Anda di halaman 1dari 35

TUGAS KULIAH PERTANIAN BERLANJUT

ASPEK TANAH
“Implementasi Teknologi GIS untuk Mendukung Penerapan Pertanian Presisi dalam
Sistem Pertanian Berlanjut Studi Kasus Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota
Batu”

Disusun Oleh :
Arini Ayu Ardianti (185040200111139)
Mustika Muliawati (185040200111155)
Fibrianti Shinta Dewi (185040200111173)
Rizqi Suwardana Utoyo (185040200111241)

Kelas D

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iii
BAB I. LATAR BELAKANG KASUS .......................................................................... 1
BAB II. KARAKTERISTIK DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRESISI
PERTANIAN ............................................................................................................. 4
2.1 Karakteristik lahan ...................................................................................... 6
2.2 Tantangan pengembangan pertanian presisi .............................................. 7
BAB III. REKOMENDASI PENERAPAN DAN PEMANFAATAN GIS UNTUK
MENDUKUNG IMPLEMENTASI PERTANIAN BERLANJUT .................................. 10
3.1 Tujuan Kegunaan GIS ................................................................................... 10
3.2 Jenis Data pada GIS ..................................................................................... 12
3.3 Sistem Informasi Geografis (SIG) pada Sektor Pertanian .............................. 15
3.4 Alur Kegiatan Pengelolaan Lahan Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG)
............................................................................................................................ 16
BAB IV. REKOMENDASI TEKNOLOGI UNTUK PENERAPAN PERTANIAN
PRESISI ................................................................................................................. 19
4.1 Metode Penerapan Pertanian Presisi ............................................................ 19
4.2 Teknologi Pertanian Persisi ........................................................................... 21
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 29
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 29
5.2 Saran ............................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 30

ii
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
1 Lanskap Citra Satelit Desa Tulungrejo…………………………………………….5
2 Salah satu bentuk lahan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Batu…………….….6
3 Bentuk Lahan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji………………………....7
4 Grafik Sebaran Usia Petani di Indonesia………………………………………….9
5 Cara Kerja GIS…………………………………………………………………..…13
6 Pemanfaatan GIS sebagai Perencanaan Tata Guna Lahan Terhadap
Ketahanan Hama dan Penyakit…………………………………………………..14
7 Skema Pemanfaatan GIS dalam Perencanaan Tata Guna Lahan……………15
8 Contoh Pemetaan Sistem Informasi Geografi…………………………………..16
9 Alur Kegiatan Pengelolaan Lahan Berbasis SIG………………………………..18
10 Sistem Informasi Geografis untuk Penentuan Tingkat Kesesuaian……..……19
11 Sensor PIR dan LDR…………………………………………………………..…..24
12 Sistem Informasi dalam sebuah Lingkungan Sosio-teknologi………………...25
13 Internetworking pada Sistem GIS…………………………………………….…..25
14 Mekanisme Jalur Transportasi GIS………………………………………..…….26
15 Tahapan Penerbitan kartu Tani…………………………………………….…….27
16 Sistem Pengendalian Traktor Otomatis………………………………….………28

iii
BAB I. LATAR BELAKANG KASUS
Peningkatan penduduk ini menyebabkan kebutuhan pangan semakin tinggi.
Tingginya kebutuhan pangan ini menuntut terjaminnya ketahanan pangan. Ketahanan
pangan dapat dicapai ketika pangan terjamin ketersediannya dalam kualitas dan
kuantitas yang baik. Ketersediaan pangan sangat bergantung pada produktivitas
petani sebagai pemasok pangan yang utama. Faktor yang menyebabkan petani sulit
mencapai produktivitas yaitu kurangnya pengetahuan petani tentang kesesuaian
lahan yang dimiliki. Kurangnya pengetahuan ini menyebabkan petani menanam
tanaman yang tidak sesuai dengan lahannya, seperti menanam padi pada lahan
marginal, dan mengakibatkan buruknya kualitas maupun kuantitas dari tanaman
tersebut.
Petani harus diedukasi mengenai keseusaian lahan untuk tanaman yang
diinginkan. Berkembangnya teknologi dan internet pada era Industri 4.0 memberikan
kemudahan bagi manusia untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Potensi
petani juga dapat dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi untuk
mengedukasi petani mengenai kesesuaian lahan untuk tanaman yang dikehendaki
oleh petani. Sayangnya, perkembangan teknologi dan internet ini belum menyentuh
dunia pertanian masa kini dengan optimal sehingga perlu adanya perlakuan lebih
lanjut.
Dengan berdasarkan pengamatan yang telah kami lakukan perencanaan yang
matang diperlukan dalam mengambil keputusan untuk mengatasi masalah dan
kekurangan yang terdapat pada lahan tersebut. Permasalahan pada lahan tersebut
antara lain sebagian besar penanamannya dengan monokultur , lahan terlalu curam ,
pada lahan yang miring ditanami tanaman semusim tidak ada tanaman pepohonan
untuk menjaga untuk menopang tanah pada lahan tersebut .Melihat kondisi aktual
lahan yang terdapat erosi karena disekitar lahan perlu dilakukan pengkajian lebih
lanjut tentang sistem tanam dan kondisi lingkungan yang terdapat di lahan tersebut.
Perencanaan harus dilandasi oleh data dan informasi yang akurat tentang kondisi
lahan aktual. Penggunaan teknologi berbasis komputer untuk mendukung
perencanaan tersebut digunakan untuk menganalisis, memanipulasi dan menyajikan
informasi.
Salah satu teknologi tersebut adalah Geographic Information System (GIS) yang
mempunyai kemampuan membuat model yang memberikan gambaran, penjelasan
dan perkiraan dari suatu kondisi faktual. Untuk mendapatkan model, gambaran dan
informasi tentang komoditas yang cocok untuk ditanam, maka dilakukan pembuatan
peta dan analisis kesesuaian lahan dengan menggunakan metode GIS. Pembuatan
peta dan analisis kesesuaian lahan ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi
kesesuaian lahan dan menyajikan data dan informasi yang akurat, obyektif dan
lengkap sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan
kebijaksanaan. Selain itu juga bertujuan untuk mendorong peningkatan produktifitas
sektor pertanian sesuai dengan kemampuan dan daya dukung lahan. GIS (Georaphic
Information System) akan memudahkan dalam pencarian informasi sesuai dengan
definisi pertanian presisi sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Manulu (2013),
Precision farming atau precision agriculture merupakan pendekatan untuk
menentukan tindakan yang tepat pada lokasi yang tepat dengan cara yang tepat pada
saat yang tepat. Precision farming membutuhkan teknologi baru seperti global
positioning system (GPS), sensor tanah, sensor tanaman, sensor hama, satelit atau
foto udara, dan sistem informasi geografis (SIG) untuk menilai dan memahami
berbagai variabel lahan.

1
Aplikasi GIS sendiri pada perencanaan bidang pertanian dapat digunakan
sebagai perencanaan pengelolaan produksi tanaman, membantu perencanaan
pengelolaan sumberdaya pertanian dan perkebunan seperti luas kawasan untuk
tanaman, pepohonan, atau saluran air. Selain itu, GIS digunakan untuk menetapkan
masa panen, mengembangkan sistem rotasi tanam, dan melakukan perhitungan
secara tahunan terhadap kerusakan tanah yang terjadi karena perbedaan pembibitan,
penanaman, atau teknik yang digunakan dalam masa panen. Selain itu, GIS juga
dapat digunakan untuk perencanaan pengelola sistem irigasi, membantu
perencanaan kapasitas sistem, katup-katup, efisiensi, serta perencanaan distribusi
menyeluruh dari air di dalam sistem (Puntodewo, et al., 2003). Teknologi GIS juga
dapat digunakan untuk mendukung perencanaan berkelanjutan untuk praktek
pertanian yang efisien. Oleh karena itu, sudah selayaknya penggunaan aplikasi GIS
diterapkan dalam kegiatan pertanian sehari-hari demi terwujudnya pertanian
berkelanjutan.
Manfaat yang diperoleh dengan penggunaan GIS ini adalah kesimpulan
mengenai kesesuaian lahan dan rekomendasi lainnya. Aplikasi ini juga akan
menyediakan solusi jika seperti pupuk yang cocok, waktu menanam yang cocok,
pestisida untuk melawan hama, dan lain sebagainya. GIS diharapkan mampu
menyelesaikan masalah yang terjadi dalam proses menuju pertanian presisi.
Ditambah lagi sekarang telah memasuki era industri 4.0, di mana semua orang
mengenal smartphone. Hal ini juga akan mempermudah penggunaan GIS dalam
mendukung pertanian presisi. Pertanian presisi bertujuan untuk memberikan input
pada lahan berdasarkan pada lokasi yang tepat, sesuai dengan kondisi tanah dan
kebutuhan tanaman. Oleh karena itu, penilaian variabilitas merupakan aspek penting
dan merupakan tahap awal yang sangat mendasar dalam pertanian presisi karena
tahap ini menentukan tahap-tahap berikutnya (Wijayanto, 2013). Pertanian presisi
menggunakan pendekatan dan teknologi yang memungkinkan perlakukan presisi
pada setiap simpul proses pada rantai bisnis pertanian dari hulu ke hilir sesuai kondisi
(lokasi, waktu, produk, dan consumer) spesifik yang dihadapi.
Sistem produksi pertanian merupakan hasil dari interaksi kompleks berbagai
faktor. Interaksi berbagai faktor tersebut telah memungkinkan terjadinya kinerja hasil
tanaman yang berbeda-beda, dan telah memungkinkan terjadinya inovasi teknologi
dalam produksi pertanian. Teknologi pertanian pada era Revolusi Hijau (Green
Revolution) telah memberikan dampak negatif pada lingkungan.
Perkembangan ini meliputi proses produksi di hulu hingga pengolahan di hilir.
Banyak aplikasi teknologi yang digunakan dalam industri pertanian modern di
Indonesia yang bertujuan untuk mencapai hasil yang tinggi dengan biaya produksi
yang rendah serta dapat mengurangi dampak pada lingkungan. Itulah yang sekarang
pesat dikembangkan, pertanian presisi atau lebih kerennya disebut precision farming.
Mengapa precision farming? karena sumber daya produksi pertanian kita sudah
terbatas. Sumber daya air, tanah, pupuk, manusia dan faktor produksi lainnya sudah
berkurang baik dari segi kualitas dan kuantitas sehingga optimalisasi untuk
mendapatkan hasil produk pertanian yang optimal dan berkualitas tinggi perlu
dilakukan. Berbagai faktor yang dianggap bertanggung jawab terhadap penurunan
kualitas dan kuantitas antara lain: jumah penduduk yang semakin bertambah,
penggunaan lahan pertanian untuk penggunaan bukan pertanian, erosi dan degradadi
lahan, dan berbagai sebab lain yang menjadikan lahan mengalami penurunan kulaitas
dan kuantitas.

2
Pertanian presisi berhubungan dengan variabel-variabel keruangan dan
temporal dan karena pertanian presisi merupakan sistem pertanian berbasis data
maka kemampuan analisis keruangan GIS lah yang memungkinkan pertanian presisi.
Dengan kemampuan tersebut maka analisis kecenderungan (trend analysis), analisis
pola (pattern analysis) dan analisis hubungan dapat dilakukan dengan menggunakan
data-data yang sudah tersimpan dalam Sistem Informasi Geografis. Oleh karena itu
GIS dapat berfungsi sebagai alat pengambilan keputusan (decision support systems)
untuk pertanian presisi. Pemanfaatan GIS sebagai basisdata untuk pertanian presisi
terutama sangat berguna pada saat membuat prescription map. Industri 4.0 adalah
transformasi komprehensif dari keseluruhan aspek produksi di industri melalui
penggabungan teknologi digital dan internet dengan industri konvensional. Indsutri 4.0
juga dikenal sebagai sebuah lingkungan industri di mana seluruh entitasnya selalu
terhubung dan mampu berbagi informasi satu dengan yang lain (Prasetyo, 2015)
Petani membutuhkan alat yang dapat mengetahui kandungan tanah dan air. Sistem
monitoring memiliki dua perangkat hardware dan software. Perangkat hardware
meliputi perangkat sensor Ph meter, suhu, kelembaban, dan mikrokontroller yang
dipasang pada lahan persawahan. Sistem kerja monitoring yang dilakukan dengan
membaca data sensor secara real-time dari persawahan petani dan mengirim data
sensor pada server internet. Server internet memiliki fasilitas basis data yang dapat
merekam setiap pembacaan sensor. Parameter yang digunakan dalam memperoleh
data dengan membandingkan hasil panen sebelum menggunakan alat dan setelah
menggunakan alat.
Analisis tanah untuk kesesuaian lahan dilakukan untuk mendapatkan alternatif
berbagai tanaman yang sesuai dengan kondisi bentang lahan dan jenis tanah yang
terdapat dalam areal kerja. Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air yang baik
mutlak diperlukan untuk menjaga kelestariannya. Untuk itu dipelukan informasi yang
memadai yang bisa digunakan oleh pengambil keputusan, termasuk diantaranya
informasi spasial. Sebagaian besar aplikasi GIS untuk pengelolaan sumberdaya air
masih sangat kurang di negara Indonesia meskipun perkembangan GIS sudah maju
pesat di negara-negara lain. Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air harus
dilakukan terpadu mulai dari sumber air sampai dengan pemanfaatannya. Informasi
secara spasial akan sangat membantu pada proses pengambilan keputusan dalam
pengelolaan sumberdaya.
Analisis ini dilakukan dengan cara mencocokan antara kebutuhan tanaman
untuk hidup dengan data kondisi tempat yang akan ditanami. Hasil analisis tanah dan
faktor iklim disesuaikan dengan persyaratan tumbuh suatu jenis tanaman. Aplikasi
GIS di bidang pertanian sangat dibutuhkan guna mendapatkan hasil produksi yang
maksimal dan memuaskan. Aspek–aspek yang biasanya menggunakan aplikasi GIS
adalah pada bagian pemetaan atau peletakan komoditas yang sesuai dengan
keadaan lahan pertanian tersebut. Aplikasi GIS juga sangat membantu dalam
memantau keadaan–keadaan di sekitar wilayah pertanian tersebut, misalnya dalam
mengetahui wilayah–wilayah yang terserang hama atau penyakit, wilayah–wilayah
yang telah siap diproduksi Pemantauan ini dilakukan dari jarak jauh dengan
menggunakan aplikasi dengan sistem monitoring.

3
BAB II. KARAKTERISTIK DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRESISI
PERTANIAN
Pertanian presisi merupakan kegiatan pertanian yang mengkondisikan lahan
secara tepat dan efisien. Hal ini melatarbelakangi kegiatan pertanian konvensional
yang menganggap seluruh bagian lahan dianggap memiliki kondisi yang sama dan
mendapatkan perlakuan yang seragam. Hal ini diasumsikan dari pengambilan sampel
tanah gabungan yang dikumpulkan untuk mempresentasikan karakteristik rata-rata
dari keseluruhan wilayah. Maka hal ini kemungkinan dapat terjadi aplikasi berlebihan
dan aplikasi kurang atau lebih tepatnya aplikasi pada kegiatan pertanian yang tidak
tepat sasaran. Hal tersebut dikarenakan petani sudah ditanamkan perspektif bahwa
semua tanaman budidaya memiliki kebutuhan yang sama. Selain itu, topografi lahan
yang berbeda-beda juga dianggap memiliki perlakuan yang sama pula. Hal tersebut
apabila dibandingkan dengan pertanian presisi sangatlah berbeda jauh. Pada
pengelolaan pertanian dengan pertanian presisi dapat dilakukan pengaturan masukan
pertanian sesuai kebutuhan spesifik tempat tertentu pada setiap lokasi di dalam lahan.
Selain itu, pertanian presisi mampu memberikan perlakuan yang tepat pada setiap
tanaman budidaya sesuai kebutuhannya. Secara garis besar, perbedaan antara
pertanian presisi dan pertanian konvensional adalah terletak pada keragaman.
Pertanian presisi menjabarkan tujuan peningkatan efisiensi dalam
pengelolaan pertanian. Melalui pertanian presisi ini dimungkinkan adanya
peningkatan produktivitas, biaya produksi menurun dan dampak lingkungan minimal.
Precision farming melakukan pengumpulan sampel tanah dan tanaman untuk
mendapatkan informasi tentang bagaimana variasi kondisi di lahan. Pelaksanaan
precision farming merupakan suatu siklus yang berkesinambungan dari tahap
perencanaan (planning season), tahap pertumbuhan (growing season), dan tahap
pemanenan (harvesting season). Pertanian presisi (precision farming) dimana input
pertanian hanya diberikan sesuai kebutuhan untuk efisiensi biaya produksi sekaligus
meningkatkan kuantitas dan kualitas produk pertanian dan pangan. Hal ini akan
mendukung upaya pencapaian swasembada pangan dan pengembangan produk
lokal yang berdaya saing tinggi.
Pertanian presisi merupakan salah satu bentuk implementasi pertanian yang
menjanjikan apabila diterapkan secara tepat dalam mendukung peningkatan hasil,
kesejahteraan social, peningakatan mutu, serta Kesehatan lingkungan. Namun,
meskipun terdapat banyak keunggulan yang dijanjikan oleh penerapan pertanian
presisi di lapangan, tidak serta merta pertanian presisi dapat diterapkan dan diterima
secara mudah oleh kebanyakan petani di Indonesia yang umumnya masih memiliki
sedikit pengetahuan dalam presisi. Menurut Pitono (2019), Beberapa faktor yang
berpotensi akan menjadi kendala utama pada penerapan inovasi pertanian presisi
tersebut adalah terkait dengan kebutuhan investasi tambahan untuk pengadaan
sarana penunjang inovasi presisi, tingkat kesesuaian inovasi presisi dengan
kebiasaan petani dalam berbudidaya, serta tingkat kehandalan dan efektivitasnya.
Kendala-kendala tersebut dapat menjadi tantangan bagi seluruh kegiatan
penerapan pertanian presisi di sector pertanian khususnya di Indonesia. Bila
kebutuhan tambahan investasi adalah keniscayaan untuk penerapan inovasi
pertanian presisi di kalangan petani, maka harus diupayakan kebutuhan investasi
tersebut tidaklah mahal dan tidak terlalu memberatkan petani. Selain harga
komponen yang terjangkau, juga diperlukan suatu komponen yang dapat diakses
dengan mudah. Kreasi komponen pertanian presisi juga harus memprioritaskan

4
pada aspek yang penanganan secara manualnya dirasakan menyulitkan petani.
Misalnya dalam pembuatan lubang tanam, sekalipun terlihat sederhana untuk
dilakukan namun cukup menguras tenaga petani dan sulit mengontrol
keseragaman ukurannya. Dan komponen yang dimasukkan dalam inovasi
pertanian presisi tersebut juga harus memiliki kinerja yang handal dan efektif,
agar potensi keunggulannya dapat teraktualisasi.
Salah satu studi kasus yang memiliki tantangan dalam pengembangan
pertanian presisi ialah Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Desa
Tulungrejo merupakan desa yang mempunyai luas wilayah sekitar 80,701 km2 dan
memiliki jumlah penduduk sekitar 9500 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut, 40%
merupakan penduduk asli Malang dan sisanya merupakan pendatang yang berasal
dari berbagai daerah seperti Blitar, Pasuruan, Madura, dan lain-lain. Desa Tulungrejo
merupakan salah satu desa yang strategis dalam pengembangan sector pertanian.
Hal tersebut dapat dilihat dari mayoritas mata pencaharian penduduk Desa
Tulungrejo yang dikelilingi gunung-gunung mayoritas penduduknya adalah petani.
Dengan presentase 90% petani dan 10% lain-lain, dari 90% tersebut terbagi menjadi
60% petani apel dan 30% petani sayur. Sangat memungkinkan, bahwa Desa
Tulungrejo dikeliling oleh bentangan alam pertanian dimulai dari sawah, tegalan,
perkebunan, serta bentuk lainnya. Berikut merupakan gambaran citra satelit lanskap
Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Baru.

Gambar 1. Lanskap Citra Satelit Desa Tulungrejo (Sumber: Google Earth, 2020)

Bentuk lahan di Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji dipengaruhi oleh proses


vulkanisme dari gunungapi Arjuna dan Anjasmara di sebelah utara dan Gunungapi
Panderman di sebelah Selatan. Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji memiliki

5
kelerengan landai hingga agak curam dengan kelerengan landai yakni berkisar 8-15%
dan kelerengan agak curam yakni berkisar 15-25%, dan masing-masing penggunaan
lahan disesuaikan dengan kelerengan lahannya. Pada lahan dengan kelerengan
landai pada dataran yang berombak di kaki perbukitan penggunaan lahannya sebagai
budidaya tanaman pangan, sayuran dan buah-buahan. Sedangkan untuk lahan
dengan kelerengan agak curam pada dataran berombak-bergelombang di kaki
perbukitan digunakan untuk budidaya tanaman pangan, kebun campuran, sayuran
dan budidaya tanaman apel. Kondisi seperti itu memungkinkan perlu adanya salah
satu Tindakan salah satunya melalui pertanian presisi.

Gambar 2. Salah satu bentuk lahan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Batu

2.1 Karakteristik lahan


Berdasarkan studi literatur yang dilakukan di desa Tulungrejo Kecamatan
Bumiaji Kota Batu terlihat dalam skala mata memandang terdapat berbagai tanaman
budidaya yang didominasi oleh tanaman semusim. Tanaman yang sedang
dibudidayakan di lokasi tersebut adalah tanaman wortel, kubis, bawang daun dan
padi. Lokasi tersebut merupakan pertemuan antar lereng yang 90% lebih telah
dialihfungsikan menjadi lahan pertanian. Pembukaan lahan yang dilakukan secara
besar-besaran menyebabkan sudah tidak adanya hutan disekitar lokasi tersebut.
Dalam skala landskap yang terlihat hanya lahan budidaya.
Pada foto diatas terlihat kemiringan lereng yang sangat curam dengan
penggunaan bedengan yang belum sesuai dengan kaidah pertanian berlanjut.
Bedengan yang ada belum mampu menahan air hujan sehingga limpasan permukaan
tergolong tinggi. Menurut Juarsah erosi yang terjadi dapat menurunkan kualitas fisik
dan kimia tanah, terutama pada lahan kering berlereng. keadaan seperti ini
merupakan faktor pembatas utama untuk meningkatkan produktivitas lahan,
khususnya di dataran tinggi. Usaha pengendalian erosi terutama ditujukan kepada

6
upaya peningkatan kestabilan tanah dan laju aliran permukaan. Salah satu teknik
konservasi tanah yang dapat memperbaiki kestabilan tanah sekaligus mengendalikan
erosi dan aliran permukaan adalah teras dan bedengan yang dibuat memotong lereng
pada suatu bentangan lahan di lapangan.
Petani sayuran di dataran tinggi pada umumnya sudah berorientasi agribisnis,
sehingga sangat memperhitungkan input dan output yang diterima, namun belum
memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Hal ini tampak pada sistem tanam
monokultur padi dan wortel yang mendominasi kawasan tersebut. Sistem tanam
monokultur mengakibatkan menurunnya biodiversitas kawasan tersebut yang akan
berdampak pada masa mendatang. Menurut Endarwati et al (2017), Biodiversitas
vegetasi terkait erat dengan biodiversitas tanah, dimana di banyak lokasi terbukti
terjadi penurunan yang nyata terhadap biodiversitas tanah dengan semakin
intensifnya praktek pertanian yang juga berdampak negatif terhadap bahan organik,
sifat fisik tanah dan hidrologi tanah.

Gambar 3. Bentuk Lahan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji

2.2 Tantangan pengembangan pertanian presisi


Kawasan pertanian pada lokasi tersebut kelerengan yang terlalu curam
menyebabkan penyimpanan air dalam tanah kurang dan meningkatkan limpasan
permukaan. Selain pada kawasan tersebut terdapat sungai yang aliran airnya keruh
akibat tercampur denga tanah. Sungai tersebut pada musim kemarau memiliki aliran
air yang sedang-kecil dan pada musim penghujan sangat besar. Menurut Aprisal
(2011), bagian-bagian tanah yang terbawah oleh aliran permukaan tersebut akan

7
menjadi sumber bahan sedimentasi di alur-alur sungai. Hal ini yang menyebabkan
sungai menjadi dangkal. Untuk mengurangi laju erosi maka perlu ada usaha
menerapkan kaedah konservasi yakni vegetasi dan manajemen pengolahan tanah,
yang memperhatikan laju pertumbuhan tanah. Fuady et al (2014), menambahkan jika
erosi membawa lapisan tanah permukaan yang umumnya lebih subur, kaya bahan
organik dan unsur hara sehingga menyebabkan hilangnya unsur hara bagi tanaman.
Dalam peristiwa erosi, fraksi halus tanah terangkut lebih dahulu dan lebih banyak dari
fraksi yang lebih kasar, sehingga kandungan klei sedimen lebih tinggi dari kandungan
klei tanah semula. lebih lanjut erosi berakibat terhadap penurunan kesuburan tanah
melalui hilangnya unsur hara yang penting dan bahan organik tanah.
Pertanian presisi dapat membantu dalam pengembangan pertanian di Desa
Tulungrejo, Kecamatan Bumiajai, Kota Batu melalui meningkatkan efisiensi produksi
dan memaksimalkan hasil yang diperoleh. Namun, kondisi geografis dan social di
Desa Tulungrejo menyebabkan terjadinya berbagai tantangan dan hambatan dalam
implementasi pertanian presisi. Hal tersebutlah yang menyebabkan mayoritas di
Indonesia yang salah satunya di Desa Tulungrejo masih mengalami kesulitan dalam
pengembangan produk hasil pertanian. Adapun beberapa tantangan dalam pertanian
presisi khususnya di Desa Tulungrejo ialah sebagai berikut:
a. Kecukupan luas lahan kawasan pertanian untuk pertanian presisi
Pada umumnya, luas lahan yang dimiliki oleh masing-masing petani atau
pemilik lahan di kawasa Desa Tulungrejo hanya lahan dengan luasan yang sempit.
Hal tersebut dikarenakan umumnya kebutuhan yang dipenuhi bukan untuk
kebutuhan industry yang besar, terlebih lagi pada komoditas hortikultura. Hanya
beberapa petani dan pemilik lahan saja yang memiliki cakupan luas lahan yang
luas dikarenakan menjadi pusat industry komoditas tertentu, seperti apel. Hal
tersebut menyebabkan terkendalanya pengimplementasian pertanian presisi.
Pertanian presisi optimal diimplementasikan pada pertanian dengan cakupan luas
dikarenakan teknologi yang diterapkan terkadang memiliki ukuran yang cukup
besar sehingga tidak cocok diimplementasikan di lahan yang sempit. Selain itu,
cakupan luas lahan yang sempit juga tidak akan memberikan hasil yang banyak
dengan cepat dikarenakan harga teknologi yang cukup mahal sehingga tidak
efisien diterapkan pada lahan sempit yang tidak memberikan hasil panen dalam
jumlah besar.
b. Kemampuan petani dan penyuluh untuk menginput data pertanian presisi
Pertanian presisi pada implementasinya menghasilkan data-data yang
nantinya dapat menjadi acuan dalam pengembangan sector pertanian. Namun,
input data pada teknologi yang diterapkan juga membutuhkan keahlian khusus.
Sejauh ini, kemampuan petani bahkan penyuluh pertanian di Desa tulungrejo
masih tergolong kurang sehingga seringkali kesulitan dalam melakukan input data.
Hal tersebut dikarenakan minimnya pengetahuan masyarakat di Indonesia
mengenai implementasi Teknologi 4.0 khususnya di bidang pertanian. Hal
tersebutlah yang cenderung menyebabkan petani saat ini lebih senang
mengimplementasikan kegiatan pertanian sesuai dengan kebiasaan lama
dikarenakan dinilai lebih sederhana dan mudah dipahami, padahal apabila
dianilisis lebih jauh implementasi system pertanian secara tradisional sulit
memberikan hasil lebih di masa yang modern ini.
c. Pembiayaan investasi infrastruktur pertanian presisi
Penerapan pertanian presisi membutuhkan biaya yang cukup tinggi
dikarenakan dibutuhkan berbagai peralatan dan teknologi yang cukup memiliki

8
nilai guna. Hal tersebut menjadi salah satu tantangan terutaman dalam
implementasinya di Indonesia dikarenakan rerata perekonomian petani yang
rendah. Hal tersebut juga tidak didukung dengan bantuan pembiayaan
pemerintah, seperti subsidi dan biaya investasi infrastrukur. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa factor, seperti tidak meratanya pembiayaan kepada
seluruh petani yang membutuhkan, bantuan tidak tepat sasaran, serta adanya
praktik-praktik penyelewengan oleh pihak terkait dengan dana yang seharusnya
diberikan untuk bantuan infrastruktur pertanian presisi. Terjadinya hal tersebut
menyebabkan pertanian presisi sulit sekali diterapkan pada Kawasan Indonesia
khusus Desa Tulungrejo.
d. Minimnya regenerasi pertanian
Petani muda merupakan salah satu aset karena petani muda bisa
memperbaiki sektor pertanian, terutama dari sumber daya, pengetahuan, jejaring,
dan bagaimana mereka memanfaatkan informasi dan sumber daya lainnya.
Namun, jumlah petani muda saat ini justru semakin berkurang, Sekadar diketahui,
berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), petani yang masuk kategori muda
dengan rentang usia 19 tahun hingga 39 tahun hanya sekitar 9% atau mencapai
2,7 juta orang. Berikut merupakan grafik usia petani di Indonesia:

Gambar 4. Grafik Sebaran Usia Petani di Indonesia (Sumber: Kompasiana.com)


e. Mayoritas petani gurem
Pada umumnya petani di Desa Tulungrejo ialah petani gurem. Menurut BPS,
petani gurem adalah petani yang memiliki atau menyewa lahan pertanian kurang
dari 0,5 ha. petani gurem belum dapat diandalkan secara penuh dalam memenuhi
kebutuhan karena risiko yang mereka hadapi. Risiko ini memengaruhi perilaku
petani untuk memutuskan apakah akan meningkatkan produktivitas atau tidak. Hal
tersebutlah yang sampai saat ini menjadi kebimbangan sekaligus tantangan dalam
penerapan pertanian presisi khususnya di Desa Tulungrejo dikarenakan
ketidakstabilan sumberdaya sehingga sulit sekali diterapkan diwaktu yang dekat.

9
BAB III. REKOMENDASI PENERAPAN DAN PEMANFAATAN GIS UNTUK
MENDUKUNG IMPLEMENTASI PERTANIAN BERLANJUT

3.1 Tujuan Kegunaan GIS


Teknologi sistem informasi geografis (SIG) memungkinkan mendukung petani
untuk kegiatan budidaya pertanian, pembangunan ekonomi, penguatan kelembagaan
masyarakat perencana masyarakat, untuk melakukan penelitian dan menyusun
kegiatan-kegiatan yang akan memungkinkan keberlanjutan produksi pangan,
sandang dan energi untuk menjamin kelangsungan perikehidupan masyarakat.
Menurut Puntodewo, et al., (2003) secara harafiah, GIS (Geographic Information
System) atau Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat diartikan sebagai suatu
komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan
sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap,
menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi,
mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi
berbasis geografis. Selain itu juga bertujuan untuk mendorong peningkatan
produktivitas sektor pertanian sesuai dengan kemampuan dan daya dukung lahan.
Dalam dunia yang serba digital sekarang ini, ditambah lagi teknologi yang terus
berkembang, penerapan aplikasi teknologi dalam berbagai bidang pun terus
dilakukan, tidak terkecuali dalam sektor pertanian, sektor perekonomian utama di
Indonesia mengingat sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup dalam
dunia pertanian. Salah satu contohnya adalah aplikasi GIS atau Geographical
Information System, dan jika diterjemahan secara bebas ke bahasa Indonesia, kita
bisa menyebutnya SIG atau Sistem Informasi Geografi.
Aplikasi SIG di bidang pertanian misalnya untuk prediksi produksi tanaman,
pemetaan per-wilayahan komoditi dan identifikasi penyebaran pupuk. Di bidang
kehutanan, untuk pemetaan hutan, evaluasi lahan kritis, perencanaan penebangan
pohon untuk industri hutan, perencanaan reforestasi, dan visualisasi bentangan lahan.
Untuk konservasi, SIG digunakan untuk pemetaan habitat flora dan fauna dan
perencanaan kawasan konservasi. Modeling produksi tanaman merupakan salah satu
contoh aplikasi SIG di bidang pertanian yang akan di uraikan lebih lanjut dalam tulisan
ini. Permodelan dengan menggunakan SIG menawarkan suatu mekanisme yang
mengintegrasikan berbagai jenis data (biofisik) yang dikembangkan atau diguna-kan
dalam penelitian pertanian. Monitoring kondisi tanaman pertanian sepanjang musim
tanaman serta prediksi potensi hasil panen berperan penting dalam menganalisis
produksi musiman. Informasi hasil panen yang akurat dan terkini sangat dibutuhkan
oleh departemen pertanian berbagai negara.
3.1.1 Integrasi Penginderaan Jauh dan GIS untuk Prediksi Hasil Pertanian
Integrasi data satelit dan model produktivitas tanaman merupakan metode
analisis kuantitatif yang penting untuk menduga hasil panen pada skala lokal dan
regional. Data penginderaan jauh praktis digunakan untuk permodelan tanaman
dengan kondisi kanopi yang selalu dinamis berubah dalam waktu dan ruang.
Sebelumnya telah diuraikan metode pendugaan hasil tanaman yang dilakukan
berdasarkan data satelit dengan menggunakan indikator biomassa tanaman dan IV.
Walaupun pendekatan IV dapat dikatakan sederhana, hubungan antara IV dengan
hasil dapat dikatakan bersifat lokal dan sensitif terhadap terhadap tanah dan kondisi
atmosfer. Untuk prediksi hasil pertanian pada berbagai kondisi, dibutuhkan parameter

10
lainnya yang dapat menjelaskan mekanisme fisiologis/biologis yang mengontrol
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Barus dan Wiradisastra, 2000).
Oleh karena itu dibutuhkan model-model mekanistis yang mampu mengintegrasikan
berbagai parameter (biofisik tanaman, tanah, iklim dan sistem budidaya) yang
mempengaruhi produksi tanaman. Sistem informasi geogragfis adalah suatu sistem
yang mengcapture, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa dan menampilkan
data secara spasial (keruangan) mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi SIG
mengintepretasikan operasi operasi umum database, seperti query dan Analisa
statistic dengan kemampuan visualisasi dan Analisa yang unik yang dimiliki dalam
pemetaan. Kemampuan SIG berbeda dengan sistem informasi lainnya membuatnya
menjadi berguna bagi berbagai kalangan terutama pertanian untuk menjelaskan
kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang akan terjadi. SIG
digunakan untuk memetakan letak, kuantitas, kerapatan, dan memetakan apa yang
ada di dalam maupun diluar area. SIG juga digunakan untuk memonitoring apa yang
terjadi dan keputusan apa yang akan diambil dengan memetakan apa yang ada pada
suatu area dan di luar area (Gunawan, 2011). Dalam bidang pertanian GIS dapat
membantu dalam beberapa hal, antara lain:
a. Mengelola produksi tanaman.
GIS dapat digunakan untuk membantu mengelola sumber daya pertanian dan
perkebunan seperti luas kawasan untuk tanaman, pepohonan atau saluran air.
Selain itu GIS juga dapat dimanfaatkan untuk menetapkan masa panen,
mengembangkan sistem rotasi tanaman, dan melakukan perhitungan secara
tahunan terhadap kerusakan tanah yang terjadi karena perbedaan pembibitan,
penanaman, atau teknik yang digunakan ketika panen.
b. Mengelola sistem irigasi
GIS dapat digunakan untuk membantu memantau dan mengendalikan irigasi
dari tanah tanah pertanian. Pemanfaatan GIS dapat digunakan untuk membantu
memantau kapasitas sistem, katup katup, efisiensi, serta distribusi air di dalam
sistem.
c. Perencanaan dan riwayat sumberdaya kehutanan
Perencanaan dan riwayat manajemen pertanahan dan integrasinya dengan
sistem hokum dan integrasinya dengan manajemen basis data relasional sistem.
Aplikasi GIS yang umum dipakai adalah ArcView. Sistem GIS ini bukan hanya
software atau aplikasi computer melainkan juga keseluruhan dari pekerjaan
manajemen penelolaan lahan pertanian, pemetaan lahan, pencatatan kegiatan
harian di kebun menjadi rangkaian database, perencanaan sistem dan lain lain.
Sehingga bisa dikatakan bahwa sistem GIS ini merupakan perencanaan ulang
pengelolaan pertanian menjadi sistem yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Sedangkan manfaat yang diperoleh melalui penerapan aplikasi teknologi
informasi dan komunikasi khususnya dalam mendukung pembangunan pertanian
berkelanjutan antara lain:
a. Mendorong terbentuknya jaringan informasi pertanian di tingkat lokal dan
internasional.
b. Membuka akses petani terhadap informasi pertanian untuk meningkatkan peluang
potensi peningkatan pendapatan dan cara mencapainya, meningkatkan
kemampuan petani dalam meningkatkan posisisi tawarnya dan meningkatkan
kemampuan petani dalam melakukan diversifikasi usaha tani dan merelasikan
komoditas yang diusahakannya dengan input yang tersedia, jumlah produksi yang
diperlukan dan kemampuan pasar dalam menyerap output.

11
c. Mendorong terlaksanakannya kegiatan pengembangan, pengelolaan dan
pemanfaatan informasi pertanian secara langsung maupun tidak langsung untuk
mendukung pengembangan pertanian secara marginal.
d. Memfasilitasi dokumentasi informasi pertanian di tingkal lokal yang dapat diakses
lebih luas untuk mendukung pengembangan pertanian lahan marginal.
3.2 Jenis Data pada GIS
Saat ini, salah satu pengeluaran terbesar dari pertanian adalah pembelian bahan-
bahan kimia. Jika petani menerapkan sistem pertanian berkelanjutan maka pembelian
bahan kimia bisa dikurangi sehingga keuntungan bisa diperbesar.
Menurut Sinclair, 1987 dalam Suwardji (2004), Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam mengembangkan pertanian berkelanjutan diantaranya adalah:
• Perlu upaya mengurangi ketergantungan pada sumber energi yang tidak terbaharui
dan sumber daya kimia.
• Perlu mengurangi kontaminasi bahan pencemar akibat efek samping dari kegiatan
pertanian pada udara, air dan lahan.
• Mempertahankan habitat untuk kehidupan fauna yang memadai.
• Dapat mempertahankan sumber daya genetik untuk tanaman dan hewan yang
diperlukan dalam pertanian. Selain itu pertanian harus mampu mempertahankan
produksinya sepanjang waktu dalam menghadapai tekanan sosial ekonomi tanpa
merusak lingkungan yang berarti.
Perkembangan penggunaan sumberdaya alam lahan sampai saat ini belum
memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan produksi tanaman. Hal ini
dipengaruhi oleh kondisi lahan yang bervariasi berdasarkan letak georafis dan
topografinya, yang masing-masing mempengaruhi produktifitas tanaman. Diperlukan
perencanaan yang matang dalam mengambil keputusan jenis tanaman yang akan
ditanam. Perencanaan dan pengambilan keputusan harus dilandasi oleh data dan
informasi yang akurat tentang kondisi lahan. Penggunaan teknologi berbasi komputer
untuk mendukung perencanaan tersebut mutlak digunakan untuk menganalisis,
memanipulasi dan menyajikan informasi.
Salah satu teknologi tersebut adalah Sistem Informasi Geografi (SIG) yang
mempunyai kemampuan membuat model yang memberikan gambaran, penjelasan
dan perkiraan dari suatu kondisi faktual. Untuk mendapatkan model, gambaran dan
informasi tentang komoditas yang cocok untuk ditanam, maka dilakukan pembuatan
peta dan analisis kesesuaian lahan dengan menggunakan metode SIG. Pembuatan
peta dan analisis kesesuaian lahan ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi
kesesuaian lahan dan menyajikan data dan informasi yang akurat, obyektif dan
lengkap sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan
kebijaksanaan.
Sistem Informasi geografi (SIG) sebagai salah satu teknologi yang mampu
merancang suatu perencanaan pengelolan lingkungan dengan cepat diharapkan
mampu menaggulangi kendala dari masalah pertanian. Sistem Informasi Geografi
atau disingkat dengan (SIG) atau Geographic Information System (GIS) merupakan
sistem informasi yang dibuat atau dirancang untuk bekerja dengan data yang
bereferensi spasial. Menurut Bowo (2008), Data spasial adalah data yang bereferensi
geografis atas representasi obyek di bumi. Data spasial pada umumnya berdasarkan
peta yang berisikan interprestasi dan proyeksi seluruh fenomena yang berada di bumi.
Fenomena tersebut berupa fenomena alamiah dan buatan manusia. Data pada
Gis memiliki berbagai macam bentuk, mulai dari data mentah maupun data yang

12
sudah dalam bentuk siap tampil. Misalnya data array dari GPS (kordinat), hasil
scanning peta, digitasi, dan lain-lai, dimana tiap titiknya diwakili oleh nilai longitude
(garis bujur) dan latitude (garis lintang). Namun adakalanya data GIS yang lain bisa
didapatkan dari citra satelit (penginderaan jauh), digitasi, dan lain-lain. Sebagian
besar data yang akan ditangani dalam GIS merupakan data spasial yaitu sebuah data
yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar
referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari
data lain yaitu:
• Informasi lokasi (spasial), berkaitan dengan suatu koordinat baik koordinat geografi
(lintang dan bujur) dan koordinat XYZ, termasuk diantaranya informasi datum dan
proyeksi.
• Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial, suatu lokasi yang memiliki
beberapa keterangan yang berkaitan dengannya, contohnya: jenis vegetasi,
populasi, luasan, kode pos, dan sebagainya. Contoh data spasial seperti “Data
Objek Permukiman” yaitu: Data grafik berbentuk poligon yang merupakan closed
area yang menghubungkan posisi-posisi geografis.
SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk
menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan
seperangkat operasi kerja. Menurut Solahudin (2013) SIG adalah suatu sistem
informasi yang dapat memadukan antara data grafis (spasial) dengan data teks
(atribut) objek yang dihubungkan secara geografis di bumi (georeference).
SIG dengan kemampunnya sebagai penyimpan data yang baik serta mampu
memanejemen data walaupun jumlah data itu begitu besar, akan sangup menerima
tantangan tersebut. Selain dapat memajemen data dari berbagai bentuk,
pengintergrasian antara data spasial dan data atribut dalam suatu analisis akan
dapat memberikan gambaran nyata tentang kondisi suatu daerah (spasialnya) serta
informasi (data atribut) dari daerah tersebut dalam waktu bersamaan. Pemisahan
data dari keadan normal dengan akibat variasi iklim atau akibat pengolahan yang
kurang baik dapat dilakukan dengan cepat dan mudah dengan Bantuan fungsi
klasifikasi dan generalisasi dalam SIG. Proses peramalan dapat juga dilakukan
dengan memanfaatkan data-data yang telah ada.

Gambar 5. cara Kerja GIS (Herniwati, 2012)

13
Ada banyak faktor yang mengaruhi implementasi SIG dalam suatu perkerjaan
sehingga sebelum kita mengimplemantasikan SIG untuk menunjang pertanian
berkelanjutan, sebaiknya kita memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
• Dukungan manajemen Proyek GIS biasanya dilakukan oleh sebuah instansi atau
organisasi. Dukungan dari pimpinan organisasi akan mempengaruhi kalancaran
implemntasi SIG dimana tanpa dukungan penuh dari pimpinan akan menyebabkan
kecendrungan kegagalan dari implementasi SIG.
• Keadaan data Pada awalnya bagian pekerjaan terbesar dari SIG adalah
mengkonversi data dari analog ke data digital. Pekerjaan ini membutuhkan biya yang
tidak sedikit sehingga pertimbangan tentang data-data apa saja yang perlu
dikonversikan merupakan hal sangat penting.
• Tenaga kerja (user) Masalah yang sering dihadapi dalam pengimplementasian SIG
adalah kurangnya tenaga kerja yang menjalankan SIG tersebut. Kurangnya tenaga
kerja tersebut disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dari tenaga kerja tentang
SIG. Oleh karena itu pendidikan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan dalam hal
ini.
• Biaya Biaya merupakan faktor penentu dalam pengimplentasian SIG. implementasi
SIG membutukan biaya yang sangat besar, khususnya pada pada awal
pembentukkannya seperti biaya yang dibutuhkan untuk menyediakan perangkat keras
dan perangkat lunak, biaya pengkonversian data dan lain sebagainya.
Saat ini teknologi Sistem Informasi Geogafis citra satelit mampu menyediakan
data dengan cakupan yang luas, cepat, dan tepat waktu. Menurut Jaya (2003),
perencanaan spasial dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat dengan
menggunakan citra foto atau foto udara serta citra non-foto. Dalam bidang pertanian,
citra satelit dapat digunakan sebagai perencanaan pengaturan pola tanam dan
analisis produksi tanaman. Adanya data citra dapat membantu dalam menentukan
kesesuaian lahan untuk mengembangkan komoditas tertentu sesuai dengan kelas
kemampuan lahan. Citra juga dapat digunakan untuk mengetahui gejala atau
kenampakan yang terdapat di permukaan bumi serta mampu menggambarkan objek
yang sangat sulit dijangkau oleh pengamatan langsung melalui interpretasi citra.

Gambar 6. Pemanfaatan GIS sebagai Perencanaan Tata Guna Lahan


Terhadap Ketahanan Hama dan Penyakit (Herniwati, 2012)

14
Salah satu keuntungan dari SIG untuk mendeteksi dan sebagai inventarisasi
sumberdaya lahan pertanian adalah setiap scene, citra yang ditampilkan mencakup
wilayah yang sangat luas. Sehingga dapat dilakukan pengamatan di daerah yang
sangat luas sekaligus berserta dengan keadaan lahan yang mencakup kelerengan
atau topografi, pertumbuhan tanaman atau vegetasi dan fenomena alam yang telah
terekam dan memberi manfaat untuk diamati, dipelajari terkait pengaruh iklim,
vegetasi, litologi dan topografi terhadap penyebaran sumberdaya lahan dan lahan
pertanian (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000).
3.3 Sistem Informasi Geografis (SIG) pada Sektor Pertanian
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem yang terdiri dari
berbagai komponen yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan.
Kemampuan sumberdaya manusia dalam memformulasikan persoalan di lapangan
dan menganalisa hasil akhir sangat berperan penting terhadap keberhasilan
penggunaan SIG. Sebagai suatu bentuk sistem informasi spasial, SIG menyajikan
informasi dengan menggunakan peta sebagai antar muka. Penggunaan SIG saat ini
didasarkan untuk perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang berkaitan
dengan wilayah geografis. Menurut Subaryono (2005), SIG seringkali digunakan
dalam pengambilan keputusan suatu perencanaan spasial.

Gambar 7. Skema Pemanfaatan GIS dalam Perencanaan Tata Guna Lahan


(Herniwati, 2012)

Penerapan Geographic Information System (GIS) dalam bidang pertanian


menurut Herniwati (2012) antara lain:
a. Perencanaan Pengelola Produksi Tanaman
Penggunaan GIS dapat bermanfaat untuk membantu perencanaan serta
pengelolaan sumberdaya pertanian dan perkebunan seperti perhitungan luas
kawasan bagi tanaman, pepohonan, bahkan saluran air irigasi. Selain itu, GIS juga
dapat digunakan untuk menetapkan masa panen, penerapan sistem rotasi
tanaman, serta melakukan perhitungan kerusakan tanah yang terjadi karena

15
perbedaan penanaman atau teknik yang digunakan saat masa panen secara
tahunan. Bahkan proses pengolahan tanah, proses penanaman, serta
perlindungan dari hama dan penyakit tanaman dapat dikelola oleh manajer kebun
dan dapat dipantau dari direksi secara langsung.
b. Perencanaan Pengelolaan Sistem Irigasi
GIS juga dapat digunakan untuk membantu perencanaan irigasi serta analisis sifat
tanah yang terdapat di lahan pertanian. GIS membantu dalam perencanaan
kapasitas sistem, efisiensi, serta perencanaan distribusi air secara menyeluruh
dari sistem.

Gambar 8. Contoh Pemetaan Sistem Informasi Geografi (Herniwati, 2012)

Aplikasi presisi pertanian dapat menyempurnakan pola manajemen tradisional


di bidang pertanian, produksi pertanian dan operasi. Sehingga dapat mengurangi
biaya produksi, melindungi kualitas lingkungan ekologi dan peningkatan manfaat
ekonomi. Menurut Weidong dan Chun (2015), GIS dan GPS merupakan teknologi
kunci dalam pertanian presisi. Sebagian besar kini aplikasi navigasi telah terdapat
pada mesin pertanian. Hal itu tidak hanya memenuhi sendiri kebutuhan pada bidang
operasi, tetapi juga untuk petani skala kecil untuk persiapan lahan, dan layanan
pertanian sub-kekotoran. Cara meningkatkan ini hasil dan petani pendapatan, tetapi
juga mengembangkan teknologi uji demonstrasi pertanian presisi.
Sistem GIS merupakan keseluruhan pekerjaan dari manajemen pengelolaan
lahan pertanian, perencanaan serta pemetaan lahan, bahkan pencatatan kegiatan
harian di lahan pertanian menjadi suatu database. Sehingga dapat dikatakan GIS
merupakan perencanaan pengelolaan pertanian menjadi sistem yang terintegrasi.
Dalam jangka panjang, GIS dapat menjadi solusi dalam meminimalisir terjadinya
permasalahan lahan baik fisik maupun sosial. Bahkan dapat menjamin
keberlangsungan pertanian yang presisi dengan syarat pihak manajemen senantiasa
mempelajari sistem ini dan tepat dalam pengambilan keputusan.
3.4 Alur Kegiatan Pengelolaan Lahan Berbasis Sistem Informasi Geografis
(SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem komputer yang berfungsi
untuk menangkap, mengatur, mengintegrasi, memanipulasi, menganalisis, dan
menyajikan data yang bereferensi ke bumi (Barus, 2005). Komponen utama SIG

16
dibagi menjadi empat bagian, yaitu perangkat keras (software), perangkat lunak
(hardware), organisasi atau manajemen, dan pemakai. Kombinasi dari keempat
komponen menciptakan keberhasilan suatu proses dalam pengembangan SIG.
Menurut Buchori (2010), menyatakan bahwa SIG seringkali didefinisikan
sebagai suatu sistem komputer yang dapat dipergunakan dalam mengelola data
keruangan, baik berupa gambar atau peta maupun tabel. SIG juga dikenal memiliki
kemampuan terkait pengelolaan basis data, analisis keruangan, dan interpretasi hasil-
hasil analisis keruangan. Dengan sistem ini berbagai analisis peta dan tabel dapat
dilakukan dengan cepat, mudah, dan akurat. Sistem Informasi Geografis juga dapat
mengintegrasikan kedua data tersebut sehingga dapat mempermudah dalam
pengambilan keputusan atau pelaku dalam pembangunan untuk mengambil
keputusan atau kebijakan secara spasial. Dalam perekaman basis data diperlukan
data sekunder, peta dasar, atau citra satelit. Sedangkan alat yang dibutuhkan berupa
peralatan survey lapangan untuk pengambilan sampel tanah, alat untuk analisis
laboratorium, seperangkat komputer untuk pengolahan data SIG dan data statistik,
serta alat pengukuran dalam uji lapangan.
Tahapan kegiatan dalam pengelolaan dan pengembangan lahan berbasis SIG
menurut Tjahjana et al. (2015) yaitu:
1. Penyiapan Peta Dasar dan Data Sekunder
• Menyediakan dan mengkaji beberapa peta dasar dan data sekunder yang
mendukung dalam kegiatan penelitian
• Peta dasar berupa peta administrasi, peta rupa bumi, dan peta geologi
• Data sekunder berupa data terkait kabupaten/kecamatan yang dituju dan data
iklim
2. Tumpangsusun (overlay) dan Digitasi Peta
• Mempersiapkan Peta Citra Satelit
• Melakukan tumpangsusun (overlay) pada peta tersebut
• Melakukan digitasi dan interpretasi peta untuk menghasilkan Peta Operasional
sebagai panduan dalam melajukan survei lapangan
3. Survei Lapangan dan Pengambilan Contoh Tanah
• Menyiapkan alat pengukuran uji lapangan, seperti: GPS (Global Positioning
System), meteran, skop, plastik sampel, spidol permanent, label, dll.
• Melakukan deskripsi profil tanah pada lokasi satuan petak tanah terpilih
• Melakukan deskripsi bentang lahan, seperti: penggunaan lahan, kerusakan
lahan, vegetasi, dll.
• Melakukan pengambilan sampel tanah.
4. Tabulasi Data
• Melakukan tabulasi data deskripsi profil tanah dan bentang lahan
• Melakukan tabulasi data sesuai dengan hasil wawancara
5. Analisis Laboratorium
• Tekstur, dengan metode pipet
• Kapasitas Pertukaran Kation (cmol), diukur dengan NH4OAc, pH 7,0

17
• Kejenuhan Basa (%), dengan NaCl 10%
• pH H2O, diukur dengan menggunakan alat pH meter
• C-organik (%), dengan metode Kurmies
• Salinitas / DHL (dS/m)
• Alkalinitas / ESP (%), yang dihitung berdasarkan nilai Na+, Ca++ dan Mg++
dengan NH4OAc, pH 7,0
6. Analisa Data
Melakukan analisis data statistik dan data pada SIG.
7. Analisis Evaluasi
Kesesuaian lahan diperoleh berdasarkan pada kriteria kesesuaian tanah dan iklim
tanaman serta petunjuk teknis evaluasi lahan untuk komoditas pertanian.
8. Evaluasi Tindak Lanjut
Evaluasi tindak lanjut perlu dilakukan dengan mempertimbangkan hasil dari
klasifikasi kemampuan lahan dan evaluasi kesesuaian lahan.
Dapat diketahui bahwa SIG memiliki kemampuan dalam menghubungkan,
menggabungkan, menganalisa, dan memetakan berbagai data menjadi suatu hasil
data. Menurut Tjahjana et al. (2015) data yang diperoleh selanjutnya diolah pada SIG
secara spasial, yaitu suatu data yang berorientasi secara geografis dan merupakan
lokasi yang memiliki sistem koordinat tertent sebagai dasar referensinya. Sehingga
aplikasi SIG dapat menjadi jawaban atas beberapa hal seperti lokasi, kondisi, tren,
pola, dan pemodelan suatu lahan pada bentang alam.

Gambar 9. Alur Kegiatan Pengelolaan Lahan Berbasis SIG (Tjahjana et al., 2015)

18
BAB IV. REKOMENDASI TEKNOLOGI UNTUK PENERAPAN PERTANIAN PRESISI
4.1 Metode Penerapan Pertanian Presisi
Pertanian persisi merupakan konsep manajemen pertanian berdasarkan
pengamatan, pengukuran, dan respons terhadap varibilitas dalam dan antar-bidang
pada tanaman. Yang bertujuan untuk medefinisikan sistem pendukung keputusan
(DSS) untuk seluruh manajemen pertanin dengan tujuan untuk
mengoptimalkanpengembalian input sambil menjaga sumber daya.Pertanian presisi
merupakan suatu sistem pertanian terpadu yang berbasis pada informasi dan
produksi untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan profitabilitas produksi
pertanian dari hulu menuju hilir yang berkelanjutan, spesifik lokasi, serta
meminimalkan dampak yang tidak diinginkan pada lingkungan (Whelan dan Taylor,
2013). Menurut Heriyanto et al. (2016) pertanian presisi menggunakan pendekatan
dan teknologi yang memberikan perlakuan presisi pada setiap proses rantai bisnis
pertanian dari hulu ke hilir sesuai dengan kondisi lokasi, waktu, produk, dan konsumen
spesifik yang dihadapi. Pendekatan pertanian presisi memanfaatkan data agroklimat
dan data spasial seperti luas, topografi lahan, kontur lahan, serta jenis tanah yang
dapat diakusisi dari satelit atau GPS yang dapat digunakan untuk perencanaan
pengolahan lahan yang paling tepat dari aspek sumber daya, waktu, ekonomi, serta
aspek lingkungan. Penerapan teknologi berbasis pengetahuan dapat digunakan untuk
membantu pemilihan metode terbaik dalam pengolahan lahan yang lebih presisi
(Solahudin, 2010).
Pertanian presisi terdiri dari rangkaian teknologi yang memiliki fungsi untuk
mengumpulkan dan menganalisis data. Dalam melakukan penerapan pertanian
presisi dari hulu ke hilir dalam ratai produksi dan pasok produk peranian dimulai dari
menentukan dan melihat lahan yang sesuai berdasarkan kondisi tanah, iklim, dan air,
dilanjutkan dengan ketepatan dalam menuntkan metode pembukaan dan pengelolaan
lahan, metode dan waktu tanam, metode dan waktu irigasi dan perawatan tanaman,
pemupukan yang tepat jenis,waktu,dan dosisi. Waktu dan metode panen, pengolahan
pascapanen, transportasi, kemasan produk, pemilihan target pasar, serta penyajian
makanan yang tepat fungsi dan aman.

Gambar 10. Sistem Informasi Geografis untuk Penentuan Tingkat Kesesuaian


Lahan (Afnan, 2016)

19
Adapun metode penerapan yang dapat dilakukan dalam pertanian presisi yaitu:
a. Perawatan Tanaman yang Tepat
Salah satu metode penerapan pertanian presisi yaitu Manajemen Tanaman
Spesifik-Lokasi (Site-Specific Crop Management) yang merupakan pada praktik
agronomi kualitas dan akurasinya ditingkatkan dengan menghitung kesesuaian
tanah dan tanaman yang lebih baik karena sifat heterogenitas dari tanah dan
tanaman di lapangan (Whelan dan Taylor, 2013). Pendugaan kemungkinan
terjadinya serangan hama yang akan terjadi dapat dilakukan dengan
menggunakan data klimatologi dan jenis tanaman yang ada di suatu lahan yang
diakuisisi dari satelit dan GPS sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan
serangan suatu hama tertentu. Pencegahan serangan hama yang terprediksi
tersebut dilakukan dengan menentukan penjadwalan semprot yang tepat serta
pemilihan ukuran katup semprot yang sesuai dengan kondisi geospasial lahan.
Pada lahan yang diamati terdapat komoditas tanaman berupa padi, dimana
rekomendasi pemupukan tepat jenis, dosis, dan waktu untuk padi sawah berbasis
pertanian presisi yang telah dikembangkan oleh IRRI bekerja sama dengan
Litbang Pertanian Kementerian Pertanian (Dobermann dan Fairhurst, 2000).
Sistem ini telah dikembangkan menggunakan teknologi web dan mobile (berbasis
SMS dan Android) yang dapat diakses oleh petani atau kelompok tani di berbagai
wilayah untuk mendapatkan rekomendasi pupuk yang sesuai berdasarkan
varietas padi yang ditanam, serta karakteristik spesifik, luas lahan, karakteristik
klimat dari lokasi sawah yang digarap petani. Pendekatan presisi pemberian air
yang tepat waktu dan tepat volume pada lahan tanaman hortikultura dilakukan
dengan mempertimbangkan kondisi spesifik lahan, kelembapan tanah, jenis
tanah, dan periode tanam (Heriyanto et al., 2016). Penyediaan dan penentuan
tingkat ketersediaan air irigasi yang presisi secara spasial juga merupakan bagian
dari pertanian presisi di rantai hulu pertanian.
b. Lokasi Pemilihan Lahan Budidaya
Teknologi informasi geografis dengan basis data spasial dapat digunakan untuk
melihat kesesuaian lahan suatu tanaman dengan memperhitungkan kondisi
tanah, iklim, ketersediaan air, serta kontur tanah pada suatu wilayah tertentu.
Dengan ini, pemilihan lahan terbaik untuk suatu tanaman tertentu dapat ditetapkan
secara presisi. Penentuan kesesuaian lahan di desa Tulungrejo dapat dilakukan
dengan memanfaatkan basis data spasial, cuaca, kondisi tanah, kontur tanah, dan
tutupan lahan sehingga dapat ditampilkan lokasi lahan dan luasannya dalam
berbagai tingkat kesesuaian untuk komoditas pada lahan tersebut. Hal ini sangat
berpengaruh untuk meningkatkan produktivitas dari lahan tersebut. Hasil dari
analisis kesesuaian lahan ini dapat digunakan untuk perencanaan wilayah
agroindustri yang lebih berkelanjutan karena berbasis kondisi alami setempat.
c. Pengolahan Lahan
Pendekatan pertanian presisi memanfaatkan data agroklimat dan data spasial
berupa luas, topografi lahan dan kontur lahan, serta jenis tanah yang dapat

20
diakuisisi dari satelit atau GPS dapat digunakan untuk pengolahan lahan yang
paling tepat dari aspek sumber daya (armada, alat dan mesin, serta tenaga
operator yang diperlukan), aspek waktu (penjadwalan dan target penyelesaian),
aspek ekonomi, dan aspek lingkungan (skenario ramah lingkungan). Menurut
Solahudin (2010) penerapan teknologi sistem pendukung keputusan (SPK)
berbasis pengetahuan dapat digunakan untuk membantu pemilihan metode
terbaik dalam pengolahan lahan yang lebih presisi seperti yang telah
dikembangkan.
d. Resiko bencana alam
Resiko bencana alam meliputi apakah lokai memiliki resiko dengan banjir,
kebakaran, longsor, gempa bumi, dan putting beliungg, hal ini diguankan untuk
memeprkecil resiko kerugian yang didapat kemudian hari
e. Ekonomi dan infrastruktur
Dalam melakukan pemilihan lokasi harus memperhitungkan jarak dan akses jalan,
jarak dari listrik serta jaringan internet
f. Pemanenan dan pengolahan
Pemanenan dan pengolahan meliputi pengakutan, pengolahan, penegmasan dan
penyimpanan. Azas pertanian persisi pada proses permanen yang baik adalah
tepat metode dengan mempertimbangkan kondisi tanaman, iklim, lingkugan dan
lahan di lokasi tertentu. Menerapkan sistem sortasi produk untuk melihat mutu
melalui sistem grading/kelas dengan menggunakan alat berbasis android yang
tersedia, sebagai contoh sistem sortasi mutu menggunakan alat portable, small
size, ekonomis.
Pendugaan terhadap kemungkinan serangan hama yang akan terjadi dapat
dilakukan dengan menggunakan data klimat dan jenis tanaman yang ada di suatu
lahan yang diakuisisi dari satelit dan GPS sehingga dapat dilakukan tindakan
pencegahan serangan suatu hama tertentu. Pencegahan serangan hama yang
terprediksi tersebut dilakukan dengan menentukan penjadwalan semprot yang tepat
serta pemilihan ukuran katup semprot yang sesuai dengan kondisi geospasial lahan.
Pada lahan yang diamati, terdapat komoditas padi, dimana rekomendasi
pemupukan yang tepat jenis, dosis, dan waktu untuk padi sawah berbasis pertanian
presisi telah dikembangkan oleh IRRI bekerja sama dengan Litbang Pertanian
Kementrian Pertanian (Dobermann dan Fairhurst, 2000). Sistem ini telah
dikembangkan menggunakan teknologi web dan mobile (berbasis sms dan Android)
yang dapat diakses oleh petani atau kelompok tani di berbagai wilayah untuk
mendapatkan rekomendasi pupuk yang sesuai berdasarkan varietas padi yang
ditanam, serta karakteristik spefisik, luas lahan, karakteristik klimat dari lokasi sawah
yang digarap petani. Pendekatan presisi pemberian air yang tepat waktu dan tepat
volume pada lahan tanaman hortikultura dilakukan dengan mempertimbangkan
kondisi spesifik lahan, kelembapan tanah, jenis tanah, dan periode tanam (Heriyanto
et al., 2016). Penyediaan dan penentuan tingkat ketersediaan air irigasi yang presisi
secara spasial juga merupakan bagian dari pertanian presisi di rantai hulu pertanian.
4.2 Teknologi Pertanian Persisi
Indonesia merupakan negara agraris dnegan 200 juta lahaan dan 25%
digunakan untuk aktivitas pertanian. kegiatan pertaniaan ini mengaambil peran

21
penting alam ekonomi nasional dengan kontribusinya pada Gross Domestic Product
(GDP) sebesar 15,4 % (Anggarendra,2016). Aktivitas pertanian yang dilakukan
umumnya pada tanaman pangan dan hortikultura, dnegan budidaya pertanian lahan
terbuka. Sistem pengolahan pertanian lahan terbuka ini snagat erat kaitannya dengan
dinamika perubahan iklim dan kondisi lingkungan. Tantangan yang saat ini dihadapi
aadalam aktivitas budidaya pertanian adalah keterbatasan sumberdaya alam, modal,
dan pengetahuan terhadap teknologi. Selain itu, faktor lahan yang semakin menurun
karena alih fungsi menjadi pemukiman juga menjadi tantangan tersenidiri untuk dapat
mengoptimalkan kondisi yang ada. Disislai, populasi penduduk Indonesia semakin
meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata juta jiwa/tahun. Oleh akrena itu, sistem
pertanian yang optimal dengaan produksi yang aamksimal diperlukaan untuk bisa
diadopsi padaa pertanian di Indonesia.
Perkembangan relasi teknologi sebagi wuju pencapaian intelenjensi manusia
dengan alam, hewan, tumbuhan, tanah, air, udara dan cauaca telah membawa
pertanian paada paradigm baru. Pada walnya petani melakukan suatu usaha taninya
dnegn cara bersentuhan secar langsung dengan aalam, memahami pola-pola ala
secara langsung, menggarap lahan dengan cara bergumul dengan lumpur, dengan
mengamati dan merasakan, memperhitungkan yang tidak teramati dengan
mengembalikan atau menyerahkan yang tidak teramati dengan mengembalikan atau
menyerahkan pada alam, namun kini teknologi menjadi tumpuan utama dalam
bercocok tanam, dalam menggarap lahan, dalam pertanian. Sesuai dengaan konsep
pertanian persisi yaitu berbasis teknologi yang dalam pendekatanya bertumpu pada
observasi dan pengukuran yang menghasilkan data untuk menentukan kegiatan kerja
bercocock tanam yang efektif dan efesien. Serta konsep pertanian persisi dengan
pendekatan sistem untuk menuju pertanian dengan rendah pemasukan (low-input),
efesiensi tingggi, dan pertanian berkelanjutan (Shibusawa,1998). Di era
perkembangan teknologi 4.0 teknologi menjadi salah satu alat perkembangan di
berbagai sektor kehidupan, salah satunya perkembangan teknologi menyasar pada
sector pertanian, karena semakin tingginya permintaan kebutuhan pangan akan
semakin terus majunya cara pola pikir sesoranag untuk menghasilkan teknologi
sehinga mempermudah usaha pertanian tersebut. Pertanian presisi terdiri dari
rangkaian teknologi yang berfungsi untuk mengumpulkan dan menganalisis data.
Menurut Stafford (2000) pertanian persisis memiliki kerangka kerja (Framework)
pertanian persisi yang merupakan aliran informasi yang dioptimalkan pada setia
tahapan sistem,beberapa teknologi kunci yang meliputi diantaranya sebagai berikut:
A. Input
1. Posisitiong System (sistem posisi)
Posisi merupakan tahapan awal dalam penerapan pertanian presisi, beberapa
ciri diantaranya adalah penggunaan GPS (global positioning system) untuk
penentua lokasi persisi. Contoh penerapan trekking lokasi peralatan pertanian,
sensor, dan juga gerakan.
2. Sensisng system
Sistem sensor adalah penggunaan peralatan berupa sensor untuk kegiatan-
kegiatan yang sesuai dengaan tujuan, berikut ini beberapa penerapan sensor
untuk aplikasi-aplikaais khusus
• Soil and Enivorment

22
tanah dan kondisi lingkungan adalah elemen yang penting dalam budidaaya
tanaman. pada penagmatan d tanah, ebberapa faktor yang dapat diamati antara
lain: Ph, elektrical conductivity (EC), kadar lengas tanah, dan alain-lain. Untuk
lingkungan, beberapa pengamatan diantaranya temperature, humidity, solar
radiasi, CO2, gas lain, dan juag penerapan di perairan mislanya DO (dissolved
oxygen), BOD, pH, dan lain-lain
• Plant or Crop Sensing
Sensor yang digunaakan untuk emngamati tanaman dan juga kondisi
perilakunya. Contoh penerapan sensor tanaman adalah pengukuran
pertumbuhan tanaman, perkembangan buah, pergerakan taanaman, ritme
sirkadian.
• Postharvest and Food Quality Sensing
pengamatan kuaalitas hasil pertanian berikut dengan metode destruktif maupun
non-destruktif. penerapan non-destruktif mengguakan image processing, e-
nose, dan juga neat infrared spectroscopy. Kualitas hasil dengan destruktif
misalnya penetrometer, kekeanyalan, sensor kematang buaah, dan lain-lain.
B. Information Management (Prosesing)
Beberapa aplikasi yang terkait dengan manajemen informasi diantaranya:
a. Information System
b. management Information System
c. Expert System
d. Decisiopn support System
C. Precise Apllication (output)
Aplikasi pertanian presisi diantaranya penerapan VRT (Varibale Rate Application),
robotic, Control System, dan Juga penggunana actuator yang terpadu dengaan
kompoonen A, dan B sebelumnya.
Selain rekomendasi yang telah dijelaskan diatas, terdapat beberapa
rekomendasi teknologi yang dapat membantu dalam efisiensi dalam hal pertanian,
yakni sebagai berikut:
1. Sensor PIR Dengan Sumber PV Dan Baterai
Pada saat ini banyak peralatan elektronik yang umunya dilakukan secara
manual atau masih diperlukannya tenaga manusia dalam mengoperasikan
peralatan elektronik tersebut. Alat elektronik tersebut masih skedar untuk
membantu manusia, tetapi tidak bersifat cerdas. Sehingga dieprlukan inovasi dan
perkembangan alat elektroik lebih baik lagi. Seiring dengan meningkatnya
kebutuhan hidup, perkembangan teknologi yang semakin pesat semua peralatan-
peralatan yang diciptakan oleh manusia cenderung semakin canggih, praktis, dan
modern. Dengan adanya peralatan tersebut menyebabkan manusia menjadi lebih
ringan dan mudah dalam beraktifitas. Selain itu dapat menunjang hasil sebuah
produksi misalnya dalam hal pembasmian hama. Saat ini para petani memutar otak
untuk mensiasati fenomena ini, karena serangan hama seringkali mengakibatkan
para petani atau pelaku usaha agrobisnis. Mutu padi yang baik dapat di lihat dari
biji yang sempurna tidak ada noda bekas hisapan hama. Umumnya penyemprotan
hama dilakukan dengan cara, manual (menggunakan tenaga manusia).
Penyemprotan yang dilakukan secara manual menggunakan tenaga manusia pada
saat siang hari. Sedangkan pada saat itu hama justru berlindung di bawah batang
padi. Alat penyemprot hama otomatis yang dirancang dan di kontrusikan dalam

23
perancangan ini mempunyai beberapa bagian utama yang mendukung operasional
kerjanya, antara lain sistem rangka, box penampungan sebagai tempat cairan
insektsida, sprayer yang berfungsi sebagai penyemprot dan solar cell sebagai
sumber energy alat ini. Terdapat dua buah sensor yaitu sensor PIR, dan sensor
LDR . Sensor PIR adalah salah satu komponen yang sering digunakan dalam suatu
rangkaian elektronika, seperti penggunaan dalam suatu ruang, penggabungan
sensor PIR dan LDR digunkana untuk mematikan dan emnghidupkan alat-alat
elektronik. Cara kerja sensor PIR yaitu hama akan dideteksi apakah hama tersebut
kategori kecil, sedang, dan besar. Menurut Arifin(2013) dalam penelitiannya
diporoleh bahwa detector PIR mampu mendeteksi hingga sekitar 4,4 detik.

Gambar 11. Sesor PIR dan LDR


2. Peran Teknologi Informasi (TI), Sistem Informasi (SI) & Internetworking
Industri pertaniaan dalam kancah globalisasi perlu melakukan upaya
reengineering bisnis process (bisness process re-engineering/BPR) dengan
pemanfaatan Teknologi Informasi (TI) yang rasional sehingga dapat berkompetisi
dengan kekuatan maksimal. Peran TI/SI bagi beberapa organisasi atau sebagian
orang bahwa TI dalam emlakukan transformasi proses menunjukeunggulan
kompetitif. Namun demikian peran TI tidak dating dengaan sednirinya, melainkan
harus melalui suatu proses rekayasa atau rekayasa ulang yang berorientasi pada
rasionalisme dan utilasasi TI. Re- Enginering bukan hanya komputerisasi, namun
perlua dnaya kawalan dengan rasionalisme yang kokoh dan tajam sehingga
ultidadi benaar-benar secara dratis dan medasar meningkatkan kinerja proses
bisnis enterprise. Pemahaman konsep sistem teknologi informasi dan komponen-
komponennya akan sangat membantu didalam penerapan sistem-sistem teknoogi
informasi yang berbeda aplikasinya. Teknologi informasi (TI) adalah tulang
punggung dalam mewujudkan internet working dan globalisasi bisnis dan industri
yang memungkinkan pertukaran informasi yang cepat dan akurat dan ekspansi
sakala bisnis dengan korrdinasi dan kolaborasi yang lebih baik. TI menjadi platform
pengembangan dan perwujudan Sistem Informasi (SI) yang terus dikembangkan
dan didayagunakan di berbagai enterprise baika skala kecil hingga skala besar.
Dari sisi lingkungan sosio-teknologi, SI adalah salah satu faktor kritis yang
mempengaruhi kinerja proses bisnis dari suatu enterprise. Persaingan yang sangat
kompetitif di era global saat ini menuntut kinerja prima yang kompetitif, sehingga
suka atau tidak suka, cepat atau lambat, SI akan mempengaruhi setiap enterprise
dalam memenangkan kompetisi yang terus menajam. Bahkan SI menjadi bagian

24
dari solusi untuk mencapai keuntungan strategis (strategic advantage) suatu
enterprise (O’Brien, 2007).

Gambar 12. Sistem Informasi dalam sebuah Lingkungan Sosio-teknologi


Internetworking adalah suatu bentuk hubungan, kerjasama atau kemitraan yang
bersinergi mendayagunakan TI (teknologi informasi) berbasis jaringan (internet,
intranet, ekstranet). Internetworking menghubungkan multi-enterprise yang
mencakup business-to business (B-2-B), business-to-customers (B-2-C),
business-to-government (B-2-G) dalam suatu skenario untuk kemanfaatan
bersama yang saling menguntungkan (O’Brien, 2007). Internetworking menjanjikan
solusi bisnis global karena kecenderungan globalisasi itu sendiri dan
perkembangan teknologi yang memicu terjadi lingkungan kompetitif yang
memaksa lahirnya pasar global yang efisien. Respon terhadap hal ini adalah bisnis
global dan aliansi, kolaborasi, kemitraan berbagai operasi bisnis yang
implementasinya adalah jejaring kolaborasi antar enterprise (internetworked
enteprises) (O’Brien, 2007).

Gambar 13. Internetworking pada Sistem GIS


3. Pemilihan Jalur Transportasi
Peningkatan kebutuhan hasil pertanian yang lebih tinggi dengan perlindungan
kualitas lingkungan yang lebih baik, telah mendorong lahirnya peregraakan
peningkatan hasil dengan dampak lebih rendah. Gerakan yang dieknal sebagia
Smart Farming atau pertanian pintar dengan istilah pertanian 4.0. Gagasan
pertanian 4.0 menarik perhatian pelaku pertanian dalam mendukug

25
pengembangan pertanian odern. Pertanian 4.0 adalah pertanian persisi yang
dikombonasikan dengan teknologi informasi digital yang uatmanya didukung oleh
big data, mobile internet dan cloud computing, sehingga istilah yang cepat dan
cerdas akan mengalahkan yang lambat dan biasa sedangkan yang besar belum
tentu dapat mengalahkan yang kecil akan berlaku era industry 4.0. Pemilihan jalur
tranportasi yang paling ekonomis saat pemasaran hasil produk pertanian
menggunakan sistem manajemen basis data spasial dengan memperhatikan
jaringan jalan, peta lokas jalan posisi pasar, jaraks spesifik, kondisi dan kecepatan
angkutaan, sehingga akan diperoleh jarak tempuh ekonomis yang paling
menguntungkan. Sistem cerdas optimasi dalam pemilihan jalur transportasi
berbasis pertanian presisi dikembangkan agar dapat memberikan peluang dan
keputusan strategis dalam analisis pemilihan jalur terbaik guna meminimalkan
waktu pengiriman serta menghindari kerusakan fisik dan mutu produk pertanian.
Sistem ini menggunakan data spasial dan nonspasial untuk pemilihan jalur
distribusi hortikultura mencakup peta pasar dan jalan, jarak, kondisi trafk dan
kecepatan kemudi (drive time), serta kecepatan rata-rata perjalanan.

Gambar 14. Mekanisme Jalur Transportasi GIS


4. Pembuatan Kartu tani Elektronik
Penyluran pupuk bersubsidi masih sering dikeuhkan oleh para petaanikarena
dirasa tidak efektif, bahkan ada diantara petani yang menguslkan agar pupuk subsidi
dihapus denagn syarat diganti degan subsidi harga jual. Dalam pemeberian subsisdi
pupuk dan berupaya agar distribusi pupuk dapat tepat sasaran. Melalui perbaikan data
elektronik petani, peluang memeprbaiki penyaluran pupuk bersubsidi terbuka lebar.
Pemerintaah kemetrian Pertanian agar mebuat sistem data elektronik petani menjadi
dorongan bagi kementan untuk segera membangun elektronik rencana definitive kerja
kelompok. Dari elektronik rencana definitive kerja kelompok ini petani secara
kelompok mengusulkan kebutuhan pupuk secara online. Terdapat beberapa hal yang
mendorong kementrian Pertanian membaangun data besar elektronik petani dan E-
RDKK adalah:
a. Keinginan untuk melakukan perbaikan data petani dalam pengusulan RDKK
b. Keinginan penyaluran pupuk bersubsidi lebih tepat sasaran
c. Administrasi di tingkat kios sering kurag tertib sehingga penyalurannya tidak
diakui oleh auditor

26
d. Adanya rekomendasi litbang komisi pembrantasan korupsi (KPK)
Dalam melakukan elektronik rencana definitive kerja kelompok ini petani dapat
melakukan beberapa tahapan dan para pihak yang berperan dalam membangun data
besar elektronik petani ini. dalam penggunana pupuk, pada sistem data ini akan
menampung setidaknya 25 juta data, yang berisi nama, Nomor Induk Kependudukan
(NIK), nama ibu kandung, alamat, luas lahan, kelompok tani, lengkap dengan komoditi
yang disuahakan yang diupdate sesuai dengan musim tanam.
a. Tahapan pertama, membangun data besar elektronik petani adalah tugas Badan
Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian. Unit Eselon I Kementan ini
bertugas mendata petani sesuai format RDKK dengan tambahan kebutuhan
pembuatan Kartu Tani (:NIK, Nama sesuai KTP, Alamat dsb).
b. Tahapan kedua, membangun infrastruktur input E-RDK adalah tugas bareng
antara Badan PSDM Pertanian, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen
PSP) dan Pusat Data Informasi Pertanian (Pusdatin). Ketiga unit di Kementan ini
dalam tahapan ini bertugas membuat sistim E-RDKK berdasarkan Web Base yang
handal, dan melengkapi penyuluh pertanian yang mendata di lapangan dengan
sarana komputer dan jaringan internet.
c. Tahapan ketiga, membangun infrastruktur penebusan subsidi pupuk dengan kartu
tani adalah tanggungjawab pihak perbangkan dengan mendistibusikan Electronic
Data Capture (EDC) ke Kios dan mendistribusikan Kartu Tani ke petani.
d. Tahap keempat, penebusan di Kios adalah tanggung jawab bersama antara
Badan PSDMP dan PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC). Kedua
Lembaga ini bertugas melakukan penyuluhan kepada Petani/Kel Tani tentang
implementasi Kartu Tani dan melakukan sosialisasi kepada distributor dan Kios
tentang implementasi Kartu Tani.

Gambar 15. Tahapan Penerbitan kartu Tani (Sinartani, 2019)


5. Assisted and automatic guidance steering systems
Assisted and automatic guidance steering systems merupakan perangkat
teknologi kemudi dan pemandu otomatis yang dipasang di traktor. Otomatisasi
pengoperasiaan traktor telah berkembang pesat sejak beberapa tahun terkahir.
Penelitian umunya telah dilakukan oleh negara-negara maju seperti USA, Japan,
Swedia, dan negara maju lainnya sebagai upaya untuk mengatasi kelangkaan tenaga
kerja di bidang pertanian. Potensi keuntungan traktor otomatis yaitu dapat
meningkatkan produktivitas. Akurasi, efesiensi, dan kemauan operator (Scarlet,

27
2001). Perkemabangan bidang elektronik, komputer, dan teknologi komputasi menjadi
inspirasi peneliti untuk mengembangkan traktor otomatis. Traktor otomatis saat ini
menjadi sala satu hal yang penting dalam pertanian presisi. Namun dalam
perkembangan teknologi memiliki hambatan sendiri kususnya untuk negara Indoensia
yaitu wilayah kerja yang sempit, serta permukaan tanah yang tidak rata maupun datar,
slip roda, serta tergantung pada operasi kerja atau implement. Faktor tersebut
membuat pengendalian traktor otomatis menjadi sulit (Ming Li at al., 2009).

Gambar 16. Sistem Pengendalian Traktor Otomatis (Sutisna et al, 2015)

Sistem kontrol atau sistem pengendalian merupakan sekumpulan alur logika


yang digunakan untuk mengendalikan, memerintah, dan mengatur keadaan dari
seluruh sistem. Berdasarkan ada atau tidaknya umpan balik (feedback), Rahman
(2013) membagi sistem kontrol menjadi dua jenis yaitu sistem kontrol kalang tertutup
(closed loop control system) dan sistem kontrol kalang terbuka (open loop control
system). Secara umum sistem kontrol kemudi setir yang digunakan adalah kalang
tertutup yang sinyal keluarannya diumpankan kembali ke masukan (koreksi) sehingga
aksi pengontrolan selanjutnya dipengaruhi oleh nilai keluaran tersebut. Sistem kontrol
pengendali kalang terbuka yang digunakan yaitu tipe proportional control. Dalam
memanipulasi teknologi pada rancangan traktor otomatis akan tepat digunakan di
wilayah Inonesia apabila melakukan sistem borongan atau penggabungan antar
pertain karena harga traktor yang cukup mahal serta kawasan pertanian pada setip
orang memiliki lusan yang kurang tepat jika menggunakan traktor otomatis ini, yang
ada akan merugikan karena membutuhkan biaya bahan bakar yang cukup mahal.

28
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu merupakan salah satu
wilayah yang memiliki potensi pertanian yang menjanjikan apabila dikelola dengan
baik. Pertanian presisi dapat menjadi salah satu alternatif system dalam
pengembangan pertanian di Desa Tulungrejo karena memiliki sistematika yang efisien
dan dapat mendukung terciptanya pertanian berkelanjutan. Namun, dengan
karakteristik lahan dan social di Desa tersebut menyebabkan berbagai tantangan
terjadi dalam rangka penerapan pertanian presisi, seperti lahan yang terbatas,
kemampuan pembiayaan rendah, serta berbagai tantangan lainnya. Salah satu
system teknologi yang dapat menunjang pertanian presisi ialah GIS atau SIG.
Teknologi sistem informasi geografis (SIG) memungkinkan mendukung petani untuk
kegiatan budidaya pertanian, pembangunan ekonomi, penguatan kelembagaan
masyarakat perencana masyarakat, untuk melakukan penelitian dan menyusun
kegiatan-kegiatan yang akan memungkinkan keberlanjutan produksi pangan,
sandang dan energi untuk menjamin kelangsungan perikehidupan masyarakat. Selain
itu, dalam optimasi implementasinya, pada GIS juga dapat diintergrasikan dengan
berbagai teknologi pada presisi pertanian, seperti Sensor PIR dan LDR,
Internetworking, pembuatan kartu tani, dan lain sebagainya.

5.2 Saran
Adapun saran berdasarkan analisis studi kasus Desa Tulungrejo ialah bagi
pemerintah diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pertanian melalui peran
serta petani dengan bantuan berupa mentoring, pembiayaan, sosialisasi, dan
berbagai bantuan lainnya yang dapat meningkatkan kemampuan petani dalam
menerapkan pertanian presisi. Selain itu, diharapkan pula terdapat system yang
terstruktur sehingga petani dapat mudah menerima pembaruan teknologi.

29
DAFTAR PUSTAKA
Afnan, R., Wijayanto, Ak. K., Seminar, K. B. 2016. Mobile-Based Expert System For
Selecting Broiler Farm Location Using Postgis. J. Telkomnika. 14(1): 360-
367.
Anggarendra, C.S., Guritno,M.Kaneko., Dan Kawanishi .2016. Climate Change
Policed Nd Challenges In Indonesia.Pp.295-304
Aprisal. 2011. Prediksi Erosi dan Sedimentasi pada Berbagai Penggunaan Lahan di
Sub Das Masang Bagian Hulu di Kabupaten Agam. Jurnal Solum. 8(1): 11-18.
Arifin Bustanul, 2013. Aplikasi Sensor Passive Infrared (PIR) Untuk Pendeteksian
Makhluk Hidup di Dalam Ruangan. JurusanTeknikElektro, Fakultas Teknologi
Industri, Universitas Islam Sultan Agung Jl. Kaligawe Km.4 Semarang.
Barus, B., Dan Wiradisastra, U. S. 2000. Sistem Informasi Geografi Sarana
Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh Dan Kartografi.
Jurusan Tanah. Bogor. Fakultas Pertanian IPB.
Bowo. 2008. Aplikasi SIstem Informasi Geografis Untuk Analisis Kesesuaian Lahan
Pertanian di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta. MGI Vol. 22
No 2 September 2008. Fakultas Geografi UGM.
Buchori, I. 2010. Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Perencanaan
Tata Ruang. Buletin Tata Ruang: Ruang Untuk Ekonomi Masyarakat. Badan
Koordinasi Penataan Ruang Nasional. Jakarta Halaman: 20-25.
Dobermann., Fairhurst. 2000. The Development Of A Spatial Decision Support
System For Industrial Waste Water Monitoring (A Case Study: Upper Citarum
River Basin, West Java). Proceedings Geo-Marine Research Forum 2000.
Endarwati, M. A; K. S. Wicaksono; dan D. Suprayogo. 2017. Biodiversitas Vegetasi
dan Fungsi Ekosistem: Hubungan antara Kerapatan, Keragaman Vegetasi,
dan Infiltrasi Tanah pada Inceptisol Lereng Gunung Kawi, Malang. Jurnal
Tanah dan Sumberdaya Lahan. 4 (2): 577-588.
Fuady, Z; H. Satriawan; dan N. Mayani. 2014. Aliran Permukaan, Erosi dan Hara
Sedimen Akibat Tindakan Konservasi Tanah Vegetatif pada Kelapa Sawit.
Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi. 11 (2): 95-103.
Gunawan, B. 2011. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis untuk analisa Potensi
Sumber Daya Lahan Pertanian di Kabupaten Kudus. J. Sains dan Teknologi.
4(2): 122-132.
Heriyanto H., Solahudin M., Subrata IDM., Supriyanto., Liyantono., Noguchi R.,
Ahamed T. 2016. Water Supply Pumping Control System Using PWM Based
On Precision Agriculture Principles. International Agricultural Engineering
Journal (IAEJ) 25(2): 1–8.
Herniwati. 2012. Peranan Geographic Information System (GIS) dalam Perencanaan
Pengembangan Pertanian: Buletin Nomor 6 Tahun 2012. Sulawesi Selatan:
BPTP Sulsel.
Jaya, I N S, 2003. Prospek Pemanfaatan Citra Resolusi Tinggi dalam rangka
Identifikasi Jenis Pohon: Studi kasus menggunakan Citra CASI (Compact

30
Airborne Spectographic Imager) dan IKONOS di Kebun Raya Bogor. Bandung:
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) XII dan Kongres III Mapin.
Manalu, Lamhot. 2015. Aplikasi Kontrol Digital Untuk Pemupukan Secara Variable
Rate Pada Sistem Pertanian Presisi. Jakarta: Pusat Teknologi Agroindustri.
Ming Li, Kenji, I., Katsuhiro, W. Dan Shinya, Y. (2009). Review Of Research On
Agricultural Vehicle Autonomous Guidance. International Journal Of
Agricultural And Biological Engineering 2: 1-6.
o’Brien Dan Markas GM.2007. Manageement Information System: Managing
Information Technology In The E-Busniess Enterprises.10 Th Edition,Irwan
Inc.Boston.
Pitono, J. 2019. Pertanian Presisi dalam Budidaya Lada. J. Perspektif 18 (2): 91-103
Prasetyo, Sri Yulianto Joko. 2015. Sistem Peringatan Dini Serangan Hama Penyakit
Padi Di Jawa Tengah Menggunakan GI Dan GiS Statistic. Surakarta:
Universitas Kristen Satya Wacana.
Puntodewo.A, S. Dewi., J. Tarigan. 2003. Sistem Informasi Geografis untuk
Pengelolaan Sumberdaya.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2000. Sumberdaya Lahan Indonesia
dan Pengelolaannya. Bogor: Pusat Penelitian. Tanah dan Agroklimat.
Rahman, C.S. (2013). Rancang Bangun Sistem Kemudi Otomatis Traktor Pertanian
Berbasis Navigasi GPS. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Scarlet.2001. Integrated Control Of Agricultural Tractors And Implements: A Review
Of Potential Opportunities Relating To Cultivation And Crop Establishment
Machinery. Computers And Electronics In Agriculture 72: 167-191.
Sinartani.2019.Mengawinkan Kartu Tani Elektronik Dengan Ertanian Persisi Tabloid
Sinartani.Com. Https://Tabloidsinartani.Com/Detail/Indeks/Editorial/8320-
Mengawinkan-Kartu-Tani-Elektronik-Dengan-Pertanian-Persisi. Diakses
277Oktober 2020
Solahudin M. 2010. Pengembangan Metode Pengendalian Gulma Pada Pertanian
Presisi Berbasis Multi Agen Komputasional [Disertasi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB.267-275
Solahudin, Mohamad; K. B. Seminar; dan Supriyanto. 2013. Penerapan Teknologi
Informasi Pada Praktek Pertanian Presisi Berwawasan Lingkungan Di Brasil.
Prosiding Seminar Nasional Informatika Pertanian.
Stafford. 2000. Implemeting Precision Agriculture In 21 St Century. Jurnal
Agriculture.Eng.Vol 76(3):120-129
Subaryono, 2005, Pengantar Sistem Informasi Geografis. Jurusan Teknik. Geodesi,
FT UGM. Yogyakarta.
Sutisna, Subrata, I., Setiawan ,A,P.Ssistem Pengendali Kemudi Traktor Otomatis
Empat Roda Pada Pengujian Lintasan Lurus.Jurnal Agritech.Volum 35(1).10-
113

31
Tjahjana, B. E., N, Heryana., N. A, Wibowo. 2015. Penggunaan Sistem Informasi
Geografis (SIG) dalam Pengembangan Kebun Percobaan. J. Srinov. 3(2):
103-112.
Weidong, Z., & chun, w. (2015). Development of agriculture machinery aided
Guidance System Based On GPS and GIS. IEEE.
Whelan,B. , J.Taylor. 2013. Precision Agriculture For Grain Production Systems.
CSIRO Publishing
Wijayanto, Y. 2013. Kajian Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk
Pertanian Presisi. Jember. Fakultas Pertanian Universitas Jember.

32

Anda mungkin juga menyukai