Anda di halaman 1dari 24

PAPER

JURNAL AKREDITASI

Disusun dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


AKREDITASI
Dengan Dosen Pengampuh : SRI WAHYUNI, S.KM., M.KES

Disusun oleh : Kelompok 6

1. WILLITA WILIANAS (PBB200047)


2. SELVIANTI (PBB200049)
3. SURIANI (PBB200054)
4. HILDA NURUL AMARKANI ASLAN (PBB200066)
5. NONONG TRIANJANI (PBB200067)
6. BAMBANG SUMANTO (PBB200077)

RMIK M20B

PROGRAM STUDI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI


KESEHATAN
POLITEKNIK BAUBAU
2021
ANALISIS KETIDAKLENGKAPAN DOKUMEN REKAM MEDIS
MENURUT STANDAR AKREDITASI RUMAH SAKIT MKI 19.1
VERSI KARS 2012 DI RUMAH SAKIT UMUM IMELDA
PEKERJA INDONESIA (RSU IPI) MEDAN TAHUN 2018

¹Esraida; ²Bintang Napitupulu

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (PMK,No 56 Tahun 2014). Rumah sakit
adalah bagian intergal dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan paripurna (komprehsip), penyembuhan penyakit (preventif)
kepada masyarakat. Setiap rumah sakit berkewajiban di upayakan
menyelenggarakan rekam medis dengan baik dan benar sesuai dengan standar
yang bertahap di upayakan mencapai standart internasional (UU RI 44 Tahun 2009).
Rekam medis adalah berkas berisi catatan dan dokumen pengbatan tindkan
medis lain pada sarana pelayanan kesehatan untuk rawat jalan,rawat inap,maupun
gawat darurat baik di kelola pemerintah maupun swasta, adapun tujuan dibuatnta
rekam medis untuk mebunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (Permenkes
269/Menkes/PER/2008).Untuk mengkur mutu pelayanan dirumah sakit harus di
adakannya akreditasi
Akreditasi adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan rumah sakit
setelah dilakukan penilaian bahwa rumah sakit telah memenuhi standar
akreditasi. Standar akreditasi adalah pedoman yang berisi tingkat pencapaian yang
harus dipenuhi oleh rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien (PMK, No 34 Tahun 2017).
Komisi Akerditasi Rumah Sakit (KARS,2012) terdapat beberapa standar
yang berkaitan dengan isi rekam medis, yaitu pada kelompok standar manajemen
rumah sakit. Di dalam kelompok Manajemen Rumah Sakit terdiri dari enam (6)
bab mengenai rekam medis dan pada Manajemen Komunikasi dan Informasi
(MKI) 19.1 berisi tentang rekam medis memuat informasi yang memadai untuk
mengidentifkasi pasien, mendukung diagnosa, justifikasi pengobatan dokumen
pelayanan diantara tenaga penyedia pelayanan kesehatan.
Data yang diperoleh di RSUP H Adam Malik pada bulan April berdasarkan
observasi di bagian rekam medis tentang akreditasi rumah sakit bahwasannya
RSUP H Adam Malik masih menggunakan standar akreditasi KARS (Komisi
Akreditasi Rumah Sakit) dimana dalam analisa dokumen rekam medis terdapat 26
form rekam medis yang umum dan 33 fomulir rekam medis khusus. Pegawai di
bagian analisa memeriksa semua formulir dokumen rekam medis sesuai dengan
MKI 19.1 yang berisi tentang rekam medis memuat informasi yang memadai untuk
mengidentifikasi pasien, mendukung diagnosa, justifikasi pengobatan dokumen
pemerikasaan dan hasil pengobatan serta meningkatkan kesinambungan pelayanan
diantara tenaga penyedia pelayanan kesehatan.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan melalui wawancara pada salah
satu pegawai rekam medis bagian analisa dokumen rekam medis mengatakan
bahwasannya Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia masih menggunakan
standar akreditasi KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) yang merupakan
lembaga pelaksana akreditasi yang berasal dari dalam negeri dan data yang didapat
penulis jumlah dokumen rekam medis pada bulan Mei sebanyak 440 berkas dan
ketidaklengkapan dokumen rekam medis terbanyak terdapat pada form identifikasi
pasien dengan jumlah persen 69,14%. Maka dari itu penulis tertarik untuk
mengangkat judul “Analisis Ketidaklengkapan Dokumen Rekam Medis Menurut
Standar Akreditasi di RSU Imelda Pekerja Indonesia Medan 2018”
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan pemasalahan
sebagai berikut “Bagaimana Analisis Ketidaklengkapan Dokumen Rekam Medis
Menurut Standar Akreditasi di RSU Imelda Pekerja Indonesia Medan 2018”.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis ketidaklengkapan dokumen rekam medis menurut
standar akreditasi rumah sakit MKI 19.1 pada KARS Versi 2012.
1.4 Metode
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitan deskriptif yaitu
diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta- fakta, atau kejadian kejadian
secara sistem medis dan akurat, mengenai sifat sifat populasi atau daerah tertentu
(Saryono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah dokumen rekam medis pasien
pulang pada bulan Mei 2018 sebanyak 81 berkas.
2. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Hasil

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti tentang


ketidaklengkapan dokumen rekam medis menurut standar akreditasi rumah sakit di
Rumah Sakit Umum Imelda pekerja Indonesia Medan 2018, data yang diperoleh
dari dokumen rekam medis pasien pulang sebanyak 81 berkas.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Analisis Ketidaklengkapan Dokumen Rekam Medis
Menurut Standar Akreditasi Rumah Sakit Kars 2012 MKI 19.1 di Rumah Sakit
Umum Imelda Pekerja Indonesia Tahun 2018

Kelengkapan

Tidak
Berkas Rekam Medik Lengkap Lengkap Total
F % F % F %
Identitas Pasien 25 30,86 56 69,14 81 100
Dokumen pemeriksaan 27 66,67 54 33,33 81 100
Diadnosa pendukung 26 32,10 55 67,90 81 100
Hasil pengobatan 43 53,08 38 46,92 81 100
Justifikasi pengobatan 30 37,04 51 62,96 81 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kelengkapan dokumen rekam


medis yang lengkap terbanyak terdapat pada Dokumen Pemeriksaan sebanyak
66,67% dengan 81 berkas rekam medis pasien pulang, sedangkan ketidaklengkapan
terbanyak terdapat pada Identitas Paisen sebanyak 69,14 % dengan jumlah 81
berkas rekam medis pasien pulang.

2.2 Proses Pemantauan Pengisian Lembar Rekam Medis Di Rumah Sakit


Umum Imelda Pekerja Indonesia (RSU IPI) Medan Tahun 2018

Pemantauan pengisian berkas rekam medis pasien pulang yang dilakukan


oleh petugas rekam medis dan perawat ruang perawatan masih kurang efektif
dilakukan karena dalam pemantauan tersebut baik perawat maupun dokter masih
sering lupa untuk mengisi berkas rekam medis secara lengkap seperti halnya dalam
pengisian formuliri dentifikasi pasien karena banyaknya pasien yang dirawat dan
kesibukan dokter serta perawat dalam menangani pasien.
2.3 Analisis Ketidaklengkapan Dokumen Rekam Medis Menurut Standar
Akreditasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia
(RSU IPI) Medan Tahun 2018

Setiap berkas rekam medis yang kembali dari ruang perawatan wajib
diperiksa kelengkapannya oleh petugas monitoring dan assembling sebelum berkas
diserahkan kepetugas pelaporan. Berkasrekam medis dikembalikan kebagian rekam
medis dalam kurun waktu 2x24 jam sejak pasien pulang. Apabila saat dilakukan
pemeriksaan kelengkapan ditemukan berkas rekam medis yang tidaklengkap, petugas
wajib mengembalikan rekam medis pasien keruang perawatan untuk dilengkapi oleh
dokter dan perawat yang memberikan pelayanan kesehatan.
Berkas rekam medis yang kembali dari ruang perawat tidak langsung
diperiksa kelengkapannya dikarenakan petugas monitoring dan assembling hanya
satu orang jadi perawat yang bertugas diruang rawat diminta untuk melengkapi
terlebih dahulu berkas rekam medis.
Identitas pasien merupakan tulang punggung dari efektifitas dan efesiensi
sistem rekam medis. Identitas yang benar dibutuhkan untuk memastikan bahwa
pasien tersebut hanya mempunyai satu nomor rekam medis. Tanggungjawab atas
kelengkapan identitas pasien terdapat pada petugas yang mewawancari pasien
ditempat penerimaan pasien atau pada bagian Admission.
Berdasarkan data dari dokumen rekam medis merupakan salah satu elemen
penilaian dari standar MKI 19.1 yang berisi tentang rekam medis memuat
informasi yang memadai untuk mengidentifkasi pasien, mendukung diagnosa,
justifikasi pengobatan dokumen pelayanan diantara tenaga penyedia pelayanan
kesehatan. Dokumen rekam medis harus di lengkapi dalam pengisiannya karena di
dalam dokumen rekam medis memuat segala aspek aspek dan tindakan yang
dilakukan terhadap pasien. Petugas rekam medis di RSU Imelda Pekerja Indonesia
pada bagian assembling sudah memeriksa dan mengevaluasi ulang setiap kali
dokumen rekam medis kembali keruangan rekam medis tetapi masih banyak
ketidaklengkapan dokumen rekam medis yang belum lengkap dengan
persentase 69,14% pada fomulir identifikasi pasien.
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang berjudul “Analisis
Ketidaklengkapan Dokumen Rekam Medis Menurut Standar Akreditasi Rumah Sakit
di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (RSU IPI) Medan Tahun 2018”
maka penulis menyimpulkan bahwasannya ketidaklengkapan dokumen rekam medis
yang tidak sesuai dengan standar akreditasi rumah sakit MKI 19.1 pada KARS Versi
2012 dari 81pada berkas rekam medis pasien pulang terdapat pada Identifikasi
Pasien dengan jumlah 69,14%.

3.2 Saran
1. Meningkatkan evaluasi pada bagian assembling untuk melengkapi
ketidaklengkapan dokumen rekam medis pada pasien pulang.
2. Memberi sanksi apabila petugas belum lengkap mengisi dokumen rekam medis
pasien pulang.

Kata Kunci : Kelengkapan DRM, MKI 19.1


4. Daftar Pustaka

Dirjen Yanmed. (2006). Tentang Pengolahan Data Rekam Medis.


Hatta, Gemala. (2014). Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di
Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: UI – Press.
Kementrian Kesehatan RI.(2008). Peraturan Mentri Kesehatan RI No.269
Tahun 2008. Tentang Rekam Medis. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI. (2012). Peraturan Mentri Kesehatan RI No.012
Tahun 2012. Tentang Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI. (2014). Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 56
Tahun 2014. Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta: Kemenkes RI.
Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Rustiyanto, Ery. (2009). Etika Profesi Perekam Medis & Informasi
Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saryon dan Aggreani, Mekar Dewi. (2013). Tentang Metodologi
Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Dalam Bidang Kesehatan. Yogyakata: Nusa
Medika.
Undang–Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
DAMPAK AKREDITASI RUMAH SAKIT DENGAN
KESELAMATAN PASIEN
Muhaini Atmayana Purba

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu upaya pemerintah untuk mendorong agar rumah sakit
mengutamakan pelayanan, keselamatan dan perlindungan kepada masyarakat adalah
dengan mewajibkan rumah sakit untuk melakukan akreditasi (Permenkes 012 th
2012). Menurut Permenkes 012 tahun 2012, akreditasi adalah pengakuan yang
diberikan kepada rumah sakit karena telah berupaya meningkatkan mutu pelayanan
secara berkesinambungan. Pengakuan ini diberikan oleh lembaga independen yang
bertugas melakukan akreditasi dan sudah memperoleh pengakuan dari Menteri
Kesehatan. Lembaga independen yang bertugas melakukan akreditasi terhadap
rumah sakit di Indonesia adalah Komisi Akreditasi Rumah sakit (KARS).
Menurut Lumenta (2003) akreditasi sangat berkaitan erat dengan mutu
pelayanan yang diberikan rumah sakit. Artinya jika akreditasi dilakukan dengan baik,
maka akan terjadi peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Namun menurut
Pangestuti, Kuntjoro dan Utarini (2002) hasil akreditasi tidak otomatis meningkatkan
kualitas pelayanan rumah sakit. Hal tersebut karena akreditasi pelayanan kesehatan di
Indonesia belum menilai indikator klinis pelayanan kesehatan (Soepojo, Kuntjoro,
dan Utarini, 2002). Pertanyaan mengenai dedikasi akreditasi terhadap mutu layanan
pasien dan tingkat kesembuhan pasien juga dilontarkan beberapa ahli di luar negeri
(Hinchcliff, Greenfield, dan Moldovan, 2012).
Meskipun demikian, adanya kewajiban untuk melakukan akreditasi terhadap
pelayanan yang diberikan mendorong hampir semua rumah sakit untuk melaksanakan
program tersebut, apalagi pemerintah juga memberikan kewajiban kepada pemerintah
pusat dan daerah untuk mendukung rumah sakit yang ada di daerahnya ketika
melakukan akreditasi. Kementerian kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh
rumah sakit di Indonesia sudah terakreditasi, minimal terakreditasi nasional, tetapi
hingga tahun 2016 baru 284 (11,3%) rumah sakit yang terakreditasi di Indonesia.
(Yankes, 2016).
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan ini yaitu mengidenifikasi hubungan penerapan sistem
manajemen k3 dengan motivasi kerja dan stres kerja pada perawat di rumah sakit.
1.3 Metode
Metode yang digunakan merupakan literatur review atau suatu
perbandingan atau analisis antara satu jurnal dengan jurnal lainnya dari berbagai
sumber seperti referensi jurnal, buku teks dan e-book.

2. HASIL & PEMBAHASAN

Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perawat memiliki persepsi


positif terhadap pelaksanaan akreditasi rumah sakit. Perawat berpendapat bahwa
akreditasi mendorong perawat untuk lebih memperhatikan upaya keselamatan pasien
di rumah sakit, diantaranya penerapan standar opeasional prosedur yang lebih baik
dalam upaya pencegahan infeksi, mobilisasi pasien, dan asuhan keperawatan. Selain
itu akreditasi juga mendorong perawat melakukan pendokumentasian secara lengkap,
mendorong perawat melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga
secara intensif serta mendorong dokumentasi yang terintegrasi sehingga menimbulkan
komunikasi antar tim kesehatan yang merawat pasien. Adanya komunikasi yang baik
antar petugas medis ini sangat bermanfaat dalam pelayanan keperawatan, karena
beberapa penelitian menunjukkan bahwa komunikasi perawat dengan dokter beum
cukup baik dan akibat dari hal ini adalah pelayanan kepasien menjadi tidak optimal.
Akibat persepsi bahwa akreditasi rumah sakit di Indonesia sangat bersih adalah adanya
perbaikan fasilitas dan lingkungan rumah sakit.

Hal ini tercermin dalam hasil wawancara perawat yang menyatakan bahwa
dengan akreditasi fasilitas menjadi lebih lengkap dan aturan kawasan bebas merokok
di rumah sakit benar-benar diterapkan. Selain persepsi postif terhadap akreditasi,
perawat di RSUD Setjonegoro dalam penelitian ini juga menganggap akreditai
sebagai ujian yang harus dihadapi untuk mendapatkan sertifikat pengakuan. Pesepsi
akreditasi sebagai ujian karena akreditasi rumah sakit di Indonesia masih bersifat
menilai belum membina. Tim asesor akreditasi akan datang 3 hari untuk menilai
dokumen, kemudian mendatangi petugas kesehatan yang sedang bertugas.

Adapun pembinaan terhadap rumah sakit diserahkan kepada Dinas Kesehatan


Provinsi dalam hal ini Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Hal ini sangat
berbeda dengan akreditasi yang dilakukan di Australia yang menggunakan akreditasi
sebagai sarana pembinaan rumah sakit (Soepojo, Kuntjoro dan Utarini, 2002).

Perawat memiliki persepsi positif terhadap akreditasi, disamping itu


perawat juga berharap agar semangat akreditasi ini tidak hanya selesai dengan
selesainya penilaian. Persepsi positif ini sebaiknya dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh
pimpinan rumah sakit untuk memperbaiki pelayanan secara berkelanjutan
Semangat ini dapat dijadikan modal untuk meningkatkan pelayanan
dengan penilian kualitas indikator klinis pelayanan sehingga pasien akan benar benar
merasakan perbedaan pelayanan yang diberikan rumah sakit.

3. KESIMPULAN & SARAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa perawat memiliki persepsi posiif terhadap


pelaksanaan akreditasi di RSUD Setjonegoro Wonosobo. Dampak positif dari
pelaksanaan akreditasi bagi pelayanan keperawatan adalah meningkatnya usaha
keselamatan pasien yag dilakukan oleh perawat. Selain itu akreditasi juga
memberikan dampak pada perbaikan fasilitas dan lingkungan kerja. Saran untuk
penelitian selanjutnya adalah menilai dampak akreditasi terhadap mutu pelayanan
klinis perawat.

Kata Kunci : Dampak, akreditasi, rumah sakit , keselamatan pasien.


4. Daftar Pustaka

Akhenizan A, Shaw C. (2012). The Attitude of health care professionals


toward
accreditation: A systematic review of literature. J Family Community Med.;
19:74-80
Bawelle, (2013). Jurnal Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dengan
Pelaksanaan Keselamatan Pasien (Patient Safety) di Ruang Rawat Inap RSUD Liun
Kandage Tahuna. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi, ejournal keperawatan (e-Kp), Manado.
Dewi,Mursidah. (2012). Pengaruh Pelatihan Timbang Terima Pasien
Terhadap Penerapan Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana Di RSUD
Raden Mattaher Jambi.Jurnal Health & Suport.5,(3):647:652.
El-Jardali F, Jamal D, Dimassi H, Ammar W, dan Tchaghchaghian.(2008).
The impact of hospital accreditation on quality of care: perception of Lebanese
nurse. International Journal of quality of in health care. 20(5);363-371
Ho M, Chang H, Chiu Y, dan Norris J.L. (2014). Effects of hospital
accreditation on Medical students: A national qualitative study in Taiwan. Academic
Medicine. Vol 89; 11
Iskandar, Heru, Halimi Maksum, dan Nafisah. (2014). Faktor Penyebab
Penurunan Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Malang : Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang,
2014 Nugroho, SriH.P., Sujianto,U. Supervisi Kepala Ruang Model Proctor
Untuk Meningkatkan Pelaksanaan Keselamatan Pasien. Jurnal Keperawatan
Indonesia.20, (1):56-64
Kementerian Kesehatan. Permenkes No 012 tahun 2012 tentang Akreditasi
rumah sakit. 2012. Warta perundang-undangan
Manzo, B.F. (2012). Nursing in hospital accreditation process: practice and
implication in the Works quotidian, Rev. Latin Am.emfermagem. Jan-Feb;
20(1)151:8 Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta : PT. Rineka Cipta. Poerwani S.K., dan Sopacua E. (2006).
Akreditasi sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 9(3); 125-133
Potter & Perry, (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi4. Jakarta : EGC.
Rahayu, Sri. (2011). Pengembangan Program Patient Safety Berdasarkan
Awareness dan Komitmen Individu. RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik
Rachmawati, Alifa Rizqia, dkk. (2017).
ANALISIS PELAKSANAAN TUJUH LANGKAH MENUJU
KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 5,
Nomor 1 (ISSN: 2356-3346)
R.H, Simamora. (2019). Buku Ajar Pelaksanaan Identifikasi Pasien. Uwais
Inspirasi Indonesia
R.H, Simamora. (2019). Documentation Of Patient Identification Into The
Electronic System To Improve The Quality Of Nursing Services. International
Jurnal Of Sciensific & Technology
R.H, Simamora. (2019). The Influence Of Training Handover Based
SBAR Communication For Improving Patients Safety. Indian Journal Of Public
Health Research & Deveropment.
Soepojo P, Koentjoro T, dan Utarini A. Bechmarking system akreditasi
rumah sakit di Indonesia dan Australia. 2002. Jurnal Manajemen pelayanan
Kesehatan,2.
Stolewinder J. (2004). A study of doctors’ view on how hospital
accreditation can assist them provide quality and safe care to consumers. Melbourne,
Australia: Monash University, departemen of epidemiology and Preventive
Medicine.
Widajat, Rochmanadji. (2009). Being a Great and Sustainable Hospital.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Yusuf, Muhammad. (2017). Penerapan Patient Safety Di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Zainoel Abidin.Jurnal Ilmu Keperawatan. 5,(1):85-
88.
Tantangan Kepemimpinan untuk Mencapai Rumah Sakit
Akreditasi: Sebuah Perspektif India tentang Mengelola Kualitas
Pelayanan Kesehatan

Ajayan Kamalasanan1, Gurumoorthy


Sathiyamoorthi2, Arun Vijay Subbarayalu3

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manajemen mutu, perawatan pasien, dan keselamatan pasien mendapatkan


perhatian tambahan di antara administrasi layanan kesehatan dan pemangku
kepentingan lainnya di rumah sakit di seluruh dunia. Sebagai bagian dari transisi
perawatan kesehatan, sistem perawatan kesehatan modern dan para pemimpin yang
berada di belakang kemudi melihat ke depan untuk mencapai layanan berkualitas
tinggi di semua aspek manajemen rumah sakit. Semua pencapaian yang diraih selama
ini, melalui upaya yang melelahkan harus dipertahankan dengan peningkatan kualitas
yang berkelanjutan. Upaya beberapa dekade yang ditetapkan oleh para pemimpin
memfasilitasi sistem untuk meningkatkan layanan yang ditawarkan dan kualitasnya
dengan langkah-langkah yang dilakukan dalam pencapaian pola staf, infrastruktur,
dan pengaturan klinis yang lebih baik.
Perkembangan progresif ini harus dicapai melalui peningkatan kualitas yang
berkelanjutan, tinjauan internal secara berkala, diikuti dengan audit eksternal oleh
lembaga akreditasi terkemuka, baik nasional atau internasional. Dalam upaya
mencapai target, kepemimpinan menghadapi beberapa tantangan. Dalam proses
akreditasi, berbagai tantangan yang dihadapi oleh administrasi yang lebih tinggi yang
mengganggu kualitas perawatan, khususnya di sektor swasta adalah kurangnya
pemantauan oleh otoritas hukum, undang-undang yang usang dan tidak memadai, dan
ketidakmampuan atau kegagalan pemerintah untuk memberlakukan peraturan yang
ada.
Akreditasi pada dasarnya adalah garis besar yang membantu perawatan
kesehatan organisasi untuk meluncurkan sistem objektif yang ditujukan untuk
pasienkeamanan dan kualitas, yang dianggap penting dalam transformasi sektor
kesehatan (Rahat, 2017). Berdasarkan Badan Akreditasi Nasional Rumah Sakit &
Kesehatan Akreditasi Penyedia (NABH) adalah pengakuan publik untuk pencapaian
standar akreditasi oleh suatu pelayanan kesehatan institusi, yang diilustrasikan oleh
rekan independen eksternal review kinerja institusi mengenai kualitas standar.
Pengesahan ini menarik bagi layanan kesehatan fasilitas karena mampu melakukan
validasi eksternal terhadap kualitas dalam pengaturan, di mana perawatan medis
secara keseluruhan diketahui sangat tinggi variabel.
Kepemimpinan yang berkomitmen tidak bisa dihindari untuk dicapai
akreditasi, yang siap menghadapi tantangan potensial. Kepemimpinan dibatasi
sebagai perilaku individu atau pemimpin, mengarahkan kegiatan kelompok menuju
tujuan bersama sasaran. Peran yang dimainkan oleh kepemimpinan adalah untuk
mendapatkan sesuatu dilakukan dengan mengorganisir tenaga kerja untuk mencapai
tujuan bersama sasaran.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan paparan latar belakang diatas permasalahan yang ingin
dijawab dalam tulisan ini adalah apa saja Tantangan Kepemimpinan untuk Mencapai
Rumah Sakit Akreditasi: Sebuah Perspektif India tentang Mengelola Kualitas
Perawatan Kesehatan
1.3 Tujuan
Untuk menegetahui Tantangan Kepemimpinan untuk Mencapai Rumah
Sakit Akreditasi: Sebuah Perspektif India tentang Mengelola Kualitas Perawatan
Kesehatan

2. PEMBAHASAN

Studi ini meninjau literatur tentang bidang fungsional yang berbeda dari
proses akreditasi, yang mencakup tantangan yang dihadapi oleh kepemimpinan di
berbagai bidang manajemen mutu dan akreditasi dalam pengaturan perawatan
kesehatan India. Tantangan tersebut terdiri dari masalah yang terkait dengan masalah
hukum dan tata kelola, implikasi keuangan, budaya organisasi lembaga, keterlibatan
dan kewajiban pimpinan terhadap akreditasi, administrasi dan hal-hal manajerial,
manajemen sumber daya manusia, pelatihan dan pengembangan, infrastruktur,
dokumentasi dan pengarsipan, manajemen data, manajemen obat dan farmasi,
penelitian dan pendidikan kedokteran berkelanjutan dan terakhir, kontribusi dan
hubungan masyarakat
2.1 Masalah Hukum Dan Tata Kelola
Komisi Gabungan Internasional, bekerja menuju akreditasi rumah sakit dan
lembaga kesehatan lainnya, menjelaskan bahwa rumah sakit harus memiliki sistem
tata kelola yang baik dengan ketentuan otoritas hukum dan tanggung jawab untuk
keselamatan pasien dan perawatan pasien dengan kualitas terbaik. Lebih lanjut, badan
akreditasi India, NABH, juga mendorong praktik terbaik untuk memiliki tata kelola
rumah sakit yang baik secara profesional dan etis. Selanjutnya, tanggung jawab
manajemen didefinisikan dengan baik, dan menjelaskan praktik terbaik dalam
menangani kasus-kasus mediko-legal yang potensial. NABH juga menyatakan bahwa
untuk memenuhi standarnya, organisasi perawatan kesehatan harus memiliki
pendekatan berbasis proses dalam semua aspek operasinya – mulai dari tampilan
layanan, pendaftaran, penerimaan, pra operasi, periode perioperatif, dan protokol
pasca operasi, keluar dari rumah sakit. sampai tindak lanjut dengan rumah sakit
setelah keluar. Standar tersebut tidak hanya mencakup aspek klinis, tetapi juga
mengatur tata kelola rumah sakit, berdasarkan kebijakan dan protokol yang jelas dan
transparan. Melalui prosedur ini, NABH merasionalisasi seluruh operasi rumah sakit.
Tantangan kepemimpinan adalah untuk mematuhi semua kebijakan dan
peraturan yang ditetapkan oleh NABH dan membimbing tim kesehatan untuk
mematuhi standar dan membangun sistem yang sesuai, yang membutuhkan upaya dan
waktu kepemimpinan. Fischer dkk.Menunjukkan bahwa kepemimpinan inklusif dapat
membantu untuk mengembangkan kompetensi dan kinerja pegawai dengan
memberikan dukungan klinis dan teknologi dengan menerapkan kualitas peningkatan
filosofi dan koherensi tenaga kerja.
2.2 Masalah Keuangan
Masalah keuangan adalah salah satu perhatian utama manajemen rumah
sakit, yang membangun sebagai penghalang di depan para pemimpin sambil
menyiapkan sistem untuk mematuhi NABH standar. Kekhawatiran ini tidak terbatas
pada biaya terus menerus manajemen mutu, tetapi biaya sertifikasi dan yang terkait
biaya yang dikeluarkan dari biaya pendaftaran, pelatihan, biaya konsultasi dan biaya
administrasi lainnya. Kurangnya tunjangan yang cukup selalu menjadi kendala bagi
manajemen mutu dan penerapan mutu sistem. Meskipun ada studi tentang tantangan
dihadapi oleh para pemimpin, sebagian besar kesimpulan mereka tidak dilaporkan
konteks intervensi dan implikasi biaya. Ini mungkin sebuahalasan untuk tidak
menilai tantangan kompleks intervensi heterogen seperti akreditasi dan pejabat
pengakuan .
Sebuah tinjauan menyatakan bahwa biaya tambahan untuk melaksanakan
standar akreditasi layanan kesehatan bervariasi dari 0,2% hingga 1,7% dari biaya
operasional bila dirata-ratakan di seluruh proses akreditasi . Menurut sebuah
penelitian, yang terbesar hambatan untuk memperkenalkan akreditasi di sumber daya
yang buruk pengaturan, seperti India, adalah bagaimana membiayai proses . Namun,
pemerintah India mendorong rumah sakit untuk memiliki langkah-langkah kualitas
dan keselamatan pasien dengan menawarkannya dengan lebih banyak dana untuk
memberikan perawatan di bawah mengumumkan skema asuransi kesehatan yang
komprehensif, 'the Modcare'. Jika mereka mengatasi tantangan keuangan akreditasi,
Otoritas Pengembangan Regulasi Asuransi (IRDA) telah mengeluarkan
pemberitahuan kepada entitas kesehatan untuk pertimbangkan akreditasi tingkat
pemula NABH untuk ketersediaan manfaat penggantian dari penyedia asuransi.
2.3 Budaya Organisasi
Budaya kerja terkait dengan visi, misi, nilai, norma, sistem yang dianut
dalam organisasi, kepercayaan,dan kebiasaan diikuti . Lingkungan kerja, oleh dan
besar, membujuk tenaga kerja, dan sebaliknya, secara psikologis memanipulasi
karyawan, yang mengarah ke motivasi untuk mencapai tujuan bersama . Lebih
tepatnya, organisasi budaya adalah "cara melakukan sesuatu di sekitar sini" . NS
lingkungan kerja dan budaya kerja dibentuk oleh pemimpin yang menyambut
tanggung jawab mereka dalam mempertahankan dan mengembangkan budaya kerja
institusi. perilaku kerangka kerja memastikan kepuasan kerja ketika seorang anggota
staf merasa bahwa pemimpinnya mendukung mereka untuk mencapai tujuan bersama
. Ini menjelaskan hubungan yang tak terpisahkan antara pemimpin dan budaya
organisasi.Namun, sebuah rumah sakit peradaban organisasi mungkin berbeda dari
budaya yang dirasakan di institusi lain, karena suasana rumah sakit terdiri dari:
campur aduk kompleks profesional dan non-profesional karyawan .
Budaya organisasi di rumah sakit adalah diamati berdasarkan komitmen
administrasi yang lebih tinggi dan dedikasi karyawan. Para pemimpin bermain
sebagai peran penting dengan menghargai fungsinya untuk mempertahankan budaya
sebagai budaya organisasi berkorelasi positif dengan perilaku kepemimpinan dalam
pengaturan rumah sakit.Di rumah sakit lingkungan, budaya organisasi diterangi oleh
kelompok kekompakan, koordinasi antar administrasi yang lebih tinggi dan
karyawan, tepatnya kerja tim. Sebuah studi tentang nilai-nilai organisasi pusat
kesehatan primer di India menggambarkan bahwa keterbukaan di antara para
pemimpin dan staf sebagai nilai yang dirasakan paling kritis, diikuti oleh konfrontasi
dan kepercayaan, sementara otonomi dan kolaborasi adalah yang paling sedikit
menghargai dan mempraktikkan nilai-nilai. Proses yang terlibat dalam siklus
akreditasi membantu organisasi untuk mengembangkan budaya kerja yang dapat
diterima, kepemimpinan etis, keselamatan pasien, dan peningkatan kualitas
berkelanjutan.
2.4 Masalah Administratif Dan Manajerial
Kurangnya motivasi dan dukungan dari pimpinan, kurang memprioritaskan
penjaminan mutu dan sertifikasi, kurang memadainya rencana strategis, kurangnya
komitmen pimpinan dalam memantau proses akreditasi, serta tidak berfungsinya
proses administrasi merupakan faktor signifikan yang menghambat proses
manajemen mutu dan akreditasi rumah sakit . Lebih lanjut, komitmen pemimpin
perawatan kesehatan senior, pengetahuan dan keterampilan mereka, kemampuan
mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan dan memprioritaskan area tersebut
untuk perbaikan lebih lanjut untuk memenuhi standar akreditasi yang ketat adalah
tantangan umum yang dihadapi oleh pimpinan rumah sakit .
2.5 Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia adalah elemen inti dari pelayanan kesehatan dan
komponen penting dari sistem kesehatan .Kegagalan untuk mempertahankan sumber
daya manusia untuk kesehatan dapat menyebabkan biaya perawatan kesehatan yang
lebih tinggi dan peningkatan lebih lanjut dalam pengeluaran saku, peningkatan waktu
pemberian layanan, penurunan kualitas dan cakupan layanan, peningkatan biaya
perekrutan dan pelatihan dan penurunan motivasi untuk tinggal di rumah. organisasi .
Tantangan umum yang dihadapi oleh para pemimpin rumah sakit termasuk
peningkatan biaya rekrutmen, mempertahankan karyawan yang paling produktif &
berbakat dengan memberikan kualitas kehidupan kerja yang lebih baik dan,
mempertahankan tenaga kerja yang memadai untuk menghindari gangguan yang
tidak perlu terhadap perawatan pasien di Rumah Sakit.
2.6 Pelatihan Dan Pengembangan
Pengembangan profesional adalah kunci di mana para pemimpin layanan
kesehatan harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menilai,
mengembangkan, dan menyempurnakan keterampilan pribadi & profesional
karyawan mereka agar tetap mahir. Tantangan umum pada inisiatif pelatihan &
pengembangan yang dilakukan di rumah sakit meliputi identifikasi kebutuhan
pelatihan karyawan, biaya pelatihan; mengelola waktu karyawan yang akan
dialokasikan untuk pelatihan tanpa mempengaruhi perawatan pasien.
2.7 Infrastruktur
Tantangan infrastruktur adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi
kualitas Rumah Sakit India. Infrastruktur yang tidak memadai ada di sektor
kesehatan masyarakat, karena pemberian layanan terhambat oleh beberapa kebijakan
dan kendala manajemen [36]. Secara khusus, masalah seperti staf yang tidak
mencukupi, sistem referensi yang lemah, kurangnya akuntabilitas untuk kualitas
perawatan dan, sistem manajemen logistik yang lemah merupakan tantangan nyata
bagi para pemimpin layanan kesehatan.
2.8 Dokumentasi Dan Pengarsipan
Mendaftarkan kegiatan dan pencatatan oleh orang yang bertanggung jawab
merupakan komponen integral dari pengaturan rumah sakit, yang memupuk kualitas
dan perawatan berkelanjutan. Berbagai kegiatan termasuk dalam domain ini, yang
berkisar dari pencatatan waktu pengobatan, demografi pasien, pengobatan informasi,
suhu pendinginan, komunikasi berbagai disiplin ilmu, kegiatan keuangan hingga
dukungan pasien yang berkelanjutan. Terlepas dari vitalitas domain ini, dokumentasi
dan pengarsipan kurang diperhatikan di lingkungan rumah sakit kami. Cukup sering,
catatan mungkin berisi entri yang salah, informasi yang hilang, dan sering
inkonsistensi oleh tim kesehatan. Studi lain juga melaporkan hal ini pada penilaian
kualitas dalam dokumentasi klinis, yang menyimpulkan bahwa kualitas dokumentasi
sangat tidak dapat ditoleransi . Bahkan catatan medis dianggap sebagai bukti di
pengadilan sesuai dengan bagian ketiga dari Undang-Undang Bukti India, 1872, yang
direvisi kemudian pada tahun 1961 .
Upaya berkelanjutan dari rumah sakit sektor publik dan swasta untuk
meningkatkan kualitas data, kualitas perawatan, dan menemukan solusi yang tepat
untuk tantangan lama harus menjadi agenda para pemimpin. Komitmen profesional
dengan kompetensi yang lebih besar sangat penting untuk dokumentasi yang tepat,
pengarsipan dan tindak lanjut dari peristiwa dan insiden sangat penting untuk
mematuhi standar akreditasi rumah sakit, yang membantu para pemimpin untuk
menghilangkan ketidaksesuaian dan beban kerja profesional kesehatan .
2.9 Manajemen Data
Salah satu tantangan signifikan yang dihadapi oleh kepemimpinan layanan
kesehatan adalah mengumpulkan data yang benar dari berbagai spesialisasi rumah
sakit secara teratur. Dalam pengaturan perawatan kesehatan apa pun, mengelola data
dan informasi harus dipertimbangkan sebagai indikator kualitas kualitas perawatan
kesehatan berbasis bukti dan keselamatan pasien. Sangat umum bahwa sebagian
besar rumah sakit di India mengalokasikan anggaran yang sedikit untuk pembuatan
data dan teknologi informasi.
Sistem manajemen data yang inovatif seperti metode berbasis data, jika
diterapkan dengan tepat membantu administrasi layanan kesehatan untuk memandu
proses peningkatan kualitas rumah sakit .Sebuah studi tentang tantangan
menggunakan analitik data besar di India menggambarkan bahwa penerapan sistem
semacam itu dalam pengaturan perawatan kesehatan membantu meningkatkan
kualitas perawatan kesehatan dan mengurangi biaya perawatan kesehatan sambil
menawarkan peningkatan akses perawatan kesehatan ke sumber daya manusia yang
tak ternilai . Untuk memfasilitasi transisi sistem data dan informasi dari situasi saat
ini untuk memenuhi harapan standar kualitas, baik nasional maupun internasional,
perlu dilakukan revitalisasi teknologi data dan informasi.
2.10 Manajemen Obat Dan Farmasi
Beberapa tantangan umum yang dihadapi manajemen obat dan farmasi di
rumah sakit India adalah untuk mengurangi kesalahan pengobatan, mengoptimalkan
pengeluaran obat tepat waktu, dan mempekerjakan/mengelola apoteker yang
memenuhi syarat untuk menawarkan layanan berkualitas tinggi kepada komunitas
pasien. Kesalahan medis terjadi ketika penyedia layanan kesehatan memilih metode
perawatan yang tidak tepat dan sering digambarkan sebagai kesalahan manusia dalam
perawatan kesehatan .Melalui pengurangan kesalahan pengobatan, masalah seperti
reaksi obat yang merugikan, rawat inap yang tidak perlu, kecacatan atau kematian,
pengerjaan ulang, peningkatan waktu tunggu pasien/petugas, masalah hukum, biaya
perawatan pasien dapat berkurang, yang menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien dan staf garis depan produktivitas .
2.11 Penelitian Dan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Penelitian layanan kesehatan menghasilkan pengetahuan tentang kinerja
sistem perawatan medis, dan analisis kebijakan menerapkan pengetahuan ini dalam
mendefinisikan masalah dan mengevaluasi alternatif kebijakan . Salah satu tantangan
paling menonjol yang dihadapi para pemimpin rumah sakit adalah memfasilitasi
tenaga kerja terampilnya untuk terlibat dalam penelitian dan dengan demikian
berkontribusi pada peningkatan kualitas layanan perawatan pasien. Namun, diamati
bahwa kesempatan Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (CME) sangat terbatas di
negara berkembang seperti India karena kurangnya insentif hukum atau lainnya .
Dengan demikian, pemimpin layanan kesehatan harus fokus pada pelaksanaan CME
berkala untuk memperbarui keterampilan tenaga kerja mereka untuk menjaga
kualitas.
2.12 Kontribusi Dan Hubungan Masyarakat
Pada akhirnya semua upaya yang diambil oleh kepemimpinan adalah untuk
kemajuan masyarakat di mana ia melayani, dan itu adalah tanggung jawab sosial dari
organisasi perawatan kesehatan. Sayangnya, ada sedikit informasi tentang kontribusi
komunitas dari organisasi kesehatan di India. Namun, di India, adalah fakta bahwa
banyak organisasi kesehatan nirlaba berada di garis depan dalam pelayanan
masyarakat. Sebuah studi tentang kontribusi dan keuntungan masyarakat rumah sakit
menggambarkan bahwa manajemen rumah sakit harus sejalan dengan kepemimpinan
dan perencana kebijakan, untuk mencapai konsensus tentang standar yang dapat
diterima bersama tentang tingkat kontribusi dan layanan masyarakat. Diusulkan
bahwa standar yang paling diterima dan tidak bias adalah 'perbandingan kuartil'
kinerja keuangan rumah sakit dengan tingkat kontribusi masyarakat . Oleh karena itu,
kepemimpinan harus menjawab tantangan untuk menjangkau masyarakat dan
membangun hubungan timbal balik untuk mencapai tujuan rumah sakit .
Gambar 1: Konstruksi tercakup dalam tinjauan literatur berfokus pada
tantangan yang dihadapi oleh kepemimpinan kesehatan di bidang manajemen
mutu dan akreditasi
3. KESIMPULAN

Berdasarkan temuan penelitian, penulis menunjukkan tantangan signifikan


yang menghambat para pemimpin dalam perjalanan mereka terhadap akreditasi
rumah sakit. Tantangan yang teridentifikasi adalah:
1) Kurangnya tata kelola yang baik dengan ketentuan hukum wewenang dan
tanggung jawab
2) Alokasi keuangan yang tidak proporsional
3) Budaya kerja yang tidak efisien
4) Kurangnya komitmen kepemimpinan dengan tidak seimbang memprioritaskan
area yang perlu ditingkatkan untuk jaminan kualitas di tengah rencana strategis
yang tidak memadai
5) Kegagalan manajemen administrasi
6) Retensi sumber daya manusia yang berpengalaman dan terampil serta biaya
rekrutmen yang tidak terduga
7) Kurangnya pengembangan profesional yang tepat waktu dan infrastruktur yang
tidak memada 8. Sistem pengarsipan dan tindak lanjut yang tidak efisien
8) Sistem data dan informasi yang usang
9) Kesalahan pengobatan yang lebih tinggi dan waktu pemberian obat yang lebih
tinggi
10) Ketidakpatuhan persaudaraan medis untuk penelitian berkelanjutan
11) Tantangan menjangkau masyarakat untuk membangun hubungan timbal balik.

Tantangan-tantangan ini harus dipertimbangkan sambil meningkatkan


kualitas layanan kesehatan di pengaturan perawatan kesehatan India. Studi ini juga
menekankan strategi yang tepat untuk diadopsi oleh para pemimpin untuk
meningkatkan kualitas layanan kesehatan di India. Studi lebih lanjut diperlukan untuk
memastikan efektivitas tindakan yang sesuai untuk mengatasi tantangan ini dalam
meningkatkan kualitas layanan kesehatan.

Key Words : Leadership, India, Quality of Health Care, Quality Improvement,


Hospital Accreditation
4. REFERENSI

[1] Jesani A. Hukum dan penyedia layanan kesehatan. Mumbai, India: Pusat
Penyelidikan Kesehatan dan Tema Sekutu. 1996.
[2] Rahat N. “Akreditasi perawatan kesehatan di India-Faktor & tantangan utama”,
makalah yang dipresentasikan kepada Prosiding Konferensi Internasional 2017,
TMIMT, Moradabad
[3] Rumah Sakit Terakreditasi NABH, 2109; Situs web NABH
https://www.nabh.co/frmViewAccreditedHosp.aspx (diakses pada 13 Desember
2019)
[4] Cleveland, EC, Dahn, BT, Lincoln, TM, Safer, M., Podesta, M. and Bradley, E
(2011), "Memperkenalkan akreditasi fasilitas kesehatan di Liberia", Kesehatan
Masyarakat Global, Vol. 6 No. 3, hlm. 271-282
[5] Hemphill, J.K. dan Coons, A.E. (1957), "Pengembangan kuesioner deskripsi
perilaku pemimpin", di Stodgill, R.M. and Coons, A.E. (Eds), Perilaku Pemimpin:
Deskripsi dan Pengukurannya, Biro Riset Bisnis, Universitas Negeri Ohio,
Columbus, OH, hlm. 6-38.
[6] Rauch, C.F. dan Behling, O. (1984), “Functionalism: basis for an alternative
approach to the study of leadership”, dalam Hunt, J.G., Hosking, D.M., Schriesheim,
C.A. dan R., Stewart (Eds), Pemimpin dan Manajer: Perspektif Internasional tentang
Perilaku Manajerial dan Kepemimpinan, Pergamon Press, New York, NY, hlm.
[7] Cohen, WA Seni Seorang Pemimpin, Jossey-Bass, Englewood Cliffs, NJ; 1990.
[8] Al-Sawai, A. "Kepemimpinan profesional kesehatan: di mana kita berdiri?",
Jurnal Medis Oman, 2013,Vol. 28 No 4, pp. 285-287
[9] Agarwal, R. Pedoman akreditasi mutu di rumah sakit. Intisari kualitas, 2010,
tersedia di: www.qualitydigest.com/inside/twitter-ed/guideline
[10] Bolman, L.G. dan Deal, T.E. (2003), “Membingkai ulang kepemimpinan”,
dalam Gallos, JV (Ed.), Kepemimpinan Bisnis, Jossey-Bass, San Francisco
[11] Komisi bersama internasional (JCI) (2017), “Komisi bersama standar akreditasi
internasional untuk rumah sakit termasuk standar untuk rumah sakit pusat medis
akademik 6th edisi”, tersedia di: www.jointcommissioninternational.org/jci
[12] NABH Accredited Hospitals, 2109; NABH website
https://www.nabh.co/frmViewAccreditedHosp.aspx (accessed on 13 December
2019)
[13] Shaw, C., Kutryba, B., Crisp, H., Vallejo, P. dan Sunol, R. (2009), "Apakah
rumah sakit Eropa memiliki sistem dan struktur tata kelola kualitas dan
keselamatan?", Kualitas & Keselamatan dalam Perawatan Kesehatan, Vol. 18, hlm.
i51-i56
[14] Dewan Mutu India. Badan Akreditasi Nasional Rumah Sakit & Penyedia
Layanan Kesehatan (NABH). Tersedia dari: http://www.qcin.org. [Terakhir diakses
pada 03 Juli 2019].
[15] Fischer EA, Jayana K, Cunningham T, Washington M, Mony P, Bradley J,
Moses S. Perawat Mentor untuk Meningkatkan Peningkatan Kualitas di Pusat
Kesehatan Dasar: Pelajaran Dari Program Percontohan di Karnataka Utara, India.
Praktik Ilmu Kesehatan Global. 2015 17 Des;3(4):660-75.
[16] Fuentes, C., Benavent, F., Moreno, M., Cruz, T. dan Val, M. (2000), "Analisis
penerapan sistem jaminan kualitas ISO 9000", Work-Study, Vol. 49 No.6, pp.229241
[17] Kirsten Brubakk, Gunn E. Vist, Geir Bukholm, Paul Barach dan Ole Tjomsland.
Sebuah tinjauan sistematis akreditasi rumah sakit: tantangan mengukur efek
intervensi yang kompleks. Penelitian Layanan Kesehatan BMC 201515:280
[18] Mumford, V., Forde, K., Greenfield, D., Hinchcliff, R. dan Braithwaite, J.
(2013), “Akreditasi layanan kesehatan: apa bukti bahwa manfaatnya membenarkan
biaya?”, International Journal for Quality in Health Care, Vol. 25 No. 5, hlm. 606-
620
[19] Nandraj S, Khot A, Menon S, Brugha R. Pendekatan pemangku kepentingan
terhadap akreditasi rumah sakit di India. Rencana Kebijakan Kesehatan. 2001 Des;16
Suppl 2:70-9
[20] Kerangka Implementasi Keselamatan Pasien Nasional (2018-2025).
Kementerian Kesehatan & Kesejahteraan Keluarga, Pemerintah India
[21] Needle, David (2004). Bisnis dalam Konteks: Sebuah Pengantar Bisnis dan
Lingkungan Its. Edisi ke-5; South-Western Cengage Learning
[22] Bent R, Seaman EA, Ingram A. motivasi staf di perusahaan manufaktur makanan
kecil. Br Food J. 1999;101:654–67
[23] Steers RM, Porter LW. Motivasi dan perilaku kerja. edisi ke-5. New York:
McGraw-Hill; 1999
[24] Deal T. E. dan Kennedy, A. A. (1982, 2000) Budaya Perusahaan: Ritus dan
Ritual Kehidupan Perusahaan, Harmondsworth, Penguin Books, 1982; reissue
Perseus Books, 2000 [25] Tsai, Y. "Hubungan antara Budaya Organisasi, Perilaku
Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja." Penelitian Pelayanan Kesehatan BMC. 2011;
BMC Health Serv Res (11)1, 98
[26] Green, J. and Thorogood, N. (1998), Analisis Kebijakan Kesehatan: Pendekatan
Sosiologis, Longman, London
[27] Casida, J. dan Pinto-Zipp, G. (2008), “Kepemimpinan hubungan budaya
organisasi di unit keperawatan rumah sakit perawatan akut”, Ekonomi Keperawatan,
Vol. 26 No. 1, pp. 7-15
[28] Shortell, S., O'Brien, J. dan Carman, J. (1995), "Menilai dampak peningkatan
kualitas berkelanjutan/manajemen kualitas total versus implementasi", Kesehatan
Penelitian Jasa, Vol. 30 No.2, hal.377-401.
[29] Bhaskar Purohit, Dharmen Patel, Surabhi Purohit. Studi Nilai Organisasi di
Pusat Kesehatan Primer yang Dijalankan Pemerintah di India. Volume: 16 edisi: 2,
halaman: 303-313 [30] Park, I.T., Jung, Y.Y. dan Suk, S.H. (2017), "Persepsi
pegawai kesehatan dan dampak akreditasi kesehatan pada kualitas kesehatan di
Korea", Jurnal Administrasi Rumah Sakit, Vol. 6 No. 6, hlm. 20-27
[31] Saadati, M., Yarifard, K., Azami-Agdash, S. dan Tabrizi, J.S. (2015),
“Tantangan dan pendorong potensial akreditasi di rumah sakit Iran”, Jurnal
Internasional Penelitian Rumah Sakit, Vol. 4 No. 1, hal. 37-42
[32] Rahat, N., "Akreditasi kesehatan di India-Faktor & tantangan utama", makalah
yang dipresentasikan kepada Prosiding Konferensi Internasional 2017, TMIMT,
Moradabad
[33] Laporan Kesehatan Dunia. Bekerja Sama untuk Kesehatan. 2006; WHO:
Jenewa. http://www.who.int/whr/2006/whr06_en.pdf
[34] Priya Sinha dan Sigamani. Tantangan utama sumber daya manusia untuk
kesehatan di India. Jurnal Global Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. 2016. Jil. 5,
edisi 4
[35] Northouse, P. G. Leadership: Theory and Practice (Edisi Keenam). Thousand
Oaks, CA: Sage Publications 2013
[36] Dileep Mavalankar, KV Ramani, Jane Shaw. Manajemen Layanan Kesehatan
Reproduksi di India dan Kebutuhan Reformasi Sistem Kesehatan. W.P.No. 2003-09-
04 September 2003; Institut Manajemen India Ahmedabad-380 015 India
[37] Ramani & Mavalankar Dileep. Sistem Kesehatan di India: Peluang dan
Tantangan untuk Perbaikan. Institut Manajemen India, Ahmadabad, India; WP No.
2005-07-03
[38] Mathioudakis A, Rousalova I, Gagnat AA, Saad N, Hardavella G. Cara
menyimpan catatan klinis yang baik. Bernapas (Sheff). 2016;12(4) :369–373.
[39] Sarika Chaturvedi, Bharat Randive, Joanna Ravend, Vishal Diwan, Ayesha De
Costa. Penilaian kualitas dokumentasi klinis dalam program bantuan tunai JSY India
untuk kelahiran di fasilitas di Madhya Pradesh. Jurnal Internasional Ginekologi dan
Obstetri. Volume 132, Edisi 2, Februari 2016, Halaman 179-183
[40] Thomas J. Rekam medis dan masalah dalam kelalaian. India J Urol.
2009;25(3):384–388 [41] Manoj Mohanan, Katherine Hay, Nachiket Mor. Kualitas
Perawatan Kesehatan di India: Tantangan, Prioritas, dan Jalan ke Depan. Urusan
Kesehatan, Vol. 35, No. 10: Asuransi, ACA, Perawatan di India & Lainnya;
www.ijstr.org https://doi.org/10.1377/hlthaff.2016.0676
[42] Rahat, N. “Healthcare akreditasi di India-Faktor & tantangan utama”, makalah
yang dipresentasikan kepada Prosiding Konferensi Internasional 2017, TMIMT,
Moradabad
[43] De Vos, M., Graafmans, W., Kooistra, M., Meijboom, B., Van Der Voort , P.
dan Westert, G. (2009), "Menggunakan indikator kualitas untuk meningkatkan
perawatan rumah sakit: tinjauan literatur", International Journal for Quality in Health
Care, Vol. 21 No. 2, hlm. 119-129 [44] Reena Duggal, Shukla Balvinder & Sunil
Kumar Khatri. Peluang dan Tantangan Menggunakan Big Data Analytics dalam
Sistem Perawatan Kesehatan India. Oktober 2016; Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Masyarakat India 7(4):238
[45] Shruti Tripathi, Rachna Sharma dan Shyama Nagarajan. Sistem Informasi
Kesehatan di India: Tantangan dan jalan ke depan. Munich Personal RePEc Archive
Paper No. 87067, diposting 3 Juni 2018
[46] Zhang, J., Patel, V.L., & Johnson, T.R. Kesalahan medis: Apakah solusinya
medis atau kognitif? Jurnal Asosiasi Informatika Medis Amerika. 2008; 6 (Supp1),
75-77. doi:10.1197/jamia.M1232
[47] Al Kuwaiti. A. Penerapan Metodologi Six Sigma untuk Mengurangi Medication
Error di Unit Farmasi Rawat Jalan: Studi Kasus dari Rumah Sakit King Fahd
University, Arab Saudi. Jurnal Internasional untuk Penelitian Kualitas. 2016; 10(2),
267-278
[48] Tabish. Administrasi Rumah Sakit & Layanan Kesehatan: Prinsip & Praktik
Edisi: Pertama (Cetak Ulang) Bab: Manajemen Rumah Sakit: Tantangan dan Strategi
2005. Penerbit: Oxford University Press
[49] Buletin WHO dari Organisasi Kesehatan Dunia. 2004; Volume 82, Nomor 2,
Februari 2004, 82-159
[50] McDermott DR. Sebuah analisis komparatif kontribusi masyarakat dan
keuntungan dari rumah sakit Virginia. Manajemen Perawatan Kesehatan Rev. 2007
Apr

Anda mungkin juga menyukai