Anda di halaman 1dari 60

Taxation II

Lecturer Assistant Module

Protector
Ang Swat Lin Lindawati, S.E., M.Com (Hons)., Ph.D., CSRS.,
CSRA., CMA

Responsible Person
Maya Safira Dewi, S.E., Ak., M.Si

Editor
Levana Dhia Prawati, S.E., M.Si., Ak

Author
Feronika (Coordinator)
Della Viola
Felix Juwono Kusuma
Fiona Tivanni
Hellen Chintya Devi

Accounting and Finance Laboratory


Binus University
2018/2019
i
CONTENTS

Contents ..................................................................................................................................................... i

Module 1 - Corporate annual income tax ( Tax rate, DE, NDE, depreciation, calculation) ............. 1

Module 2 - Corporate fiscal reconciliation ( Teknik Koreksi Positif, Koreksi Negatif,


Penghasilan Neto Fiskal, Kompensasi Kerugian, Taxable Income).................................................. 11

Module 3 - Corporate annual tax return preparation (SPT) : Penghitungan Pajak


Terutang, Penghitungan PPh Kurang Bayar/Lebih Bayar, SPT PPh Tahunan Wajib Pajak
Badan ...................................................................................................................................................... 16

Module 4 - General provisions and tax procedures , VAT and sales tas on luxury goods
(definition, DPP,factur, VAT IN, VAT Out) ....................................................................................... 23
Module 5 - VAT and sales tas on luxury goods ( Calculating and prepare VAT Tax
Return) .................................................................................................................................................... 34
Module 6 - Tax on land and bulidings (regulation, calculation) Tax acquitisions of land and
buildings (regulation, calculation) ........................................................................................................ 45

References .............................................................................................................................................. 58

ii
Module 1
Corporate Annual Income Tax

1. Subjek Pajak Badan


Berdasarkan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008, Badan adalah sekumpulan orang
dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

2. Tidak Termasuk Subjek Pajak


Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU Nomor 36 Tahun 2008 adalah:
a. Kantor perwakilan negara asing;
b. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
 Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;dan
 Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari
iuran para anggota.
c. Organisasi-organisasi internasional yang berbentuk kerja sama teknik dan atau kebudayaan
dengan syarat kerja sama teknik tersebut memberi manfaat pada negara/pemerintah
Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia. Contoh organisasi internasional yang bukan subjek pajak misalnya: ADB
(Asian Development Bank), IMF (International Monetary Fund), UNICEF, UNESCO,
WHO, dan lain sebagainya.

3. Pengelompokkan Kategori Penghasilan


Dilihat dari bertambahnya kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan wajib
pajak badan dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
a. Penghasilan dari usaha dan kegiatan. Dapat berupa usaha perdagangan, industri, atau jasa.

1
Penghasilan ini sering disebut dengan istilah active income.
b. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak atau pun harta tak gerak, seperti bunga,
dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan
untuk usaha. Penghasilan ini sering disebut passive income.
c. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah. Penghasilan ini sering disebut
dengan istilah other income.

Sedangkan dari cara pengenaan pajaknya penghasilan dapat dikategorikan menjadi 3


kategori, yaitu:
a. Penghasilan bukan objek pajak
b. Penghasilan onjek pajak final
c. Penghasilan objek pajak tidak final
Atas penghasilan yang menjadi objek pajak tidak final menjadi sasaran tarif PPh badan.
Untuk mengidentifikasikan penghasilan yang menjadi objek pajak tidak final dapat
menggunakan pendekatan sebagai berikut:

Jumlah seluruh penghasilan = A


Dikurangi penghasilan yang bukan objek pajak = B
Dikurangi penghasilan yang menjadi objek pajak PPh final = C
Penghasilan yang menjadi objek pajak tidak final = A – B – C

4. Ketentuan Tarif dan Fasilitas PPh Badan


PPh Badan dihitung berdasarkan tarif pasal 17 UU PPh dikalikan dengan penghasilan neto,
setelah dikurangi dengan kompensasi kerugian. Terdapat 4 macam tarif untuk wajib pajak
badan, yaitu :
a. Tarif PPh pasal 17 ayat (1) huruf b;
b. Tarif PPh pasal 17 ayat (2b);
c. Tarif PPh pasal 31E ayat (1);
d. Penerapan PPh Final UKM (PP No. 46 Tahun 2013) untuk WP Badan

2
a. Tarif PPh pasal 17 ayat (1) huruf b
Tarif PPh pasal 17 ayat (1) huruf b merupakan tarif umum untuk wajib pajak badan dalam
negeri. Tarif umum PPh Badan yang berlaku untuk tahun pajak 2009 adalah sebesar 28%.
Sedangkan untuk tahun pajak 2010 dan seterusnya sebesar 25%.

b. Tarif PPh pasal 17 ayat 2b


Berdasarkan pasal 17 ayat (2b) wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan
terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya
dapat memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah daripada tarif normal.
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan pengurangan tarif adalah:
a) Jumlah kepemilikan saham publiknya sebesar 40% atau lebih dari keseluruhan saham
yang disetor dan saham tersebut dimiliki paling sedikit oleh 300 pihak.
b) Masing-masing pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% dari seluruh saham
yang disetor.

c. Tarif PPh pasal 31E ayat (1)


Berdasarkan tarif pasal 31E ayat (1) UU PPh Wajib Pajak badan dalam negeri dengan
peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000 mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif dasar yang dikenakan atas Penghasilan
Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000.

Ketentuan Perhitungan Pasal 31E:

a. Peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,-

PPh terutang = 50% x 25% x Seluruh PKP

b. Peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,- sampai dengan

Rp 50.000.000.000,- PPh terutang :

3
PKP dari bagian bruto yang memperoleh

fasilitas:

PKP dari bagian bruto yang tidak memperoleh

fasilitas:

Keseluruhan PKP – PKP yang memperoleh fasilitas

Contoh soal:

Peredaran bruto PT. X dalam Tahun Pajak 2010 sebesar

Rp 30.000.000.000 dengan PKP sebesar Rp 3.000.000.000.

Penghitungan PPh yang terutang:

PKP Fasilitas = (Rp 4.800.000.000/ Rp 30.000.000.000) x Rp 3.000.000.000

= Rp 480.000.000

PKP Non-fasilitas= Rp 3.000.000.000 – Rp 480.000.000

= Rp 2.520.000.000

PPh yang terutang :


Mendapat Fasilitas = 50% x 25% x Rp 480.000.000
= Rp 60.000.000
Tidak Mendapat Fasilitas =25% x Rp 2.520.000.000

=Rp 630.000.000

Total PPH terutang =Rp 60.000.000 + Rp 630.000.000 = Rp 690.000.000

4
c. Peredaran Bruto lebih dari Rp. 50.000.000.000,-
PPh terutang = 25% x Seluruh PKP

d. Penerapan PPh Final UMKM (PP No. 23 Tahun 2018) untuk WP Badan
Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang
memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam
jangka waktu tertentu.
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan final
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan:
a. Wajib Pajak orang pribadi; dan
b. Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan
terbatas, yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)
Tahun Pajak.
Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar
0,5% (nol koma lima persen).

5. Pengurangan Penghasilan
Dalam perpajakan, pengeluaran, beban, atau biaya dibedakan menjadi 2, yaitu:

a. Non-Deductible expense (Biaya yang tidak diperkenankan sebagai Pengurang Penghasilan


Bruto)
Pengeluaran dan biaya yang tidak berkaitan (baik langsung maupun tidak langsung)
dengan kegiatan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan
objek Pajak Penghasilan, tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (Pasal 6 ayat 1).
Selain itu pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi
kewajaran tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha;
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;

5
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan;
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing;
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b. Menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP;
c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah
utang tertentu;
d. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan
piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf k;
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah;
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah; dan
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

6
b. Deductible expense (Biaya yang diperkenankan sebagai Pengurang Penghasilan bruto)
Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak (Pasal 9 ayat 1).
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota;
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali (PMK No.81/PMK.03/2009 dan
PMK No.219/PMK.011/2012);
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar
oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak
yang bersangkutan;
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan;
7. Aset yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
8. Pajak Penghasilan;

7
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya;
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham;
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

6. Amostisasi
Amortisasi adalah suatu penurunan atau pengurangan nilai suatu aktiva tidak berwujud secara
bertahap dalam rentang jangka waktu tertentu di setiap periode akuntansi.

Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh aset tak berwujud dan pengeluaran lainnya


termasuk perpanjangan hak-hak atas tanah yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun, diamortisasi dengan metode garis lurus (straight-line method) maupun metode saldo
menurun (declining balanced method).

Pengelompokkan aset tak berwujud, masa manfaat, dan tarif amortisasi dapat dilihat pada tabel
berikut.

Tarif Amortisasi berdasarkan


Kelompok Harta metode
Masa Manfaat
Tak Berwujud
Garis Saldo
Lurus Menurun
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

7. Depresiasi
Depresiasi atau penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan
sepanjang masa yang diestimasi. Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang
diberikan dan nilai dari aktiva tersebut semakin berkurang.

Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud
ditetapkan sebagai berikut:

8
Kelompok Harta Masa Tarif Penyusutan
Berwujud Manfaat
Garis Lurus Saldo Menurun
I. Bukan bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
II. Bangunan Permanen 20 tahun 5%
Tidak Permanen 10 tahun 10%

9
Exercises

Problem

1. Tentukan organisasi atau badan di bawah ini termasuk subjek pajak atau bukan subjek pajak !
Koperasi
IMF
BUMN
ASEAN
WTO
Firma

2. PT. Niaga Makmur berdasarkan SPT Tahunan tahun 2014 melaporkan Peredaran brutonya
sebesar Rp. 2.500.750.000,-. Hitung Pajak Penghasilan yang terhutang !

3. PT. Prima Jaya adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang penjualan
Besi. Selama tahun 2016 peredaran bruto PT. Prima Jaya diketahui sebesar Rp.
30.000.000.000,- dengan laba sebelum pajak (Penghasilan Kena Pajak) sebesar
Rp.6.500.000.000,-. Hitunglah berapa Pajak terutang PT. Prima Jaya !

4. Selama tahun 2013 peredaran bruto PT. Metropolitan diketahui sebesar Rp.78.500.000.000,-.
Hitung berapa Pajak terutang PT. Metropolitan untuk tahun pajak 2013 ? (PKP = Rp.
15.800.000.000)

5. Berikut dibawah ini merupakan aset tetap dari perusahaan PT. Mitra Anda. Dengan metode
saldo menurun, hitunglah nilai sisa pada akhir tahun 2015 !

No Jenis Tanggal Harga Kelompok Umur


perolehan Perolehan Komersial
1 Alat-alat kantor Mei 2013 820.500.000 1 4
2 Mesin Februari 2010 1.500.000.000 2 10
3 Truk Angkut September 2011 540.000.000 2 10

10
Module 2
Corporate Fiscal Reconciliation

A. Pengertian Rekonsiliasi Fiskal

Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak karena terdapat perbedaan penghitungan
laba menurut akuntansi (komersial) dan laba menurut perpajakan (fiskal).

Perbedaan Laporan keuangan komersial dan Laporan keuangan fiskal :


1. Perbedaan prinsip akuntansi
- Menurut komersial, laporan keuangan disusun berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan (SAK).
- Menurut fiskal, laporan keuangan disusun berdasarkan peraturan perpajakan (UU
PPh).
2. Perbedaan metode dan prosedur akuntansi
3. Perbedaan perlakuan dan pengakuan penghasilan dan biaya
4. Pengeluaran tertentu diakui dalam akuntansi komersial sebagai biaya, tetapi dalam
fiskal pengeluaran tersebut tidak boleh diakui sebagai biaya. Perbedaan penghasilan
dan biaya menurut akuntansi dan fiskal dapat dikelompokkan menjadi perbedaan
tetap atau perbedaan waktu.

B. Dasar hukum Rekonsiliasi Fiskal


1. UU PPh Pasal 4 ayat 1 = Objek Pajak (Penghasilan)
2. UU PPh Pasal 4 ayat 2 = Objek Pajak Final
3. UU PPh Pasal 4 ayat 3 = Bukan Objek Pajak (Bukan Penghasilan)
4. UU PPh Pasal 6 = Deductable Expense
5. UU PPh Pasal 9 = Non Deductable Expense

C. Teknik Rekonsiliasi Fiskal


Terdapat 2 macam koreksi fiskal :
1. Koreksi fiskal positif

11
o Penghasilan menurut fiskal lebih besar daripada menurut komersial atau suatu
penghasilan diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut komersial.
o Biaya menurut fiskal lebih kecil daripada menurut komersial atau suatu biaya atau
pengeluaran tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui menurut komersial.

2. Koreksi fiskal negatif


o Penghasilan menurut fiskal lebih kecil daripada menurut komersial atau suatu
penghasilan tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui menurut akuntansi.
o Biaya/pengeluaran menurut fiskal lebih besar daripada menurut komersial atau
suatu biaya diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut komersial.
o Suatu pendapatan telah dikenakan penghasilan bersifat final (Pasal 4 ayat 2).

Teknik rekonsiliasi fiskal :


1. Koreksi fiskal positif (menambah laba menurut fiskal)
- Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut komersial, tetapi diakui menurut
fiskal = rekonsiliasi dilakukan dengan menambah sejumlah penghasilan menurut
komersial
- Jika suatu biaya diakui menurut komersial, tetapi tidak diakui menurut fiskal =
rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangi sejumlah biaya tersebut dari biaya
menurut komersial
2. Koreksi fiskal negatif (mengurangi laba menurut fiskal)
- Jika suatu penghasilan diakui menurut komersial, tetapi tidak diakui menurut
fiskal = rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangi sejumlah penghasilan menurut
komersial
- Jika suatu biaya/pengeluaran tidak diakui menurut komersial, tetapi diakui
menurut fiskal = rekonsiliasi dilakukan dengan menambah sejumlah biaya
tersebut dari biaya menurut komersial

D. Kompensasi Kerugian Fiskal


Saat Wajib Pajak mengalami kerugian dalam suatu tahun pajak, maka kerugian fiskal
tersebut dapat dikompensasi selama 5 tahun berturut-turut dimulai sejak tahun pajak
berikutnya. Kerugian yang diderita di luar negeri tidak dapat diikutsertakan dalam

12
penghitungan kompensasi kerugian. Kompensasi kerugian juga tidak berlaku bagi Wajib
Pajak yang keseluruhan penghasilannya bersifat final dan atau bukan objek.

Contoh soal :

Tahun Kompensasi Kerugian Laba Fiskal Sisa Kerugian


Fiskal Fiskal
2015 Rugi 500 juta - 2015 (500 juta)
2016 Rugi 50 juta - 2015 (500 juta)
2016 (50 juta)
2017 Laba 510 juta - 2016 (40 juta)
2018 Rugi 150 juta - 2016 (40 juta)
2018 (150 juta)

E. Langkah-langkah mencari PPh kurang bayar/lebih bayar


1. Rekonsiliasi Fiskal =
Koreksi Positif dan Koreksi Negatif ; Depresiasi dan Amortisasi

2. Menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) Netto Fiskal =


Penghasilan Kena Pajak (PKP) Fiskal – Kompensasi Kerugian Fiskal

3. Menghitung PPh Terutang Badan =


PKP Netto Fiskal x Tarif PPh Badan

4. Menghitung kredit pajak =


PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 24, PPh pasal 25

5. Menghitung PPh kurang bayar atau lebih bayar (PPh pasal 29) =

PPh Terutang Badan – Total Kredit Pajak (PPh pasal 22,23,24,25)


6. Menghitung PPh pasal 25 =
[PPh Terutang Badan – Total Kredit Pajak (PPh pasal 22,23,24)] / 12

13
Exercises

Multiple Choices

PT. Binus Makmur mempunyai aktivitas keuangan berikut ini,


Identifikasi aktivitas keuangan tersebut apakah termasuk :
a. Biaya yang dapat dikurangkan (Deductable Expense)
b. Biaya yang tidak diperkenankan dikurangkan (Non Deductable Expense

NO. AKTIVITAS KEUANGAN KETERANGAN


1. Biaya pembelian bahan baku
2. Sumbangan kepada korban bencana tsunami (bencana alam
nasional ada Peraturan Pemerintah)
3. Sumbangan untuk Panti Asuhan
4. Pajak Penghasilan
5. Pajak Bumi dan Bangunan
6. Biaya perjalanan seluruh direktur ke Korea
7. Biaya perjalanan promosi perusahaan
8. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing
9. Pembagian dividen kepada pemegang saham
10. Premi asuransi kecelakaan yang dibayar karyawan
11. Premi asuransi berupa BPJS yang dibayar pemberi kerja
12. Denda keterlambatan membayar pajak
13. Piutang yang tidak dapat ditagih
14. Penggantian (Reimbursement) biaya pengobatan karyawan
15. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura kepada karyawan

14
Problem

Koreksi Fiskal

1. Analisa apakah kegiatan keuangan berikut termasuk koreksi fiskal positif atau koreksi
fiskal negati!

Keterangan Menurut Menurut Koreksi Fiskal


Komersial Fiskal (+) (-)
Penghasilan 30.000 35.000
Biaya telepon 8.000 5.000
Biaya 220.000 250.000
penyusutan
Rugi usaha 200.000 0
dari Australia

Kompensasi Kerugian Fiskal

2. Hitunglah kompensasi kerugian fiskal dari data berikut!

Tahun Kompensasi Kerugian Laba Fiskal Sisa Kerugian


Fiskal Fiskal
2010 Rugi 700 juta
2011 Laba 300 juta
2012 Rugi 500 juta
2013 Laba 100 juta
2014 Laba 50 juta
2015 Laba 50 juta
2016 Laba 250 juta

15
Module 3
Corporate Annual Tax Return Preparation (SPT)

A. Dasar Hukum

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan keempat atas Undang-


Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

B. Pengertian SPT

SPT adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
Bagi wajib pajak, SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak terutang. SPT untuk Badan disebut
SPT Badan Formulir 1771.

C. Pengisian SPT Badan 1771


1. Induk (halaman 1)
- PPh kurang bayar atau lebih bayar (PPh pasal 29)
2. Induk (halaman 2)
- PPh pasal 25
3. Lampiran – I
- Penghitungan Penghasilan Neto FIskal
4. Lampiran – II
- Perincian Harga Pokok Penjualan, Biaya Usaha Lainnya dan Biaya dari Luar
Usaha secara Komersial
5. Lampiran – III
- Kredit Pajak Dalam Negeri
6. Lampiran – IV
- PPh Final dan Penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak

16
7. Lampiran – V
- Daftar Pemegang Saham atau Pemilik Modal dan Jumlah Dividen yang
Dibagikan
- Daftar Susunan Pengurus dan Komisaris
8. Lampiran – VI
- Daftar Penyertaan Modal pada Perusahaan Afiliasi
- Daftar Utang dari Pemegang Saham dan atau Perusahaan Afiliasi
- Daftar Piutang kepada Pemegang saham dan atau Perusahaan Afiliasi

17
Exercises

Problem

PT. Sinar Makmur merupakan perusahaan yang bergerak di bidang usaha dagang barang
elektronik. Perusahaan telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) sejak 2010.
Berikut informasi yang berkaitan dengan data perusahaan

1. Data perusahaan
Nama Perusahaan : PT. Sinar Makmur
NPWP : 01.128.234.2.567.000
Alamat : Jalan Sudirman No. 21, Jakarta Pusat, 14323
Telp : (021) 7893456
E-mail : sinarmakmur@gmail.com
Jenis Usaha : Usaha dagang barang elektronik
Klasifikasi Badan : PT (Perseroan Terbatas)
Direktur : Budi Kurniawan

2. Kegiatan Usaha
Pada tahun 2018, PT. Sinar Makmur memperoleh penghasilan dari dalam negeri dan luar
negeri. Berikut ini laporan laba rugi komersial pada tahun 2018 adalah sebagai berikut :

PT. Sinar Makmur


Laporan Laba Rugi
Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2018
(dalam Rupiah)

Penghasilan dari usaha dalam negeri :


Penjualan
28.000.000.000
 Retur Penjualan ( 750.000.000)
 Potongan penjualan ( 495.000.000)
Penjualan neto Rp
Harga pokok penjualan *) Rp
Laba bruto Rp

Biaya usaha :
 Gaji, upah, THR, tunjangan 2.785.000.000

18
 Biaya perlengkapan kantor 14.000.000
 Biaya transportasi 40.000.000
 Biaya telepon 11.500.000
 Biaya makan kantor 30.200.000
 Biaya promosi 130.000.000
 PBB dan bea materai 15.000.000
 Pajak Penghasilan 25.000.000
 Biaya akomodasi 190.000.000
 Biaya representasi 57.000.000
 Biaya sewa 35.000.000
 Cadangan Kerugian Piutang 26.000.000
 Biaya penyusutan 35.150.000
 Sumbangan 120.000.000
 Kerugian kurs mata uang asing 10.500.000
 Biaya lain – lain 215.000.000
Total biaya usaha Rp

Laba usaha Rp

Penghasilan di luar usaha :


- Penghasilan Deviden 150.000.000
- Penghasilan Sewa 50.000.000
- Penghasilan Bunga Deposito 26.000.000
Total penghasilan luar usaha Rp

Laba neto ( penghasilan neto ) dalam negeri Rp

Penghasilan dari luar negeri :


Laba usaha dari Singapura 140.000.000
Bunga obligasi dari Malaysia 24.000.000
Total penghasilan dari luar negeri Rp

Laba (penghasilan neto) Rp

1. *) Rincian harga pokok penjualan


Persediaan barang dangangan, 1 Januari 2018 Rp 8.000.000.000
Pembelian neto tahun 2018 Rp 12.570.000.000
Persediaan barang dagangan, 31 Desember 2018 (Rp 5.456.000.000)
Harga Pokok Penjualan Rp

19
2. Informasi yang digunakan sebagai penyesuaian perhitungan laba (rugi) fiskal:
a. Dalam penjualan tidak memasukkan penjualan kredit kepada karyawan sebesar Rp
21.000.000 yang penagihannya melalui gaji setiap bulan.
b. Dalam gaji, upah dan tunjangan hari raya (THR) terdapat pengeluaran pembelian
seragam satpam dan bingkisan sebesar Rp 75.000.000
c. Dalam biaya perjalanan dinas terdapat bukti pengeluaran direktur ke Korea Rp
16.000.000
d. Biaya telepon digunakan untuk fasilitas keperluan kantor dan pribadi karyawan.
e. Biaya promosi yang sesuai tagihan Rp 85.000.000, sisanya diskon dari perusahaan
iklan
f. Pajak Penghasilan merupakan PPh pasal 25 merupakan angsuran pajak selama tahun
2018.
g. Biaya akomodasi terdapat Rp 7.000.000 pengeluaran istri komisaris untuk menginap
di hotel.
h. Cadangan kerugian piutang mengikuti aturan pajak terbaru.
i. Dalam biaya lain – lain terdapat biaya denda pajak Rp 2.576.000 dan Rp 500.000
tidak didukung bukti pengeluaran.
j. Dalam akun sumbangan terdapat Rp 86.000.000 sebagai sumbangan bencana
Gempa Lombok yang merupakan bencana alam nasional.
k. Perusahaan mempunyai aset tetap:
 Sebuah mobil dibeli pada tanggal 1 Januari 2012, harga perolehan
Rp150.000.000, umur ekonomis 10 tahun, dengan nilai residu 10%. Perusahaan
menggunakan metode garis lurus secara akuntansi. Menurut pajak, barang ini
termasuk golongan II (umur ekonomis 8 tahun), perusahaan menggunakan metode
saldo menurun menurut pajak.
 Sebuah printer dibeli pada tanggal 1 Januari 2005, harga perolehan Rp 3.000.000,
umur ekonomis 5 tahun. Menurut pajak, barang ini termasuk golongan I (umur
ekonomis 4 tahun), perusahaan menggunakan metode garis lurus menurut
akuntansi dan pajak.
 Bangunan Non Permanen berupa booth pameran digunakan pada tanggal 1 Juli
2016 dengan harga perolehan Rp 8.000.000. Secara komersial, bangunan non
permanen ini menggunakan metode garis lurus dengan umur ekonomis 12 tahun.
 Bangunan permanen siap digunakan pada tanggal 1 Januari 2015 seharga Rp
3.550.000.000, taksiran umur ekonomis 25 tahun, dengan perkiraan nilai residu
sebesar 25 % dari harga perolehan dengan metode garis lurus. Menurut peraturan
pajak, bangunan ini termasuk golongan aktiva tetap kelompok bangunan
permanen dengan metode garis lurus dan umur ekonomis 20 tahun.

20
l. Penghasilan deviden sebesar Rp 150.000.000 yang merupakan dividen kas dari
penyertaan saham 20% pada PT. Sukses sebesar Rp 50.000.000; Sebesar Rp
70.000.000 deviden kas dari penyertaan 15 % pada PT. Abadi; dan sisanya sebesar
Rp 30.000.000 merupakan deviden kas yang diterima dari penyertaan saham 35 % di
PT. Sejahtera.
m. Penghasilan sewa merupakan penghasilan sewa bangunan
n. Penghasilan bunga merupakan deposito dari Bank Mandiri.

INFORMASI TAMBAHAN penghitungan PPh Badan :


1. PPh pasal 22 :
PT. Sinar Makmur (importir punya API) selama tahun 2018 mengimpor barang
elektronik dari Singapura dengan Cost $ 35.000 dengan kurs 1$ = Rp 10.590,
Insurance Cost 2,5% dari Cost, dan Freight sebesar Rp 10.000.000. Pungutan resmi
lainnya Rp 5.000.000, Bea masuk 1% dari CIF. Bea masuk dan PPh pasal 22 sudah
di bayar ke Ditjen Bea dan Cukai Tanjung Priok.
2. PPh pasal 23 :
Tarif atas penghasilan deviden 15 %.
3. PPh pasal 24 :
Tarif pajak atas laba usaha di luar negeri adalah Singapura 30 % dan Malaysia 17%.
4. PPh pasal 25 telah dibayarkan setiap bulan dengan angsuran yang sama setiap
bulannya.
5. Laba (rugi ) Fiskal 3 tahun terakhir adalah :
- Rugi fiskal tahun 2015 Rp 500.000.000
- Laba fiskal tahun 2016 Rp 450.000.000
- Rugi fiskal tahun 2017 Rp 100.000.000
Keterangan : sisa kerugian akan dikompensasikan pada tahun 2018

6. Data Pemegang saham


No Nama NPWP Jml modal yang Persentase Deviden
disetor
1. PT. Binus 01.222.234.1.345.0 Rp 70%
00 40.000.000.000
2. PT. 01.345.223.3.233.0 Rp 30%
Nusantara 00 60.000.000.000

Deviden yang dibagi Rp 200.000.000.

21
7. Data Komisaris :
Nama Komisaris : Putri Kirana
Alamat : Jalan Wahidin No. 46, Jakarta Selatan
NPWP : 04.367.283.3.555.000
Jabatan : Komisaris Utama

8. Menyetorkan pajak kurang bayarnya pada tanggal 28 Maret 2016.


9. Melaporkan SPT Tahunan PPh Badan pada tanggal 15 April 2016.

Diminta :

1. Buatlah rekonsiliasi fiskal !


2. Hitunglah kredit pajak dari data tersebut !
3. Hitunglah PPh kurang bayar/lebih bayar (PPh pasal 29) !
4. Hitunglah angsuran PPh Badan (PPh pasal 25) !

22
Module 4
General Provisions and Tax Procedures

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) merupakan ketentuan formal yang mendasari
pelaksanaan perundang-undangan perpajakan. KUP memuat bentuk atau tata cara untuk
mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan.

Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah:
a. Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta Wajib Pajak
untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang
diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional;
b. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak sebagai pencerminan
kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri.
Pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan, sesuai dengan fungsinya berkewajiban
melakukan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban
perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan;
c. Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan
kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri pajak yang terhutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini
administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan rapih, terkendali, sederhana,
dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak.

A. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak


Hak Wajib Pajak

1. Melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan).
2. Mengajukan keberatan dan banding.
3. Memperpanjang waktu penyampaian SPT .
4. Membetulkan SPT.
5. Mangajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

23
6. Mengajukan keberatan atas SKP (Surat Ketetapan Pajak).
7. Mengajukan permohonan banding.
8. Menunjuk seorang kuasa untuk menjalankan hak dan kewajiban.
9. Memperoleh pengurangan/penghapusan sanksi administrasi.

Kewajiban Wajib Pajak


1. Mendaftarkan diri pada kantor DJP.
2. Melaporkan usahanya pada kantor DJP.
3. Mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas, dalam Bahasa Indonesia dengan
satuan mata uang Rupiah.
4. Menyampaikan SPT dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan mata uang selain
rupiah yang diizinkan.
5. Membayar pajak yang terutang dengan SSP (Surat Setoran Pajak) ke kas negara.
6. Membayar pajak terutang sesuai peraturan perpajakan.
7. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
8. - Memperlihatkan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasarnya.
- Memberi kesempatan ke tempat atau ruang yang dipandang perlu.
- Memberi keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa.

B. Nomor Pokok Wajib Pajak


Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Fungsi NPWP:
1. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administratif
perpajakan.
NPWP terdiri dari 15 digit, dimana 9 digit pertama merupakan kode wajib pajak dan 6 digit
berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan.

Subjek Wajib Pajak


Subjek Pajak yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP yaitu:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha.
24
WP orang pribadi yang tidak berkewajiban memiliki NPWP yaitu memiliki
penghasilan tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam Satu Tahun
Pajak.
Konsultasi Menteri Keuangan dengan Dewan Perwakilan Rakyat yang dilaksanakan
pada tanggal 30 Mei 2012 dan 15 Oktober 2012 telah menyepakati penyesuaian
besarnya PTKP berikut ini mulai diberlakukan
pada tanggal 1 Januari 2016.
Setahun
Untuk diri Pegawai Rp 54.000.000
Tambahan untuk pegawai yang kawin Rp 4.500.000
Tambahan untuk tanggungan (maksimal 3 Rp 4.500.000 / tanggungan
tanggungan)
Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung Rp 54.000.000
dengan suami

2. Wajib Pajak yang melakukan Pekerjaan Bebas dan Wajib Pajak Badan.
Wajib Pajak Badan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1
bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.

Tempat Pendaftaran
Pada prinsipnya Wajib Pajak orang pribadi dan Badan wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

C. Pengusaha Kena Pajak


Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak merupakan pihak yang melaksanakan berbagai
kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. Secara umum, Wajib Pajak merupakan
pihak yang melaksanakan kewajiban perpajakan untuk seluruh jenis pajak, seperti Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Lainnya (PL, seperti: Bea Materai),
sedangkan Pengusaha Kena Pajak merupakan pihak yang melaksanakan kewajiban
perpajakan terkait PPN. PKP atau Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha, bisnis, atau
perusahaan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa

25
Kena Pajak (JKP) yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berdasarkan undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya.
Fungsi NPPKP (Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak):
1. Untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak.
2. Untuk pengawasan administratif perpajakan.
3. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan PPnBM.
Untuk mendapat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak, seorang
pengusaha, bisnis, atau perusahaan harus memenuhi syarat:
 Memiliki pendapatan bruto (omzet) dalam 1 tahun buku mencapai Rp 4,8 miliar. Tidak
termasuk pengusaha, bisnis, atau perusahaan dengan pendapatan bruto kurang dari Rp 4,8
miliar, kecuali pengusaha tersebut memilih dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
 Melewati proses survei yang dilakukan KPP atau KP2KP tempat pendaftaran.
 Melengkapi dokumen dan syarat pengajuan PKP atau pengukuhan PKP.

D. Kewajiban dan Hak Pengusaha Kena Pajak


Kewajiban PKP yaitu:
1. Menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM;
2. Memungut PPN atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena
Pajak (JKP) yang dilakukan PKP;
3. Menerbitkan Faktur Pajak dan;
4. Menyampaikan SPT Masa PPN dan PPnBM.

Hak PKP, yaitu:


Hak PKP yang paling utama adalah hak untuk mengkreditkan PPN Masukan sesuai dengan
ketentuan Pasal 9 UU PPN.

Sanksi-Sanksi
Pengenaan sanksi perpajakan dari pelanggaran bagi perusahaan yang tidak mendaftarkan diri
untuk dikukuhkan sebagai PKP, antara lain:
1. Dikenakan sanksi perpajakan

26
Sesuai dengan Pasal 39 UU KUP, yaitu sanksi pidana paling rendah 6 bulan penjara dan
paling lama 6 tahun penjara dan denda paling rendah 2 kali jumlah pajak terhutang dan
paling tinggi 4 kali jumlah pajak terhutang yang tidak atau kurang bayar.
2. Pengusaha yang wajib dikukuhkan sebagai PKP namun tidak melaporkan kegiatan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, maka dikenakan sanksi administrasi berupa
denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak.
3. Jika WP sudah memenuhi persyaratan untuk dikukuhkan sebagai PKP namun tidak
mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
(NPPKP), maka kepada WP yang bersangkutan dapat diterbitkan NPPKP secara jabatan.

E. SPT
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak, dan atau bukan objek pajak, dan atau
harta dan kewajiban menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan.
SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan
jumlah pajak yang sebenarnya terhutang.

Wajib SPT
Setiap pihak yang terdaftar di KPP pada dasarnya wajib mengisi SPT dan menandatangani
serta menyampaikan ke kantor Dirjen Pajak tempat WP terdaftar atau dikukuhkan. Namun
ada pihak yang dikecualikan dari kewajiban penyampaian SPT yaitu:
1. WP orang pribadi yang penghasilan nettonya tidak melebihi PTKP. WP ini dikecualikan
untuk penyampaian SPT Masa dan Tahunan.
2. WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. WP ini hanya
dikecualikan dari kewajiban penyampaian SPT Masa.

Jenis SPT
SPT bisa dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. SPT Masa

27
SPT Masa adalah SPT untuk suatu masa pajak. Adapun yang dimaksud masa pajak adalah
jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 bulan takwim atau jangka waktu lain yaitu 3
bulan takwim.
2. SPT Tahunan
SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak. Adapun yang
dimaksud dengan tahun pajak adalah jangka waktu 1 tahun takwim atau tahun pajak.

Batas Waktu Penyampaian SPT


1. Untuk SPT Masa paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak, khusus untuk SPT Masa
PPN paling lambat akhir bulan berikutnya.
2. Untuk SPT Tahunan PPh WPOP, paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
3. Untuk SPT Tahunan PPh Badan, paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak.

Sanksi-Sanksi Terkait Penyampaian SPT


Jika WP tidak menyampaikan SPT sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, maka WP
dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar:
a. Rp 100.000,- untuk SPT Masa selain PPN;
b. Rp 500.000,- untuk SPT Masa PPN;
c. Rp 1.000.000,- untuk SPT Tahunan PPh Badan;
d. Rp 100.000,- untuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

F. Pembayaran dan Penyetoran Pajak


Pembayaran pajak ialah pembayaran pajak yang wajib dilakukan sendiri oleh yang WP.
Misalnya pembayaran angsuran Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh seorang pengusaha
untuk pajak atas penghasilan yang diterimanya sendiri. Dan dia sendiri yang berkewajiban
membayarnya sendiri ke kas negara.
Penyetoran pajak ialah pembayaran pajak yang wajib dilakukan oleh pihak ketiga, bukan
oleh yang wajib membayar pajak. Misalnya, penyetoran Pajak Penghasilan karyawan yang
dipotong oleh si pemberi kerja. Dalam hal ini karyawan adalah pembayar pajak, dan pemberi
kerja berkewajiban menyetor pajak yang dipotongnya ke kas negara.

28
G. SSP
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

H. SKP
Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu
yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data
fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak. Surat Ketetapan Pajak berfungsi sebagai :
 Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap Wajib Pajak tertentu yang nyata atau
berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban
materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
 Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
 Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
 Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar.
 Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terhutang.

I. Jenis-Jenis Ketetapan Pajak


1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih
harus dibayar.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya.
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terhutang atau tidak seharusnya terhutang.
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terhutang
dan tidak ada kredit pajak.

29
J. STP
Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan surat yang digunakan aparat pajak untuk melakukan
penagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda.

Surat Tagihan Pajak diterbitkan Dirjen Pajak apabila :


 Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
 Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis dan
atau salah hitung;
 WP dikenakan sanksi administrasi denda dan atau bunga;
 Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat
faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
 Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan
faktur pajak; atau
 Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak
Masukan.

Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak,
sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa.

Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam STP sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk paling
lama 24 bulan. Sanksi tersebut dihitung sejak saat terhutangnya pajak atau Bagian Tahun
Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkanya STP.

K. Tax Audit
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan
atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Tujuan dilakukannya pemeriksaan adalah sebagai berikut :
 Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan

30
 Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, dilakukan jika :


 SPT menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
 SPT Tahunan Pajak Penghasilan menunjukan rugi.
 SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan.
 Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
 Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur
Jenderal Pajak.

Dalam pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,


Wajib Pajak berhak:
1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa
Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan;
2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan pemberitahuan secara tertulis
sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan
tujuan Pemeriksaan;
4. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan
Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
5. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; dan sebagainya.

Dalam pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,


Wajib Pajak wajib :
1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan

31
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek
yang terhutang pajak;
2. Memberi kesempatan untuk mengakses dan atau mengunduh data yang dikelola secara
elektronik;
3. Memberi kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruangan, barang
bergerak dan atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk
menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan,
dokumen lain, uang, dan atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan
yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terhutang
pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksaan Pajak;
4. Memberikan keterangan lisan dan atau tertulis yang diperlukan;
5. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.

32
Exercises

1. Surat Pemberitahuan Tahun Pajak Penghasilan tahun 2017 yang disampaikan pada
tanggal 31 Maret 2018 setelah dilakukan penelitian ternyata terdapat salah hitung yang
menyebabkan Pajak Penghasilan kurang bayar sebesar Rp 2.500.000. Atas kekurangan
pajak penghasilan tersebut diterbitkan STP pada tanggal 13 Juli 2018. Berapakah total
jumlah yang harus dibayar?

2. Sebutkan 5 Hak Wajib Pajak yang Anda ketahui!

3. Wajib Pajak merupakan pihak yang melaksanakan kewajiban perpajakan untuk seluruh
jenis pajak, sedangkan Pengusaha Kena Pajak merupakan pihak yang melaksanakan
kewajiban perpajakan terkait…
A. PPh
B. PPN
C. PPnBM
D. PBB

4. Dokumen pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah
kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak disebut…
A. SKPKB
B. STP
C. SKPLB
D. SKPN

5. Jika dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis
dan/atau salah hitung. Maka akan diterbitkan…
A. SKPKB
B. STP
C. SKPLB
D. SKPN

33
Module 5
VAT and Sales Tax on Luxury Goods

Dasar Hukum

 Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009


Berisi tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pemberlakuan
Ketentuan Perubahan Ketiga atas undang-undang dimaksud per 1 April 2010.

 Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2015


Peraturan ini memuat ketentuan mengenai jenis barang yang mendapatkan pembebasan PPN
serta bagaimana mekanisme menyangkut pembebasan tersebut. Ada dua jenis barang yang
dibebaskan dari PPN. Pertama, barang yang dibebaskan atas impornya. Kedua, barang yang
dibebaskan PPN atas penyerahannya.

 Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2015


Peraturan ini berkaitan dengan PPN atas penyerahan jasa kepelabuhanan tertentu kepada
perusahaan angkutan laut yang melakukan kegiatan angkatan laut luar negeri.

 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04’2016 Tahun 2016


Berisi tentang pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PPN dan PPnBM atas impor
barang dan atau bahan, dan atau mesin yang dilakukan oleh industri kecil dan menengah
dengan tujuan ekspor.

1. PPN
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di
dalam daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia). Pada dasarnya, setiap barang dan jasa
adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan oleh Undang-Undang
PPN.

34
Karakteristik PPN:
1. Pajak objektif
2. Pajak tidak langsung
3. Multistage tax
4. Nonkumulatif
5. Tarif tunggal
6. Credit method/invoice method/indirect substruction method
7. Consumption type value added tax (VAT)
8. Pajak atas konsumsi dalam negeri

2. PPnBM
Selain dikenakan PPN, pengkonsumsian Barang Kena Pajak tertentu yang tergolong mewah
juga dikenakan PPnBM. Yang dikenakan PPnBM adalah:
a. Barang tersebut bukan merupakan kebutuhan pokok.
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukan status.
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat serta menganggu
ketertiban masyarakat.

3. PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri


Kriteria:
- Konstruksi utama: kayu, beton, pasangan beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis,
dan atau baja.
- Tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha.
- Luas keseluruhan 300 m persegi.

Penyetoran paling lama tanggal 15 bulan berikutnya.

4. Subjek Pajak
Pajak PPN dan PPnBM dikenakan kepada pengusaha, pengimpor atau pedagang yang
menjual barang-barang yang termasuk dalam objek pajak PPN dan PPnBM.

35
5. Objek Pajak
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
a. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha,
b. Impor barang kena pajak,
c. Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha,
d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean,
e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean,
f. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

Penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai didasarkan atas
kelompok-kelompok barang berikut ini:
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya.
d. Uang, emas batangan, dan surat berharga.

Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai didasarkan atas
kelompok-kelompok jasa berikut ini:
a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medis.
b. Jasa di bidang pelayanan sosial.
c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko.
d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna dengan hak opsi.
e. Jasa di bidang pendidikan.
f. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan.
g. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan.
h. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.
i. Jasa di bidang tenaga kerja.
j. Jasa di bidang perhotelan.

36
k. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum.

6. Tarif Pajak
a. Tarif PPN adalah 10%
b. Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas:
 Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud
 Ekspor BKP Tidak Berwujud
 Ekspor Jasa Kena Pajak
c. Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi
200%
d. Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0%
e. Tarif PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri adalah 10% dengan DPP 20% x jumlah
Biaya yang dikeluarkan setiap bulannya.

7. PPN IN dan PPN OUT


PPN IN (Pajak Masukan) adalah PPN yang dibayar oleh PKP ketika membeli, memperoleh,
atau membuat produknya.
PPN Out (Pajak Keluaran) adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya.

Apabila dalam suatu Masa Pajak:


 Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan PPN Kurang
Bayar.
 Pajak Keluaran lebih kecil dari Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan kelebihan
pajak yang dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.

8. Surat Setoran Pajak (SSP)


Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara
melalui tempat pembayaran pajak yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

37
Tata cara mengisi SSP:
1. Isikan NPWP atau Nomor Pokok Wajib Pajak.
2. Isikan nama Wajib Pajak.
3. Isikan alamat Wajib Pajak.
4. Isikan Nomor Objek Pajak, bila ada.
Nomor Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan NOP
adalah nomor identitas objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diberikan oleh
DJP Pajak pada saat dilakukan pendaftaran dan/atau pendataan objek pajak PBB dan
digunakan dalam administrasi perpajakan serta sebagai sarana wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
5. Isikan alamat Objek Pajak, bila Anda.
6. Isikan Kode Akun Pajak (KAP). Kode Akun Pajak adalah kode dari nama pajak yang
akan Anda setorkan. Misalnya, Kode Akun Pajak untuk PPh Pasal 21 adalah KAP
411121.
7. Isikan Kode Jenis Setoran (KJS). Kode Jenis Setoran adalah kode jenis setoran pajak
yang hendak Anda bayarkan. Misalnya Kode Jenis Setoran untuk penyetoran SPT Masa
adalah 300.
8. Isikan uraian pembayaran berupa keterangan yang Anda perlu tuliskan.
9. Berikan tanda silang (X) pada masa pajak atau bulan yang pajaknya hendak Anda
setorkan.
10. Isikan tahun dari pajak yang hendak bayarkan.
11. Isikan nomor ketetapan, bila ada denda yang hendak harus dibayarkan, yaitu STP (Surat
Tagihan Pajak), SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) atau SKPKBT (Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan).
12. Isikan jumlah pembayaran pajak dalam mata uang rupiah.
13. Isikan jumlah terbilangnya.
14. Terakhir, bubuhkan tanda tangan Anda beserta tanggal penyetoran pajak.

38
9. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai-1111

Pengertian
SPT Masa PPN merupakan formulir yang digunakan oleh Wajib Pajak Badan untuk melaporkan
perhitungan jumlah pajak baik untuk melapor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Paajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang terhutang.

39
Fungsi
Fungsi dari SPT Masa PPN selain untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak, namun
juga dapat digunakan untuk melaporkan harta dan kewajiban serta penyetoran pajak dari
pemotong atau pemungut.

Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan


Batas waktu penyetoran adalah akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan
sebelum Surat Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
Jatuh tempo pelaporan adalah hari terakhir (tanggal 30 atau 31) pada bulan berikutnya setelah
akhir masa pajak yang bersangkutan.
Jika terlambat melapor, maka dikenakan denda sebesar Rp 500.000,- (UU KUP Pasal 7 Ayat 1)

Bagian-bagian dari SPT PPN 1111


a. Formulir 1111 AB (Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan atau Formulir 1111 AB)
b. Formulir 1111 A1 (Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud, dan atau JKP)
c. Formulir 1111 A2 (Daftar Pajak Keluaran Atas Penyerahan Dalam Negeri Dengan Fatur
Pajak)
d. Formulir 1111 B1 (Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan atas Import BKP dan
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP Dari Luar Daerah Pabean)
e. Formulir 1111 B2 (Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP Dalam
Negeri )
f. Formulir 1111 B3 (Daftar Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan atau Yang
Mendapat Fasilitas)

40
Exercises

1. Analisalah mana yang termasuk PPN IN atau PPN OUT !

Contoh Kegiatan Jenis PPN


Bapak A membeli barang secara tunai.
Perusahaan Z melakukan pembelian BKP
Ibu B menjual barang dagangannya secara kredit.
Perusahaan X melakukan penyerahan JKP.

2. Bapak Budi adalah seorang Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pada suatu masa, ia
melakukan kegiatan sebagai berikut :
- Membeli Barang Kena Pajak Rp. 50.000.000
- Menjual BKP ke PKP Rp. 40.000.000
- Menjual BKP ke bukan PKP Rp. 100.000.000
- Menjual BKP ke Luar negeri Rp. 235.000.000

Hitung :

a. Pajak Masukan
b. Pajak Keluaran
c. PPN lebih atau kurang bayar

3. Perusahaan PT. Jaya Maju adalah Pengusaha Kena Pajak melakukan pembangunan
gudang seluas 550 m2 dengan total biaya sebesar Rp 2.225.500.000. Berapakah DPP dan
PPN nya ?

4. LESTARI adalah perusahan yang bergerak di bidang reklame yang telah dikukuhkan
sebagai PKP sejak tahun 2016. Berikut adalah transaksi yang dilakukan LESTARI
selama bulan Maret 2018.
- Tanggal 2 Maret melakukan pemasangan Baliho di Jalan Nusa Indah dengan harga
Rp. 460.000.000,-

41
- Tanggal 4 Maret melunasi tagihan PT. Cepat atas pembelian alat PRINTER bulan
Januari 2010 sebesar Rp. 150.000.000,-
- Tanggal 10 Maret menerima pembayaran senilai Rp. 440.000.000,- atas jasa yang
dilakukan pada PT. Senang. (sudah termasuk PPN)
- Tanggal 16 Maret membayar rekening listrik bulan ini sebesar Rp. 2.750.000,-
(termasuk PPN) kepada PLN.
- Tanggal 19 Maret membayar sewa ruang kantor sebesar Rp. 105.000.000,- kepada
PT. Angin Lalu.
- Tanggal 24 Maret menerima pembayaran atas pengiriman Baliho sebesar Rp.
160.000.000,- kepada PT. Sedap Wangi.
- Tanggal 27 Maret melunasi tagihan PD. Sukses atas pembelian kertas Vynil bulan
lalu sebesar Rp. 990.000,- (termasuk PPN)
- Tanggal 29 Maret menerima pembayaran dari Dinas Pendidikan atas pemasangan
Baliho bulan Februari 2018 senilai Rp. 55.000.000,-
- Tanggal 30 Maret membayar jasa akuntan bulan Februari total tagihan Rp.
40.000.000,-

a. Hitunglah PPN Masukan!


b. Hitunglah PPN Keluaran!
c. Hitunglah PPN Kurang atau Lebih Bayar!

5. CV. METAMORV adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pakaian dan sejak
tanggal 1 Januari 2013 dikukuhkan sebagai PKP.
1. Identitas Pengusaha Kena Pajak
Nama : CV. METAMORV
Alamat : Jl. Ganesha No. 15 Bandung
NPWP : 01.333.444.5.091.000
No. Telepon : (022) 735202.

42
2. Penjualan/ penyerahan selama Juni 2017
1) Tanggal 1 Juni melakukan penyerahan tunai 800 helai kemeja @ Rp. 70.000,- ke
CHOCOLATE BOUTIQUE yang beralamat di Jalan Tanjung Pura no. 5
Pontianak. NPWP 01.222.333.5.465.002. Harga belum termasuk PPN. No Faktur
Pajak 010.000.17.00000121
2) Tanggal 3 Juni menerima pesanan 100 lusin kaos putih @ Rp. 30.000,- dari
Kantor DJP Kementrian Keuangan. Alamat kantor: Jalan Medan Merdeka Barat
no. 3 Jakarta Pusat. NPWP Bendaharawan 00.011.882.8.075.000. No Faktur
Pajak 020.000.17.00000122
3) Tanggal 12 Juni melakukan penjualan ke Toko Riverdale yang beralamat di
Jalan Kehidupan Bandung senilai Rp. 33.000.000,- NPWP
01.222.333.5.465.003. Harga sudah termasuk PPN. No. Faktur Pajak
010.000.17.00000123
4) Tanggal 15 Juni melakukan pembagian jaket gratis dalam rangka ulang tahun
perusahaan sebanyak 50 helai @ Rp. 100.000,- harga belum termasuk PPN,
tetapi termasuk laba Rp. 20.000 per helai. No Faktur Pajak 010.000.17.00000124
5) Tanggal 24 Juni melakukan penjualan ke PT. Modelano yang beralamat di Jalan
Asia Tenggara Makassar senilai Rp. 75.000.000,- Harga belum termasuk PPN.
NPWP 01.333.444.5.011.000. No Faktur Pajak 010.000.17.00000125

3. Perolehan atau Pembelian selama bulan Juni 2017


1) Tanggal 6 Juni membeli secara tunai bahan pakaian senilai Rp. 15.000.000 dari
PT. Bagus. NPWP 01.333.222.4.091.002. Harga belum termasuk PPN. Diterima
faktur pajak 010.000.12.00001234
2) Tanggal 13 Juni mengimpor mesin jahit dengan Cost $450, insurance dan
freight masing-masing 2% dan 3% dari cost. Bea masuk yang dikenakan Rp.
1.500.000. Kurs 1$ = Rp. 13.000,- Harga belum termasuk PPn dan PPnBM
10%.
3) Tanggal 19 Juni membeli secara kredit 2000 buah kancing dari PT. Warna
Warni senilai Rp. 750 per unit. NPWP 01.222.33.5.467.003. Harga belum
termasuk PPN. Diterima faktur pajak 010.000.12.00001256

43
4) Tanggal 22 Juni membeli secara tunai 1 unit mobil seharga Rp. 210.000.000
dari CV, ASTRA. diterima faktur pajak 010.000.12.00001342. Mobil tersebut
untuk kepentingan pribadi direktur.
5) Tanggal 27 Juni membeli secara tunai bahan pakaian senilai Rp. 27.500.000
dari PT. Citra. NPWP 01.333.222.5.090.001. Harga sudah termasuk PPN.
Diterima faktur pajak 010.000.12.00006789

Informasi tambahan:
- Pada bulan Juni, CV. Metamorv membangun gudang tanpa menggunakan jasa
kontraktor. Luas bangunan 450 m2, biaya yang dikeluarkan pada bulan Juni
sebesar Rp. 250.000.000,-
- Pada Mei 2017 terdapat data PPN lebih bayar sebesar Rp. 250.000 yang
dikompensasikan untuk masa pajak Juni 2017.

Laporkan PPN dan PPnBM dalam bentuk SPT Masa PPN dan akan disampaikan
pada tanggal 25 Juli 2017!

44
Module 6
Tax on Land and Bulidings (PBB)
Tax Acquitisions of Land and Buildings (BPHTB)

1. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

A. PENDAHULUAN
Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (PDRD).
Pajak Bumi Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) adalah pajak atas bumi
dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau
badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan,
dan pertambangan.

B. ISTILAH-ISTILAH DALAM PBB


 Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman
serta laut wilayah kabupaten/kota.
 Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan atau perairan pedalaman dan atau laut.
 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) : Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli
yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak ada transaksi jual beli, NJOP ditentukan
melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, nilai perolehan baru, atau
NJOP pengganti.
 Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) : Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau
bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
 Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) : Surat yang digunakan oleh Wajib Pajak
untuk melaporkan data subjek dan objek pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

45
 Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) : Bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang
telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain
ke kas daerah atau bank atau melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala
Daerah.
 Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) : Surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.
 Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) : Surat yang digunakan untuk
memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang
terutang kepada Wajib Pajak.
 Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) : Surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau
sanksi administratif berupa bunga dan atau denda.

C. OBJEK PBB

Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah bumi dan atau bangunan yang dimiliki,
dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.

Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:

 Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti


hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satukesatuan
dengan kompleks bangunan tersebut;
 Jalan tol
 Kolam renang
 Pagar mewah
 Tempat olah raga
 Galangan kapal
 Dermaga
 Taman mewah

46
 Tempat penampungan atau kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
 Fasilitas lain yang memberikan manfaat

D. NON OBJEK PBB


 Digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan,
 Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksud-kan untuk
memperoleh keuntungan,
 Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu,
 Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak,
 Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik,
 Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.

E. SUBJEK dan WAJIB PBB

Subjek pajak yang dikenai pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang dapat
mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau
memiliki, menguasai dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Wajib pajak yang dikenai pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau
memiliki, menguasai dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.

F. PBB TERUTANG

Dasar Pengenaan PBB :

 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NJOPTKP).
 NJOP ditetapkan setiap tiga tahun, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap
tahun sesuai perkembangan daerahnya. NJOP PBB P2 ditetapkan oleh Kepala Daerah
(Bupati/Walikota).

47
 Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan paling
rendah sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak
(selanjutnya ditetapkan masing-masing daerah berdasarkan Perda).

Menghitung besarnya PBB terutang :

Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif x (NJOP – NJOPTKP)

Tarif PBB P2 ditetapkan paling tinggi 0,3% dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah
(Pasal 80 UU PDRD).

Sanksi administrasi yang ditetapkan berupa bunga sebesar 2% setiap bulan.

G. TAHUN, SAAT, DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG

Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim, yaitu dari 1 Januari sampai
dengan 31 Desember.

Saat terutangnya pajak adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari.

Tempat terutangnya pajak adalah wilayah daerah yang mencakup letak objek pajak.

H. TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN


 Wajib pajak melakukan pembayaran pajak yang terutang dengan menggunakan SPPT,
SKPD, atau STPD.
 Pembayaran pajak yang terutang dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
Daerah (SSPD).
 Pembayaran pajak dilakukan sekaligus atau lunas, dengan jatuh tempo pembayaran
yaitu:
a. Paling lambat enam bulan sejak tanggal diterimanya SPPT.
b. Paling lambat satu bulan sejak tanggal diterbitkannya SKPD, STPD, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding.
 Pembayaran pajak dilakukan di Anjungan Tunai Mandiri (ATM) atau tempat lain yang
ditunjuk oleh Bupati atau Walikota.

48
2. BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

A. PENDAHULUAN
Dasar Hukum : UU no. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(PDRD).
Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
B. ISTILAH – ISTILAH DALAM BPHTB
 Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum
yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan.
 Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan,
beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor
16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
 Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah surat untuk
melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
 Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar adalah
surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang
masih harus dibayar.
 Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah surat yang oleh
Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang
terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara
atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh
Menteri dan sekaligus untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan.

C. OBJEK PAJAK BPHTB


a. Pemindahan hak karena:
1) Jual beli;

49
2) Tukar menukar;
3) Hibah;
4) Hibah wasiat;
5) Waris;
6) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
7) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8) Penunjukan pembeli dalam lelang;
9) Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10) Penggabungan usaha;
11) Peleburan usaha;
12) Pemekaran usaha;
13) Hadiah.

b. Pemberian hak baru karena:


1) Kelanjutan pelepasan hak;
2) Di luar pelepasan hak.

c. Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:


1) Hak milik;
2) Hak guna usaha;
3) Hak guna bangunan;
4) Hak pakai;
5) Hak milik atas satuan rumah susun;
6) Hak pengelolaan.

D. NON OBJEK PAJAK BPHTB


Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh:
a. Perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum;

50
c. Badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama;
e. Orang pribadi atau badan karena wakaf;
f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah;
g. Objek pajak tertentu.

E. SUBJEK DAN WAJIB PAJAK BPHTB


Subjek Pajak dan Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang
pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
F. TARIF DAN DASAR PENGENAAN BPHTB
Dasar pengenaan pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) yang dapat
berupa harga transaksi atau nilai pasar atau NJOP. Nilai Perolehan Objek Pajak dalam
hal:

51
Apabila NPOP sebagaimana yang dimaksud diatas tidak diketahui atau lebih rendah
daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan,
DPP yang digunakan adalah NJOP PBB.

Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional paling rendah Rp 60.000.000.

Dalam hal perolehan hak waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih
dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau
satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau istri,
NPOPTKP ditetapkan secara regional paling rendah Rp 300.000.000.

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Nilai Perolehan Objek Pajak
(NPOP) dikurangi dengan NPOPTKP.

Tarif BPHTB : paling tinggi 5%. Tarif BPHTB selanjutnya ditetapkan dengan Perda.

Menghitung besarnya BPHTB terutang :

BPHTB TERUTANG = TARIF x (NPOP-NPOPTKP)

Jika perolehan hak atas tanah dan bangunan karena waris/hibah wasiat/pemberian hak
pengelolaan, maka BPHTB yang harus dibayar adalah
BPHTB TERUTANG = 50% x TARIF x (NPOP-NPOPTKP)

G. SAAT DAN TEMPAT TERUTANG BPHTB


Saat terutang BPHTB untuk:
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, yaitu tanggal dibuat
dan ditandatanginya akta pemindahan hak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah
atau Notaris;
b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

52
d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke
Kantor Pertanahan;
e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta;
f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, yaitu tanggal
ditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara atau kantor
lelang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
memuat antara lain nama pemenang lelang;
h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum yang tetap;
i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya
ke Kantor Pertanahan;
j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan
diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.

Tempat terutang BPHTB : wilayah kabupaten, kota, atau provinsi yang meliputi letak tanah dan
bangunan.

53
Exercises

Multiple Choices
1. PBB terutang sebesar Rp 120.000 dengan jatuh tempo pembayaran adalah 1 Agustus 2017.
Wajib Pajak baru membayar pada 1 Desember 2017. Besarnya pajak yang harus dibayar
adalah
a. Rp 128.900
b. Rp 8.900
c. Rp 129.600
d. Rp 9.600

2. Pada 1 Januari 2016, Rina mempunyai objek pajak tanah dan bangunan dengan NJOP sebesar
Rp 260.000.000. Pada 11 Agustus 2016, bangunan yang ia beli senilai Rp 100.000.000
terbakar. Maka berapa nilai NJOP yang digunakan Rina dalam perhitungan PBB terutang?
a. Rp 260.000.000
b. Rp 100.000.000
c. Rp 160.000.000
d. Rp 280.000.000

3. Berikut ini perlakuan atas kelebihan pembayaran PBB, kecuali


a. Kelebihan pembayaran PBB dikembalikan kepada Wajib Pajak (restitusi).
b. Diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
c. Kelebihan pembayaran tidak boleh dikembalikan kepada Wajib Pajak.
d. Disumbangkan kepada negara.

4. Objek pajak BPHTB yang terutang sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke Kantor Pertanahan adalah
a. Hadiah
b. Hibah wasiat
c. Pemberian hak baru di luar pelepasan hak
d. Jual beli

54
5. Dalam hal apa terjadi kelebihan pembayaran BPHTB ?
a. BPHTB yang dibayar lebih besar daripada yang seharusnya terutang.
b. BPHTB yang dibayar seharusnya terutang.
c. Permohonan pengurangan dikabulkan.
d.Pengajuan keberatan atas ketetapan BPHTB dikabulkan seluruhnya atau sebagian.

Problem

SOAL PBB

1. Pak Beni mempunyai tanah dan bangunan yang berlokasi di Kota X berupa:
a. Tanah seluas 2.000 meter persegi dengan nilai jual objek pajak Rp 170.000 per meter
persegi.
b. Bangunan seluas 600 meter persegi dengan nilai jual objek pajak Rp 2.300.000 per meter
persegi.
c. Taman seluas 300 meter persegi dengan nilai jual objek pajak Rp 1.500.000 per meter
persegi.
d. Pagar sepanjang 400 meter persegi dengan nilai jual objek pajak Rp 500.000 per meter
persegi.

Besarnya NJOPTKP di Kota tersebut adalah Rp 10.000.000. Tarif PBB ditetapkan sebesar
0.2 persen. Hitung PBB terutang!

SOAL PBB

2. Tuan Robi seorang PNS yang memiliki 2 buah rumah pada suatu kawasan real estate. Objek
pertama terletak di Citra Raya Estate dengan NJOP Bumi sebesar Rp 28.000.000 dan NJOP
Bangunan sebesar Rp 23.500.000. Untuk Objek kedua terletak di Bogor dengan NJOP Bumi
sebesar Rp 31.000.000 dan NJOP Bangunan sebesar Rp 10.000.000. NJOPTKP ditetapkan
sebesar Rp 12.000.000 dan tarif 0.01%. SPPT diterima Tuan Robi pada tanggal 1 Januari

55
2007. Hitunglah PBB terutang pada tahun 2007 dari Tuan Robi dan kapan tanggal jatuh
tempo nya!

SOAL BPHTB

3. Seorang anak memperoleh warisan dari ayahnya dengan nilai pasar Rp 500.000.000,- NJOP
yang tercantum dalam SPPT Rp 700.000.000,-. NPOP TKP Rp 300.000.000,- Berapa
besarnya BPHTB terutangnya ?

SOAL BPHTB

4. PT. A mempunyai aktiva berupa tanah dan diatasnya didirikan bangunan pabrik dengan total
NJOP menurut SPPT PBB tahun 2016 menunjukkan Rp 15.000.000.000. PT. B mempunyai
aktiva berupa tanah dan diatasnya didirikan bangunan pabrik dengan total NJOP menurut
SPPT PBB tahun 2016 menunjukkan Rp 30.000.000.000.
Kemudian pada 1 Juni 2016 kedua perusahaan tersebut sepakat melakukan peleburan usaha
dengan memberi nama PT C dengan nilai pasar Rp 60.000.000.000 dengan ditandatanginya
akta peleburan usaha pada 10 Oktober 2016. Berdasarkan informasi, NPOPTKP sebesar Rp
80.000.000 dan tarif BHPTB sebesar 5 %.
Berdasarkan kasus diatas,
a. Hitunglah BPHTB atas peleburan perusahaan tersebut!
b. Kapan saat terutangnya BPHTB pada kasus tersebut!

SOAL BPHTB

5. Pada tanggal 5 Januari 2003, Ibu Susi membeli sebidang tanah di Yogyakarta dengan harga
transaksi sebesar Rp 300.000.000 dan BPHTBnya telah dibayar lunas pada tanggal tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan PBB Yogyakarta Satu pada
tanggal 7 Februari 2003, ternyata NJOP PBB atas tanah tersebut adalah sebesar Rp
350.000.000.

56
Pada tanggal 1 Maret 2003 diperoleh data baru, ternyata transaksi yang benar atas tanah
tersebut adalah sebesar Rp 400.000.000. Atas temuan-temuan tersebut diatas Kepala Kantor
Pelayanan PBB Yogyakarta Satu telah menerbitkan SKBKB (Surat Ketetapan BPHTB
Kurang Bayar) pada tanggal 7 Februari 2003 dan SKBKBT (Surat Ketetapan BPHTB Kurang
Bayar Tambahan) pada tanggal 1 Maret 2003.

Berapa BPHTB yang harus dibayar oleh Ibu Susi tersebut berdasarkan SKBKB dan SKBKBT
yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB tersebut bila NPOPTKP ditentukan
sebesar Rp 60.000.000 ?

57
References

https://www.beecloud.id/

https://www.online-pajak.com/

http://www.ortax.org/ortax/

http://www.pajak.go.id/

http://www.pajak.go.id/peraturan-pemerintah-nomor-23-tahun-2018

58

Anda mungkin juga menyukai