Anda di halaman 1dari 10

TOKOH REY DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

Annisa Salsabila
8111418170
Annisasalsa0106@students.unnes.ac.id
Pendahuluan
Pada desember 2019 dunia layar lebar Indonesia kembali diramaikan oleh sebuah
film yang cukup di tunggu-tunggu oleh para penggemar film, dimana diangkatnya
kelayar kaca sebuah film yang berawal dari novel karya novelis terkenal tanah air,
yakni Tere Liye.
Film berjudul Rembulan Tenggelam di Wajahmu ini bukanlah kali pertama
karya novel tere liye diangkat kelayar lebar, sebelumnya sudah ada film seperti
“Hafalan Sholat Delisa” yang mendahuluinya.
Salah satu kutipan terkenal dari novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu ialah
“Semua orang selalu diberikan kesempatan untuk kembali sebelum maut menjemput,
sebelum semuanya benar-benar terlembat. Setiap manusia diberikan kesempatan
mendapatkan penjelasan atas berbagai pertanyaan yang mengganjal hidupnya’ penulis
rasa inilah yang menjadikan novel ini sangat laris di kalangan pembaca Indonesia.
Tidak seperti novelnya, film “Rembulan Tenggelam di Wajahmu” ini dibagi
menjadi dua sekuel, dimana hal ini sangat membuat para penikmatnya menjadi
penasaran akan kelanjutannya.
Cerita yang diangkat dalam film ini penulis rasa sangatlah sarat makna, dan erat
kali dengan kehidupan yang kita alami sebagai manusia. Sering kali kita memiliki
banyak pernyaan dalam kehidupan yang kita jalani, dan film ini seolah-olah menjadi
media yang pas bagi kita untuk menyalurkan berbagai pertanyaan yang kerap kali
muncul di kehidupan kita.
Bagaimana kerasnya kehidupan yang harus dialami oleh Roy selaku tokoh utama,
membawa para penonton mengucap banyak kata syukur karna mungkin mengalami
kehidupan yang mungkin jauh lebih baik dari apa yang harus di lalui oleh Roy.
Jika dalam novelnya kita dapat melihat adanya perpaduan yang apik dari kisah
yang melibatkan cinta, persahabatan, dan kekeluargaan, dari filim pertamanya ini kita
akan lebih disuguhkan bagaimana kisah persahabatan dan kekeluargaan yang begitu
apik.
Sinopsis Film Rembulan Tenggelam di Wajahmu
Cerita bermula dengan kisah penegusaha kaya raya yang berusia 60 tahun, ia
bernama Ray. Ray sedang mengalami koma dirumah sakit, Ray sendiri dikenal
sebagai pengusaha properti yang bisnisnya tengah berkembang pesat. Sebelum ia
mendapatkan banyak hal yang inginkan dalam hidupnya, Ray harus melewati
banyaknya lika-liku kehidupan yang memberikan banyak pelajaran berharga dalam
kehidupannya.
Kini ia sudah menjadi pengusaha yang memiliki harta kekayaan yang dapat
dikata lebih dari cukup, ia pun kini menjadi salah satu sosok pengusaha yang
terpandang dan disegani oleh banyak orang. Dari banyak hal yang telah ia dapatkan
saat ini Ray menjalani kehidupannya dengan penuh kesendirian, dan kini ia sakit dan
terbaring lemah dirumah sakit.
Dalam kesendirian yang di alami oleh Ray ia terus berfikir dan mempertanyakan
banyak hal yang telah ia lewati, hal tersebut pun yang menjadikan Ray selama ini
merasa “kosong” dalam jiwanya. Hingga saat dia tengah koma ia didatangi oleh
seorang pria yang mengajaknya kembali kemasa-masa awal kehidupannya, dimana
pada saat itu kehidupan Rey sangat erat dengan kehidupan yang kelam dan erat
dengan kriminalitas. Mencuri dan berjudi bukan lagi menjadi hal yang tabu untuk
Rey.
Rey melakukan itu semua bukan tanpa alasan, himpitan ekonomilah yang
membuat Rey menjalani kehidupan seperti itu, ditambah Rey tumbuh di sebuah panti
asuhan tanpa di dampangi oleh orang tua, ataupun pengurus panti yang tepat. Dari
pola asuh yang dialami oleh Rey inilah yang secara tidak langsung berpengaruh pada
pertumbuhan jiwa Rey yang saat ini sedang mengalami pencarian jati diri seperti
remaja pada umumnya.
Pada suatu malam Rey kembali pada masa-masa dimana ia harus mengenali
dirinya sendiri, masa-masa yangf menurutnya sangat tidak relevan dengan kehidupan
sebelum ia masuk ke rumah sakit. Rey kembali pada masa-masa dimana ia mencari
jawaban atas kehidupan rumit yang ia jalani, termasuk jawaban mengapa akhirnya ia
harus mengalami fase kritis di rumah sakit. Dari sana lah satu-persatu jawaban atas
pertanyaan tersebut di temukan oleh Rey.
Analisis Tokoh Rey dalam Prespektif Kriminologi
A. Teori Kriminologi
Kita mungkin sudah tidak lagi asing dengan istilah kriminologi, terutama
dikalangan mahasiswa hukum, layaknya tidak pas jika seorang yang telangah
belajar untuk menjadi ahli hukum maupun praktisi hukum tidak mempelajari
cabang ilmu hukum kriminologi ini,
Penggunaan istilah kriminologi ini sendiri, berawa dari seorang antropolgi
Prancis yang bernama Paul Topiward, Paul mengatakan kriminolgo berawal dari
kata crime yang memiliki arti kejahatan atau penjahat dan logos yang memilki
artian ilmu pengetahuan. Dapat kita tarik kesimpulan terminolgi dari kriminologi
ialah sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai kejahatan atau alasan
yang membuat sesorang atau lebih melakukan tindak kejahatan atau mudahnya
ialah ilmu pengetahuan mengenai alasan penjahat berlaku jahat,
Pendapat tersbut penulis rasa selaras dengan pendapat yang di kemukakan
oleh Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey yang menyebutkan kriminologi
sebagai:
“.…. the body of knowledge regarding delinquency and crime as social
phenomenon. It includes wtihn its scope the process of making law, the breaking
of laws, and reacting to word the bereaking of law ...”1
Seiring berjalannya waktu pembahasan mengenai perkembangan kriminologi
semakin berkembang, Menurut Williams III dan Marilyn McShane2 teori itu
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu :
Pertama, golongan teori abstrak atau teori-teori makro (macrotheories).
Pada asasnya, teori-teori dalam klasifikasi ini mendeskripsikan korelasi antara
kejahatan dengan struktur masyarakat. Termasuk ke dalam macrotheories ini
adalah teori Anomie dan teori Konflik. Jika kita perhatikan terori ini dapat
memberi tahu kita ada korelasi apa antara struktur sosial yang ada di sekitar Rey
yang membuat Rey melakukan tindak kejahatan seperti mecopet, mencuri, dan
berjudi.

1
Edwin H. Sutherlands dan Donald R. Cressey, Principles of Criminology, New York Lippincontt Company, New
York, 1974, hlm 3, dan Lilik Mulyadi Kapita Selekta Hukum Pidana, Kriminologi dan Victimologi, Penerbit PT
Djambatan, Jakrta, 2007, hlm 111-112.
2
Frank P. William III dan Marilyn McShane, Criminological Theory, New Jersey Printice hall, Englewood Cliffs ,
1988, hlm. 4
Kedua, teori-teori mikro (microtheories) yang bersifat lebih konkret. Teori
ini ingin menjawab mengapa seorang/kelompok orang dalam masyarakat
melakukan kejahatan atau menjadi kriminal (etiology criminal). Konkritnya,
teori-teori ini lebih bertendensi pada pendekatan psikologis atau biologis.
Termasuk dalam teori-teori ini adalah Social Control Theory dan Social Learning
theory. Berdasarkan hal ini, diharapkan jika kita menggunakan pendekatan secara
psikologis kita bisa mendapatkan hasil yang lebih akurat lagi mengenai alasan
menegapa Rey sampai bisa melakukan tindakan-tindakan melawan hukum yang
Rey lakukan.
Ketiga, Beidging Theories yang tidak termasuk ke dalam kategori teori
makro/mikro dan mendeskripsikan tentang struktur sosial dan bagaimana
seseorang menjadi jahat. Diharapkan dari sini juga kita bisa lihat seberpengaruh
apa keadaaan sosial di sekitar Rey membentuk Rey menjadi seperti itu.
B. Dimensi Teori - Teori Kriminogi
1. Teori Difrensial
Dalam teori ini kejahatan tidak hanya di pandang dalam segi bidang psikologi
dan biologi saja, melainkan juga dipandang dalam segi bidang sosiologi, Edwin H.
Sutherland mengartikan Differential Association sebagai “the contens of the patterns
presented in association”. Ini tidak berarti bahwa hanya pergaulan dengan penjahat
yang akan menyebabkan perilaku kriminal, akan tetapi yang terpenting adalah isi dari
proses komunikasi dari orang lain.
Jika kita lihat dalam kehidupan Rey dalam film “Rembulan Tenggelam di
Wajahmu” ini Rey adalah sosok remaja yang tidak memiliki banyak teman untuk
diajak bicara, dan pengasuhnya di panti asuhan pun tidak bisa koperatif saat di ajak
bicara, pengasuh Rey di panti asuhan dalam film ini digambarkan sebagai sosok lelaki
yang sudah cukup berumur dan sangat mudah sekali tersulut emosi. Dari sana dapat
kita ambil kesimpulan bahwasanya Rey tumbuh dengan pola asuh komunikasi yang
tidak cukup baik pula.
2. Teori Tegang
Teori tegang atau yang biasa lebih kita kenal sebagai Strain Teory ini memiliki
anggapan bahwa sebenarnya manusia pada dasarnya adalah makhluk yang melanggar
hukum, norma-norma, dan juga peraturan-peraturan yang telah di sepakati dalam
keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya sebuah tekanan hingga akhirnya
manusia tersebut melakukan kejahatan. Singkatnya dalam teori ini ialah ketika
manusia berbuat kejahatan itu bukan lah hal yang baru, karena memamg pada
dasarnya manusia mempunyai naluri untuk melakukan kejahatan dengan catatan jika
manusia tersebut sedang berada dalam keadaan terjepit atau dalama kata lain ia
terpaksa melakukan kejahatan tersbut.
Dalam film ini dapat kita lihat saat Rey sedang melakukan tindak pencurian di
Panti Asuhan tempat ia tinggal sendiri, disini Rey melakukan pencurian tersebut
bukan karena ia tidak memiliki alasan, akan tetapi karna ia merasakan ketidak adilan
yang di lakukan oleh pengasuh pantinya, ia melihat sering kali para donatur datang ke
pantinya untuk memberikan bantuan akan tetapi bantuan tersebut tidak sampai kepada
para anak-anak yang ada di panti tersebut, bantuan tersebut hanya disimpan sendiri
oleh sang pengasuh panti mereka, hal tersebut pun membuat Rey dan anak-anak panti
yang lain tidak dapat hidup dengan layak.
Padahal mereka juga disuruh untuk bekerja oleh pengasuh panti, namun tetap saja
hasil pekerjaan mereka dinikmati sendiri oleh sang pengasuh, setiap harinya mereka
anak-anak panti termasuk Rey tidak makan dengan layak, hal ini juga dapat kita katan
sebagai salah satu pemicu Rey melakukan tindak pencurian seperti mencuri belanjaan
orang lain yang berisikan makanan agar ia bisa makan bersama salah satu sahabatnya
yang bersal dari panti yang sama.
3. Teori Sub-Culture
Teori sub culture ini membahas mengenai berbagai macam kenakalan yang
dilakukan oleh remaja dan berbagi tipe gang remaja yang ada dijalanan. Teori su-
culture ini sendiri dipengaruhi oleh teori anomie yang di perkenalka oleh Robert K.
Melton dan Solomon Karbin. Dalam teori ini di lakukan pengujian terhadap hubungan
para gang anak jalanan dan laki-laki yang berasal dari kalangan ekonomi kelas bawah.
Hasil dari pengujian tersebut ditemukan bahwasanya adanya ikatan saling
mempengaruhi dari kedua subjek tersebut. Adanya ikatan yang kuat antara hubungan
politis dan kejahtan yang teroganisir diantara mereka.
Jika kita kaitkan dalam film “Rembulan Tenggal DiWajahmu” dapat kita lihat
benar adanya keterkaitan antara keduanya, hal tersebut kita lihat dalam adegan saat
Rey memenangkan permainan judi, dan sesaat setelah ia keluar dengan uang hasil
judinya tersebut dia di kejar dan hampir di bunuh oleh beberapa preman yang ternyata
merupakan bagian dari pemilik tempat judi tersebut. Adanya kejahatan yang sudah
sangat direncanakan oleh pemilik tempat judi penulis rasa bisa di kaitkan dengan teori
ini.
4. Teori Conflict Culture
Teori conflict culture atau yang biasa kita kenal teori konflik kebudayaan adalah
teori yang dihasilkan dari penelitian yang berdasarkan dari keadaan sosial, kondisi
intelektual dari para intelektual yang berada di daerah tempat peneltian dan juga
norma kriminal yang ada didaerah tersebut.
Pertama akan kita bahas mengenai pengaruh keadaan sosial, kita paham
bahwasanya banyak sekalian kajian mengenai pengaruh keadaan sosia terhdap tindak
kejahatan yang dilakukan, hasil dari pengkajian yang sudah dilakukan adalah adanya
hubungan erat antara konflik kebudayaan dengan kejahatan yang terjadi.
Menurut aliran Chicago, urbanisasi dan industrialisasi telah menciptakan
masyarakat yang memiliki variasi budaya bersaing dan berpeluang terpecah belah
sebagai ulah masing-masing keluarga, kelompok persahabatan dan kelompok sosial
yang menjadi lebih individual, sehingga timbul konflik. Perilaku menyimpang
umumnya terjadi tatkala seseorang berperilaku menurut tindakannya yang berkonflik
dengan tatanan budaya yang dominan.3
Jika kita lihat dalam film “Rembulan Tenggelam DiWajahmu” tokoh Rey hidup
diwilayah pesisir, mungkin lebih tepatnya ia tinggal di daerah pelabuhan yang ada
dikota besar. Dimana kita tahu pola kehidupan di kota besar sangatlah jauh lebih
keras, dan juga ditambah dengan kehidupan di pelabuhan yang bisa kita anggap
kurang ramah untuk pertembuhan remaja seperti Rey. Bisa kita simpulkan konflik
yang terjadi dalam kehidupan Rey selaras dengan apa yang dikatakan dalam teori ini.
Hal ini juga didukung di bagian ketika dalam film tersebut Rey dipindahkan ke panti
yang lebih baik lokasinya, walaupun masih berada di kota besar akan tetapi panti
tersebut berada di lokasi yang jauh dari hirup pikuk yang terjadi di pelabuhan. Dan
terbukti Rey bisa berubah menjadi lebih baik, dia tidak lagi minum-minuman keras,
dan tidak lagi berjudi, bahkan jika kita amati lebih dalam Rey tidak lagi mencuri. Hal
ini juga dapat kita lihat ketika Rey sudah mulai mengamen artinya Rey sudah mulai
mencari uang dengan pekerjaan yang halal dan baik.
Kedua, kita akan bahas mengenai pengaruh intelektual yang ada dari orang-orang
ataupun masyarakat yang berada di sekeliling Rey terhadap konflik budaya yang Rey
hadapi. Frank mengatakan bahwasanya konflik budaya bisa terjadi akibat dari
pertumbuhan peradaban. Pendapat Frank ini didukung dengan pendapat Clifford

3
Frank P. William III dan Marilyn McShane, Criminological Theory, New Jersey Printice hall, Englewood Cliffs ,
1988, hlm. 43
Shaw yang menunjukan daerah perkotaan terutama yang ditandai dengan tingkat
kemiskinan yang tinggi, tempat tinggal dan juga perumahan kumuh yang tidak layak
huni, pengaruh tetangga yang tidak memberikan dampak baik, serta adanya
kelompokmgang anak-anak nakal dapat memicu pelaku untuk melakukan tindak
kejahatan.
Ketiga, adalah norma kriminal yang ada di lingkungan pelaku. Fokus utama teori
ini mengacu pada dasar norma kriminal dan corak pikiran / sikap. Thorsten Sellin
menyetujui bahwa maksud norma - norma mengatur kehidupan manusia setiap hari,
norma adalah aturan-aturan yang merefleksikan sikap dari kelompok satu dengan
lainnya. Konsekuensinya, setiap kelompok mempunyai norma dan setiap norma
dalam setiap kelompok lain memungkinkan untuk konflik. Setiap individu boleh
setuju dirinya berperan sebagai penjahat melalui norma yang disetujui kelompoknya,
jika norma kelompoknya bertentangan dengan norma yang dominan dalam
masyarakat. Persetujuan pada rasionalisasi ini, merupakan bagian terpenting untuk
membedakan antara yang kriminal dan nonkriminal dimana yang satu menghormati
pada perbedaan kehendak / tabiat norma.4
Penulis rasa teori ini benar, jika kita lihat dilingkungan Rey saat masih berada di
panti asuhan yang lam, kita lihat bahwasanya norma sosial yang berkembang di
sekitarnya tidak sebaik dengan norma sosial yang berkembang diberlakukan di daerah
panti asuhan baru yang yang ia tinggali. Perbedaan tersebut pun secara tidak langsung
memberikan pengaruh terhadap pola fikir dan tindakan yang dilakukan oleh Rey.
5. Teori Labeling
Teori labeling adalah teori yang lahir hasil dari banyak teori yang
mendahuluinya. Dalam teori labeling ini mengunakan metode baru dalam
perumusannya, yakni dengan melakukan interviu atau wawancara langsung kepada
para pelaku tindak kejahatan yang tidak tertangkap oleh polisi.
Pada dasarnya, teori labeling dikorelasikan dengan buku Crimeand the
Community dari Frank Tannenbaum (1938). Kemudian dikembangkan oleh Howard
Becker (TheOutsider,1963), KaiT. Erikson (Notesonthe Sociology of Deviance,
1964), Edwin Lemert (Human Deviance Social Problem and Social Control, 1967)
dan Edwin Schur (Labeling Deviant Behavioer, 1971).

4
Freda Adler dkk, Criminology: The Shorter Version, Second Edition, McGraw HillInc, USA, 1995, hlm.126.
Jika kita amati, asumsi dasar yang melatar belakangi teori lebeling adalah berapa
aspek berikut :
 Tidak ada satu pun perbuatan yang pada dasarnya bersifat kriminal.
 Perumusan sebuah perbuatan yang akhirnya dikategorikan dalam sebuah tindak
kejahatan dilakukan oleh kelompok yang lebih berkuasa
 Penerapan untuk hukuman terhadap pelaku tindak kejahatan juga sebagian besar
dipengaruhi oleh kelompok yang lebih berkuasa.
 Orang tidak serta merta ditetapkan menjadi penjahat karena hukum, tetapi karna
ditetapkan demikian oleh penguasa.
 Pada dasanya, baik disadari ataupun tidak pasti setiap orang pernah berbuat
kejahatan, maka tidak sepatutnya kita melebeli ada orang jahat dan orang yang
tidak jahat.
6. Teori Konflik
Perbedaan antara teori konflik dengan teori lainnya adalah pada orientasi
yang di terapkan dalam teori. Berikut adalah beberapa aspek yang mempengaruhi
adanya teori ini: Pertama, konflik merupakan hal alamiah yang terjadi di setiap
lapisan masyarakat. Kedua, pada setiap tingkatan masyarakat memiliki perbedaan
bagaimana konflik tersbut bisa terjadi. Maka dari itulah konflik dibedakan
menajdi 2 yakni :
 Konflik Konservatif : Dalam konflik ini, konflik terjadi karena adanya kelompok
masyarakat yang ingin menguasai kontrol sosial atas suatu masyarakat yang
secara kelas sosiallebih rendah darinya. Dengan kekuasaan yang dimilikinya dia
berasumsi dapat mengubah nilai-nilai sosial terhadap kelompok sosial yang lebih
rendah.
 Konflik Radikal : Konflik ini bisa dikatakan sebagai sesuatu yang diakibatkan
oleh kepentingasn politik dan ekonomi. Tokoh yang mempopulerkan teori konflik
radikal adalan Karl Max, dimana ia berpendapat bahwasanya konflik dalam
masyarakat bisa terjadi arna banykanya hak-hak masyarakat dalamm kepentingan
politik dan juga kepentingan perekonomian. Konflik yang terjadi disebabkan
karena adanya ketidaksamaan yang diterima oleh pihak yang berkuasa terhadap
kepentingan politik dan perkenomian tersebut, dengan warga biasa yang tidak
kuat secara politik maupun perekonomia.
Kesimpulan
Semua tindakan kejahatan yang dilakukan oleh Rey dalam film “Rembulan
Tenggelam Diwajahmu” bukan dilakukan secara sengaja. Banyak pihak yang
seharusnya bertanggung jawab atas perilaku Rey. Beberapa teori-teori kriminologi
yang sudah penulis beri tahukan diatas, dirasa sudah cukup untuk menilai tindakan
kejahatan yang Rey lakukan dalam sudut pandang kriminologi.
Tindak kejahatan yang dilakuakn oleh Rey dalam film “Rembula Tenggelam
diWajahmu” ini masuk dalam beberapa teori kejahatan kriminologi sebagai berikut :
1. Teori Difrensial : hal ini selaras dengan apa yang dilakukan oleh Rey yang
digambarkan dalam film ini merupakan sosok remaja laki-laki yang tidak terlalu
bagus dalam berkomunikasi atau mudahnya sebagai laki-laki yang tidak mudah
mengungkapkan perasaannya, dan memiliki kontrol emosi yang cukup bruk yang
diakibatkan oleh pola asuh yang ia terima selama di panti asuhan.
2. Strain Theori : Dalam film inipun digambarkan secara jelas setiap Rey
melakukan tindak kejahatan sebenernya itu semua dilakukan buka karena keinginan
sendiri, melainkan selalu ada lasan yang melatar belakanginya.
3. Teori Sub-Culture : Budaya-budaya yang ada dan berkembang disekitar Rey
juga dapat kita lihat sangat mempengaruhi Rey. Baik secara pola pikir, maupun
tindakan yang dilakukan oleh Rey.
4. Teori Konflik Kebudayaan : Di Film ini juga terlihat bgaimana konflik
kebudayaan yang Rey alami, bagaimana sikap Rey yang digambarkan juga kesulitan
dengan kebudayaan baru yang dia dapati ketika ia pindah ke panti asuhan yang lebih
baik, dimana ia harus menyesuaikan diri dengan anak-anak panti yang ada disana,
menjaga nama baik pengasuh panti, dan juga mengontrol emosi saat ia mulai diusik
oleh preman-preman di tempat barunya.
5. Teori lebeling: Dalam film ini bisa kita lihat secara tidak sadar justru Rey
melebelkan dirinya sendiri sebagai penjahat, hal ini tercermin dalam adegan ketika
temen-temenya di pukuli oleh para preman yang pernah berurusan dengan Rey, yang
mengakibatkan salah satu temennya yang mempunyai impian menjadi penyanyi
terkenal harus kehilangan piata suaranya. Disini Rey memilih pergi meninggalkan
keluarga di panti barunya tersebut. Ia beranggapan bahwasanya dirinya yang tidak
baik ini membawa pengaruh yang tidak baik juga kepada teman-temannya, walaupun
hal tersebut bukan kesalahan Rey sepenuhnya.
Daftar Pustaka
Edwin H. Sutherlands dan Donald R. Cressey, Principles of Criminology, New York
Lippincontt Company, New York, 1974, hlm 3, dan Lilik Mulyadi Kapita Selekta
Hukum Pidana, Kriminologi dan Victimologi, Penerbit PT Djambatan, Jakrta, 2007,
hlm 111-112.

Frank P. William III dan Marilyn McShane, Criminological Theory, New Jersey
Printice hall, Englewood Cliffs , 1988.

Freda Adler dkk, Criminology: The Shorter Version, Second Edition, McGraw
HillInc, USA, 1995, hlm.126.

Anda mungkin juga menyukai