Anda di halaman 1dari 5

RESUME MATERI

Sistem sosial merupakan sistem interaksi antara individu satu dengan individu lain atau
antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain dalam suatu struktur tertentu. Tidak
semua anggota atau subsistem sosial selaras dengan sistem secara keseluruhan. Namun
demikian, sistem sosial memiliki kemampuan adaptasi dan mampu memelihara keseimbangan,
sehingga stabilitas sistem tetap terjaga. Istilah sistem paling sering digunakan untuk menunjuk
pengertian metode atau cara dan sesuatu himpunan unsur atau komponen yang saling
berhubungan satu sama lain menjadi satu kesatuan yang utuh. Sistem sosial adalah suatu sistem
tindakan, terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi di antara berbagai individu, yang tumbuh
dan berkembang di atas standar penilaian umum yang disepakati bersama oleh para anggota
masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat heterogenitas yang
luar biasa kompleks, demikian pula struktur sosial yang dimilikinya. Aspek politik, ekonomi,
sosial-kultural, dan hukumnya sangatlah dinamik. Bahkan wilayah teritorial yang dihuni oleh
masyarakat suku bangsa yang cenderung statis pun turut mengalami perubahan terutama sejak
Timor Timur lepas dari wilayah politik dan hukum Indonesia pada pemerintahan Presiden
Habibi. Masyarakat Indonesia yang sangat heterogen dengan beraneka ragam sistem sosial dan
budaya rentan mengalami konflik baik yang sifatnya vertikal maupun horizontal. Konflik
demikian tidak jarang menimbulkan perubahan serius yang jika tidak dikelola dengan baik akan
dapat mengganggu bahkan mengkoyak integrasi bangsa. Kondisi disintegrasi yang pernah
dialami negara-negara kawasan Balkan, tentu saja tidak diharapkan terjadi di Indonesia. Namun
demikian, konflik dalam kadar tertentu dapat memberi energi baru bagi terwujudnya integrasi
bangsa.
Pluralitas sebagai kontraposisi dari singularitas menunjukkan adanya suatu situasi yang
terdiri dari kejamakan, bukan ketunggalan. Artinya, dalam masyarakat Indonesia dapat dijumpai
berbagai subkelompok masyarakat yang tidak bisa disatukelompokkan dengan lainnya. Tidak
kurang dari 500 suku bangsa di Indonesia menegaskan kenyataan itu. Heterogenitas yang
merupakan kontraposisi dari homogenitas mengindikasikan suatu kualitas dari keadaan yang
menyimpan ketidaksamaan dalam unsurunsurnya. Artinya, masing-masing subkelompok
masyarakat itu beserta kebudayaannya benar-benar berbeda satu dari yang lainnya. Secara
horizontal, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk atau masyarakat plural karena
masyarakatnya terbagi-bagi menurut kebudayaan, kekerabatan, suku bangsa, etnik, ras, dan
agama. Berbeda dengan Furnivall yang mengartikan pluralitas masyarakat Indonesia dalam
konteks masyarakat kolonial yang menggolonggolongkan masyarakat kolonial ke dalam tiga
kategori, yaitu golongan Eropa, golongan Timur Asing (Tionghoa dan Non-Tionghoa) dan
golongan Pribumi (Bumiputra. Pluralitas masyarakat Indonesia disebabkan oleh :

1. Keadaan geografis
2. Letak Indonesia antara samodera Indonesia dan samodera pasifik (→pusat lalu lintas
perdagangan dan persebaran agama)
3. Iklim yang berbeda (→berakibat plural secara regional)
4. Curah hujan dan kesuburan tanah yang berbeda (pluralitas lingkungan ekologis)
a) Wetrice cultivation (pertanian sawah di jawa dan bali)
b) Shifting cultivation (pertanian ladang di luar jawa)

Asumsi dasar struktur fungsional yaitu masyarakat terintegrasi atas dasar kata sepakat
para anggotanya terhadap nilai dasar kemasyarakatan yang menjadi panutannya. Kesepakatan
masyarakat tersebut menjadi general agreements yang memiliki kemampuan mengatasi
perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan dari para anggotanya masyarakat sebagai suatu
sistem yang secara fungsional terintegrasi kedalam suatu bentuk equilibrium. Teori
fungsionalisme struktural yaitu suatu kontruksi teori yang paling agung pengaruhnya dalam ilmu
sosial di masa seratus tahun sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali menyalakan fungsional
yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural
fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap warga sebagai
organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan
tersebut adalah hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap mampu bertahan hidup.
Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga benar tujuan
untuk mencapai keteraturan sosial. Teori struktural fungsional ini awal mulanya berangkat dari
pemikiran Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte
dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya tentang analogi organismik kemudian
dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kecocokan selang
warga dengan organisme, sampai belakangnya mengembang menjadi apa yang disebut
dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan untuk analisis substantif Spencer
dan penggerak analisis fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam
kuat terminology organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa warga yaitu sebuah
kesatuan dimana di dalamnya terdapat proses – proses yang dibedakan. Bagian-bagian dari
sistem tersebut benar fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Proses
tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika benar yang tidak
berfungsi karenanya hendak merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi
sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton tentang struktural fungsional. Selain itu,
antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai
perspektif fungsional modern.

Nasikun juga mengemukakan bahwa anggapan dasar yang mendasari pemikiran Talcott
Parsons: (1) masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling
berhubungan satu sama lain: (2) hubungan pengaruh mempengaruhi di antara bagian-bagian
tersebut adalah bersifat ganda dan timbal balik; (3) sekalipun integrasi sosial tidak pernah
dicapai dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak ke
arah ekuilibrum yang bersifat dinamis dalam menanggapi perubahan-perubahan yang datang dari
luar; (4) sekalipun disfungsi, ketagangan, dan penyimpangan senantiasa terjadi juga, akan tetapi
di dalam jangka panjang keadaan tersebut pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui
penyesuaian dan proses institusionalisasi. Dengan perkataan lain, sekalipun integrasi sosial pada
tingkatnya yang sempurna tidak akan pernah tercapai, akan tetapi setiap sistem sosial akan
senantiasa berproses ke arah itu; (5) perubahan-perubahan di dalam sistem sosial pada umunya
terjadi secara gradual, melalui penyesuaian dan proses instutusionalisasi; (6) pada dasarnya,
perubahan sosial timbul dan terjadi melalui tiga macam kemungkinan: penyesuaian yang
dilakukan oleh sistem sosial tersebut terhadap perubahan yang datang dari luar, pertumbuhan
melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional, serta penemuan-penemuan baru oleh
anggota-anggota masyarakat; dan (7) faktor paling penting yang dimiliki daya mengintegrasikan
suatu sistem sosial adalah konsensus di antara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai
kemasyarakatan tertentu.

Penilaian/kritik terhadap theori struktural fungsional terlalu menekankan anggapan


dasarnya pada peranan unsur-unsur normatif dari tingkah laku sosial (pengaturan secara normatif
terhadap hasrat seseorang untuk menjamin stabilitas sosial) (david lockwood). Menurut David
Lockwood terdapat sub stratum yang berupa disposisi-disposisi yang mengakibatkan timbulnya
perbedaan life chances (kesempatan hidup) dan kepentingan-kepentingan yang tidak normatif
dalam setiap situasi sosial terdapat 2 hal yaitu: tata tertib yang bersifat normatif sub stratum yang
melahirkan konflik. kenyataan yang diabaikan dalam pendekatan struktural fungsional 1. setiap
struktur sosial mengandung konflik dan kontradiksi yang bersifat internal dan menjadi penyebab
perubahan 2. reaksi suatu sistem sosial terhadap perubahan yang datang dari luar (extra systemic
change) tidak selalu bersifat adjustive/tampak 3. suatu sistem sosial dalam waktu yang panjang
dapat mengalami konflik sosial yang bersifat visious circle 4. perubahan-perubahan sosial tidak
selalu terjadi secara gradual melalui penyesuaian, tetapi juga dapat terjadi secara revolusioner.

Aumsi dasar teori konflik dialektika yaitu 1. perubahan sosial merupakan gejala yang
melekat di setiap masyarakat 2. konflik dalah gejala yang melekat pada setiap masyarakat 3.
setiap unsur didalam suatu masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi dan
perubahan-perubahan sosial 4. setiap masyarakat terintegrasi diatas penguasaan atau dominasi
oleh sejumlah orang atas sejumlah orang-orang yang lain unsur-unsur yang bertentangan dalam
masyarakat atau kontradiksi intern akibat pembagian kewenangan/otoritas yang tidak merata
dapat menyebabkan terjadinya perubahan social, contohnya yaitu reformasi di Indonesia.

Menurut Dahrendorf karena adanya assosiasi terkoordinasi secara imperativ


(impetaratively coordinated associations/ica) yang mewakili organisasi-organisasi yang berperan
penting di dalam masyarakat. ICA terbentuk atas hubungan-hubungan kekuasaan antara
beberapa kelompok pemeran kekuasaan yang ada dalam masyarakat, kekuasaan menunjukkan
adanya faktor “paksaan” oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain. Dalam ICA hubungan
kekuasaan menjadi “tersahkan” atau terlegitimasi . Dalam ICA juga terdapat ruling dan ruled
(pemeran yang berkuasa dan pemeran yang dikuasai) yang berkuasa berusaha mempertahankan
status quo, yang dikuasai berusaha mendapatkan status quo – terdapat dikotomi antara dominator
dan sub dominator (dominated group dengan subjugated group).

Anda mungkin juga menyukai