Anda di halaman 1dari 61

SIKAP HIDUP ORANG KRISTEN

Matius 7:1-12. Menarik untuk diperhatikan bahwa khotbah di bukit ini merupakan


rangkaian khotbah yang sangat terstruktur. Di pasal 5 dan 6, Yesus berbicara
mengenai diri pribadi atau jati diri orang Kristen, bagaimana orang Kristen harus
memiliki watak seperti Kristus. Yesus menetapkan standar karakter yang tinggi
bagi pengikut-pengikut-Nya. Orang Kristen harus memiliki karakter yang lebih
unggul dari dunia, sehingga terlihat perbedaan antara pengikut Kristus dan yang
bukan. Kemudian di pasal 7, Yesus berbicara tentang hubungan orang Kristen
dengan orang lain dan Bapa Surgawi. Jika kita memiliki karakter Kristus maka kita
harus mempraktekkannya. Dalam teks pembacaan ini ada 3 sikap yang perlu
dilakukan seorang pengikut Kristus.

1. Sikap terhadap Saudara Seiman (ayat 1-5,12)

a. Jangan menghakimi (1-5)


Yesus secara khusus mengangkat hal ini karena sikap ini sering kali kita lakukan
dan sering kali pula kita tidak sadar bahwa kita sudah melakukannya. Seringkali
kita lebih melihat kesalahan atau kekurangan saudara kita yang cuma sedikit
namun tidak menyadari kesalahan/kekurangan kita yang banyak.

Pelarangan Yesus untuk menghakimi tidak berarti menutup mata terhadap


kesalahan dan kekurangan saudara-saudara kita. Yesus tidak sedang bermaksud
menghilangkan sikap kritis kita untuk menyatakan kesalahan orang lain. Pelarangan
ini jangan membuat kita menjadi takut untuk menyatakan kesalahan atau
memberikan kritikan kepada orang lain jika memang itu perlu untuk dilakukan.
Sebaliknya, arti menghakimi adalah:
· Berusaha mencari-cari kesalahan orang lain untuk menjatuhkannya.
· Memberikan cap atau label atau julukan pada seseorang padahal orang itu tidaklah
seperti itu. Mungkin memang orang itu pernah melakukan suatu kesalahan, namun
tidak menjadi kebiasaannya.
· Menyalahkan atau menuduh seseorang sebelum tahu persoalan yang sebenarnya,
lalu memberi hukuman terhadap orang tersebut.
· Menganggap diri selalu benar sedangkan orang lain selalu salah. Sikap-sikap seperti
itulah yang dikatakan oleh Yesus sebagai sikap menghakimi.

b. Perlakukan orang lain seperti kita mau diperlakukan (ayat 12)


Pada ayat 1-5, Yesus melarang kita untuk menghakimi dengan mencari-cari
kesalahan, menuduh, memberi cap pada orang lain karena kita tidak lebih baik
dari orang lain. Kita masih manusia yang masih bisa bersalah karena itu Yesus
menasihatkan supaya kita menghargai dan menjaga perasaan sesama kita. Kita
tentu mau diperlakukan dengan baik, maka kita harus lebih dahulu bersikap baik
dan memperlakukan orang lain dengan baik. Jika kita mau dihargai, kita harus
menghargai orang lain. Jika kita mau orang tersenyum kepada kita, tersenyumlah
lebih dulu. Jika kita tidak mau dibenci, janganlah membenci orang lain.

Yesus mengatakan bahwa ayat ini merupakan inti dari hukum Taurat. Jika kita
sudah melakukan dan mempraktekkannya maka kita sudah melakukan hukum
Taurat. Jadi marilah kita memperlakukan saudara-saudara kira sebagaimana kita
mau diperlakukan.

2. Sikap terhadap ”anjing” dan ”babi”

Sepintas mendengar ucapan ini kita bisa kaget karena terkesan sangat kasar,
padahal sebelumnya Yesus menganjurkan kita untuk bersikap baik terhadap orang
lain. Tentu ada alasan Yesus mengatakan hal demikian. Salah satu alasannya
adalah karena Yesus adalah pribadi yang jujur dan tidak suka kompromi. Jika ya,
dikatakan ’ya’, jika tidak dikatakan ’tidak’. Yesus bersikap baik terhadap orang
lain namun dalam kasus-kasus tertentu yang bersifat prinsipil dalam hubungannya
dengan kebenaran, Yesus bersikap tegas tanpa kompromi. Di beberapa bagian Injil
terdapat perkataan Yesus yang keras. Yesus dengan berani mengatakan Herodes
Antipas sebagai ’serigala’ karena kejahatannya (Lukas 13:32), Yesus menyebut ahli
Taurat dan orang Farisi ’kuburan yang dilabur putih’ dan ’keturunan ular beludak’
(Mat. 23:27,33) karena kemunafikan mereka.

Kita memang tidak boleh menghakimi, menuduh, mencari-cari kesalahan orang lain
tetapi jika ada terjadi kesalahan janganlah disembunyikan atau kompromi. Lalu
siapakah yang disebut Yesus sebagai ’anjing’ dan ’babi’? Kata ’anjing’ ini tidak
sama dalam Matius 15:26 (perempuan Kanaan). Anjing dalam Mat 15:26 adalah
sejenis anjing peliharaan yang disayangi tuannya, tetapi dalam teks ini, anjing
yang dimaksudkan adalah anjing liar yang jorok yang berkeliaran di jalan dan hidup
dengan makan sampah. Babi adalah binatang haram bagi orang Yahudi dan juga
binatang yang senang mengorek-ngorek tanah dengan mulutnya. Kedua binatang ini
menggambarkan orang yang menolak dan melecehkan Firman Tuhan, lalu menghina
dan mengejek Tuhan. Sedangkan mutiara menggambarkan berita Injil. Kedua kata
ini tidaklah ditujukan kepada seorang pencuri atau perampok atau penjahat
lainnya, namun ditujukan kepada seorang yang dengan sadar memandang remeh
Injil atau Firman Tuhan. Bisa jadi dia adalah seorang yang terhormat dalam
masyarakat, orang yang kaya, namun tidak mau menerima Firman, malah menolak
dan menghina Allah terang-terangan. Kepada orang seperti inilah Yesus melarang
kita untuk terus memberitakan Injil.

Jadi sikap kita terhadap orang seperti ini adalah jika kita sudah memberitakan Injil
namun ia terus menolak bahkan melecehkan Injil, maka jangan lagi beritakan Injil
kepadanya karena ia malah akan semakin merendahkan martabat Injil dan
menghina Allah.

3. Sikap terhadap Bapa di Surga (ay. 7-11)

Setelah mengajarkan sikap terhadap sesama, maka Yesus beralih kepada hubungan
dengan Bapa di surga. Dalam teks ini secara khusus menyorot hubungan dengan
Bapa dalam hal pengabulan doa. Frasa ini menunjukkan suatu kedekatan yang erat
antara anak dan Bapa dimana sebagai anak kita harus menjalin hubungan yang erat
dengan Bapa dalam doa supaya kita dimampukan melakukan perintah-Nya.

Ketika kita mengharapkan sesuatu dari Bapa, Yesus mengajarkan untuk


”mintalah..., carilah..., dan ketoklah....” maka Bapa pasti akan memberi yang
terbaik. Hal berdoa ini sangat sederhana tetapi mengandung unsur yang sangat
penting yang harus kita ketahui dan lakukan:
a. Pengetahuan. Bapa akan memberi sesuai dengan kehendak-Nya karena itu kita
harus tahu apa yang menjadi kehendak-Nya agar doa kita dikabulkan. Cara untuk
mengetahui adalah belajar dan merenungkan Firman-Nya serta bersekutu erat
dengan-Nya.
b. Iman. Jika kita sudah mengetahui kehendak Bapa maka unsur lain yang perlu ada
adalah iman. Kita harus mengimani dan sungguh-sungguh percaya maka pasti Dia
akan mengabulkan doa kita sesuai kehendak-Nya.
c. Keinginan. Kita tahu kehendak Bapa, kita mengimani bahwa Bapa pasti memberi,
dan memang itu sangat kita inginkan atau butuhkan, percayalah Bapa pasti akan
memberikannya.

Marilah kita memiliki sikap yang benar dalam berhubungan dengan sesama kita dan
teristimewa dalam hubungan kita dengan Bapa di
RAHASIA MENJADI BESAR

Markus 10:35-45. Teks ini dibuka dengan permintaan dua orang murid Yesus yaitu
Yakobus dan Yohanes. Kedua murid ini cukup unik dalam keseharian mereka.
Keduanya adalah orang yang bersemangat dan cukup meledak-ledak dalam emosi
sehingga terkadang bertindak menurut emosi mereka. Mungkin karena sifat inilah
yang membuat mereka dijuluki Boanerges (anak guruh). Keduanya meminta untuk
berada di sebelah kanan dan kiri Yesus dalam Kerajaan Surga. Atau dengan kata
lain keduanya ingin menjadi yang terkemuka atau yang terbesar di antara murid
yang lain. Besar dalam hal ini bukanlah besar secara fisik namun yang dimaksudkan
adalah besar dalam arti dihargai, disanjung, dihormati, dipuji, lebih dari orang
lain. Keinginan untuk menjadi besar adalah juga keinginan semua manusia, karena
hal ini merupakan salah satu sifat dasar manusia.

Sikap Yesus dalam meresponi pertanyaan kedua murid-Nya ini sangat bijak. Yesus
tidak menolak ataupun menerima begitu saja tetapi Yesus memberikan gambaran
bahwa untuk menjadi besar dan terkemuka tidak bisa diperoleh dengan mudah,
ada hal yang harus dilakukan untuk itu. Melalui jawaban Yesus kita bisa
mengetahui apa rahasia untuk menjadi seorang yang besar dan terkemuka. Ini
jugalah yang dilalui oleh Yesus sehingga Ia menjadi pribadi yang terkemuka.

1. Rela Berkorban (Bayar Harga) - ayat 45.


Jawaban yang Yesus berikan kepada Yakobus dan Yohanes adalah suatu hal yang
sedang dijalani oleh Yesus. Sebenarnya sebagaimana kita ketahui bahwa Yesus
adalah penguasa alam semesta dan Raja di atas segala raja yang terkemuka di
surga dan di bumi. Namun Ia rela berkorban masuk ke dunia ini mati untuk
menebus dosa manusia dan untuk menjadi teladan bagi manusia. Pengorbanan
Yesus bukanlah suatu hal yang mudah dalam perwujudan-Nya sebagai manusia yang
terbatas dalam banyak hal namun Ia mau melakukan semua itu. Dan seandainya
Yesus membatalkan pilihan-Nya untuk mati di kayu salib, tentulah itu adalah
musibah besar bagi manusia dan juga bahwa Yesus tidak akan dikenang sebagai
seorang yang besar dan terkemuka yang layak dipuja dan disembah. Namun karena
pengorban-Nya, Ia menjadi seorang tokoh yang paling besar dan terkenal di dunia
ini.

Yesus memberikan teladan bagi kita, bahwa untuk menjadi yang terkemuka ada
harga yang harus dibayar. Itu adalah hukum alam yang Tuhan telah tetapkan bagi
manusia. Jika seseorang ingin berhasil, punya kedudukan tinggi sehingga dihormati
dan dipuji banyak orang, maka ia haruslah tekun dalam bekerja dengan giat bukan
bermalas-malasan. Seorang yang malas tidak akan mungkin berhasil dan dihormati.

Yakobus dan Yohanes menyanggupi jawaban Yesus bahwa untuk menjadi besar
mereka harus minum cawan penderitaan. Hal itu terbukti dalam kehidupan
mereka. Yakobus menjadi target utama Herodes untuk dibunuh, sedangkan
Yohanes harus menderita dalam pembuangan di pulau Patmos. Hal ini
menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang terkemuka dan diakui
kebesaran mereka oleh orang-orang pada zamannya.

2. Menjadi Pelayan / Hamba - ayat 43,44


Menjadi pelayan atau hamba yang dimaksud adalah suatu tindakan yang dipilih
dengan bebas tanpa paksaan dan dengan penuh kesadaran. Hal ini telah dilakukan
oleh Yesus ketika Ia membasuh kaki murid-murid-Nya. Tindakan ini dilakukan
dengan kesadaran penuh tanpa ada paksaan. Yesus mengajarkan demikian dan Ia
pun melakukannya. Itu rahasia kedua dari Yesus untuk menjadi besar dan
terkemuka.
               
Menjadi hamba untuk memperoleh kedudukan terkemuka sangat berbeda dengan
pandangan dunia, dimana dunia mengatakan yang besar adalah bos dan pelayan
yang terkecil. Namun Yesus menegaskan bahwa untuk menjadi yang terbesar, kita
harus mau dan rela menjadi pelayan dari semua. Seorang pelayan/hamba adalah
seorang yang aktifitasnya tidak terpusat pada diri sendiri melainkan pada orang
lain. Makna dari kata-kata Yesus ini sebenarnya mengarah ke sikap hati kita.
Apapun pekerjaan kita baik itu atasan maupun bawahan, baik bos ataupun
pelayan, semua bergantung pada sikap hati kita, kerendahan hati kita. Itu
sebabnya Yesus memberi contoh dalam Matius 18:1-5, bahwa seorang yang besar
harus menjadi seperti anak kecil yang hatinya penuh dengan kepolosan, ketulusan
tanpa kepura-puraan dan kebohongan, hati yang mau berkorban bagi orang lain.
               
Orang yang besar selalu mengutamakan kepentingan orang banyak. Seorang yang
besar tidak mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Itulah yang dilakukan oleh
Yesus selama berada di dunia ini. Ukuran kebesaran seseorang bukanlah kedudukan
tinggi, bukan kekayaan tetapi ukurannya lebih kepada seberapa besar orang itu
mau berkorban dan melayani orang lain.

               
DICARI: Orang yang Sungguh-sungguh Mengasihi Yesus (Yohanes 21:15-25)

Ada banyak lowongan pekerjaan yang tersedia dalam perusahaan Allah. Jika
perusahaan di dunia membutuhkan pekerja dengan sederet daftar kriteria, Allah
hanya mencari orang-orang dengan satu kriteria, yaitu “Sungguh-sungguh
mengasihi Yesus.”  Dalam teks ini, Yesus bertanya kepada Petrus sebayak 3 kali
untuk mengecek kesungguhan hatinya dalam mengasihi Yesus. Pertanyaan ini
sebenarnya bukan saja ditujukan kepada Petrus tetapi kepada semua murid yang
lain dan kita semua, orang-orang yang telah dikasihi-Nya.

Yesus menghendaki kasih kita kepada-Nya adalah kasih yang penuh, kasih yang
utuh dan tidak terbagi. Kasih yang bagaimanakah itu?

1. Kasih yang Mengandung Tanggung Jawab (ay. 15-17)

Setelah Petrus menyatakan bahwa ia mengasihi Yesus, kemudian Yesus berkata,


“Gembalakanlah domba-domba-Ku!” Kasih yang abstrak harus diwujudkan dengan
sikap yang bertanggung jawab dalam menunaikan tugas pelayanan. Tuhan
mempercayakan pekerjaan-pekerjaan khusus kepada orang-orang yang mengasihi
Dia. Masing-masing dengan tugasnya sendiri-sendiri.

Ketika Petrus bertanya kepada Yesus tentang Yohanes pada ayat 20-22, Yesus
menjawab, tidak usah menghiraukan tugas yang diberikan kepada orang lain. Yang
harus dilakukan Petrus adalah melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.
Dan Petrus telah membuktikannya sejak dia dipulihkan Tuhan sampai akhir
hayatnya. Dia menjadi martir karena melakukan tugasnya.

Apakah kita dapat membuktikan bahwa kita adalah orang-orang yang bertanggung
jawab dalam menunaikan tugas pelayanan yang dipercayakan kepada kita? Jikalau
kita sungguh-sungguh mengasihi Dia, kita dapat melakukannya dengan penuh
tanggung jawab.

2. Kasih yang Mengandung Pengorbanan (ay.18-19)

Yesus sedang berkata tentang konsekwensi yang akan diterima Petrus sebagai
akibat dari tindakan mengasihi Tuhannya dengan sungguh-sungguh, yaitu salib atau
penderitaan. Memang kasih belum menjadi kasih yang sesungguhnya sampai ada
korban yang diberikan sebagai bukti kasih itu sendiri. Jika kita mengatakan kita
mengasihi seseorang, sudah pasti kita akan berkorban untuk orang tersebut.

Sebagaimana perkataan Tuhan Yesus, begitu jugalah akhir hidup Petrus. Ia telah
membuktikan kata-katanya sendiri kepada Tuhannya, “Benar Tuhan, Engkau tahu
bahwa aku mengasihi Engkau.”  Sebelum hidupnya berakhir, ia telah menasihati
dan mendorong orang-orang percaya yang digembalakannya agar bertahan dan
setia dalam penderitaan yang mereka alami karena Kristus. Ia mendorong kita
semua untuk mengikuti teladan Kristus yang telah membuktikan kasih-Nya kepada
manusia dengan memikul salib, menanggung hukuman dosa yang seharusnya
ditanggung oleh kita sendiri, orang-orang yang berdosa.
Pertanyaan bagi kita adalah apakah buktinya kita mengasihi Dia dengan sungguh-
sungguh? Petrus dan rekan-rekannya, orang-orang di China dan di tempat-tempat
lain telah membuktikan kasih mereka, mengorbankan hidup mereka karena Kristus,
bagaimana dengan kita? Yesus mencari orang yang mengasihi Dia dengan sungguh-
sungguh.

“Kita dapat melayani Dia tanpa mengasihi Dia,


tetapi kita tidak dapat mengasihi Dia
tanpa melayani Dia
PELUANG
Peluang merupakan suatu keadaan di mana seseorang bisa melakukan sesuatu atau sesuatu
bisa terjadi. Peluang sama dengan kesempatan yang merupakan suatu waktu yang sangat
berharga. Itu sebabnya kita harus jeli melihat setiap peluang dalam kehidupan kita secara
pribadi. Kita harus cepat tanggap, ketika kita melihat ada peluang untuk melakukan
sesuatu yang baik, cepat ambil peluang itu sekecil apapun itu. Jika kita melewatkan
peluang sekalipun kecil kita akan mengalami kerugian karena kesempatan tidak pernah
terulang dua kali pada waktu, tempat dan situasi yang sama.

Orang-orang Yunani kuno sangat menghargai kesempatan atau peluang itu sehingga
mereka tidak pernah melewatkan setiap peluang yang ada sekecil apapun itu. Bagi
mereka, peluang yang baik tidak sering datang sehingga ketika mereka melihat satu
peluang mereka akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengambil peluang itu. Orang
Yunani kuno sangat mendewakan peluang sehingga mereka menggambarkan dewa peluang
seperti seorang tua yang pendek, gemuk, kepala gundul dengan sedikit rambut di ubun-
ubun kepalanya dan badannya licin. Untuk menangkap dewa peluang tidak mudah karena
dia berlari sangat cepat dan badannya yang licin menyulitkan orang untuk menangkapnya.
Itu sebabnya orang yang ingin menangkap dewa itu harus selalu bersiaga di tempat-tempat
di mana dewa itu akan melintas dan kemudian menangkapnya dengan cepat dengan cara
memegang rambut di ubun-ubunnya. Penggambaran ini merujuk kepada pemahaman
bahwa kesempatan itu bisa cepat datang namun juga cepat menghilang jika kita tidak
segera menangkapnya. Karena itu kita harus selalu bersiap untuk mengambil setiap
kesempatan yang ada.

Ada beberapa hal tentang peluang yang akan kita pelajari bersama sebagai umat Tuhan:

1. Semakin kecil peluang, semakin besar kuasa Tuhan yang akan dinyatakan (1
Samuel 17:12-39, Hakim 7).
Alkitab memberikan banyak contoh mengenai suatu situasi di mana kelihatannya
para tokoh Alkitab hanya mempunyai peluang kecil untuk melakukan sesuatu yang
baik bahkan kelihatan tidak mungkin bisa melakukan apa-apa. Contoh yang paling
familiar buat kita adalah Daud. Sebagai seorang anak yang masih muda dengan
pekerjaan sebagai gembala domba dan bukan sebagai prajurit, sangatlah tidak
masuk di akal untuk bisa menjadi raja Israel (1 Samuel 16:1-13). Contoh lain dari
Daud adalah ketika dia harus melawan Goliat (1 Samuel 17:12-39). Semua orang
yang ada di medan pertempuran memandang kecil Daud karena fisiknya dan
pekerjaannya. Bagi mereka tidak ada peluang sama sekali bagi Daud untuk bisa
mengalahkan Goliat. Namun ketika Daud mendatangi Goliat dengan nama Tuhan,
maka Tuhan menunjukkan kuasa-Nya sehingga Daud mampu mengalahkan Goliat.

Contoh lain adalah Gideon (Hakim 7). Ketika orang Israel harus menghadapi orang
Midian, Tuhan melakukan sesuatu yang luar biasa. Awalnya Gideon membawa
pasukan sebanyak 32.000 orang namun Tuhan menyuruh untuk menseleksi sehingga
tinggal 300 prajurit untuk menghadapi pasukan orang Midian yang puluhan ribu
banyaknya. Menurut strategi peperangan orang Israel mempunyai peluang yang
sangat kecil untuk bisa menang bahkan mungkin tidak ada peluang sama sekali.
Tetapi dalam keadaan itu Tuhan menyatakan kuasa-Nya dengan sangat luar biasa
dan bangsa Israel menang atas bangsa Midian.
Terkadang kita melihat peluang yang ada sangat kecil sehingga kita tidak mau
mengambil peluang itu. Atau mungkin peluang itu sebenarnya besar namun kita
tidak berani untuk mengambilnya karena kita melihat diri kita kecil dan tidak
mampu. Kita lupa bahwa ada satu Pribadi yang sanggup menolong kita. Semakin
kita merasa lemah dan tidak mempunyai kemampuan seharusnya kita semakin
bergantung kepada Tuhan sehingga kuasa Tuhan dinyatakan dengan luar biasa. Jika
kita merasa lemah jangan kuatir, karena justru dalam kelemahan kita kuasa Tuhan
akan dinyatakan dengan sempurna (2 Kor 12:9).

Karena itu ketika ada peluang untuk melayani Tuhan dengan talenta yang kita
miliki, ambil itu dan jangan tolak. Kesempatan tidak datang dua kali. Jangan
simpan talenta kita dan tidak menghasilkan apa-apa. Percayalah, Tuhan akan
memberi kekuatan dan kemampuan bagi kita yang mau melayani. Dan jika ada di
antara kita yang masih sering menolak ketika diberi kesempatan untuk
melayani Tuhan, bertobatlah sekarang!! Jangan sampai kita tidak mendapat
kesempatan lagi untuk melayani Tuhan. Itu kerugian besar buat kita.

2. Setiap peluang selalu ada resiko (1 Samuel 19:9-10,2 Raja 7:4).


Daud yang masih muda dipilih oleh Tuhan  menjadi raja. Daud tidak menolak
kesempatan yang diberikan kepadanya. Namun mengembil peluang menjadi raja
bagi Daud tidaklah mulus jalannya. Dia harus menghadapi Saul yang menjadi iri
kepadanya. Daud dikejar-kejar oleh Saul yang ingin membunuhnya (1 Samuel 19:9-
10). Daud tahu bahwa peluang yang diambilnya mempunyai resiko kehilangan
nyawa tetapi dia tetap melakukannya dengan pertolongan dari Tuhan.

Contoh lain adalah ke 4 orang kusta di dalam 2 Raja 7:4. Mereka memasuki kota
musuh yang datang memerangi Israel. Mereka tahu bahwa ada peluang di kota itu
untuk kelangsungan hidup mereka namun resikonya adalah kehilangan nyawa. Ke 4
orang kusta tersebut berani mengambil resiko itu dan hasil yang mereka dapatkan
luar biasa. Tidak hanya kehidupan mereka saja yang diselamatkan tetapi seluruh
bangsa Israel yang saat itu sedang dalam kelaparan.

Kita pun sering diperhadapkan dengan hal yang demikian. Ketika kita melhat ada
peluang bagi kita, terlihat juga bahwa ada resiko yang menyertainya. Namun kita
jangan terpengaruh dengan hal itu. Tetap maju meraih peluang itu dan percaya
bahwa Tuhan senantiasa akan menyertai kita (Yeremia 29:11-14).

3. Pendelegasian peluang / membuka peluang bagi orang lain


Peluang dalam kehidupan manusia tidak sama satu dengan yang lain. Terkadang
seseorang sepertinya mempunyai peluang lebih banyak dan lebih besar dari orang
lain, namun janganlah kita menjadi serakah dengan peluang-peluang yang datang
kepada kita. Mari kita membuka peluang bagi orang lain. Satu contoh nyata dalam
Kisah 9:19b-30. Ketika Saulus  sudah bertobat, banyak yang tidak percaya
kepadanya, tetapi satu seorang murid yaitu Barnabas memberi kesempatan
kepadanya sehingga ia dapat diterima kembali dalam lingkup orang-orang percaya.

Saudara, janganlah kita menyia-nyiakan satupun peluang dalam hidup kita,


sekalipun kecil. Terlebih peluang yang diberikan kepada kita untuk melayani Tuhan
karena Tuhan akan memakai peluang itu untuk menyatakan kuasa-Nya dengan luar
biasa. Pakai peluang itu untuk mengembangkan talenta yang Tuhan telah
percayakan kepada kita. Satu peluang kecil akan membawa kita kepada peluang
yang lebih besar.

Kita juga harus menyadari bahwa setiap peluang ada resiko karena itu kita harus
terus bergantung kepada Tuhan. Dan jadilah orang orang yang mau membuka
peluang bagi sesama:
APAKAH KEBAHAGIAAN ADALAH MUNGKIN ?

Kebahagian adalah suatu keadaan dimana seseorang merasa tentram dan terbebas
dari hal-hal yang menyusahkan. Semua orang pasti menginginkan kebahagiaan. Itu
sebabnya orang-orang melakukan berbagai macam cara untuk memperoleh
kebahagiaan itu. Ada yang menganggap bahwa kedudukan dapat memberinya
kebahagiaan sehingga dia berusaha untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi.
Ada yang mencoba mencari kebahagiaan dengan menumpuk harta benda. Ada yang
menganggap kebahagiaan adalah ketika dia dipuja-puja banyak orang. Namun pada
kenyataannya, hal-hal seperti itu tidaklah membawa kebahagiaan. Ada yang kaya
tetapi selalu khawatir memikirkan hartanya, ada yang berkedudukan tinggi tetapi
mempunyai banyak masalah, ada yang terkenal tetapi tidak mempunyai kebebasan
pribadi karena selalu menjadi sorotan publik.

Dengan melihat kenyataan seperti itu, maka muncullah pertanyaan dalam benak
kita, “Mungkinkah kebahagiaan itu bisa kita miliki?” Jawabannya adalah bisa,
namun kita harus tahu bagaimana caranya untuk memperoleh kebahagiaan itu?
Untuk memperoleh kebahagiaan, ada beberapa hal yang diperlukan :

1. Penyebab untuk Hidup (Filipi 1:21)


Surat Filipi adalah sebuah surat yang dikatakan surat kiriman penjara karena ditulis saat
Paulus berada dalam penjara. Dalam pelayanannya, Paulus banyak mengalami kesulitan,
dia dipenjara, dihina, didera, disiksa dan banyak lagi penderitaan yang dialaminya. Namun
di tengah kesulitan yang dialaminya itu, Paulus tidak kehilangan sukacita dan
kebahagiaan. Kata ”sukacita” yang banyak tertulis dalam kitab ini memperlihatkan
bahwa Paulus selalu dalam keadaan berbahagia di tengah penderitaan yang
dialaminya. Dalam penderitaan yang dialaminya, Paulus mengatakan ”Karena
bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Paulus memperoleh
kebahagiaan karena dia tahu apa penyebab dia hidup, yaitu YESUS.

2. Teladan untuk Diikuti (Filipi 2:5)


Paulus mengatakan bahwa hidupnya untuk Kristus. Itu berarti bahwa Paulus menjadikan
Yesus sebagai teladan dalam hidupnya sehingga ia mengikuti Yesus dengan segenap
hatinya. Bagi Paulus tidak ada teladan lain selain Yesus yang sanggup memberikan
kebahagiaan kepadanya.

Di dunia ini ada banyak orang dan nabi yang menjadi pemimpin dan diteladani banyak
orang yang diharapkan dapat memberikan kebahagiaan. Namun hanya YESUS saja yang
sanggup memenuhi semua itu . Yesus mengatakan, ”Akulah jalan dan kebenaran dan
hidup. Tidak seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh.
14:6). Yesus tidak hanya menunjukkan jalan saja tetapi Dia-lah jalan itu. YESUS
tidak berusaha untuk menjadi sama dengan Allah karena Dia sendiri adalah Allah
(Yoh 17:21-22). YESUS mengatakan bahwa siapapun yang percaya kepada-Nya akan
memperoleh hidup kekal di surga (Yoh. 3:16). Pemimpin yang diteladani di dunia
ini tidak menjanjikan dengan pasti suatu kebahagiaan, hanya YESUS saja yang
sanggup memberikan kebahagiaan itu. Contohi dan ikutilah DIA.

3. Tujuan untuk Hidup (Filipi 3:12-14)


Seseorang dapat memperoleh kebahgiaan jika ia tahu apa tujuannya hidup di dunia ini.
Paulus memperoleh kebahagiaan karena ia tahu tujuan hidupnya. Paulus tahu bahwa dia
hidup untuk memperoleh hadiah surgawi yaitu keselamatan dalam Yesus Kristus. Dan dia
yakin bahwa Yesus telah menyediakan mahkota kehidupan di surga untuknya (2 Tim 4:8).
Karena keyakinannya itu, Paulus menganggap pencobaan-pencobaan yang dialaminya
sebagai suatu kebahagiaan (Yak. 1:2).

4. Sumber untuk Memenuhi Semua Kebutuhan (Filipi 4:19)


Banyak orang selalu berusaha mencari uang dan harta untuk memenuhi segala kebutuhan
mereka. Mereka menganggap banyak berkat jasmani akan memberi kebahagiaan. Namun
mereka sering kali melupakan siapa sumber berkat itu. Untuk memperoleh kebahagiaan
kita perlu tahu dan memiliki sumber yang akan memenuhi segala kebutuhan kita. Sumber
itu adalah YESUS.

Semua orang menginginkan kebahagiaan namun tidak semua bahkan hanya sedikit yang
memperolehnya. Karena itu, jika ingin memperoleh kebahagiaan, kita harus tahu
penyebab kita hidup. Kita harus mempunyai seseorang sebagai contoh. Kita harus tahu
tujuan hidup kita. Kita harus memiliki sumber yang akan memenuhi segala kebutuhan kita.
Dan semuanya itu hanya didapatkan
Kami Saksi Iman (Ibrani 11)
Iman Kristen sangat sederhana dan praktis dibanding dengan agama-agama lain.
Setiap agama punya tata cara tertentu untuk menyembah allahnya. Kekristenan
tidak punya cara tertentu yang ditetapkan untuk menyembah Tuhan.  Dalam
kekeristenan setiap orang dapat menjadi besar secara rohani. Sebab Iman Kristen
dibangun di atas hubungan pribadi dengan Pribadi Agung yaitu; Tuhan Yesus
Kristus. Hubungan pribadi tidak mengenal senioritas. Hidup rohani terbuka bagi
pria dan wanita tanpa dibatasi oleh umur seseorang. Banyak tokoh-tokoh iman
dalam Alkitab adalah anak-anak muda yang berumur belasan tahun alias masih
remaja. Yusuf, Daud, Sadrak, Mesak, Abednego dan Daniel adalah beberapa dari
deretan panjang dari nama-nama anak muda remaja yang merupakan saksi iman
yang luar biasa. Iman adalah respons kita pada pribadi Kristus dan Firman-Nya.
Kesederhanaan iman inilah yang ditampilkan kepada kita oleh penulis Ibrani.
Penulis Ibrani tidak memperkenalkan orang-orang yang sempurna dengan prestasi
yang luar biasa. Yang ditulisnya adalah orang-orang biasa yang telah percaya
kepada Tuhan dan menanggapi Firman-Nya dengan positif, menaatinya tanpa
syarat. Nama-nama yang disebutkan di sini, beberapa di antaranya bukanlah orang-
orang yang hebat. Perhatikanlah, yang ditekankan dalam kepahlawanan iman
mereka bukan perbuatan-perbuatan mereka yang besar melainkan hubungan dan
respons mereka kepada Firman Tuhan tanpa menghitung harga pengorbanannya.

Iman dan ketaatan kepada Tuhan yang membuat Allah tertarik dan senang. Inilah
yang menjadi dasar penilaian Allah terhadap manusia. (Nampaknya, bila kita tiba
di surga kita akan terkejut melihat bahwa banyak orang yang kita salut dan
menganggap besar di dunia ternyata di surga mereka orang kecil). Iman adalah
dasar hidup rohani (ay. 1,2,6), tuntutan utama untuk menghampiri Allah dan
menerima perkenan-Nya. Kisah penciptaan harus diterima dengan iman. Hal-hal
sederhana jika dilakukan atas dasar iman, sesuai dengan Firman Tuhan, itu besar
bagi Tuhan. Itulah yang disampaikan kepada kita melalui saksi-saksi iman. Jika kita
membaca dan memperhatikan dengan seksama, hidup dari saksi-saksi iman,
mereka semua memiliki kesamaan dalam kehidupan.

1.       Hal-hal utama yang mereka kejar dalam hidupnya adalah perkara-perkara
yang kekal, bukan hal-hal materi.
Banyak di antara mereka adalah orang yang secara materi kaya namun fokus hidup
mereka bukan pada kekayaaan dan kesenangan dunia ini. Mereka melihat kekayaan
sebagai karunia Tuhan untuk melayani dan memberkati orang lain. Mereka semua
rendah hati, setia dan taat pada Tuhan. Mereka semua bersaksi bahwa mereka
adalah orang asing di dunia ini dan merindukan tanah air yang kekal (ay13,14).

2.       Mereka semua bersaksi bahwa surga adalah rumah mereka.


Sebuah kota yang dibangun oleh Allah (ay.10,16). Rumah di bumi ini hanya
sementara. Kita dapat membangunnya dengan megah tetapi tidak akan
memilikinya untuk selamanya. Sebaliknya, anda mungkin tidak punya rumah yang
tetap dan baik di bumi ini, tetapi bersukacitalah, sebab anda punya rumah kekal di
surga, haleluyah! Kerinduan ini membuat mereka tetap bersemangat dan tidak
berkecil hati sekalipun dihadapkan kepada berbagai kesulitan dan kekurangan.
3.    Mereka semua percaya kepada Allah dan pelaku Firman-Nya tanpa syarat.
Mereka begitu menghormati Tuhan dan Firman-Nya. Mereka berani melakukan
Firman Tuhan tanpa bertanya-tanya. Mereka hidup dekat dengan Tuhan. Doa,
pujian,dan penyembahan kepada Allah adalah gaya hidup mereka. Mereka semua
dikenal sebagai orang yang bergaul karib dengan Tuhan. Tidak ada yang dapat
menggoyahkan iman mereka.

4.   Mereka semua adalah orang yang pantang menyerah, ulet dan biasa dalam
kesulitan dan bersedia mati karena Tuhan.
Sekalipun mereka tidak menerima apa yang dijanjikan, banyak doa dan kerinduan
mereka tidak terpenuhi mereka tetap setia sebab mereka tahu bahwa pada
akhirnya mereka menerima dan memiliki sesuatu yang “lebih baik” (ay. 35b-40).
PENGAMPUNAN (Matius 18 : 21-35)

Injil Matius pasal 18 berisi hukum-hukum praktis tentang hidup jemaat. Bagaimana
seharusnya jemaat bersikap dan memperlakukan sesama seiman. Roh Kudus
menuntun Matius untuk mengumpulkan ucapan–ucapan (pengajaran) Yesus di
berbagai tempat dan kesempatan lalu menyusunnya menjadi satu rangkaian
pengajaran yang berfokus pada kehidupan jemaat yang dikehendaki Tuhan. Jika
kita memperhatikan setting dari pengajaran yang disusun Matius di sini, alur
pemikirannya adalah berhubungan dengan pengampunan. Inti atau konsep
kebenaran dari Yesus yang terdapat disini adalah :

1. Kebesaran sesorang dalam Kerajaan Allah berbeda dengan kebesaran dalam


dunia ini (ayat. 1-5).
Orang besar bagi Allah ditentukan oleh sikap hati seseorang,  yakni
kerendahan hati dan ketergantungannya pada Tuhan.
Untuk membuat kebenaran ini hidup dan dipahami dengan mudah oleh pendengar-
Nya, Yesus mengambil contoh seorang anak kecil (Yun, paidion, seorang anak di
bawah umur 8 tahun). Perlu diketahui, bahwa issue “terbesar” dalam masyarakat
Yahudi sangat penting. Mereka ketat dengan ukuran strata sosial. Mereka
membedakan pandai dan bodoh, kaya dan miskin, tuan dan budak. Dalam acara-
acara Yahudi tempat duduk diatur berdasarkan posisi yang terbesar. Itulah
sebabnya Yesus berkata, kalau engkau diundang ke pesta jangan duduk di depan
nanti datang orang yang lebih dari anda, akhirnya anda diminta duduk di belakang.
Karena issue “terbesar”, berpengaruh bagi orang Yahudi, murid-murid Yesuspun
berdebat “siapa yang terbesar di antara mereka” (Mark 9:34).

2. Penyesatan (Yun, skandalon) atau kesalahan pasti ada, tidak dapat dihindari
(ayat 6-11).
Tapi kita semua diminta agar tidak menjadi penyebab dari orang berbuat salah.
Kita dinasehati agar jangan mendatangkan kesalahan, kesesatan  “menganggap
rendah seorang dari anak kecil.” Kata “anak kecil’ di ayat 6, 10, 14, (Yunani =
“mikroi”) berarti orang kecil, orang dewasa yang dianggap kecil karena miskin,
bodoh. NIV menterjemahkan “little ones”. Tuhan Yesus mengatakan, orang kecil
itu punya malaekat penjaga yang selalu menghadap Tuhan. Biasanya hanya orang
penting saja (punya jabatan khusus) yang punya akses menghadap raja. Mungkin
saja malaikat penjaga orang kecil adalah malikat yang punya kedudukan penting
dalam surga. Jadi hati-hati, jangan menghina orang kecil.

3. Hati Bapa adalah hati yang merangkul, mencari dan menyelamatkan yang
terhilang, tersesat atau salah jalan (ayat. 12-14).
Bapa di surga tidak menghendaki satu jiwa terhilang, sekalipun dia seorang yamg
kecil menurut anggapan dunia. Tugas kita adalah tugas penyelamatan siapapun dan
bagaimanapun buruknya seseorang, kita harus punya hati Bapa Surgawi. Setiap
jiwa sama nilainya bagi Tuhan, baginya Kristus telah mati. Jangan berbuat dosa
mengabaikan pelayanan kepada orang kecil atau arogan secara rohani. Tuhan
memanggil kita bukan untuk mengkritisi, menilai, menghakimi, mempersalahkan
orang yang bersalah melainkan menyelamatkannya. Tuhan mengajar kita agar yang
lebih mulia mau memberi dan membagi kemuliaan pada yang kurang mulia. 1 Kor
12 : 21-26. baca.

4. Yesus mengajar kita bersikap persuasif dan konstruktif terhadap orang yang
bersalah (ayat 14-20).
Bagaimanapun pendekatan itu, bergantung kepada sikap hati anda (ay. 3-5 ). 
Karena anda punya otoritas “mengikat” dan “melepaskan”. Menarik untuk
memperhatikan kata “pengampunan, mengampuni” dalam Alkitab berasal dari kata
Yunani, “Aphiemi” (Ingg. Forgiveness),  berarti melepas (tali) ikatan, membiarkan
pergi, membiarkan pergi bebas. Jadi sekalipun ada pendekatan formal 1,2,3 namun
pendekatan formal tersebut bukanlah batasan. Perhatikan kata Yesus: jika ia tidak
mau mendengarkan, “pandanglah dia sebagai orang yang tidak mengenal Allah
atau pemungut cukai,” alias belum bertobat. Jadi tugas kita melayani dan
membuat ia bertobat bukan membuang atau menyisihkannya.

Pertanyaan Petrus dan jawaban Yesus yang disertai dengan perumpaan,


memperjelas dan memberikan penegasan tentang keberanan-kebenaran yang
diajarkan di atas, yakni, prinsip pengampunan tanpa batas.  Pengampunan tidak
diukur dari besar, luas, dalam, lebar dan beratnya kesalahan seseorang.
Pengampunan melampaui segala-galanya. Petrus mengajukan pertanyaan pada
Yesus, mungkin Petrus terpikir dengan pernyataan Yesus dalam Luk 17:4 dan ia
ingin mendapat penegasan kembali. Tetapi  jawaban Yesus diluar dugaan : 70 x 7 =
490. Wow, mungkinkah ada orang yang berbuat salah sebanyak ini dalam sehari
(kalau konteksnya Luk 17:4) ? Untuk meredahkan ketegangan Petrus, Yesus
menceritakan sebuah kisah tentang seorang Raja dengan hambanya yang berhutang
10 ribu talenta. Satu talenta sama dengan 6000 dinar. Satu dinar adalah upah
sehari waktu itu. Kalau sekarang upah pekerja Rp 25.000 / hari maka 1 talenta
sama dengan  Rp. 150 juta. 10.000 X 150.000.000 = Rp ………. hitung
sendiri ..........

Perumpamaan Yesus memberikan pesan penting tentang pengampunan dan


mengampuni. Kita mempunyai Raja yang punya belas kasihan yang besar. Betapun
besarnya kesalahan kita, kalau kita datang dan mengaku pada-Nya pasti kita
menerima pengampuanNya. Seperti hamba yang berhutang 10.000 talenta. Namun
ada kisah sedih dalam perumpaan ini. Orang yang berhutang besar setelah
mendapat pengampunan bertemu dengan “hamba lain” yang berhutang kepadanya
hanya 100 dinar namun justru ditangkap dan dipenjarakannya tanpa belas kasihan.
Raja mengetahuinya dan menganggap ini kejahatan besar ….. Perhatikan apa kata
Raja: “Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau
memohonkannya kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu
seperti aku telah mengasihani engkau?”  Yesus adalah Raja dalam perumpamaan
ini. Seluruh hidup Yesus menyatakan belas kasihan kepada orang berdosa. Dia
datang mengumumkan kemurahan hati Bapa yang mengampuni dosa dan kesalahan
manusia. “Maz. 103:12: “sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari
pada kita pelanggaran kita.” Yesus datang memberikan pengampunan bagi yang
berdosa.
Orang membawa kepada-Nya perempuan yang berdosa minta supaya dilontar
dengan batu. Yesus menjawab, siapa di antara kalian yang tidak  berbuat dosa
silahkan melempari wanita ini. Tak seorangpun yang berani sebab semua berbuat
dosa. Yesus pun mengampuni wanita ini. Tujuan Yesus datang di dunia ini mencari
dan menyelamatkan yang sesat bukan untuk menghukum. Dia datang mengadakan
pendamaian atas dosa-dosa manusia, Dia menyerahkan diri-Nya serta mencurahkan
darah-Nya untuk menebus, menanggung dosa manusia. Dan setelah bangkit dari
antara orang mati, Dia mempercayakan tugas penting bagi murid-murid-Nya untuk
memberitakan kabar pengampunan di dalam nama-Nya (Luk 24:47). Yesus
menegaskan, untuk menjadi murid-Nya kita harus memiliki hati Bapa, hati Kristus.
Bersedia mengampuni setiap orang (Mat. 18:25). Kita diselamatkan dan diutus
bukan untuk mempersalahkan yang salah, menghukum, membuang, menyisihkan
yang bersalah tetapi mencari, menyelamatkan dan memberikan pengampunan bagi
mereka. Jadikan pengampunan dan mengampuni sebagai misi anda! Itu adalah
amanat Kristus. Milikilah hati Kristus, hati yang mengampuni: "Ya Bapa, ampunilah
mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." Demikian doa Yesus
di salib. Yesus mengajar murid-muridNya berdoa “...ampunilah kami akan
kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah pada kami...”
(Mat. 6:12; baca Markus 11 :25,26). Akhirnya, Yakobus 5 :19,20 berkata :
“Saudara-saudaraku, jika ada di antara kamu yang menyimpang dari kebenaran
dan ada seorang yang membuat dia berbalik, ketahuilah, bahwa barangsiapa
membuat orang berdosa berbalik dari jalannya yang sesat, ia akan menyelamatkan
jiwa orang itu dari maut dan menutupi banyak dosa”.
RAHASIA MENJADI BESAR
Markus 10:35-45. Teks ini dibuka dengan permintaan dua orang murid Yesus yaitu
Yakobus dan Yohanes. Kedua murid ini cukup unik dalam keseharian mereka.
Keduanya adalah orang yang bersemangat dan cukup meledak-ledak dalam emosi
sehingga terkadang bertindak menurut emosi mereka. Mungkin karena sifat inilah
yang membuat mereka dijuluki Boanerges (anak guruh). Keduanya meminta untuk
berada di sebelah kanan dan kiri Yesus dalam Kerajaan Surga. Atau dengan kata
lain keduanya ingin menjadi yang terkemuka atau yang terbesar di antara murid
yang lain. Besar dalam hal ini bukanlah besar secara fisik namun yang dimaksudkan
adalah besar dalam arti dihargai, disanjung, dihormati, dipuji, lebih dari orang
lain. Keinginan untuk menjadi besar adalah juga keinginan semua manusia, karena
hal ini merupakan salah satu sifat dasar manusia.

Sikap Yesus dalam meresponi pertanyaan kedua murid-Nya ini sangat bijak. Yesus
tidak menolak ataupun menerima begitu saja tetapi Yesus memberikan gambaran
bahwa untuk menjadi besar dan terkemuka tidak bisa diperoleh dengan mudah,
ada hal yang harus dilakukan untuk itu. Melalui jawaban Yesus kita bisa
mengetahui apa rahasia untuk menjadi seorang yang besar dan terkemuka. Ini
jugalah yang dilalui oleh Yesus sehingga Ia menjadi pribadi yang terkemuka.

1. Rela Berkorban (Bayar Harga) - ayat 45.


Jawaban yang Yesus berikan kepada Yakobus dan Yohanes adalah suatu hal yang
sedang dijalani oleh Yesus. Sebenarnya sebagaimana kita ketahui bahwa Yesus
adalah penguasa alam semesta dan Raja di atas segala raja yang terkemuka di
surga dan di bumi. Namun Ia rela berkorban masuk ke dunia ini mati untuk
menebus dosa manusia dan untuk menjadi teladan bagi manusia. Pengorbanan
Yesus bukanlah suatu hal yang mudah dalam perwujudan-Nya sebagai manusia yang
terbatas dalam banyak hal namun Ia mau melakukan semua itu. Dan seandainya
Yesus membatalkan pilihan-Nya untuk mati di kayu salib, tentulah itu adalah
musibah besar bagi manusia dan juga bahwa Yesus tidak akan dikenang sebagai
seorang yang besar dan terkemuka yang layak dipuja dan disembah. Namun karena
pengorban-Nya, Ia menjadi seorang tokoh yang paling besar dan terkenal di dunia
ini.

Yesus memberikan teladan bagi kita, bahwa untuk menjadi yang terkemuka ada
harga yang harus dibayar. Itu adalah hukum alam yang Tuhan telah tetapkan bagi
manusia. Jika seseorang ingin berhasil, punya kedudukan tinggi sehingga dihormati
dan dipuji banyak orang, maka ia haruslah tekun dalam bekerja dengan giat bukan
bermalas-malasan. Seorang yang malas tidak akan mungkin berhasil dan dihormati.

Yakobus dan Yohanes menyanggupi jawaban Yesus bahwa untuk menjadi besar
mereka harus minum cawan penderitaan. Hal itu terbukti dalam kehidupan
mereka. Yakobus menjadi target utama Herodes untuk dibunuh, sedangkan
Yohanes harus menderita dalam pembuangan di pulau Patmos. Hal ini
menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang terkemuka dan diakui
kebesaran mereka oleh orang-orang pada zamannya.

2. Menjadi Pelayan / Hamba - ayat 43,44


Menjadi pelayan atau hamba yang dimaksud adalah suatu tindakan yang dipilih
dengan bebas tanpa paksaan dan dengan penuh kesadaran. Hal ini telah dilakukan
oleh Yesus ketika Ia membasuh kaki murid-murid-Nya. Tindakan ini dilakukan
dengan kesadaran penuh tanpa ada paksaan. Yesus mengajarkan demikian dan Ia
pun melakukannya. Itu rahasia kedua dari Yesus untuk menjadi besar dan
terkemuka.
               
Menjadi hamba untuk memperoleh kedudukan terkemuka sangat berbeda dengan
pandangan dunia, dimana dunia mengatakan yang besar adalah bos dan pelayan
yang terkecil. Namun Yesus menegaskan bahwa untuk menjadi yang terbesar, kita
harus mau dan rela menjadi pelayan dari semua. Seorang pelayan/hamba adalah
seorang yang aktifitasnya tidak terpusat pada diri sendiri melainkan pada orang
lain. Makna dari kata-kata Yesus ini sebenarnya mengarah ke sikap hati kita.
Apapun pekerjaan kita baik itu atasan maupun bawahan, baik bos ataupun
pelayan, semua bergantung pada sikap hati kita, kerendahan hati kita. Itu
sebabnya Yesus memberi contoh dalam Matius 18:1-5, bahwa seorang yang besar
harus menjadi seperti anak kecil yang hatinya penuh dengan kepolosan, ketulusan
tanpa kepura-puraan dan kebohongan, hati yang mau berkorban bagi orang lain.
               
Orang yang besar selalu mengutamakan kepentingan orang banyak. Seorang yang
besar tidak mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Itulah yang dilakukan oleh
Yesus selama berada di dunia ini. Ukuran kebesaran seseorang bukanlah kedudukan
tinggi, bukan kekayaan tetapi ukurannya lebih kepada seberapa besar orang itu
mau berkorban dan melayani orang lain.
DICARI: Orang yang Sungguh-sungguh Mengasihi Yesus (Yohanes 21:15-25)

Ada banyak lowongan pekerjaan yang tersedia dalam perusahaan Allah. Jika
perusahaan di dunia membutuhkan pekerja dengan sederet daftar kriteria, Allah
hanya mencari orang-orang dengan satu kriteria, yaitu “Sungguh-sungguh
mengasihi Yesus.”  Dalam teks ini, Yesus bertanya kepada Petrus sebayak 3 kali
untuk mengecek kesungguhan hatinya dalam mengasihi Yesus. Pertanyaan ini
sebenarnya bukan saja ditujukan kepada Petrus tetapi kepada semua murid yang
lain dan kita semua, orang-orang yang telah dikasihi-Nya.

Yesus menghendaki kasih kita kepada-Nya adalah kasih yang penuh, kasih yang
utuh dan tidak terbagi. Kasih yang bagaimanakah itu?

1. Kasih yang Mengandung Tanggung Jawab (ay. 15-17)

Setelah Petrus menyatakan bahwa ia mengasihi Yesus, kemudian Yesus berkata,


“Gembalakanlah domba-domba-Ku!” Kasih yang abstrak harus diwujudkan dengan
sikap yang bertanggung jawab dalam menunaikan tugas pelayanan. Tuhan
mempercayakan pekerjaan-pekerjaan khusus kepada orang-orang yang mengasihi
Dia. Masing-masing dengan tugasnya sendiri-sendiri.

Ketika Petrus bertanya kepada Yesus tentang Yohanes pada ayat 20-22, Yesus
menjawab, tidak usah menghiraukan tugas yang diberikan kepada orang lain. Yang
harus dilakukan Petrus adalah melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.
Dan Petrus telah membuktikannya sejak dia dipulihkan Tuhan sampai akhir
hayatnya. Dia menjadi martir karena melakukan tugasnya.

Apakah kita dapat membuktikan bahwa kita adalah orang-orang yang bertanggung
jawab dalam menunaikan tugas pelayanan yang dipercayakan kepada kita? Jikalau
kita sungguh-sungguh mengasihi Dia, kita dapat melakukannya dengan penuh
tanggung jawab.

2. Kasih yang Mengandung Pengorbanan (ay.18-19)

Yesus sedang berkata tentang konsekwensi yang akan diterima Petrus sebagai
akibat dari tindakan mengasihi Tuhannya dengan sungguh-sungguh, yaitu salib atau
penderitaan. Memang kasih belum menjadi kasih yang sesungguhnya sampai ada
korban yang diberikan sebagai bukti kasih itu sendiri. Jika kita mengatakan kita
mengasihi seseorang, sudah pasti kita akan berkorban untuk orang tersebut.

Sebagaimana perkataan Tuhan Yesus, begitu jugalah akhir hidup Petrus. Ia telah
membuktikan kata-katanya sendiri kepada Tuhannya, “Benar Tuhan, Engkau tahu
bahwa aku mengasihi Engkau.”  Sebelum hidupnya berakhir, ia telah menasihati
dan mendorong orang-orang percaya yang digembalakannya agar bertahan dan
setia dalam penderitaan yang mereka alami karena Kristus. Ia mendorong kita
semua untuk mengikuti teladan Kristus yang telah membuktikan kasih-Nya kepada
manusia dengan memikul salib, menanggung hukuman dosa yang seharusnya
ditanggung oleh kita sendiri, orang-orang yang berdosa.

Pertanyaan bagi kita adalah apakah buktinya kita mengasihi Dia dengan sungguh-
sungguh? Petrus dan rekan-rekannya, orang-orang di China dan di tempat-tempat
lain telah membuktikan kasih mereka, mengorbankan hidup mereka karena Kristus,
bagaimana dengan kita? Yesus mencari orang yang mengasihi Dia dengan sungguh-
sungguh.

“Kita dapat melayani Dia tanpa mengasihi Dia,


tetapi kita tidak dapat mengasihi Dia
tanpa melayani Dia.”
PELUANG
Peluang merupakan suatu keadaan di mana seseorang bisa melakukan sesuatu atau sesuatu
bisa terjadi. Peluang sama dengan kesempatan yang merupakan suatu waktu yang sangat
berharga. Itu sebabnya kita harus jeli melihat setiap peluang dalam kehidupan kita secara
pribadi. Kita harus cepat tanggap, ketika kita melihat ada peluang untuk melakukan
sesuatu yang baik, cepat ambil peluang itu sekecil apapun itu. Jika kita melewatkan
peluang sekalipun kecil kita akan mengalami kerugian karena kesempatan tidak pernah
terulang dua kali pada waktu, tempat dan situasi yang sama.

Orang-orang Yunani kuno sangat menghargai kesempatan atau peluang itu sehingga
mereka tidak pernah melewatkan setiap peluang yang ada sekecil apapun itu. Bagi
mereka, peluang yang baik tidak sering datang sehingga ketika mereka melihat satu
peluang mereka akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengambil peluang itu. Orang
Yunani kuno sangat mendewakan peluang sehingga mereka menggambarkan dewa peluang
seperti seorang tua yang pendek, gemuk, kepala gundul dengan sedikit rambut di ubun-
ubun kepalanya dan badannya licin. Untuk menangkap dewa peluang tidak mudah karena
dia berlari sangat cepat dan badannya yang licin menyulitkan orang untuk menangkapnya.
Itu sebabnya orang yang ingin menangkap dewa itu harus selalu bersiaga di tempat-tempat
di mana dewa itu akan melintas dan kemudian menangkapnya dengan cepat dengan cara
memegang rambut di ubun-ubunnya. Penggambaran ini merujuk kepada pemahaman
bahwa kesempatan itu bisa cepat datang namun juga cepat menghilang jika kita tidak
segera menangkapnya. Karena itu kita harus selalu bersiap untuk mengambil setiap
kesempatan yang ada.

Ada beberapa hal tentang peluang yang akan kita pelajari bersama sebagai umat Tuhan:

1. Semakin kecil peluang, semakin besar kuasa Tuhan yang akan dinyatakan (1
Samuel 17:12-39, Hakim 7).
Alkitab memberikan banyak contoh mengenai suatu situasi di mana kelihatannya
para tokoh Alkitab hanya mempunyai peluang kecil untuk melakukan sesuatu yang
baik bahkan kelihatan tidak mungkin bisa melakukan apa-apa. Contoh yang paling
familiar buat kita adalah Daud. Sebagai seorang anak yang masih muda dengan
pekerjaan sebagai gembala domba dan bukan sebagai prajurit, sangatlah tidak
masuk di akal untuk bisa menjadi raja Israel (1 Samuel 16:1-13). Contoh lain dari
Daud adalah ketika dia harus melawan Goliat (1 Samuel 17:12-39). Semua orang
yang ada di medan pertempuran memandang kecil Daud karena fisiknya dan
pekerjaannya. Bagi mereka tidak ada peluang sama sekali bagi Daud untuk bisa
mengalahkan Goliat. Namun ketika Daud mendatangi Goliat dengan nama Tuhan,
maka Tuhan menunjukkan kuasa-Nya sehingga Daud mampu mengalahkan Goliat.

Contoh lain adalah Gideon (Hakim 7). Ketika orang Israel harus menghadapi orang
Midian, Tuhan melakukan sesuatu yang luar biasa. Awalnya Gideon membawa
pasukan sebanyak 32.000 orang namun Tuhan menyuruh untuk menseleksi sehingga
tinggal 300 prajurit untuk menghadapi pasukan orang Midian yang puluhan ribu
banyaknya. Menurut strategi peperangan orang Israel mempunyai peluang yang
sangat kecil untuk bisa menang bahkan mungkin tidak ada peluang sama sekali.
Tetapi dalam keadaan itu Tuhan menyatakan kuasa-Nya dengan sangat luar biasa
dan bangsa Israel menang atas bangsa Midian.

Terkadang kita melihat peluang yang ada sangat kecil sehingga kita tidak mau
mengambil peluang itu. Atau mungkin peluang itu sebenarnya besar namun kita
tidak berani untuk mengambilnya karena kita melihat diri kita kecil dan tidak
mampu. Kita lupa bahwa ada satu Pribadi yang sanggup menolong kita. Semakin
kita merasa lemah dan tidak mempunyai kemampuan seharusnya kita semakin
bergantung kepada Tuhan sehingga kuasa Tuhan dinyatakan dengan luar biasa. Jika
kita merasa lemah jangan kuatir, karena justru dalam kelemahan kita kuasa Tuhan
akan dinyatakan dengan sempurna (2 Kor 12:9).

Karena itu ketika ada peluang untuk melayani Tuhan dengan talenta yang kita
miliki, ambil itu dan jangan tolak. Kesempatan tidak datang dua kali. Jangan
simpan talenta kita dan tidak menghasilkan apa-apa. Percayalah, Tuhan akan
memberi kekuatan dan kemampuan bagi kita yang mau melayani. Dan jika ada di
antara kita yang masih sering menolak ketika diberi kesempatan untuk
melayani Tuhan, bertobatlah sekarang!! Jangan sampai kita tidak mendapat
kesempatan lagi untuk melayani Tuhan. Itu kerugian besar buat kita.

2. Setiap peluang selalu ada resiko (1 Samuel 19:9-10,2 Raja 7:4).


Daud yang masih muda dipilih oleh Tuhan  menjadi raja. Daud tidak menolak
kesempatan yang diberikan kepadanya. Namun mengembil peluang menjadi raja
bagi Daud tidaklah mulus jalannya. Dia harus menghadapi Saul yang menjadi iri
kepadanya. Daud dikejar-kejar oleh Saul yang ingin membunuhnya (1 Samuel 19:9-
10). Daud tahu bahwa peluang yang diambilnya mempunyai resiko kehilangan
nyawa tetapi dia tetap melakukannya dengan pertolongan dari Tuhan.

Contoh lain adalah ke 4 orang kusta di dalam 2 Raja 7:4. Mereka memasuki kota
musuh yang datang memerangi Israel. Mereka tahu bahwa ada peluang di kota itu
untuk kelangsungan hidup mereka namun resikonya adalah kehilangan nyawa. Ke 4
orang kusta tersebut berani mengambil resiko itu dan hasil yang mereka dapatkan
luar biasa. Tidak hanya kehidupan mereka saja yang diselamatkan tetapi seluruh
bangsa Israel yang saat itu sedang dalam kelaparan.

Kita pun sering diperhadapkan dengan hal yang demikian. Ketika kita melhat ada
peluang bagi kita, terlihat juga bahwa ada resiko yang menyertainya. Namun kita
jangan terpengaruh dengan hal itu. Tetap maju meraih peluang itu dan percaya
bahwa Tuhan senantiasa akan menyertai kita (Yeremia 29:11-14).

3. Pendelegasian peluang / membuka peluang bagi orang lain


Peluang dalam kehidupan manusia tidak sama satu dengan yang lain. Terkadang
seseorang sepertinya mempunyai peluang lebih banyak dan lebih besar dari orang
lain, namun janganlah kita menjadi serakah dengan peluang-peluang yang datang
kepada kita. Mari kita membuka peluang bagi orang lain. Satu contoh nyata dalam
Kisah 9:19b-30. Ketika Saulus  sudah bertobat, banyak yang tidak percaya
kepadanya, tetapi satu seorang murid yaitu Barnabas memberi kesempatan
kepadanya sehingga ia dapat diterima kembali dalam lingkup orang-orang percaya.
Saudara, janganlah kita menyia-nyiakan satupun peluang dalam hidup kita,
sekalipun kecil. Terlebih peluang yang diberikan kepada kita untuk melayani Tuhan
karena Tuhan akan memakai peluang itu untuk menyatakan kuasa-Nya dengan luar
biasa. Pakai peluang itu untuk mengembangkan talenta yang Tuhan telah
percayakan kepada kita. Satu peluang kecil akan membawa kita kepada peluang
yang lebih besar.

Kita juga harus menyadari bahwa setiap peluang ada resiko karena itu kita harus
terus bergantung kepada Tuhan. Dan jadilah orang orang yang mau membuka
peluang bagi sesama kita.
APAKAH KEBAHAGIAAN ADALAH MUNGKIN ?
Kebahagian adalah suatu keadaan dimana seseorang merasa tentram dan terbebas
dari hal-hal yang menyusahkan. Semua orang pasti menginginkan kebahagiaan. Itu
sebabnya orang-orang melakukan berbagai macam cara untuk memperoleh
kebahagiaan itu. Ada yang menganggap bahwa kedudukan dapat memberinya
kebahagiaan sehingga dia berusaha untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi.
Ada yang mencoba mencari kebahagiaan dengan menumpuk harta benda. Ada yang
menganggap kebahagiaan adalah ketika dia dipuja-puja banyak orang. Namun pada
kenyataannya, hal-hal seperti itu tidaklah membawa kebahagiaan. Ada yang kaya
tetapi selalu khawatir memikirkan hartanya, ada yang berkedudukan tinggi tetapi
mempunyai banyak masalah, ada yang terkenal tetapi tidak mempunyai kebebasan
pribadi karena selalu menjadi sorotan publik.

Dengan melihat kenyataan seperti itu, maka muncullah pertanyaan dalam benak
kita, “Mungkinkah kebahagiaan itu bisa kita miliki?” Jawabannya adalah bisa,
namun kita harus tahu bagaimana caranya untuk memperoleh kebahagiaan itu?
Untuk memperoleh kebahagiaan, ada beberapa hal yang diperlukan :

1. Penyebab untuk Hidup (Filipi 1:21)


Surat Filipi adalah sebuah surat yang dikatakan surat kiriman penjara karena ditulis saat
Paulus berada dalam penjara. Dalam pelayanannya, Paulus banyak mengalami kesulitan,
dia dipenjara, dihina, didera, disiksa dan banyak lagi penderitaan yang dialaminya. Namun
di tengah kesulitan yang dialaminya itu, Paulus tidak kehilangan sukacita dan
kebahagiaan. Kata ”sukacita” yang banyak tertulis dalam kitab ini memperlihatkan
bahwa Paulus selalu dalam keadaan berbahagia di tengah penderitaan yang
dialaminya. Dalam penderitaan yang dialaminya, Paulus mengatakan ”Karena
bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Paulus memperoleh
kebahagiaan karena dia tahu apa penyebab dia hidup, yaitu YESUS.

2. Teladan untuk Diikuti (Filipi 2:5)


Paulus mengatakan bahwa hidupnya untuk Kristus. Itu berarti bahwa Paulus menjadikan
Yesus sebagai teladan dalam hidupnya sehingga ia mengikuti Yesus dengan segenap
hatinya. Bagi Paulus tidak ada teladan lain selain Yesus yang sanggup memberikan
kebahagiaan kepadanya.

Di dunia ini ada banyak orang dan nabi yang menjadi pemimpin dan diteladani banyak
orang yang diharapkan dapat memberikan kebahagiaan. Namun hanya YESUS saja yang
sanggup memenuhi semua itu . Yesus mengatakan, ”Akulah jalan dan kebenaran dan
hidup. Tidak seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh.
14:6). Yesus tidak hanya menunjukkan jalan saja tetapi Dia-lah jalan itu. YESUS
tidak berusaha untuk menjadi sama dengan Allah karena Dia sendiri adalah Allah
(Yoh 17:21-22). YESUS mengatakan bahwa siapapun yang percaya kepada-Nya akan
memperoleh hidup kekal di surga (Yoh. 3:16). Pemimpin yang diteladani di dunia
ini tidak menjanjikan dengan pasti suatu kebahagiaan, hanya YESUS saja yang
sanggup memberikan kebahagiaan itu. Contohi dan ikutilah DIA.
3. Tujuan untuk Hidup (Filipi 3:12-14)
Seseorang dapat memperoleh kebahgiaan jika ia tahu apa tujuannya hidup di dunia ini.
Paulus memperoleh kebahagiaan karena ia tahu tujuan hidupnya. Paulus tahu bahwa dia
hidup untuk memperoleh hadiah surgawi yaitu keselamatan dalam Yesus Kristus. Dan dia
yakin bahwa Yesus telah menyediakan mahkota kehidupan di surga untuknya (2 Tim 4:8).
Karena keyakinannya itu, Paulus menganggap pencobaan-pencobaan yang dialaminya
sebagai suatu kebahagiaan (Yak. 1:2).

4. Sumber untuk Memenuhi Semua Kebutuhan (Filipi 4:19)


Banyak orang selalu berusaha mencari uang dan harta untuk memenuhi segala kebutuhan
mereka. Mereka menganggap banyak berkat jasmani akan memberi kebahagiaan. Namun
mereka sering kali melupakan siapa sumber berkat itu. Untuk memperoleh kebahagiaan
kita perlu tahu dan memiliki sumber yang akan memenuhi segala kebutuhan kita. Sumber
itu adalah YESUS.

Semua orang menginginkan kebahagiaan namun tidak semua bahkan hanya sedikit yang
memperolehnya. Karena itu, jika ingin memperoleh kebahagiaan, kita harus tahu
penyebab kita hidup. Kita harus mempunyai seseorang sebagai contoh. Kita harus tahu
tujuan hidup kita. Kita harus memiliki sumber yang akan memenuhi segala kebutuhan kita.
Dan semuanya itu hanya didapatkan dalam YESUS KRISTUS
Kami Saksi Iman (Ibrani 11)
Iman Kristen sangat sederhana dan praktis dibanding dengan agama-agama lain.
Setiap agama punya tata cara tertentu untuk menyembah allahnya. Kekristenan
tidak punya cara tertentu yang ditetapkan untuk menyembah Tuhan.  Dalam
kekeristenan setiap orang dapat menjadi besar secara rohani. Sebab Iman Kristen
dibangun di atas hubungan pribadi dengan Pribadi Agung yaitu; Tuhan Yesus
Kristus. Hubungan pribadi tidak mengenal senioritas. Hidup rohani terbuka bagi
pria dan wanita tanpa dibatasi oleh umur seseorang. Banyak tokoh-tokoh iman
dalam Alkitab adalah anak-anak muda yang berumur belasan tahun alias masih
remaja. Yusuf, Daud, Sadrak, Mesak, Abednego dan Daniel adalah beberapa dari
deretan panjang dari nama-nama anak muda remaja yang merupakan saksi iman
yang luar biasa. Iman adalah respons kita pada pribadi Kristus dan Firman-Nya.
Kesederhanaan iman inilah yang ditampilkan kepada kita oleh penulis Ibrani.
Penulis Ibrani tidak memperkenalkan orang-orang yang sempurna dengan prestasi
yang luar biasa. Yang ditulisnya adalah orang-orang biasa yang telah percaya
kepada Tuhan dan menanggapi Firman-Nya dengan positif, menaatinya tanpa
syarat. Nama-nama yang disebutkan di sini, beberapa di antaranya bukanlah orang-
orang yang hebat. Perhatikanlah, yang ditekankan dalam kepahlawanan iman
mereka bukan perbuatan-perbuatan mereka yang besar melainkan hubungan dan
respons mereka kepada Firman Tuhan tanpa menghitung harga pengorbanannya.

Iman dan ketaatan kepada Tuhan yang membuat Allah tertarik dan senang. Inilah
yang menjadi dasar penilaian Allah terhadap manusia. (Nampaknya, bila kita tiba
di surga kita akan terkejut melihat bahwa banyak orang yang kita salut dan
menganggap besar di dunia ternyata di surga mereka orang kecil). Iman adalah
dasar hidup rohani (ay. 1,2,6), tuntutan utama untuk menghampiri Allah dan
menerima perkenan-Nya. Kisah penciptaan harus diterima dengan iman. Hal-hal
sederhana jika dilakukan atas dasar iman, sesuai dengan Firman Tuhan, itu besar
bagi Tuhan. Itulah yang disampaikan kepada kita melalui saksi-saksi iman. Jika kita
membaca dan memperhatikan dengan seksama, hidup dari saksi-saksi iman,
mereka semua memiliki kesamaan dalam kehidupan.

1.       Hal-hal utama yang mereka kejar dalam hidupnya adalah perkara-perkara
yang kekal, bukan hal-hal materi.
Banyak di antara mereka adalah orang yang secara materi kaya namun fokus hidup
mereka bukan pada kekayaaan dan kesenangan dunia ini. Mereka melihat kekayaan
sebagai karunia Tuhan untuk melayani dan memberkati orang lain. Mereka semua
rendah hati, setia dan taat pada Tuhan. Mereka semua bersaksi bahwa mereka
adalah orang asing di dunia ini dan merindukan tanah air yang kekal (ay13,14).

2.       Mereka semua bersaksi bahwa surga adalah rumah mereka.


Sebuah kota yang dibangun oleh Allah (ay.10,16). Rumah di bumi ini hanya
sementara. Kita dapat membangunnya dengan megah tetapi tidak akan
memilikinya untuk selamanya. Sebaliknya, anda mungkin tidak punya rumah yang
tetap dan baik di bumi ini, tetapi bersukacitalah, sebab anda punya rumah kekal di
surga, haleluyah! Kerinduan ini membuat mereka tetap bersemangat dan tidak
berkecil hati sekalipun dihadapkan kepada berbagai kesulitan dan kekurangan.

3.    Mereka semua percaya kepada Allah dan pelaku Firman-Nya tanpa syarat.
Mereka begitu menghormati Tuhan dan Firman-Nya. Mereka berani melakukan
Firman Tuhan tanpa bertanya-tanya. Mereka hidup dekat dengan Tuhan. Doa,
pujian,dan penyembahan kepada Allah adalah gaya hidup mereka. Mereka semua
dikenal sebagai orang yang bergaul karib dengan Tuhan. Tidak ada yang dapat
menggoyahkan iman mereka.

4.   Mereka semua adalah orang yang pantang menyerah, ulet dan biasa dalam
kesulitan dan bersedia mati karena Tuhan.
Sekalipun mereka tidak menerima apa yang dijanjikan, banyak doa dan kerinduan
mereka tidak terpenuhi mereka tetap setia sebab mereka tahu bahwa pada
akhirnya mereka menerima dan memiliki sesuatu yang “lebih baik” (ay. 35b-40)
KUMPULAN ILUSTRASI KHOTBAH
Download

 KUMPULAN
ILUSTRASI
KHOTBAH OLEH :
WAROY JOHN 2012
SAHABAT YOSUA
MINISTRY-JAKARTA
 

Judul
 :
MENGASIHI MUSUH Baca
:
Matius 5:43-48 Nats
:
Jangan
 
bersukacita kalau musuhmu
jatuh, jangan hatimu beria-
ria kalau ia terperosok (Ams
24:17).
 Dalam "hukum" dunia, kata
"mengasihi" dan "musuh"
adalah dua kata yang
bertolak belakang,
karenanya tidak dapat
dipersatukan. Dalam bahasa
Inggris, musuh adalah
enemy, berasal dari bahasa
Latin inimicus, artinya
"bukan sahabat". Definisinya
jelas: orang yang membenci,
menginginkan hal yang tidak
baik, menyebabkan jatuh,
kecewa, sakit, dan
sebagainya. Maka, nasihat
untuk mengasihi musuh bisa
dibilang aneh. Sebab,
normalnya musuh itu mesti
dilawan, dibenci,
disingkirkan, kalau perlu
dibasmi. Akan tetapi, itulah
yang dengan tegas dan jelas
diajarkan Tuhan Yesus:
"Tetapi Aku berkata
kepadamu: Kasihilah
musuhmu dan berdoalah
bagi mereka yang
menganiaya kamu" (Mat
5:44).
 Ajaran mengasihi musuh
tidak saja berdimensi
teologis-berkenaan dengan
aspek imani-tetapi  juga
berdimensi praktis dan logis.
Pertama, membenci musuh
akan merugikan diri sendiri;
tidak ada orang yang
hidupnya bahagia kalau
terus dikuasai kebencian
terhadap orang lain. Kedua,
melawan kebencian dengan
kebencian sama dengan
melipatgandakan kebencian.
Seperti gelap yang tidak bisa
dilawan dengan gelap,
tetapi harus dengan terang.
Terang, walau hanya
secercah, akan sanggup
menembus kegelapan.
Dengan memahami makna
ajaran
"mengasihi musuh,"
 kita bisa melihat luka tanpa
dendam; kepahitan tanpa
amarah; kekecewaan tanpa
geram. Kita memandangnya
sebagai kesempatan untuk
mengasihi orang lain; untuk
berbuat kebaikan. Seperti
kata Alfred Plummer,
"Membalas kebaikan dengan
kejahatan adalah tabiat Iblis;
membalas kebaikan dengan
kebaikan adalah tabiat
manusiawi; membalas
kejahatan dengan kebaikan
adalah tabiat ilahi"
 —
WaroyJohn “KEMENANGAN
TERBESAR ADALAH KETIKA
KITA BERHASIL MENGASIHI
LAWAN” Judul
:
PERSEPULUHAN Baca
 :
Maleakhi 3:1-10 Nats
:
Yang satu (Persepuluhan)
 Tentang persepuluhan, ada
yang berkata,
"Persepuluhan harus
dikembalikan ke gereja lokal,
kalau tidak, berarti kita
merampok milik Tuhan"
. Sebaliknya, ada pula yang
berkata,
"Itu sistem di Perjanjian
Lama. Bukankah kita hidup
di zaman Perjanjian Baru,
zaman anugerah, jadi yang
penting kita memberi
dengan rela dan sukacita."
Begitulah, kita bisa terjebak
dalam kebingungan bila
mengubah, menambah,
atau mengurangi ayat
Alkitab semau kita menjadi
"lebih indah dari warna
aslinya". Padahal, Mal 3:10
dan Im 27:30 telah
menuliskan persepuluhan ini
dengan jelas. Tak ada kata
tuduhan "merampok" atau
"merampas". Kita hanya
menerima nasihat, "bawalah
milik TUHAN". Selanjutnya,
persepuluhan tidak hanya
disebut dalam Perjanjian
Lama, tetapi juga dalam
Perjanjian Baru. Yesus
mengatakan,
"Yang satu (persepuluhan)
harus dilakukan dan yang
lain jangan diabaikan" (Mat
23:23)
. Bahkan lebih  jauh
Perjanjian Baru juga
menegaskan, bahwa tak
hanya sepersepuluh, tetapi
juga seluruh hidup kita
adalah milik Tuhan, karena
kita sudah ditebus dengan
darah Yesus yang mahal
(1Pet 1:18,19). Perjanjian
Lama maupun Perjanjian
Baru berbicara sangat jelas
mengenai persembahan.
Yang penting; baik
persepuluhan, persembahan
iman dan syukur, atau apa
pun namanya, harus
diberikan bukan dengan
duka atau terpaksa. Namun,
dengan motivasi yang benar,
bukan untuk pamer (Mat
6:3) dan dengan rela dan
sukacita (2Kor 9:7). Dengan
demikian, Allah pun
berkenan atas setiap
persembahan kita. Inilah
prinsip yang utuh di dalam
seluruh Alkitab — WJ
“BIARLAH ALLAH
DIMULIAKAN MELALUI
SETIAP PERSEMBAHAN
YANG KITA BAWA”
 

 Judul
:
TULI ROHANI Baca
 :
Yes 42:18-25 Nats
:
Siapakah yang buta selain
dari hamba-Ku, dan yang tuli
seperti utusan yang
Kusuruh ? Siapakah yang
buta seperti suruhan-Ku dan
yang tuli seperti hamba
TUHAN ? (Yes 42:19)
Doof indie atau tuli gaya
Hindia merupakan sikap
kaum pribumi yang banyak
dikritik oleh para menir
Belanda pada zaman
penjajahan dulu. Kaum
pribumi yang bekerja
sebagai pembantu para
menir itu sering berpura-
pura tidak mendengar
perintah tuannya. Kalau
dimarahi, mereka berkilah,
"Maaf saya tidak dengar,
Tuan." Namun, apabila
tuannya adalah Tuhan
semesta alam, ceritanya bisa
lain. Yes 42 berisi teguran
Tuhan kepada umat-Nya.
Awalnya, Israel punya
julukan hebat: hamba
Tuhan. Namun, sang nabi
menyindirnya sebagai
hamba Tuhan yang buta dan
tuli. Bahkan satu-satunya
bangsa yang buta dan tuli:
"Siapakah yang buta selain
dari hamba-Ku, dan yang tuli
seperti utusan yang Kusuruh
?" (Yes 42:19). Bermata,
tetapi tidak melihat.
Bertelinga, tetapi tidak
mendengar. Intinya, nabi
menohok dengan
mengatakan si hamba Tuhan
ini berindra, namun
indranya tak berfungsi.
Mendengar itu bukan
sekadar untuk menangkap
bunyi yang datang,
melainkan juga untuk
menyimak dan memahami.
Begitu juga terhadap
perintah Tuhan (Yes 42:23).
Bila sungguh-sungguh
mendengarkan, kita akan
tahu maksud Tuhan; baik
dalam peristiwa-peristiwa
yang sudah berlalu, maupun
peristiwa yang sekarang.
Dan menjadikan itu sebagai
modal untuk mengantisipasi
apa yang akan datang. Dunia
ini begitu bising dengan
suara, teori, pendapat, serta
gagasan kita sendiri tentang
banyak hal. Mungkin itu
sebabnya kita sedikit
mendengarkan suara Tuhan.
Kini, sediakan diri untuk
berdiam, mendengarkan,
dan melihat realitas hidup.
Lalu bersiaplah untuk
mendengarkan dengan
telinga yang peka
menangkap suara dan
kehendak-Nya.
“TELINGA YANG
MENDENGAR MEMIMPIN
LANGKAH KE ARAH YANG
BENAR

Judul
:
MENARIK BALIK
PERSEMBAHAN Baca
:
Kis 4:34-5:5* Nats
:
Ananias, mengapa hatimu
dikuasai Iblis, sehingga
engkau mendustai Roh
Kudus dan menahan
sebagian dari hasil penjualan
tanah itu.? (Kis 5:3*)
Sebuah gereja memerlukan
dana untuk membeli
sepuluh unit pendingin
udara (AC). Seorang yang
kaya tergerak
mempersembahkan dua
unit. Tiga tahun kemudian,
muncul ketegangan antara si
orang kaya dengan pendeta.
Ia tersinggung karena
usulnya untuk mengubah
gaya ibadah tidak diterima.
Akhirnya, ia memutuskan
angkat kaki dari gereja itu.
Namun sebelumnya ia
meminta agar dua unit
pendingin udara yang
pernah ia berikan, dicopot!
Begitulah jika memberi tidak
dengan tulus, hanya untuk
mencari "nama". Padahal,
memberi persembahan bagi
Tuhan berbeda dengan
menyumbang ke yayasan
sosial. Ini menyangkut
komitmen dengan Tuhan.
Ananias dan Safira juga tidak
dipaksa mempersembahkan
seluruh hasil penjualan
tanahnya untuk gereja.
Mereka berhak memberi
berapa pun. Tergantung
kerelaan hati. Masalahnya,
mereka berdusta. Sesudah
berkomitmen
mempersembahkan seluruh
hasil penjualan tanah,
mereka menahannya
sebagian. Masalah lain,
mereka tidak tulus memberi
persembahan. Mencoba
menampilkan kesan bahwa
mereka lebih murah hati
dari yang sebenarnya.
Karena hal inilah mereka
berdosa, selain mendustai
Allah sekaligus jemaat-Nya,
mereka juga telah bengkok
hati dalam memberi
persembahan. Tindakan
mereka mencemari
kesaksian gereja sehingga
mendapat hukuman berat.
Ketika Anda memberi
persembahan, berilah
dengan hati tulus. Jangan
mengharapkan imbalan apa
pun. Kalaupun Anda
memberi banyak, jangan
merasa menjadi "donatur
besar gereja" yang harus
diperlakukan khusus.
Persembahan bisa menjadi
berkat bila muncul dari hati
yang tulus. Sebaliknya, bisa
menjadi kutuk bila bertolak
dari hati yang bengkok.

Anda mungkin juga menyukai