Anda di halaman 1dari 3

NAMA : RIDWAN RAMADHAN

NIM : 044698772

KODE MATA KULIAH : ISIP4110.150 PENGANTAR SOSIOLOGI 150

TUGAS TUTORIAL KE :4

STRATIFIKASI SOSIAL

Ada dua bentuk stratifikasi sosial dalam masyarakat yang dapat kita lihat yaitu:

1. Sistem Kasta

Sistem kasta adalah bentuk stratifikasi sosial yang memberikan garis secara jelas antara satu
lapisan dengan lapisan yang lain dan sifatnya sangat kaku.

2. Sistem Kelas

Dalam stratifikasi dengan sistem kelas lebih berifat dinamis dan fleksibel. Kelas sosial
bukanlah warisan dari keluarga, karena setiap individu dapat memperolehnya dengan suatu
usaha yang benar-benar. Dalam sistem kelas perubahan lapisan antara satu orang dengan
orang lain sangat bervariasi dan berisfat terbuka.

PERTANYAAN

1. Dari 2 bentuk stratifikasi sosial di atas, berikan pendapat saudara bentuk stratifikasi
mana yang sering menimbulkan kesenjangan khususnya di Indonesia sehingga
menimbulkan konflik antar satu sama lain.
2. Jelaskan kenapa hal itu bisa terjadi.
3. Berikan solusi yang tepat untuk mengatasi kesenjangan dari stratifikasi ini.

JAWABAN

1. Sistem kelas dalam bentuk stratifikasi sosial adalah system yang paling sering
menimbulkan kesenjangan khususnya di Indonesia, bahkan menimbulkan konflik
antar satu sama lain.

2. Terjadinya konflik tersebut karena ada perbedaan kepentingan antara kelas-kelas


sosial yang ada di masyarakat. Kepentingan itu dapat berupa kepentingan ekonomi,
martabat, politik, kekuasaan, dan sebagainya. Ketika ada ketimpangan dan
ketidakpuasan dari salah satu pihak atas pihak lainnya, hal itu riskan menjadi pematik
hadirnya konflik sosial antarkelas.
Terdapat banyak kasus konflik sosial antarkelas yang terjadi di Indonesia, diantaranya
sebagai berikut:
1) Konflik antara karyawan dengan perusahaannya untuk menuntut kenaikan
upah.
Karyawan yang termasuk kelas proletar kadang kala merasakan ketidakadilan
ketika tenaganya diperas, namun tidak diberi upah layak. Kelas borjuis yang
memiliki modal (kapital) menduduki posisi tinggi di perusahaan tersebut
dianggap sebagai penindas para karyawan. Ketika para karyawan tersudut dan
tidak puas dengan upah yang mereka terima, terjadi penuntutan kepada pihak
perusahaan. Kadang kala, ada demo atau tuntutan keadilan agar keinginan
mereka terpenuhi.
2) Konflik Pernikahan bangsawan dengan rakyat jelata
Di suatu masyarakat tertentu, ada strata sosial berdasarkan keturunan. Orang
dari keturunan rakyat biasa dilarang menikah dengan orang dari keturunan
bangsawan. Sebagai misal, di Bali, kelas ningrat tidak boleh menikah dengan
rakyat jelata atau orang luar Bali. Kasus nyatanya adalah pernikahan ayah dan
ibu Presiden Soekarno.
3) Konflik Aceh: GAM versus Pemerintah RI Konflik sosial di Aceh antara
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah RI memiliki sejarah panjang.
Dari perspektif GAM, ada ketidakpuasan di bidang pembangunan di Aceh
karena standar ganda Pemerintah RI. Dampaknya berujung pada kemiskinan,
tidak meratanya fasilitas pendidikan, serta tingkat keselamatan masyarakat
Aceh yang dianggap rendah.

3. Konflik dalam kehidupan manusia memang tidak mungkin untuk dipisahkan. Sebab
untuk memenuhi kebutuhan hidup, umumnya manusia melakukan berbagai usaha
yang dalam pelaksanaannya selalu dihadapkan pada sejumlah hak dan kewajiban. Jika
penempatan hak dan kewajiban tersebut dilakukan dengan baik, maka kemungkinan
kecil akan terjadi konflik dan begitu pula sebaliknya. Terkait dengan hal tersebut,
tentunya setiap wilayah di Indonesia memang memiliki potensi konflik cukup besar.

Kearifan lokal dianggap sebagai salah satu satu alternatif pemecahan masalah dalam
penyelesaian konflik. Kebijakan lokal yang mengakar dan dianggap sakral,
menyebabkan pelaksanaannya dapat lebih efisien dan efektif karena mudah diterima
masyarakat. Kearifan lokal berpotensi untuk mendorong keinginan masyarakat hidup
rukun dan damai. Tradisi dan budaya lokal umumnya memang mengajarkan
perdamaian hidup selaras dengan lingkungan sosialnya.

Pendekatan kearifan lokal memang tidak bisa disamakan antara daerah yang satu
dengan daerah lainnya. Namun kearifan lokal tetap berintikan pada pendekatan
budaya, dengan memanfaatkan nilai dan budaya lokal yang telah dimiliki masyarakat
lokal tersebut. Seperti halnya yang dikemukakan S. Swarsi Geriya, bahwa kearifan
lokal memang terdiri dari nilai-nilai, etika, dan perilaku yang melembaga secara
tradisional. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat yang hidup bersama dalam
tuntunan sebuah tata nilai, akan saling melengkapi aturan-aturan mereka dengan
sejumlah kebijakan lokal yang membudaya. Tujuannya tentu untuk mengantisipasi
berbagai permasalahan yang disebabkan oleh adanya kesalahpahaman.

Kearifan lokal sebagai media paling ampuh untuk menemukan solusi dalam
penyelesaian konflik. Kondisi tersebut dilakukan dengan mengajak masyarakat yang
terlibat konflik untuk berdiskusi dan menegosiasikan keinginan masing-masing
terhadap pihak lainnya. Hal ini akan memberikan pengaruh terhadap bentuk
penyelesaian yang dianggap mungkin dan tepat, serta dapat dijadikan peringatan dini
terhadap konflik (conflict early warning system).

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Crocker, Chester A (et.al) (eds.). 1996. Managing Global Chaos: Sources of and
Responses to International Conflict. Washington, D.C.: USIP Press.
Kamanto Sunarto. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Burton, John. 1990. Conflict: Resolution and Provention. London: MacMillan Press.
John J. Macionis. (2008). Sociology. Twelfth edition. Pearson International Edition.
Internet
E. Tiezzi, N. Marchettini, & M. Rossini, Extending the Environmental Wisdom
beyond the Local Scenario: Ecodynamic Analysis and the Learning Community.
http://library.witpress.com/pages/paper info.asp.

Anda mungkin juga menyukai