Anda di halaman 1dari 32

PERTANIAN BERLAJNUT M5

“MENSINTESIS KEBUTUHAN GIS UNTUK PENERAPAN PRESISI


PERTANIAN DALAM SISTEM PERTANIAN BERLANJUT”

Disusun oleh :
Dicky Oktavenda Putra 195040200111262
Elisa Cindy Nurfathika 195040200111270
Vidya Mayla Putri 195040201111112
Devina Purwanti 195040201111165
Indra Setiawan 195040207111183

KELAS F

Dosen Pengampu : Aditya Nugraha Putra, SP.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 2


DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. 4
BAB I LATAR BELAKANG .................................................................................................. 5
BAB II KARAKTERISTIK DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRESISI ERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG PERTANIAN BERLANJUT ............................................................. 8
2.1 Letak Wilayah .............................................................................................................. 8
2.2 Demogafi Desa Ranu Pani .......................................................................................... 9
2.3 Kondisi Pertanian Desa Ranu Pani ............................................................................ 10
BAB III REKOMENDASI PENERAPAN DAN PEMANFAATAN GIS UNTUK MENDUKUNG
IMPLEMENTASI PERTANAIAN BERLANJUT .................................................................. 13
BAB IV REKOMENDASI TEKNOLOGI UNTUK PERTANIAN PRESISI ............................ 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 30
5.1 Kesimpulan................................................................................................................ 30
5.2 Saran......................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 31
DAFTAR TABEL
Tabel 1.Tingkat Pendidikan Masyarakat Ranu Pani .............................................................. 9
Tabel 2. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Ranu Pani ........................................ 10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Wilayah Desa Ranu Pani..................................................................................... 9
Gambar 2. Presisi Pertanian Desa Ranu Pani..................................................................... 10
Gambar 3. Danau Ranu Pani .............................................................................................. 12
Gambar 4. Danau Ranu Regulo .......................................................................................... 12
Gambar 5. Pelayeran Pada Data Spasial (Sumber: Mustakin, et al., 2016) ......................... 15
Gambar 6. Gambaran data spasial Pertanian (Sumber: Rosita, 2007) ................................ 15
Gambar 7. Perbandingan Penggunaan Lahan dalam RTRW Dan Hasil Simulasi Tahun 2030
(Sumber: Putri, 2020) .......................................................................................................... 16
Gambar 8. Contoh Penggunaan Peta Analog SIG (Sumber: Tjahjana et al., 2015) ............. 17
Gambar 9. Skema Pemanfaatan GIS Dalam Perencanaan Tata Guna Lahan (Sumber:
Herniwati, 2012) .................................................................................................................. 18
Gambar 10. Komponen Sistem Informasi Geografis (SIG) (Sumber: Tjahjana et al., 2015) 19
Gambar 11. Tampilan Utama SIMADAS (Sumber: Sulaeman et al., 2015) ......................... 22
Gambar 12. Tampilan sistem penelusuran data berbasis web (Sumber: Sulaeman et al., 2015)
........................................................................................................................................... 23
Gambar 13. Tampilan layar SPKL (Sumber: Sulaeman et al., 2015) ................................... 24
Gambar 14. Tampilan menu Basisdata KL (Sumber: Sulaeman et al., 2015) ...................... 24
Gambar 15. Sebaran titik pengamatan tanah (Sumber: Sulaeman et al., 2015) .................. 25
Gambar 16. Sensor lengas tanah dan sensor curah hujan Sumber: Saydi (2021) .............. 26
Gambar 17. Alat monitoring dan penempatannya di lahan Sumber: Saydi (2021) ............... 27
Gambar 18. Tampilan Data Curah Hujan dan Kadar Air Tanah pada Platform thingspeak.com
Sumber: Saydi (2021) ......................................................................................................... 27
Gambar 19. (a)Sensor kelembaban tanah; (b)Sensor suhu; (c)Sensor pH tanah ................ 27
Gambar 20. Drone Jenis DJI ............................................................................................... 28
BAB I
LATAR BELAKANG

Tuntutan global dan tantangan masa depan berupa pertambahan penduduk, alih
fungsi lahan dan perubahan iklim memaksa sektor pertanian harus beradaptasi dan harus
terus melakukan inovasi untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut. Pertambahan
penduduk yang tentu saja disertai peningkatan kebutuhan, namun tidak seimbang dengan
lahan pertanian yang justru semakin berkurang akibat alih fungsi atau pun degradasi lahan.
Oleh karena itu, sektor pertanian harus mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi,
namun juga harus efisien dan harus tetap mempertimbangkan aspek ekologi agar tidak terjadi
degradasi lahan yang akan berujung pada pengurangan lahan pertanian produktif atau
dengan kata lain, perlu penerapan penerapan konsep pertanian berlanjut. Konsep pertanian
berkelanjutan memiliki tiga dimensi penting yaitu lingkungan, sosial, dan ekonomi yang harus
dipertimbangkan secara keseluruhan sehingga berfokus hanya pada satu atau dua dimensi
secara terisolasi tidak akan memberikan hasil yang diinginkan (OECD, 2008). Adapun tujuan
dari pertanian berkelanjutan ini yaitu melindungi dan meningkatkan kualitas lingkungan alam,
seperti perubahan iklim, energi, kelangkaan air, keanekaragaman hayati dan geografi serta
degradasi tanah perlu ditangani dengan lebih presisi dan arif. Dimensi sosial mencakup hak-
hak petani dan kesehatan masyarakat, termasuk ketahanan dan keamanan pangan serta
kesejahteraan hewan dan tanaman. Dimensi ekonomi, pertanian berkelanjutan harus
produktif, efisien, dan kompetitif. Salah satu bentuk penerapan pertanian berlanjut adalah
pertanian presisi.
Pertanian presisi atau precision farming adalah sistem managemen pertanian yang
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan penggunaan sumberdaya baik melalui
peningkatan hasil atau berkurangnya input dan efek lingkungan yang merugikan dengan
memanfaatkan teknologi informasi (Balafoutis et al., 2017). Menurut Faroka et al (2013),
pertanian presisi adalah paradigma pertanian yang memberikan perlakuan presisi dalam
semua simpul simpul agribisnis. Selain itu Lubis (2010) menambahkan bahwa pertanian
presisi juga dikenal sebagai pengelolaan tanaman spesifik lokasi adalah manajemen berbasis
teknologi pertanian. Pertanian presisi menggunakan pendekatan dan teknologi yang
memungkinkan perlakukan presisi pada setiap proses pada rangkaian bisnis pertanian sesuai
kondisi (lokasi, waktu, produk, dan consumer) spesifik yang dihadapi (Heriyanto et al., 2016).
Pertanian presisi memiliki tujuan untuk mencocokkan aplikasi sumber daya yang ada dengan
kegiatan budidaya pertanian berdasarkan kondisi tanah, keperluan tanaman, serta
karakteristik spesifik lokasi di dalam lahan. Dengan diterapkan hal ini akan berpotensi
diperolehnya hasil pertanian yang maksimal. Teknologi digunakan untuk mengelola
sumberdaya secara efisien agar menghasilkan produksi pertanian yang lebih produktif dan
berkelanjutan dengan pendekatan presisi dan efisiensi sumberdaya. Teknologi yang
dimaksud disini adalah seperti GPS, GIS, penginderaan jarak jauh, sistem teknologi informasi
untuk meningkatkan efisiensi, produktifitas, dan keuntungan sistem produksi pertanian yang
ramah lingkungan.
Pertanian presisi menggunakan teknologi seperti Global Positioning System (GPS),
sensor tanaman, sensor tanah, sensor hama, satelit atau foto udara serta Sistem Informasi
Geografis (SIG) yang berfungsi untuk menilai dan memahami berbagai variabel yang ada di
lahan. Pendekatan pertanian presisi dengan menggunakan agroklimat dan data spasial (luas,
topografi lahan, dan kontur lahan serta jenis tanah) yang di lihat dari satelit atau GPS dapat
digunakan untuk perencanaan pembukaan dan pengolahan lahan yang paling tepat dari
aspek sumber daya (alat dan mesin, serta tenaga operator yang diperlukan), aspek waktu
(penjadwalan dan target penyelesaian), aspek ekonomi dan aspek lingkungan (skenario
ramah lingkungan). Penerapan teknologi sistem pendukung keputusan (SPK) berbasis
pengetahuan dapat digunakan untuk membantu pemilihan metode terbaik dalam pembukaan
dan pengolahan lahan yang lebih presisi.
Teknologi informasi geografis dengan basis data spasial dapat digunakan untuk
melihat kesesuaian lahan suatu tanaman dengan memperhitungkan kondisi tanah, iklim,
ketersediaan air, serta kontur tanah pada suatu wilayah tertentu. Dengan ini, pemilihan lahan
terbaik untuk suatu tanaman tertentu dapat ditetapkan secara presisi. Produksi pertanian
berbasis lahan tertutup menggunakan konstruksi bangunan yang dirancang secara spesifik
untuk budidaya tanaman yang disebut rumah tanaman (green-house) atau untuk budidaya
ayam. Dengan sistem tertutup ini, kondisi iklim mikro di dalam rumah produksi dapat
dikendalikan dan dimonitor dengan tujuan optimasi pertumbuhan tanaman atau ternak.
Namun, pemilihan lokasi perlu menerapkan pertanian presisi untuk melihat kesesuaiannya
agar tidak menimbulkan masalah sosial dan lingkungan. Pendekatan presisi pemberian air
yang tepat waktu dan tepat volume pada lahan tanaman hortikultura dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi spesifik lahan, kelembapan tanah, jenis tanah, dan periode tanam
(Heriyanto et al., 2016). Penyediaan dan penentuan tingkat ketersediaan air irigasi yang
presisi secara spasial juga merupakan bagian dari pertanian presisi di rantai hulu pertanian.
Sistem kendali pada rumah tanaman untuk produksi tanaman berbasis pertanian presisi telah
dikembangkan untuk pengendalian suhu, kelembapan, dan pemberian nutrisi yang sesuai
dengan kondisi kebutuhan tanaman yang optimal.
Pertanian presisi kadang dikenal dengan smart farming yang menggambarkan aplikasi
teknologi informasi komunikasi modern di bidang pertanian, platform dihubungkan dengan
perangkat tablet atau handphone dalam pengumpulan informasi status hara, kelembaban
udara, kondisi cuaca yang diperoleh dari perangkat yang ditanamkan pada lahan pertanian.
Dengan bantuan teknologi petani mendapatkan informasi yang tepat dan dapat mengambil
keputusan yang tepat dalam menjalankan usahataninya. Seperti, tepat dalam memilih
varietas, tepat menentukan waktu tanam, tepat dosis pupuk dan tindakan budidaya lainnya.
Salah satu teknologi yang digunakan dalam pertanian presisi adalah aplikasi GIS atau
GeographicalInformation System, dan jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, disebut
sebagai SIG atau Sistem Informasi Geografi.
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem informasi spasial yang digunakan
untuk memproses data yang bergeoreferensi dan sekolah yang ada didaerah kabupaten
Rokan Hilir. SIG berbasis web memungkinkan akan membantu memcahkan masalah
tersebut, dengan begitu kita dapat melihat peta lokasi dimana sekolah yang berhak menerima
dana Bantuan Operasional Sekolah dan telah mendapatkan dana Bantuan Operasional
Sekolah. Sistem Informasi Geografis merupakan sebuah sebuah sistem yang terdiri dari
softwaredan hardware, data dan pengguna serta institusi untuk menyimpan data yang
berhubungan dengan semua fenomena yang ada dimuka bumi. Data-data yang berupa detail
fakta, kondisi dan informasi disimpan dalam suatu basis data dan akan digunakan untuk
berbagai macam keperluan seperti analisis, manipulasi, penyajian dan sebagainya. Menurut
Murai dalam Prayitno (2000), GIS (Geographical Information System) merupakan sistem
informasi yg digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah,
menganalisis, dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospasial, untuk
mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan
lahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota,dan pelayanan umum
lainnya. GIS sebagai suatu kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer,
perangkat lunak, data geografi, dan personil yang dirancang secara efisien untuk
memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan
semua bentuk informasi yang ber-referensi geografi. Sumber data untuk keperluan GIS dapat
berasal dari data citra, data lapangan, survey kelautan, peta, sosial ekonomi, dan GPS.
Selanjutnya diolah di laboratorium atau studio GIS dengan software tertentu sesuai dengan
kebutuhannya untuk menghasilkan produk berupa informasi yang berguna, bisa berupa peta
konvensional, maupun peta digital sesuai keperluan user, maka harus ada input kebutuhan
yang diinginkan.
Data yang didapatkan melalui SIG selanjutnya dapat digunakan dalam pengambilan
keputusan dalam setiap rangkaian kegiatan pertanian agar kegiatan yang dilakukan memiliki
acuan, sehingga segala sesuatunya dapat lebih tepat dan efisien tanpa meengurangi hasil
atau produktivitas. Maka dari itu penerapan pertanian presisi dinilai memberikan pengaruh
yang baik bagi keberlanjutan pertanian dan menjadi solusi yang menjanjikan untuk
menghadapi permasalahan dan tantangan pertanian saat ini dan kedepannya.
BAB II
KARAKTERISTIK DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRESISI ERTANIAN UNTUK
MENDUKUNG PERTANIAN BERLANJUT
Pertanian presisi atau Precision Farming (PF) adalah teknologi dan informasi
mengenai sistem pengelolaan pertanian untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan mengelola
informasi keragaman spasia dan temporal di dalam lahan untuk memperoleh keuntungan
yang optimum, berkelanjutan dan menjaga lingkungan agar tidak rusak. Tujuan dari pertanian
presisi ialah untuk mencocokkan beberapa sumber daya dan kegiatan pertanian dengan
kondisi tanah serta keperluan tanaman berdasarkan karakteristik spesifik lokasi di dalam
lahan (McBratney and Whelan, 1995). Penerapan pertanian presisi dalam membudidayakan
tanaman dapat berpotensi menghasilkan hasil atau produksi yang lebih besar dengan
penggunaan input yang sama seperti pupuk, kapur, herbisida, insektsida, bibit, atau hasil yang
sama dengan dengan pengurangan input. Jadi, pertanian presisi merupakan revolusi dalam
pengelolaan suumber daya alam berbasis teknologi informasi.
2.1 Letak Wilayah
Ranu Pani merupakan sebuat desa yang terletak di Kecamatan Senduro, Kabupaten
Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Secara geografis terletak antara 08° 00' 20.4583" LS dan
112° 55' 51.6481" BT. Pada Desa Ranu Pani terdapat tiga danau yang dijadikan sebagai objek
wisata yaitu Danau Ranu Pani, Danau Ranu Regulo dan Danau Ranu Kumbolo. Desa Ranu
Pani memiliki ketinggian mencapai 2150 mdpl yang diketahui melalui apllikasi Altimeter, dan
Desa Ranu Pani merupakan daerah dingin serta selalu berkabut yang mana desa tersebut
memiliki suhu berkisar -4°C sampai dengan 26°C. Luas Desa Ranu Pani mencapai 3.578 ha
yang terdiri atas, lahan milik seluas 318,4 ha dan 3260.3 ha termasuk kawasan hutan negara
(state property) dengan fungsi konservasi. Penggunaan lahan penduduk didominasi tanah
pertanian lahan kering seluas 203,9 ha, pemukiman 65,66 ha dan sisianya prasarana umum
(Anggiana et al., 2014).
Wilayah Desa Ranu Pani menjadi kawasan konservasi sejak pendeklarasian Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) pada tahun 1982, dan mainstream rezim
konservasi menyebutnya sebagai “desa kantung” (enclave). Desa Ranu Pani pada saat ini
berada pada wilayah kerja Resort Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Ranu Pani, Seksi
Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah 3, dan Balai Besar TNBTS. Selain itu, wilayah
desa Ranu Pani berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Malang. Terdapat
pembagian batas-batas Desa Ranu Pani ialah sebagai berikut.
1. Sebelah Utara = Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo
2. Sebelah Selatan = Desa Kandang Tepus, Kecamatan Senduro
3. Sebelah Barat = Desa Burno, Kecamatan Senduro
4. Sebalah Timur = Desa Argosari Kecamatan Senduro
Gambar 1. Wilayah Desa Ranu Pani
2.2 Demogafi Desa Ranu Pani
Jumlah penduduk yang ada di Desa Ranu Pani pada tahun 2014 mencapai 1387 jiwa
terdiri atas, 641 jiwa penduduk laki-laki dan 746 jiwa penduduk perempuan dan terhimpun
dalam 395 kartu keluarga. Penduduk Desa Ranu Pani didominasi angkatan kerja (usia
produktif 15-64 tahun) yaitu, 997 jiwa (72%), dan sisanya bukan angkatan kerja (0-14 tahun)
337 jiwa (24%) serta (>64 tahun) sebanyak 53 jiwa (4%). Tingkat pendidikan (formal)
penduduk Desa Ranu Pani terlihat pada tabel 1.
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa)
1 Tidak tamat SD 867
2 SD-sederajat 300
3 SMP-sederajat 190
4 SMA-sederajat 25
5 Perguruan Tinggi 5
Total 1387

Tabel 1.Tingkat Pendidikan Masyarakat Ranu Pani


(Sumber: Profil Desa Ranu Pani,2014)
Struktur mata pencaharian penduduk Desa Ranu Pani didominasi aktivitas pertanian
lahan kering dengan tanaman utama yaitu, kentang, kubis, dan bawang daun. Petani pemilik
lahan dapat dikategorikan menjadi dua tipe yaitu, petani yang pengerjaaan lahannya
mengandalkan tenaga kerja dari anggota keluarga inti, dan petani yang pengerjaaan lahannya
mengandalkan buruh tani. Adapun struktur mata pencaharian masyarakat Desa Ranu Pani
dijelaskan pada tabel 2.
No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)
1 Petani Pemilik Lahan 170
2 Buruh Tani 105
3 Buruh Bangunan 25
4 Wiraswasta/Jasa 52
5 Pegawai Negeri Sipil 4
6 Pegawai Swasta 5
7 Pensiunan 4
Tabel 2. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Ranu Pani

Berdasarkan temuan lapang, terdapat sebagian buruh tani yang masih memiliki lahan
pertanian sempit (<0,25 ha). Aktivitas kerja upahan sebagai buruh tani dilakukan setelah
selesai proses pengerjaan pada lahan milik pribadi. Sedangkan penduduk dengan kegiatan
utama ekonominya berasal dari perdagangan seperti warung, pertokoan, menyewakan
penginapan bagi wisatawan atau pendaki, serta menyewakan alat-alat pendakian
dikategorikan ke sektor wiraswasta atau jasa.
2.3 Kondisi Pertanian Desa Ranu Pani
Pola pertanian di lahan miring pada umumnya tidak lagi menggunakan sistem
“terasering” dengan alasan untuk memaksimalkan kuantitas hasil produksi. Pola yang dipakai
dengan tanpa adanya “terasering” ini mengakibatkan tingkat erosi yang lebih tinggi sehingga
menjadikan daerah pegunungan di Desa Ranu Pani rawan longsor. Selain itu, adanya erosi
tanah di sekitar Danau Ranu Pani akan menyebabkan sedimentasi dan pendangkalan danau.
Kondisi tanah di Desa Ranu Pani sama seperti halnya kondisi tanah pada daerah Suku
Tengger lainya yang berada di kawasan Kabupaten Probolingo, Pasuruan dan Lumajang,
yaitu berupa campuran tanah liat dan padas. Tanah yang terdapat di Desa Ranu Pani
merupakan jenis tanah Litosol dan tanah Regosol, yaitu tanah yang berasal dari abu Vulkanis
Gunung Bromo yang memiliki sifat gembur seperti pasir. Namun demikian jenis tanah tersebut
memiliki tingkat kesuburan yang tinggi sehingga cocok untuk usaha tani (Agustapraja, 2017).

Gambar 2. Presisi Pertanian Desa Ranu Pani

Pertanian presisi sebenarnya dapat diterapkan di daerah tersebut mengingat mayoritas


masyarakat disana merupakan petani. Mereka rata-rata menanam tanaman hortikultura dan
tanaman obat-obatan. Hanya saja petani harus mampu bersikap terbuka dengan adanya
adopsi pertanian presisi. Dukungan dari pemerintah seharusnya juga perlu diberikan seperti
memberikan program-program adopsi pertanian presisi dengan melakukan pemberdayaan
terhadap petani-petani mengenai GIS/SIG, melakukan pembiyaan agar dapat berjalan
dengan baik, dan mengontrol langsung proses berjalannya pertanian presisi di daerah
tersebut. Adopsi sistem pertanian presisi ini bertujuan agar tetap memikirkan bagaiman
keberlanjutan dari lingkungan, pekerjaan petani dan juga profit yang didapatkan dibandingkan
dengan biaya proses apakah menguntungkan atau tidak.
Tantangan yang dihadapi didaerah tersebut rata-rata masyarakat Suku Tengger Desa
Ranu Pane adalah erosi pada lahan pertanian yang memiliki kondisi topografi bergelombang
mulai sedang sampai dengan curam pada daerah desa dan topografi terjal sampai sangat
terjal ditambah dengan jenis tanah yang dimiliki daerah tersebut adalah jenis tanah regosol
dan latosol yang sangat mudah terkena erosi. Bisa dilhat di danau Ranu Pane mengalami
sedimentasi akibat kegiatan pertanian. Selain itu danau tersebut juga tercemar oleh limbah
pupuk dari lahan pertanian, akibatnya adalah air danau mengalami eutrofikasi sehingga
dengan gulma invasif Salvinia molesta. Jenis lahan yang cenderung berada dilereng juga
membatasi dalam penggunaan teknologi, contohnya traktor. Traktor tidak dapat
dimanfaatkan didaerah lereng bukit mengingat kemiringan yang dimiliki lahan tersebut. Selain
itu luasan lahan yang dimiliki para petani beragam mulai dari yang sempit hingga luas
membuat penggunaan teknologi semakin sulit. Penggunaan pupuk yang berlebihan juga
menjadi tantangan lain yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Dengan bertambahnya
penduduk permintaan akan hasil pertanian pun meningkat sehingga diperlukannya produksi
yang lebih cepat, efektif, dan efisian. Banyak petani menggunakan bahan kimia seperti pupuk
untuk meningkatkan dan mempercepat produksi. Apalagi dengan munculnya industri 4.0
memaksa petani untuk menggunakan teknologi yang lebih modern namun adopsi yang
dilakukan belum maksimal.Jika dikaji secara makro, terjadi kerusakan lingkungan di Desa
Ranu Pani, hal tersebut dapat dilihat melalui tanda adanya alih fungsi lahan dari hutan ke
lahan pertanian dan tercemarnya Danau Ranu Pan dan Danau Ranu Regulo. Ekosistem di
sekitar Danau Ranu Pane dan Danau Ranu Regulo telah mengalami perubahan dari tahun ke
tahun. Perubahan tersebut berupa penurunan kualitas perairan dan terjadinya sedimentasi
atau pengendapan pada beberapa bagian danau (Farida, 2008). Perubahan di sekitar Danau
Ranu Pane dan Ranu Regulo memberikan dampak negatif berupa penyempitan lahan
terhadap luasan danau. Hal ini disebabkan oleh aktivitas manusia yang terkait dengan
pengelolaan lahan sekitar danau dan pemanfaatan vegetasi untuk bahan bangunan,
peralatan rumah tangga, kayu bakar, obat-obatan dan tanaman hias sehingga menyebabkan
terjadinya erosi.
Erosi dan sedimentasi di Danau Ranu Pane didukung oleh longsoran tanah di sekitarnya
berupa batuan basalt, lava dan tuff yang mudah menggelincirkan lapisan di atasnya (Purnomo
dan Hakim, 2012). Berdasarkan hasil penelitian Indira et al. (2013) dalam Sawitri dan
Takandjandji (2019) bahwa Danau Ranu Pane menerima sedimen melalui aliran permukaan
yang terangkut sebesar 46.999,18 ton/ha/tahun serta memberikan ruang tumbuh bagi
tumbuhan air, seperti kiambang (Salvinia molesta) yang memiliki sistem perakaran yang lebat
dengan persen penutupan mencapai 80%. Menurut pendapat Ernaeni et al. (2012), faktor
adaptasi terhadap lingkungan, seperti suhu, penetrasi cahaya antara 20-60 cm, zona euphotik
0,542-1,626 m untuk berfotosintesa, turut menunjang partumbuhan tanaman kiambang.
Kondisi tersebut dikuatirkan akan mengancam keberadaan dan luasan Danau Ranu Pane
yang saat ini mulai menciut atau mengecil.
Keberadaan ekosistem danau memberikan fungsi yang menguntungkan bagi
masyarakat di sekitarnya. Namun apabila tidak dimanfaatkan secara baik, kegiatan
masyarakat di sekitar danau akan berpengaruh terhadap kualitas air. Danau Ranu Pane
memiliki tiga tipe ekosistem yang terkait langsung dengan kegiatan manusia, yakni per-
ladangan yang intensif dilakukan pada areal curam tanpa terassering, dan terdapat tanaman
sayuran (Roedjinandari et al., 2016). Menurut Nugroho et al. (2014), sempadan Danau Ranu
Pane memiliki potensi vegetasi 17 jenis, namun di perbatasan danau dengan masyarakat,
terdapat empat jenis yakni acacia gunung (A. decurens Willd), cemara gunung (C.
junghuniana Miq), kipres (C. sempervirens L.) dan persilon (A. auriculiformis). Namun
berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan kondisi vegetasi di sekitar danau telah
berkurang karena pemanfaatan oleh masyarakat dan pengunjung sebagai kayu bakar. Pada
saat penulis berkunjung ke lapang Danar Ranu Pane baru saja dibersihkan dan dikeruk oleh
petugas TNBTS, sehingga tumbuhan kiambang tidak tampak dalam gambar berikut.

Gambar 3. Danau Ranu Pani

Vegetasi yang ada di hutan hujan tropis yang berada di Danau Ranu Regulo banyak
terlihat tingkat pohon-pohon yang mendominasi hutan tersebut yakni seperti Acer laurinum
Hassk, Acmena acuminatissima (Blume) Merr. L.M. Perry dan Lithocarpus sundaicus (Blume)
Rehder. Ditinjau dari tingkat tiang yakni terdiri dari Cyathea sp., Acer laurinium Hassk dan
Ficus sp. Sedangkan, tumbuhan bawah yang mendominasi hutan tersebut terlihat terdapat
beberapa tumbuhan sseperti Poaceae, Euppatorium odoratum L. dan Elatostomata sp. Selain
itu, dapat dijumpai bahwa terjadi penebangan lliar pada jenis kayu cemara gunung (Casuarina
junghuniana Miq) dan akasia gunung (Acacia decurens Willd). Tidak hanya itu, juga
ditemukan vegetasi endelweis (Anaphalis sp.) dan tanaman Eupaotium odoratum L yang
telah mulai menginvasi. Sekitar ddanau Ranu Regulo menurut Hariyati dan Hakim (2012)
terdapat empat tipe ekosistem yang relatif lebih baik dikarenakan akses Danau Ranu Regulo
yang sedikit lebih jauh dari pemukiman dan danau ini menerima sedimen terlarut sebesar
465,61 ton/ha/tahun.

Gambar 4. Danau Ranu Regulo


BAB III
REKOMENDASI PENERAPAN DAN PEMANFAATAN GIS UNTUK MENDUKUNG
IMPLEMENTASI PERTANAIAN BERLANJUT
3.1 Tujuan Kegunaan GIS

Tujuan dalam penggunaan GIS dapat dimanfaatkan diberbagai bidang. Pada bidang
pendidikan, GIS dinilai lebih efektif, karena digunakan sebagai metode utama dalam usaha
meningkatkan pemahaman dan pembelajaran mengenai konsep suatu lokasi, ruang,
kependudukan dan informasi geografis lainnya. Pada bidang penelitian, GIS memberikan
gambaran secara akurat dan komplit terhadap suatu permasalahan yang terkait data spasial
permukaan bumi. Selain itu, penggunaan GIS juga memiliki kelebihan dalam memperlihatkan
suatu data spasial, sehingga dapat mempermudah dalam memodifikasi bentuk, warna dan
ukuran symbol yang diperlukan untuk menggambarkan komponen-komponen permukaan
bumi (Harseo, et al., 2007). Penggunaan GIS juga dapat memperjelas, mempresentasikan
atau menginterpretasikan data yang dihasilkan oleh GIS. GIS dalam memperjelas atau
mempresentasikan atau menginterpretasikan data, data spasial ataupun data atribut. Dalam
menginterpretasikan data spasial ataupun data atribut pada suatu lahan atau daerah perlu
menggunakan data administrasi, data tanah, data geologi, data penggunaan lahan, data
kemiringan lereng dan data aliran sungai (DAS) melalui peta digital dengan sistem Geographic
Information System (GIS) yang menggunakan perangkat software. Tujuan kegunaan GIS salah
satunya adalah memprediksi atau mengetahui kegunaan lahan yang sesuai pada suatu lahan,
hal ini tentunya perlu diterapkan dalam membuka lahan baru pertanian. Dengan mengetahui
kemampuan suatu lahan, nantinya manager lahan memahami tanaman apa yang cocok
diterapkan pada lahannya, sehingga tidak menimbulkan kerusakan suatu lahan dan
menjadikan pertanian berlanjut dan berdasarkan konsep jasa lingkungan.
3.2 Jenis Data Pada GIS

Jenis data di dalam Geographic Information System (GIS) yaitu data spasial (keruangan) dan
data non spasial (atribut). Data spasial merupakan data mengenai tata ruang yang
menyangkut titik koordinat. Data spasial terbagi menjadi 2 representasi yaitu, representasi data
raster dan data vektor. Model data raster merupakan model data berupa gambar, sedangkan
data raster akan disimpan dalam bentuk grid yang mana setiap grid-nya mewakili data tertentu.
Model data vektor merupakan data vektor merupakan model data yang didefinisikan dalam
suatu bentuk garis, polygon, titik atau lainnya.

Terdapat kelebihan dan kekurangan pada data spasial. Dalam penggunaan data harus
memilih diantara keduanya tergantung pada jenis data dan tujuan dalam penelitian atau
pengamatan. Menurut Mustakin, et al., (2016), adapun layer dalam menyimpan dan mengelola
data spasial yang digunakan dalam GIS yang meliputi:
a. Point/titik

Tipe ini digunakan untuk mengelola data titik dan symbol sebagai mewakili data pada posisi
tersebut yang berisi tentang informasi titik-titik posisi. Misalnya dalam melambangkan posisi
suatu daerah.
b. Line/garis

Tipe ini digunakan untuk mengelola data yang berbentuk garis yang merupakan gabungan dari
2 titik atau lebih, seperti kenampakan jalan, sungai, dll

c. Boundary/Polygon
Tipe ini menggunakan dalam mengelola data yang berbentuk luasan atau area. Misalnya,
menggambarkan suatu lahan atau sawah.

d. Image/gambar tipe ini digunakan untuk memberikan informasi yang memiliki karakteristik
presentasi grafis, misalnya berupa skala, legenda dan penamaan suatu objek.
Gambar 5. Pelayeran Pada Data Spasial (Sumber: Mustakin, et al., 2016)

Menurut Rosita (2007), layer yang dibutuhkan untuk pertanian berlanjut dengan sistem
informasi geografis (SIG) sebagai abahn untuk menciptakan informasi yaitu data spasial dan
data atribut. Data spasial yang terbentuk dalam pertanian yaitu:
1. Layer masing-masing komoditi (hortikultura)
2. Layer Pusat Informasi Pasar
3. Layer pasokan pupuk
4. layer alat pertanian
5. Layer cuaca

Gambar 6. Gambaran data spasial


Pertanian (Sumber: Rosita, 2007)

Sedangkan gambaran data berdasarkan data atribut yaitu:


a. Tabel data komoditi yang berisikan macam-macam komoditi
b. Tabel data spesifikasi dari komoditi berisi data jenis-jenis dari komoditi
c. Tabel data produsen berisikan pemasik pupuk, bibit dan lainnya
d. Tabel data cuaca yang berisikan data perkiraan cuaca di masing-masing penelitian
atau pengamatan yang diberikan oleh BMKG
e. Tabel data penyuluh yang berisikan informasi penyuluhan tentang pertanian, informasi
ini juga dapat diperoleh dinas pertanian
3.3 Manfaat Sistem Infoemasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem yang terintegrasi pada tingkat
fungsional dan jaringan. SIG dapat didefinisikan suatu metode analisis secara spasial
(keruangan)

yang mampu menggabungkan beberapa data dan informasi dari beberapa data skala yang
diperlukan dalam bentuk layer yang tumpang tindih/ overlay. Hasil tumpang tindih nantinya
menghasilkan data baru dalam bentuk peta tematik. Apabila dapat terwujud akan bermanfaat
bagi pemerintah dalam membuat rencana pengelolaan tata ruang serta infromasi dari peta
yang dihasilkan dapat disalurkan atau disebarluaskan terhadap masyarakat sebagai infomasi
dasar dalam membuka lahan pertanian yang baru dan menekan terjadinya bencana alam pada
lahan tersebut. Perangkat dari SIG terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak
(software) serta data informasi geografi dan manajemen. SIG bermanfaat untuk berbagai
kalangan dengan tujuan untuk memaparkan kejadian, merencanakan strategi dan
memprediksi yang akan terjadi nantinya. SIG digunakan sebagai memantau terkait apa yang
terjadi dan pengambilan keputusan dengan memetakan apa saja yang ada pada suatu area
dan diluar area (Gunawan, 2011).

Gambar 7. Perbandingan Penggunaan Lahan dalam


RTRW Dan Hasil Simulasi Tahun 2030 (Sumber: Putri,
2020)

Terdapat beberapa pendapat dalam menggunakan SIG yaitu, SIG menggunakan data
spasial maupun atribut secara terintegrasi. Sumber data spasial antara lain, pertama peta
analog berupa peta topografi, peta tanah, dll. Peta analog dibuat dengan teknik kartografi yang
memiliki referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata angin. Hal ini diperjelas oleh
gambar dibawah ini:
Gambar 8. Contoh Penggunaan Peta Analog SIG
(Sumber: Tjahjana et al., 2015)

SIG digunakan sebagai alat bantu interaktif yang menarik dalam usaha meningkatkan
pemahaman mengenai konsep lokasi, ruang dan unsur-unsur geografi dipermukaan bumi
serta SIG dapat membantu pekerjaan yang berhubungan dengan bidang spasial dan
geoinformatika.
Pemanfaatan SIG tidak hanya digunakan dipertanian saja namun bidang lainnya
seperti ilmu lingkungan, ilmu ekonomi, ilmu kelautan juga memerlukan SIG. Teknologi GIS
akan selalu berkembang SIG citra satelit mampu menyediakan data dengan cakupan yang
luas, cepat dan tepat waktu. Penelitian Jaya (2003) menjelaskan bahwa perencanaan spasial
dapat dilakuakn lebih mudah dan cepat dengan menggunakan citra foto atau foto udara serta
citra non-foto. Pada bidang pertanian, citra satelit digunakan untuk merencanakan pengaturan
pola tanam dan menganalisis produksi tanaman. Dengan adanya bantuan dari citra satelit ini
dapat membantu untuk menentukan kesesuaian lahan untuk mengembangkan komoditas
tertentu sesuai dengan kelas kemampuan dan kesesuaian lahan. Citra satelit juga dapat
mengetahui gejala atau kenampakan yang berada di permukaaan bumi dan dapat
menggambarkan objek yang sulit dijangkau oleh pengamatan secara langsung melalui
interpretasi citra.

Berbagai keuntungan dari sistem informasi geografis (GIS), salah satunya untuk
mendeteksi dan sebagai inventarisasi sumberdaya lahan pertanian adalah setiap scene, citra
yang di tunjukkan mencakup wilayah yang sangat luas, sehingga dapat dilakukan pengamatan
di daerah yang sangat luas sekaligus beserta dengan keadaan lahan yang mencakup
kelerengan atau topografi, pertumbuhan tanaman atau vegetasi dan fenomena alam yang
telah terekam dan memberikan manfaat untuk diamati, dipelajari terkait pengaruh iklim,
vegetasi, litologi dan topografi terhadap penyebaran seumberdaya lahan dan lahan pertanian
(Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000).
3.4 Sistem Informasi Geografis (SIG) Pada Sektor Pertanian

Penyebaran informasi lahan pertanian yang belum maksimal secara tidak langsung
akan memperlambat pengembangan pertanian, sehingga diperlukan suatu sistem yang
mampu memberikan informasi terkait pemetaan lahan yang dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat atau intansi lainnya. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem
yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
Kemampuan sumberdaya manusia dalam merumuskan persoalan di lapangan dan
menganalisa hasil akhir sangat penting, karena nantinya hasil Analisa tersebut untuk
keberhasilan penggunaan SIG. Jenis data spasial, SIG memberikan informasi dengan
menggunakan peta sebagai antar muka. Kegunaan SIG saat ini untuk merencanakan,
melaksanakan dan mengendalikan yang berhubungan dengan wilayah geografis. Menurut
Rahmawati, et al., (2013), pengaplikasian SIG digunakan dalam mengambil keputusam suatu
perencanaan spasial. Para pengambil keputusan mendapat kemudahan dalam menganlisa
data dengan menggunakan GIS.

Gambar 9. Skema Pemanfaatan GIS


Dalam Perencanaan Tata Guna Lahan
(Sumber: Herniwati, 2012)

Menurut Herniwati (2012) dalam penerapan Geographic Information System (GIS)


pada bidang pertanian antara lain:
a. Merencanakan pengelolaan produksi tanaman
GIS memiliki manfaat dalam membantu perencanaan serta pengelolaan sumberdaya pertanian
dan perkebunan. Penggunaan sistem GIS untuk menetapkan priode panen, mengatur sistem
rotasi tanam dan menghitung kerusakan tanah yang terjadi karena perbedaan penananaman
atau teknik pengelolaan tanah per tahun, selain itu juga menghitung proses perlindungan
tanaman dari hama dan penyakit serta menghitung proses pembibitan.
b. Merencanakan Pengelolaan Sistem Irigasi
Gis juga dapat digunakan dalam membantu merencanakan irigasi serta analisis sifat tanah yang
terdapat di lahan pertanian. Peranan GIS dalam mengelola sistem irigasi untuk membantu
dalam merencanakan kapasitas sistem, efisiensi dan merencanakan penyaluran air secara
seluas dari sistem.
Aplikasi presisi pertanian dapat menyempurnakan pola manajemen tradisional di bidang
pertanian, produksi pertanian dan operasi. Sehingga dapat mengurangi biaya produksi,
melindungi kualitas lingkungan ekologi dan peningkatan manfaat ekonomi. Menurut Weidong
dan Chun (2015), GIS dan GPS merupakan teknologi kunci dalam pertanian presisi. Nordiana,
et al., (2013), berpendapat dalam mengembangkan teknologi GPS dan GIS sebagai suatu
peralatan yang dapat digunakan untuk merancang peta areal perkebunan yang meliputi area
blok tanaman, parit, jalan, jembatan serta komponen kebun lainnya sehingga dengan teknologi
tersebut bermanfaat bagi planters dalam menyusun rencana kerja dan pembiayaan secara
lebih tepat ketika ingin membuka area perkebunan baru. Sebagian besar kini aplikasi navigasi
telah terdapat pada mesin pertanian. Dengan ini, tidak hanya memenuhi sendiri kebutuhan
pada bidang operasi, tetapi juga untuk petani skala kecil untuk persiapan lahan, dan layanan
pertanian. Cara meningkatkan ini juga mengembangkan teknologi uji demonstrasi pertanian
presisi.
Sistem GIS merupakan bagian dari manajemen pengelolaan lahan pertanian, perencanaan
serta pemetaan lahan, bahkan pencatatan kegiatan harian di lahan pertanian menjadi suatu
database. Sehingga dapat dikatakan GIS merupakan perencanaan pengelolaan pertanian
menjadi sistem yang terintegrasi. Dalam jangka panjang, GIS dapat menjadi upaya untuk
meminimalisir terjadinya permasalahan lahan baik fisik maupun sosial. Bahkan dapat
menjamin keberlangsungan pertanian yang presisi dengan syarat pihak manajemen selalu
mempelajari sistem ini dan tepat dalam pengambilan keputusan.
3.5 Alur Kegiatan Pengelolaan Lahan Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem komputer yang berfungsi menyimpan,
menstruktur, manipulasi, menganalisis dan mempresentasikan data spasial (Jumadi dan
Widiadi, 2010). Perangkat dari SIG terdiri dari 4 komponen yaitu, perangkat keras (hardware),
perangkat lunak (software), organisasi atau manajemen dan pemakai. Keberadaan teknologi
SIG memberikan kemudahan dalam mengelola dan memanfaatkan data spasial. Namun
software SIG berbasis desktop yang banyak digunakan selama ini memiliki keterbatasan
terutama masalah aksesibilitas. Dalam mengatasi permasalahan tersebut pengembang
aplikasi SIG beralih menggunakan teknologi web yang dinilai lebih efesien. Berdasarkan
keempat komponen menciptakan keberhasilan suatu proses dalam pengembangan SIG.

Gambar 10. Komponen Sistem Informasi Geografis (SIG) (Sumber: Tjahjana et al., 2015)

SIG dapat diartikan sebagai suatu sistem komputer yang dapat digunakan dalam mengelola
data keruangan, baik berupa gambar, peta ataupun tabel. SIG juga dikenal memiliki
kemampuan terkait pengelolaan basis data, analisis keruangan dan interpretasi hasil-hasil
analisis keruangan. Sistem SIG membagi analisis peta dan tabel dapat dilakukan dengan
cepat, mudah dan akurat. Menurut Buchori (2010), SIG mengintegrasikan kedua data (analisis
peta dan tabel) data tersebut sehingga mampu mempermudahkan dalam mengambil tindakan
atau pelaku dalam pembangunan untuk mengambil keputusan secara spasial. Dalam
pengelolaan memerlukan perekaman basis data. Perekaman basis sata ini memerlukan data
sekunder, peta dasar atau citra satelit, sedangkan untuk peralatan yang dibutuhkan yaitu
peralatan survey lapangan. Peralatan survey lapangan berfungsi untuk mengambil sampel
tanah, kemudian alat untuk analisis laboratorium, komponen komputer yang berfungsi untuk
mengelola data SIG dan data statistik dan alat pengukutan untuk uji lapangan.
Menurut Tjahjana et al., (2015) dalam mengelola dan mengembangkan lahan berbasis SIG
melalui berbagai tahapan yaitu:
1. Menyediakan peta dasar dan peta sekunder
• Dalam tahapan ini menyediakan data dan mempelajari beberapa peta dasar dan peta
sekunder sebagai pendukung kegiatan penelitian
• Menyediakan peta dasar yang meliputi, peta administrasi, peta rupa bumi dan peta
geologi
• Menyediakan data sekunder yang meliputi, kabupaten/kecamatan yang dituju dan data
iklim wilayah penelitian
2. Tumpangsusun (Overlay) dan digitasi peta
• Melakukan persiapan peta citra satelit
• Melakukan tumpangsusun (overlay) pada peta tersebut
• Melakukan digitasi dan interpretasi peta untuk menghasilkan peta operasional sebagai
petunjuk dalam melakukan survei lapangan
3. Survei Lapangan dan Pengambilan Contoh Tanah
• Menyiapkan alat pengukuran uji lapangan, seperti: GPS, meteran, sekop, plastik,
sampel, spidol, label,dll.
• Menganalisis deskripsi profil tanah pada lokasi satuan petak tanah terpilih
• Menganalisis deskripsi lanskap, seperti penggunaan lahan, vegetasi dan kerusakan
lahan serta data yang berkaitan dengan lanskap
• Mengambil sampel tanah
4. Tabulasi Data
• Melakukan tabulasi data deskripsi profil tanah tan lanskap
• Melakukan wawancara sebagai tabulasi data
5. Analisis Laboratorium
• Menentukan tekstur dengan metode pipet
• Menganalisa Kapasitas Tukar Kation
• Menentukan kejenuhan basa (%) dengan NaCl 10%
• Pengukuran pH H2O menggunakan alat pH meter
• Pengukuran C-organik (%) dengan metode kurmies
• Menentukan Salinitas
• Menghitung Alkalinitas
6. Analisa Data
Dalam melakukan Analisa data dimana peneliti menganalisa data yang telah didapatkan,
melakukan analisis data statistic dan data pada SIG.
7. Analisis Evaluasi
Analisis evaluasi perlu dilakukan dalam pengelolaan dan pengembangan lahan. Analisis
evaluasi dengan menganalisa kesesuaian lahan berdasarkan kriteria kesesuaian tanah dan
iklim tanaman pertanian dan pendoman teknis evaluasi lahan untuk komoditas pertanian.
8. Evaluasi Tindak Lanjut
Pada tahapan ini perlu dilakukan, karena evaluasi tindak lanjut dilakukan dengan
mempertimbangkan hasil dari klasifikasi kemampuan lahan dan evaluasi kesesuaian lahan.
1. Sistem Informasi Manajemen Data Sumberdaya Lahan (SIMADAS)
SIMADAS atau Sistem Informasi Manajemen Data Sumberdaya Lahan
dikembangkan oleh BBSDL sejak tahun 2014. Aplikasi dibuat untuk menyimpan dan
mengelola data hasil pengamatan site dan morfologi tanah serta hasil analisis contoh
tanah. Pada aplikasi ini data dibedakan menjadi dua yaitu data horizon tanah dan data
hasil analisis kimia tanah. data horizon menyimpan informasi umum berupa
kemiringan lereng, penggunaan lahan, landform, drainase tanah. data horizon
mencakup kedalaman lapisan tanah, warna tanah, tekstur dan lain-lain. SIMADAS ini
sudah terintegrasi dengan Microsoft Acces. Aplikasi ini dimanfaatkan untuk
menyimpan dan mengelola data pengamatan oleh surveyor tanah dan peneliti tanah.

Gambar 11. Tampilan Utama SIMADAS (Sumber: Sulaeman et al., 2015)

2. Katalog Peta: Sistem Informasi Penelusuran Berbasis Web


Katalog peta merupakan sistem informasi berbasis web yang digunakan untuk
menelusuri data secara online. Informasi awal yang diberikan oleh data ini yaitu berupa
lokasi yang sudah dipetakan dan berbagai macam produk pemetaan lainnya. Sistem
ini dibuat untuk mempermudah pencarian data hasil penelitian sumberdaya lahan.
Sistem ini tidak bisa diakses dengan menggunakan jaringan internet, dikarenakan
sistem ini menggunakan jaringan intranet.
Gambar 12. Tampilan sistem penelusuran data berbasis web (Sumber: Sulaeman et al.,
2015)

3. Apilikasi SPKL (Sistem Informasi untuk Pemrosesan Data)


Aplikasi ini mulai dikembangkan oleh BBSDL untuk membantu dalam melakukan
pemrosesan data. SPKL dibuat untuk membantu dalam evaluasi kesesuaian lahan untuk
pemilihan dan pengembangan komoditas pertanian, serta membantu dalam penepatan zona
agroekologi. Aplikasi SPKL dibuat dengan menerapkan pendekatan user-friendly, sehingga
mudah digunakan dan mudah untuk dipahami bagi penggunanya. Proses evaluasi lahan
dengan menggunakan sistem ini akan mengacu pada FAO (1976) karena telah disesuaikan
dan di atur sedemikian rupa sehingga penentuan kelas kesesuaian lahannya terdapat empat
kelas yaitu S1, S2, S3, dan N. SPKL terdiri atas tiga bagian yaitu: file program, file data, dan
file kriteria.
Gambar 13. Tampilan layar SPKL (Sumber: Sulaeman et al., 2015)

4. Basisdata Karakteristik Lahan


Geodatabase yang berbasis ArcGIS yang mempunyai fasilitas untuk mengelola data
secara terintegritas, namun juga memiliki fasilitas link dan join ke basisdata eksternal.
Basisdata KL ini dalam mengelola data atribut dikelola oleh Microsoft Acces. Basis data ini
tidak bisa diaksesn oleh sembarang orang, hanya dapat diakses oleh pengguna dengan
otoritas khusus. Basisdata versi 2015 dapat menyimpan dan mengelola keterangan satuan
peta tanah skala: 1:50.000, 1:250.000, keterangan satuan peta AEZ skala 1:50.000 dan
1:250.000, dataset SPKL skala 1:50.000 dan 1:250.000. Dataset SPKL lebih baik disimpan di
basisdata luar. Cara ini akan mempermudah melakukan pengelolaan dan pemrosesan data
geospasial.

Gambar 14. Tampilan menu Basisdata KL (Sumber: Sulaeman et al., 2015)


5. IndoSoilObs:Geodatabase titik pengamatan
Pengamatan yang dilakukan di lapang membutuhkan informasi yang valid dan terverifikasi
dari berbagai sumber. Sebelum dilakukan pengamatan lapang biasanya telah disediakan
buku-buku laporan terpisah, sehingga jumlah dan lokasi pengamatan sulit untuk dihitung.
Padahal data titik pengamatan adalah data yang memberikan informasi aktual pada saat
pengamatan. Oleh karena itu diperlukan suatu aplikasi untuk membantu mengintegrasi titik-
titk pengamatan tersebut. IndoSoilObs mampu mengintegrasi data lokasi pengamatan tanah
dan disusun dalam geodatabase berbasis ArcGIS.

Gambar 15. Sebaran titik pengamatan tanah (Sumber: Sulaeman et al., 2015)
BAB IV
REKOMENDASI TEKNOLOGI UNTUK PERTANIAN PRESISI
Pertanian presisi berkaitan dengan pemanfaatan teknologi untuk mengoptimalkan
sumberdaya yang ada dan memperoleh hasil makasimal. Pelaksanaan pertanian presisi
memiliki beberapa persyaratan, yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi setiap lokasi
lapangan, kemampuan untuk menangkap, menafsirkan dan menganalisis data agronomi pada
skala dan frekuensi yang tepat, serta kemampuan untuk menyesuaikan penggunaan input
dan praktik pertanian dalam memaksimalkan manfaat dari setiap lokasi lapangan.
Pemenuhan persyaratan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi seperti
GPS, GIS, VRT, penginderaan jauh, sensor, pengambilan sampel jaringan, monitor, dan
irigasi presisi. GPS dikembangkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat yang mana
dapat memberikan akurasi geospasial untuk praktik pertanian dan memungkinkan petani
untuk mengidentifikasi karakteristik masing-masing lokasi lapangan. GIS digunakan untuk
mengelola dan menganalisis data spasial yang berkaitan dengan produktivitas tanaman dan
faktor agronomi serta jenis faktor lain yang diinginkan, seperti interaksi antara hasil,
kesuburan, hama, dan gulma sehingga dapat dihasilkan peta yang menunjukkan tingkat
aplikasi pestisida atau pupuk yang direkomendasikan.
Teknologi pertanian presisi juga dapat diterapkan untuk menangani masalah di Desa
Ranu Pani. Tahap pertama yang biasa dilakukan yaitu monitoring atau pemantauan hasil.
Pengelolaan dan pengembangan tanaman presisi dimulai dengan penggabungan data hasil
tanaman, data tanah, dan data lingkungan (Prabawa et al., 2009). Penentuan titik-titik
sampelnya dapat dilakukan dengan GPS. Monitoring juga dapat dilakukan pada keadaan
tanah seperti kelengasan tanah, dan kondisi lingkungan pertanian presisi. Monitoring seperti
pada Saydi (2021) dapat menggunakan sensor lengas tanah dan curah hujan yang disusun
sedemikian rupa kemudian ditempatkan pada lahan dan data dapat terekam serta terlihat di
platform Internet of Thing (IoT) (thingspeak.com).

Gambar 16. Sensor lengas tanah dan sensor curah hujan Sumber: Saydi (2021)
Gambar di atas merupakan gambar alat yang digunakan untuk mengetahui keadaan
lengas tanah dan curah hujan. Alat sensor lengas tanah di atas nantinya akan dipasang atau
ditancapkan ke tanah. Kemudian, sensor lengas tanah tersebut disambungkan ke media
papan alat. Data lengas tanah tersebut akan terekam di platform IoT. Sensor curah hujan
berfungsi untuk mengetahui besarnya tingkat curah hujan yang ada di suatu lahan. Hasilnya
juga akan terlihat di platform IoT.
Gambar 17. Alat monitoring dan penempatannya di lahan Sumber: Saydi (2021)
Alat monitoring berbentuk weather station dengan dua sensor, yaitu lengas tanah dan
curah hujan. alat tersebut kemudian dipasangkan di lahan. Data lengas tanah dan curah hujan
dapat dilihat di platform IoT-nya dengan cara didownload atau dapat dilihat melalui kartu SD
yang terpasang secara manual. Data yang dikirimkan ke IoT menggunakan jaringan internet
melalui modem yang terpasang pada alat monitoring. Pengambilan data telah diatur selama
satu menit, sedangkan untuk pengiriman data diatur sekali sepuluh menit.

Gambar 18. Tampilan Data Curah Hujan dan Kadar Air Tanah pada Platform
thingspeak.com Sumber: Saydi (2021)
Selain monitoring kelengasan tanah dan curah hujan, dapat juga memonitor keadaan
lain dengan sensor yang lain. Sensor yang dapat digunakan yaitu terkait dengan kondisi
tanah, lingkungan sekitar, kondisi tanaman, dan kualitas tanaman dari hasil produksi. Sensor
tanah dan lingkungan berupa sensor yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat ditambah
dengan sensor radiasi cahaya matahari, CO2, dll. Kondisi tanaman yang dapat diamati melalui
sensor yaitu diantaranya perkembangan buah, pertumbuhan tanaman, dan lainnya. Berikut
ini merupakan beberapa contoh gambar sensor.

(a) (b) (c)


Gambar 19. (a)Sensor kelembaban tanah; (b)Sensor suhu; (c)Sensor pH tanah
Sumber: Gunawan et al. (2019)
Monitoring kelembaban tanah, suhu, pH tanah, curah hujan, dan kelengasan tanah
penting dilakukan. Curah hujan dapat mempengaruhi kelembaban tanah, suhu tanah yang
dapat mempengaruhi pH tanah, dan lengas tanah. Besarnya curah hujan yang turun juga
berpengaruh terhadap limpasan permukaan dan erosi yang ditimbulkan. Pada daerah
berlereng dengan pertanian tanaman semusim tanpa teras, besarnya curah hujan sangat
berpengaruh terhadap besarnya limpasan dan erosi yang terjadi. Curah hujan yang tinggi
akan mengakibatkan limpasan permukaan yang tinggi juga pada lahan tersebut, karena lahan
yang miring menyebabkan aliran air dapat dengan mudah mengalir dari daerah yang tinggi
menuju ke daerah yang rendah dengan membawa tanah, unsur hara, dan bahan lainnya.
Akibatnya, tanah terutama bagian atas menjadi kekurangan unsur hara dan simpanan air
rendah, sedangkan bagian hilir atau bawah akan menyebabkan kekeruhan air atau terjadi
sedimentasi yang menyebabkan penurunan kapasitas bagian hilir seperti sungai dalam
menampung air sehingga menimbulkan banjir. Oleh karena itu, sensor curah hujan penting
ditambahkan agar dapat mengetahui seberapa besar curah hujan yang terjadi dan dapat
mengambil langkah apa yang harus dilakukan untuk memperbaki tanah.
Teknologi selanjutnya yang direkomendasikan adalah drone. Drone merupakan alat
seperti pesawat yang bisa terbang dan dikendalikan melalui remote. Drone dapat digunakan
untuk membantu mengaplikasikan pupuk. Contohnya seperti pada penelitian Khoirunisa dan
Kurniawati (2019), penggunaan drone (jenis DJI) untuk pengaplikasian pupuk dan pestisida
di lahan seluas 5 ha dengan waktu tiap 1 ha hanya sekitar 10 menit. Drone yang digunakan
juga terhubung dengan satelit yang berguna untuk mengatur daerah tertentu pada lahan yang
ingin disemprot pestisida. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan drone ini lebih hemat
waktu daripada dengan cara manual. Selain itu, penggunaan drone juga menghemat tenaga
karena hanya perlu menggunakan remote control untuk menjalankannya.

Gambar 20. Drone Jenis DJI


Sumber: Khoirunisa dan Kurniawati (2019)
Penetrasi teknologi Informasi (TI) dalam berbagai bidang kehidupan merupakan
sesuatu yang tidak dapat dicegah. Demikian juga halnya dengan penerapan TI di bidang
pertanian. Indonesia sebagai salah satu negara agraris di dunia harus mampu beradaptasi
dengan cara mengadopsi atau mengembangkan aplikasi berbasis TI untuk mendukung bisnis
pertanian yang dijalankan sebagian besar penduduk Indonesia. Pada bagian sebelumnya
penulis sudah mengulas beberapa bentuk aplikasi berbasis TI yang digunakan di beberapa
negara di Asia dan Afrika. Berikut ini penulis akan memaparkan tantangan, peluang dan
manfaat jika Indonesia ingin untuk mengembangkan sistem informasi atau aplikasi di sektor
pertanian.
Agar mampu sepenuhnya mengadopsi teknologi di bidang pertanian, Indonesia
menghadapi tantangan terkait penyiapan sumber daya manusia dalam hal ini dan
ketersediaan infrastruktur teknologi yang dapat jangkau di daerah pedesaan. Untuk
meningkatkan kemampuan petani dalam menggunakan IT dan aplikasi, diperlukan proses
bimbingan yang berkesinambungan dan diperlukan. Proses pendampingan juga harus
mengarah pada salah satu model komunikasi yang semula hanya menuju model komunikasi
hybrid , perpaduan antara komunikasi konvensional dan berbasis komputer. Pola ini serupa
dengan yang diikuti oleh Pekerja Pengetahuan di Uganda (Grameen Foundation, 2016).
Sementara itu untuk tantangan kesediaan infrastuktur TIK utamanya internet harus
diselesaikan melalui program berkelanjutan dari pemerintah untuk membangun infrastuktur
teknologi yang tentu saja hal ini juga harus didukung oleh berbagai pihak yang berkepentingan
antara lain pihak penyedia jaringan TIK, operator penyedia layanan komunikasi dan
akademisi.
Di samping tantangan Indonesia juga memiliki beberapa peluang terkait kemungkinan
penerapan TIK di bidang pertanian. Peluang tersebut meliputi pengunaan perangkat TIK
dalam hal ini smartphone yang telah meluas, adanya perhatian pemerintah untuk membangun
jaringan internet, tingginya peran sektor pertanian di Indonesia, dan banyaknya jumlah rumah
tangga di Indonesia yang bergerak di sektor pertanian. Meskipun sampai saat ini pengguna
smartphone di Indonesia masih kalah dengan negara Asia lainnya seperti China, India,
Singapore, dan Hongkong, namun diperkirakan pada tahun 2018, jumlah pengguna
smartphone di Indonesia akan mencapai 100 juta orang. Nilai ini akan menjadi nilai terbesar
keempat setelah China, India, dan Amerika (Wahyudi, 2015). Kondisi ini akan menjadi
peluang yang sangat besar untuk bertumbuhnya berbagai bisnis online di Indonesia termasuk
bisnis di bidang pertanian. Perhatian pemerintah dalam memperluas penetrasi internet juga
menjadi salah satu peluang bagi pengembangan sistem informasi atau aplikasi untuk
mendukung bisnis pertanian. Adanya perhatian dan program pemerintah untuk memperluas
akses terhadap jaringan internet di berbagai daerah tentu saja akan sangat mendukung
fungsionalitas perangkat TIK yang telah dimiliki oleh masyarakat. Harapannya program ini
bisa terus berjalan sehingga penetrasi internet dapat menjangkau setiap desa di Indonesia.
Dua peluang penting lainnya di dalam penerapan Aplikasi di bidang pertanian adalah
besarnya peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional dan besarnya jumlah rumah
petani di Indonesia. Sampai dengan tahun 2013, menurut data Direktorat Pangan dan
Pertanian (2013), sektor pertanian menyumbang 14,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Hal ini berarti sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang mendapatkan
perhatian khusus dari pemerintah. Dengan tingginya produktifitas pertanian di Indonesia
mengindikasikan bisnis di bidang pertanian akan terus berjalan dan berkembang. Jumlah
rumah tangga tani pada tahun 2013 mencapai lebih dari 26,14 juta rumah tangga (BPS, 2013).
Data ini mengindikasikan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia sangat tergantung pada
sektor pertanian. Jika kondisi ini dihubungkan dengan prediksi penggunaan smartphone di
Indonesia maka dapat dikatakan bahwa dalam 4 tahun ke depan hampir semua rumah tangga
tani akan memiliki sebuah smartphone sebagai sarana komunikasi sehari-hari. Hal ini berarti
petani telah memiliki ketersediaan perangkat untuk menggunakan aplikasi pertanian berbasis
TI.
Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di sektor pertanian memberikan
banyak manfaat yaitu:
1) TIK dapat meningkatkan hasil produksi;
2) TIK bisa mengurangi resiko dalam bisnis pertanian;
3) TIK dapat mendukung optimalitas keuntungan bagi petani;
4) TIK dapat meningkatkan efektifitas dalam berbagi informasi dan komunikasi antar
stakeholder di bidang pertanian;
5) TIK meningkatkan kemampuan tawar (bargaining power) petani; dan
6) TIK mendukung pertanian yang ramah lingkungan.
Penerapan TIK dapat meningkatkan hasil produksi produk pertanian. Hal ini dapat
didukung melalui proses penanaman atau pengolahan lahan dan produk pertanian dengan
benar. TI menghubungkan petani kepada akses informasi mengenai bibit tanaman yang
unggul atau cara pengolahan lahan yang lebih baik sehingga lahan pertanian dapat
memberikan hasil yang maksimal. Peningkatan produktifitas hasil pertanian akan memberikan
peluang ekspor produk pertanian sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Manfaat
kedua dari penerapan TIK pada sektor pertanian adalah TI mampu mengurangi resiko dalam
bisnis pertanian. Melalui pertanian presisi, TI dapat melakukan berbagai prediksi dengan lebih
akurat. Berbagai sistem pendukung keputusan dan sistem pakar dapat dikembangkan untuk
mendukung petani dalam proses pengambilan keputusan. Dengan demikian tingkat resiko
selama proses penanaman, pemeliharaan, dan penjualan produk hasil pertanian dapat
diminimalisir. Manfaat ketiga terkait keuntungan yang didapatkan petani dalam bisnis
pertaniannya. Melalui dukungan TIK petani dapat melakukan efisiensi pembiayaan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Sistem Infromasi Geografis (SIG) meruapakan teknologi yang dapat membantu
pemetaan yang dapat mengambil gambar, memanipulasi, menganilisis, dan menampilkan
data spasial yang telah didapat. Hal ini dapat mendukung sistem pertanian presisi yang ada
dengan memasukkan input seminimal mungkin dengan hasil yang maksmal. Tantangan yang
dihadapi untuk menerapkan pertanian presisi pada lahan konvensional saat ini adalah sulitnya
petani untuk memahami dan beradaptasi dengan teknologi yang maju. Petani kesulitan untuk
memahami teknologi baru yang masuk ke lahan mereka sedangkan pertanian di dunia
memiliki tanggung jawab yang besar untuk memnuhi kebutuhan pangan yang semakin
meningkat. Tantangan lainnya adalah tidak selalu teknologi yang digunakan di lahan dapat
melakukan semua pekerjaan di lahan dengan benar, pasti ada beberapa kesalahan yang
harus dibenarkan oleh petani itu sendiri. Maka input informasi yang diberikan ke teknologi
yang digunakan harus benar-benar presisi.
Rekomendasi penerapan dan penggunaan GIS untuk mendukung pertanian
berkelanjutan antara lain pengelolaan data dasar tanah dan kelas tanah, penentuan produk
pertanian, aplikasi GIS juga sangat berguna untuk memantau kondisi, menilai risiko pertanian,
efisiensi keuangan, pengendalian hama dan penyakit, pemantauan tanaman pertanian,
presisi pertanian, dan telah menjadi pilihan dalam sistem penentuan posisi untuk PF.
Beberapa negara menerapkan sistem call center, fokus pada perdagangan atau penjualan
produk pertanian baik secara nasional maupun internasional, sistem yang dikembangkan
berbasis masyarakat. Semua sistem pertanian dikembangkan menggunakan platform
teknologi berbasis web dan seluler. Sistem yang dikembangkan adalah sistem yang mampu
menghubungkan berbagai aktor yang terlibat dalam pertanian.
5.2 Saran
Penerapan sistem pertanian presisi dan sistem informasi geografis di sektor pertanian
membutuhkan dukungan semua pihak. Dukungan tersebut meliputi teknologi yang
digunakan, fungsi aplikasi, kemampuan aplikasi, bentuk aplikasi dan pelaku atau pihak yang
terlibat, mulai dari petani hingga pemerintah. Penerapan sistem pertanian presisi dan
teknologi lainnya harus memperhatikan pertimbangan, mulai dari sumber daya yang ada
hingga tantangan yang muncul, sehingga penerapan pertanian presisi dan teknologi lainnya
dapat mendukung sektor pertanian agar berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Agustapraja, H, R. 2017. Penerapan Genius Loci Pada Pemukiman Masyarakat Ngadas
Tengger Malang. J. Civilla 2(1):33-40.
Anggiana, Versa dan Bergas. 2014. Pembangunan Pariwisata dan Perampasan Ruang Hidup
Rakyat : KSPN Menjawab Masalahnya Siapa?. Penelitian Tim Bromo Tengger
Semeru.
Badan Pusat Statistik, “Hasil Sensus Pertanian 2013 (Angka Sementara)”, Berita Resmi
Statistik N0. 62/09/Th.XVI, 2 September 2013.
Balafoutis, A., B. Beck, S. Fountas, J. Vangeyte, T. van der Wal, I. Soto, M. Gómez-Barbero,
A. Barnes, and V. Eory. 2017. Precision Agriculture Technologies Positively Contributing
to GHG Emissions Mitigation, Farm Productivity and Economics. Sustainability 9 (1339):
1-28
Ernaeni, Y., Supriadi, A & Rinto. 2012. Pengaruh jenis pelarut terhadap klorofil dan senyawa
fitokimia daun ki ambang (Salvinia molesta Mitchell) dari perairan rawa. Journal of
Fistech, 1(1).
Faroka, Faiz Ridhan., Seminar, Kudang Boro., Muljono, Pudji. 2013. Pengaruh Adopsi
Teknologi PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi) Berbasis Pertanian Presisi
Terhadap Pendapatan Petani Padi Di Desa Jembungan, Kabupaten Boyolali, Jawa
Tengah. Jurnal Komunikasi Pembangunan 1-10.
Gunawan, R., T. Andhika, Sandi, dan F. Hibatulloh. 2019. Sistem Monitoring Kelembapan
Tanah, Suhu, pH dan Penyiraman Otomatis pada Tanaman Tomat Berbasis Internet
of Things. Telekontran, 7(1): 70-71.
Grameen Foundation, “Grameen Foundation Website”, [Online]. Available: www.grameen
foundation.org, [Diakses 22 September 2019]
Heriyanto H, Seminar KB, Solahudin M, Subrata DM, Supriyanto, Liyantono, Noguchi, R,
Ahamed T. 2016. Water Supply Pumping Control System Using PWM Based On
Precision Agriculture Principles. IAEJ, 25(2): 1–8
Khoirunisa, H. dan F. Kurniawati. 2019. Penggunaan Drone dalam Mengaplikasikan Pestisida
di Daerah Sungai Besar, Malaysia. Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat, 1(1): 89-90.
Lubis, Djuara P. 2010. Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Mendukung
Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Program Mayor Komunikasi Pembangunan.
Insititut Pertanian Bogor, Bogor.
Nugroho, A.S., Tanjung, S.D dan Hendrarto, B. 2014. Distribusi serta kandungan nitrat dan
fosfat di perairan Danau Rawa Pening. Bioma, 3(1), 27–41.
Organization For Economic Co-Operation And Development (OECD). 2008. OECD
Guidelines For Testing For Chemicals Test No. 425: Acute Oral Toxicity: Up And Down
Procedure. Paris : OECD, 1-27.
Prabawa, S., B. Pramudya, I W. Astika, R.P.A. Setiawan, dan E. Rustiadi. 2009. Sistem
Informasi Geografis dalam Pertanian Presisi Aplikasi pada Kegiatan Pemupukan di
Perkebunan Tebu. Prosiding Seminar Nasional Himpunan Informatika Pertanian
Indonesia.
Purnomo, S.S. dan Hakim, L. 2012. Analisis potensi longsoran pada daerah Ranu Pani
mengguakkan metode geolistik resistivitas, Kecamatan Senduro, Kabupaten
Lumajang. Neutrino, 4(1), 79–84.
Prayitno.2000. Sistem Informasi Geografis. Yogyakarta: Andi Offset.
Roedjinandari, N., Balquni, M., Fandely, C & Nopirin. 2016. Tourist perception and preference
to the tourism attractions ini Ranu Pani Villages Bromo Tengger Semeru National Park.
IOSR Journal of Humanities and Social Science (IOSR-JHSS), 21(2), 39–45.
Saydi, R. 2021. Sistem Monitoring Sensor Kelengasan Tanah dan Curah Hujan Sebagai
Dasar Pertanian Presisi dalam Pengambilan Keputusan Petani. Prosiding Seminar
Nasional Hasil Riset dan Pengabdian Vol. 3. Seminar Nasional Hasil Riset dan
Pengabdian Ke-III, Universitas Jember.
Sawitri, R dan Mariana, T. 2019. Konservasi Danau Ranu Pane dan Ranu Regulo di Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru. J. Penelitian dan Konservasi Alam 16(1): 35-50.
Sulaeman, Y., Ropik S., Saefoel B., Mas T. S. dan Dedi N. 2015. Sistem informasi
Sumberdaya Lahan Pertanian Indonesia : Status Terkini dan Arah Pengembangan ke
Depan. Jurnal Sumberdaya Lahan. 9(2): 121–140.
Wahyudi, A. “Indonesia Raksasa Teknologi Digital Asia”, 2015. [Online].
Available:https://www.tempo.co/read/kolom/2015/10/02/2310/indonesiaraksasa-
teknologi-digital-asia. [Diakses 22 September 2019].

Anda mungkin juga menyukai