DoakuKepada Mu
Bagian 113
Bagian 113
Edisi 12 - 24 April 2021
Penulis:
~ Tim Banas DK
Editor:
~ Espe
Setting:
~ Desy
Diterbitkan oleh:
Lembaga Perencanaan dan Pembinaan Pendidikan
Sinode Gereja Kristen Jawa Indonesia (LP3S)
Tahun 2021
Kata Pengantar
Dalam buku Character Development in Schools and Beyond, Kevin Ryan dan
Thomas Lickona menyatakan: “Inti moralitas adalah kesediaan menghormati
diri sendiri, orang lain, dan segenap bentuk kehidupan dan lingkungan yang
mendukungnya” (p, 223).
Menghormati diri sendiri, berarti memperlakukan diri dan hidup kita
sebagai hal yang bernilai. Karena itu, tindakan merusak diri (self-destruction)
adalah salah. Menghormati orang lain, berarti memperlakukan siapa pun
sebagai pihak yang memiliki nilai, martabat, dan hak setara dengan kita.
Itulah kaidah emas (the Golden Rule), prinsip moral yang dapat ditemukan
dalam agama-agama dan berbagai budaya di seluruh dunia. Menghormati
seluruh jaringan kehidupan, berarti peduli terhadap flora, fauna, lingkungan
fisik dan seluruh ekosistem yang mendukung kehidupan kita semua.
Kalau dikatakan bahwa inti moralitas adalah kesediaan menghormati
(respect), itu tidaklah berarti mengabaikan keutamaan-keutamaan moral
lainnya, seperti kerendahan hati, kekudusan, pengorbanan, doa, pelayanan,
kebijaksanaan, keadilan, pengendalian diri, kerja keras, dll. Melainkan, itu
hendak menandaskan bahwa dalam kehidupan bersama yang pluralistik
sekarang ini, “etika penghormatan” (an ethic of respect) merupakan fondasi
kehidupan bersama yang amat penting. Karena itu kita semua perlu
menumbuhkembangkannya.
Buku kecil ini dimaksudkan sebagai langkah sederhana untuk ikut
serta membantu menumbuh-kembangkan “etika penghormatan” beserta
berbagai keutamaan lainnya dalam diri kaum muda. Upaya itu diwujudkan
melalui renungan harian yang berisi cerita pengalaman berdasarkan refleksi
Kitab Suci. Baik itu cerita pengalaman sungguhan maupun rekaan; cerita
pengalaman kekinian maupun masa lampau.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan rekan-
rekan yang terlibat dalam penyediaan naskah, penyiapan, dan
pendistribusian buku renungan ini. Jerih lelah merekalah yang membuat
buku ini sampai di hadapan pembaca. Selamat menggunakan buku ini.
Kiranya Tuhan dimuliakan. Salam sehat dan tetap semangat!
FORMULIR PENULIS RH
Nama : ………………………………………………………
Alamat : ………………………………………………………
………………………………………………………
No. Telepon/HP : ………………………………………………………
Pekerjaan : ………………………………………………………
………………………………………………………
___________________
(..……………………………………)
Doa: Tuhan, kami tak tahu apa yang akan terjadi esok. Maka, mampukan
kami membiasakan diri segera mengerjakan apa saja yang bisa
kami kerjakan pada hari ini, Amin.
Doa: Tuhan, kami tahu bahwa kasih itu sangat penting. Maka,
mampukan kami membiasakan diri belajar mewujudkannya dalam
tindakan nyata, bukan sekadar lewat kata-kata, Amin.
Doa: Tuhan, kini kami paham bahwa pergaulan yang buruk merusakkan
kebiasaan baik. Maka, mampukan kami membiasakan diri berani
menjauh dari pergaulan yang buruk, Amin.
Doa: Tuhan, kami ingin memiliki hidup yang tenang, jauh dari rasa
bersalah dan gelisah. Maka, mampukan kami membiasakan diri
belajar berani memikul kuk, Amin.
Doa: Tuhan, terima kasih atas inspirasi Kartini. Mampukan kami mem-
biasakan diri meneladani semangat belajar dan perjuanganya
dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik, Amin.
K ini, banyak orang memiliki akun twitter, facebook, dan juga blog.
Nah, hal apa yang biasanya ditulis di kolom “bio” mereka?
Umumnya, yang ditulis adalah hal-hal yang baik tentang diri mereka.
Bahkan tak jarang itu dibumbui dengan kebohongan. Situs jejaring sosial
memang membawa satu dampak buruk, yaitu krisis keaslian diri.
Krisis keaslian diri (krisis otentisitas) adalah kondisi dimana
orang cenderung menutup-nutupi kekurangan dirinya. Ia hanya mau
membuka atau menunjukkan kondisi terbaik dari dirinya saja. Serentak
dengan itu, ia berusaha menutupi kekurangannya. Orang ingin dikenal
sebagai pribadi yang baik dan hebat. Hal itu sebenarnya tidak salah.
Namun, seringkali mereka melakukan kebohongan terkait dengan
“kelebihan” dirinya itu. Akibatnya, banyak orang tidak menjadi dirinya
sendiri. Mereka tak menunjukkan keaslian diri.
Dalam Mazmurnya, Daud mengungkapkan bahwa Tuhan adalah
sosok yang Mahatahu. Ia yakin dan percaya bahwa Tuhan mengenal
dirinya dengan segala kebaikan dan keburukannya. Segala kekurangan,
kelebihan, dan dosa tidak ada satu pun yang mampu ia sembunyikan
dari Tuhan. Karena itulah Daud berusaha menjadi dirinya sendiri. Ia
tidak pura-pura menjadi sosok “sempurna” di hadapan Tuhan dan
sesama manusia.
Perlu kita ingat, bahwa tidak ada manusia sempurna. Setiap orang
memiliki kelebihan dan kekurangan. Maka, berusahalah menjadi diri
sendiri. Kita tak perlu melebih-lebihkan kelebihan kita. Juga, kita tak
perlu menutupi kekurangan kita. Tuhan Mahatahu. Lagi pula, sesama
lebih menyukai diri kita apa adanya, tanpa pencitraan. Mari, membiasa-
kan diri menjadi diri kita yang asli!