• Penulis : Dr. Nasikun • Penerbit : PT RAJAGRAFINDO PERSADA • ISBN : 979-421-083-8 • Tahun Terbit : 2016 Bab 1 Pendahuluan Suatu pemahaman akan bahayanya konflik-konflik sosial yang bersifat laten yang akan muncul lagi dan faktor-faktor apakah yang sebaliknya mengintregasikan masyarakat Indonesia yang memiliki kondisi-kondisi konflik? Hal inilah yang bisa menimbulkan minat penulis untuk menulis buku ini. Pada tingkat pertama minat tersebut berkeinginan untuk mengungkapkan faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya konflik sosial namun pada akhirnya penulis bermaksud mencari pengertian faktor-faktor yang mengintregasikan masyarakat dan kemungkinan yang terjadi nanti dikemudian hari, dimana pemahamannya yang tidak mudah. Kendati masalah konflik dan intregasi telah menjadi pertanyaan yang sudah lama sejak awal teori sosiologi. Usaha para tokoh sosiologi untuk menjawab hal tersebut telah menciptakan banyak sekali aliran pemikiran dengan berbagai pandangan yang berbeda. Adanya beraneka-ragam aliran-aliran pemikiran mengenai bagaimana masyarakat terintregasi itulah maka suatu sudut pendekatan harus ditentukan dahulu sebelum pembicaraan jauh berkembang. Namun buku ini hanya ingin memperkenalkan dua diantara sekian banyak sudut pendekatan sosiologi yang paling kontrovesional di dalam menganalisis masalah konflik dan intregasi, sambil mengintip kemungkinan untuk menyusun suatu sintesis di antara keduanya sedemikian rupa, sehingga akan lebih realistis dalam menganalisis sistem sosial Indonesia. Bab 2 Pendekatan Teoritis Masyarakat sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi kedalam suatu bentuk ekuilibrium. Karena sifatnya yang demikian, maka aliran pemikiran tersebut disebut Integration approach, equilibrium approach, atau dengan lebih terkenal disebut sebagai structural-functional approach. Teori yang mendasarkan diri pada sudut pendekatan tersebut disebut intregation theories, order theories, equilibrium theoris atau lebih dikenal sebagai teori-teori fungsional struktural. Pendekatan fungsionalisme struktural sebagaimana yang telah dikembangakan oleh Parsons dan para pengikutnya, dapat kita kaji melalui sejumlah anggapan dasar mereka yang secara singkat, dapat dikatakan, bahwa suatu sistem sosial, pada dasarnya, tidak lain adalah suatu sistem tindakan-tindakan. Ia terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi di antara berbagai individu, yang tumbuh dan berkembang tidak secara kebetulan, melainkan tumbuh dan berkembang diatas standar penilaian umum yang disepakati bersama oleh para anggota masyarakat. Yang paling penting di antara berbagai standar penilaian umum tersebut, adalah apa yang kita kenal sebagai norma-norma sosial. Norma-norma itulah yang sesungguhnya membentuk struktur sosial. Dua macam mekanisme sosial yang paling penting, yakni mekanisme sosial dan pengawasan sosial (sosial control). Bab 3 Struktur Majemuk Masyarakat Indonesia Menurut Furnivall masyarakat Indonesia pada masa Hindia-Belanda, merupakan suatu masyarakat majemuk (plural societies), yakni suatu masyarakat yang terdiri dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa adanya pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik. Sebagai masyarakat majemuk, masyarakat Indonesia disebut sebagai suatu tipe masyarakat daerah tropis di mana mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras. Di dalam kehidupan politik pertanda paling jelas itu adalah tidak adanya kehendak bersama (common will). Masyarakat Indonesia sebagai keseluruhan terdiri dari elemen-elemen yang terpisah satu sama lain karena perbedaan ras, masing-masing lebih merupakan kumpulan individu-individu daripada suatu keseluruhan yang bersifat organis, dan sebagai individu kehidupan sosial mereka tidaklah utuh. Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa pluralitas masyarakat Indonesia yang demikian itu terjadi. Pertama yaitu keadaan/geografis yang membagi wilayah Indonesia menjadi kurang lebih 3000 pulau. Faktor yang kedua, kenyataan bahwa Indonesia terletak diantara samudera Indonesia dan samudera Pasifik. Iklim yang berbeda-beda serta struktur tanah yang tidak sama di antara berbagai daerah di kepulauan nusantara ini. Bab 4 Struktur Kepartaian Sebagai Perwujudan Struktur Sosial Masyarakat Indonesia Perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, regional dan pelapisan sosial tersebut secara analitis memang dapat dibicarakan sendiri-sendiri, akan tetapi di dalam kenyataan semuanya jalin-menjalin menjadi suatu kebulatan yang kompleks, serta menjadi dasar bagi terjadinya pengelompokan masyarakat Indonesia. Jalinan tersebut telah menghasilkan tejadinya berbagai “kelompok semu”, yang di dalam konteks pengertian popular dapat kita sebut sebagai “golongan” yang akan menjadi sumber di mana anggota-anggota “kelompok kepentingan” terutama direkrut. Pengelompokan masyarakat Indonesia itu membawa akibat yang luas dan mendalam di dalam seluruh pola hubungan-hubungan sosial di dalam masyarakat Indonesia. dimana adanya kelompok semu setelah kemerdekaan telah berhasil diubah menjadi kelompok kepentingan yang mempunyai tujuan bersama yang ingin dicapai. Salah satu kelompok kepentingan yang sangat khusus adalah apa yang kita kenal sebagai partai politik. Pada awal pertumbuhannya Indonesia, kelompok-kelompok semacam itu mula- mula lebih memusatkan perhatiannya pada kegiatan-kegiatan yang bersifat sosialkultural daripada yang bersifat politis. Baru dikemudian hari kelompok-kelompok kepentingan tersebut mengubah sifatnya menjadi organisasi yang benar-benar bersifat politis, yakni di dalam bentuknya sebagai partai politik. Di dalam hal ini hanya beberapa partai politik saja yang disebutkan untuk sekedar menggambarkan sistem kepartaian di Indonesia memiliki dasarnya di dalam watak yang dipunyai oleh struktur masyarakat Indonesia. BAB 5 Struktur Masyarakat Indonesia Dan Masalah Integrasi Nasional Pluralitas masyarakat yang bersifat multidimensional itu akan dan telah menimbulkan persoalan tentang bagaimana masyarakat Indonesia terintegrasi secara horizontal, sementara stratifikasi sosial sebagaimana yang telah diwujudkan oleh masyarakat Indonesia akan memberi bentuk pada integrasi nasional yang bersifat vertical, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Van Den Berghe, yakni: (1) terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang sering memiliki kebudayaan; (2) struktur sosial yang tebagi dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer; (3) kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar; (4) secara relatif sering terjadi konflik diantara kelompok; (5) secara relatif intregasi sosial tumbuh atas paksaan, dan adanya ketergantungan ekonomi; (6) adanya dominasi politik. Tingkatan konflik yang mungkin akan terjadi, yakni konflik di dalam tingkatannya yang bersifat ideologis dan konflik di dalam tingkatannya yang bersifat politis. Di dalam setiap situasi konflik, maka sadar atau tidak setiap pihak yang berselisih akan berusaha mengabadikan diri dengan cara memperkokoh solidaritas ke dalam di antara sesama anggotanya, membentuk organisasi kemasyarakatan untuk keperluan kesejahteraan dan pertahanan bersama. Faktor yang mengintegrasikan masyarakat Indonesia menurut Auguste Comte melalui Emile Durkheim sampai Talcott Parson, adalah berupa kesepakatan para warga masyarakat Indonesia akan nilai-nilai umum tertentu. Tetapi, lebih daripada itu nilai-nilai umum tersebut harus pula mereka hayati benar melalui proses sosialisasi. Kelebihan Buku Buku ini mampu memberikan informasi tentang integrasi dalam masyarakat majemuk bagaimana masyarakat dapat berintegrasi didalam banyak suku,agama, adat dan budaya yang berbeda beda dan rawannya terjadinya konflik. Kekurangan Buku Buku ini kurang memberikan pemahaman bagi pembaca khususnya bagi pemula sehingga pesan yang mau diutarakan oleh pengarang tidak tersampaikan pada pembaca.