Anda di halaman 1dari 14

SISTEM SOSIAL INDONESIA (Dr.

Nasikun)
Disusun sebagai Resume Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas Individu
Pada Mata Kuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia.

Dosen : Nyi Raden Ruyani, S. Sos., M.Si

Oleh :

Qomari Thariq 192010137

Kelas D

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG

2020

SISTEM SOSIAL INDONESIA 1


BAB I

PENDAHULUAN

Beberapa ahli ilmu kemasyarakatan bangsa asing yang menganggap semboyan

“Bineka Tunggal Ika” Sesungguhnya masih lebih merupakan suatu cita-cita yang masih harus

diperjuangkan oleh segenap bangsa Indonesia daripada sebagai kenyataan yang benar-benar

hidup di dalam masyarakat. Konflik pada hakikatnya merupakan suatu gejala sosial yang

melekat di dalam kehidupan setiap masyarakat, dan melekat pula di dalam kehidupan setiap

bangsa Akan tetapi konflik sosial di dalam berbagai masyarakat senantiasa memiliki derajat

dan polanya masing-masing. Hal itu terjadi karena sumber yang menyebabkannya

mempunyai ragam dan pola yang tidak sama pula.

SISTEM SOSIAL INDONESIA 2


BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

Pendekatan fungsionalisme struktural sebagaimana yang telah dikembangkan oleh

Parsons dan para pengikutnya, dapat dikaji melalui sejumlah anggapan dasar mereka sebagai

berikut :

1. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling

berhubungan satu sama lain.

2. Dengan demikian hubungan pengaruh memengaruhi di antara bagian-bagian tersebut

adalah bersifat ganda dan timbal balik.

3. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara

fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah ekuilibrium yang bersifat

dinamis seperti menanggapi perubahan-perubahan yang datang dari luar dengan

kecenderungan memelihara agar perubahan-perubahan yang terjadi di dalam sistem

sebagai akibatnya hanya akan mencapai derajat yang minimal.

4. Sekalipun disfungsi, ketegangan-ketegangan, dan penyimpangan-penyimpangan

senantiasa terjadi juga, akan tetapi di dalam jangka yang panjang keadaan tersebut

pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaian-penyesuaian dan

proses institusionalisasi. Dengan kata lain, sekalipun integrasi sosial pada tingkatnya

yang sempurna tidak akan pernah tercapai, akan tetapi setiap sistem sosial akan

senantiasa berproses ke arah itu.

5. Perubahan-perubahan di dalam sistem sosial pada umumnya terjadi secara gradual,

melalui penyesuaian-penyesuaian, dan tidak secara revolusioner. Perubahan-

SISTEM SOSIAL INDONESIA 3


perubahan yang terjadi secara drastis pada umumnya hanya mengenai bentuk luarnya

saja, sedangkan unsur-unsur sosial budaya yang menjadi bangunan dasarnya tidak

seberapa mengalami perubahan.

6. Pada dasarnya, perubahan-perubahan sosial timbul atau terjadi melalui tiga macam

kemungkinan yaitu penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial

tersebut terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar (extra systemic change),

pertumbuhan melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional, serta penemuan-

penemuan-penemuan baru oleh anggota-anggota masyarakat.

7. Faktor paling penting yang memiliki daya mengintegrasikan suatu sistem sosial

adalah konsekuensi di antara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai

kemasyarakatan tertentu. Di dalam setiap masyarakat demikian menurut pandangan

fungsionalisme struktural selalu terdapat tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dasar

tertentu terhadap sebagian besar anggota masyarakat yang menganggap serta

menerimanya sebagai suatu hal yang mutlak benar. Sistem nilai tersebut tidak saja

merupakan sumber yang menyebabkan berkembangnya integrasi sosial, akan tetapi

sekaligus juga merupakan unsur yang menstabilisir sistem sosial budaya itu sendiri.

Dapat dikatakan bahwa suatu sistem sosial pada dasarnya tidak lain adalah suatu

sistem daripada tindakan-tindakan. Ia terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi di antara

berbagai individu, yang tumbuh dan berkembang tidak secara kebetulan, melainkan tumbuh

dan berkembang tidak secara kebetulan, melainkan tumbuh dan berkembang di atas standar

penilaian umum yang disepakati bersama oleh para anggota masyarakat. Yang penting di

antara berbagai standar penilaian umum tersebut adalah apa yang kita kenal sebagai norma-

norma sosial. Norma-norma sosial itulah yang sesungguhnya membentuk struktur sosial.

Prosesnya adalah sebagai berikut, karena setiap orang menganut dan mengikuti pengertian-

pengertian yang sama mengenai situasi-situasi tertentu (sharing the same definition of the

SISTEM SOSIAL INDONESIA 4


situation) dalam bentuk norma-norma sosial, maka tingkah laku mereka kemudian terjalin

sedemikian rupa ke dalam bentuk suatu struktur sosial tertentu.

Terdapat anggapan dasar bahwa setiap sistem sosial memiliki kecenderungan untuk

mencapai stabilitas atau ekuilibrium di atas konsensus para anggota masyarakat akan nilai-

nilai umum tertentu, mengakibatkan para penganut pendekatan fungsionalisme struktural

kemudian menganggap bahwa disfungsi, ketegangan-ketegangan, dan penyimpangan-

penyimpangan sosial yang mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan kemasyarakatan

dalam bentuk tumbuhnya diferensiasi sosial yang semakin kompleks adalah akibat daripada

pengaruh faktor-faktor yang datang dari luar. Anggapan semacam itu mengabaikan

kenyataan-kenyataan sebagai berikut. :

1. Setiap struktur sosial di dalam dirinya sendiri mengandung konflik-konflik dan

kontradiksi-kontradiksi yang bersifat internal, yang pada gilirannya justru yang

bersifat internal, yang pada gilirannya justru menjadi sumber bagi terjadinya

perubahan-perubahan sosial.

2. Reaksi dari suatu sistem sosial terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar

(extra systemic change) tidak selalu bersifat adjustive.

3. Suatu sistem sosial di dalam waktu yang panjang dapat juga mengalami konflik-

konflik sosial yang bersifat visious circle.

4. Perubahan-perubahan sosial tidak selalu terjadi secara gradual melalui penyesuaian-

penyesuaian yang lunak akan tetapi dapat juga terjadi secara revolusioner.

Terdapat juga pokok-pokok pikiran berpangkal dari pendekatan Structuralist non

marxis sebagai berikut :

SISTEM SOSIAL INDONESIA 5


1. Setiap masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan yang tidak pernah

berakhir atau dengan kata lain perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di

dalam setiap masyarakat.

2. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya atau dengan kata lain

konflik adalah gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat.

3. Setiap unsur di dalam suatu masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya

disintegrasi dan perubahan-perubahan sosial.

4. Setiap masyarakat terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi oleh sejumlah orang

atas sejumlah orang-orang yang lain.

Berikut ini adalah syarat agar lembaga-lembaga dapat berfungsi secara efektif :

1. Lembaga-lembaga harus merupakan lembaga yang bersifat otonom dengan wewenang

mengambil keputusan-keputusan tanpa campur tangan dari badan-badan lain yang ada

di luarnya.

2. Kedudukan lembaga-lembaga tersebut di dalam masyarakat yang bersangkutan harus

bersifat monopolistis dalam arti hanya lembaga-lembaga itulah yang berfungsi

demikian.

3. Peranan lembaga-lembaga haruslah sedemikian ruap sehingga berbagai kelompok

kepentingan yang berlawanan satu sama lain itu merasa terikat kepada lembaga-

lembaga tersebut sementara keputusan-keputusannya mengikat kelompok-kelompok

tersebut beserta dengan para anggotanya.

4. Lembaga-lembaga tersebut harus bersifat demokratis, yakni setiap pihak harus di

dengarkan dan diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat-pendapatnya sebelum

keputusan-keputusan tertentu diambil.

SISTEM SOSIAL INDONESIA 6


BAB III

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik. Secara

horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan

perbedaan-perbedaan suku-bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat serta perbedaan

kedaerahan. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-

perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.

Menurut Pierre L. van den Berghe menyebutkan beberapa karakteristik berikut

sebagai sifat-sifat dasar dari suatu masyarakat majemuk yaitu :

1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang sering kali

memiliki sub kebudayaan yang berbeda satu sama lain.

2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat

non komplementer.

3. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai

yang bersifat dasar.

4. Secara relatif sering kali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu

dengan kelompok yang lain.

5. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coecion) dan saling

ketergantungan di dalam bidang ekonomi.

6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa pluralitas masyarakat Indonesia

yang demikian itu terjadi :

SISTEM SOSIAL INDONESIA 7


1. Keadaan geografis yang membagi wilayah Indonesia atas kurang lebih 3.000 pulau

yang tersebar di suatu daerah ekuator sepanjang kurang lebih 3.000 mil dari timus ke

barat dan 1.000 mil dari utara ke selatan dan merupakan faktor yang sangat besar

pengaruhnya terhadap terciptanya pluralitas suku-bangsa di Indonesia.

2. Kenyataan bahwa Indonesia terletak di antara samudera Indonesia dan samudera

Pasifik sangat memengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat

Indonesia. Karena letaknya yang berada di tengah-tengah lalu lintas perdagangan laut

internasional sejak dulu kala maka masyarakat Indonesia memperoleh berbagai

pengaruh kebudayaan bangsa lain melalui pedagang asing.

3. Keadaan iklim yang berbeda-beda dan struktur tanah yang tidak sama di antara

berbagai daerah di kepulauan nusantara ini merupakan faktor yang menciptakan

pluralitas regional di Indonesia.

Dimensi vertikal struktur masyarakat Indonesia yang menjadi semakin penting artinya

dari waktu ke waktu dapat kita saksikan dalam bentuk semakin tumbuhnya polarisasi sosial

berdasarkan kekuatan politik dan kekayaan. Semakin meluasnya pertumbuhan sektor

ekonomi modern beserta organisasi administrasi nasional yang mengikutinya maka kontras

pelapisan sosial antara sejumlah orang-orang yang secara ekonomis dan politis berposisi

lemah pada lapisan bawah dan sejumlah kecil orang-orang yang relatif kaya dan berkuasa

pada lapisan atas menjadi semakin mengeras.

SISTEM SOSIAL INDONESIA 8


BAB IV

STRUKTUR KEPARTAIAN SEBAGAI PERWUJUDAN

STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA

Dulu ketika pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955 terdapat 4 partai besar yang

memenangkan pemilu dengan perolehan suara yang cukup besar yaitu partai

Muhammadiyah, partai PNI, partai NU, dan partai PKI. Keempat partai tersebut memiliki

pendukung-pendukung yang sangat banyak dari lapisan atas hingga bawah. Sebenarnya

seluruh partai yang ada di Indonesia memiliki konflik-konflik yang mirip seperti

permasalahan integrasi karena kemajemukan masyarakat Indonesia. Pada dasarnya

merupakan konflik antara kelompok-kelompok sosial-kultural berdasarkan perbedaan-

perbedaan suku-bangsa, agama, daerah, dan stratifikasi sosial. Herbert Feith melihat konflik-

konflik politik di Indonesia sebagai konflik ideologis yang bersumber di dalam ketegangan-

ketegangan yang terjadi antara pandangan dunia tradisional (tradisi Hindu-Jawa dan Islam) di

satu pihak dengan pandangan dunia modern (khususnya pandangan dunia barat) di lain pihak.

Perwujudannya dinyatakan oleh konflik ideologis di antara lima buah aliran pemikiran

politik, yaitu : Nasionalisme radikal, Tradisionalisme Jawa, Islam Sosialisme Demokrat, dan

Komunisme. Sementara itu Donald Hindley melihat keragaman pola kepartaian di Indonesia

bersumber di dalam dua macam penggolongan masyarakat Indonesia yang bersifat silang

menyilang, yaitu : Penggolongan yang bersifat keagamaan di satu pihak dan penggolongan

atas penganut pandangan dunia tradisional dan penganut pandangan dunia modern di lain

pihak. Walaupun begitu dua pakar tersebut melihat juga bagaimana perbedaan-perbedaan

SISTEM SOSIAL INDONESIA 9


suku-bangsa, agama, daerah, dan stratifikasi sosial ikut serta memberikan warna pada

penggolongan politik.

BAB V

STRUKTUR MASYARAKAT INDONESIA dan MASALAH

INTEGRASI NASIONAL

Sedikitinya terdapat dua macam tingkatan konflik yang mungkin terjadi yaitu :

1. Konflik di dalam tingkatnya yang bersifat ideologis.

2. Konflik di dalam tingkatnya yang bersifat politis.

Pada tingkat yang bersifat ideologis, konflik tersebut terwujud di dalam bentuk konflik antara

sistem-nilai yang dianut serta menjadi ideologi dari berbagai kesatuan sosial. Pada tingkat

yang bersifat politis, konflik tersebut terjadi dalam bentuk pertentangan di dalam pembagian

status kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi yang terbatas di masyarakat. Di dalam situasi

konflik maka sadar atau tidak setiap pihak yang berselisih akan berusaha mengabadikan diri

dengan cara memperkokoh solidaritas ke dalam di antara sesama anggotanya, membentuk

organisasi-organisasi kemasyarakatan untuk keperluan kesejahteraan dan pertahanan bersama

seperti mendirikan sekolah-sekolah untuk memperkuat identitas kultural, bersaing di dalam

bidang pendidikan, sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Tetapi di samping terdapat

banyak konflik, suatu masyarakat majemuk dapat juga terintegrasi karena adanya saling

ketergantungan di antara berbagai kelompok atau kesatuan sosial di dalam lapangan ekonomi.

Menurut Liddle, suatu integrasi nasional yang tangguh dapat berkembang apabila :

SISTEM SOSIAL INDONESIA 10


1. Sebagian besar anggota masyarakat bangsa bersepakat tentang batas-batas teritorial

dari negara sebagai suatu kehidupan politik di mana mereka menjadi warganya.

2. Apabila sebagian besar anggota masyarakat tersebut bersepakat mengenai struktur

pemerintahan dan aturan-aturan daripada proses-proses politik yang berlaku bagi

seluruh masyarakat di atas wilayah negara tersebut.

Jadi, suatu integrasi nasional yang tangguh hanya akan berkembang di atas konsensus

nasional mengenai batas-batas suatu masyarakat politik dan sistem politik yang berlaku bagi

seluruh masyarakat tersebut. Yang pertama merupakan kesadaran dari sejumlah orang bahwa

mereka bersama-sama merupakan warga dari suatu bangsa, suatu kesadaran nasional yang

membedakan apakah seseorang termasuk sebagai warga dari suatu bangsa atau tidak. Yang

kedua merupakan konsensus nasional mengenai bagaimana kehidupan bersama sebagai

bangsa harus diwujudkan atau diselenggarakan suatu konsensus nasional mengenai “sistem

nilai” yang akan mendasari hubungan-hubungan sosial di antara para anggota suatu

masyarakat bangsa.

Dalam hal itu konsensus nasional mengenai bagaimana kehidupan bangsa Indonesia

harus diwujudkan atau diselenggarakan untuk sebagian harus kita temukan di dalam proses

pertumbuhan Pancasila sebagai dasar falsafah atau ideologi negara. Secara yuridis-formal,

Pancasila sebagai dasar falsafah negara pada tingkat yang sangat umum telah diterima

sebagai kesepakatan nasional serta lahir bersamaan dengan kelahiran negara Republik

Indonesia sebagai negara yang merdeka dan bebas dari penjajahan bangsa lain.

Pancasila pada hakikatnya dipandang sebagai perwujudan dari nasionalisme itu

sendiri. Yang pertama, Pancasila pada hakikatnya merupakan pernyataan perasaan anti

kolonialisme. Kedua, Pancasila pada hakikatnya merupakan pernyataan bersama dari

berbagai komponen masyarakat Indonesia untuk mempersemaikan toleransi dan akomodasi

SISTEM SOSIAL INDONESIA 11


timbal balik yang bersumber pada pengakuan akan kebinekaan masyarakat Indonesia. Ia

meliputi toleransi dan akomodasi timbal balik dalam bidang kesukuan, keagamaan,

kedaerahan, dan pelapisan sosial. Ketiga, Pancasila pada hakikatnya merupakan perumusan

tekad bersama bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan kehidupan bersama bangsa

Indonesia di atas cinta-cita ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,

Persatuan Indonesia, Kerakyataan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip-

prinsip Pancasila tersebut kemudian di turunkan atau dijabarkan ke dalam bentuk norma-

norma hukum berupa Undang-undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan perundang-

undangan. Maka Pancasila telah menjadi faktor yang mengintegrasikan masyarakat

Indonesia.

Ada beberapa indikasi yang biasa dipakai oleh para ahli ilmu-ilmu sosial untuk

menilai intensitas suatu masyarakat seperti berikut ini.

1. Demonstrasi, adalah sejumlah orang yang dengan tidak menggunakan kekerasan

mengorganisir diri untuk melakukan protes terhadap suatu rezim, pemerintah, atau

pimpinan dari rezim atau pemerintah tersebut, atau terhadap ideologi, kebijaksanaan,

kurangnya kebijaksanaan, atau terhadap suatu tindakan atau tindakan yang sedang

direncanakan.

2. Kerusuhan, pada dasarnya adalah sama dengan demonstrasi tetapi di dalamnya

mengandung penggunaan kekerasan fisik yang biasanya diikuti dengan perusakan

barang-barang, pemukulan atau pembunuhan oleh alat keamanan atas pelaku-pelaku

kerusuhan, penggunaan alat pengendalian kerusuhan oleh para petugas keamanan di

satu pihak, dan penggunaan berbagai macan senjata atau alat pemukul oleh para

pelaku kerusuhan dari demonstrasi dan armed attack yang akan kita kemukakan

SISTEM SOSIAL INDONESIA 12


berikut. Kenyataan bahwa kerusuhan terutama ditandai oleh spontanitas sebagai

akibat dari suatu insiden dan perilaku kelompok yang kacau.

3. Serangan bersenjata (Armed Attack), yakni suatu tindakan kekerasan yang dilakukan

oleh atau untuk kepentingan kelompok tertentu dengan maksud melemahkan atau

menghancurkan kekuasaan dari kelompok lain. Ia ditandai dengan terjadinya

pertumpahan darah, pergulatan fisik, atau perusakan barang-barang.

4. Jumlah kematian sebagai akibat kekerasan politik.

Terdapat indikator lain yang dapat dipergunakan untuk menilai sampai seberapa jauh

coercion mengambil peranan di dalam proses integrasi masyarakat yaitu yang disebut dengan

governmental sanction yaitu sesuatu tindakan yang diambil oleh penguasa untuk menetralisir,

menindak, atau meniadakan suatu ancaman terhadap keamanan pemerintah, rezim yang

berkuasa, atau negara. Terdapat tiga macam governmental sanction yaitu :

1. Penyensoran, meliputi semua tindakan pemerintah untuk membatasi, mengekang, atau

mengancam media massa seperti surat kabar, majalah, buku-buku, radio, maupun

televisi.

2. Pembatasan partisipasi politik, meliputi tindakan-tindakan pemerintah seperti

pembuatan undang-undang keadaan bahaya, mobilisasi alat-alat keamanan untuk

memelihara keamanan dalam negeri, atau penentuan jam malam. Meliputi juga

tindakan-tindakan khusus terhadap perorangan, partai politik, atau organisasi politik

yang lain, seperti pemecatan pegawai pemerintahan yang diketahui memiliki

keyakinan politik atau melakukan tindakan politik tertentu, pembubaran partai politik,

penahanan tokoh-tokoh politik untuk kepentingan keamanan negara, memenjarakan

orang-orang dengan alasan melakukan kegiatan politik atau melakukan oposisi yang

dapat merugikan kepentingan nasional, serta penahanan orang-orang yang terlibat di

dalam protes politik seperti demonstrasi, kerusuhan, dan armed attack.

SISTEM SOSIAL INDONESIA 13


3. Pengawasan, meliputi semua tindakan pemerintah di mana seorang atau sejumlah

orang (warga negara Indonesia atau warga asing) ditahan dengan tuduhan kegiatan

mata-mata, sabotase, atau campur tangan di dalam masalah-masalah politik dalam

negeri yang mengancam keamanan negara.

Dalam pandangan Parsonian, masyarakat dianalogikan sebagai sebuah sistem yang

dibangun oleh sub-sub sistem. Jika terjadi ketegangan, penyimpangan, atau konflik dalam

sistem tersebut maka kinerja sistem tersebut akan terganggu. Namun, diasumsikan bahwa

sistem tersebut selalu bergerak menuju titik keseimbangan yang pada akhirnya akan

mencapai integrasi.

Sistem sosial Indonesia dibangun atas keberagamaan suku bangsa, ras, agama, dan

keberagaman kelompok serta golongan. Kebinekaan tersebut merupakan suatu keyakinan

sekaligus menyimpan potensi konflik yang krusial. Di antara kekayaan itu adalah cross

cutting affiliation, yaitu loyalitas ganda yang dapat menetralisir konflik antara kesatuan sosial

dengan kesatuan sosial yang lain. Dengan demikian, pluralisme tidak selalu identik dengan

konflik karena jika pluralisme dikelola dengan baik akan menciptakan masyarakat yang

terintegrasi secara solid.

SISTEM SOSIAL INDONESIA 14

Anda mungkin juga menyukai