Anda di halaman 1dari 4

KLIPING

KONSEP KELAS SOSIAL PADA TEORI POLITIK


Diajukan untuk Memenuhi Tugas
Mata kuliah : Teori Politik
Dosen Pengampu :
M. Ahyani, S.Fil.I., M.AP

Disusun Oleh :
Nama : Siti Aisyah
NPM : 212308107
Lokal : 1C Reguler
No. Absen : 45

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
(STIA AMUNTAI)
2021 / 2022
Konflik Antar Kelas Sosial Indonesia

02 Desember 2021

tirto.id - Konflik sosial antarkelas adalah salah satu kajian sosiologi yang membahas mengenai
problematika kelompok. Konflik sosial antarkelas terjadi ketika ada pertentangan antara kelas-kelas
sosial dalam suatu masyarakat. Berikut ini pengertian konflik sosial antarkelas dan contohnya yang
terjadi di Indonesia.

Untuk memahami konflik sosial antarkelas, perlu diketahui terlebih dahulu pengertian kelas sosial
yang ada pada suatu masyarakat. Sederhana, kelas sosial adalah golongan masyarakat yang memiliki
sejumlah kekayaan atau status tertentu.

Materi dalam bentuk kekayaan merupakan salah satu tolok ukur kelas sosial. Tolok ukur lainnya
adalah status sosial, misalnya keturunan bangsawan, hingga status politik, misalnya keluarga
pemegang kekuasaan di suatu wilayah tertentu.

Murlianto Sumardi dan Hans-Diecter Evers membagi kelas sosial menjadi tiga jenis, sebagaimana
dikutip dari buku Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok (1982). Kelas-kelas sosial itu terdiri dari kelas
atas (upper class), kelas menengah (middle class), dan kelas bawah (lower class).

Teoretikus lainnya, misalnya Karl Marx membaginya menjadi dua, yaitu kelas borjuis (pemilik modal)
dan kelas proletar (golongan buruh). Pertentangan yang terjadi antar kelas-kelas sosial inilah yang
dikenal sebagai konflik sosial antarkelas.

Pembagian kelas sosial terwujud dalam lapisan kelas bertingkat (hierarkis). Bentuknya terbagi dalam
kelas tinggi dan kelas rendah. Lazimnya, kelompok yang berkedudukan lebih tinggi dalam kelas sosial
memiliki kesempatan lebih untuk mengakses kekuasaan dan sumber daya dalam masyarakat
tersebut.

Pengertian Konflik Sosial Antar Kelas


Begawan Sosiologi Indonesia, Soerjono Soekanto dalam buku Sosiologi: Suatu Pengantar (2014)
menuliskan bahwa pengertian konflik sosial antarkelas adalah konflik yang muncul karena ada
perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat.

Kepentingan itu dapat berupa kepentingan ekonomi, martabat, politik, kekuasaan, dan sebagainya.
Ketika ada ketimpangan dan ketidakpuasan dari salah satu pihak atas pihak lainnya, hal itu riskan
menjadi pemantik hadirnya konflik sosial antarkelas.

Untuk memahami lebih lanjut mengenai konflik sosial antarkelas, simak contoh-contohnya yang
terjadi di Indonesia berikut ini.

1. Konflik Perusahaan dan Karyawan

Karyawan yang termasuk kelas proletar kadang kala merasakan ketidakadilan ketika tenaganya
diperas, namun tidak diberi upah layak. Kelas borjuis yang memiliki modal (kapital) menduduki posisi
tinggi di perusahaan tersebut dianggap sebagai penindas para karyawan.

Ketika para karyawan tersudut dan tidak puas dengan upah yang mereka terima, terjadi penuntutan
kepada pihak perusahaan. Kadang kala, ada demo atau tuntutan keadilan agar keinginan mereka
terpenuhi.

Sebagai misal, pada 2020 Serikat Pekerja TransJakarta (SPT) menuntut pelunasan upah lembur libur
nasional dan libur pemilu yang tidak dibayarkan sepanjang 2015 hingga 2019. Konflik TransJakarta ini
berujung ke laporan polisi pada Agustus 2020.

2. Konflik Pernikahan Bangsawan dan Rakyat Jelata

Di suatu masyarakat tertentu, ada strata sosial berdasarkan keturunan. Orang dari keturunan rakyat
biasa dilarang menikah dengan orang dari keturunan bangsawan.

Sebagai misal, di Bali, kelas ningrat tidak boleh menikah dengan rakyat jelata atau orang luar Bali.
Kasus nyatanya adalah pernikahan ayah dan ibu Presiden Soekarno.

Ayah Presiden Soekarno adalah Raden Sukemi Sosrodiharjo, orang Jawa yang merantau ke Bali. Ia
kemudian jatuh cinta dan ingin menikahi Ida Ayu Nyoman Rai, gadis bangsawan Bali dari keluarga
ningrat.

Pada akhirnya, keduanya harus kawin lari karena konflik antara golongan ningrat yang merasa
bahwa anak mereka, Ida Ayu tidak pantas kawin dengan orang biasa, apalagi berasal dari Jawa.

Kasus konflik sosial antarkelas ini juga diceritakan dalam banyak karya sastra, misalnya dalam roman
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1938) karangan Buya Hamka. Zainuddin yang berasal dari
golongan rakyat biasa, apalagi dianggap orang luar Minangkabau tidak boleh menikahi Hayati yang
berasal dari keluarga terhormat Minang.

3. Konflik Aceh: GAM versus Pemerintah RI

Konflik sosial di Aceh antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah RI memiliki sejarah
panjang. Dari perspektif GAM, ada ketidakpuasan di bidang pembangunan di Aceh karena standar
ganda Pemerintah RI. Dampaknya berujung pada kemiskinan, tidak meratanya fasilitas pendidikan,
serta tingkat keselamatan masyarakat Aceh yang dianggap rendah.

Pada 1976, Hasan Datuk di Tiro mendirikan GAM dengan membawa propaganda anti Jawa. Mereka
dianggap pemberontak oleh Pemerintah RI dan berupaya dibasmi. Pada 2005, tonggak konflik antara
GAM dan Pemerintah RI berakhir damai melalui Kesepakatan Helsinki yang ditandatangani di
Finlandia.

Komentar:

Konflik sosial merupakan suatu aspek yang pasti akan dialami oleh setiap Individu yang terjadi
disebabkan oleh banyak hal. Konflik dalam kelas sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat
hendaknya dapat dihindarkan dengan identifikasi terhadap potensi konflik yang berkembang,
memahami bentuk dan penyebab Konflik sosial.

Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil untuk menghilangkan konflik di muka bumi.
Konflik antarperorangan dan antarkelompok kelas sosial macam keinginan seseorang dan tidak
terpenuhinya keinginan tersebut dapat berakhir dengan konflik. Perbedaan pandangan antar
perorangan juga mengakibatkan konflik. Selanjutnya, jika konflik perorangan tidak dapat diatasi
secara adil dan proporsional, maka hal itu dapat berakhir dengan konflik antarkelompok dalam
masyarakat.

Kendala dalam penyelesaian konflik yang terjadi lebih banyak diakibatkan karena perbedaan
pendapat yang sering disebabkan karena kedua kelompok tersebut mengakui akan Kekuatan Kelas
sosial dan kebenaran pada masing-masing dan menganggap kelompok yang lainnya yang bersalah.

Menjalin silaturahmi dan hubungan yang baik antar masyarakat tanpa memandang kelas khususnya
para pemuda melalui kegiatan-kegiatan yang positif seperti olahraga, kegiatan keagamaan dan lain-
lain.

Anda mungkin juga menyukai