Anda di halaman 1dari 6

MATA KULIAH BUDAYA DAN PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA

CRITICAL REVIEW
Peran Serta Masyarakat dan Negara dalam Menyelesaikan Konflik di Indonesia

Oleh:
Astramus Filmon Tandang, S.IP
NPM : 211186918024
Kelas : 2C

Dosen Pengampu:
Dr. Firdaus Syam, M.A

PROGRAM MAGISTER ILMU POILITIK SEKOLAH PASCASARJANA


UNIVERSITAS NASIONAL
2021
Identitas Buku:
Judul Buku : Peran Serta Masyarakat dan Negara dalam Menyelesaikan Konflik di Indonesia

Pengarang : Dr. Firdaus Syam, M.A dan Dr. Mohammad Noer


Penerbit : Jurnal POELITIK Vol. 4 No. 2
Tahun Terbit : 2008

I. Gambaran Umum

Konflik merupakan peristiwa yang wajar di tengah kehidupan masyarakat majemuk, karena
perbedaan nilai, persepsi, kebiasaan, dan kepentingan di antara berbagai kelompok masyarakat
merupakan fakktor potensial yang menjadi pemicu. Kemungkinan berlangsungnya konflik akan
semakin menguat jika perbedaan horizontal (nilai, ideology, kebiasaan, dan sebagainya) tersebut
dipertajam oleh perbedaan vertical (kesenjangan ekonomi dan kekuasaan).

Indonesia sebagai sebuah bangsa, sejak awal kemerdekaan hingga era reformasi mengalami
perjalanan konflik yang luar biasa, baik dalam bentuk sifat dan jenis, maupun dalam eskalasinya
yang beragam, kompleks dan multi dimensi. Konflik yang terjadi di beberapa daerah di
Indonesia, seperti di Aceh, Maluku, dan Timor Timur bahkan telah mendorong keterlibatan
dunia internasional. Meskipun kemudian penyelesaian atas konflik tersebut harus melewati
waktu yang panjang.

Persoalan yang lebih serius lagi adalah, pemerintah dan masyarakat Indonesia dihadapkan
kepada situasi baru pasca konflik yang meninggalkan sejumlah masalah yang rumit. Khususnya
pasca konflik di Aceh dan Maluku, telah meninggalkan pengalaman traumatis, problem besar
yang dihadapi adalah rusaknya pranata social budaya dan infrastruktur dalam kehidupan di
daerah konflik. Karena itu sangat diperlukan strategi yang tepat untuk membangun kembali
stabilitas politik dengan melibatkan peran serta masyarakat dan Negara untuk pemulihan
(recovery) pasca konflik.
II. Pokok Masalah

Rumusan masalah penelitian dalam tulisan ini adalah: Bagaimana langkah-langkah strategis
dalam mengatasi berbagai persoalan pasca konflik di Indonesia secara lengkap dan menyeluruh?
Ada pun sejumlah pertanyaan penting yang diperlukan jawaban secara akademik: Pertama,
Aspek-aspek apa saja yang memicu dan menyebabkan berlarutnya konflik di kedua daerah
tersebut. Kedua, bagaimana program strategis yang menekankan peran serta masyarakat dan
penguatan perlembagaan Negara guna membangun stabilitas politik.

Penulis melihat bahwa factor-faktor konflik di Aceh meliputi: faktor sejarah dan budaya,
dimana tradisi budaya Aceh tidak bisa dipisahkan dengan agama Islam dan konsep agama
sesuatu yang “melekat” dengan soal kekuasaan (politik). Selain itu, pada factor social ekonomi,
Aceh memiliki sumber daya alam yang kaya dan potensial. Namun, proses distribusi kekayaan
tersebut ke masyarakat masih kuat dikendalikan oleh elit lokal. Di sisi politik, menjadi factor
yang sangat berperan dalam konflik di Aceh. Misalnya pertentangan antara kelompok-kelompok
di masyarakat seperti DI/TII, GAM juga keterlibatan TNI. Demikian juga konflik yang terjadi di
Maluku. Faktor- factor seperti ekonomi, politik, budaya, hukum dan keamanan masih menjadi
faktor yang ikut mempengaruhi.

Dalam kajian ini penulis tetap menemukan karakter yang berbeda-beda antara konflik yang
terjadi di Aceh dengan di Maluku. Di Aceh bentuk konflik vertical (daerah berhadapan dengan
pusat atau massa berhadapan dengan elit) adalah bentuk konflik kekerasan yang jenisnya
sparatisme. Sedangkan di Maluku, menurutnya, konflik yang terjadi di Maluku pada awalnya
masih berisifat vertical lalu berubah menjadi konflik horizontal. Ketika Semokil dengan
Republik Maluku Selatan (RMS)-kelompok loyalis kolonial Belanda melakukan perlawanan
kekerasan bersenjata dengan jenis sparatisme pada pemerintahan Soekarno. Lalu pada era
transisi 1999, di Ambon (Maluku) terjadi konflik horizontal dalam bentuk konflik komunal
antaretnis.
Dalam penelitian ini disimpulkan, bahwa pada dasarnya konflik yang terjadi di Indonesia
hadir dengan bentuk kekerasan yang beragam factor pendorongnya. Misalnya, ketidakadilan,
diskriminasi, sterotipe budaya, perbedaan ideology dan kepentingan. Manifestnya adalah
kekerasan individu (penguasa), kekerasan komunal, kekerasan structural, dan tidak hanya negara
yang melakukan melainkan juga masyarakat.

Selain itu, penyelsaian konflik dan pasca konflik di Indonesia menurut penulis memerlukan
langkah menyeluruh dan sistematis dengan mensinergikan dua kekuatan yang dipadukan, yakni
dukungan, inovasi dan kreatifitas masyarakat satu sisi dan pengelolaan politik yang berbasis
pada konsisten menjalankan kesepakatan dan regulasi berbagai aturan Negara yang berpihak
kepada kepentingan masyarakat.

III. Kelebihan dan Kekurangan

Penelitian ilmiah dalam jurnal ini sudah memberikan secara cukup mendalam tentang apa
yang menjadi factor dan juga pemicu (manifest) dalam memahami timbulnya konflik.
Pendektesian awal in tentu akan memudahkan kita untuk memahami bagaimana konflik itu
terjadi, aktor apa saja yang terlibat dan seperti apa strategi yang harus dilakukan pasca konflik
agar relasi Negara dengan masyarakat atau relasi antar masyarakat bisa berlangsung harmonis ke
depannya.

Gaya dan sistematika penulisan dalam jurnal ini juga tidak terlalu terbelit-belit sehingga
memudahkan pembaca memahami isi dari apa yang diteliti. Sealin itu juga, saya harus memberi
apresiasi kepada penulis, karena cukup berani untuk menentukan objek penelitian pada daerah-
daerah pasca konflik seperti Maluku dan Aceh. Penelitian yang melibatkan orang-orang yang
telah terlibat konflik besar dan berlangsung lama tentu butuh ketelitian serius agar tidak
terksesan membuka luka lama dan malah terjadi konflik lanjutan.

Namun, ada beberapa hal yang harus juga saya kritisi dalam tulisan ini, Diantaranya terkait
dengan jawaban atas pertanyaan peneilitian kedua, yakni bagaimana program strategis yang
menekankan peran serta masyarakat dan penguatan perlembagaan Negara guna membangun
stabilitas politik. Pertanyaan ini tidak diuraikan dan dijawab dengan baik dalam penelitian ini.
Pembahasan lebih dominan menjawabi pertanyaan pertama, yakni aspek-aspek yang
menyebakan konflik. Padahal berbicara program adalah, hal-hal yang berifat teknis dan kongrit
dari sebuah kebijakan Negara dalam melayani kebutuhan masyarakat. Namun, program-program
tersebut tidak terlihat dalam uraian tulisan ini.

Selain itu, penulis belum juga secara mendalam menjelaskan bagaimana konflik itu menjadi
sebuah konsensus. Bagaimana masyarakat dan negara perlu mengelola berbagai potensi konflik
yang ada dengan cara-cara yang dapat diterima oleh semua pihak. Seperti yang ditegaskan
Maswadi Rauf. Ia menawarkan dengan membangun consensus yang mempertemukan
kepentingan-kepentingan kelompok yang bertikai tersebut ke dalam sebuah tatanan kekuasaan
yang dapat mengurangi perbedaan (Maswadi Rauf, 2000:15). Atau dalam bahasa lain, perbedaan
pendapat bisa diselesaikan melalui proses dialog atau pembagian dan penjatahan nilai-nilai. Pada
poin ini, saya btidak menemukan penjatahan nilai seperti apa yang dialokasikan baik kepada
masyarakat, atau kelompok-kolompok dalam masyarakat juga kepada Negara dalam konflik
yang terjadi di Aceh dan Maluku.
Referensi

- Syam, Firdaus Syam, dkk. Peran Serta Masyarakat dan Negara dalam Menyelesaikan
Konflik di Indonesia, Jakarta: Jurnal POELITIK, Universitas Nasional, 2008
- Rauf, Maswadi. Konsensus Politik Sebuah Penjajagan Teoritik, Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Depertemen Pendidikan Nasional, 2000

Anda mungkin juga menyukai