Anda di halaman 1dari 35

Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi

Produksi

EKONOMI PRODUKSI
PERTANIAN
Penyusun: Astried Priscilla Cordanis

1
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi
Daftar Isi

2
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

TEORI EKONOMI PRODUKSI


Pertanian merupakan salah satu sektor penting penyumbang pertumbuhan
ekonomi di berbagai negara. Ketersediaan akan produk-produk pertanian
berpengaruh pada ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat suatu negara.
Kebutuhan akan komoditi-komoditi pertanian yang semakin meningkat
menyebabkan teori ekonomi produksi penting untuk dipelajari berkaitan dengan
komoditas-komoditas pertanian yang saling berkaitan dan semakin berkembangnya
agribisnis.
Pada teori ekonomi produksi pertanian ini akan membahas kegiatan
produksi komoditi pertanian secara efisien dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan yang lebih besar. Dalam tercapainya kegiatan produksi yang efisien
terdapat banyakfaktor yang saling mempengaruhi baik itu faktor internal maupun
faktor eksternal.Efisiensi produksi pada sektor pertanian dapat tercapai jika petani
mampu menggunakan faktor-faktor produksi dengan jumlah yang tepat sesuai
dengan sumberdaya yang tersedia dengan biaya yang seminimum mungkin untuk
mencapai output yang maksimum. Ekonomi produksi pertanian tidak hanya
membahastentang pilihan-pilihan produksi yang diambil oleh petani tetapi juga
bagaimana pilihan-pilihan tersebut dapat dipengaruhi oleh keadaan teknis dan
ekonomi (Beattie 1985).
Pengambilan keputusan dalam kegiatan produksi termasuk pada kegiatan
produksi sektor pertanian sangatlah kompleks oleh karena itu pada teori ekonomi
produksi ini akan mempelajari kondisi-kondisi realitas pada kegiatan produksi
pertanian yang kemudian diselesaikan berdasarkan teori-teori ekonomi.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, beberapa sumber
menyimpulkan defisnisi ekonomi produksi. Dalam buku yang ditulis oleh Beattie
(1985) menjelaskan bahwa produksi merupakan sebuah proses dari kombinasi
berbagai material (input, faktor, sumberdaya, atau kegiatan produksi) dalam
menghasilkan output. Penggunaan input untuk menghasilkan output terdapat proses
produksi yang harus dilakukan. Banyaknya faktor yang berpengaruh pada kegiatan
produksi, maka untuk menggambarkan hubungan antara output dan faktor/input
yang berpengaruh terhadapnya, secara matematis dapat ditulis dalam bentuk fungsi
produksi. Fungsi produksi secara matematis merupakan hubungan antara variabel-
variabel teknis dalam produksi yang berpengaruh pada kegiatan produksi yang
dilakukan tersebut.
Dalam fungsi produksi dapat dibagi berdasarkan jenis variabel yaitu faktor
tetap dan faktor variabel. Faktor tetap merupakan faktor yang tidak dapat atau akan
diubah sepanjang periode produksi sedangkan faktor variabel merupakan akan
menyesuaikan dengan panjang atau masa produksi serta skala produksinya.
Berdasarkan masa produksi atau periode produksinya kegiatan produksi dibedakan

3
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

menjadi dua jenis yaitu jangka panjang dan jangka pendek. Dalam jangka pendek
terdapat dua jenis faktor produksi yaitu faktor produksi tetap dan faktor variabel,
sedangkan dalam jangka panjang hanya terdapat faktor variabel dikarenakan dalam
jangka panjang memungkinkan terjadinya perubahan penggunaan teknologi agar
kegiatan produksi lebih economis. Secara matematis fungsi produksi ditulis dalam
persamaan 1.1. berikut,

Q = f(𝑥1, 𝑥2,…𝑥𝑛) .......................(1.1.)

Dimana Q merupakan output sedangkan 𝑥1 sampai 𝑥𝑛 merupakan jenis-jenis input.


Pembahasan berkaitan dengan fungsi produksi akan dibahas pada materi
selanjutnya.
Dalam teori ekonomi produksi terdapat beberapa asumsi atau pendekatan
secara matematis untuk menangkap berbagai peristiwa-peristiwa ekonomi dalam
kegiatan produksi dalam mencapai produksi yang maksimum dengan menggunakan
sumberdaya yang terbatas atau terdapat berbagai kendala. Contoh dalam
perhitungan untuk memperoleh hasil opimisasi dari kegiatan produksi secara
matematis kondisi tersebut akan tercapai saat turunan pertama dalam fungsi
produksi sama dengan nol (𝑑𝑦 = 0 ) dan pada tuunan kedua nilainya kurang dari
𝑑𝑥
2𝑦
nol (𝑑 < 0) menunjukan keadaan maksimisasi produksi, tetapi pada turunan
𝑑2 𝑥

kedua jika diperoleh nilai lebih dari nol pada turunan kedua berarti menunjukan
minimum produksi.
Asumsi-asumsi pada teori ekonomi produksi yang akan dipelajari

1. Proses produksinya monoperiodik. Yaitu aktivitas produksi yang dilakukan


pada suatu perusahaan diatus sedemikian rupa sehingga produksi yang
diamati pada satu periode waktu dan sepenuhnya terpisah atau tidak
bergantung pada periode produksi sebelumnya atau selanjutnya.
2. Semua input dan output pada suatu perusaan bersifat homogen, tanpa
memperhatikan perbedaan tingkatan kualitas pada input yang digunakan
atau output yang dihasilkan.
3. Fungsi produksi dan hubungan harga produk dan faktor diketahui dengan
pasti.
4. Dana yang tersedia untuk pembelian faktor variabel produksi tidak
membatasi pembelian tersebut.
5. Tujuan perusaan adalah untuk memaksimumkan profit atau untuk
meminimumkan biaya produksi pada level output tertentu dengan
memperhatikan teknis dan kendala dan kekuatan ekonomi.

4
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI

aktor produksi atau sering juga disebut dengan input merupakan korbanan
yang produksi yang digunakan untuk menghasilkan produksi atau output
(Soekartawi 1994). Hubungan antara input dan output dapat digambarkan secara
matematis dalam fungsi produksi seperti pada persamaan 1.1.

Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi output atau produksi


diantara adalah lahan pertanian, modal, tenaga kerja dan manajemen. Meski
demikian keempat faktor tersebut belum dapat menjelaskan Q secara utuh, masih
terdapat banyak faktor-faktor sosial ekonomi lainnya seperti tingkat pendidikan,
umur, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin, pengalaman dan lain sebagainya,
sehingga dalam praktiknya faktor yang mempengaruhi produksi usaha pertanian
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu faktor biologi dan faktor sosial ekonomi.

1. Faktor biologi meliputi lahan pertanian, bibit, pupuk, obat-obatan, dan


sebagainya
2. Faktor sosial ekonomi meliputi biaya produksi, penggunaan tenaga kerja,
harga, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, risiko, ketidakpastian,
kelembagaan dan sebagainya.

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukan adanya pengaruh-pengaruh faktor


produksi terhadap output atau produk yang dapat dijadikan sebagai referensi;

1. Thamrin, syahruni. 2016. Efisiensi Teknis Usahatani Kopi Arabika di


Kabupaten Enrekang. Ilmu Pertanian (Agricultural Science). 18(2).
2. Cordanis, A. Priscilla, Suharno, Tinaprilla, Netti. 2019. Pengaruh Kredit
Program DMAM Terhadap Efisiensi Teknis Usaha Ternak Sapi Potong di
Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Agribisains. 5(2).
3. Dewi I. N, Zaini A, Imang N. 2019. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan
Efisiensi Pemanfaatan Faktor Produksi Terhadap Produksi Usahatani
Pepaya Callina (Carica papaya L.) di Kota Balikpapan. Jurnal Pertanian
Terpadu. 7(2): 236-250.
4. Susanti H, Budiraharjo K, Handayyani M. 2018. Analisis Pengaruh Faktor-
faktor Produksi Terhadap Produksi Usahatani Bawang Merah di Kecamatan
Wanasari Kabupaten Brebes. Agrisosionomics. 2(1): 23-30.

Lahan Pertanian
Lahan petanian merupakan tanah atau area yang disiapkan untuk kegiatan
usahatani contohnya adalah sawah, tegal, pekarangan, dll. Satuan yang digunakan untuk
mengukur lahan pertanian biasanya menggunakan hektar, namun banyak petani yang
memiliki lahan kurang dari satu hektar sehingga luasan yang dimiliki petani tersebut
dapat di konversi dalam satuan hektar. Selain luas lahan yang

3
4
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

dimiliki, terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi nilai dari lahan yang dimilikiantara
lain;

1. Tingkat kesuburan tanah. Dahulu tinggi rendahnya pajak yang ditetapkan oleh
pemerintahan daerah disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah contohnya
adalah pajak lahan sawah lebih tinggi jika dibandingkan dengantegal.
2. Lokasi. Harga lahan juga ditentukan oleh lokasi lahan tersebut. Semakin dekat
lahan dengan fasilitas-fasilitas publik seperti pasar, jalan besar, pusat-pusat layanan
pemerintah maka nilai dari lahan tersebut semakin tinggi meskipun tingkat
kesuburannya tidak tinggi atau rendah. Contohnya adalah harga tanah di daerah
perkotaan cenderung lebih mahal dibanding dengan yang berada di daerah
pedesaan.
3. Topografi. Lahan pertanian yang berada pada dataran tinggi biasanya lebih murah
jika yang berada di dataran rendah, hal tersebut berkaitan dengan fungsinya. Jika
lahan tersebut berada di dataran rendah maka petani dapat menjadikannya sebagai
sawah dan dapat ditanami berbagai jenis tanaman palawija, selain itu petani akan
lebih mudah melakukan kegiatan budidaya jika dibandingkan dengan dataran
tinggi lahan yang dimiliki cenderung kurang subur, tidak terdapat irigasi, serta
lebih mudah mengalami erosi.
4. Status lahan. Status lahan dapat diklasifikasikan menjadi;
a. Lahan pribadi / milik sendiri
b. Lahan sewa
c. Lahan sakap
Nilai / harga lahan akan berbeda-beda berdasarkan stastus kepemilikan lahan.
Lahan yang berstatus milik sendiri memiliki nilai yang lebih tinggi dikarenakan
kepastian secara hukum pemilikan tanah.
5. Faktor lingkungan. Nilai lahan juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
contohnya adalah lahan di Labuan Bajo memiliki nilai yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan lahan di Ruteng, dikarenakan lahan di Labuan Bajo
merupakan daerah pariwisata yang diminati oleh turis-turislokal dan manca negara.

Tenaga Kerja
Faktor tenaga kerja merupakan merupakan faktor penting yang
diperhitungkan dari segi kuantitas dan juga kualitas dari tenaga kerja tersebut.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan faktor tenaga
kerja antara lain;

1. Ketersediaan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang digunakan disesuaikan


dengan jumlah output tertentu atau output optimal yang ingin dicapai. Jika
tenaga kerja yang dibutuhkan tidak tersedia maka output yang optimal
tersebut tidak dapat tercapai. Permintaan tenaga kerja tersebut juga
dipengaruhi oleh kualitas tenaga kerja, jenis kelamin dan tingkat upah.

4
5
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

2. Kualitas tenaga kerja. Dalam pelaksanaan kegiatan produksi pada sektor


pertanian, tekstil dan lain sebagainya, memerlukan tenaga kerja yang
memiliki kemampuan atau keahlian sesuai bidangnya atau keahlian khusus.
Kualitas tenaga kerja tersebut akan berdampak pada kelancaran usaha
seperti kemampuan menggunakan teknologi-teknologi tertentu.
3. Jenis kelamin. Kualitas kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin terutama
dalam proses produksi pertanian. Pada kegiatan produksi pertanian setiap
jenis kelamin memiliki spesialisasinya contohnya, laki-laki memiliki
spesialisasi untuk mengolah lahan dan perempuan memiliki tugas untuk
menanam.
4. Tenaga kerja musiman. Proses produksi pertanian memiliki periode
waktunya dalam satu tahun atau disesuaikan dengan musimnya. Karena
kegiatan produksi pertanian bersifat musiman maka akan menciptakan
tenaga kerja musiman. Pada bulan-bulan tertentu akan tercipta
pengangguran yang akhirnya menyebabkan urbanisasi musiman. Selain itu
tenaga adanya tenaga kerja musiman akan menyebabkan fluktuasi tingkat
upah.
5. Upah tenaga kerja. Tinggi rendahnya tingkat upah yang diterima oleh tenaga
kerja dipengaruhi oleh beberapa aspek, antara lain;
a. Mekanisme pasar. Pasar yang tidak sempurna dapat menyebabkan upah
tenaga kerja menjadi tidak menentu dan sering berubah-ubah.
b. Jenis kelamin. Upah tenaga pria umumnya lebih tinggi dari pada upah
tenaga kerja wanita, hal ini berlaku pada usaha pertnanian dan tidak
berlaku pada pekerjaan-pekerjaan di perusahaan/ pegawai negeri sipil.
c. Kualitas tenaga kerja. Kualitas tenaga kerja juga menentukan tingkat
upah yang diterma, tenaga kerja yang terlatih serta memiliki tingkat
pendidikan yang lebih tinggi memiliki upah yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tenaga kerja yang tidak memiliki pendidikan atau
berpendidikan rendah.
d. Umur tenaga kerja. Umur pada daerah pedesaan juga menentukan besar
kecilnya upah yang diterima. Umur tenaga kerja yang berada di bawah
umur dewasa atau belum mencapai umur 17 tahun cenderung memiliki
upah yang lebih rendah jika dibandingkan dengan yang memiliki umur
17 tahun ke atas.
e. Lama waktu bekerja. Lama waktu bekerja juga menentukan besar atau
kecilnya upah yang diterima. Semakin lama bekerja maka semakin
tinggi juga upah yang diterima. Asumsi ini tidak berlaku bagi tenaga
kerja profesional atau memiliki pendidikan tinggi.
f. Tenaga kerja bukan manusia. Tenaga kerja bukan manusia yang
dimaksud adalah seperti mesin dan juga ternak. Tenaga kerja mesim dan
ternak memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan tenaga kerja
manusia, hal tersebut dikarenakan kemampuannya dalam bekerja lebih

5
6
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

tinggi terutama dalam bidang pertanian. Seperti penggunaan traktor dan


ternak dalam mengolah lahan sawah.

Modal
Pada kegiatan produksi pertanian, modal dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu modal tetap dan modal variabel. Yang termasuk dalam modal tetap seerti
tanah, bangunan serta mesin-mesin yang digunakan dalam kegiatan produksi.
Disebut sebagai modal tetap atau modal tidak bergerak dikarenakan ciri-ciri yang
dimiliki modal tersebut, sehingga modal tetap dapat didefinisikan sebagai modal
yang tidak habis terpakai dalam satu kali periode produksi, namun modal tetap ini
hanya terjadi pada jangka pendek saja. Modal variabel merupakan modal yang
digunakan sepanjang proses produksi dan habis dalam satu kali pakai atau habis
dalam satu kali periode produksi tersebut, contohnya adalah benih, obat-obatan,
pupuk, dan upah tenaga kerja.
Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi besar kecilnya modal usaha
dalam bidang pertanian, antara lain;
1. Skala usaha. Skala usaha besar membutuhkan modal yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan skala usaha kecil, semakin besar skala usaha maka
modal yang dibutuhkan semakin besar pula.
2. Jenis komoditas. Setiap jenis komoditi pertanian memerlukan biaya yang
berbeda-beda. Jika membandingkan dua usaha pertanian dengan komoditas
yang berbeda dengan luas lahan yang sama akan membutuhkan biaya
produksi yang berbeda pula, walaupun luasan yang diusakan sama contohnya
adalah usahatani padi sawah memerlukan modal yang lebih tinggi
dibandingkan usahatani jagung. Hal tersebut dikarenakan perlakuan-
perlakuan selama proses produksi yang diberikan berbeda untuk tiap
komoditi.
3. Ketersediaan kredit. Persoalan keterbatasan modal sering terjadi pada setiap
pelaku usaha termasuk usaha pertanian. Salah satu masalah yang dialami oleh
petani adalah modal yang terbatas atau tidak adanya modal, sehingga
ketersediaan lembaga-lembaga keuangan yang memfasilitasi perkreditan
pada bidang pertanian sangat berpengaruh terhadap ketersediaan modal
petani.

Manajemen
Dalam kegiatan usahatani sangat dibutuhkan manajemen yang baik, tidak
hanya pada usahatani-usahatani modern. Manajemen merupakan sebuah “seni”
dalam merencanakan usahaha yang akan dilakukan, tidak hanya merencanakan
tetapi terdapat juga tahapan pengorganisasian, pelaksanaan hingga pada tahap
evaluasi. Dalam pelaksanaanya kemampuan manajemen tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain seperti;

6
7
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

1. Tingkat Pendidikan.
2. Tingkat Keterampilan
3. Skala Usaha
4. Besar Kecilnya Kredit
5. Jenis Komoditi yang Diusahakan.

Latihan

1. Jelaskan secara singkat tentang pokok bahasan dari teori ekonomi


produksi.
2. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan faktor-faktor
produksi? Jelaskan.
3. Faktor apa yang mempengaruhi besar-kecilnya penggunaan faktor-
faktor produksi? Jelaskan.
4. Apa beda antara produksi dan produktivitas dari suatu usahatani.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi dan produktivitas
tersebut.
5. Bila anda diminta untuk merancang atau membuat model fungsi
produksi, maka hal-hal apa saja yang anda harus perhatikan?

7
8
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

FUNGSI PRODUKSI

Kegiatan produksi yang dilakukan oleh petani tidak terlepas dari


penggunaan-penggunaan input produksi seperti yang sudah dijelaskan pada
pembahasan sebelumnya, dimana dijelaskan terdapat dua jenis input yang
digunakan yaitu input tetap dan input variabel. Masing-masing input tersebut
memiliki sifatnya masing-masing yaitu input tetap merupakan input yang tidak
habis dalam satu periode produksi sedangakan input variabel merupakan input yang
habis dalam satu periode produksi. Selain itu kedua jenis input tersebut, input tetap
dan variabel keduanya terdapat pada kegiatan produksi jangka pendek sedangkan
pada jangka panjang hanya terdapat input variabel. Hal tersebut dikarenakan pada
jangka panjang, akan memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan atau
penambahan input tetap sehingga input tersebut akan berubah menjadi input
variabel.
Pada pembahasan ini kita akan membahas berkaitan dengan penggunaan
input tersebut dalam kegiatan produksi dengan tujuan mengahsilakn output dengan
menggunakan satu input produksi. Hubungan penggunaan input terhadap oyput
dapat dijelaskan secara matematis pada fungsi produksi berikut;

𝑦 = 𝑓(𝑥) ..........................2.1

Dimana y merupakan jumlah output yang dihasilkan sedangkan x merupakan input


yang digunakan. Berdasarkan fungsi tersebut secara tidak langsung menjelaskan
bahwa tinggi rendahnya output yang dihasilkan bergantung pada jumlah input yang
digunakan. Secara sederhana agar lebih mudah dipahami jika diketahui bahwa;

𝑦 = 2𝑥 ..........................2.2
Jika x = 2, maka y = 4; jika x = 6, maka y = 12. Nilai y tersebut diperoleh dari
persamaan 2.2, karena dimisalkan y sama dengan dua kali x.

Dalam fungsi produksi selain mengetahui hubungan antara input dan output
dengan lebih sederhana, fungsi produksi juga dapan menjelaskan hubungan antara
variabel yang dijelaskan (variabel dependent) y, dan variabel yang menjelaskan
(variabel independen) x, serta mengetahui hubungan antar variabel penjelas. Secara
matematis hubungan tersebut ditulis seperti pada persamaan 2.1.

3.1.1. Macam-macam fungsi produksi.

1. fungsi produksi linear

Persamaan matematis dari fungsi produksi linear adalah sebagai berikut;

𝑦 = 𝑓(𝑥1, 𝑥2, … . 𝑥𝑖, … . 𝑥𝑛) ........................2.3

Dimana pada persamaan, x merupakan variabel independen dan y merupakan


variabel dependen. Dalam fungsi produksi linear dibedakan menjadi fungsi
8
9
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi
produksi linear sederhana dan fungsi linear berganda, hal tersebut dibedakan
berdasarkan banyaknya variabel yang dipakai dalam persamaan. Fungsi
produksi linear sederhana hanya memakai satu variabel independen (4.4) dan
fungsi produksi linear berganda memakai variabel lebih dari satu variabel
independen yang dipakai (4.4).

𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥 .........................2.4
Dimana a= intersep (perpotongan) dan b=koefisien regresi. Bila diketahui a =
0, maka y = bxdan garis ini akan melewati titik origin.

Y = a + bx

Δy
Δx

Gambar 2.1. Garis Linear Sederhana


Sumber : Soekartawi 1990
∆𝑌
𝑏= .................2.5
∆𝑋

Berdasarkan persamaan 2.5, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien


(b) menunjukan perbandingan perubahan penggunaan satu-satuan x terhadap
Y yang dihasilkan. Koefisien juga menunjukan kemiringan kurva produksi
akibat penambahan penggunaan x dan penambahan Y yang di hasilkan.
Persamaan fungsi produksi linear sederhana menggambarkan hubungan
fungsi produksi antara y dan satu x, penggunaan fungsi ini hanya untuk
menggambarkan hubungan yang sederhana sehingga kelemahannya yaitu hanya
terdapat satu x saja yang diukur sehingga banyak informasi lain yang tidak diukur.
Sehingga dalam mengatasi hal tersebut maka peneliti biasanya menggunakan fungsi
produksi linear berganda.
𝑦 = 𝑎 + 𝑏1𝑥1 + 𝑏2𝑥2 + ⋯ + 𝑏𝑖𝑥𝑖 + ⋯ + 𝑏𝑛𝑥𝑛 .........................2.6
2. Fungsi produksi kuadratik

Berbeda dengan garis linear baik seerhana maupun berganda


tidak terdapat nilai maksimum, tetapi pada fungsi produksi
kuadratik terdapat nilai maksimum. Fungsi produksi kuadratik
secara matematis dapat dilihat pada persamaan 2.7 berikut,

𝑦=𝑎+𝑏𝑥+𝑐𝑥2 ........................2.7

9
10
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

Nilai produksi maksimum dapat tercapai bila turunan pertama sama


dengan nol. Dalam produksi pertanian berlaku hukum penambahan hasil yang
semakinberkurang sehingga fungsi kuadratik dapat ditulis pada persamaan 2.8
berikut,

𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥 − 𝑐𝑥2 .........................2.8

𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥 − 𝑐𝑥2

X
Gambar 2.2. Fungsi Produksi Kuadratik
Sumber : Soekartawi 1990

3. Fungsi produksi eksponensial

Fungsi produksi eksponensial secara matematisdapat ditulis pada


persamaan 4.9 berikut,

𝑦 = 𝑎𝑥𝑏 ........................2.9

Fungsi produksi seperti pada persamaan 2.9 di atas biasanya disebut sebagai
fungsi produksi cobb-douglass yang akan di bahas pada pembahasan
selanjutnya dalam perkuliahan semester ini.

4. Fungsi Produksi CES (Constant Elasticity of substitution)

Dalam CES, Sollow dkk menekankan bahwa ada aspek penting lain yang
tidak diperhitungkan oleh kedua fungsi produksi yang sudah ada, yaitu tingkat
penggunaan teknologi yang berbeda dari masing-masing industri yang berbeda.
Dari sini kemudian Sollow dkk mengkaitkannya dengan produktivitaspekerja
dalam menghasilkan barang, yang pada akhirnya menghasilkan 3 parameter
inti, yaitu parameter substitusi, parameter distribusi dan parameter efisiensi.
Dari situlah kemudian ia menyimpulkan bahwa substitusi antara modal dan
tenaga kerja bersifat konstan atau terus menerus.
Dalam penulisan matematis, fungsi produksi CES berbentuk seperti ini:

......................2.10

10
11
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi
Keterangan:

Y = output
C = parameter efisiensi
K = input modal
N = input tenaga kerja
π ∈ = parameter distribusi
σ = elastisitas substitusi modal dan tenaga kerja
Berdasarkan formulasi di atas, Sollow dkk berasumsi bahwa elastisitas
substitusi antara modal dan tenaga kerja tidak selalu tetap. Maka dari itu,
mereka beranggapan bahwa fungsi produksi CES lebih fleksibel dan lebih
realistis dari fungsi-fungsi produksi yang sudah ada.

5. transcendetal

secara matematis dapat ditulis sebagai berikut;


𝑌 = 1 𝑐𝑐1𝑋1 𝑋2𝑏2𝑒𝑐2𝑋2 + u ............................................................................... 2.11
Dimana;
a, b, c = parameter yang akan diduga
U = galat
6. translog

secara matematis dapat ditulis sebagai berikut;


log 𝑌 = log 𝐴 + 𝑏1 𝑙𝑜𝑔𝑋1 + 𝑏2 𝑙𝑜𝑔𝑋2 + 𝑏3(𝑙𝑜𝑔𝑋1𝑙𝑜𝑔𝑋2) + u...........2.12
Dimana;
b1, b2, b3, = parameter yang diduga
A = parameter yang berfungsi sebagai intersep
U = galat

PRODUKSI DAN MAKSIMISASI PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN


1 INPUT DAN 1 OUTPUT

Dalam ilmu ekonomi terdapat banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan


serta istilah-istilah di dalamnya, demikian juga prinsip ekonomi dalam proses
produksi. Untuk memudahkan kita dalam memahami perkuliahan ekonomi
produksi pertanian ini, alangkah baiknya agar kita memahami terlebih dahulu
prinsip-prinsi di dalamnya.
Seperti yang telah dibahas pada pembahasan seblumnya, dimana ekonomi
produksi mempelajari tentang perilaku dalam produksi berkaitan dengan pilihan-
pilihan penggunaan sumberdaya atau faktor produksi secara efisien dalam rangka
untuk menghasilkan output baru atau menambah nilai dari output tertentu serta
memperoleh profit maksimum dari kegiatan produksi yang dilakukan tersebut.
Berdasarkan pengertian dari ekonomi produksi maka terdapat dua masalah yaitu
bagaimana mencapai profit maksimum sehingga kita akan menggunakan
11
12
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi
pendekatan profit maximum. Selain itu terdapat masalah atau kendala biaya dalam
kegiatan usahatani sehingga dilakukan pendekatan cost minimization. Kedua
pendekatan tersebut sebenarrnya memiliki tujuan yang sama yaitu bagaimana agar
kegiatan produksi yang dilakukan tersebut efisien dan mencapai keuntungan yang
maksimum.
Hubungan-hubungan penggunaan input dan output dalam kegiatan produksi
guna mencapai keuntungan maksimum tersebut dapat digambarkan dalam fungsi
produksi yang telah disampaikan pada pembahasan sebelumnya, secara matematis
dituliskan pada persamaan 3.1 berikut;

𝑌 = 𝑓(𝑋1, 𝑋2, 𝑋3, … , 𝑋𝑛) .........................3.1


Berdasarkan fungsi produksi tersebut, dapat dilakukan beberapa tindakan
dalam upaya meingkatkan produksi, yaitu ;
a. Menambah jumlah salah satu input produksi yang digunakan.
b. Menambah jumlah beberapa input produksi yang digunakan.
Perbedaaan dari kedua tindakan tersebut adalah, pada tindakan pertama yaitu
menambahkan salah satu input produksi berarti hanya menambah satu saja input
produksi dan input yang lainnya dianggap tetap (citeris paribus) sehingga dapat
dituliskan dalam persamaan 3.2 berikut;
(𝑌 + ∆𝑌) = 𝑓(𝑋1 + ∆𝑋1|𝑋2, 𝑋3, … , 𝑋𝑛) .........................3.2
Dimana, ΔY merupakan perubahan dari output akibat adanya perubahan dari X1,
sehingga total output yang dihasilkan adalah Y sebelum ada perubahan jumlah input
X1 ditambah dengan pertambahan atau perubahan Y yang dihasilkan setelah ada
penambahan X1. Tindakan kedua yang dilakukan adalah dengan melakukan
perubahan pada lebih dari 1 input produksi sehingga secara matematis dapat ditulis
pada fungsi produksi persamaan 3.3. berikut;
(𝑌 + ∆𝑌) = (𝑋1 + ∆𝑋1) + (𝑋2 + ∆𝑋2) + (𝑋3 + ∆𝑋3) + ⋯ (𝑋𝑛 + ∆𝑋𝑛) ......3.3

Produk Total, Produk Rata-rata dan Produk Marginal .


Produk Total (PT) merupakan total produksi yang dihasilkan dari kegiatan
usahatani. PT yang dihasilkan dipengaruhi oleh penggunaan input (X). Hubungan
penggunaan X dan Y yang dihasilkan digambarkan dalam tiga situasi.
Tabel 3.1. Input, Output dan PM
Input Output PM
X ΔX Y ΔY (ΔY/ΔX)
0 - 100 - -
10 10 120 20 (20/10) = 2
20 10 140 20 (20/10) = 2
30 10 160 20 (20/10) = 2
40 10 180 20 (20/10) = 2
50 10 200 20 (20/10) = 2

12
13
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi
Pertambahan input dan perubahan output yang terjadi dapat digambarkan pada
Kurva 3.1 berikut

y
250

200

150

100

50

0
0 10 20 30 40 50

Gambar 3.1. Hubungan X dan Y dan PM yang Konstan


Sumber : Soekartawi 1990
Keadaan pada Kurva 3.1 menunjukan pertambahan produk (ΔY) adalah konstan.
Terdapat keadaan lain yaitu ketika pertambahan X yang digunakan justru akan
menyebkan pertambahan output Y semakin menurun sehingga PM juga memiliki nilai
yang semakin menurun.

Tabel 3.2. Perubahan Y dan PM yang semakin menurun

Input Output PM
X ΔX Y ΔY (ΔY/ ΔX)
0 - 40 - -
10 10 100 60 (60/10)= 6
20 10 150 50 (50/10)= 5
30 10 190 40 (40/10)= 4
40 10 220 30 (30/10)= 3
50 10 240 20 (20/10)= 2

13
14
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi
Perubahan Y yang semakin menurun dan perubahan PM yang juga semakin
menurun dapat ditunjukan dalam Kurva 3.2 dimana garis TP pada kurva berbentuk
melengkung meski demikian nilai PM masih positif namun jika terus dilakukan
penambahan input (X) maka dapat menyebabkan nilai PM bertanda negatif.

300

250

200

150

100

50

0
0 10 20 30 40 50
TP

Gambar 3.2. Grafik pertambahan TP dan PM yang semakin menurun


Sumber : Soekartawi 1990

Situasi ketiga pada pertambahan input yang digunakan menyebabkan pertambahan


output (ΔY) semakin menigkat begitu juga dengan nilai PM, contoh tersebut dapat
dilihat pada tabel 3.3. berikut;

Tabel 3.3. Pertambahan Output (ΔY) dan PM

Input Output PM
X ΔX Y ΔY (ΔY/ ΔX)
0 - 60 - -
10 10 100 40 (40/10)= 4
20 10 150 50 (50/10)= 5
30 10 210 60 (60/10)= 6
40 10 280 70 (70/10)= 7
50 10 360 80 (80/10)= 8

14
15
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi
Hasil perhitungan pada tabel 3.3. dapat ditunjukan pada kurva 3.3 berikut;
400

350

300

250

200
0 10 20 30 40 50

TP

Kurva 3.3. Pertambahan Output (ΔY) dan PM


Sumber: Soekartawi 1990

Berdasarkan ketiga keadaan yang telah digambarkan pada grafik 3.1, 3.2
dan 3.3 menunjukan bahwa penambahan input yang digunakan dalam kegiatan
produksi dapat menyebabkan keadaan yang berbeda. Keadaan pertama
menunjukan bahwa penambahan input akan menyebabkan pertambahan output
yang konstan, keadaan kedua menunjukan bahwa pertambahan input yang
digunakan akan menyebabkan pertambahan output yang semakin menurun
(decreasing productivity) sehingga akan menyebabkan PM yang juga semakin
menurun. Keadaan tersebut biasa disebut dengan istilah diminishing returns atau
diminishingproductivity. Keadaan ke tiga menunjukan bahwa pertambahan input
yang digunakan justu akan menyebabkan output menungkat secara tidak
proposional ataidapat disebut dengan increasing productivity sehingga dengan
keadaan demikian akan menyebabkan PM juga meningkat. hubungan ketiga
keadaan tersebut digambarkan dalam tahap produksi.

15
16
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi
Y
Maximum Profit Maximum TPP

TPP

Inflection point

II III

MPP
dan
APP

Maximum
Maximum APP
MPP

APP

X
MPP
MPP=0

Gambar 3.4. Kurva Fungsi Produksi


Sumber : Sumber : Debertin 1989

16
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

1. Tahap 1 adalah tahap dimana PT terus meningkat dan PM juga meningkat.


2. Tahap 2 adalah tahap dimana PT meningkat tetapi PM menurun.
3. Tahap 3 adalah tahap dimana PT terus menurun yang diikuti PM terus
menurin hingga bertanda negatif.
Tiga tahap tersebut dapat dilihat hubungannya pada gambar 3.4. setiap tahap produksi di
atas mewakili setiap daerah pada kurva fungsi produksi, dimana pada setiap daerah memiliki
tingkat elastisitas yang berbeda-beda. Berdasarkan pada gambar 3.4. terdapat hubungan antara
PM dan PT, bila PT tetap naik, maka nilai PM bernilai positif. Dalam gambar menunjukan saat
PT mencapai maksimum, maka nilai PM sama dengan nol dan bila nilai PT sudah mulai menurun
maka PM bernilai negatif. Hal tersebut dikarenakan PT semakin menurun sedangkan penggunaan
X semakin meningkat. daerah III merupakan daerah irasional.
Disamping hubungan PT dan PM, terdapat hubungan antara PM dan Produkrata-rata (PR).
PR merupakan perbandingan antara PT dan jumlah input yang digunakan. Secara matematis PR
dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut;
𝑌
𝑃𝑅 = ......................3.4
𝑋

Hubungan antara PM dan PR dapat dicari, antara lain;

1. Bila PM lebih besar dari PR, maka posisi PR


masih dalam keadaanmenaik.
2. Bila PM lebih kecil dari PR, maka posisi PR dalam keadaan
menurun.
3. Bila PM sama dengan PR, maka PR mencapai titik makimum.

Elastisitas Produksi
Elastisitas produksi (Ep) merupakan persentase perubahan Y akibat dari
perubahan X yang digunakan dalam produksi. Ep dapat diketahui dengan
menggunakan persamaan 3.5 berikut;
∆𝑌 ∆𝑋 ∆𝑌 𝑋 1 𝑀𝑃𝑃
𝐸𝑝 = ⁄ = . = 𝑀𝑃𝑃 . 𝑌 = ........................3.5
𝑌 𝑋 ∆𝑋 𝑌 ⁄𝑋 𝐴𝑃𝑃

Berdasarkan persamaan 3.5 tersebut menunjukan ternyata PM (ΔY/ ΔX) akan


berpengaruh terhadap besar kecilnya Ep. Nilai Ep sama dengan satu maka PR
mencapai maksimum atau bila PR sama dengan PM nya. Bila PM sama dengan nol
maka menunjukan PR dalam kondisi menurun dan Ep sama dengan nol.
Ketiga tahap pada pada fungsi produksi memiliki nilai Ep yang berbeda.
Tahap satu memiliki Ep > 1 dimana PT menaik dan PR juga menaik. Pada tahap
satu produsen memperoleh keuntungan dengan penggunaan input dapat terus
ditambahkan. Tahap dua memiliki nilai Ep lebih besar dari nol dan kurang dari satu
(0<Ep<1), keadaan tersebut menunjukan bahwa penambahan penggunaan input
akan meningkatkan output yang dihasilkan secara proposional pada tahap dua
tersebut PT maksimum akan tercapai. Tahap tiga memiliki nilai Ep < 0 dimana
setiap upaya penambahan input yang dilakukan akan menyebabkan kerugian
dikarenakan TP semakin menurun.
17
18
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

Elastisitas produksi
Saat Marginal Produksi = Rata-rata Produksi maka Ep = 1
Saat Marginal Produksi > Rata-rata Produksi maka Ep > 1
Saat Marginal Produksi = 0, Rata-rata Produksi bernilai
positif, maka EP = 0
Saat Marginal Produksi = bernilai negatif, maka Ep < 0
Y

Rata-rata Produksi

X
X*
Marginal Produksi
Gambar 3.5. Marginal Produksi, Rata-rata Produksi dan Elastisitas Produksi
Sumber : Debertin 1985

Berdasarkan gambar 3.5, dapat diuraikan bahwa terdapat rentangan


elastisitas yang berbeda pada setiap tahap produksi. Mulai dari titik orginal sampai
pada X* merupakan kegiatan produksi pada tahap 1 dengan tingkat elastisitas lebih
dari 1 (Ep > 1) yang ditandai dengan rata-rata produksi dan marginal bernilai positif
dan marginal produksi lebih besar dari rata-rata produksi. Tahap II dalam kegiatan
produksi memiliki nilai elastisitas produksi sama dengan nol sampai dengan sama
dengan 1(0<Ep<1), dimana pada gambar ditandai mulai X* sampai dengan kurva
Marginal produksi berpotongan dengan garis horisontal dan di tandai dengan rata-
rata produksi lebih besar dari marginal produksi. Tahap III dalam kegiatan produksi
memiliki nilai elastisitas produksi yang negatif dan ditandai dengan nilai marginal
produksi bernilai negatif (MP <0).

18
19
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

Latihan Soal

1. Berdasarkan data produksi dari penggunaan input X diperoleh data sebagai


berikut;
X (Input) Y (Output) MPP APP
0 0
10 50
25 75
40 80
50 85

2. Terdapat beberapa fungsi produksi. Tentukan Marginal produksi, Rata-rata


produksi dan Elastisitas produksinya.
a. 𝑦 = 𝑥 0.2
b. 𝑦 = 3𝑥
c. 𝑦 = 𝑥 3
d. 𝑦 = 6𝑥 − 0.10𝑥 2

MAKSIMISASI PROFIT DENGAN MENGGUNAKAN SATU INPUT

Total Physical Product (TPP) dan Total Value of the Product (TVP)
Pada pembahasan sebelumnya telah di jelaskan bahwa TPP atau yang
juga disebut sebagai y(output) merupakan total produk yang dihasilkan akibat
dari penggunaan berbagai jenis input produksi (x).

𝑇𝑃𝑃 = 𝑦 .................5.1

Dalam kegiatan produksi tentu saja petani memiliki tujuan adalah


untuk memperoleh keuntungan, sehingga hasil produksi atau produk yang
dihasilkan tersebut akan dijual oleh petani. Harga yang ditentukan oleh petani
pada produk mereka akan berpengaruh pada berapa banyak penerimaan yang
akan diterima olehpetani. Penerimaan tersebut dapat disebut juga dengan total
value of the product (TVP) atau nilai total produksi. Untuk mengetahui TVP
maka dapat digunakan persamaan 4.2 berikut;

𝑝°𝑇𝑃𝑃 = 𝑝°𝑦 ..................5.2

Total Factor or Resource Cost


Total Factor (total input) atau dapat disebut dengan resource cost (biaya
input/simber daya) yang disingkan dengan TFC atau dapat juga disingkat TRC
merupakan total penggunaan biaya dalam kegiatan produksi yang
disesuaikan dengan harga dari input tersebut (v) dan berapa total input yang

19
20
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

digunakan. untukmengetahui nilai TFC maka dapat menggunakan persamaan


4.3 berikut;

𝑇𝑅𝐶 = 𝑇𝐹𝐶 = 𝑣°𝑥 ..................5.3

Petani menginginkan profit (π) yang diterima maksimum. Profit


merupakanselisish antara TVP dan TFC atau secara matematis dapat ditulis
dalam persamaan 5.4 berikut;

𝜋 = 𝑇𝑉𝑃 – 𝑇𝐹𝐶 ..................5.4

Atau dapat juga dijabarkan dalam persamaan 5.5 berikut;

𝜋 = 𝑝°𝑦 − 𝑣°𝑥 ..................5.5

Berdasarkan gambar 5.1, dapat kita lihat hubungan antara fungsi biaya
(TFC) dan juga nilai total produksi (TVP), dimana pada kedua garis tersebut
membentuk tiga keadaan.

1. Keadaan I, menunjukan fungsi biaya (TFC) lebih tinggi dibandingkan


garis fungsi TVP. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan produksi
yang berada pada daerah tersebut mengalami kerugian. Semakin tinggi
penggunaan biaya input maka akan semakin menurunkan profit.
2. Keadaan II, merupakan keadaan saat garis TFC berpotongan dengan
garis TVC, atau dapat dikatakan bahwa nilai TFC sama dengan nilai
TVC. Usaha yang berada pada titik ini tidak mengalami keuntungan dan
tidak mengalami kerugian.
3. Keadaan III, pada kondisi ini ditunjukan jika TVP labih tinggi
dibandingkan TFC. Keadaan ini merupakan keadaan yang rasional dan
diharapkan oleh pelaku usaha, karena pada keadaan demikian petani
akan mengalami keuntungan. Semakin tinggi selisih TVP dan TFC maka
semakin tinggi pula profit yang akan diterima.

Berdasarkan hubungan garis TVP dan TFC maka kita dapat mengetahui
profit yang diterima baik itu bernilai negatif, nol, ataupun positif. Dari hubungan
kedua garis tersebut, kita dapat memperoleh garis profit. Pada garis profit dalam
kurva menunjukan tinggi rendah profit yang diterima akibat TVP dan TFC pada
setiap keadaan. Pada keadaan TFC lebih besar dari TVP maka profit dapat
mencapai profit minimum, namun jika TFC jauh lebih kecil dari TVC maka profit
akan mencapai profit maksimum. Profit maksimum dan profit minimum sama-sama
memiliki kemiringan kurva = 0.

20
21
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

TFC
$ Zero Slope
Max Profit

Zero Profit Max


TVP

Minimum Profit

Max Profit

Max VMP
Minimum Profit
VMP =
VMP = MFC MFC MFC = vo
vo

AVP = poAPP
Zero VMP

VMP

Gambar 5.1. TVP, VMP, MFC, AVP


Sumber : Debertin 1989

Dari kurva produksi yang ditunjukan pada gambar 5.1, terdapat keadaan
profit maksimum dan profit minimum, dimana profit yang diharapkan dalam
kegiatan produksi adalah memperoleh profit maksimum. Profit maksimum terdapat
pada tahap produksi yang ke II, dimana daerah II merupakan daerah yang rasional
dan kegiatan produksi diharapkan berada pada daerah tersebut.
Keadaan profit maksimum dan profit minimum sama-sama memiliki kurva
dengan kemiringan = 0. Turunan pertama dari persamaan fungsi profit akan

21
22
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

diperoleh dimana VMP = v, dan terdapat pada titik minimum profit dan maksimum
profit. Turunan pertama dari persamaan fungsi total faktor cost (TFC) adalah
MFC (marginal faktor cost), dimana MFC bernilai sama dengan v (harga input).
Harga input diasumsikan tidak mengalami perubahan/ konstan.
Slope dari fungsi profit pada gambar 5.1. dapat ditunjukan dalam notasi ∆
yaitu pada persamaan 5.6.
∆𝜋⁄∆𝑥 = ∆𝑇𝑉𝑃⁄∆𝑥 − ∆𝑇𝐹𝐶⁄∆𝑥 ...............................5.6
Jika slope atau kemiringan kurva dari fungsi profit = 0 maka pada titik
tersebut tercapai profit maksimum, atau dapat juga merupakan titik profit
minimum. Sehingga diperoleh slope dari persamaan profit yaitu slope nilai total
produksi sama dengan slope total biaya produksi (Slope TVP = Slope TFP).

Value of the Marginal Product (VMP) dan Marginal Factor Cost (MFC)
VMP merupakan nilai dari pertambahan ouput akibat dari perubahan input
yang digunakan. secara matematis VMP dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan 5.7 berikut;
∆𝑇𝑃𝑃
𝑉𝑀𝑃 = 𝑃° .................................5.7
∆𝑋

Dimana Po merupakan harga y di pasar yang konstan sedangkan ΔTPP/Δx


merupakan persamaan dari MPP sehingga;

𝑉𝑀𝑃 = 𝑃° 𝑀𝑃𝑃 ................................5.8

MFC merupakan perubahan biaya input/faktor produksi akibat dari penambanhan


pembelian satu satuan input. Selama harga input konsta (vo) maka MFC = vo. Maksimisasi
profit tercapai saat slope TVC sama dengan slope TFC. Secaramatematis hubungan
tersebut dapat dilihat pada persamaan 5.9.

𝑃°𝑀𝑃𝑃 = 𝑉𝑀𝑃 = 𝑀𝐹𝐶 = 𝑣° ................................5.9

Profit maksimum tercapai saat turunan pertamanya sama dengan nol, yang secara
matematis dapat dijabarkan dalam persamaan berikut;

𝜋 = 𝑇𝑉𝑃 − 𝑇𝐹𝐶 ................................6.0

𝜋 = 𝑝. 𝑌 − 𝑣. 𝑋 ................................6.1

𝜋 = 𝑝. 𝑓(𝑋) − 𝑣. 𝑋 ................................6.2

𝜕𝜋 𝜕𝑌 𝜕𝑋
= 𝑝 − 𝑣. 𝜕𝑋 = 0 ................................6.3
𝜕𝑋 𝜕𝑋

= 𝑝. 𝑀𝑃𝑃 − 𝑣 = 0 ................................6.4

= 𝑽𝑴𝑷 = 𝒗 ................................6.5

22
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi
Berdasarkan penjabaran persamaan profit dalam memperoleh profit maksimum
dengan melakukan turunan pertama dari persamaan profit terhadap penggunaan inputnya
= nol, diperoleh hasil VMP = v. Dengan demikian profit maksimum dari kegiatan
produksi tercapaai saat VMP = v, atau slope dari persamaan profit sama dengan nol.
Namun slope profit sama dengan nol, atau keadaan saat VMP = v, tidak hanya terjadi saat
profit maksimum tetai pada profit minimum juga, sehingga diperlukan pembuktian untuk
memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan profit maksimum dengan cara
melakukan turunan ke dua dari persamaan profit di atas (persaan di turunkan sebanyak 2
kali).

𝜕𝜋 𝜕𝑌 𝜕𝑋
= 𝑝 − 𝑣. 𝜕𝑋 = 0 ................................6.3
𝜕𝑋 𝜕𝑋

= 𝑝. 𝑀𝑃𝑃 − 𝑣 = 0 ................................6.4

= 𝑽𝑴𝑷 = 𝒗 ................................6.5

𝜕2 𝜋
= 𝑉𝑀𝑃 − 𝑣 = 0 ................................6.6
𝜕𝑥

Dari turunan kedua, diperoleh beberapa kemungkinan antara lain;

𝜕𝑉𝑀𝑃⁄ < 𝜕𝑀𝐹𝐶⁄ ................................6.7


𝜕𝑋 𝜕𝑋
𝜕𝑉𝑀𝑃⁄ > 𝜕𝑀𝐹𝐶⁄ ................................6.8
𝜕𝑋 𝜕𝑋
𝜕𝑉𝑀𝑃⁄ = 𝜕𝑀𝐹𝐶⁄ ................................6.9
𝜕𝑋 𝜕𝑋

Dari ketiga kemungkinan tersebut, keadaan yang menunjukan bahwa profit


maksimum tercapai dengan hasil permbuktian atau melakukan turunan ke dua kali dan
memperoleh hasil dVMP < dMFC atau dengan kata lain perbandingan antara dVMP dan
dMFC adalah negatif.

Syarat Keharusan dan Syarat Kecukupan

Syarat keharusan dan syarat kecukupan digunakan untuk menjelaskan kondisi


yang berkaitan dengan maksimalisasi atau minimalisasi suatu fungsi. Konsep ini memiliki
arti penting. Terminologi ‘keharusan’ berarti kondisi tersebut harus dipenuhi agar fungsi
bisa dimaksimalkan. Syarat keharusan adalah slope fungsi profit harus sama dengan nol
jika fungsi tersebut maksimal. Akan tetapi, jika slope fungsi profit sama dengan nol,
fungsi profit sekaligus memiliki nilai minimum. Pada kondisi ini diperlukan syarat
kecukupan untuk menjamin maksimalisasi profit. Syarat kecukupan tersebut menyatakan
bahwa turunan kedua fungsi profit adalah negatif. Bila syarat kecukupan terpenuhi maka
maksimalisasi fungsi profit dapat dipastikan.

23
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi
Tiga Tahap Fungsi Produksi Neoklasik
Fungsi produksi neoklasik dapat dikategorikan menjadi tiga wilayah tahapan
produksi seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya (derah I, II dan III),
dimana pada daerah I dan III disebut sebagai daerah irasional sedangkan daerah II
merupakan daerah rasional. Daerah I dan III dikatakan sebagai daerah irasional karena
pada daerah I dan III menjelaskan hubungan penggunaan input dalam kegiatan produksi
yang tidak dapat memaksimumkan produksi dan keuntungan dalam usahatani, sehingga
dengan demikian petani yang tidak merujuk pada konsep maksimalisasi profit
digolongkan sebagai petani yang irasional. Daerah II merupakan daerah yang rasional
dimana terminologi pada daerah II mempresentasikan perilaku petani yang rasional, dan
selalu berusaha memaksimalkan keuntungannya.
Tahap I fungsi produksi neoklasik penggunaan input mulai dari 0 unit sampai level
utilisasi input di mana MPP=APP. Daerah produksi II dimulai dari utilisasi input pada
level di mana MPP=APP sampai mencapai titik di mana fungsi produksi mencapai
maksimum dan MPP sama dengan nol. Daerah produksi III dimulai dari titik maksimum
fungsi TPP hingga MPP mencapai besaran negatif.
Daerah produksi juga menjelaskan nilai elastisitas produksi. Untuk fungsi
produksi neoklasik, seiring dengan meningkatnya level penggunaan input, nilai elastisitas
produksi (Ep) juga berubah, sebab elastisitas produksi merupakan rasio MPP dan APP.
Dengan kata lain, nilai elastisitas produksi juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
tahapan produksi. Bila Ep lebih besar dari 1 maka MPP juga lebih besar dari APP, posisi
kurva MPP di atas kurva APP terjadi pada tahap produksi I. Daerah produksi I berakhir
dan daerah produksi II dimulai pada titik di mana Ep=1 dan MPP=APP. Tahap II berakhir
dan tahap produksi III dimulai pada titik di mana EP bernilai negatif. Kondisi ini sekaligus
menunjukkan bahwa MPP negatif.
Pemahaman mengenai daerah produksi memberikan dasar pertimbangan rasional
mengapa petani yang berorientasi pada maksimalisasi profit tidak beroperasi pada daerah
produksi III. Sama sekali tidak masuk akal bila petani terus menambahkan input
sementara output justru berkurang. Walaupun semisal pupuk disubsidi penuh oleh
pemerintah, petani yang rasional tidak akan menambahkan aplikasi pupuk setelah titik
maksimum fungsi produksi tercapai, sebab output dapat meningkat dan biaya dapat
ditekan justru dengan mengurangi level penggunaan pupuk. Dengan kata lain,
pengurangan penggunaan pupuk akan menggeser daerah produksi III ke daerah produksi
II yang rasional.
Pilihan petani untuk tidak beroperasi di sepanjang daerah produksi I juga dapat
dipahami. Jika harga output diasumsikan konstan, dan tersedia cukup modal usahatani
untuk membeli input x (pupuk) maka pada daerah tersebut, produk marginal dari input
terus meningkat. Trend produksi belum memperlihatkan kecenderungan diminishing
marginal returns. Jadi petani masih dapat terus menambah pemakaian pupuk dan bergeser
ke daerah produksi II.

AVP = p°APP = p°y/x .........…..(6.10)


24
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi
Nilai produk total (TVP) dapat dihitung dengan formula:

TVP = x AVP = x p°y/x =p ° TPP …….............(6.11)

Sumber : Debertin 1989

TVP<TFC terjadi pada sembarang titik pada tahapan produksi I. Petani akan
mengalami kerugian bila tetap berproduksi pada daerah I. Jika harga input lebih tinggi
dari AVP maksimum, maka tambahan penggunaan input tak dapat memberikan tambahan
output yang cukup besar untuk menutup biaya tambahan yang dikeluarkan. Pada situasi
semacam ini, pilihan yang paling rasional adalah tidak menggunakan input x (pupuk).
Situasi ini akan dapat diatasi bila: 1. harga input menurun hingga di bawah APP
maksimum; 2. harga output meningkat sehingga AVP juga meningkat. Teknologi baru
juga dapat menyebabkan meningkatnya APP yang berdampak pada meningkatnya AVP.
Jika MFC berada di bawah AVP, pada daerah produksi I, petani masih dapat terus
meningkatkan profit usahatani dengan menambah jumlah pemakaian input.Akan tetapi,
petani mungkin tidak selalu memperoleh modal tambahan untuk membeli input yang
diperlukan. Jadi dalam realitas usahatani, mungkin saja petani beroperasi pada daerah I
bila ia tidak memiliki modal usahatani yang cukup besar untuk membeli sarana produksi
yang diperlukan. Level penggunaan input yang memaksimalkan keuntungan sebagaimana
dijelaskan di atas, tercapai pada daerah produksi II. Pada tahapan ini, penerimaan
usahatani lebih besar dari biaya yang dikeluarkan . Satu-satunya alasan yang rasional
mengapa petani beroperasi pada daerah produksi I adalah kendala modal usahatani.
Namun petani tak akan beroperasi pada daerah III sebab mereka mengetahui penambahan
penggunaan input setelah titik produksi maksimum tercapai justru akan membuat mereka
merugi.
25
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi
Kesimpulan

Kondisi maksimalisasi keuntungan untuk model input output tercapai bila syarat
keharusan dan kecukupan dapat terpenuhi. Syarat keharusan untuk maksimalisasi
keuntungan adalah fungsi profit sama dengan nol. Syarat kecukupan maksimalisasi
keuntungan ditetapkan dengan mencari titik pada fungsi profit di mana turunan pertama
fungsi produksi sama dengan nol. Syarat kecukupan ini menjamin maksimalisasi profit
sebab turunan pertama fungsi keuntungan sama dengan nol dan turunan keduanya bernilai
negatif. Level penggunaan input yang memaksimalkan keuntungan dapat dicari dengan
menyamakan VMP input dengan MFC, di bawah asumsi persaingan sempurna yaitu harga
input dan output konstan. Slope dari nilai total kurva produk akan sama dengan slop kurva
biaya input total. VMP adalah slope dari nilai total kurva produk, dengan asumsi harga
output konstan. Dengan asumsi yang sama, slope kurva biaya total input adalah MFC.
Petani akan memaksimalkan profit dengan beroperasi di daerah produksi II, sebab pada
daerah I penggunaan input belum maksimal (underutilization of input) sementara pada
daerah ke III terjadi over utilisasi input.

Post Test Pertemuan V

1. Jelaskan apa yang di maksud dengan syarat keharusan dan syarat kecukupan
dalam mencapai profit maksimum?
2. Produksi Maksimum tercapai ketika slope Total Produksi bernilai ?
a. < 1
b. = 1
c. = 0
d. > 0
3. Jika ingin mengetahui profit maksimum dari suatu kegiatan produksi maka
harus memenuhi syarat keharusan dan syarat kecukupan. Syarat keharusan
tercapai saat,
a. VMP = MPP
b. VMP = 0
c. Slope TVP = v
d. MPP = 0
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan TVP atau total value of the product.
5. Kemiringan kurva (slope) dari TVP adalah
a. VMP
b. MPP
c. AVP
d. MFC

26
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi
BIAYA, PENERIMAAN DAN PROFIT

Kata Kunci:
Total Cost (TC) = Total Biaya
Total Variable Cost (TVC) = Total Biaya Variabel
Marginal Cost (MC) = Biaya Marginal
Total Fixed Cost (TFC) = Total Biaya Tetap
Average Cost (AVC) = Rata-rata Biaya
Average Fixed Cost (AFC) = Rata-rata Biaya Tetap
Average Variable Cost (AVC) = Rata-rata biaya variabel
Inverse Production Function = invers fungsi produksi
Duality of Cost and Production = dualitas fungsi biaya dan produksi

BIAYA PRODUKSI PERTANIAN


Dalam usaha pertanian tentu kita memerlukan berbagai faktor/input dalam
menghasilkan suatu produk pertanian yang diinginkan. Penggunaan faktor/input tersebut
akan menyebabkan adanya biaya yang korbanan, sehingga Biaya produksi dapat
didefinisikan sebagai biaya yang di korbankan dalam menghasilkan barang atau jasa
tertentu. Total semua biaya input yang dikeluarkan disebut dengan total biaya.
Total biaya yang digunaka (total factor cost) diperoleh dari persamaan 6.1 berikut;
𝑇𝐹𝐶 = 𝑣°𝑥 ........................................6.1.
Keterangan
TFC = Total Factor Cost (total biaya faktor)
v = harga input (diasumsikan harga input adalah konstan)
x = input x yang digunakan
Terdapat beberapa prinsip dasar yang perlu dipahami dalam topik pembahasan ini:
Selain sebagai fungsi utilisasi input, biaya produksi juga dapat dinyatakan sebagai
fungsi output yang dihasilkan. Untuk itu perlu diketahui beberapa prinsip dasar sebagai
berikut:
1. Biaya variabel (VC) merupakan biaya produksi yang berubah mengikuti skala
usaha atau skala output yang di produksi. Contoh; selama satu musim tanam,
biaya variabel yang digunakan untuk memproduksi usahatani jagung adalah
biaya yang dialokasikan untuk membeli input seperti pupuk, benih, dan obat-
obatan.
2. Biaya tetap (Fixed cost) merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani
baik petani melakukan kegiatan produksi maupun tidak. Atau dengan kata lain
biaya tidak berubah menyesuaikan dengan level produksinya. Contoh dari biaya
tetap yang biasa dianggarkan oleh petani adalah biaya banguan, biaya peralatan
pertanian, dan sebagainya.
Sebenarnya kategorisasi biaya menjadi biaya tetap dan variabel ini tidak berlaku
secara mutlak, sebab untuk beberapa jenis input variabel seperti pupuk, misalnya, bila
27
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi

sudahProduksi
disebarkan maka tidak dapat lagi diubah level pemakaiannya. Selanjutnya, jika
petani memutuskan untuk tidak jadi berproduksi maka ia tak dapat menjual kembali
pupuk yang sudah disebar tadi. Oleh karena itu biaya variabel juga diistilahkan sebagai
sunk cost.
Pada pembahasan pertemuan 1 telah dijelaskan bahwa kategorisasi penggunaan input
sebagai biaya variabel dan biaya tetap dapat dipengaruhi oleh periodisasi proses
produksi. Berdasarkan periodisasi waktu, penggunaan input dapat dibedakan
berdasarkan;
1. Jangka pendek. Dalam waktu beberapa minggu atau lebih pendek, petani tidak
dimungkinkan untuk mengubah keputusan produksinya karena beberapa kondisi.
Dalam situasi demikian, seluruh input produksi dapat diperlakukan sebagai input
tetap. Jadi kategorisasi masing-masing input sebagai input variabel atau input
tetap, tak dapat ditetapkan tanpa adanya referensi waktu yang spesifik.
2. Jangka panjang. Dalam jangka waktu yang cukup panjang, seorang petani sangat
mungkin akan dapat membeli tambahan lahan pertanian atau peralatan mesin
pertanian yang baru. Oleh karena itu, untuk periodisasi produksi yang cukup
panjang, seluruh input produksi diperlakukan sebagai input variabel yang dapat
diubah sesuai level output yang diinginkan.
Sejumlah pakar ekonomi mendefinisikan jangka panjang (long run) sebagai periode
waktu yang cukup panjang sehingga skala unit usahatani dapat diubah. Produksi akan
berlangsung dalam jangka pendek (short run) sehingga kurva biayanya berbentuk U, bila
petani dapat menyamakan penerimaan marginal (harga output pada pasa persaingan=MR)
dengan biaya marginal short run (SRMC, short rum marginal cost). Dengan demikian
terdapat sejumlah kurva SRMC dan SRAC (short run average curve) pada skala unit
usaha tertentu. Bila dalam kurun waktu tertentu kurva SRAC berubah sesuai dengan
perubahan skala unit usaha, maka kurva biaya jangka panjang (LRAC, long run average
curve) dapat diturunkan dengan menggambar sebuah kurva amplop (envelope curve)
yang merupakan tangen pada setiap kurva biaya rata-rata jangka pendek (SRAC).
Penurunan kurva ini diilustrasikan pada gambar 6.1.

Gambar 6.1. SRAC dan LRAC


28
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

Biaya Produksi Jangka Pendek

Seperti yang telah dipahami bahwa, pada jangka pendek terdapat dua jenis biaya
yaitu biaya variabel (VC) dan biaya tetap (FC). Sehingga dalam jangka pendek total biaya
produksi dapat diformulasikan seperti pada persamaan 6.2 berikut;

TC = TVC + TFC .........................6.2.

Keterangan:
TC : Total Cost
TVC : Total Variable Cost
TFC : Total Fixed Cost
Hubungan penggunaan biaya variabel dan biaya tetap dapat dijelaskan pada pada kurva
6.2 berikut.

Cost

MC

AC

AVC

AFC

Gambar 6.2. AFC, AVC, AC dan MC

29
30
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

Berdasarkan gambar 6.2, garis AFC (rata-rata biaya tetap) menunjukan bahwa jika
Y semakin banyak maka rata-rata biaya tetap setiap produk akan semakin kecil mendekati
nol. Hal tersebut dikarenakan biaya tetap produkasi atau AFC tidak berubah atau selalu
tetap tidak mengkuti skala usaha atau skala autput yang dihasilkan. AFC dapat diperoleh
dengan persamaan 6.3 berikut:
𝑇𝐹𝐶
𝐴𝐹𝐶 = ........................6.3.
𝑌

Selain AFC, pada kurva juga terdapat garis AVC (rata-rata biaya variabel). Biaya
variabel berbeda dengan biaya tetap. Biaya variabel selalu mengikuti skala usaha. Pada
awal usaha, rata-rata biaya variabel cenderung tinggi, namun kemudian semakin menurun
seiring skala output di tambahkan hingga mencapai titik minimum biaya variabel rata-
rata yang kemudian akan meningkat kembali seiring bertambahnya skala usaha.

TVC = v . x ...........................6.4

Total biaya (TC) dalam jangka pendek merupakan total biaya tetap dan biaya
variabel. Sehinggta rata-rata total produksi sama dengan rata-rata biaya tetap di tambah
rata-rata biaya variabel.

TC = TVC + TFC ..........................6.5

ATC = AVC + AFC ..........................6.6

Marginal Cost (MC) pada kurva menunjukan kemiringan kurva dari fungsi total
cost yang diperoleh dari turunan pertama persamaan fungsi total cost.
∆𝑇𝐶
𝑀𝐶 = ........................6.7
∆𝑌

Jangka Panjang (Long Run)

Dalam jangka panjang, produsen akan menemukan dan memilih kapasitas unit
usahatani yang berada pada titik minimun kurva biaya rata-rata jangka panjang (LRAC).
Oleh karena MC=LRMC titik tersebut merupakan titik impas (tidak untung dan tidak
rugi). Dalam jangka pendek MR dapat lebih besar dari MC. Setiap produsen akan
menyamakan MR dengan SRMC. Dengan kata lain, dalam jangka pendek produsen akan
mengoperasikan usahataninya di bawah titik minimum SRAC. Hubungan tersebut dapat
dijelaskan pada gambar 6.1 yang sudah di jelaskan sebelumnya.

30
31
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi

Gambar 6.1. SRAC dan LRAC


Sumber : Debertin 1989

Pada gambar ditunjukan 5 usaha dalam jangka pendek, dimana dalam setiap usaha
tersebut memiliki rata-rata biaya minimum. Dalam jangka panjang kegiatan produksi yang
diambil adalah kegiatan produksi dengan biaya rata-rata minimum tersebut, sehingga
dalam biaya rata-rata produksi dalam jangka panjang selalu berada di bawah biaya rata-
rata jangka pendek.
Terdapat beberapa karakteristik dalam jangka panjang akibat perubahan Y pada
tingkat TC antara lain:

1. Economis of Scale
Kondisi LAC semakin menurun maka mengalami Skala Ekonomi yaitu
keadaan yang menguntungkan dimana penambahan biaya lebih kecil dari
penambahan output yang dihasilkan atau keadaan ini disebut dengan IRTS
(Increasing Return to Scale).

2. Constant Return to Scale

ATC tidak mengalami peningkatan meskipun Y semakin meningkat. Keadaan


ke dua disebut dengan constant return to scale, dimana penambahan input
sama dengan penambahan output.

3. Diseconomis of Scale
Keadaan yang ketiga disebut dengan diseconomi of scale, dimana perubahan
penambahan cost lebih besar dari perubahan output.

Berdasarkan tiga keadaan diatas dapat disimpulkan bahwa keadaan economis of


scale adalah keadaan yang diinginkan atau paling efisien (MC < AC). Keadaan tersebut
tercapaai saat:

1. Adanya spesialisasi
2. Labor dan capital yang dimiliki perusahaan masih sedikit, pengawasan yang
dilakukan dapat lebih efisien.
31
32
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Ekonomi
Produksi
3. Input yang dibeli dengan jumlah yang banyak memperoleh potonganharga atau
dengan kata lain harga input semakin murah.

Diseconomis of Scale merupakan suatu keadaan yang dihindari oleh produsen.


Diseconomis of scale (MC > AC) dapat terjadi jika:

1 Pekerja tidak efektif dalam melakukan kegiatan produksi akibat adanya


keterbatasan space dan teknologi.
2 Manajemen tidak efisien dan kompleks akibat jumlah labor dancapitar
yang sangat besar.
3 Discount atas harga input tidak bisa di tambah lagi.

Economis of scale diperoleh saat nilai Marginal Cost (MC) lebih kecil jika
dibandingkan dengan Average Cost (AC). Untuk mengetahui nilai MC dan AC maka
dapat menggunakan persamaan 6.4 dan 6.5 berikut;
𝜕𝑇𝐶
𝑀𝐶 = ...................6.8
𝜕𝑌

Kriteria terjadinya economis of scale adalah saat MC < AC atau sama dengan nilai
Elastisitas biaya terhadap output (Ec) <1 sedangkan jika terjadi diseconomis of scale maka
Ec > 1. Untuk mengetahui tingkat elastisitas biaya maka dalat menggunakan persamaan
matematis ;
𝜕𝑇𝐶⁄
𝜕𝐶
𝐸𝑐 = 𝜕𝑌⁄ ..................6.9
𝑌

32
DAFTAR PUSTAKA

Beattie, Bruce R. 1985. The Economics Production. Montana State University.


New York.
Debertin, David L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan
Publishing Company. New York.
Soekartawi. 1990. Teori Rkonomi Produksi Dengan Pokok Bahasan
AnalisisFungsi Cobb-Douglass. Grafindo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai