1. Melarang pelajar melewati jalur tertentu, nongkrong atau duduk di suatu lokasi yang biasa ditempati
oleh kelompok tertentu.
2. Menegur siswa lain karena penampilannya tak sesuai aturan dengan gaya bicara kasar.
3. Memperlakukan teman sekelas atau adik kelas layaknya ‘kacung’ yang bisa diperintah sekehendak hati.
4. Melakukan pemalakan, seperti minta ditraktir dengan cara memaksa dan mendadak.
6. Melakukan briefing ke adik kelas tanpa seizin sekolah
7. Meminta siswa lain melakukan tugas konyol, seperti nembak kakak kelas, ngobrol dengan tiang
bendera dll.
8. Berkata kasar, berteriak-teriak hingga memberikan hukuman fisik, seperti push up atau skot jump
melebihi batas kemampuan siswa.
9. Mencela, mencemooh dan mengolok-olok menggunakan nama orangtua.
10. Memberikan nama julukan yang merendahkan anak secara mental dan fisik. Misalnya, gembrot,
pesek dll.
11. Membicarakan, menggosipkan dan menjelek-jelekkan siswa lain di belakang.
12. Melarang siswa melakukan sesuatu yang berhak ia lakukan. Seperti, jajan di kantin X atau
mengikuti kelas pengembangan diri.
13. Mengancam akan melakukan sesuatu pada siswa lain , seperti melukai atau menyakiti secara fisik.
14. Mendorong, memukul, menampar, menjambak, menendang atau melempari seseorang
15. Ejekan yang kejam, berbicara seenaknya atau menjelek-jelekkan orang lain di belakang, menyebarkan
rumor yang memalukan, memasang ekspresi wajah atau gesture tubuh menghina dan mengucilkan
siswa dari kegiatan kelompoknya.
16. Berlaku tidak sopan yang mengarah pada kekerasan, mengancam, menghina berulang-ulang,
mempermalukan, mengucilkan, menyebarkan gambar atau video yang tidak benar dengan tujuan
menjatuhkan .
05 OKTOBER 22
MENINDAKLANJUTI PENYESALAN
Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai
dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan- Mu, ya TUHAN. (Mazmur 25:7)
Angga pulang dengan marah setelah ditegur pimpinannya. Di rumah ia memperlakukan istri dan anaknya dengan kasar
sehingga mereka pergi ke rumah mertua. Bukannya memperbaiki diri, Angga berjudi dan mabuk. Kondisi bukannya
membaik, melainkan justru memburuk karena ia menindaklanjuti penyesalannya dengan cara yang keliru.
Ada orang yang menghabiskan waktu dan energi untuk menyesali kesalahan yang sudah diperbuat. Padahal, ia sebetulnya
sudah tahu kalau tak bisa berbuat apa-apa lagi untuk memperbaiki kerusakan tersebut. Kisah Daud ketika jatuh dalam
dosa dan ditegur oleh nabi-Nya, selalu menjadi pengingat yang baik bagi kita.
Jika Daud terus-menerus menyesali diri karena sudah membunuh Uria dan berzinah dengan Batsyeba, ia tidak akan
menjadi raja yang diperkenan oleh Tuhan. Ia sadar dosa yang dilakukannya membuat Tuhan murka dan mendatangkan
banyak masalah, ia sadar itu tangggung jawabnya, ia menerima konsekuensi dosa yang dilakukannya. Daud mengakui
dosanya, memohon agar Tuhan tidak mengingat-ingat lagi pelanggarannya dan mengingat segala kasih setia-Nya.
Menyesal dan memohon ampun kepada Tuhan atas segala dosa kita itu sudah benar. Namun, jauh lebih berguna kalau kita
menindaklanjuti penyesalan dengan tidak lagi mengulangi perbuatan yang sama dan melakukan perbuatan yang berguna.
Jadikan kesalahan atau dosa pada masa lalu sebagai pembelajaran, agar kita sekarang dan nanti mengerjakan hal-hal yang
berguna dan berdampak positif.
RESPONS PENYESALAN YANG BENAR ADALAH
MEMOHON AMPUN KEPADA TUHAN DAN MEMPERBAIKI DIR
Menurut ECPAT (organisasi yang bergerak melawan eksploitasi seksual komersial anak), sepanjang September 2016
sampai Februari 2017 ditemukan enam kasus pornografi dengan jumlah korban sebanyak 157 anak. Sebagian besar kasus
ini memanfaatkan internet, beroperasi di jaringan gelap (dark web) yang rumit dan anonim, yang melindungi para pelaku
secara maksimal.
Berhati-hatilah dalam mengakses informasi yang ada di media cetak, elektronik dan internet. Berlakulah bijak, tidak
mudah terpengaruh oleh informasi dan ajaran yang dapat melemahkan iman.
Sejak zaman gereja mula-mula, kedursilaan menjadi salah satu godaan kuat bagi gereja. Kedursilaan artinya berkelakuan
buruk, jahat, hidup sekehendak sendiri, tidak menaati perintah Tuhan. Rasul Paulus memberikan alasan sekuat mungkin
untuk memelihara moralitas jemaat dengan melandaskannya pada kehendak dan panggilan Allah serta sifat Roh Kudus
yang berdiam di dalam hati setiap orang percaya. Kehendak Allah menyatakan bahwa orang percaya harus hidup
melakukan apa yang kudus (hagiasmos).
Pada nas di atas dengan jelas dinyatakan bahwa Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar. Allah
tidak menghendaki kita melakukan tindakan yang bertentangan dengan ajaran firman Tuhan dan dapat merusak moral,
misalnya pornografi atau pornoaksi. Kita dipanggil untuk melakukan apa yang kudus. Artinya kita harus hidup taat
kepada Allah, melakukan kehendak Allah dan melakukan perintah-Nya dengan baik.
Mengikuti juga berarti meninggalkan. Mengikuti berarti mengarahkan pandangan dan berjalan ke depan, dengan demikian
kita pun meninggalkan apa yang di belakang kita. Dan mengapa kita bersedia melakukannya, tentulah ada alasannya.
Yang pasti karena kita melihat kehidupan yang lebih baik dari kehidupan sekarang atau masa lalu.
Ketika Yesus berkata kepada bakal murid-murid-Nya, “Jangan takut, mulai sekarang engkau akan menjala manusia”,
mereka pun menghela perahu-perahunya ke darat, lalu meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus. Sungguh tidak
mudah mengganti haluan hidup. Bagaimana bisa mereka meninggalkan pekerjaan yang telah bertahun-tahun dijalani dan
secepat itu terpikat kepada pribadi Yesus? Mukjizat yang dilakukan Yesus kepada mereka bisa jadi meyakinkan hati
mereka bahwa apa yang dikatakan-Nya adalah benar. Mereka yakin bahwa dengan mengikuti Yesus, apa yang akan
mereka dapatkan akan jauh lebih berharga daripada apa yang mereka tinggalkan. Dan keyakinan itu benar. Di kemudian
hari mereka telah ikut mengukir jalannya sejarah keselamatan dengan Injil yang mereka beritakan. Mereka benar-benar
menjadi seorang penjala manusia!
Mengikuti Yesus berarti bersedia menyatukan diri dengan-Nya, memahami visi-Nya dan bekerja bersama Dia agar
melalui kita, berita anugerah-Nya semakin terdengar. Ada berbagai panggilan Yesus untuk kita, namun setiap panggilan
itu mempunyai tujuan yang sama yaitu menjadikan diri kita penjala manusia serta menyelesaikan pekerjaan-Nya.
Seorang pengkhotbah geram menanggapi perilaku sebagian orang percaya yang asyik dengan gawainya ketika lagu-lagu
pujian sedang dinyanyikan atau khotbah sedang disampaikan. Ia lantas membandingkan dengan khidmatnya penganut
keyakinan lain ketika sedang beribadah. Sebaliknya, kita beribadah di rumah Allah, tetapi malah mengabaikan Allah.
Sungguh ironis!
Sikap seseorang saat beribadah menunjukkan dengan jelas seberapa dalam penghormatannya kepada Allah. Kita saja tidak
akan merasa nyaman ketika ada orang bersama dengan kita, seruangan atau duduk berhadapan ketika kita sedang
berbicara, tetapi ia justru lebih asyik dengan gawainya dan mengabaikan kita. Jika demikian, bukankah sudah selayaknya
Allah mendapatkan penghormatan, yang ditunjukkan lewat sikap orang percaya ketika ibadah sedang berlangsung? Allah
mengharapkan agar umat-Nya dapat menaruh hormat secara tepat kepada-Nya. Seperti ditegaskan dalam nas hari ini,
barangsiapa yang menghormati Allah, Allah akan menghormatinya juga, tetapi siapa yang menghina Dia, akan dipandang
rendah oleh-Nya.
Tak mudah memang menahan godaan untuk tidak memainkan gawai selama ibadah berlangsung. Saya sendiri akhirnya
memilih meninggalkan gawai di rumah setiap kali pergi beribadah supaya dapat lebih fokus menjalankan ibadah.
Bagaimana dengan sikap kita selama beribadah? Masihkah kita mengikutinya dengan khidmat, sebagai tanda
penghormatan kita kepada Allah, hamba Tuhan, dan saudara seiman kita?
Tuhan meminta Ananias pergi ke suatu alamat. “Mungkin di sana ada jemaat baru,” pikirnya. Betapa terkejutnya ia ketika
Tuhan berfirman: “Carilah … seorang … bernama Saulus” (ay. 11). Merasa keberatan, ia mengingatkan Tuhan akan
betapa berbahayanya orang itu bagi jemaat, termasuk juga bagi dirinya (ay. 13-14). Menemui Saulus bisa diibaratkan
masuk ke liang serigala.
Seperti Ananias, kita sering kali mengajukan protes kepada Tuhan ketika Dia meminta kita melakukan hal-hal yang tidak
masuk akal. Namun, Tuhan tidak sedang bersenda gurau! Terbukti, ketika Tuhan meminta Ananias untuk berangkat, Dia
sudah menangani Saulus terlebih dahulu. Beberapa hari sebelumnya, Tuhan menyinari Saulus dengan cahaya-Nya
sehingga matanya buta, tetapi hatinya berubah (ay. 3-9). Saat itu, Saulus justru sedang menantikan kedatangan Ananias
untuk kesembuhan matanya (ay. 12). Beruntung, Ananias tidak terlalu lama berdebat dengan Tuhan. Karena ketaatan
Ananias, Saulus (yang kemudian bernama Paulus) dapat menjadi orang yang giat melayani Tuhan.
Tuhan tidak pernah berniat mencelakakan anak-anak-Nya. Rancangan-Nya adalah rancangan damai sejahtera yang
memberikan hari depan penuh harapan (Yer. 29:11). Namun, kadang-kadang kita memang tidak memahami keseluruhan
rancangan-Nya. Kita berkata, “Mustahil! Bukankah di sana banyak hambatan, penghalang dan hal-hal menakutkan
lainnya?” Tidak perlu takut, kita hanya perlu taat! Percayalah, “Tangan Yang Tak Terlihat” sudah menangani masalah itu
terlebih dahulu.
Seorang anak meninggalkan rumah. Setelah cukup lama, ia menyadari kesalahannya dan mengabari ayahnya bahwa ia
hendak pulang. Tak yakin ayahnya akan menerimanya kembali, ia berkata akan pulang ke rumah jika melihat sehelai sapu
tangan putih tergantung di pagar. Keesokan harinya dengan pikiran pesimis ia berjalan menuju rumahnya. Ternyata, tak
hanya ada satu, tetapi puluhan sapu tangan putih mengelilingi rumah itu.
Nabi Yoel menyerukan agar bangsa Israel berbalik kepada Allah dari dosa mereka. Ia berupaya meyakinkan setiap orang
bahwa tulah belalang yang terjadi bukanlah sebuah kebetulan atau bencana alam semata, tetapi karena amarah Tuhan (Yl.
1:2). Ia mendesak agar bangsa itu tak hanya bertobat, tetapi bahkan memuji-muji Allah dengan sangkakala yang biasanya
digunakan sebagai tanda hari raya atau bulan baru (Mzm. 81:3). Menurutnya, pertobatan akan membuat murka Tuhan
padam dan segenap bangsa itu akan selamat. Tak hanya menyuruh bertobat, ia mengajak mereka kembali berbalik pada
kasih Allah.
Seruan Nabi Yoel kepada bangsanya dikarenakan ia mengenal karakter Allah yang sesungguhnya maha Pengasih dan
Penyayang. Hal itu masih relevan hingga kini. Saat kita menyadari dan menyesali dosa, kita selalu dapat berbalik kepada
Allah dengan segenap hati, berpuasa, menangis, mengaduh, mengoyakkan hati dan bukannya pakaian. Lebih dari ayah
yang menanti anaknya dengan sapu tangan putih, Allah yang baik itu senantiasa menunggu untuk membersihkan kita dari
dosa.
Sebut saja namanya Jack. Pria 35 tahun itu mengalami berbagai hal yang buruk dalam hidupnya. Kondisi itu akhirnya
menimbulkan akar pahit dalam dirinya, yang tampak jelas dari perkataan yang terlontar dari mulutnya. Setiap kali ada
perkara yang mirip dengan pengalaman pribadinya, Jack pun segera berkata-kata dengan ketus, tajam dan tak jarang
disertai amarah yang meluap. Jika diperbolehkan mengganti nama, mungkin Jack akan menambahkan “Mara” sebagai
nama tengahnya.
Kepahitan hidup juga sempat dialami oleh Naomi. Harapan untuk keluar dari kesulitan hidup sirna ketika suami dan
kedua anak lelakinya mati di sana. Dalam kondisi jiwa yang lelah, ia memutuskan untuk pulang ke Betlehem. Rasa
sakitnya seperti dikorek ketika orang-orang di sana berkata, “Naomikah itu?” (ay. 19). Namun, ia tidak melontarkan kata-
kata kasar atau meluapkan amarah. Ia meminta mereka menyebutnya Mara karena ia mengalami berbagai peristiwa pahit.
Syukurlah, Allah tak membiarkan Naomi terus terpuruk. Melalui pernikahan Rut dengan Boas, senyum Naomi pun
kembali mengembang. Terlebih dengan lahirnya Obed, cucunya, yang kelak menjadi kakek Daud (Rut 4:13-17).
Terkadang Allah mengizinkan umat-Nya mengalami perkara yang buruk, bahkan yang menyebabkan kepahitan hati.
Namun, keputusan kitalah yang menentukan apakah kita akan menjadi orang yang dikuasai kepahitan. Atau sebaliknya,
kita menerima dengan kerelaan, seraya meyakini bahwa rencana-Nya indah bagi kita, sekalipun kini kita belum
memahaminya.
Yohanes merupakan sosok pemberita kerajaan Allah yang besar dan baik. Namun, ia ditolak oleh orang seangkatannya.
Kemudian Yesus datang dan banyak melakukan mukjizat. Namun, orang-orang di Khorazim, Betsaida dan Kapernaum
juga menolak-Nya. Sungguh konyol. Mereka banyak menerima pengajaran yang baik, tetapi tidak berubah menjadi lebih
baik.
Manusia yang tumpul perasaannya tidak dapat diikat dengan hukum, tidak bisa ditakuti dengan ancaman, tidak bisa
dibangunkan dengan hal-hal yang mengagumkan, tidak terperangah dengan hal yang mengerikan, tidak bisa disadarkan
dengan bukti yang nyata. Mereka tidak mau mendengar Alkitab, akal budi, suara hati, pengalaman, juga pemeliharaan
Ilahi. Karena itu, Yesus mengecam mereka.
Faktanya memang kita sering tidak bisa melihat hal baik pada saat pembelajaran atau teguran dari Allah datang. Padahal,
Allah sudah melakukan banyak cara untuk menyentuh kita. Sama seperti mereka dalam teks Alkitab, perasaan kita juga
cenderung tumpul.
Orang yang mengecam pembawa kabar keselamatan dari Tuhan tidak akan mendapatkan berkat dari anugerah. Alih-alih
tersentuh atau terbangun, mereka malah mencari dukungan untuk berprasangka buruk terhadap firman-Nya dan
memfitnah si pembawa berita.
Kita perlu belajar menerima ajaran dan didikan-Nya; siapa pun yang dipakai Tuhan untuk menyampaikannya. Kiranya
hati dan perasaan kita dilembutkan sehingga kebenaran-Nya memerdekakan dan mengubah kita, menuntun kita hidup
dalam anugerah-Nya.
24 OKTOBER 22 PALSU
“Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedangkan pohon yang tidak baik menghasilkan
buah yang tidak baik.” (Matius 7:17)
Saat ini, hampir semua barang sudah dipalsukan. Barang bermerek ada KW-nya. Baju, sepatu, tas, aksesoris, smartphone,
lagu, film, sampai obat dan makanan, semua telah dipalsukan. Telur palsu dibuat dari sodium alginate, gelatin dan
pewarna kimia. Penjual udang segar palsu juga melakukan trik kotor dengan menambahkan gelatin dan jelly ke dalam
badan udang. Kulit udang memang asli, tapi dagingnya palsu. Semua barang palsu tersebut jelas-jelas merugikan
konsumen.
Untuk menunjukkan eksistensi diri, orang jaman sekarang melakoni gaya hidup hedonis. Budaya hidup kekinian seakan
menjadi sesuatu yang wajib dipamerkan. Rela menunggu berjam-jam agar bisa duduk-duduk di kafe mahal hanya untuk
membeli sepotong kue kecil dan minuman yang harganya selangit. Rela berutang hanya agar bisa bergaya dengan tas
mewah. Merasa dirinya sangat bergengsi ketika terlihat berada di tempat mewah yang sulit dijangkau masyarakat kelas
bawah. Langkah terasa melayang ketika mengenakan sepatu model terbaru dan menenteng tas mahal.
Hati-hatilah dengan segala bentuk kepalsuan. Mencari jati diri tidak perlu harus mendapat pengakuan dari pandangan
orang lain terhadap kita. Berusaha mendefinisikan citra diri agar diakui orang lain membuat kita menjadi tidak jujur pada
diri sendiri. Hiduplah dalam kejujuran, tak perlu menggadaikan kebenaran. Hidup dalam kepalsuan begitu menyiksa.
Jadilah diri sendiri, dan biarlah kehidupan kita menghasilkan buah yang selaras dengan identitas kita sebagai anak Allah.
TAK PERLU HIDUP DALAM KEPALSUAN. KITA DIUNDANG UNTUK MENGHASILKAN BUAH
YANG SELARAS DENGAN IDENTITAS KITA SEBAGAI ANAK ALLAH
Ceritakanlah tentang itu kepada anak-anakmu, dan biarlah anak-anakmu menceritakannya kepada anak-anak mereka,
dan anak-anak mereka kepada angkatan yang kemudian. (Yoel 1:3)
Hampir setiap hari kita disuguhi berita bencana di layar kaca. Gempa bumi, banjir bandang, tanah longsor, gunung
meletus silih berganti menghiasi berita. Apakah bumi yang semakin tua? Atau ulah manusia semakin menggila
mengeksploitasi bumi demi uang? Atau Tuhan mulai bosan dengan tingkah polah kita? Semuanya hanya tanya dan
jawabnya terdengar sayup-sayup tak jelas. Apa makna terjadinya bencana bagi kita? Apa pula hikmah yang bisa kita petik
dari petaka yang terjadi?
Nubuat apa yang disampaikan nabi Yoel? Serbuan belalang yang mengerikan! Begitu mengerikan karena bencana sehebat
itu tidak pernah terjadi sebelumnya. Di ayat 4 ada keterangan tentang empat jenis belalang yang muncul susul-menyusul:
belalang pindahan, belalang pengerip, belalang pelompat, dan belalang pelahap. Dapat kita perkirakan betapa besarnya
"pasukan" belalang ini. Seluruh dedaunan luluh lantak digunduli dan tanaman dibuat rata dengan tanah. Bagi masyarakat
agraris, bencana ini sangat mengerikan.
Kendati bukan berwujud hama belalang, negeri kita akhir-akhir ini tak sepi dari bencana. Seruan Yoel untuk bangun dan
meratap mengajak kita untuk memaknai bencana atau krisis dengan doa dan keprihatinan seraya bertanya, "Apa suara
Tuhan yang hendak diperdengarkan buat bangsa kita?" Kiranya kita belajar untuk peka mendengar suara Tuhan dari balik
bencana yang terjadi. Semoga kita juga diberi keberanian untuk mewartakan suara Tuhan agar bangsa ini dapat belajar
dari bencana dan bertobat dari dosa-dosanya.
Belum lama ini muncul agama baru bernama “Way of the Future,” yang menjadikan kecerdasan buatan sebagai figur
Tuhan. Peristiwa ini membuktikan bahwa pada akhir zaman ini manusia rentan terbuai oleh dongeng, yakni semua hal
yang sesuai dengan keinginan telinga tanpa peduli akan kebenaran. Contohnya, manusia dapat menikah dengan robot.
Robot dapat diprogram untuk mengiyakan semua keinginan kita tanpa peduli akan esensi kebenarannya. Mengerikan,
bukan?
Ayat hari ini mencatat, manusia akan mencari segala sesuatu yang dapat memuaskan mata dan telinga mereka tanpa
memandang apakah hal itu benar atau tidak. Lantas, apa yang harus kita lakukan terhadap serbuan kemajuan teknologi
yang tidak terhindarkan ini?
Syukurlah firman Tuhan telah memberikan jalan keluarnya (ay. 2-3). Firman Tuhan dapat dijadikan pegangan dan
petunjuk bagi orang beriman sejak saat ditulis sampai pada akhir zaman. Kita harus siap sedia. Artinya, kita harus sudah
memiliki dasar firman yang teguh sehingga tidak mudah tergoyahkan oleh ajaran yang tidak sesuai dengan kebenaran.
Kita harus menguasai diri kita dalam segala hal. Kita menyatakan apa yang salah dan menasihati mereka yang keluar dari
koridor kebenaran dengan sabar. Dan, kita menunaikan tugas pelayanan, yakni memberitakan kebenaran firman-Nya.
Dengan pertolongan Roh Kudus, kita akan dimampukan untuk tetap berpegang dalam kebenaran firman Tuhan di tengah
dunia yang terbuai dalam dongeng.
26 OKTOBER 22
MARTA YANG TAK TENANG
Tetapi Tuhan menjawabnya, “Marta, Marta, engkau khawatir dan menyusahkan diri dengan banyak hal.” (Lukas 10:41)
Dalam nasihat kepada jemaat, seorang pendeta menyoroti kurangnya kesabaran umat Tuhan untuk berdiam diri di dalam
hadirat-Nya. Mereka dapat duduk dengan tenang selama berjam-jam untuk melakukan kegiatan lain, tetapi tak tahan
berdiam selama 15 menit saja untuk bersekutu secara pribadi dengan Tuhan. “Seandainya lebih banyak orang Kristen
bertahan sedikit lebih lama dalam hadirat-Nya, niscaya mereka akan menerima tuntunan Tuhan lebih lagi melalui firman-
Nya,” katanya.
Alkitab menuliskan bahwa Marta memiliki seorang saudara bernama Maria, yang juga duduk di dekat kaki Yesus dan
mendengarkan perkataan-Nya (ay. 39). Melalui keterangan ini, kita mengerti bahwa awalnya Marta juga duduk di dekat
Yesus, tetapi tak lama. Keinginan untuk menjamu Yesus nampaknya lebih kuat daripada untuk mendengarkan Yesus
berbicara sehingga ia pun meninggalkan Maria. Yesus menegurnya ketika Marta protes kepada Yesus (ay. 41). Bagi
Yesus, saat itu Maria telah mengambil sikap yang tepat dengan berada di dekat-Nya. Hal yang sebenarnya diharapkan-
Nya juga pada diri Marta. Bukankah lain waktu ada kesempatan bagi Marta untuk melayani Dia?
Berapa banyak orang percaya bersikap seperti Marta, yang kurang peka merespons keinginan Yesus, agar mereka duduk
diam mendengarkan sabda-Nya? Melayani Tuhan memang dapat menyenangkan hati-Nya, tetapi hal itu dapat
menyebalkan hati-Nya ketika Dia sedang menginginkan kita mendengarkan perkataan-Nya.
DUDUK MENDENGARKAN SABDA-NYA JUGA
MERUPAKAN TINDAKAN PELAYANAN KEPADA-NYA
31 OKTOBER 22
MENGHADAPI TRAUMA
“Masih ada harapan untuk hari depanmu, demikianlah firman TUHAN: anak-anak akan kembali ke daerah mereka.”
(Yeremia 31:17)
Pada bulan-bulan Juni 2006-Juni 2007 adik saya, yang bekerja di Badan Pertanahan Nasional (BPN), mendapat tugas
khusus di Aceh. Tugasnya mengembalikan batas tanah milik warga yang terkena tsunami. Saat itu trauma akan tsunami
masih kuat: air yang tiba-tiba datang menghantam rumah penduduk, menggulung dan memutarbalikkan kehidupan dalam
sekejap.
Trauma bercokol di benak seseorang karena peristiwa tragis yang terus dikenang. Tak ada seorang pun yang pernah
mengundang kemalangan, bencana, atau musibah hadir dalam hidupnya—tapi dari situlah trauma berasal. Trauma seperti
mimpi buruk: tak diduga datang, tapi terus membayangi kita.
Setelah bangsa Israel dibuang, nabi Yeremia mengenang kejayaan masa lalu bangsa itu. Bila kita membaca kitab Yeremia
dari awal hingga akhir, kita pun akan tahu, bahwa Yeremia dilanda ketakutan dan sering meratap. Namun, di balik
ketakutan dan kengerian yang ia tuliskan, ia percaya adanya hari depan yang baik bagi Israel—“Sesungguhnya, waktunya
akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa kota itu akan dibangun kembali bagi TUHAN...” (ay. 38).
Kehidupan terus bergulir. Seseorang yang merasakan trauma saat mengenang masa lalunya, bisa bangkit dan merasakan
sukacita saat memandang masa depannya. Keadaan kita hari ini adalah proyeksi dari masa lalu kita; dan keadaan hari
depan semestinya merupakan proyeksi dari hari ini, bukan melulu masa lalu. Berbeda bukan, bila hari ini kita
memercayakan hidup kita pada janji dan penyertaan Tuhan?
MASA DEPAN YANG GEMILANG SUNGGUH ADA. KITA PERLU MENATA HATI
SAAT INI DENGAN MENGAMPUNI DAN MELUPAKAN MASA LALU