Disusun oleh :
Dicky Oktavenda Putra 195040200111262
Elisa Cindy Nurfathika 195040200111270
Vidya Mayla Putri 195040201111112
Devina Purwanti 195040201111165
Indra Setiawan 195040207111183
KELAS F
Tuntutan global dan tantangan masa depan berupa pertambahan penduduk, alih
fungsi lahan dan perubahan iklim memaksa sektor pertanian harus beradaptasi dan harus
terus melakukan inovasi untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut. Pertambahan
penduduk yang tentu saja disertai peningkatan kebutuhan, namun tidak seimbang dengan
lahan pertanian yang justru semakin berkurang akibat alih fungsi atau pun degradasi lahan.
Oleh karena itu, sektor pertanian harus mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi,
namun juga harus efisien dan harus tetap mempertimbangkan aspek ekologi agar tidak terjadi
degradasi lahan yang akan berujung pada pengurangan lahan pertanian produktif atau
dengan kata lain, perlu penerapan penerapan konsep pertanian berlanjut. Konsep pertanian
berkelanjutan memiliki tiga dimensi penting yaitu lingkungan, sosial, dan ekonomi yang harus
dipertimbangkan secara keseluruhan sehingga berfokus hanya pada satu atau dua dimensi
secara terisolasi tidak akan memberikan hasil yang diinginkan (OECD, 2008). Adapun tujuan
dari pertanian berkelanjutan ini yaitu melindungi dan meningkatkan kualitas lingkungan alam,
seperti perubahan iklim, energi, kelangkaan air, keanekaragaman hayati dan geografi serta
degradasi tanah perlu ditangani dengan lebih presisi dan arif. Dimensi sosial mencakup hak-
hak petani dan kesehatan masyarakat, termasuk ketahanan dan keamanan pangan serta
kesejahteraan hewan dan tanaman. Dimensi ekonomi, pertanian berkelanjutan harus
produktif, efisien, dan kompetitif. Salah satu bentuk penerapan pertanian berlanjut adalah
pertanian presisi.
Pertanian presisi atau precision farming adalah sistem managemen pertanian yang
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan penggunaan sumberdaya baik melalui
peningkatan hasil atau berkurangnya input dan efek lingkungan yang merugikan dengan
memanfaatkan teknologi informasi (Balafoutis et al., 2017). Menurut Faroka et al (2013),
pertanian presisi adalah paradigma pertanian yang memberikan perlakuan presisi dalam
semua simpul simpul agribisnis. Selain itu Lubis (2010) menambahkan bahwa pertanian
presisi juga dikenal sebagai pengelolaan tanaman spesifik lokasi adalah manajemen berbasis
teknologi pertanian. Pertanian presisi menggunakan pendekatan dan teknologi yang
memungkinkan perlakukan presisi pada setiap proses pada rangkaian bisnis pertanian sesuai
kondisi (lokasi, waktu, produk, dan consumer) spesifik yang dihadapi (Heriyanto et al., 2016).
Pertanian presisi memiliki tujuan untuk mencocokkan aplikasi sumber daya yang ada dengan
kegiatan budidaya pertanian berdasarkan kondisi tanah, keperluan tanaman, serta
karakteristik spesifik lokasi di dalam lahan. Dengan diterapkan hal ini akan berpotensi
diperolehnya hasil pertanian yang maksimal. Teknologi digunakan untuk mengelola
sumberdaya secara efisien agar menghasilkan produksi pertanian yang lebih produktif dan
berkelanjutan dengan pendekatan presisi dan efisiensi sumberdaya. Teknologi yang
dimaksud disini adalah seperti GPS, GIS, penginderaan jarak jauh, sistem teknologi informasi
untuk meningkatkan efisiensi, produktifitas, dan keuntungan sistem produksi pertanian yang
ramah lingkungan.
Pertanian presisi menggunakan teknologi seperti Global Positioning System (GPS),
sensor tanaman, sensor tanah, sensor hama, satelit atau foto udara serta Sistem Informasi
Geografis (SIG) yang berfungsi untuk menilai dan memahami berbagai variabel yang ada di
lahan. Pendekatan pertanian presisi dengan menggunakan agroklimat dan data spasial (luas,
topografi lahan, dan kontur lahan serta jenis tanah) yang di lihat dari satelit atau GPS dapat
digunakan untuk perencanaan pembukaan dan pengolahan lahan yang paling tepat dari
aspek sumber daya (alat dan mesin, serta tenaga operator yang diperlukan), aspek waktu
(penjadwalan dan target penyelesaian), aspek ekonomi dan aspek lingkungan (skenario
ramah lingkungan). Penerapan teknologi sistem pendukung keputusan (SPK) berbasis
pengetahuan dapat digunakan untuk membantu pemilihan metode terbaik dalam pembukaan
dan pengolahan lahan yang lebih presisi.
Teknologi informasi geografis dengan basis data spasial dapat digunakan untuk
melihat kesesuaian lahan suatu tanaman dengan memperhitungkan kondisi tanah, iklim,
ketersediaan air, serta kontur tanah pada suatu wilayah tertentu. Dengan ini, pemilihan lahan
terbaik untuk suatu tanaman tertentu dapat ditetapkan secara presisi. Produksi pertanian
berbasis lahan tertutup menggunakan konstruksi bangunan yang dirancang secara spesifik
untuk budidaya tanaman yang disebut rumah tanaman (green-house) atau untuk budidaya
ayam. Dengan sistem tertutup ini, kondisi iklim mikro di dalam rumah produksi dapat
dikendalikan dan dimonitor dengan tujuan optimasi pertumbuhan tanaman atau ternak.
Namun, pemilihan lokasi perlu menerapkan pertanian presisi untuk melihat kesesuaiannya
agar tidak menimbulkan masalah sosial dan lingkungan. Pendekatan presisi pemberian air
yang tepat waktu dan tepat volume pada lahan tanaman hortikultura dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi spesifik lahan, kelembapan tanah, jenis tanah, dan periode tanam
(Heriyanto et al., 2016). Penyediaan dan penentuan tingkat ketersediaan air irigasi yang
presisi secara spasial juga merupakan bagian dari pertanian presisi di rantai hulu pertanian.
Sistem kendali pada rumah tanaman untuk produksi tanaman berbasis pertanian presisi telah
dikembangkan untuk pengendalian suhu, kelembapan, dan pemberian nutrisi yang sesuai
dengan kondisi kebutuhan tanaman yang optimal.
Pertanian presisi kadang dikenal dengan smart farming yang menggambarkan aplikasi
teknologi informasi komunikasi modern di bidang pertanian, platform dihubungkan dengan
perangkat tablet atau handphone dalam pengumpulan informasi status hara, kelembaban
udara, kondisi cuaca yang diperoleh dari perangkat yang ditanamkan pada lahan pertanian.
Dengan bantuan teknologi petani mendapatkan informasi yang tepat dan dapat mengambil
keputusan yang tepat dalam menjalankan usahataninya. Seperti, tepat dalam memilih
varietas, tepat menentukan waktu tanam, tepat dosis pupuk dan tindakan budidaya lainnya.
Salah satu teknologi yang digunakan dalam pertanian presisi adalah aplikasi GIS atau
GeographicalInformation System, dan jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, disebut
sebagai SIG atau Sistem Informasi Geografi.
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem informasi spasial yang digunakan
untuk memproses data yang bergeoreferensi dan sekolah yang ada didaerah kabupaten
Rokan Hilir. SIG berbasis web memungkinkan akan membantu memcahkan masalah
tersebut, dengan begitu kita dapat melihat peta lokasi dimana sekolah yang berhak menerima
dana Bantuan Operasional Sekolah dan telah mendapatkan dana Bantuan Operasional
Sekolah. Sistem Informasi Geografis merupakan sebuah sebuah sistem yang terdiri dari
softwaredan hardware, data dan pengguna serta institusi untuk menyimpan data yang
berhubungan dengan semua fenomena yang ada dimuka bumi. Data-data yang berupa detail
fakta, kondisi dan informasi disimpan dalam suatu basis data dan akan digunakan untuk
berbagai macam keperluan seperti analisis, manipulasi, penyajian dan sebagainya. Menurut
Murai dalam Prayitno (2000), GIS (Geographical Information System) merupakan sistem
informasi yg digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah,
menganalisis, dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospasial, untuk
mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan
lahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota,dan pelayanan umum
lainnya. GIS sebagai suatu kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer,
perangkat lunak, data geografi, dan personil yang dirancang secara efisien untuk
memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan
semua bentuk informasi yang ber-referensi geografi. Sumber data untuk keperluan GIS dapat
berasal dari data citra, data lapangan, survey kelautan, peta, sosial ekonomi, dan GPS.
Selanjutnya diolah di laboratorium atau studio GIS dengan software tertentu sesuai dengan
kebutuhannya untuk menghasilkan produk berupa informasi yang berguna, bisa berupa peta
konvensional, maupun peta digital sesuai keperluan user, maka harus ada input kebutuhan
yang diinginkan.
Data yang didapatkan melalui SIG selanjutnya dapat digunakan dalam pengambilan
keputusan dalam setiap rangkaian kegiatan pertanian agar kegiatan yang dilakukan memiliki
acuan, sehingga segala sesuatunya dapat lebih tepat dan efisien tanpa meengurangi hasil
atau produktivitas. Maka dari itu penerapan pertanian presisi dinilai memberikan pengaruh
yang baik bagi keberlanjutan pertanian dan menjadi solusi yang menjanjikan untuk
menghadapi permasalahan dan tantangan pertanian saat ini dan kedepannya.
BAB II
KARAKTERISTIK DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRESISI ERTANIAN UNTUK
MENDUKUNG PERTANIAN BERLANJUT
Pertanian presisi atau Precision Farming (PF) adalah teknologi dan informasi
mengenai sistem pengelolaan pertanian untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan mengelola
informasi keragaman spasia dan temporal di dalam lahan untuk memperoleh keuntungan
yang optimum, berkelanjutan dan menjaga lingkungan agar tidak rusak. Tujuan dari pertanian
presisi ialah untuk mencocokkan beberapa sumber daya dan kegiatan pertanian dengan
kondisi tanah serta keperluan tanaman berdasarkan karakteristik spesifik lokasi di dalam
lahan (McBratney and Whelan, 1995). Penerapan pertanian presisi dalam membudidayakan
tanaman dapat berpotensi menghasilkan hasil atau produksi yang lebih besar dengan
penggunaan input yang sama seperti pupuk, kapur, herbisida, insektsida, bibit, atau hasil yang
sama dengan dengan pengurangan input. Jadi, pertanian presisi merupakan revolusi dalam
pengelolaan suumber daya alam berbasis teknologi informasi.
2.1 Letak Wilayah
Ranu Pani merupakan sebuat desa yang terletak di Kecamatan Senduro, Kabupaten
Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Secara geografis terletak antara 08° 00' 20.4583" LS dan
112° 55' 51.6481" BT. Pada Desa Ranu Pani terdapat tiga danau yang dijadikan sebagai objek
wisata yaitu Danau Ranu Pani, Danau Ranu Regulo dan Danau Ranu Kumbolo. Desa Ranu
Pani memiliki ketinggian mencapai 2150 mdpl yang diketahui melalui apllikasi Altimeter, dan
Desa Ranu Pani merupakan daerah dingin serta selalu berkabut yang mana desa tersebut
memiliki suhu berkisar -4°C sampai dengan 26°C. Luas Desa Ranu Pani mencapai 3.578 ha
yang terdiri atas, lahan milik seluas 318,4 ha dan 3260.3 ha termasuk kawasan hutan negara
(state property) dengan fungsi konservasi. Penggunaan lahan penduduk didominasi tanah
pertanian lahan kering seluas 203,9 ha, pemukiman 65,66 ha dan sisianya prasarana umum
(Anggiana et al., 2014).
Wilayah Desa Ranu Pani menjadi kawasan konservasi sejak pendeklarasian Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) pada tahun 1982, dan mainstream rezim
konservasi menyebutnya sebagai “desa kantung” (enclave). Desa Ranu Pani pada saat ini
berada pada wilayah kerja Resort Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Ranu Pani, Seksi
Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah 3, dan Balai Besar TNBTS. Selain itu, wilayah
desa Ranu Pani berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Malang. Terdapat
pembagian batas-batas Desa Ranu Pani ialah sebagai berikut.
1. Sebelah Utara = Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo
2. Sebelah Selatan = Desa Kandang Tepus, Kecamatan Senduro
3. Sebelah Barat = Desa Burno, Kecamatan Senduro
4. Sebalah Timur = Desa Argosari Kecamatan Senduro
Gambar 1. Wilayah Desa Ranu Pani
2.2 Demogafi Desa Ranu Pani
Jumlah penduduk yang ada di Desa Ranu Pani pada tahun 2014 mencapai 1387 jiwa
terdiri atas, 641 jiwa penduduk laki-laki dan 746 jiwa penduduk perempuan dan terhimpun
dalam 395 kartu keluarga. Penduduk Desa Ranu Pani didominasi angkatan kerja (usia
produktif 15-64 tahun) yaitu, 997 jiwa (72%), dan sisanya bukan angkatan kerja (0-14 tahun)
337 jiwa (24%) serta (>64 tahun) sebanyak 53 jiwa (4%). Tingkat pendidikan (formal)
penduduk Desa Ranu Pani terlihat pada tabel 1.
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa)
1 Tidak tamat SD 867
2 SD-sederajat 300
3 SMP-sederajat 190
4 SMA-sederajat 25
5 Perguruan Tinggi 5
Total 1387
Berdasarkan temuan lapang, terdapat sebagian buruh tani yang masih memiliki lahan
pertanian sempit (<0,25 ha). Aktivitas kerja upahan sebagai buruh tani dilakukan setelah
selesai proses pengerjaan pada lahan milik pribadi. Sedangkan penduduk dengan kegiatan
utama ekonominya berasal dari perdagangan seperti warung, pertokoan, menyewakan
penginapan bagi wisatawan atau pendaki, serta menyewakan alat-alat pendakian
dikategorikan ke sektor wiraswasta atau jasa.
2.3 Kondisi Pertanian Desa Ranu Pani
Pola pertanian di lahan miring pada umumnya tidak lagi menggunakan sistem
“terasering” dengan alasan untuk memaksimalkan kuantitas hasil produksi. Pola yang dipakai
dengan tanpa adanya “terasering” ini mengakibatkan tingkat erosi yang lebih tinggi sehingga
menjadikan daerah pegunungan di Desa Ranu Pani rawan longsor. Selain itu, adanya erosi
tanah di sekitar Danau Ranu Pani akan menyebabkan sedimentasi dan pendangkalan danau.
Kondisi tanah di Desa Ranu Pani sama seperti halnya kondisi tanah pada daerah Suku
Tengger lainya yang berada di kawasan Kabupaten Probolingo, Pasuruan dan Lumajang,
yaitu berupa campuran tanah liat dan padas. Tanah yang terdapat di Desa Ranu Pani
merupakan jenis tanah Litosol dan tanah Regosol, yaitu tanah yang berasal dari abu Vulkanis
Gunung Bromo yang memiliki sifat gembur seperti pasir. Namun demikian jenis tanah tersebut
memiliki tingkat kesuburan yang tinggi sehingga cocok untuk usaha tani (Agustapraja, 2017).
Vegetasi yang ada di hutan hujan tropis yang berada di Danau Ranu Regulo banyak
terlihat tingkat pohon-pohon yang mendominasi hutan tersebut yakni seperti Acer laurinum
Hassk, Acmena acuminatissima (Blume) Merr. L.M. Perry dan Lithocarpus sundaicus (Blume)
Rehder. Ditinjau dari tingkat tiang yakni terdiri dari Cyathea sp., Acer laurinium Hassk dan
Ficus sp. Sedangkan, tumbuhan bawah yang mendominasi hutan tersebut terlihat terdapat
beberapa tumbuhan sseperti Poaceae, Euppatorium odoratum L. dan Elatostomata sp. Selain
itu, dapat dijumpai bahwa terjadi penebangan lliar pada jenis kayu cemara gunung (Casuarina
junghuniana Miq) dan akasia gunung (Acacia decurens Willd). Tidak hanya itu, juga
ditemukan vegetasi endelweis (Anaphalis sp.) dan tanaman Eupaotium odoratum L yang
telah mulai menginvasi. Sekitar ddanau Ranu Regulo menurut Hariyati dan Hakim (2012)
terdapat empat tipe ekosistem yang relatif lebih baik dikarenakan akses Danau Ranu Regulo
yang sedikit lebih jauh dari pemukiman dan danau ini menerima sedimen terlarut sebesar
465,61 ton/ha/tahun.
Tujuan dalam penggunaan GIS dapat dimanfaatkan diberbagai bidang. Pada bidang
pendidikan, GIS dinilai lebih efektif, karena digunakan sebagai metode utama dalam usaha
meningkatkan pemahaman dan pembelajaran mengenai konsep suatu lokasi, ruang,
kependudukan dan informasi geografis lainnya. Pada bidang penelitian, GIS memberikan
gambaran secara akurat dan komplit terhadap suatu permasalahan yang terkait data spasial
permukaan bumi. Selain itu, penggunaan GIS juga memiliki kelebihan dalam memperlihatkan
suatu data spasial, sehingga dapat mempermudah dalam memodifikasi bentuk, warna dan
ukuran symbol yang diperlukan untuk menggambarkan komponen-komponen permukaan
bumi (Harseo, et al., 2007). Penggunaan GIS juga dapat memperjelas, mempresentasikan
atau menginterpretasikan data yang dihasilkan oleh GIS. GIS dalam memperjelas atau
mempresentasikan atau menginterpretasikan data, data spasial ataupun data atribut. Dalam
menginterpretasikan data spasial ataupun data atribut pada suatu lahan atau daerah perlu
menggunakan data administrasi, data tanah, data geologi, data penggunaan lahan, data
kemiringan lereng dan data aliran sungai (DAS) melalui peta digital dengan sistem Geographic
Information System (GIS) yang menggunakan perangkat software. Tujuan kegunaan GIS salah
satunya adalah memprediksi atau mengetahui kegunaan lahan yang sesuai pada suatu lahan,
hal ini tentunya perlu diterapkan dalam membuka lahan baru pertanian. Dengan mengetahui
kemampuan suatu lahan, nantinya manager lahan memahami tanaman apa yang cocok
diterapkan pada lahannya, sehingga tidak menimbulkan kerusakan suatu lahan dan
menjadikan pertanian berlanjut dan berdasarkan konsep jasa lingkungan.
3.2 Jenis Data Pada GIS
Jenis data di dalam Geographic Information System (GIS) yaitu data spasial (keruangan) dan
data non spasial (atribut). Data spasial merupakan data mengenai tata ruang yang
menyangkut titik koordinat. Data spasial terbagi menjadi 2 representasi yaitu, representasi data
raster dan data vektor. Model data raster merupakan model data berupa gambar, sedangkan
data raster akan disimpan dalam bentuk grid yang mana setiap grid-nya mewakili data tertentu.
Model data vektor merupakan data vektor merupakan model data yang didefinisikan dalam
suatu bentuk garis, polygon, titik atau lainnya.
Terdapat kelebihan dan kekurangan pada data spasial. Dalam penggunaan data harus
memilih diantara keduanya tergantung pada jenis data dan tujuan dalam penelitian atau
pengamatan. Menurut Mustakin, et al., (2016), adapun layer dalam menyimpan dan mengelola
data spasial yang digunakan dalam GIS yang meliputi:
a. Point/titik
Tipe ini digunakan untuk mengelola data titik dan symbol sebagai mewakili data pada posisi
tersebut yang berisi tentang informasi titik-titik posisi. Misalnya dalam melambangkan posisi
suatu daerah.
b. Line/garis
Tipe ini digunakan untuk mengelola data yang berbentuk garis yang merupakan gabungan dari
2 titik atau lebih, seperti kenampakan jalan, sungai, dll
c. Boundary/Polygon
Tipe ini menggunakan dalam mengelola data yang berbentuk luasan atau area. Misalnya,
menggambarkan suatu lahan atau sawah.
d. Image/gambar tipe ini digunakan untuk memberikan informasi yang memiliki karakteristik
presentasi grafis, misalnya berupa skala, legenda dan penamaan suatu objek.
Gambar 5. Pelayeran Pada Data Spasial (Sumber: Mustakin, et al., 2016)
Menurut Rosita (2007), layer yang dibutuhkan untuk pertanian berlanjut dengan sistem
informasi geografis (SIG) sebagai abahn untuk menciptakan informasi yaitu data spasial dan
data atribut. Data spasial yang terbentuk dalam pertanian yaitu:
1. Layer masing-masing komoditi (hortikultura)
2. Layer Pusat Informasi Pasar
3. Layer pasokan pupuk
4. layer alat pertanian
5. Layer cuaca
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem yang terintegrasi pada tingkat
fungsional dan jaringan. SIG dapat didefinisikan suatu metode analisis secara spasial
(keruangan)
yang mampu menggabungkan beberapa data dan informasi dari beberapa data skala yang
diperlukan dalam bentuk layer yang tumpang tindih/ overlay. Hasil tumpang tindih nantinya
menghasilkan data baru dalam bentuk peta tematik. Apabila dapat terwujud akan bermanfaat
bagi pemerintah dalam membuat rencana pengelolaan tata ruang serta infromasi dari peta
yang dihasilkan dapat disalurkan atau disebarluaskan terhadap masyarakat sebagai infomasi
dasar dalam membuka lahan pertanian yang baru dan menekan terjadinya bencana alam pada
lahan tersebut. Perangkat dari SIG terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak
(software) serta data informasi geografi dan manajemen. SIG bermanfaat untuk berbagai
kalangan dengan tujuan untuk memaparkan kejadian, merencanakan strategi dan
memprediksi yang akan terjadi nantinya. SIG digunakan sebagai memantau terkait apa yang
terjadi dan pengambilan keputusan dengan memetakan apa saja yang ada pada suatu area
dan diluar area (Gunawan, 2011).
Terdapat beberapa pendapat dalam menggunakan SIG yaitu, SIG menggunakan data
spasial maupun atribut secara terintegrasi. Sumber data spasial antara lain, pertama peta
analog berupa peta topografi, peta tanah, dll. Peta analog dibuat dengan teknik kartografi yang
memiliki referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata angin. Hal ini diperjelas oleh
gambar dibawah ini:
Gambar 8. Contoh Penggunaan Peta Analog SIG
(Sumber: Tjahjana et al., 2015)
SIG digunakan sebagai alat bantu interaktif yang menarik dalam usaha meningkatkan
pemahaman mengenai konsep lokasi, ruang dan unsur-unsur geografi dipermukaan bumi
serta SIG dapat membantu pekerjaan yang berhubungan dengan bidang spasial dan
geoinformatika.
Pemanfaatan SIG tidak hanya digunakan dipertanian saja namun bidang lainnya
seperti ilmu lingkungan, ilmu ekonomi, ilmu kelautan juga memerlukan SIG. Teknologi GIS
akan selalu berkembang SIG citra satelit mampu menyediakan data dengan cakupan yang
luas, cepat dan tepat waktu. Penelitian Jaya (2003) menjelaskan bahwa perencanaan spasial
dapat dilakuakn lebih mudah dan cepat dengan menggunakan citra foto atau foto udara serta
citra non-foto. Pada bidang pertanian, citra satelit digunakan untuk merencanakan pengaturan
pola tanam dan menganalisis produksi tanaman. Dengan adanya bantuan dari citra satelit ini
dapat membantu untuk menentukan kesesuaian lahan untuk mengembangkan komoditas
tertentu sesuai dengan kelas kemampuan dan kesesuaian lahan. Citra satelit juga dapat
mengetahui gejala atau kenampakan yang berada di permukaaan bumi dan dapat
menggambarkan objek yang sulit dijangkau oleh pengamatan secara langsung melalui
interpretasi citra.
Berbagai keuntungan dari sistem informasi geografis (GIS), salah satunya untuk
mendeteksi dan sebagai inventarisasi sumberdaya lahan pertanian adalah setiap scene, citra
yang di tunjukkan mencakup wilayah yang sangat luas, sehingga dapat dilakukan pengamatan
di daerah yang sangat luas sekaligus beserta dengan keadaan lahan yang mencakup
kelerengan atau topografi, pertumbuhan tanaman atau vegetasi dan fenomena alam yang
telah terekam dan memberikan manfaat untuk diamati, dipelajari terkait pengaruh iklim,
vegetasi, litologi dan topografi terhadap penyebaran seumberdaya lahan dan lahan pertanian
(Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000).
3.4 Sistem Informasi Geografis (SIG) Pada Sektor Pertanian
Penyebaran informasi lahan pertanian yang belum maksimal secara tidak langsung
akan memperlambat pengembangan pertanian, sehingga diperlukan suatu sistem yang
mampu memberikan informasi terkait pemetaan lahan yang dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat atau intansi lainnya. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem
yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
Kemampuan sumberdaya manusia dalam merumuskan persoalan di lapangan dan
menganalisa hasil akhir sangat penting, karena nantinya hasil Analisa tersebut untuk
keberhasilan penggunaan SIG. Jenis data spasial, SIG memberikan informasi dengan
menggunakan peta sebagai antar muka. Kegunaan SIG saat ini untuk merencanakan,
melaksanakan dan mengendalikan yang berhubungan dengan wilayah geografis. Menurut
Rahmawati, et al., (2013), pengaplikasian SIG digunakan dalam mengambil keputusam suatu
perencanaan spasial. Para pengambil keputusan mendapat kemudahan dalam menganlisa
data dengan menggunakan GIS.
Gambar 10. Komponen Sistem Informasi Geografis (SIG) (Sumber: Tjahjana et al., 2015)
SIG dapat diartikan sebagai suatu sistem komputer yang dapat digunakan dalam mengelola
data keruangan, baik berupa gambar, peta ataupun tabel. SIG juga dikenal memiliki
kemampuan terkait pengelolaan basis data, analisis keruangan dan interpretasi hasil-hasil
analisis keruangan. Sistem SIG membagi analisis peta dan tabel dapat dilakukan dengan
cepat, mudah dan akurat. Menurut Buchori (2010), SIG mengintegrasikan kedua data (analisis
peta dan tabel) data tersebut sehingga mampu mempermudahkan dalam mengambil tindakan
atau pelaku dalam pembangunan untuk mengambil keputusan secara spasial. Dalam
pengelolaan memerlukan perekaman basis data. Perekaman basis sata ini memerlukan data
sekunder, peta dasar atau citra satelit, sedangkan untuk peralatan yang dibutuhkan yaitu
peralatan survey lapangan. Peralatan survey lapangan berfungsi untuk mengambil sampel
tanah, kemudian alat untuk analisis laboratorium, komponen komputer yang berfungsi untuk
mengelola data SIG dan data statistik dan alat pengukutan untuk uji lapangan.
Menurut Tjahjana et al., (2015) dalam mengelola dan mengembangkan lahan berbasis SIG
melalui berbagai tahapan yaitu:
1. Menyediakan peta dasar dan peta sekunder
• Dalam tahapan ini menyediakan data dan mempelajari beberapa peta dasar dan peta
sekunder sebagai pendukung kegiatan penelitian
• Menyediakan peta dasar yang meliputi, peta administrasi, peta rupa bumi dan peta
geologi
• Menyediakan data sekunder yang meliputi, kabupaten/kecamatan yang dituju dan data
iklim wilayah penelitian
2. Tumpangsusun (Overlay) dan digitasi peta
• Melakukan persiapan peta citra satelit
• Melakukan tumpangsusun (overlay) pada peta tersebut
• Melakukan digitasi dan interpretasi peta untuk menghasilkan peta operasional sebagai
petunjuk dalam melakukan survei lapangan
3. Survei Lapangan dan Pengambilan Contoh Tanah
• Menyiapkan alat pengukuran uji lapangan, seperti: GPS, meteran, sekop, plastik,
sampel, spidol, label,dll.
• Menganalisis deskripsi profil tanah pada lokasi satuan petak tanah terpilih
• Menganalisis deskripsi lanskap, seperti penggunaan lahan, vegetasi dan kerusakan
lahan serta data yang berkaitan dengan lanskap
• Mengambil sampel tanah
4. Tabulasi Data
• Melakukan tabulasi data deskripsi profil tanah tan lanskap
• Melakukan wawancara sebagai tabulasi data
5. Analisis Laboratorium
• Menentukan tekstur dengan metode pipet
• Menganalisa Kapasitas Tukar Kation
• Menentukan kejenuhan basa (%) dengan NaCl 10%
• Pengukuran pH H2O menggunakan alat pH meter
• Pengukuran C-organik (%) dengan metode kurmies
• Menentukan Salinitas
• Menghitung Alkalinitas
6. Analisa Data
Dalam melakukan Analisa data dimana peneliti menganalisa data yang telah didapatkan,
melakukan analisis data statistic dan data pada SIG.
7. Analisis Evaluasi
Analisis evaluasi perlu dilakukan dalam pengelolaan dan pengembangan lahan. Analisis
evaluasi dengan menganalisa kesesuaian lahan berdasarkan kriteria kesesuaian tanah dan
iklim tanaman pertanian dan pendoman teknis evaluasi lahan untuk komoditas pertanian.
8. Evaluasi Tindak Lanjut
Pada tahapan ini perlu dilakukan, karena evaluasi tindak lanjut dilakukan dengan
mempertimbangkan hasil dari klasifikasi kemampuan lahan dan evaluasi kesesuaian lahan.
1. Sistem Informasi Manajemen Data Sumberdaya Lahan (SIMADAS)
SIMADAS atau Sistem Informasi Manajemen Data Sumberdaya Lahan
dikembangkan oleh BBSDL sejak tahun 2014. Aplikasi dibuat untuk menyimpan dan
mengelola data hasil pengamatan site dan morfologi tanah serta hasil analisis contoh
tanah. Pada aplikasi ini data dibedakan menjadi dua yaitu data horizon tanah dan data
hasil analisis kimia tanah. data horizon menyimpan informasi umum berupa
kemiringan lereng, penggunaan lahan, landform, drainase tanah. data horizon
mencakup kedalaman lapisan tanah, warna tanah, tekstur dan lain-lain. SIMADAS ini
sudah terintegrasi dengan Microsoft Acces. Aplikasi ini dimanfaatkan untuk
menyimpan dan mengelola data pengamatan oleh surveyor tanah dan peneliti tanah.
Gambar 15. Sebaran titik pengamatan tanah (Sumber: Sulaeman et al., 2015)
BAB IV
REKOMENDASI TEKNOLOGI UNTUK PERTANIAN PRESISI
Pertanian presisi berkaitan dengan pemanfaatan teknologi untuk mengoptimalkan
sumberdaya yang ada dan memperoleh hasil makasimal. Pelaksanaan pertanian presisi
memiliki beberapa persyaratan, yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi setiap lokasi
lapangan, kemampuan untuk menangkap, menafsirkan dan menganalisis data agronomi pada
skala dan frekuensi yang tepat, serta kemampuan untuk menyesuaikan penggunaan input
dan praktik pertanian dalam memaksimalkan manfaat dari setiap lokasi lapangan.
Pemenuhan persyaratan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi seperti
GPS, GIS, VRT, penginderaan jauh, sensor, pengambilan sampel jaringan, monitor, dan
irigasi presisi. GPS dikembangkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat yang mana
dapat memberikan akurasi geospasial untuk praktik pertanian dan memungkinkan petani
untuk mengidentifikasi karakteristik masing-masing lokasi lapangan. GIS digunakan untuk
mengelola dan menganalisis data spasial yang berkaitan dengan produktivitas tanaman dan
faktor agronomi serta jenis faktor lain yang diinginkan, seperti interaksi antara hasil,
kesuburan, hama, dan gulma sehingga dapat dihasilkan peta yang menunjukkan tingkat
aplikasi pestisida atau pupuk yang direkomendasikan.
Teknologi pertanian presisi juga dapat diterapkan untuk menangani masalah di Desa
Ranu Pani. Tahap pertama yang biasa dilakukan yaitu monitoring atau pemantauan hasil.
Pengelolaan dan pengembangan tanaman presisi dimulai dengan penggabungan data hasil
tanaman, data tanah, dan data lingkungan (Prabawa et al., 2009). Penentuan titik-titik
sampelnya dapat dilakukan dengan GPS. Monitoring juga dapat dilakukan pada keadaan
tanah seperti kelengasan tanah, dan kondisi lingkungan pertanian presisi. Monitoring seperti
pada Saydi (2021) dapat menggunakan sensor lengas tanah dan curah hujan yang disusun
sedemikian rupa kemudian ditempatkan pada lahan dan data dapat terekam serta terlihat di
platform Internet of Thing (IoT) (thingspeak.com).
Gambar 16. Sensor lengas tanah dan sensor curah hujan Sumber: Saydi (2021)
Gambar di atas merupakan gambar alat yang digunakan untuk mengetahui keadaan
lengas tanah dan curah hujan. Alat sensor lengas tanah di atas nantinya akan dipasang atau
ditancapkan ke tanah. Kemudian, sensor lengas tanah tersebut disambungkan ke media
papan alat. Data lengas tanah tersebut akan terekam di platform IoT. Sensor curah hujan
berfungsi untuk mengetahui besarnya tingkat curah hujan yang ada di suatu lahan. Hasilnya
juga akan terlihat di platform IoT.
Gambar 17. Alat monitoring dan penempatannya di lahan Sumber: Saydi (2021)
Alat monitoring berbentuk weather station dengan dua sensor, yaitu lengas tanah dan
curah hujan. alat tersebut kemudian dipasangkan di lahan. Data lengas tanah dan curah hujan
dapat dilihat di platform IoT-nya dengan cara didownload atau dapat dilihat melalui kartu SD
yang terpasang secara manual. Data yang dikirimkan ke IoT menggunakan jaringan internet
melalui modem yang terpasang pada alat monitoring. Pengambilan data telah diatur selama
satu menit, sedangkan untuk pengiriman data diatur sekali sepuluh menit.
Gambar 18. Tampilan Data Curah Hujan dan Kadar Air Tanah pada Platform
thingspeak.com Sumber: Saydi (2021)
Selain monitoring kelengasan tanah dan curah hujan, dapat juga memonitor keadaan
lain dengan sensor yang lain. Sensor yang dapat digunakan yaitu terkait dengan kondisi
tanah, lingkungan sekitar, kondisi tanaman, dan kualitas tanaman dari hasil produksi. Sensor
tanah dan lingkungan berupa sensor yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat ditambah
dengan sensor radiasi cahaya matahari, CO2, dll. Kondisi tanaman yang dapat diamati melalui
sensor yaitu diantaranya perkembangan buah, pertumbuhan tanaman, dan lainnya. Berikut
ini merupakan beberapa contoh gambar sensor.