Anda di halaman 1dari 5

TUGAS KELOMPOK SENI BUDAYA

CERITA RAKYAT PEMALANG

NAMA ANGGOTA :

1. DIVA SULISTIYANINGRUM (08)


2. RIFANA AULIA (27)
3. SELVIANA RETNO WULANDARI (29)
4. TETTY PARTIKA (33)

KELAS : X DPIB 1

SMK NEGERI 1 AMPELGADING


TAHUN PELAJARAN 2020/2021
Sejarah dan Mitos Tentang Patih Sampun Pemalang

Sosok fenomenal Patih Sampun bagi wong Pemalang sudah sangat melegenda,
namun siapa sosok sebenarnya Patih Sampun masih misterius dan juga dikenal dalam
riwayat yang beragam. Antara lain kami kulik sebagai berikut:

Keturunan bangsawan dari Tanah Pasundan

Salah satu misterinya yang belum terjawab secara ilmiah adalah tentang asal usulnya.
Salah satu versi yang berkembang bahwa Patih Sampun merupakan keturunan
bangsawan dari Tanah Pasundan.

Ki Suryo, salah satu budayawan Pemalang mengatakan bahwa menurut beberapa


referensi yang diperoleh, Patih Sampun dalam cerita ini bernama Samsudin Alias
Salamudin. Tak Lain, adalah kakak Pangeran Yusup Raja Cirebon dan juga cucu dari
Sultan Gunung Jati.

Menurut sumber-sumber yang dihimpun media kita, sosok yang juga di kenal dengan
nama Talabudin atau Kalabudin ini, mengapa di pemalang sebagai satu ketidak
sengajaan. Ketika itu, Salamudin sedang menempuh perjalanan dari tanah pasundan
menuju ke arah Kerajaan Majapahit. Setiba di wilayah Pemalang, tiba-tiba dirinya
jerjebak selaksa terkena “oyod mingmang”. Sehingga dirinya tidak bisa keluar dan
hanya melingkar-lingkar diwilayah Kadipaten Pemalang selama beberapa hari.

Menyadari dirinya kalah dalam ilmu kanuragan sehingga terjebak oleh kekuatan gaib
dan tidak bisa keluar dari wilayah Pemalang, yang tak lain adalah kedigjayaan dari
Penguasa Pemalang maka, Salamudin menghadap sang Bahu Rekso Pemalang ketika
itu yaitu Ki Sembung Yudha untuk meminta pertolongan. Tidak jelas bagaimana
detailnya, hanya konon karena Ki Sembung Yudha tertarik dan melihat
kemampuannya, maka kemudian Ki Salamudin diangkat menjadi seorang Patih
Pemalang dengan gelar Patih Sampun Jiwo Negoro

Putra Asli Pemalang

Adapun sumber lain yang kami kutip dari budaya jawa disaat Pemalang di bawah
kepemimpinan  Sang Adipati Anom saat itu baru meemimpin dan sedang
mengadakan pertemuan dengan para Punggawa Kadipaten untuk membahas masalah
pembangunan di Pemalang.untuk mempermudah hubungan dengan daerah-daerah di
Pemalang kala itu, Adipati Pangeran Benowo memerintahkan kepada Patih
Djiwonegoro untuk membangun dua jembatan di sungai Banger dan di sungai
Srengseng di Kebondalem pada saat diberi mandat tugas tersebut,dengan spontan
Patih Djiwonegoro menjawab “sampun dados (sudah jadi), kanjeng Adipati”.

Serta merta ketika mendengar jawaban dari Patih Djiwonegoro, sang Adipati saat itu
yaitu Pangeran Benowo tercengang dibuatnya!. Untuk membuktikan kebenaran
ucapan Djiwonegoro, pada pagi harinya Pangeran Benowo meninjau lokasi dua
jembatan tersebut, dan ternyata apa yang di ucapkan Djiwonegoro benar adanya,di
dua sungai tersebut telah terbentang jembatan yang di kehendaki Adipati. Maka
semakin yakinlah Pangeran Benowo kepada bhakti dan kesetiaan patih Djiwonegoro,
putra asli Pemalang nan masyhur kesaktiannya.

Pada hari berikutnya, sang Adipati Benowo memerintahkan lagi kepada patih
Djiwonegoro untuk membangun lagi dua jembatan di sungai Rambut di Bojongkelor
dan sungai Plawangan. Namun lagi-lagi dijawab “sampun dados, kanjeng Adipati”
oleh Djiwonegoro namun kali ini Adipati Benowo tak perlu lagi mengecek kebenaran
jawaban yang di berikan oleh patihnya,dikarenakan sang Adipati sudah
mempercayainya. Bahkan bulan-bulan berikutnya adipati Pangeran Benowo
memerintahkan lagi untuk membangun beberapa jembatan berturut-turut, jembatan-
jembatan tersebut antara lain sebagai berikut:

– Jembatan Gianti,terdapat didepan polres lama,Sirandu.


– Jembatan di kali Waluh,Kedungbanjar.
– Jembatan di sungai Comal,kali Comal.
– Jembatan sungai Plawangan, di Lawangrejo.
– Jembatan sungai Sudetan di desa Krasak.
– Jembatan Pesapen, didepan kantor kecamatan Pemalang.
– Jembatan Slarang di sungai Waluh,di perbatasan desa Lenggong,Slarang.
– Jembatan sungai Raja (Siraja) di wilayah Bantar bolang,tepatnya di dukuh
Simbang,Pegiringan.
– Jembatan di perkebunan kelapa Gentongreot,Karang moncol.
– Jembatan di desa Mejagong di kali Comal.
– Jembatan di desa Datar,di kali Comal.
– Jembatan Sudetan di daerah Moga,didepan Pesanggragan dan pemandian.
– Jembatan di perbatasan desa Cikasur dan desa Randu dongkal.
– Jembatan di desa Bulakan,dan –
– Jembatan di desa Belik.

Di Nobatkan Sebagai Patih Sampun

Pada pertemuan berikutnya, Adipati pangeran Benowo melibatkan Tumenggung dan


seluruh Demang serta para Penatus dan Bekel se kadipaten Pemalang, dalam acara
tersebut, Adipati pangeran Benowo mengucapkan terima kasih kepada Patih
Djiwonegoro dan para punggawanya atas jasa-jasanya dalam membangun beberapa
jembatan di wilayah kadipaten Pemalang, maka, atas jasanya tersebut patih
Djiwonegoro diberi gelar “sampun”, dan sejak saat itu Patih Djiwonegoro lebih
dikenal sebagai Patih Sampun.

Mitos Kali Bacin

Menurut cerita yang berkembang di masyarakat secara turun temurun, Kali Bacin
sesungguhnya tidak pernah diperlebar. Anehnya, lebar jembatan Kali Bacin selalu
sesuai dengan ukuran lebar jalan. Kali Bacin terletak melintas di jalan Jenderan
Sudirman Barat, tepatnya persis di sebelah timur Kantor Pegadaian Pemalang. Dekat
pertigaan lampu merah kota atau sebelah timur alun-alun Pemalang.

Menurut mitos yang berkembang, jembatan Kali Bacin di Jalan Jenderal Sudirman itu
dulunya salah satu kali dan atau jembatan yang dibangun oleh Kanjeng Patih Sampun.
Karenanya, diyakini pula bahwa Kali Bacin mempunyai daya gaib yang berkekuatan
mistis dengan selalu dapat menyesuaikan lebar jalan dengan sendirinya disepanjang
waktu.

Meskipun sulit dipertanggung jawabkan secara ilmiah, namun mitos tentang misteri
jembatan Kali Bacin terus berkembang hinggi saat ini. Walaupun sejauh ini belum
ada pihak-pihak yang membuktikan kebenarannya.

Taman Patih Sampun Pemalang


Sumber : Mediakita(dot)co
Budayajawa(dot)id
Ki Sunari Djoko Tjarito Satrio Pemalang

Anda mungkin juga menyukai