Anda di halaman 1dari 17

LP3S

DoakuKepada Mu
Bagian 114

Renungan Harian untuk SLTP dan SLTA


Edisi 5 – 17 Juli 2021
Doaku KepadaMu
Renungan Harian Untuk SLTP dan SLTA

Bagian 114
Edisi 5 - 17 Juli 2021

Penulis:
~ Tim Banas DK

Editor:
~ Espe

Setting:
~ Desy

Untuk berlangganan hubungi:


Novita, LP3S, Jl. Soekarno-Hatta 10, Telp. (0298) 326366
Salatiga 50731
E-mail: lp3ksinode@gmail.com
089523256830

Diterbitkan oleh:
Lembaga Perencanaan dan Pembinaan Pendidikan
Sinode Gereja Kristen Jawa Indonesia (LP3S)

Tahun 2021
Kata Pengantar

Ravi Zacharias menulis sebuah buku menarik. Judulnya, The Grand Weaver:
How God Shapes Us Through the Events of Our Lives”. Kurang lebih, itu bisa
diterjemahkan “Sang Penenun Agung: Bagaimana Tuhan membentuk Kita
Melalui Beragam Peristiwa dalam Hidup Kita”.
Melalui buku itu, Ravi menandaskan bahwa Tuhan tidak tinggal diam.
Ia memiliki rencana yang indah dalam hidup kita. Untuk mewujudkan
rencananya itu, Ia bekerja layaknya seorang penenun. Tapi, Ia bukan
sembarang penenun. Ia Sang Penenun Agung. Penenun yang begitu hebat
dalam menenun kehidupan setiap orang. Ia menenunnya dengan
menggunakan semua peristiwa dalam hidup kita.
Yang menarik, Ia tidak bekerja sendirian. Melainkan, Ia melibatkan
semua orang untuk ikut berperan serta. Karena itu, kita tak boleh menjalani
hidup sesuka hati. Sebab, berbagai hal yang kita lakukan, itu bisa menjadi
bagian dari karya Sang Penenun Agung itu. Baik itu karya-Nya untuk diri kita,
maupun untuk orang lain.
Buku renungan ini mengajak pembaca, khususnya kaum muda, untuk
menyadari karya Sang Penenun Agung itu. Baik itu melalui pengalaman diri
sendiri maupun pengalaman orang lain. Baik itu pengalaman kekinian
maupun masa lampau. Baik itu pengalaman jasmani maupun rohani. Itu
semua direfleksikan dalam terang Alkitab. Jadi, buku kecil ini mengajak
pembaca untuk membiasakan diri merenungkan kehidupan sesehari sebagai
kesempatan ikut serta bekerja bersama Sang Penenun Agung. Melalui hal itu,
kiranya kaum muda terbantu dalam tumbuh kembang menjadi pribadi yang
tidak sembarangan dalam menjalani hidup.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan rekan-rekan
yang telah terlibat dalam penyediaan naskah, penyiapan dan pendistribusian
buku renungan ini. Jerih lelah merekalah yang membuat buku kecil ini bisa
sampai di hadapan pembaca. Selamat menggunakan buku ini. Kiranya nama
Tuhan dimuliakan. Selamat menaati protokol kesehatan. Salam sehat dan
semangat!

Salatiga, Juli 2021


Pengurus LP3S
MARI MENJADI PENULIS RENUNGAN !

Apakah Anda tertarik untuk menulis renungan? Kami mengundang


Anda untuk menjadi penulis naskah renungan untuk siswa.
Renungan yang dimuat akan mendapatkan HONORARIUM. Apabila
Anda berminat, silakan mengirimkan formulir di bawah ini bersama
satu contoh renungan. Selanjutnya, para penulis yang naskahnya
kami nilai laik, akan kami hubungi. Selamat bergabung dengan
kami.*)

FORMULIR PENULIS RH

Nama : ………………………………………………………
Alamat : ………………………………………………………
………………………………………………………
No. Telepon/HP : ………………………………………………………
Pekerjaan : ………………………………………………………
………………………………………………………

…..………….…, ……….. 20….

___________________
(..……………………………………)

*) Bisa dikirim melalui e-mail, lp3ksinode@gmail.com


Senin, 5 Juli 2021
Bacaan: Roma 15:1-5.
Nas: ayat 1

“Kita yang kuat wajib menanggung


kelemahan orang yang tidak kuat dan
jangan mencari kesenangan kita sendiri.”

H omo homini lupus. Artinya: manusia adalah “serigala” bagi manusia


lainnya. Ungkapan itu dicetuskan oleh Plautus tahun 195 SM. Makna
ungkapan itu: pada dasarnya manusia cenderung memanfaatkan sesamanya
untuk kepentingannya sendiri. Manusia cenderung menindas sesamanya.
Mereka yang kuat, menindas yang lemah. Mereka yang kaya, menindas yang
miskin. Mereka yang berkuasa, menindas rakyat biasa.
Kenyataan sesehari, tak jarang menunjukkan hal itu. Manusia
menjadi “serigala” bagi sesamanya. Kita sering membaca dan
menyaksikan berita penindasan asisten rumah tangga oleh majikannya.
Ada juga, tindakan semena-mena aparat kepada pedagang kecil. Atau,
penganiayaan rakyat miskin oleh oknum penguasa.
Tapi, tak jarang pula kenyataan menunjukkan hal sebaliknya.
Yaitu, manusia menjadi sahabat dan penolong bagi sesamanya. Misalnya,
banyak orang menyumbangkan uang, makanan dan pakaian untuk
korban bencana alam. Juga, banyak orang rela membantu menyediakan
makanan bagi tetangganya yang sedang menjalani isolasi mandiri
karena terpapar virus Corona.
Itu berarti tidaklah benar bahwa manusia adalah “serigala” bagi
sesamanya. Yang benar, orang bisa memilih: apakah ingin menjadi
“serigala” ataukah sahabat bagi sesamanya. Banyak orang memilih
menjadi “serigala” bagi sesama. Tapi, sebagai generasi muda Indonesia,
mestinya kita tak memilih menjadi “serigala” bagi sesama. Melainkan,
kita berusaha menjadi sahabat dan penolong bagi sesama. Saat ini, itu
bisa kita wujudkan, misalnya, lewat kesediaan menjalankan protokol
kesehatan 5M secara disiplin.

Doa: Tuhan, jauhkan kami dari sikap suka memanfaatkan dan menindas
orang lain. Mampukan kami membiasakan diri berusaha belajar
menjadi shabat dan penolong bagi sesama, Amin.

Doaku Kepada-Mu Halaman 1


Selasa, 6 Juli 2021
Bacaan: Yunus 4:5-10
Nas: ayat 9

Tetapi berfirmanlah Allah kepada Yunus,”


Layakkah engkau marah kepada pohon
jarak itu?”

K ita mengenal kisah tentang nabi Yunus. Pada bagian akhir kisah
tersebut, diceritakan bahwa Yunus kesal kepada Tuhan. Itu karena
Tuhan tidak bersedia menghukum kota Niniwe. Maka, Yunus menyingkir
jauh dari kota itu. Tuhan tahu apa yang berkecamuk dalam hati Yunus.
Karenanya, Tuhan menumbuhkan pohon jarak di dekat pondok Yunus.
Pohon jarak itu sanggup menaungi Yunus dari terik matahari. Yunus
bersuka cita atas pohon jarak itu.
Namun, esok paginya pohon jarak itu layu, karena dimakan ulat.
Yunus pun marah. Pada saat ia marah, Tuhan menegurnya. Tuhan
bersabda, “Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?” “Engkau
sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikit pun engkau tidak
berjerih payah...Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota
yang besar itu...?
Melalui teguran itu Tuhan ingin menyadarkan Yunus: Sebagaimana
Yunus sayang kepada pohon jarak, demikian pula Tuhan sayang kepada
penduduk kota Niniwe. Karena itu, tidaklah pantas bila Yunus
menghendaki agar Tuhan membenci dan membinasakan Niniwe.
Dalam kehidupan sesehari, tak jarang kita bersikap seperti Yunus.
Kita marah dan kesal ketika Tuhan tidak menghukum orang yang jelas-
jelas bersalah. Kita merasa tak rela bila ada orang yang belum mendapat
hukuman, tapi sudah bertobat dan menjadi baik kembali. Kisah Yunus
mengingatkan kita. Mestinya, kita bersuka cita ketika ada orang yang
bertobat dan menjadi baik kembali. Bukannya kita malah marah dan
menuntut pembalasan.

Doa: Tuhan, jauhkan kami dari sikap suka menghukum orang yang
bersalah. Melainkan, mampukan kami membiasakan diri berusaha
membantu mereka bertobat dan menjadi baik kembali, Amin.

Halaman 2 Doaku Kepada-Mu


Rabu, 7 Juli 2021
Bacaan: Amsal 25 : 1-12
Nas: ayat 11

“Perkataan yang diucapkan tepat pada


waktunya, adalah seperti apel emas di
pinggan perak.”

D i sejumlah televisi swasta ada acara gosip tentang kehidupan


selebriti. Biasanya, pembawa acara memulai kisah tentang
selebriti itu dengan mengatakan: ”katanya…, kabarnya…, konon…, kata
orang…”. Sebagian besar cerita yang dikisahkan dalam acara itu
cenderung bersifat negatif. Melalui kelihaian sang pembawa acara, cerita
selebriti itu dikemas sedemikian rupa, sehingga seakan-akan merupakan
fakta yang benar.
Dalam bacaan hari ini, penulis Amsal menyatakan tentang
pentingnya kata-kata yang keluar dari mulut kita. Terutama, kata-kata
yang diucapkan secara baik dan tepat waktu. Kata-kata semacam itu
akan mampu menyemangati hidup orang lain. Dalam Kitab Suci
Perjanjian Baru, Yakobus menulis bahwa dari lidah yang satu dapat
keluar pujian kepada Allah, tetapi dari lidah yang sama dapat pula
muncul kutukan pada manusia (Yak. 3: 1-12). Dengan kata lain, lidah
dapat menjadi sumber berkat, namun juga bisa menjadi sumber dosa.
Memang, perkataan seseorang berperanan penting dalam kehidupan
sesehari. Seperti dikatakan Amsal, kata-kata yang keluar pada saat yang tepat
dari mulut kita, bisa menjadi berkat bagi banyak orang. Tetapi
sebaliknya, kata-kata yang tidak tepat yang keluar dari mulut kita, bisa
menjadi sumber keributan dan pertengkaran. Karena itu, kita mesti
berhati-hati dalam bertutur-kata. Pastikan bahwa kita mengucapkan
kata-kata yang baik. Lagi pula, itu diucapkan tepat waktu. Dengan
demikian, kata-kata itu mampu mengispirasi dan menyemangati sesama.

Doa: Tuhan, mampukan kami membiasakan diri belajar semakin bijak


dalam bertutur-kata. Sehingga, apa yang kami ungkapkan adalah
kata-kata yang menginspirasi dan menyemangati sesama, Amin.

Doaku Kepada-Mu Halaman 3


Kamis, 8 Juli 2021
Bacaan: Kejadian 6 : 5 - 12
Nas: ayat 9b

“Nuh adalah seorang yang benar dan tidak


bercela di antara orang-orang sezamannya;
dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah”

T uhan pernah menghukum dunia ini dengan air bah. Begitulah


menurut kesaksian Kitab Suci. Namun, ketika itu, Tuhan memilih
satu keluarga untuk diselamatkan. Itu adalah keluarga Nuh. Mereka
dipilih dan diselamatkan oleh Tuhan. Sebab, mereka hidup benar di
hadapan-Nya.
Kejadian 6:9 menyatakan bahwa Nuh hidup benar dan tidak
bercela di antara orang-orang sezamannya. Apapun yang menjadi
perintah Tuhan, dijalankannya dengan suka-cita. Demikian pula, apapun
yang menjadi larangan-Nya, dijauhinya. Hidup keluarga Nuh berkenan
di hadapan Tuhan. Itu semua mendatangkan berkat bagi keluarga
mereka. Keluarga Nuh pun tidak turut binasa oleh air bah.
Kita tidak lagi hidup dizaman Nabi Nuh. Ada rentang waktu yang
sangat lama antara zaman kita sekarang dan zaman Nuh. Namun, mutu
kehidupan manusia zaman ini tidaklah jauh berbeda dari manusia pada
zaman Nuh. Kita lihat, kini begitu banyak manusia menjalani hidup tidak
benar. Mereka bertindak sewenang-wenang terhadap sesamanya dan alam.
Kekerasan, kerakusan, dan berbagai perilaku buruk terjadi di mana-mana.
Sebagai genarasi muda, apakah kita akan meniru-niru saja?
Apakah kita akan mengikut arus gaya hidup banyak orang? Mereka
cenderung suka menghalalkan segala cara. Ataukah, kita berani tampil
beda seperti Nuh? Yaitu, berani hidup benar dan tidak bercela di antara
orang-orang sezamannya. Tentu, semestinya kita berani menjalani
hidup seperti Nabi Nuh. Itu berarti kita berani tampil beda, yaitu hidup
benar dan positif.

Doa: Tuhan, kini perilaku buruk terjadi di mana-mana. Namun,


mampukan kami membiasakan diri tidak ikut arus, melainkan
berani tampil beda seperti Nabi Nuh: hidup benar dan positif, Amin.

Halaman 4 Doaku Kepada-Mu


Jum’at, 9 Juli 2021
Bacaan: Kejadian 3: 1-7
Nas: ayat 6a

“Buah pohon itu baik untuk dimakan dan


sedap kelihatannya, lagi pula pohon itu
menarik hati.”

S eorang anak yang masih balita biasanya amat peka terhadap


kejadian di sekitarnya. Ia mudah terpengaruh oleh apa yang dilihat
dan di dengarnya. Ketika di depannya ia melihat sesuatu yang menarik,
hampir pasti ia akan berusaha untuk meraih dan memegangnya. Ketika
ia mendengar sesuatu yang menarik, hampir pasti ia akan bergerak menuju
ke arah itu. Begitulah, mata dan telinga itu luar biasa. Keduanya merupakan
indera yang memungkinkan kita mengerti lingkungan sekitar kita.
Tapi ternyata, kalau tidak disertai sikap kritis, mata dan telinga
berbahaya. Itu bisa membuat kita jatuh dalam berbagai-bagai duka.
Contohnya adalah Adam dan Hawa. Ketika itu, iblis menawarkan janji
palsu yang terdengar merdu. Iblis juga memperlihatkan berbagai hal yang
memesona. Adam dan Hawa pun terbuai dan terperdaya. Mereka abaikan
janji Tuhan. Sedangkan janji iblis malah mereka percaya. Akibatnya mereka
jatuh dalam dosa. Mereka diusir dari taman Eden. Itulah awal sengsara dan
derita manusia. Sungguh tragis dan mengenaskan.
Begitulah, mata dan telinga memang penting. Dengan mata dan
telinga, kita bisa menikmati indahnya alam raya. Tetapi, kita mesti
menggunakannya dengan penuh hikmat dan sikap kritis. Itu agar kita
tidak tertipu dan terperdaya, seperti Adam dan Hawa. Apalagi, kini
berbagai hal di sekitar kita “dikemas” sedemikian rupa sehingga
menimbulkan kesan yang menawan. Itu menjadikan kita mudah
terbujuk dan tertipu. Maka, kita perlu ingat: kemasan memang selalu
indah dan menawan. Tapi, isinya belum tentu baik. Bahkan, mungkin itu
bisa mencelakakan. Adam dan Hawa sudah mengalaminya.

Doa: Tuhan, mampukan kami membiasakan diri berhati-hati terhadap


berbagai hal yang terkesan menawan. Sehingga, kami tidak tertipu
dan celaka seperti Adam dan Hawa, Amin.

Doaku Kepada-Mu Halaman 5


Sabtu, 10 Juli 2021
Bacaan: I Samuel 1 : 21-28
Nas: ayat 27

“Untuk mendapat anak inilah aku berdoa,


dan Tuhan telah memberikan kepadaku,
apa yang kuminta dari pada-Nya”.

S amuel adalah seorang tokoh yang membawa bangsanya bertobat


dan memperbaharui hidup. Ia juga berkeliling ke beberapa tempat
untuk menjadi seorang hakim. Ia adalah tokoh yang sangat disegani dan
dicintai oleh bangsanya. Bahkan, ia juga disegani oleh Raja Saul dan Raja
Daud. Ia adalah seorang pemimpin yang peka secara rohani. Ia
senantiasa mengembangkan kehidupan moral bangsanya. Samuel
dikenang sebagai seorang pemimpin besar dan bersahaja.
Tentu saja, kehebatan Samuel itu tidak bisa dilepaskan dari peran
ibunya, yakni Hana. Hana telah mendidik Samuel menjadi seorang
pribadi yang tangguh. Derita, perjuangan, doa, dan kasih sayang Hana
menjadikan Samuel tumbuh-kembang menjadi sosok hebat. Tanpa Hana,
Samuel tak akan pernah menjadi pemimpin besar.
Begitu pula dengan kita semua. Kasih sayang orang tua kita,
sangat besar peranannya. Doa yang dipanjatkannya, memohonkan jalan
lurus untuk kita. Nasihat yang diberikannya, mengajak kita untuk
menjadi pribadi yang baik. Ketekunannya dalam mendidik, mendorong
kita agar menjadi pribadi mumpuni. Dari waktu ke waktu mereka
mendukung dan membangkitkan semangat.
Karena itu, semestinya kita bersyukur atas segala kasih sayang,
perhatian dan pengorbanan orang tua kita. Rasa syukur itu semestinya
tidak sebatas doa dan kata-kata. Kita perlu bertindak secara nyata. Yaitu,
berupaya dengan sungguh-sungguh untuk hidup sesuai dengan harapan
mereka: menjalani masa muda secara positif. Itulah yang juga dilakukan
oleh Samuel.

Doa: Tuhan, kami ingin menjadi remaja yang menghargai segala kasih
sayang, perhatian dan jerih payah orang tua kami. Maka, mampukan
kami membiasakan diri menjalani masa muda secara positif, Amin

Halaman 6 Doaku Kepada-Mu


Senin, 12 Juli 2021
Bacaan: Yosua 7: 1-5.
Nas: Kisah Para Rasul 5:4c

“Engkau bukan mendustai manusia, tetapi


mendustai Allah.”

S alah satu slogan gerakan reformasi 1998 yang sangat terkenal adalah
“Berantas kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).” Mengapa KKN harus
diberantas? Karena KKN mengakibatkan negara kita tidak maju. KKN
mengakibatkan bangsa kita terbelakang dan dilecehkan oleh masyarakat
internasional. KKN juga mengakibatkan berjuta-juta rakyat menderita.
Bacaan hari ini juga bicara tentang KKN. Rupanya, praktik korupsi
telah ada pada zaman Yosua. Itu tampak dari apa yang dilakukan oleh Akhan
bin Karmi, dari suku Yehuda. Ketika itu, ia melihat hasil rampasan perang dari
kota Yeriko yang begitu banyak. Hatinya tergerak untuk memiliki sebagian
dari harta rampasan itu. Ia pun mengambil barang-barang itu. Padahal,
sebenarnya itu dikhususkan untuk keperluan lain yang lebih penting.
Akibatnya sungguh fatal. Tidak hanya fatal bagi dia sendiri, tapi
juga bagi bangsanya. Terbukti, bangsanya kalah ketika bangsanya
menyerang kota Ai. Padahal, kekuatan kota Ai jauh di bawah Yerikho. Itu
karena Tuhan tidak berkenan atas perbuatan Akhan yang tidak jujur itu.
Kisah Para Rasul juga mencatat tentang akibat fatal dari ketidakjujuran.
Itu bisa kita lihat dalam kisah Ananias dan Safira. Mereka tiba-tiba
meninggal karena menggelapkan hasil penjualan tanah.
Kisah-kisah tragis itu dicatat Kitab Suci untuk mengingatkan kita.
Yaitu, agar kita berupaya bersikap jujur dalam segala hal. Sebab,
ketidakjujuran itu buruk. Lagi pula, cepat atau lambat, ketidakjujuran
akan berakibat fatal. Contohnya adalah kisah kekalahan Yerikho serta
matinya Ananias dan Safira. Sebaliknya, kejujuran akan membuahkan
kebaikan hidup. Baik itu bagi diri kita maupun orang lain.

Doa: Tuhan, jauhkan kami dari godaan untuk tidak jujur. Mampukan
kami membiasakan diri berupaya dengan sungguh-sungguh hidup
jujur dalam segala hal. Sehingga, itu membuahkan kebaikan bagi
kami dan orang lain, Amin.

Doaku Kepada-Mu Halaman 7


Selasa, 13 Juli 2021
Bacaan: Kejadian 6:1-8
Nas: Yesaya 51:6b

“Bumi memburuk seperti pakaian yang


sudah usang dan penduduknya akan mati
seperti nyamuk.”

B eberapa bulan terakhir, banyak bencana alam terjadi di berbagai


belahan dunia. Ada tanah longsor, banjir bandang, kebakaran
hutan dan badai. Berbagai bencana itu telah menyebabkan penderitaan
saudara-saudara kita. Banyak rumah rusak. Berhektar-hektar sawah dan
kebun gagal panen. Jalan-jalan rusak. Bahkan, tak sedikit warga yang
tewas. Kita merasa prihatin. Mengapa itu semua terjadi?
Ada yang bilang, bencana itu merupakan hukuman Tuhan. Sebab,
selama ini banyak orang telah melakukan banyak sekali dosa. Banyak
orang telah sekian lama menjadi pribadi-pribadi yang jauh dari
perbuatan baik. Korupsi merajalela. Penindasan terjadi di mana-mana.
Kekerasan terjadi setiap hari. Bahkan, tak sedikit pemimpin dunia yang
kehilangan sikap bijaksana. Mereka tak peduli lagi terhadap keadilan.
Namun yang jelas, bencana itu terjadi karena banyak orang bertindak
sembrono. Mereka telah memanfaatkan alam secara tidak bertanggung
jawab. Hutan-hutan ditebangi tanpa henti. Bangunan dibuat di sana-sini
tanpa memerhatikan kelestarian lingkungan. Tanah gundul ada di mana-
mana. Tak ada lagi daerah resapan air. Sampah dibuang di sembarang
tempat. Banyak aliran air tersumbat. Maka, sungai-sungai meluap.
Akibatnya, seperti nas kita hari ini,”Bumi memburuk seperti pakaian
yang sudah usang dan penduduknya mati seperti nyamuk.”
Begitulah akibatnya kalau kita semua tak merawat alam secara
bertanggung jawab. Sungguh mengerikan! Karena itu, kita mesti peduli
pada kelestarian alam. Mari, itu kita mulai dari hal-hal sederhana yang
mampu kita lakukan. Misalnya, kita rajin memelihara kebersihan dan
kelestarian lingkungan rumah serta sekolah kita.

Doa: Tuhan, kami seringkali bertindak tak bertanggung jawab terhadap


alam. Ampunilah kami. Kini, mampukan kami membiasakan diri
berdisiplin memelihara kelestarian lingkungan sekitar, Amin.

Halaman 8 Doaku Kepada-Mu


Rabu, 14 Juli 2021
Bacaan: Kejadian 1: 20 – 25
Nas: ayat 25b

“Allah melihat bahwa semuanya itu baik.”

D unia binatang amat menakjubkan. Baik itu binatang yang paling


kecil sampai yang paling besar. Semuanya mempunyai
keistimewaan. Semut, misalnya, adalah binatang kecil yang sangat
lemah. Namun, ternyata mereka sangat rajin. Ulat adalah pemakan
tanaman. Karena itu, ia sering dianggap sebagai musuh petani. Namun,
pada masa yang telah ditentukan Tuhan, mereka bisa berubah bentuk
menjadi seekor kupu-kupu yang indah. Mereka berguna sekali dalam
menjaga keseimbangan alam. Karena, mereka membantu terjadinya
penyerbukan bunga.
Tuhan menciptakan bermacam-macam binatang dengan segala
keistimewaannya. Karena itu, menurut kesaksia Kitab Suci, ketika Tuhan
selesai menciptakan segala jenis binatang, Ia melihat bahwa semuanya itu
baik. Mengamati dan mempelajari dunia binatang, akan membuat kita
semakin menyadari betapa indah dan mengagumkannya alam semesta ini.
Bagi umat beriman, dunia binatang tidak hanya indah. Mereka
juga menakjubkan. Ketakjuban pada dunia binatang itu semestinya akan
menghantar kita pada kesadaran tentang kemahakuasaan Tuhan. Kesadaran
itu juga mendorong kita untuk belajar memelihara kelestarian dunia satwa.
Namun, kenyataannya, banyak orang tak peduli terhadap
kelestarian dunia satwa. Banyak orang bersikap semena-mena. Mereka
memburu dan merusak kelestarian dunia satwa dengan semena-mena.
Lalu, bagaimana dengan kita? Jangan sampai kita seperi mereka.
Mestinya, kita peduli pada kelestarian dunia satwa. Mari kita
membiasakan diri tidak semena-mena terhadap satwa di sekitar kita.

Doa: Tuhan, jauhkan kami dari sikap semena-mena terhadap dunia


satwa. Lebih dari itu, mampukan kami membiasakan diri belajar
peduli dan berperan serta dalam menjaga kelestariannya, Amin.

Doaku Kepada-Mu Halaman 9


Kamis, 15 Juli 2021
Bacaan: Mazmur 133:1-3
Nas: ayat 1

“Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya,


apabila saudara-saudara diam bersama
dengan rukun.”

I ndonesia dikenal sebagai bangsa yang rukun. Itulah predikat yang


pernah diberikan oleh para ahli dari luar negeri. Predikat itu tepat.
Betapa tidak. Kita bangsa yang plural atau beragam. Meskipun begitu,
kita mampu hidup berdampingan secara damai sebagai satu bangsa. Kita
semua mampu hidup bersama dengan rukun. Bukankah itu hal luar
biasa? Maka, tidaklah mengherankan kalau para ahli budaya dari Barat
pernah menempatkan Indonesia sebagai model kerukunan hidup dunia.
Memang benar, kita bangsa yang rukun. Tapi, akhir-akhir ini
kerukunan itu sering terganggu. Di dunia media sosial (medsos) terus-
menerus muncul pertikaian. Kelompok satu menyerang kelompok lainnya.
Tidak hanya menyerang dengan kritik pedas. Tapi, mereka saling
menyerang dengan caci-maki. Pertikaian dan kekerasan verbal pun terjadi
setiap hari, tiada henti. Tak jarang itu berujung pada kekerasan fisik.
Kini, kita semua merindukan datangnya suasana damai. Kita
semua menanti-nantikan suasana kehidupan bersama yang rukun. Ada
solidaritas. Ada kepedulian. Ada tenggang rasa. ada sikap saling
menghargai. Tak ada caci-maki dan ujaran kebencian. Tak ada kekerasan
di antara kita. Baik itu kekerasan verbal, apalagi kekerasan fisik.
Pasti, kita semua bisa menciptakan suasana seperti itu. Syaratnya,
kita bersedia belajar hidup bersama. Belajar saling memerhatikan satu
sama lain. Belajar memahami kesulitan sesama. Belajar bekerja sama.
Marilah itu kita usahakan dengan sungguh-sungguh. Sehingga, kita
menjadi bangsa yang rukun. Lalu, kita menjadi contoh kerukunan hidup
bangsa-bangsa lain di dunia, seperti dulu.

Doa: Tuhan, mampukan kami membiasakan diri belajar untuk saling


memerhatikan, memahami dan bekerja sama satu sama lain.
Sehingga, kami menjadi bangsa yang rukun dan damai, Amin.

Halaman 10 Doaku Kepada-Mu


Jum’at, 16 Juli 2021
Bacaan: Kejadian 1: 14 - 19
Nas: ayat 18c

“ Allah melihat bahwa semuanya itu baik.”

B anyak teori tentang terjadinya alam semesta dan tata surya. Salah
satu teori menyatakandemikian: Bahwa alam semesta terbentuk
karena adanya bola api raksasa yang berpijar dan memiliki lidah-lidah
api. Karena peristiwa alam, bagian dari bola api itu ada yang terlepas.
Lalu, itu membentuk suatu sistem dalam alam semesta ini. Itulah yang
disebut tata surya.
Apa pun teori yang dikembangkan para ahli, itu semua belum
menjawab secara tuntas begaimana alam semesta ini terbentuk.
Terjadinya alam semesta, masih merupakan misteri yang penuh
ketidakpastian. Sampai saat ini banyak ahli berusaha mencari jawabnya.
Mereka berusaha membuktikan kebenaran teorinya masing-masing.
Dalam Kitab Suci tidak dijelaskan bagaimana Tuhan menciptakan
sistem tata surya dan alam semesta ini. Yang jelas, menurut kesaksian
Kitab Suci, Tuhan adalah satu-satunya pencipta alam semesta. Tentang
bagaimana cara Tuhan menciptakan, itu merupakan rahasia Tuhan
sendiri. Itu adalah misteri. Misteri itu tak akan kunjung terselami.
Seperti para ilmuwan, umat beriman pun kagum dan bertanya-
tanya tentang alam semesta. Bedanya, kekaguman terhadap alam
semesta membuat sejumlah ilmuwan tidak memercayai adanya Tuhan.
Sebaliknya, kekaguman kepada alam semesta membuat umat beriman
justru makin meyakini bahwa alam semesta adalah karunia yang baik
dari Tuhan. Tuhanlah yang menciptakan alam semesta.

Doa: Tuhan, kami memandang alam semesta dengan penuh kekaguman.


Mampukan kami membiasakan diri tekun mempelajarinya.
Sehingga, kami makin menyadari dan meyakini bahwa Engkaulah
penciptanya, Amin.

Doaku Kepada-Mu Halaman 11


Sabtu, 17 Juli 2021
Bacaan: Mazmur 146: 1-10
Nas: ayat 2

“Aku hendak memuliakan Tuhan selama aku


hidup, dan bermazmur bagi Allahku selagi
aku ada”

F irman Tuhan hari ini mengungkapkan sikap hidup Raja Daud. Kita
mengetahui bahwa Daud adalah raja yang rajin merenung. Ia tak
pernah lupa memuliakan Tuhan. Ia senantiasa merasa bahagia dan
bersyukur, karena Tuhan selalu mengasihinya. Ia merasa, bahwa kasih
Tuhan itu selalu menyertai kehidupannya. Baik itu dalam susah maupun
senang, dalam sakit maupun sehat.
Dapatkah kita seperti Raja Daud, merasakan bahwa Tuhan selalu
mengasihi kita? Semestinya kita bisa merasakan hal itu. Sebab, kasih Tuhan
selalu dicurahkan bagi siapa saja. Kasih-Nya itu tidak hanya bagi Raja Daud.
Tetapi, kasih-Nya itu juga bagi kita. Bahkan, Tuhan pun mengasihi orang-
orang jahat. Kasih Tuhan sangatlah besar. Kasih-Nya bagi semua orang.
Tetapi, boleh jadi ada diantara kita yang tak merasakan kasih
Tuhan itu. Kalau hal itu terjadi, tentu bukan karena Tuhan tak mengasihi
kita. Tetapi, karena kita kurang peduli terhadap kasih Tuhan. Jika
demikian, cobalah kita merenung dan bertanya: Bukankah kita masih
memiliki hidup? Bukankah kita bisa sekolah? Bukankah kita masih bisa
makan? Begitulah, masih banyak lagi kebaikan yang kita terima. Itu
semua wujud kasih Tuhan. Jadi sesungguhnya ada banyak alasan bagi
kita untuk bersyukur kepada-Nya.
Karena itu, semestinya kita bisa bersyukur kepada-Nya. Seperti
halnya Raja Daud, marilah kita ungkapkan rasa syukur itu dalam doa,
pujian dan berbagai perbuatan positif. Itu kita lakukan setiap hari, setiap
saat. Dengan cara seperti itu, hidup kita akan terasa indah dan bahagia.

Doa: Tuhan, kasih-Mu amat besar. Oleh kasih-Mu itulah, kami hidup dan
berkarya. Maka, mampukan kami membiasakan diri belajar untuk
merenungkan, merasakan dan bersyukur atas semuanya itu, seperti
Raja Daud, Amin.

Halaman 12 Doaku Kepada-Mu


Doaku Kepada-Mu Halaman 13

Anda mungkin juga menyukai