Anda di halaman 1dari 9

etika Yesus memandang sekeliling-Nya dan melihat bahwa orang banyak berbondong-bondong

datang kepada-Nya, berkatalah Ia kepada Filipus, “Di mana kita dapat membeli roti, supaya
mereka dapat makan?” Hal itu dikatakan-Nya untuk mencobai dia, sebab Ia sendiri tahu apa
yang hendak dilakukan-Nya. Jawab Filipus kepada-Nya, “Roti seharga dua ratus dinar tidak akan
cukup untuk mereka, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja.

Kisah Yesus memberi makan 5000 orang merupakan kisah yang begitu
familiar bagi kita, dan kisah tersebut juga dijadikan lagu Sekolah Minggu ( 5 roti dan
2 ikan), bagaimana Tuhan Yesus begitu peduli dengan keadaan fisik, atau kebutuhan
jasmani orang-orang yang mengikutinya. Akan tetapi baik Matius maupun Markus
juga mencatat ada kisah lain dimana Yesus memberi makan 4000 orang.
Hal ini sangat menarik, jika dilihat Tuhan Yesus sangat-sangat peduli, Tuhan
Yesus tidak hanya memberikan kebutuhan rohani yaitu pengajaran-pengajaran tentang
Kerajaan Allah saja kepada pengikutnya akan tetapi bagaimana Tuhan Yesus
memenuhi kebutuhan para pengikutnya secara holistik. Jadi saat kita mengikuti Tuhan
tidak perlu kuatir, kita bukan saja akan mengalami berkat secara rohani, melainkan
Tuhan Yesus tahu kapan kita membutuhkan berkat secara jasmani ( saat Tuhan Yesus
melihat orang-orang pada saat itu lapar, karena belum makan).

Tuhan ingini adalah Kita mempunyai hati yang penuh belas kasihan kepada
sesama. Siapa yang punya hati yang penuh dengan belas kasihan kepada sesama
dia juga akan mendapat belas kasihan dari Tuhan. Bukan kita yang minta belas
kasihan dari manusia, mintalah belas kasih dari Tuhan, maka Tuhan tahu kapan
Dia akan menolong kita. Artinya pada saat kita mendapatkan kesulitan, sakit
penyakit, persoalan kehidupan datang kepada Tuhan bukan kepada manusia

api begitulah manusia, mungkin kita juga terkadang seperti itu, Tuhan sudah
menyatakan mukjizat kepada kita, Tuhan sudah menolong kita dulu, bagaimana pada
saat kita mengalami masalah. akan tetapi di lain waktu, ada masalah yang datang, kita
sering mempertanyakan, bagaimana mana bisa Tuhan? kayaknya masalah saya besar,
dan itu tidak mungkin.... tolong dengarkan ini baik-baik, bukannya dulu juga Tuhan
pernah menolong kita pada saat kita mengalami masalah yang besar?..... saya
mengundang kita semua janganlah sampai kita mempertanyakan bagaimana bisa
Tuhan? tetapi yang kita keluarkan adalah sebuah pernyataan “kalau Tuhan sudah
menolong saya kemarin, hari ini dan besok juga Tuhan pasti menolong saya”.

Segera setelah mendarat di pantai, Yesus naik ke atas gunung dan duduk di
situ dengan murid-murid-Nya.[16] Orang banyak berbondong-bondong
mengikuti Dia, karena mereka melihat mujizat-mujizat penyembuhan, yang
diadakan-Nya terhadap orang-orang sakit. Maka tergeraklah hati-Nya oleh
belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak
mempunyai gembala.[17] Ia menerima mereka dan berkata-kata kepada
mereka banyak hal tentang Kerajaan Allah dan Ia menyembuhkan orang-
orang yang memerlukan penyembuhan.[18

Menjadi bapak yang tegas dan lemah lembut bukanlah hal yang mudah. Pribadi yang
mana yang cenderung anda punyai?
a. Kasih (terlalu kasihan, sulit berkata tidak, dll)
b. Disiplin/kontrol (banyak berkata tidak, peraturan yang selalu harus diikuti, dll)
Setiap orang selalu punya kecenderungan ke salah satu sisi. Yang kita lakukan adalah
pertama-tama kita harus tahu kecenderungan kita ke arah mana, tahu kelemahan kita.
Kolose 3 menyatakan bapak-bapak (dan orang tua) supaya tidak menyakiti hati anak-
anak dengan cara didik kita. Efesus 6 juga berkata yang serupa, bahwa kita harus
mendidik anak, tapi jangan sampai caranya salah.

Ibrani 12 menyatakan betapa Tuhan yang memberi disiplin pada anak-anakNya. Dan itu
karena kasihNya! Jadi ketika berbicara soal disiplin, itu karena Tuhan yang memberi
contoh pada kita.

1Korintus 11 menyatakan betapa banyak jemaat Korintus yang mati karena tidak
menghargai Tuhan dan didisplinkan.

Dalam alkitab ada 2 cerita yang kita bisa pelajari mengenai kegagalan sebagai seorang
ayah – dan akhirnya menghancurkan hidup anak-anaknya.

KEGAGALAN ELI (1Samuel 2:12)


“tidak mengindahkan Tuhan” – tidak mengenal dan tidak takut pada Tuhan. Mereka
punya posisi sebagai imam tapi mereka tidak tahu siapa yang mereka sembah. Mereka
melayani tapi motivasi untuk kepentingan diri sendiri.

1Samuel 2:29 – Imam Eli (ayahnya) juga melakukan hal yang sama; punya kepentingan
diri sendiri.
Di tengah situasi seperti ini, imam Eli salah karena dia tidak memberikan disiplin pada
anak-anaknya. Dia membiarkannya (“…menghormati anak-anakmu lebih dari pada-Ku”)
Hukumannya? Dikatakan anak-anak nya akan meninggal dan seluruh generasinya tidak
akan melayani lagi di bait Allah.
Apa kegagalan imam Eli? Karena tidak tegas!

KEGAGALAN DAUD
a. 2Samuel 13:21-22
Daud adalah raja yang bijaksana, dan banyak hal baik yang kita bisa pelajari dari Daud.
Tapi dia punya suatu kelemahan sebagai orang tua yang dicatat alkitab.
Daud pun kurang berani, tegas, dan disiplin kepada anaknya.

Kebencian Absalom akhirnya membunuh Amnon (karena Amnon memperkosa adik


Abasalom, Tamar). Pada akhirnya dia pun sampai melakukan kudeta pada ayahnya,
Daud.

Menurut hukum Taurat yang ada di Imamat, Amnon harus dipanggil Daud untuk dihukum
mati – tapi Daud tidak melakukannya (hanya disebutkan Daud sangat marah). Akhirnya
Absalom yang membunuh Amnon.

b. 1Raja-Raja 1:6 – Raja Daud sudah tua dan akan meninggal dunia; Adonia ingin
menjadi raja lalu melakukan hal yang tidak berkenan dan kurang ajar (baca ayat ke 5) –
karena Absalom dan Amnon sudah tiada.
Sampai nabi Nathan yang harus menasihati Batsyeba untuk memberi tahu Daud bahwa
Salomo lah yang sudah dinyatakan untuk menjadi raja. Tapi Daud membiarkan Adonia
melakukan hal itu.
Akhirnya perang saudara terjadi lagi dan akhirnya Salomo harus membunuh Adonia.

Daud salah karena tidak tegas dan mendisplinkan anaknya ketika salah.

4 Kemungkinan menjadi orang


tua
a. Pemanja (kasih banyak, disiplin sedikit)- Kasih yang terlalu banyak, tanpa disiplin.
Kalau kita saat ini sudah manja, jangan lah menyalahkan orang tua dan mulai untuk
belajar.
b. Penyia-nyia (kasih sedikit, disiplin sedikit)
Orang tua yang tidak punya waktu untuk anaknya; hanya memberikan uang tapi tidak
memberikan nilai hidup yang baik untuk anak-anaknya.
c. Pemaksa (kasih sedikit, disiplin banyak)
Umumnya anak-anak yang akan menjadi pemberontak pada akhirnya
d. Pemimpin (100% kasih, 100% disiplin)
Ini lah yang terbaik sebagai orang tua. Sama seperti Tuhan, Dia mengasihi dan juga
mendiplinkan kita sebagai anak-anakNya.

Kita harus menjadi orang tua “Pemimpin”, yang tahu kapan harus mengasihi dan kapan
harus mendisplinkan anak! Ini lah yang harusnya menjadi tujuan kita.

Apa yang harus kita lakukan


supaya kita bisa mendisiplinkan
anak tanpa melukai hati anak?
[1] Strengthen your relationship
Hubungan dengan anak harus diperdekat, dikuatkan setiap hari. Relasi mempengaruhi
sampai sejauh mana kita bersikap.
Lihat Ibrani 12:6 – mengasihi + disiplin. In general saat berteman, saat kita tidak dekat,
kita tidak akan bisa memberi kritikan (karena akan jadi masalah dan tersinggung). Sama
halnya dengan anak. Kalau hubungan jauh dengan anak (tidak pernah kasih waktu) dan
selalu orang tua berkata tidak/mendisplinkan, maka akan ada masalah!

[2] Be wise on how you give advice or discipline


Waktu kita tegas pada anak, kita harus hati-hati karena Kolose berkata jangan sampai
kita menyakiti hati anak.
H. Norman Wright berkata: “Cara anda menyampaikan bimbingan yang benar akan
mempengaruhi bagaimana anak anda menerimanya”. Cara kita memberikan nasihat,
masukan kepada anak (atau teman, atau siapa saja), akan punya pengaruh apakah itu
diterima atau tidak!

Janganlah jemu-jemu untuk membangun anak kita dan menasihatinya. Dan penting
untuk konsisten dan tidak mudah menyerah, untuk terus mendidik anak-anak, karena
Tuhan tidak pernah menyerah untuk mengasihi dan mendidik anak-anakNya!
[3] Be example
Menjadi contoh dalam kehidupan sehari-hari. Timotius disuruh memberikan teladan
biarpun dia masih muda.

Anak-anak mungkin tidak mendengarkan nasihat kita, tapi mereka akan meniru karakter,
sikap, dan gaya hidup kita! Ini lah yang sebenarnya menakutkan kita karena mereka akan
meniru apa pun, biarpun itu hal yang negatif.

Coba lihat diri kita saat ini dan juga orang tua kita. Seberapa jauh kita meniru orang tua
kita yang sudah bersama kita bertahun-tahun? Baik positif maupun negatif. Tapi
janganlah menyalahkan orang tua pada saat ini, tapi fokuslah pada kelemahan yang
harus kau ubah! Karena kalau tidak, nanti kau pun bisa mempengaruhi anak-anak mu di
kemudian hari.

Menjadi seorang ayah adalah suatu kesempatan yang mulia. Tapi di tengah kesempatan
yang besar ini, ada juga resikonya. Karena itu marilah kita bangkit dan menjadi ayah yang
baik untuk anak-anak dan keluarga kita!

Pemutar Audio

Ibu-ibu yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, Dua minggu yang lalu,, kita belajar dari Daud tentang
doa. Minggu lalu kita belajara dari Tuhan Yesus sendiri, juga tentang doa. Hari ini kita mau belajar lagi
tentang doa. Kita sering mendengar bahwa doa adalah nafas hidup orang percaya. Tapi seberapa
sering kita berdoa hingga kita bisa bilang bahwa doa adalah nafas hidup kita? Pembacaan kita hari ini
mengisahkan tentang Firman Tuhan yang datang pada Musa di Gunung Sinai tentang korban
persembahan yang sudah ditetapkan oleh Tuhan untuk dilaksanakan oleh Israel sebagai umat Allah.
Ada 3 syarat pemberian korban yang Tuhan perintahkan.
Syarat pertama korban itu harus diberikan tiap-tiap hari (ay. 38). Bukan sekali-sekali. Bukan kalau ingat.
Bukan kalau sempat. Tapi tiap-tiap hari.
Syarat kedua, korban itu harus diberikan pada waktu pagi dan pada waktu senja (ay. 39). Bukan hanya
kalau mau makan. Bukan hanya kalau ada perlu. Bukan hanya kalau ada masalah. Bukan hanya kalau
mau tidur. Tapi pada waktu pagi-dan senja.
Syarat ketiga, korban itu harus dilakukan turun temurun (ay. 40). Bukan hanya dilakukan oleh kita, tapi
juga oleh seluruh keluarga kita secara turun temurun. Tidak boleh berhenti hanya pada generasi kita.
Syarat keempat, semua persembahan itu hanya tertuju pada Tuhan Allah pencipta langit dan bumi, dan
bukan pada ciptaanNya (ay. 41, “…bagi TUHAN”). Bukan untuk kesenangan dan kepuasan kita, tapi
untuk kemuliaan Tuhan. Untuk menyenangkan hati Tuhan.
Ibu-ibu, Allah tidak menuntut kita untuk memberikan korban berupa anak domba, karena Kristus telah
memberikan diriNya mati di kayu salib demi manusia. Tetapi Allah menghendaki supaya kita
mempersembahkan hidup kita untuk Dia. Dan itu dimulai dengan mempersembahkan waktu kita untuk
bersekutu dengan Tuhan sesuai dengan syarat yang sudah Tuhan berikan pada Musa. Yaitu, tiap hari,
pagi dan malam, secara turun temurun dan hanya berpusat pada Allah. Ketika kita berdoa dan
merenungkan firman Tuhan itu setiap hari, pagi dan malam, melakukannya secara turun temurun
dengan melibatkan seluruh anggota keluarga kita, dan melakukannya atas dasar untuk menyenangkan
hati Tuhan, maka kita benar-benar menunjukkan pada orang-orang disekitar kita bahwa doa itu benar-
banar nafas hidup kita. Dan Allah berjanji 3 hal bagi setiap orang yang memberikan waktunya untuk
bersekutu dengan Allah sesuai syaratAllah.
JanjiNya yang pertama, Allah akan menemui dia (ay. 42-43). Bagaimana Allah menemui kita? Pertama-
tama, Dia menemui kita lewat firman yang kita baca. Dan setelah kita semakin rajin berdoa dan
merenungkan firmanNya, Dia akan memberikan kepada kita kepekaan untuk mengetahui kehendakNya
dan rencanaNya, bahkan untuk mendengar suaraNya.
JanjiNya yang kedua, Allah akan menguduskan dia (ay. 43). Kita akan dibuatNya merasa jijik terhadap
dosa dan pelanggaran. Karena kita bergaul akrab dengan firmanNya dan selalu berdoa, maka kita akan
merasa aneh dan janggal ketika kita mau berbuat dosa.
JanjiNya yang ketiga, dia akan diam bersama Tuhan (ay. 45). Allah akan selalu menyertai dia di mana
pun dia berada, apapun yang dia lakukan, dan memberikan apapun yang dia minta. Sehingga pada
akhirnya, dia akan tinggal bersama-sama dengan Tuhan di dalam kerajaanNya.
Jadi ibu-ibu, jangan berdoa dan membaca firman hanya ketika kita dalam masalah atau hanya ketika
kita ada perlu dengan Tuhan. Tapi lakukan itu tiap-tiap hari, pagi dan senja, secara turun temurun dan
demi menyenangkan hati Allah. Dan nikmatilah janji-janjiNya. Selamat berdoa. Tuhan Yesus
memberkati. Amin.
Advertisements
REPORT THIS AD

October 31, 2013 Stevany Siwabessy Leave a comment


Categories: Doa, Khotbah, Khotbah Kaum Ibu/Wanita

Berdoa

Dibawakan pada PD Ibu-Ibu Oeltua tgl 4 Juli 2012


Berdoa
(Mrk 1:35-39)
Ibu-ibu yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, minggu lalu kita belajar dari Daud bahwa
ketika ada masalah datang, yang pertama-tama harus kita lakukan adalah berseru kepada Tuhan. Hari
ini kita diminta untuk tetap berdoa. Kenapa?
Pertama, karena Tuhan Yesus juga berdoa. Ibu-ibu, Tuhan Yesus adalah seorang pribadi
yang sibuk sekali. Setiap hari Dia jalan dari satu kota ke kota lain. Setiap ada di satu kota, Dia harus
mengajar di Bait Allah. Setelah mengajar, Dia masih harus menyembuhkan orang-orang yang sakit dan
kerasukan setan yang banyak sekali. Bahkan kalau kita baca di Markus 1:32, semua orang yang sakit
dan kerasukan setan itu dibawa kepada Yesus setelah malam, setelah matahari terbenam. Kalau
seandainya satu desa oeltua ini datang kepada Yesus untuk disembuhkan dan dipulihkan, maka kira-
kira Tuhan Yesus baru selesai pelayanan sekitar jam 1 malam. Tapi hebatnya ibu-ibu, Markus mencatat,
Tuhan Yesus bisa tetap bangun pagi-pagi ketika hari masih gelap untuk berdoa. Alkitab mencatat, tidak
hanya saat itu Yesus berdoa. Tapi sebelum memilih murid-muridNya, Dia berdoa (Luk 6:12). Sebelum
ditangkap, Dia berdoa (Luk 22:39-46). Bahkan saat di atas kayu salibpun Dia tetap berdoa. Tapi Tuhan
Yesus tidak hanya berdoa pada saat-saat tertentu. Dia berdoa setiap saat. Berdoa pagi-pagi sudah
menjadi kebiasaanNya sehingga ketika orang banyak mencari Dia, murid-muridNya sudah tahu harus
mencari Tuhan Yesus ke mana. Dengan berdoa, Tuhan Yesus menunjukkan bahwa hubunganNya
dengan Bapa sangat intim. Selelah apapun, sesibuk apapun, kebersamaan dengan Bapa tidak akan
Dia lewatkan.
Kedua, karena berdoa memberi kekuatan. Ibu ibu, sewaktu Tuhan Yesus di taman
Getsemani, Dia menyuruh murid-muridNya untuk berdoa dan berjaga. Tapi tidak ada satupun dari
mereka yang berdoa. Dan apa yang mereka dapatkan? Petrus menyerang utusan Imam Besar, Ma
Ibu-ibu yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, Dua minggu yang lalu,, kita belajar dari Daud tentang
doa. Minggu lalu kita belajara dari Tuhan Yesus sendiri, juga tentang doa. Hari ini kita mau belajar lagi
tentang doa. Kita sering mendengar bahwa doa adalah nafas hidup orang percaya. Tapi seberapa
sering kita berdoa hingga kita bisa bilang bahwa doa adalah nafas hidup kita? Pembacaan kita hari ini
mengisahkan tentang Firman Tuhan yang datang pada Musa di Gunung Sinai tentang korban
persembahan yang sudah ditetapkan oleh Tuhan untuk dilaksanakan oleh Israel sebagai umat Allah.
Ada 3 syarat pemberian korban yang Tuhan perintahkan.
Syarat pertama korban itu harus diberikan tiap-tiap hari (ay. 38). Bukan sekali-sekali. Bukan kalau ingat.
Bukan kalau sempat. Tapi tiap-tiap hari.
Syarat kedua, korban itu harus diberikan pada waktu pagi dan pada waktu senja (ay. 39). Bukan hanya
kalau mau makan. Bukan hanya kalau ada perlu. Bukan hanya kalau ada masalah. Bukan hanya kalau
mau tidur. Tapi pada waktu pagi-dan senja.
Syarat ketiga, korban itu harus dilakukan turun temurun (ay. 40). Bukan hanya dilakukan oleh kita, tapi
juga oleh seluruh keluarga kita secara turun temurun. Tidak boleh berhenti hanya pada generasi kita.
Syarat keempat, semua persembahan itu hanya tertuju pada Tuhan Allah pencipta langit dan bumi, dan
bukan pada ciptaanNya (ay. 41, “…bagi TUHAN”). Bukan untuk kesenangan dan kepuasan kita, tapi
untuk kemuliaan Tuhan. Untuk menyenangkan hati Tuhan.
Ibu-ibu, Allah tidak menuntut kita untuk memberikan korban berupa anak domba, karena Kristus telah
memberikan diriNya mati di kayu salib demi manusia. Tetapi Allah menghendaki supaya kita
mempersembahkan hidup kita untuk Dia. Dan itu dimulai dengan mempersembahkan waktu kita untuk
bersekutu dengan Tuhan sesuai dengan syarat yang sudah Tuhan berikan pada Musa. Yaitu, tiap hari,
pagi dan malam, secara turun temurun dan hanya berpusat pada Allah. Ketika kita berdoa dan
merenungkan firman Tuhan itu setiap hari, pagi dan malam, melakukannya secara turun temurun
dengan melibatkan seluruh anggota keluarga kita, dan melakukannya atas dasar untuk menyenangkan
hati Tuhan, maka kita benar-benar menunjukkan pada orang-orang disekitar kita bahwa doa itu benar-
banar nafas hidup kita. Dan Allah berjanji 3 hal bagi setiap orang yang memberikan waktunya untuk
bersekutu dengan Allah sesuai syaratAllah.
JanjiNya yang pertama, Allah akan menemui dia (ay. 42-43). Bagaimana Allah menemui kita? Pertama-
tama, Dia menemui kita lewat firman yang kita baca. Dan setelah kita semakin rajin berdoa dan
merenungkan firmanNya, Dia akan memberikan kepada kita kepekaan untuk mengetahui kehendakNya
dan rencanaNya, bahkan untuk mendengar suaraNya.
JanjiNya yang kedua, Allah akan menguduskan dia (ay. 43). Kita akan dibuatNya merasa jijik terhadap
dosa dan pelanggaran. Karena kita bergaul akrab dengan firmanNya dan selalu berdoa, maka kita akan
merasa aneh dan janggal ketika kita mau berbuat dosa.
JanjiNya yang ketiga, dia akan diam bersama Tuhan (ay. 45). Allah akan selalu menyertai dia di mana
pun dia berada, apapun yang dia lakukan, dan memberikan apapun yang dia minta. Sehingga pada
akhirnya, dia akan tinggal bersama-sama dengan Tuhan di dalam kerajaanNya.
Jadi ibu-ibu, jangan berdoa dan membaca firman hanya ketika kita dalam masalah atau hanya ketika
kita ada perlu dengan Tuhan. Tapi lakukan itu tiap-tiap hari, pagi dan senja, secara turun temurun dan
demi menyenangkan hati Allah. Dan nikmatilah janji-janjiNya. Selamat berdoa. Tuhan Yesus
memberkati. Amin.
Advertisements
REPORT THIS AD

Memberi dengan tersembunyi


Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi artinya jika kita memberi tidaklah
perlu orang lain tahu apa yang kita beri,seberapa besar apa yang kita beri.itulah pemberian
yang berkenan.
Dalam Matius 25:36 ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit,
kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.” Yesus
mengajarkan ketika melayani orang lain yang kekurangan itu sama saja dengan melayani dia.
Yesus tidak bicara besarnya pemberian namun bicara motivasi dalam memberi. Inilah makana
dari teks ini.

Firman Allah mau mengajarkan buat kita semua agar tidak lalai dalam melakukan perintah
Tuhan yaitu membantu sesama yang susah dalam hal ini memberi pertolongan kepada mereka
dan ketika kita sudah membantu orang-orang yang susah janganlah kita melakukan agar kita
dapat dipuji atau di lihat banyak orang, melainkan kita bantu dengan Tulus sebagaimana kita
melakukannya bukan hanya sebagai kewajiban agama melainkan suatu perintah dari Tuhan.

1. Ketika semua orang memberi, semua orang menerima

Ini adalah logika sederhana. Jika semua orang mau menerima tapi tidak mau
memberi, siapa yang akan memberi kepada mereka? Namun jika semua orang
memilih untuk memberi satu sama lain, semua orang akan menerima. Bukankah
itu adalah solusi yang terbaik?

2. Memberi menolong kita untuk belajar merasa cukup

“Apakah aku benar-benar memerlukan uang ini?” Itu adalah pertanyaan yang
sering aku tanyakan kepada diriku setiap kali aku merasa sulit untuk memberi.
Beberapa tahun lalu, aku membuat sebuah komitmen dengan Tuhan untuk tidak
membeli baju, celana, atau sepatu baru kecuali aku benar-benar
memerlukannya. Sekilas pandang ke dalam lemari bajuku sudah cukup untuk
memberitahuku bahwa aku sudah punya cukup pakaian. Keinginanku untuk
mempunyai lebih banyak pakaian seringkali muncul dari keinginanku untuk tampil
cantik supaya mendapatkan pujian dari orang lain—sebuah keinginan yang aku
harus matikan dalam diriku (Kolose 3:5). Jika aku ingin belajar menjadi seorang
pengelola uang yang bijak untuk kerajaan Allah dan belajar bahwa “ibadah, yang
disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar” (1 Timotius 6:6), aku harus
mematikan keinginanku itu.

Seiring waktu, aku dapat menggunakan uangku untuk hal-hal yang memang
benar-benar dibutuhkan. Aku mengenal seorang wanita tua yang berjualan tissue
di pinggir jalan untuk bertahan hidup. Secara ekonomi, mungkin dia lebih miskin
dariku. Namun dalam kesehariannya, dia memberi dengan murah hati dan
sukacita kepada orang-orang yang membutuhkan, meskipun dia juga tidak
memiliki banyak. Jika dilihat dari sisi tersebut, dia adalah seorang yang kaya, dan
contoh yang dia berikan menginsiprasiku untuk memberi lebih banyak.

Kadang, aku dapat memberinya sejumlah uang tanpa perlu berpikir panjang.
Namun ada saat-saat yang lain ketika aku enggan untuk memberi karena aku
merasa aku tidak punya cukup uang. Dalam momen-momen tersebut, aku
bertanya kepada diriku sendiri, “Apakah aku benar-benar membutuhkan uang
ini?” Itulah ketika aku menyadari bahwa wanita itu lebih memerlukan uang itu
daripada aku. Bagaimanapun, apa yang harus aku korbankan? Mungkin, aku
perlu menyisihkan sedikit anggaran makananku bulan itu untuk kuberikan
kepadanya. Namun setiap kali aku memberi, aku mengalami rasa sukacita
karena memberi.

3. Memberi membuat kita percaya pemeliharaan Tuhan

Setiap kali aku takut bahwa aku akan kekurangan setelah aku memberi, Tuhan
akan datang memeliharaku dengan cara-Nya yang indah di waktu yang tepat.
Cara dan waktu Tuhan bekerja mungkin tidak selalu persis seperti yang aku
harapkan, namun aku telah melihat kesetiaan-Nya dalam memeliharaku lagi dan
lagi.

Aku merasakan apa yang Tuhan janjikan dalam Maleakhi 3:10, “Bawalah seluruh
persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada
persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam,
apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan
berkat kepadamu sampai berkelimpahan.”

Bapaku di surga adalah TUHAN yang memelihara (Jehovah-Jireh); Dia tahu apa
yang aku butuhkan, dan Dia setia dalam menyediakan bagiku apa yang aku
butuhkan. Jadi, aku dapat “[mencari] dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya,”
dan percaya bahwa “semuanya itu akan ditambahkan [kepadaku]” (Matius
6:8,32-33).
4. Memberi membuat kita lebih mengenal Tuhan

Aku percaya Tuhan memanggil kita untuk memberi karena memberi membuat
kita lebih mengenal Dia. Allah Bapa memberikan Anak-Nya bagi kita (Yohanes
3:16); Dia memberikan kita kepada Yesus (Yohanes 6:37); dan Dia memberikan
Roh Kudus bagi kita (Lukas 11:13; Yohanes 14:26). Allah Anak memberikan kita
pengenalan akan Allah Bapa (Yohanes 14:6-9; Matius 11:27) dan Dia
memberikan pendamaian dan jalan masuk bagi kita kepada Bapa (Efesus 2:13-
18). Roh Kudus memberikan peringatan akan semua yang telah Yesus katakan
kepada kita (Yohanes 14:26), memberitakan kepada kita apa yang diterimanya
dari pada-Nya (Yohanes 16:14); dan Dia memberikan kepada kita berbagai
karunia rohani untuk berbagai macam pelayanan bagi Tuhan (1 Korintus 12:4-
11).

Ketika kita memberi, itu menolong kita untuk mengenal hati Tuhan lebih dalam,
sama seperti ketika kita mengikuti aktivitas yang disukai oleh orang yang kita
kasihi akan membuat kita lebih mengenal tentang dia. Firman Tuhan juga
mengatakan kepada kita bahwa kerinduan utama yang perlu kita miliki dalam
hidup ini adalah untuk memahami dan mengenal Tuhan (Yeremia 9:23-24), dan
untuk mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam
penderitaan-Nya, di mana kita menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya
(Filipi 3:10).

5. Memberi adalah anugerah Tuhan

Pernahkah kamu menyembah Tuhan dalam pujian dengan penghayatan dan


keyakinan bahwa inilah alasan mengapa kamu diciptakan—untuk memuji Dia?
Aku pernah. Dalam momen-momen tersebut, aku merasa seperti telah
memenuhi tujuan hidupku dan dipenuhi oleh rasa syukur yang berlimpah kepada
Tuhan karena Dia telah menciptakanku sehingga aku dapat menikmati karunia
indah yang diberikan-Nya ini yang memampukanku untuk menyembah Dia
dengan sukacita.

Bayangkan jika kamu begitu dikasihi oleh seseorang namun kamu tidak dapat
membalas kebaikannya. Betapa menyedihkan! Jika kita menerima kasih dan
kebaikan seseorang, tentunya kita ingin mampu membalas kasih dan kebaikan
yang begitu besar yang telah diberikannya kepada kita. Aku sangat bersyukur
kepada Tuhan karena Dia menciptakan diriku dengan kemampuan untuk
memberi balik sebagian kecil dari anugerah yang begitu besar yang telah Dia
berikan kepadaku, dengan berbagai cara—entah dengan puji-pujian atau dengan
memberikan waktu, uang, perhatian, atau tenagaku.
Aku akhirnya mengerti bahwa memberi tidak hanya memuliakan Tuhan, tapi juga
merupakan anugerah Tuhan bagi kita. Tuhan tidak memerlukan kita untuk
memberi kepada-Nya, tapi kita mengalami sukacita ketika kita memberi kepada-
Nya—dan itu menyenangkan-Nya ketika kita memberi kepada-Nya sebagai
ungkapan syukur kita atas anugerah-Nya. Itu seperti sukacita yang kita rasakan
ketika kita dapat memberi balik kepada orangtua kita atas segala hal yang telah
mereka berikan kepada kita—meskipun mereka tidak mengharuskan kita untuk
memberi balik kepada mereka.

***

Karena semua alasan di atas, aku mengerti mengapa Yesus berkata, “Adalah
lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” Tentu, ada waktu untuk memberi
dan melayani, dan ada waktu untuk menerima dan beristirahat. Kita perlu
menggunakan hikmat yang Tuhan telah berikan kepada kita untuk mengelola
segala hal yang kita miliki dengan bijak.

Memberi adalah hak istimewa yang diberikan Tuhan kepada kita. Jadi,
memberilah dengan sukacita, dan bukan dengan sedih hati atau karena paksaan.

Anda mungkin juga menyukai