Anda di halaman 1dari 14

CONTOH KASUS PASIEN SAFETY

. Kasus

Kasus An. Az. di Rumah Sakit S (padang) umur 3 tahun pada tanggal 14 februari 2012, pasien di
rawat di ruangan melati Rs. S padang dengan diagnosa Demam kejang . Sesuai order dokter infus
pasien harus diganti dengan didrip obat penitoin namun perawat yang tidak mengikuti operan jaga
langsung mengganti infuse pasien tanpa melihat bahwa terapi pasien tersebut infusnya harus didrip
obat penitoin. Beberapa menit kemudian pasien mengalami kejang-kejang, untung keluarga pasien
cepat melaporkan kejadian ini sehingga tidak menjadi tambah parah dan infusnya langsung diganti
dan ditambah penitoin.

. Analisis

Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa kelalaian perawat dapat membahayakan keselamatan pasien.
Seharusnya saat pergantian jam dinas semua perawat memiliki tanggung jawab untuk mengikuti
operan yang bertujuan untuk mengetahui keadaan pasien dan tindakan yang akan dilakukan
maupun dihentikan. Supaya tidak terjadi kesalahan pemberian tindakan sesuai dengan kondisi
pasien.

Pada kasus ini perawat juga tidak menjalankan prinsip 6 benar dalam pemberian obat. Seharusnya
perawat melihat terapi yang akan diberikan kepada pasien sesuai order, namun dalam hal ini
perawat tidak menjalankan prinsip benar obat.

Disamping itu juga, terkait dengan hal ini perawat tidak mengaplikasikan konsep patient safety
dengan benar, terbukti dari kesalahan akibat tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan
yang menyebabkan ancaman keselamatan pasien.

- Pengembangan Dan Penerapan Solusi Serta Monitoring Atau Evaluasi

Berdasarkan kasus diatas solusi untuk pemecahan masalah mengenai perawat yang tidak mengikuti
operan pergantian jam dinas. Perawat harus mengetahui standar keselamatan pasien sesuai dengan
uraian DepKes, sebagai berikut :

Standar Keselamatan Pasien RS (KARS – DepKes)

1. Hak pasien

2. Mendidik pasien dan keluarga


3. Keselamatan pasien dan asuhan berkesinambungan

4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja, untuk melakukan evaluasi dan


meningkatkan keselamatan pasien

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

- Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:

 Hak pasien

Standar: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana
dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

Kriteria: Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib
membuat rencana pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak
Diharapkan.

 . Mendidik pasien dan keluarga

Standar: RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien.

Kriteria : Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien
yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistem dan mekanisme
mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat : Memberikan informasi
yang benar, jelas, lengkap dan jujur, mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan
keluarga, mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti, memahami dan
menerima konsekuensi pelayanan, mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS,
memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa dan emenuhi kewajiban finansial yang
disepakati.
 . Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.

Standar : RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar
unit pelayanan.

Kriteria : Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien
keluar dari RS, terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi
antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar, terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup
peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan
sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya, terdapat
komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses
koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

 . Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program


peningkatan keselamatan pasien.

Standar : RS harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak
Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

Kriteria : Setiap RS harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi,
dan tujuan RS, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis
yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan "Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien RS", setiap RS harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara
lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan,
keuangan, setiap RS harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua Kejadian Tidak
Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi, setiap RS harus
menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang
diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

 . Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien


Standar: Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara
terintegrasi dalam organsasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
sakit”, pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
pasien dan program menekan atau mengurangi kejadian tidak diharapkan, pimpinan mendorong dan
menumbuhkan komunikasi dan oordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang keselamatan pasien, pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan menigkatkan kinerja rumah sait serta meningkatkan keselamatan pasien
dan pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas konribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien.

Kriteria: Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien, tersedia program
proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden, yang mencakup
jenis-jenis kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari “kejadian nyaris cedera (Near miss)
sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan” (Adverse event), Tersedia mekanisme kerja untuk
menjmin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintregrasi dan berpatisipasi dalam program
keselamatan pasien, tersedia prosedure “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang
benar dan jelas untuk keperluan analisis.

 : mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas

Standar: rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam
pelayanan pasien.

Kriteria: Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf
baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing, setiap rumah
sakit harus megintregasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-service training dan
memberi pedoman yan jelas tentang pelaporan insiden dan setiap rumah sakit harus
menyelenggarkan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan
interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

Standar VII: Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Standar: Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keelamatan
pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal, transmisi data dan informasi
harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria: Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien, tesedia
mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang
ada.

Sesuai dengan defenisi patient safety, menurut Cooper et al (2000) bahwa “patient safety as the
avoidance, prevention, and amelioration of adverse outcomes or injuries stemming from the
processes of healthcare.” Pengertian ini maksudnya bahwa patient safety merupakan penghindaran,
pencegahan, dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari
proses pelayanan kesehatan. Jika perawat mengetahui dan mengaplikasikan dengan benar konsep
patient safety, perawat akan sebisa mungkin meminimalisir kesalahan atau mencegah terjadinya
kejadian yang tidak diharapkan.

- Perawat seharusnya menerapkan prinsip 6 benar dalam pemberian obat, sebagai berikut :

1. Tepat Obat : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, menanyakan ada tidaknya alergi
obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan obat, mengecek label obat,
mengetahui reaksi obat, mengetahui efek samping obat, hanya memberikan obat yang didiapkan diri
sendiri.

2. Tepat dosis : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek hasil hitungan dosis
dengan perawat lain, mencampur/mengoplos obat.

3. Tepat waktu : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek tanggal kadarluarsa
obat, memberikan obat dalam rentang 30 menit.

4. Tepat pasien : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, memanggil nama pasien yang
akan diberikan obat, mengecek identitas pasien pada papan/kardeks di tempat tidur pasien

5. Tepat cara pemberian : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek cara
pemberian pada label/kemasan obat.

6. Tepat dokumentasi : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mencatat nama pasien,
nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat (Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997).
Sebagai seorang kepala ruangan hal yang harus dilakukan dalam pemecahan masalah ini adalah
menegur perawat yang bersangkutan terhadap kelalaian tindakan yang dilakukan. Selalu
mengobservasi berjalannya operan pergantian jam dinas dilaksananakan dengan tepat agar tidak
terjadi kesalahan lagi.

Sebagai seorang kepala ruangan menjelaskan kepada keluarga tindakan yang akan dilakukan yaitu
pemberian peritoin untuk mengatasi kejang.

- STANDAR OPERATIONAL PROCEDURE PENANGANAN KEJANG

Definisi

• Tindakan Untuk Mengatasi Kejang.

Tujuan

• Agar Demam Kejang Teratasi

• Agar Tidak Terjadi Kejang Berulang

Petugas

• Perawat

Peralatan

1. Medis

• Diazepam Injeksi 2 Ml : 5 Ampul

• Diazepam Supp 5 Mg Dan 10 Mg : 5 Buah

• Phenobarbital Injeksi : 5 Ampul

• Phenitoin Injeksi : 5 Ampul

• Diazepam 2 Mg Tablet : 1 Botol

• Parasetamol Tablet : 1 Botol

• Parasetamol Sirup : 3 Botol


• Ibuprofen 200 Mg Tablet : 1 Botol

• Ibuprofen Sirup : 3 Botol

• Termometer Oral : 1 Buah

• Termometer Rectal : 1 Buah

• Infus Set : 5 Buah

• Abbocath No.22 Dan 24 : 5 Buah

• Wing Needle : 5 Buah

• Cairan Nacl : 5 Kolf

• Cairan D 5% : 5 Kolf

• Cairan Rl : 5 Kolf

• Spuit Injeksi Disposable 1 Cc, 2.5 Cc, 3 Cc Dan 5 Cc :

Masing-Masing 2 Buah

• Kapas : 1 Toples

• Alkohol 70 % : 250 Cc

• Bengkok : 2 Buah

• Handscoon : 1 Box

• Reflex Hammer : 1 Buah

• Stetoskop : 2 Buah

• Tabung O2 Dengan Face Mask : 1 Buah

• Tounge Spatle Dengan Balutan Kassa Steril : 3 Buah

• Kassa Steril : 3 Pak


2. Non Medis

• Ruangan 3 X 4 M, Dengan Ventilasi Dan Penerangan Yang Cukup : 1 Buah

• Bed Pemeriksaan Sesuai Standar ( Tinggi 70 Cm, Lebar 70 Cm, Panjang 2 M ) : 1 Buah

• Bantal, Sprei, Perlak, Selimut : Masing-Masing 1 Buah

• Meja Kursi : 1 Set , Meja Alat : 1 Buah

• Lampu Bohlam 18 W : 1 Buah

• Kantong Obat Emergency

• Bolpoint, Pensil, Penghapus, Penggaris : Masing-Masing 2 Buah

• Buku Resep : 1 Buah

• Rekam Medik : 10 Set

• Lembar Rujukan : 10 Lembar

• Inform Concent : 10 Lembar

• Standar Infus : 1 Buah

• Timbangan Injak : 1 Buah

• Timbangan Badan Bayi : 1 Buah

• Jam Dinding Dengan Jarum Detik : 1 Buah

• Senter : 1 Buah

• Wastafel Dengan Air Mengalir : 1 Buah

• Sabun (Batang Atau Cair, Yang Antiseptik Maupun Non Antiseptik)

• Wadah Sabun Yang Berlubang Supaya Air Bisa Terbuang Keluar

• Handuk / Lap Sekali Pakai (Tisu, Atau Kain Yang Dicuci Setelah Sekali Pakai) Untuk
Mengeringkan Tangan
• Tempat Sampah Medik Beralas Plastik Dan Tertutup, Tutup Dapat Di Buka Dengan Menginjak
Pembuka Tutup Di Bagian Bawah Tempat Sampah : 1 Buah

• Tempat Sampah Non Medik Beralas Plastik :1 Buah

Prosedur Pelaksanaan

Tahap Prainteraksi :

• Melakukan Verifikasi Program Pengobatan Klien

• Mencuci Tangan

• Menyiapkan Alat

Tahap Orientasi :

• Memberikan Salam Kepada Klien

• Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada klien/ kleuarga

• Bila anak datang dalam keadaan masih kejang lakukan penanganan darurat kejang

Tahap Kerja penanganan gawat darurat kejang :

1. Meminta ibu membaringkan klien ke atas tempat tidur pemeriksaan

2. Memberitahu keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi kejang dan
membuat inform concent

3. Memperbaiki sirkulasi udara ruangan dengan mempersilakan selain petugas untuk keluar
ruangan dan membaringkan anak terlentang di tempat tidur membuka baju anak dan meletakkan
posisi leher sedikit ekstensi (mendongak ke atas) dengan cara meminta bantuan petugas lain /
pengantar untuk memegang dagu anak

4. Memakai handscoon pada kedua tangan petugas

5. Menjelaskan kepada pengantar bahwa akan dimasukan spatel ke dalam mulut anak untuk
mencegah gigitan pada lidah dan membaringkan anak terlentang di atas tempat tidur sambil
mengambil spatel lidah dan membungkusnya dengan kasa steril, lalu membuka mulut anak dengan
cara menekan kedua belah pipi dan meletakan spatel di atas lidah
6. Membaringkan anak di tempat tidur yang datar dengan posisi miring, kaki bagian atas ditekuk
untuk mencegah bahaya tersedak ludah atau muntahan

7. Membebaskan jalan nafas dengan cara melonggarkan pakaian

8. Menjelaskan kepada pengantar / keluarga bahwa akan dilakukan tindakan pemberian obat
melalui dubur untuk mengobati kejangnya, dengan mengucapkan, “Bu / pak, kami akan
memasukkan obat melalui dubur anak bapak / ibu untuk mengobati kejangnya “

9. Memberikan diazepam melalui dubur untuk mengatasi kejangnya dengan cara sebagai berikut :

a. Mengambil diazepam suppositoria ( dosis sebanyak 5 mg untuk BB < 10 kg atau 10 mg untuk BB


> 10 kg atau 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak di atas 3 tahun )

b. Petugas membuka celana dalam anak dengan posisi bokong anak menghadap ke petugas

c. Memposisikan anak di tempat tidur yang datar dibantu oleh seorang paramedis dengan posisi
miring, kaki bagian atas dibengkokkan pada bagian pangkal paha anak dan kaki bagian bawah lurus

d. Membuka dubur penderita dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri sampai tampak lubang
dubur

e. Membersihkan dubur anak dengan betadin yang dilarutkan dengan air dengan sekali usap dari
atas ke bawah

f. Membuka tutup kemasan diazepam suppositoria dengan memutar tutup berlawanan arah jarum
jam

g. Memasukkan ujung kemasan diazepam suppositoria ke dalam dubur anak dengan arah sejajar
tulang belakang anak sampai seluruh leher kemasan masuk ke dalam dubur anak

h. Menekan tube kemasan diazepam suppositoria bagian luar sampai seluruh isi kemasan masuk ke
dalam dubur anak

i. Dan dalam keadaan tube kemasan bagian luar masih tertekan mencabut tube kemasan dengan
tangan kanan, sementara tangan kiri merapatkan lipatan bokong anak selama beberapa saat sampai
diazepam tidak mengalir keluar

j. Setelah diazepam tidak mengalir keluar, melepaskan tangan kiri yang merapatkan lipatan
bokong anak
10. Apabila tidak tersedia diazepam suppositoria maka bisa diberikan diazepam injeksi secara
intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg per kg BB, dengan cara sebagai berikut :

a. Menjelaskan kepada pengantar / keluarga bahwa akan dilakukan tindakan pemberian obat
melalui pembuluh darah anaknya untuk mengobati kejangnya : “Bu / pak, kami akan memasukkan
obat melalui pembuluh darah anak bapak / ibu untuk mengobati kejangnya “

b. Menyiapkan diazepam injeksi, spuit 3 cc, kapas alkohol, tourniquet, wing needle ukuran 20 atau
24 atau 26 ( sesuai dengan besar kecilnya vena )

c. Mengambil diazepam injeksi kemudian mematahkan leher ampulnya lalu dihisap dengan spuit 3
cc, mengeluarkan gelembung udara dari dalam spuit dengan cara menghadapkan jarum spuit ke atas
lalu piston di tarik ke bawah kemudian didorong ke atas sehingga semua udara keluar dari spuit

d. Mencari vena anak yang paling tampak jelas pada tangan atau kaki

e. Setelah menemukan pembuluh darah vena dipasang tourniquet di atas lokasi vena ± 5–10 cm
(tergantung usia anak)

f. Melakukan desinfeksi lokasi yang akan di pasang wing needle dengan cara mengusapkan kapas
alkohol, melingkar dari dalam ke luar

g. Membuka penutup wing needle lalu menusukkannya ke pembuluh darah vena yang telah dipilih
dengan lubang jarum menghadap ke atas

h. Mengamati apakah tampak darah mengalir keluar dari wing needle, apabila tidak keluar darah
dari wing needle maka dilakukan pemasangan wing needle di bagian pembuluh darah vena yang
lain, apabila sudah keluar darahnya maka wing needle di tutup kembali.

i. Segera membuka kembali tourniquet

j. Memfiksasi wing needle ke tangan anak dengan plester dengan cara melekatkan plester di batas
wing needle yang masuk ke dalam vena

11. Menunggu selama 5 menit sambil memastikan jalan napas tidak tersumbat

12. Memberikan oksigen melalui face mask 2 ml/menit

13. Menurunkan suhu tubuh dengan melepaskan pakaian anak lalu mengompres memakai air biasa
atau hangat, dengan cara :

a. Mengisi air dalam waskom kemudian mencelupkan handuk ke dalam waskom lalu di peras
b. Mengompreskan handuk basah di seluruh tubuh terutama pelipatan ketiak kanan-kiri,
pelipatan paha dan dahi

c. Memberikan antipiretik parasetamol sirup dosis 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari


atau obat antipiretik lain seperti ibuprofen dosis 5 – 20 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari, bila anak
sudah tidak kejang .

14. Mengawasi tanda-tanda gangguan pernafasan dengan menghitung jumlah pernafasan dalam
satu menit, melihat ada tidaknya tarikan dinding dada, melihat ada tidaknya pernafasan cuping
hidung

15. Apabila kejang teratasi maka dilanjutkan pemberian fenobarbital secara IV langsung setelah
kejang berhenti dengan dosis awal :

a. bayi 1 bln - 1 thn : 50 mg

b. > 1 tahun : 75 mg

c. Dilanjutkan dengan dosis rumatan diberikan 4 jam kemudian :

1) Dua hari pertama 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

2) Hari berikutnya 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

16. Apabila kejang belum teratasi maka ulangi pemberian diazepam perektal atau IV seperti
prosedur sebelumnya

17. Menunggu selama 5 menit sambil diulangi observasi pada point 3 di atas

18. Apabila kejang belum teratasi juga maka diberikan phenitoin dosis awal 10 – 20 mg/kgBB IV
secara pelan-pelan 1 mg/kgBB/menit

19. Apabila kejang berhenti dengan phenitoin maka dilanjutkan pemberian phenitoin dengan dosis
4 – 8 mg/kgBB/hari, 12 – 24 jam setelah dosis awal

20. Apabila kejang tidak teratasi dengan pemberian phenitoin, merujuk rumah sakit dengan cara :

a. Membuatkan surat rujukan ke RS sambil memberitahukan kepada keluarga penderita bahwa


anak akan di rujuk ke rumah sakit oleh karena pertolongan pertama yang dilakukan di puskesmas
belum berhasil : “ Bu / pak, anak bapak / ibu harus dirujuk ke RS..............., karena keadaannya
semakin memburuk dan untuk menanganinya dibutuhkan peralatan serta obat-obatan yang belum
tersedia disini, apakah bapak / ibu setuju?” Bila setuju, kami akan membuatkan surat rujukan ke RS
yang dituju.”Anak bapak / ibu akan kami antarkan ke RS dengan menggunakan pusling”

b. Memasang infus NaCl dengan cara :

1. Menyiapkan cairan NaCl dan infus set kemudian robek pembungkus infus set dan buka penutup
NaCl lalu tusukkan infus set ke ujung botol cairan dalam posisi tegak lurus lalu kaitkan cairan ke tiang
infus

2. Membuka klem infus dengan memutar rel klem ke arah bawah secara perlahan agar cairan
masuk ke dalam slang infus sementara ujung slang infus di pegang dengan tangan yang lain sehingga
cairan infus keluar kemudian memutar rel klem ke atas agar cairan tidak lagi keluar

3. Memasang ujung slang infus pada ujung wing needle

4. Mengatur tetesan cairan :

- BB 10 kg pertama 4ml/kgBB/jam

- BB 10 kg kedua 2ml/kgBB/jam

- BB 10 kg selanjutnya 1ml/kgBB/jam

- Misalnya berat badan 15 kg maka kebutuhan cairan rumatan adalah (10x4) + (5x2) = 40+10 =
50 ml/jam

Tahap terminasi

• Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan

• Berpamitan dengan klien

• Membereskan dan kembalikan alat ketempat semula

• Mencuci tangan

• Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan


- KESIMPULAN

Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang terutama dalam
pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman.

Peran-peran perawat dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit dapat dirumuskan antara lain
sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar pelayanan dan SOP yang telah
ditetapkan; menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan keperawatan; memberikan
pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang diberikan; menerapkan kerjasama tim
kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan kesehatan; menerapkan komunikasi yang baik
terhadap pasien dan keluarganya, peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap
kejadian tidak diharapkan; serta mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan
yang diberikan kepada pasien dan keluarga.

- SARAN

Adapun saran untuk para perawat yang mengaplikasikannya di lingkungan rumah sakit agar selalu
mengutamakan keselamatan pasien berdasarkan procedure yang telah di tentukan.

Anda mungkin juga menyukai