A. KASUS 1
1. Uraian Kasus
Di dunia ini terorisme bukan lah hal
baru, namun selalu menjadi aktual. Dimulai
dengan terjadinya ledakan bom di gedung
World Trade Center, New york 11
September 2001 dan sebuah pesawat
menubruk pusat keamanan AS Pentagon
beberapa menit kemudian, aksi terorisme
yang tak pelak menebar ketakutan di
kalangan berbagai pihak, baik dari pihak AS,
maupun masyarakat internasional. Bom Bali
tahun 2002 dengan jutaan korban tidak bersalah baik asing juga masayarakat domestik,
hingga ledakan bom bunuh diri di jalan Tamrin, Jakarta Indonesia tahun 2017. Serentetan
ini menjadikan tindak aksi terorisme sebagai extraordinary crime yang begitu meresahkan.
Banyak pihak berspekulasi dan menimbulkan kecurigaan antar masing–masing dan
berpotensi memecah belah sebuah negara dan mengancam kesejahteraan serta keamanan
yang memaksa pemerintah untuk turun tangan dalam mengatasinya.
Radikalisme dan terorisme merupakan suatu ancaman yang sangat serius di era
global saat ini. Dalam merespon perkembangan terorisme di Dunia. Seperti halnya di
Indonesia, paham Radikalisme dapat mengancam keutuhan kedaulatan negara Indonesia
dalam berbangsa dan bernegara. Paparan Radikalisme tidak hanya menyasar kalangan
mahasiswa dilingkungan kampus, namun juga komunitas ASN. Komunitas ASN menjadi
ujung tombak pelayanan publik banyak yang mengalami proses radikalisasi dalam
pemikiran dan tindakan.
Seperti halnya yang terjadi baru-baru ini, Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (kemenpan RB) Thahjo Kumolo dilaporkan
menindaklanjuti sekitar 30-40 ASN setiap bulan lantaran terbukti terpapar paham
terorisme. Sanksi tersebut sesuai dengan tingkat perbuatan yakni sanksi ringan hingga
berat berupa dari teguran, penurunan pangkat hingga pemecatan ASN.
Terpaparnya ASN dalam paham radikalisme jelas merupakan pengkhianatan sumpah
pemuda dan janji ASN. Semua ASN di indonesia tergabung dalam Korps Pegawai
Republik Indonesia (KORPRI) yang salah satu pasalnya berbunyi “kami anggota Korps
Pegawai Republik Indonesia bersumpah setia dan taat kepada pemerintah dan negara
kesatuan Republik Indonesia yang berdsarkan UUD 1945 dan Pancasila”.
3. Identikasi Penyebab
a. Faktor internal
1) Kurangnya loyalitas ASN menjalankan prinsip ideologi Pancasila dalam pekerjaan di
lembaga birokrasi pemerintahan maupun relasi sosial kemasyarakatan.
2) ASN yang bergabung dalam organisasi Radikalisme adalah individu yang merasa
dirinya termarginalisasi karena hidup dalam kondisi yang sulit, tidak stabil secara
ekonomi, hak-haknya terpinggirkan, dan suaranya tidak didengarkan oleh
pemerintah sehingga merasa menjadi kaum minoritas.
3) Pemikiran paradoks atau “ambigu” membenci pemerintahan yang sedang berkuasa.
b. Faktor External
1) Pemikiran ASN yang didoktrin yang meyakini bahwa kekerasan atau terorisme itu
termotivasi “jihad”.
2) Pembinaan kepegawaian terkait nasionalisme kecintaan pancasila, UUD 1945, NKRI
dan pemahaman anti radikal belum optimal.
3) Berbagai ASN yang memiliki penghasilan besar terkait jabatan dan profesi diincar
penyumbang dana kegiatan.
c. Faktor hukum
Masih lemahnya kesadaran ASN terhadap menjalankan fungsi dan tugas ASN
yang tertuang dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
B. KASUS 2
1. Uraian Kasus
Perilaku korupsi pejabat birokrasi
pemerintahan pusat dan daerah ini tentunya
berdampak terhadap proses pembangunan
dan pelayanan terhadap masyarakat, dimana
PNS sebagai abdi negara dan abdi
masyarakat yang seharusnya menjadi ujung
tombak dalam rangka mewujudkan
pemerintahan yang bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme, tetapi malah menjadi
pelaku tindak pidana korupsi seperti yang
banyak terjadi pada saat ini. PNS seharusnya memiliki akhlak dan budi pekerti yang baik,
profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan, serta
bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Mematuhi kewajiban dan larangan PNS, serta
janji/sumpah PNS pada saat diangkat menjadi CPNS maupun menduduki jabatan Negara.
Banyaknya PNS yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi tersebut
menjadikan pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah untuk mencegah dan
memberantas korupsi di segala bidang, sehingga terwujud pemerintahan yang bersih dan
bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (clean government).
PNS yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi harus mendapat sanksi yang
tegas oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Apabila perkaranya telah memiliki
kekuatan hukum tetap (incracht), PNS tersebut harus diberhentikan tidak dengan hormat
sebagai PNS. Hal ini tertuang dalam Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-undang Nomor 5
Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, serta Pasal 250 huruf b dan Pasal 252
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil,
antara lain dinyatakan bahwa PNS diberhentikan tidak dengan hormat apabila dipidana
dengan pidana penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan Jabatan atau tindak
pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum.
3. Identifikasi Penyebab
a. Faktor penyebab korupsi secara umum
Korupsi adalah perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri
sendiri/orang lain, baik perorangan maupun korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara/perekonomian Negara
1) Faktor Politik
Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat dilihat
ketika terjadi instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan,
bahkan ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan. Perilaku korup seperti
penyuapan dan politik uang merupakan fenomena yang sering terjadi.
2) Faktor Hukum
Faktor hukum bisa dilihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-
undangan dan sisi lain lemahnya penegakan hukum. Ini bisa meliputi aturan yang
diskriminatif dan tidak adil, rumusan yang tidak jelas-tegas (non lex certa) sehingga
multi tafsir, hingga sanksi yang terlalu ringan
3) Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Selain
rendahnya gaji pegawai, banyak aspek ekonomi lain yang menjadi penyebab
terjadinya korupsi, diantaranya adalah kekuasaan pemerintah yang dibarengi dengan
faktor kesempatan bagi pegawai pemerintah untuk memenuhi kekayaan mereka dan
kroninya.
Terkait faktor ekonomi dan terjadinya korupsi, banyak pendapat menyatakan
bahwa kemiskinan merupakan akar masalah korupsi. Namun, kenyataannya korupsi
juga dilakukan oleh orang yang sudah kaya. Ini membuat korupsi sebenarnya bukan
disebabkan oleh kemiskinan, tapi justru sebaliknya, kemiskinan disebabkan oleh
korupsi.
4) Faktor organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk
sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban
korupsi atau di mana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi
karena membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi.
b. Faktor penyebab korupsi internal
1) Gaya hidup yang konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup seseong
konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang
memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan
untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan
korupsi.
2) Aspek Sosial
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris
mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan
bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi
traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah memberikan dorongan dan bukan
memberikan hukuman pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.
c. Faktor penyebab korupsi eksternal
1) Aspek ekonomi
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi
terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk
mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
2) Aspek Politis
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang
dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan
harapan masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalankan dengan menggerakkan
berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan negara sebagai suatu
lembaga yang diorganisasikan secara politik, melalui lembaga-lembaga yang
dibentuknya. Dengan demikian instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan
mempertahankan kekuasaan sangat potensi menyebabkan perilaku korupsi.
3) Aspek Organisasi
Aspek organisasi yang menjadi faktor penyebab korupsi di antaranya adalah:
Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Kurang meadainya sistem akuntabilitas yang benar
Kelemahan sistem pengendalian manajemen
Lemahnya pengawasan.
.
4. Solusi Penerapan ANEKA
C. KASUS 3
1. Uraian Kasus
Baru-baru ini publik dikejutkan dengan kabar 97 ribu PNS fiktif yang masih
menerima gaji aktif. Terungkapnya data PNS fiktif sebanyak 97 ribu orang adalah musibah
dalam penataan kepegawaian di tanah air. Dilansir dari Nasional.okezone.com Peneliti
Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas
Sjafrina mengatakan jika benar 97 ribu
pegawai negeri fiktif itu menerima gaji dan
pensiun, maka negara sangat dirugikan.
Selain tidak pernah adanya pemutakhiran
data pegawai negeri secara reguler, diduga
ada keterlibatan pihak yang berwenang.
Angka 97 ribu PNS fiktif merupakan angka
fantastis, tentu saja anggaran untuk menggaji
juga tidaklah kecil. Cukup mengherankan,
bagaimana bisa negara teledor sampai-
sampai penggajian pegawai fiktif masih berlangsung. Di saat yang sama banyak rakyat
yang berharap menjadi PNS dan mengharapkan gaji tetap seperti PNS. Apabila mengulik
masalah ini lebih dalam, dapat disimpulkan beberapa hal:
Hal ini telah mengkonfirmasi kesemrawutan sistem demokrasi di Indonesia. Sistem
yang berpijak kepada azaz manfaat dan meniadakan peran agama, terbukti semrawut
tata kelolanya. Membiarkan anggaran negara keluar dengan alasan yang tidak jelas.
Gaji tetap PNS fiktif telah membenarkan sistem demokrasi kapitalisme sekuler
memiliki ekonomi yang tidak sehat alias sakit parah. Karena sistem ekonomi dan
keuangannya berpotensi dimanipulasi oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
Selain itu, ini bentuk keteledoran yang nyata yang dilakukan oleh pemerintah.
Patut diduga, gaji tetap yang diberikan kepada 97 ribu PNS fiktif bentuk penyelewengan
anggaran yang harus diusut tuntas oleh negara. Jangan sampai ada oknum-oknum yang
tak bertanggung jawab memanfaatkan hal tersebut
Mengkonfirmasi kinerja pemerintah yang kurang amanah. Selama ini PNS digaji oleh
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang diperoleh utamanya dari
pungutan pajak rakyat atau pun yang lainnya. Seharusnya pemerintah menjaga benar
amanah ini, jangan sampai ada anggaran yang tidak tepat sasaran. Lebih-lebih ada PNS
fiktif yang menerima gaji tetap. Hal ini sangat merugikan negara, terutama rakyat.
Andai saja anggaran yang digunakan untuk menggaji pegawai fiktif dikelola dengan
baik untuk kesejahteraan rakyat, tentu saja dapat dialokasikan pada yang lebih
membutuhkan seperti untuk menggaji guru honorer. Kebebasan telah mengikis keimanan
seseorang yang mengakibatkan benar-salah atau halal-haram diabaikan dalam kehidupan.
Sehingga ketika menjalankan amanah tidak didasarkan atas dasar iman dan ketakwaan.
2. Kaitan Kasus dengan ANEKA
3. Identifikasi Penyebab
a. Faktor eksternal
1) Pengaruh lingkungan sosial dan pergaulan:
BKN telah menemukan adanya data PNS dengan status terblokir. Hal ini
terjadi karena PNS tersebut tidak ikut dalam pendataan ulang PNS yang dilakukan
secara nasional pada tahun 2002 hingga 2003 silam. Adanya sejumlah PNS yang
tidak ikut dalam program Pendataan Ulang PNS (PUPNS) ini disebabkan sejumlah
faktor. Ada PNS yang tidak mendapatkan informasi mengenai program PUPNS.
Ada juga PNS yang sedang sakit, berada di daerah terpencil, sedang ikut tugas
belajar, atau sedang cuti di luar tanggungan negara, sehingga tidak mengetahui
adanya program PUPNS. Pengaruh yang kuat dari lingkungan sosial dan pergaulan
yang kurang terjalin sejak tahun 2003 karena faktor belum hadirnya media sosial
menyebabkan sebagian pegawai negeri yang sudah tidak aktif lagi acuh bahkan tidak
peduli terhadap PUPNS
2) Faktor kesempatan
Tidak pernah adanya pemutakhiran data PNS secara reguler sehingga
menyebabkan hadirnya mafia atau pihak pihak lain untuk memanipulasi data
b. Faktor Internal
1) Penjaringan data yang tidak tersistem
Sejak Indonesia merdeka pemerintah baru dua kali melakukan Pemutakhiran
data PNS. Pemutakhiran pertama kali dilakukan tahun 2002 tetapi dengan sistem
manual, dan yang kedua kali di tahun 2014 lalu. Pemutakhiran data secara manual
inilah yang menyebabkan data rawan dimanipulasi.
2) Tidak adanya pengawasan BKN dan Menpan RB untuk mengecek data PNS secara
merinci
Pemerintah ternyata selama ini tidak mengetahui ada PNS fiktif yg rutin
menerima gaji dan pensiun. Hal ini disebabkan karena lemahnya pengawasan BKN
dan Menpan RB terhadap data–data PNS
3. Identifikasi Penyebab
a. Faktor Eksternal
1) Pengaruh lingkungan
Penggunaan internet yang tidak bijak dapat mendorong seseorang melakukan
sesuatu yang bersifat negatif. Hal ini juga dapat didukung bila FR bertemu dengan
teman-teman di dunia maya dan mereka saling berbagi link situs tidak senonoh satu
sama lain.
2) Faktor kesempatan
FR dan korban sudah saling mengenal, namun sempat terpisah karena korban
pindah mengikuti ibunya. Kemudian mereka bertemu lagi di lokasi perburuan karena
sama-sama memiliki hobi berburu, sehingga membuat FR dapat melancarkan aksi
bejatnya kepada korban.
b. Faktor Internal
1) Kecanduan pornografi
Seseorang yang kecanduan pornografi akan mencontoh perilaku yang
dilihatnya dalam tayangan atau gambar pornografi sehingga membuat fungsi otak
menurun karena jalur komunikasi di dalam otak menurun, seperti emosi, pemusatan
perhatian, pergerakan, kecerdasan dan pengambilan keputusan. Pada kasus diatas, FR
yang telah paruh baya sering membuka situs sesama jenis sehingga tidak dapat
mempertahankan integritasnya sebagai orang dewasa dan ASN.
2) Moral yang kurang kuat
Seseorang dengan moral yang kurang kuat akan cenderung lebih mudah
tergoda untuk melakukan perilaku menyimpang seperti pelecehan seksual, seperti
yang dilakukan FR. Bahkan tersangka memberikan uang kepada korban sebagai uang
tutup mulut.
c. Faktor Hukum
Hukum yang tidak membuat efek jera pada tersangka pelaku pelecehan seksual
membuat pelaku-pelaku pelecehan seksual, terutama pelaku sodomi terus mengulangi
perbuatannya seperti yang tertuang pada pasal 292 KUHP yang mengatakan bahwa
orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa dari
jenis kelamin yang sama, sedang diketahui atau patut harus disangkanya hal belum
dewasa itu, dihukum penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun. Sudah sepatutnya hukum
menindak tegas pelaku pelecehan seksual anak dibawah umur karena anak-anak adalah
harapan untuk membangun bangsa ke arah yang lebih baik.
F. Dokumentasi