Anda di halaman 1dari 7

TUGAS REFERENSI ANALISIS KASUS

Angkatan : LXXX (80) Kelompok 3


Nama Kelompok : Lesta , S.Pd.I
Luciana Fitrianti, S.Pd
Nopa Hariyanti, S. Pd
Ns. Tri Anggraini, S.Kep
Nama Coach : Marwoto, S. Pd., M. M

1. Kasus 1
Puluhan ASN Disanksi Karena
Terpapar Radikalisme, Begini Respons
DPR Kemenpan RB menindak sekitar 30-
40 aparatur sipil negara (ASN) setiap bulan
lantaran terbukti terpapar paham terorisme.
Oktaviano DB Hana Oktaviano DB Hana -
Bisnis.com 21 April 2021 | 08:43 WIB
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin. -
Antara Wakil Ketua DPR RI Azis
Syamsuddin. - Antara Bisnis.com,
JAKARTA - Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dilaporkan menindak sekitar 30-
40 aparatur sipil negara (ASN) setiap bulan lantaran terbukti terpapar paham terorisme.
Terkait hal itu, Wakil Ketua DPR M. Azis Syamsuddin mendorong Kemenpan RB
untuk terus menindak tegas ASN yang terbukti berafiliasi dengan jaringan terorisme. Seperti
diketahui, Kemenpan RB memberikan sanksi penurunan pangkat dan sejumlah sanksi lainnya
terhadap para ASN tersebut. “Kami mendorong Kementerian PAN-RB dan Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk bersinergi dalam melakukan pemetaan atas
keterpaparan ASN terhadap paham radikalisme," terang Azis, seperti dilansir laman resmi
DPR, Selasa (20/4/2021). Baca Juga : Formasi CASN Administrasi Dipangkas, Tjahjo: Hanya
Duduk di Belakang Meja Politisi Partai Golkar ini juga mendesak pemerintah segera
melakukan koordinasi lintas kementerian dan lembaga (K/L) untuk melakukan langkah
antisipasi, pengawasan serta memastikan ASN maupun pegawai di lingkungan K/L terhindar
dari paparan paham radikalisme. "Lakukan kembali koordinasi dengan BNPT bersama
Densus 88 untuk melakukan evaluasi terhadap strategi penanganan teroris dan ekstremis
mengingat paham radikalisme terus meluas dan menebar serta tidak pandang bulu," jelasnya.
Legislator dari daerah pemilihan Lampung II itu pun mendorong Kemenpan RB, BKN
dan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk melakukan sosialisasi secara masif akan
bahaya paham radikalisme kepada ASN. Baca Juga : Jokowi: Terorisme Lahir dari Cara
Pandang dan Paham yang Salah Selain itu, Azis mendorong pejabat pembinan kepegawaian
seluruh K/L untuk melakukan pembinaan terkait nasionalisme mengenai kecintaan Pancasila,
UUD 1945, NKRI dan pemahaman anti radikal serta meningkatkan kedisiplinan pegawainya.
“Langkah ini harus intens dilakukan sehingga dengan dasar yang kuat diharapkan ASN dan
pegawai di lingkungan K/L tidak akan mudah tergoda ajakan bergabung dengan
kelompokteroris ," terang Azis yang juga merupakan pimpinan DPR RI Koordinator Bidang
Politik dan Keamanan.

2. Kasus 2
KOMISI Pemberantasan Korupsi
(KPK) menahan 17 tersangka jual-beli
jabatan di Kabupaten Probolinggo.
Seluruhnya mendekam dalam jeruji besi
selama 20 hari ke depan dalam masa
penyidikan. Tim penyidik melakukan
upaya paksa penahanan untuk 20 hari
pertama terhitung sejak 4 September 2021
sampai dengan 23 September 2021," kata
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK
Karyoto di Gedung Merah Putih KPK,
Jakarta, Sabtu, (4/9).
Menurut dia, 17 tersangka yang dimaksud berstatus aparatur sipil negara (ASN) di
Probolinggo. Mereka ialah Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang,
Masruhen, Abdul Wafi, Kho'im, Akhmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda,
Hasan, Sahir, Sugito, dan Syamsuddin. Penahanan 17 orang itu dilakukan terpisah. Ali,
Mawardi, Mashudi, Bambang, Masruhen, Wafi, Ko'im, Saifullah, Jaelani, Uhar, dan Nur
ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Pomdam Jaya Guntur. Sementara itu, Huda
dan Hasan ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur. Lalu, Sugito ditahan di Rutan Salemba.
Sahir ditahan di Rutan Polres Jakarta Barat. Kemudian, Syamsuddin ditahan di Rutan KPK
cabang Gedung Merah Putih. Terkahir, Maliha ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.
Pada kasus ini, KPK menetapkan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan
suaminya yang juga anggota DPR Hasan Aminuddin sebagai tersangka kasus dugaan suap
terkait seleksi jabatan atau jual beli jabatan penjabat kepala desa (kades) di lingkungan
pemerintah Kabupaten Probolinggo tahun 2021. Tak hanya, pasangan suami istri itu, dalam
perkara ini, KPK juga menjerat 20 orang lainnya sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini
dilakukan KPK setelah memeriksa intensif Puput, Hasan dan delapan orang lainnya yang
dibekuk dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin (30/8) pagi.
Puput dan Hasan ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama Camat Krejengan
Doddy Kurniawan, Camat Paiton dan Muhammad Ridwan. Mereka disangka melanggar Pasal
12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara 18 orang lainnya, ditetapkan sebagai
tersangka pemberi suap, yakni Pejabat Kades Karangren, Sumarto. Kemudian, Ali Wafa,
Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho’im, Ahkmad
Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Samsuddin.
Dalam kasus ini, Puput dan Hasan mematok tarif Rp 20 juta untuk ASN yang ingin menjadi
pejabat kepala desa. Tak hanya uang Rp 20 juta para calon pejabat kepala desa juga wajib
memberikan upeti dalam bentuk penyewaan tanah ke kas desa dengan tarif Rp 5 juta per
hektar.

3. Kasus 3
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan perlu adanya penelusuran lebih jauh
pihak-pihak yang terlibat dalam kasus hampir seratus ribu ASN fiktif yang terungkap dalam
dengar pendapat di DPR pekan lalu. Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria
Wibisana mengungkapkan pada 2014
pihaknya menemukan hampir 97 ribu data
pegawai negeri sipil fiktif. Ribuan pegawai
negeri tidak berujud ini menerima gaji dan
dana pensiun. Informasi menghebohkan
tersebut disampaikan Bima Haria dalam
tayangan YouTube Pengumuman BKN
Kick Off Meeting Pemutakhiran Data
Mandiri hari Senin (24/5).
Menanggapi hal tersebut, peneliti
Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas
Sjafrina kepada VOA, Jumat (28/5),
menilai kejadian ini menjadi bukti betapa amburadulnya pendataan di Indonesia. Dia
mengaku heran pemerintah ternyata selama ini tidak mengetahui ada pegawai negeri fiktif
namun rutin menerima gaji dan pensiun. Almas menduga kuat ada mafia terlibat dalam kasus
data 97 ribu pegawai negeri fiktif itu. "Kami melihat kalau betul ada ASN (aparatur sipil
negara) fiktif selama ini mendapatkan gaji dari pemerintah, ini rasanya tidak mungkin hanya
kesalahan data, tidak mungkin hanya kesalahan sistem. Patut diduga dan perlu ditelusuri lebih
jauh pihak-pihak yang terlibat dalam munculnya ASN fiktif ini," kata Almas.
Almas menambahkan jika benar 97 ribu pegawai negeri fiktif itu menerima gaji dan
pensiun, maka negara sangat dirugikan. Dia menyebutkan berapa nilai kerugian negara tinggal
ditelusuri berdasarkan jabatan dan besaran gaji yang diterima 97 ribu pegawai negeri fiktif itu
serta sejak kapan mereka digaji. Ditambahkannya, selain karena tidak pernah adanya
pemutakhiran data pegawai negeri secara reguler, diduga ada keterlibatan pihak yang
berwenang. “Tidak mungkin ada nama pegawai negeri fiktif tanpa ada yang menginput
datanya,” tegas Almas.
Selama ini, lanjut Almas, ICW belum pernah menerima aduan tentang data 97 ribu
pegawai negeri fiktif. ICW mencatat masih ada pegawai negeri terlibat kasus korupsi dan
vonisnya sudah berkekuatan hukum tetap tapi belum dberhentikan dan masih menerima gaji.
Persoalan semacam ini sudah muncul dalam 2-3 tahun terakhir. Almas menjelaskan BKN dan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi harus terbuka untuk
mengumumkan hasil penelusuran dari kasus 97 ribu pegawai negeri fiktif tersebut.

Anggota DPR Siap Bentuk Panja


Diwawancarai secara terpisah anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat
Muhammad Nasir Jamil mengatakan pihaknya akan membentuk panitia kerja untuk
menyelidiki informasi tentang 97 ribu pegawai negeri fiktif itu, apakah hal ini terjadi karena
sistem yang usang atau ada mafia. Politikus dari Partai Keadilan Sejahtera itu mengakui
Indonesia memang sangat bermasalah dengan data. Ia mencontohkan permasalahan data di
Kementerian Sosial terkait bansos yang membuat banyak penerima salah sasaran. "Harus ada
panja (panitia kerja) untuk mendalami ASN (aparatur sipil negara) misterirus ini karena ada
uang negara yang digelontorkan, ada orang yang diduga tidak berhak menerima dana tersebut.
Tentu saja ini tidak berdiri sendiri kalau memang diduga ada mafia yang bermain di
dalamnya," kata Nasir.
Nasir menambahkan dirinya mendapat informasi kalau kasus 97 ribu pegawai negeri
fiktif ini sudah diselesaikan. Tapi dia mengaku belum mengetahui sejauh mana penyelesaian
yang dimaksud. Nasir mengatakan selama menjabat anggota DPR ia belum pernah mendengar
soal kasus 97 ribu pegawai negeri fiktif. Namun dia kerap mendengar tentang kasus
kebocoran data, seperti kebocoran data 275 juta warga negara Indonesia. Nasir menegaskan
data 97 ribu pegawai negeri fiktif merupakan perkara serius karena menyangkut keuangan
negara.

Data ASN Fiktifi Diketahui dalam Pemutakhiran Data


Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menjelaskan masalah
97 ribu pegawai negeri fiktif itu didapat setelah pihaknya memperbarui data pada 2014.
Artinya, data misterius itu sudah ada sejak pemutakhiran data pertama yang dilakukan pada
2002. Bima Haria mengakui sejak Indonesia merdeka, pemutakhiran data pegawai negeri baru
dilakukan dua kali, yakni pada 2002 dan 2014. Dia menambahkan BKN sudah mengenalkan
aplikasi pemutakhiran data yang bisa dilakukan tiap pegawai negeri kapan saja tanpa
menunggu instruksi khusus. Melalui aplikasi ini, pegawai negeri dapat memperbarui data
pribadinya secara berkala.
4. Kasus 4
KUBUK BASUNG, KOMPAS.TV -
Seorang aparatur sipil negara (ASN)
dengan inisial FR (56) ditangkap
Kepolisian Resor (Polres) Agam, Sumatera
Barat, karena diduga melakukan pelecehan
seksual kepada anak di bawah umur
berinisial LK.
Ia ditangkap pada Rabu (8/9) sekitar
pukul 17.00 WIB, dengan barang
bukti berupa dua unit telpon genggam, baju
satu helai, celana satu helai, mobil pikap
merek Toyota dengan nomor polisi BM 9086 AH. Kapolres Agam AKBP Dwi Nur Setiawan
mengatakan tersangka sudah ditahan dan masih dalam penyelidikan guna mencari tahu
kemungkinan terdapat korban lain.
Dilansir dari ANTARA pada Jumat (10/9/2021), kasus ini terungkap saat orang tua koban
melihat isi percakapan anaknya dengan tersangka melalui aplikasi WhatsApp. Orang tua korban
melihat gambar tidak sepantasnya di dalam WhatsApp tersebut. Setelah didesak orang tuanya,
korban mengakui pernah dilecehkan oleh tersangka. "Orang tua korban langsung melaporkan
kasus itu setelah mendapat keterangan dari anaknya," katanya.
Ia mengatakan pelecehan seksual itu dilakukan tersangka di mobil pikap di Jalan Lintas
Bawan-Palembayan pada Selasa (31/8) sekitar pukul 10.00 WIB. Setelah itu dilanjutkan di dalam
hutan kawasan berburu babi di daerah Koto Alam, Kecamatan Palembayan, pada Selasa (31/8)
sekitar pukul 10.15 WIB. "Akibat takut, korban hanya diam saat dicabuli. Korban sempat
bermohon agar pelaku menghentikan perbuatannya, namun tidak dihiraukan oleh pelaku,"
katanya.
Selesai kegiatan berburu sekitar pukul 15.30 WIB, pelaku dan korban pulang ke Bawan.
Dalam perjalanan pulang, ASN kembali melakukan perbuatan tercela tersebut. Sesampai
simpang rumah korban, pelaku mengancam korban untuk merahasiakan aksi pelecehan tersebut,
dan pelaku memberikan korban uang Rp100 ribu. "Kita melakukan koordinasi dengan Badan
Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Agam terkait dinas tempat
tersangka bekerja. Tersangka sering melihat situs sesama jenis," katanya.
Tersangka dan korban sudah saling kenal, karena mereka pernah bertetangga saat korban
tinggal sama neneknya di daerah Sago, Nagari Manggopoh, Kecamatan Lubukbasung.
Kemudian korban pindah ke Bawan, Kecamatan Ampeknagari, mengikuti ibunya. Antara
tersangka dan korban bertemu lagi di lokasi perburuan, karena korban sama-sama hobi berburu.
"Tersangka sudah beristri dan belum memiliki anak," katanya. Atas perbuatannya, tersangka
diancam Pasal 76 E Jo. Pasal 82 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Jo.
Pasal 289 Jo. Pasal 292 KUH Pidana dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.

5. Daftar Pustaka
Hana, DB Okataviano. 2021. Puluhan oknum ASN Disanksi Karena Terpapar Radikalisme.
[Internet] tersedia di https://kabar24.bisnis.com/read/20210421/15/1384013/puluhan-asn-
disanksi-karena-terpapar-radikalisme-begini-respons-dpr
Mulyana, Cahya. 2021. KPK Tahan 17 ASN Tersangka Kasus Jual Beli Jabatan Di Probolinggo.
[Internet] tersedia di https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/430394/kpk-tahan-17-
asn-tersangka-kasus-jual-beli-jabatan-di-probolinggo
VOA, Agregasi. 2021. Kasus 97 Ribu ASN Fiktif, ICW: Rasanya Tak Mungkin Hanya Kesalahan
Data. [Internet] tersedia di https://nasional.okezone.com/read/2021/05/29/337/2417284/
kasus-97-ribu-asn-fiktif-icw-rasanya-tak-mungkin-hanya-kesalahan-data
Rohman, Baitur. 2021. Oknum ASN Ditangkap Polisi, Diduga Lakukan Pelecehan Seksual
Kepada Anak Laki-laki. [Internet] tersedia di https://www.google.com/amp/s/
www.kompas.tv/amp/article/210375/videos/oknum-asn-ditangkap-polisi-diduga-lakukan-
pelecehan-seksual-kepada-anak-laki-laki

Anda mungkin juga menyukai