio) merupakan


perbandingan antara penerimaan dan biaya, yang secara matematik dapat
dinyatakan sebagai berikut:

R / C = PQ . Q / (TFC+TVC)

Keterangan:
R = penerimaan
C = biaya
PQ = harga output
Q = output
TFC = biaya tetap (fixed cost)
TVC = biaya variabel (variable cost)
Ada tiga kriteria dalam R/C ratio, yaitu:
R/C rasio > 1, maka usaha tersebut efisien dan menguntungkan
R/C rasio = 1, maka usahatani tersebut BEP
R/C rasio < 1, maka tidak efisien atau merugikan

5. ANALISIS FINANSIAL TANAMAN SEMUSIM

Berikut disajikan hasil penelitian mengenai analisis finansial tanaman


semusim dengan cara hidroponik. Teknologi hidroponik mulai banyak
dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan agribisnis melihat permintaan
akan sayuran organik yang semakin tinggi. Hidroponik merupakan metode
bercocok tanam tanpa tanah, tetapi menggunakan larutan nutrisi di dalam
air. Keunggulan hidroponik antara lain ramah lingkungan, produk yang
dihasilkan higienis, pertumbuhan tanaman lebih cepat, kualitas hasil
tanaman dapat terjaga, dan kuantitas dapat lebih meningkat.
Kelayakan usahatani sayuran hidroponik diketahui melalui analisis R/C
Ratio pada masing-masing kelompok komoditas. Usahatani pada masing-
masing kelompok komoditas sayuran hidroponik dikatakan menguntungkan
dan layak untuk dilanjutkan apabila usahatani tersebut mampu menghasilkan
nilai output (produk) yang lebih tinggi daripada biaya-biaya yang dikeluarkan
(input) atau dapat dikatakan bahwa nilai R/C Ratio > 1.

Page 6 of 9
Pengantar Usahatani University of Brawijaya 2016
Tabel 1. Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik pada PT KSS pada Luasan 500m2
dalam Waktu Satu Tahun
Uraian Bayam Kangkung Pakcoy Caysim
Total penerimaan (Rp) 330.600.000 505.400.000 294.120.000 245.100.000
Total biaya (Rp) 205.391.988 186.670.488 197.614.588 192.574.988
R/C Ratio 1,61 2,71 1,49 1,27

Berdasarkan Tabel 1, efisiensi usaha (R/C rasio) yang diperoleh pada


setiap komoditas sayuran hidroponik telah mencapai angka lebih dari satu,
sehingga dapat dikatakan usahatani tersebut telah efisien. Hasil dari R/C
Ratio tersebut menunjukkan bahwa untuk setiap rupiah yang dikeluarkan
perusahan dalam usahatani bayam akan memberikan penerimaan sebanyak
1,61 kali, untuk kangkung sebanyak 2,71 kali, pakcoy sebanyak 1,49 kali,
dan caysim sebanyak 1,27 kali.
Nilai R/C rasio yang didapatkan tiap komoditas berbeda. Komoditas
caysim memiliki nilai efisiensi paling rendah karena total penerimaan yang
paling rendah. Sedangkan komoditas kangkung memiliki nilai efisiensi
tertinggi karena penerimaan kangkung hidroponik memiliki nilai penerimaan
yang tinggi dengan penggunaan biaya yang rendah. Siklus produksi
kangkung juga paling singkat yaitu hanya 27 hari dari benih hingga siap
dipanen sehingga lebih cepat menghasilkan pendapatan. Perbedaan jumlah
biaya yang dikeluarkan pada masing-masing komoditas dapat dipengaruhi
oleh media cocok tanam.
Analisis titik impas (break even point) dilakukan untuk mengetahui
berapa jumlah minimum sayuran hidroponik yang harus terjual agar hasil
penjualan yang diperoleh sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan.
Pendekatan untuk perhitungan titik impas dalam usaha sayuran hidroponik
ini adalah BEP dalam jumlah unit produksi (kg) dan rupiah
penjualan/penerimaan (Rp).

Page 7 of 9
Pengantar Usahatani University of Brawijaya 2016
Tabel 2. Titik Impas pada Setiap Komoditas Sayuran Kidroponik di PT KSS
Uraian Bayam Kangkung Pakcoy Caysim
Total biaya tetap 136.893.188 112.655.188 136.893.188 136.893.188
(Rp)
Harga jual per kg 38.000 38.000 38.000 38.000
(Rp)
Biaya variable rata- 7.873 5.565 7.845 8.633
rata per kg (Rp)
Jumlah produksi 8.700 13.300 7.740 6.450
(kg)
BEP (kg) 4.544 3.473 4.540 4.661
BEP (Rp) 136.896.448 112.656.428 136.896.839 136.898.010

Berdasarkan Tabel 2, hasil analisis titik impas memperlihatkan bahwa jumlah


minimum sayuran hidroponik yang harus dijual pada tiap komoditas berbeda
sesuai dengan besarnya jumlah biaya variabel rata-rata per kilogramnya.
Hasil titik impas tersebut dihitung untuk waktu 1 (satu) tahun produksi.
A. Bayam
Berdasarkan hasil perhitungan BEP dalam hal kuantitas, komoditas
bayam berada pada titik impas ketika dalam waktu 1 tahun mampu
berproduksi sebanyak 4.544 kg, sedangkan jumlah produksi riil komoditas
bayam mencapai 8.700 kg. Diketahui bahwa titik impas komoditas bayam
adalah Rp 136.896.448,- sedangkan hasil penjualan riil dalam waktu 1 tahun
adalah sebesar Rp 330.600.000,- (Tabel 1). Dengan demikian, kondisi
produksi riil bayam selama 1 tahun telah melebihi kondisi BEP.

B. Kangkung
Komoditas kangkung dapat mencapai kondisi BEP ketika jumlah
produksi mencapai 3.473 kg dalam waktu 1 tahun. Sementara jumlah
produksi komoditas kangkung riil mencapai 13.300 kg. Dalam hal kuantitas
produksi, komoditas kangkung telah melebihi titik impas. Tidak hanya dalam
hal kuantitas saja komoditas kangkung mampu berproduksi di atas kondisi
BEP, namun dari hasil perhitungan juga diketahui bahwa titik impas
penjualan komoditas kangkung dalam 1 tahun sebesar Rp 112.656.428,-.
Titik tersebut jauh lebih kecil dari penjualan riil sebesar Rp 505.400.000,-.

C. Pakcoy
Komoditas pakcoy telah mampu diproduksi sebanyak 7.740 kg selama
1 tahun, sedangkan melalui perhitungan BEP (unit) dapat mencapai titik
impas ketika hasil panennya mencapai 4.540 kg. Penjualan untuk komoditas
Page 8 of 9
Pengantar Usahatani University of Brawijaya 2016
pakcoy selama 1 tahun mencapai Rp 294.120.000,- dengan titik impas
hanya sebesar Rp 136.896.839,-. Dengan demikian, nilai penjualan
komoditas pakcoy melebihi kondisi titik impasnya.

D. Caysim
Komoditas caysim mencapai kondisi BEP pada 4.661 kg sementara
produksi riil mencapai 6.450 kg dalam waktu 1 tahun. Dari hasil perhitungan
BEP penjualan diketahui bahwa titik impas komoditas caysim selama 1 tahun
adalah Rp 136.898.010,- dengan hasil penjualan saat ini adalah Rp
245.100.000,-. Melalui perhitungan BEP penjualan baik dalam unit kilogram
maupun dalam rupiah, dapat disimpulkan bahwa keempat komoditas telah
melebihi titik impas, sehingga dapat dikatakan bahwa usahatani sayuran
hidroponik menguntungkan untuk diusahakan.

REFERENSI

Kardiman. 2006. Prinsip-prinsip Akuntansi 1. Jakarta: Yudistira


Soekartawi, A. Soeharjo, J.L. Dillon dan J.B. Hardaker, 1986. Ilmu Usahatani dan
Penelitian untuk Pengambangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta.
Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

PROPAGASI

A. Latihan dan Diskusi (Propagasi vertical dan Horizontal)


1. Jelaskan tentang pengertian studi kelayakan serta sebut dan jelaskan macam-
macamnya
2. Carilah hasil penelitian yang menganalisis tentang perhitungan kelayakan
usahatani tanaman semusim serta berikan review hasilnya

B. Pertanyaan (Evaluasi mandiri)


1. Apa yang dimaksud dengan BEP serta paparkan kurvanya
2. Apa yang dimaksud dengan R/C Ratio jelaskan beserta indikatornya.

Page 9 of 9

Anda mungkin juga menyukai