Anda di halaman 1dari 17

LP3S

DoakuKepada Mu
Bagian 113

Renungan Harian untuk SLTP dan SLTA


Edisi 12 – 24 April 2021
Doaku KepadaMu
Renungan Harian Untuk SLTP dan SLTA

Bagian 113
Edisi 12 - 24 April 2021

Penulis:
~ Tim Banas DK

Editor:
~ Espe

Setting:
~ Desy

Untuk berlangganan hubungi:


Novita, LP3S, Jl. Soekarno-Hatta 10, Telp. (0298) 326366
Salatiga 50731
E-mail: lp3ksinode@gmail.com
089523256830

Diterbitkan oleh:
Lembaga Perencanaan dan Pembinaan Pendidikan
Sinode Gereja Kristen Jawa Indonesia (LP3S)

Tahun 2021
Kata Pengantar

Dalam buku Character Development in Schools and Beyond, Kevin Ryan dan
Thomas Lickona menyatakan: “Inti moralitas adalah kesediaan menghormati
diri sendiri, orang lain, dan segenap bentuk kehidupan dan lingkungan yang
mendukungnya” (p, 223).
Menghormati diri sendiri, berarti memperlakukan diri dan hidup kita
sebagai hal yang bernilai. Karena itu, tindakan merusak diri (self-destruction)
adalah salah. Menghormati orang lain, berarti memperlakukan siapa pun
sebagai pihak yang memiliki nilai, martabat, dan hak setara dengan kita.
Itulah kaidah emas (the Golden Rule), prinsip moral yang dapat ditemukan
dalam agama-agama dan berbagai budaya di seluruh dunia. Menghormati
seluruh jaringan kehidupan, berarti peduli terhadap flora, fauna, lingkungan
fisik dan seluruh ekosistem yang mendukung kehidupan kita semua.
Kalau dikatakan bahwa inti moralitas adalah kesediaan menghormati
(respect), itu tidaklah berarti mengabaikan keutamaan-keutamaan moral
lainnya, seperti kerendahan hati, kekudusan, pengorbanan, doa, pelayanan,
kebijaksanaan, keadilan, pengendalian diri, kerja keras, dll. Melainkan, itu
hendak menandaskan bahwa dalam kehidupan bersama yang pluralistik
sekarang ini, “etika penghormatan” (an ethic of respect) merupakan fondasi
kehidupan bersama yang amat penting. Karena itu kita semua perlu
menumbuhkembangkannya.
Buku kecil ini dimaksudkan sebagai langkah sederhana untuk ikut
serta membantu menumbuh-kembangkan “etika penghormatan” beserta
berbagai keutamaan lainnya dalam diri kaum muda. Upaya itu diwujudkan
melalui renungan harian yang berisi cerita pengalaman berdasarkan refleksi
Kitab Suci. Baik itu cerita pengalaman sungguhan maupun rekaan; cerita
pengalaman kekinian maupun masa lampau.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan rekan-
rekan yang terlibat dalam penyediaan naskah, penyiapan, dan
pendistribusian buku renungan ini. Jerih lelah merekalah yang membuat
buku ini sampai di hadapan pembaca. Selamat menggunakan buku ini.
Kiranya Tuhan dimuliakan. Salam sehat dan tetap semangat!

Salatiga, April 2021


Pengurus LP3S
MARI MENJADI PENULIS RENUNGAN !

Apakah Anda tertarik untuk menulis renungan? Kami mengundang


Anda untuk menjadi penulis naskah renungan untuk siswa.
Renungan yang dimuat akan mendapatkan HONORARIUM. Apabila
Anda berminat, silakan mengirimkan formulir di bawah ini bersama
satu contoh renungan. Selanjutnya, para penulis yang naskahnya
kami nilai laik, akan kami hubungi. Selamat bergabung dengan
kami.*)

FORMULIR PENULIS RH

Nama : ………………………………………………………
Alamat : ………………………………………………………
………………………………………………………
No. Telepon/HP : ………………………………………………………
Pekerjaan : ………………………………………………………
………………………………………………………

…..………….…, ……….. 20….

___________________
(..……………………………………)

*) Bisa dikirim melalui e-mail, lp3ksinode@gmail.com


Senin, 12 April 2021
Bacaan: Yunus 1:1-7
Nas: Amsal 27:1

“Jangan memuji diri karena esok hari,


karena engkau tidak tahu apa yang akan
terjadi hari itu.”

B agaimana sikap kita ketika menerima tugas? Ada dua kemungkinan.


Kemungkinan pertama, kita bersikap “tunda dulu, karena masih
tersedia banyak waktu untuk mengerjakan tugas itu.” Kemungkinan kedua,
kita bersikap “kerjakan sesegera mungkin, supaya bisa mengerjakan
pekerjaan lainnya.” Konon, kebanyakan orang cenderung bersikap:
“tunda dulu karena masih banyak waktu.” Umumnya, kita baru bersedia
mengerjakan tugas setelah tenggat waktu hampir habis. Seperti itu pula
yang dilakukan Yunus.
Dikisahkan, ketika itu Tuhan memberinya tugas. Ia ditugaskan
untuk ke kota Niniwe. Tapi, Yunus tidak segera mengerjakannya. Ia
malah bersantai dengan cara pergi ke kota Tarsis. Lalu, Tuhan
mengingatkannya. Yunus ditelan ikan paus. Ia berada di perut ikan itu
selama tiga hari tiga malam. Benarlah kata nas dalam Amsal, bahwa kita
tidak tahu apa yang akan terjadi. Yunus pun tak tahu bahwa rencana
bersantai ke kota Tarsis ternyata gagal. Malah, ia harus tinggal selama
tiga hari di perut ikan. Tentu saja, bila kita menunda-nunda tugas, kita
tak akan ditelan ikan, seperti halnya Yunus.
Tapi, sebenarnya kita juga seperti Yunus: tak tahu apa yang akan
terjadi besok. Kita tak tahu apakah besok kita sehat atau sakit. Kita tak tahu
apakah besok ada acara mendadak atau ada tugas lain yang harus segera
diselesaikan. Kita juga tak tahu, jangan-jangan besok ada tugas yang
membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikannya. Itu semua bisa saja
terjadi. Karena itu, ada baiknya kita membiasakan diri tidak menunda-nunda
dalam mengerjakan tugas. Biasakanlah segera mengerjakan apa saja yang bisa
kita kerjakan. Seperti kata sebuah nasihat bijak: “Kalau bisa sekarang, kenapa
mesti nanti? Kalau bisa hari ini, kenapa mesti besok?”

Doa: Tuhan, kami tak tahu apa yang akan terjadi esok. Maka, mampukan
kami membiasakan diri segera mengerjakan apa saja yang bisa
kami kerjakan pada hari ini, Amin.

Doaku Kepada-Mu Halaman 1


Selasa, 13 April 2021
Bacaan: Kolose 3: 15-17
Nas: ayat 16 a dan d

“Hendaklah perkataan Kristus diam


dengan segala kekayaannya di antara
kamu, sehingga...kamu mengucap syukur
kepada Allah di dalam hatimu.”

S anada sedih. Satu-satunya tas kesayangannya rusak. Sekarang ia tidak


mempunyai tas untuk sekolah. Dalam hati ia mengeluh kepada Tuhan.
Sanada merasa Tuhan tidak sayang kepadanya. Banyak dari antara teman-
temannya di sekolah yang mempunyai beberapa tas sekolah. Sedangkan ia
tidak punya satu pun tas yang bagus. Sebenarnya ia ingin membeli tas sekolah
yang baru. Tepi ia tidak mempunyai uang mencukupi.
Sepulang sekolah, Sanada berjalan gontai. Sambil menunduk sedih, ia
terus berjalan. Hampir saja ia menabrak gerobak penjual gorengan. Sanada
meminta maaf. Pandangannya tertuju pada penjual gorengan itu. Ternyata ia
cacat. Ia hanya memiliki satu mata normal. Meski begitu, penjual itu
bekerja dengan gembira dan semangat. Melihat hal itu, Sanada merasa
malu. Sebab, selama ini ia sering mengeluh kepada Tuhan. Padahal, itu
hanya gara-gara ia tak punya tas sekolah yang bagus. Maka, Sanada pun
bebisik dalam hati,” Terima kasih Tuhan. Engkau sudah mengingatkan
aku melalui penjual gorengan yang hebat itu. ”
Apa yang dialami Sanada adalah pengalaman sederhana, namun
menyentuh hati. Lewat pengalaman itu, ia jadi memiliki kesadaran baru.
Kesadaran bahwa ada kebiasaan lama yang keliru. Kebiasaan itu perlu
diganti dengan yang baru dan lebih baik. Seperti halnya Sanada, banyak
orang memiliki kebiasaan lama yang keliru, misalnya: suka menggerutu.
Jangan-jangan, kita juga memiliki kebiasaan semacam itu. Maka, ada
baiknya kita perhatikan kehidupan sesehari masyarakat di sekitar kita.
Pasti, kita akan berjumpa dengan pengalaman yang mencerahkan jiwa,
seperti halnya Sanada.

Doa: Tuhan, mampukan kami membiasakan diri peka memperhatikan


kehidupan sesehari masyarakat. Sehingga, kami berjumpa dengan
aneka pengalaman yang mencerahkan jiwa, Amin.

Halaman 2 Doaku Kepada-Mu


Rabu, 14 April 2021
Bacaan: Matius 6: 19-24
Nas: ayat 21

“Karena di mana hartamu berada, di situ


juga hatimu berada.”

D ikisahkan, ada seorang pegawai, Tamara namanya. Ia orang yang


sederhana, suka menolong dan tidak terikat terhadap harta.
Walaupun tidak berpangkat tinggi, namun pendapatannya bisa
mencukupi kebutuhan keluarganya. Melihat kesalehannya, setan merasa
iri dan ingin mencobai Tamara. Diberinya Tamara lima karung ajaib
berisi emas permata. Karung pertama sampai dengan keempat berisi
penuh dengan emas permata. Karung yang kelima hanya berisi
sepertiganya saja. Setiap kali Tamara mengambil emas permata itu,
jumlah emas permata itu pun tak berkurang. Sungguh mengherankan.
Lama-kelamaan Tamara terjangkit sikap tamak. Ingin sekali ia
mempunyai lima karung yang kesemuanya penuh berisi emas permata.
Maka, mulailah ia mengumpulkan harta miliknya dan menukarkannya
dengan emas permata. Emas itu dimasukkannya ke dalam karung kelima
itu. Ia segera menjual semua warisan orang tuanya. Hasil penjualannya
dibelikan emas permata. Tapi, karung kelima itu belum juga terisi penuh.
Tamara bekerja lebih giat lagi. Siang malam ia bekerja dan berusaha
mengisi penuh karung kelima. Namun aneh. Setiap kali diisi, karung itu
tidak bisa penuh. Bahkan sebaliknya, isi karung itu malah berkurang.
Suatu ketika Tamara bermimpi bertemu Tuhan. Tuhan berkata
kepadanya“Tamara, dulu kau tampak bahagia dan hidup sederhana.
Tetapi kini, kau menjadi seorang pemurung. Waktumu habis untuk
mencari harta. Karena itu, buanglah lima karung ajaib itu. Sampai kapan
pun engkau tidak akan dapat mengisi karung kelima. Karena karung-
karung itu adalah lambang ketamakan. Semakin kau tamak, semakin isi
karung itu berkurang.” Maka, Tamara membuang karung-karung ajaib
itu. Ia pun hidup bahagia kembali. Begitulah, ketamakan memang
membuat hidup kita tak bahagia.
Doa: Tuhan, kami ingin hidup bahagia. Karena itu, mampukan kami
membiasakan diri belajar menjadi orang yang tidak tamak,
melainkan bersikap sederhana dan murah hati, Amin.

Doaku Kepada-Mu Halaman 3


Kamis, 15 April 2021
Bacaan: I Korintus 13:1-13
Nas: ayat 5

“[Kasih] tidak melakukan yang tidak sopan


dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan
kesalahan orang lain.”

B ang Setya adalah seorang penjual bakso. Ia disukai oleh seluruh


penduduk di desanya. Sebab, ia seorang yang pemaaf dan tulus
hati. Ia tak pernah menyimpan kesalahan orang. Ia tetap bersedia
bergaul dan berteman akrab dengan siapa pun. Bahkan, ia bersikap
ramah dan baik kepada mereka yang pernah berbuat tidak baik
kepadanya. Tapi, itu justru membuat sebagian orang desa menganggapnya
orang aneh. Sebab, lazimnya, orang tak bersedia bersikap ramah dan baik
kepada mereka yang sudah berbuat tidak baik kepadanya.
Tapi, bagi Bang Setya itu bukan keanehan. Itu adalah sebuah
keharusan. Mengasihi adalah sebuah panggilan hidup. Itulah yang membuat
hidupnya terasa berarti. “Untuk apa hidup ini, kalau bukan untuk mengasihi?”
begitu kata Bang Setya ketika ditanya oleh seorang warga.
Boleh jadi, banyak orang mengerti kata “kasih.” Bahkan, mungkin
ada yang bisa memberikan penjelasan tentang ‘kasih’ dengan runtut dan
menarik. Sering pula kita mendengar nasihat tentang kasih. Tapi,
persoalannya adalah “Apakah kasih itu sudah menjadi bagian dari hidup
kita?” Itulah hal yang paling penting.
Bang Setya bukan orang terpelajar. Ia “hanyalah” warga desa yang
sederhana. Ia bukan orang berpendidikan tinggi. Ia tak fasih bicara
tentang kasih. Tapi, ia sangat paham pentingnya kasih. Itulah sebabnya
ia berusaha menjadikan kasih sebagai dasar dan arah hidup
kesehariannya. Kasih menjadi semangat hidupnya. Itu karena ia punya
semboyan: “Untuk apa hidup ini, kalau bukan untuk mengasihi?”

Doa: Tuhan, kami tahu bahwa kasih itu sangat penting. Maka,
mampukan kami membiasakan diri belajar mewujudkannya dalam
tindakan nyata, bukan sekadar lewat kata-kata, Amin.

Halaman 4 Doaku Kepada-Mu


Jum’at, 16 April 2021
Bacaan: Mazmur 119 : 1-8
Nas: ayat 5

“Sekiranya hidupku tentu untuk berpegang


pada ketetapan-Mu!”

P ernahkah kalian melihat seorang pengendara atau pengemudi


yang bertindak seenaknya ketika berada di jalan raya? Mereka
main terjang ketika lampu lalu lintas merah dan berhenti seenaknya
ketika lampu hijau. Mereka tidak taat aturan dan seenaknya sendiri.
Padahal siapa pun yang melanggar lampu merah, atau tetap berhenti
pada saat lampu hijau, berarti sedang mencelakakan diri sendiri.
Perilaku seperti itu tentunya juga membahayakan orang lain.
Memang, ketika berkendara, lampu merah kadang membuat kita
kesal. Karena, itu menghambat laju kendaraan. Rasa kesal itu muncul
terutama ketika kita terburu-buru. Doni misalnya, kadang merasakan
kekesalan itu. Namun, kini kekesalan semacam itu tak pernah muncul
lagi. Doni sadar sepenuhnya, sebuah kecelakaan akan lebih menghambat
perjalanannya. Karena itu, baginya lebih baik menaati lampu lalu litas
demi keselamatan bersama. Kini, Doni justru merasa gembira bila di
pertigaan atau perempatan jalan raya dipasang lampu lalu lintas. Bagi
Doni, menaati lampu lalu-lintas bukanlah beban.
Firman Tuhan dalam Kitab Suci ibarat lampu lalu-lintas. Di situ
ada banyak “lampu merah” dan “lampu hijau”. Itu semua dirancang dan
diberikan oleh Tuhan kepada kita. Tujuannya untuk menolong,
melindungi, memperbaiki dan mengarahkan hidup kita agar lebih baik.
Tapi sayangnya, banyak orang tak memedulikannya. Banyak orang
berusaha melanggarnya. Baik itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi,
maupun terang-terangan. Mereka baru ingat dan menyesal karena
melanggar “lampu merah” Tuhan itu ketika mengalami penderitaan
berkepanjangan. Semoga, kita bukan bagian dari orang-orang yang suka
melanggar “lampu lalu-lintas” Tuhan.

Doa : Tuhan, Firman-Mu ibarat lampu lalu-lintas. Mampukan kami mem-


biasakan diri belajar menaati “lampu lalu-lintas” itu. Jauhkan kami
dari keinginan untuk melanggarnya. Baik itu secara sembunyi-
sembunyi, apalagi secara terang-terangan, Amin.

Doaku Kepada-Mu Halaman 5


Sabtu, 17 April 2021
Bacaan: Galatia 5 : 16-24
Nas: I Korintus 15 : 33

“Janganlah kamu sesat; pergaulan yang


buruk merusakkan kebiasaan baik…”

W endah masih duduk di kelas satu SMA. Tetapi, ia sudah


mempunyai seorang pacar. Sejak ia mempunyai seorang pacar,
kegiatan hariannya berubah drastis. Semula, ia selalu pulang sekolah
tepat waktu, rajin belajar, membantu orang tua atau ikut kegiatan
remaja di RT-nya. Tapi, setelah ia mempunyai pacar, waktunya habis
untuk kegiatan-kegiatan yang tak jelas arah tujuannya. Ia sering pulang
sekolah terlambat. Bila ia berada di rumah, waktunya habis untuk
menerima dan berkirim WA, menonton televisi terutama sinetron,
drama Korea dan infotainment. Pergaulan Wendah telah merusak
kebiasaan baik yang selama ini ia miliki.
Kisah itu mengajak kita untuk mawas diri mengenai banyak hal. Misal-
nya: dengan siapa kita bergaul akrab?; bagaimana karakter sahabat atau
teman istimewa kita?; sudah saatnyakah kita mempunyai teman istimewa?;
dll. Masih banyak pertanyaan lain yang perlu kita pertimbangkan. Berbagai
pertanyaan itu penting kita renungkan, agar membuat kita lebih berhati-hati
dalam bergaul. Fakta menunjukkan, bahwa mereka yang tidak
mempertimbangkan hal-hal tersebut, umumnya menyesal di kemudian hari.
Memiliki teman istimewa atau pacar, tentu bukan hal yang salah.
Asalkan, hal itu terjadi pada usia yang tepat. Tetapi, berpacaran terlalu
awal, ketika masih usia sekolah, umumnya berujung pada ketidakbaikan.
Terlalu banyak remaja “kehilangan masa depan” karena berpacaran
terlalu awal. Sebab, berpacaran bagi mereka umumnya berarti
‘menyediakan banyak waktu untuk senang-senang dan berduaan.’ Sudah
pasti, akibatnya akan banyak waktu terbuang percuma. Lalu, hasilnya:
hilanglah berbagai kebiasaan baik. Benarlah kata ungkapan: “pergaulan
yang buruk merusakkan kebiasaan baik.”

Doa: Tuhan, kini kami paham bahwa pergaulan yang buruk merusakkan
kebiasaan baik. Maka, mampukan kami membiasakan diri berani
menjauh dari pergaulan yang buruk, Amin.

Halaman 6 Doaku Kepada-Mu


Senin, 19 April 2021
Bacaan: Kolose 3:22-4:1
Nas: Kolose 3:23

“Apa pun juga yang kamu perbuat,


perbuatlah dengan segenap hatimu seperti
untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”

K ebanyakan orang suka mengerjakan segala sesuatu dengan gigih,


giat, dan penuh semangat. Terutama bila ada orang lain yang
melihat mereka, atau ada iming-iming menggiurkan. Contohnya, seorang
siswa tak bersemangat ketika mengerjakan soal-soal latihan yang
diberikan guru. Tetapi, ia berubah menjadi bersemangat ketika ada guru
yang mengawasinya.Ia juga jadi bersemangat ketika tahu bahwa ada
hadiah yang akan diberikan guru.
Sebenarnya, hal seperti itu wajar. Pengawasan dan hadiah itu menjadi
faktor pendorong atau pemotivasi dalam mengerjakan tugas. Akan tetapi,
alangkah baiknya bila kita mampu melakukan sesuatu dengan giat dan
semangat meskipun tidak diperhatikan atau tidak ada hadiah. Nas hari ini
mengajarkan hal itu. Semestinya kita mampu melakukan segala pekerjaan
dengan segenap hati, seperti untuk Tuhan. Tak peduli apakah ada atau tidak
orang yang memperhatikan, menilai, atau memberi hadiah.
Apa artinya bekerja dengan segenap hati? Itu adalah bekerja
dengan disertai ketekunan dan semangat. Sehingga pekerjaan itu
menghasilkan prestasi atau mutu yang baik. Orang-orang yang tekun
selalu siap untuk berjuang. Ia siap menghadapi berbagai rintangan,
kritik, dan sikap negatif dari orang lain.
Mari kita membiasakan diri belajar mengerjakan berbagai tugas
dengan sepenuh hati. Itu bukan supaya kita mendapat pujian dari orang
lain. Tapi, itu supaya kita mengerjakan berbagai hal tidak secara asal-
asalan. Melainkan, kita makin mampu bekerja dengan cara dan hasil
yang baik dan bermutu. Itu akan mendatangkan rasa puas bagi kita dan
orang lain. Dan tentu saja,itu menjadikan kemuliaan Tuhan.

Doa: Tuhan, jauhkan kami dari kebiasaan bekerja secara asal-asalan.


Mampukan kami belajar mengerjakan berbagai hal dengan cara
dan hasil yang bermutu, Amin.

Doaku Kepada-Mu Halaman 7


Selasa, 20 April 2021
Bacaan: Markus 8:34-38
Nas: Matius 11:29

”Pikulah kuk yang kupasang dan belajarlah


pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan
rendah hati dan jiwamu akan mendapat
ketenangan.”

N eta dan Didi sering berbincang tentang “ketidakadilan.” Misalnya,


mereka membahas kenyataan ini: Bagaimana bisa orang yang
sombong, tetap memiliki harta yang melimpah? Bagaimana bisa orang
yang sering berkata-kata kotor, justru mendapatkan tawaran beasiswa?
Bagaimana bisa orang yang suka menyontek, malah mendapatkan nilai
bagus dan tidak pernah mendapatkan sanksi?
Di pihak lain, ada orang yang murah hati dan begitu baik, namun
hidupnya berkekurangan. Ada juga orang yang hidupnya sangat baik, tapi
tak henti difitnah. Lalu, banyak orang yang mengerjakan ujian dengan jujur,
malah mendapatkan nilai buruk. Bukankah semua itu tidak adil?
Itu semua menunjukkan bahwa menjadi orang baik itu tidak mudah!
Sering kali seseorang harus menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan.
Orang yang berusaha hidup baik, bisa jadi malah dijauhi sesama. Besikap jujur,
bisa jadi malah difitnah. Bertindak baik, bisa jadi malah dicaci. Itu semua
adalah rupa-rupa tantangan atau kuk yang harus kita hadapi.
Meskipun begitu, jangan pernah merasa takut dan kecewa untuk
menghadapinya. Sebab Tuhan memberikan hadiah ketika kita berani dan
rela menghadapinya. Setidaknya, hadiah itu adalah rasa tenang.
Sebaliknya, bila kita menyerah, kita akan dihantui oleh rasa bersalah dan
gelisah. Cobalah perhatikan orang-orang yang suka menyontek, curang,
dan suka melakukan ketidakbaikan. Apakah mereka memiliki
ketenangan hidup? Tampaknya saja mereka senang dan tenang. Tapi,
sesungguhnya mereka dihantui oleh rasa bersalah dan gelisah. Maka,
mari kita belajar berani memikul kuk.

Doa: Tuhan, kami ingin memiliki hidup yang tenang, jauh dari rasa
bersalah dan gelisah. Maka, mampukan kami membiasakan diri
belajar berani memikul kuk, Amin.

Halaman 8 Doaku Kepada-Mu


Rabu, 21 April 2021
Bacaan: I Tesalonika 5: 12-14
Nas: I Tesalonika 5: 12a

“Kami minta kepadamu, saudara-saudara,


supaya kamu menghormati mereka yang
bekerja keras di antara kamu...”

H ari ini kita memperingati Hari Kartini. Kartini adalah pahlawan


nasional. Ia tokoh gerakan kesetaraan hak wanita di Indonesia. Ia
putri R.M. Sosroningrat, Bupati Jepara. Nama lengkapnya Raden Ajeng
Kartini, lahir 21 April 1879 dan wafat 17 September 1904.
Kartini adalah sosok inspiratif. Mulai umur 12 tahun, ia dipingit. Ia
tidak boleh keluar rumah, apalagi sekolah. Namun, itu tidak
membuatnya patah semangat. Ia tetap giat membaca dan belajar sendiri
di rumah. Pertama-tama, ia belajar bahasa asing. Dengan bekal
penguasaan bahasa asing itu, ia rajin membaca berbagai koran, majalah
dan buku-buku bermutu.
Sejak masih sangat muda, ia terbiasa membaca buku-buku
bermutu tinggi. Contohnya, buku Max Havelaar karya Multatuli, De Stille
Kraacht karya Louis Coperus, dan buku karya Van Eeden, Augusta de
Witt, Berta Von Suttner, dll. Maka, meski bukan seorang yang bersekolah
tinggi, Kartini mampu menulis di berbagai penerbitan ternama. Ia
berjuang melalui tulisan-tulisannya. Surat-suratnya dihimpun dalam
buku “Habis Gelap Terbitlah Terang.”
Perjuangan Kartini diakui dan dikenang banyak orang. Baik itu
oleh para pemimpin, aktivis, penulis, maupun kaum terpelajar. Untuk
menghormati perjuangan Kartini, Pramoedya Ananta Toer menulis buku
“Panggil Aku Kartini Saja.” Louise Symmers menulis buku Letters of a Javanese
Princess. Joost Cote menulis buku Letters from Kartini, An Indonesian Feminist
1900-1904. Nah, untuk mengenang dan menghormati perjuangan Kartini, apa
yang sudah atau akan kita lakukan?

Doa: Tuhan, terima kasih atas inspirasi Kartini. Mampukan kami mem-
biasakan diri meneladani semangat belajar dan perjuanganya
dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik, Amin.

Doaku Kepada-Mu Halaman 9


Kamis, 22 April 2021
Bacaan: Kejadian 22:1-14
Nas: Kejadian 22:8a

“Sahut Abraham: “Allah yang akan


menyediakan anak domba untuk korban
bakaran bagiNya anakku...”

B ayangkan kita memiliki seorang saudara. Ia didiagnosis terkena


penyakit kanker. Ia belum mengetahui kalau terkena penyakit itu. Nah,
apa yang akan kita lakukan?Apakah kita akan memberitahukan kepadanya
tentang kondisinya itu? Mungkin kita berpandangan bahwa memberitahukan
kondisinya adalah jalan terbaik. Namun, bagaimana cara yang tepat agar ia tak
kehilangan semangat hidup ketika menerima kabar itu?
Ayah Dodo memiliki pengalaman semacam itu. Sebagai seorang
dokter, ia harus tahu cara yang tepat untuk menyampaikan kondisi
kesehatan kepada pasien. Poin utamanya adalah berkata jujur. Apabila
kondisinya buruk, maka katakan hal demikian. Poin berikutnya adalah
memberitahu pasien dengan kata-kata yang baik, yang membuatnya
memiliki semangat hidup. Sebab, seburuk-buruknya kodisi seseorang,
bila memiliki semangat hidup, ia akan memiliki peluang untuk hidup
lebih lama dan masih tersedia mujizat baginya.
Kisah Abraham dan Ishak dalam Alkitab melukiskan hal yang
mirip dengan itu. Saat Ishak bertanya: “Dimanakah anak dombanya?”,
Abraham mencoba untuk menjawab degan kata-kata yang tetap
membangkitkan harapan dan tidak membuat Ishak menjadi khawatir
karenanya. Ia menjawab: “Allah yang menyediakan.”
Mengungkapkan kata-kata yang menghadirkan harapan bagi
orang lain, itu penting. Ada ungkapan mengatakan: “Di dalam kehidupan
ada harapan, dan di dalam harapan ada kehidupan.” Begitulah,
kehidupan dan harapan itu saling terkait. Mari, kita membiasakan diri
menumbuhkan harapan bagi orang lain. Jangan sampai kita justru
menghilangkan harapan mereka.

Doa: Tuhan, mampukan kami membiasakan diri berusaha menumbuhkan


harapan bagi orang lain. Jangan sampai kami justru menghilangkan
harapan mereka, Amin.

Halaman 10 Doaku Kepada-Mu


Jum’at, 23 April 2021
Bacaan: Mazmur 139:1-16
Nas: Mazmur 139:1b

“TUHAN, Engkau menyelidiki dan


mengenal aku...”

K ini, banyak orang memiliki akun twitter, facebook, dan juga blog.
Nah, hal apa yang biasanya ditulis di kolom “bio” mereka?
Umumnya, yang ditulis adalah hal-hal yang baik tentang diri mereka.
Bahkan tak jarang itu dibumbui dengan kebohongan. Situs jejaring sosial
memang membawa satu dampak buruk, yaitu krisis keaslian diri.
Krisis keaslian diri (krisis otentisitas) adalah kondisi dimana
orang cenderung menutup-nutupi kekurangan dirinya. Ia hanya mau
membuka atau menunjukkan kondisi terbaik dari dirinya saja. Serentak
dengan itu, ia berusaha menutupi kekurangannya. Orang ingin dikenal
sebagai pribadi yang baik dan hebat. Hal itu sebenarnya tidak salah.
Namun, seringkali mereka melakukan kebohongan terkait dengan
“kelebihan” dirinya itu. Akibatnya, banyak orang tidak menjadi dirinya
sendiri. Mereka tak menunjukkan keaslian diri.
Dalam Mazmurnya, Daud mengungkapkan bahwa Tuhan adalah
sosok yang Mahatahu. Ia yakin dan percaya bahwa Tuhan mengenal
dirinya dengan segala kebaikan dan keburukannya. Segala kekurangan,
kelebihan, dan dosa tidak ada satu pun yang mampu ia sembunyikan
dari Tuhan. Karena itulah Daud berusaha menjadi dirinya sendiri. Ia
tidak pura-pura menjadi sosok “sempurna” di hadapan Tuhan dan
sesama manusia.
Perlu kita ingat, bahwa tidak ada manusia sempurna. Setiap orang
memiliki kelebihan dan kekurangan. Maka, berusahalah menjadi diri
sendiri. Kita tak perlu melebih-lebihkan kelebihan kita. Juga, kita tak
perlu menutupi kekurangan kita. Tuhan Mahatahu. Lagi pula, sesama
lebih menyukai diri kita apa adanya, tanpa pencitraan. Mari, membiasa-
kan diri menjadi diri kita yang asli!

Doa: Tuhan, terima kasih atas kelebihan dan kekurangan kami.


Mampukan kami membiasakan diri belajar menjadi diri yang asli.
Diri kami apa adanya, tanpa pencitraan, Amin.

Doaku Kepada-Mu Halaman 11


Sabtu, 24 April 2021
Bacaan: Yohanes 3:16
Nas: Yohanes 3:16a

“Karena begitu besar kasih Allah akan


dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan
anak-Nya yang tunggal...”

A pakah kalian pernah menonton film “Schindler’s List”? Film ini


layak ditonton. Film itu diangkat dari kehidupan nyata. Yaitu, kisah
seorang pengusaha Jerman bernama Oskar Schindler. Ia dikenal sebagai
penyelamat orang-orang yang disiksa dalam Perang Dunia II.
Saat itu, Oskar si pemilik bisnis amunisi senjata, menggunakan
bisnisnya itu untuk kepentingan Hitler. Namun, kemudian hatinya
tergerak akan belas kasihan pada orang-orang Yahudi yang disiksa di
kamp oleh Hitler. Untuk menyelamatkan orang-orang yang disiksa itu,
Oskar menggunakan kekayaannya. Ia menebus nyawa mereka yang
menjadi buruhnya agar tidak dieksekusi oleh Hitler. Lewat upayanya itu,
ia berhasil menyelamatkan lebih dari 1.100 orang dari peristiwa
penyiksaan massal, yang dikenal dengan Holocaust itu.
Oskar rela kehilangan harta kekayaannya untuk menyelamatkan
banyak orang. Ketika ia berpisah dengan mereka yang telah
diselamatkannya, ia menangis. Mengapa? Karena ia teringat bahwa
dirinya masih memiliki sebuah mobil yang ia simpan untuk melarikan
diri. Ia menyesal tidak menjual mobil itu. Karena, bila ia melakukannya,
tentu ia bisa menyelamatkan satu nyawa lagi. Begitulah, Oskar begitu
ingin menyelamatkan sesamanya?
Tuhan melakukan hal yang lebih dahsyat daripada Oskar. Ia rela
berkorban demi menyelamatkan manusia berdosa. Itulah teladan sempurna
tentang solidaritas dan kerelaan berkorban. Mari kita belajar mewujudkan
semangat itu dalam kehidupan sesehari. Tidak perlu dengan cara
menghabiskan harta kekayaan kita, seperti halnya Pak Oskar Schindler.
Melainkan, kita bisa memulainya dengan melakukan hal-hal sederhana, misal-
nya: mengalah, berderma, suka menolong, pemaaf, dsb. Pasti kita bisa.

Doa: Tuhan, kami ingin menumbuhkan semangat solidaritas dan rela


berkorban. Mampukan kami membiasakan diri berlatih melalui hal-
hal sederhana sesehari, Amin.

Halaman 12 Doaku Kepada-Mu


Doaku Kepada-Mu Halaman 13

Anda mungkin juga menyukai