Di sususn oleh :
NIM : 07021181621174
Dosen Pembimbing :
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
MARET 2017
BAB 1
KONTEKS DAN KONSEKUENSI TEORI
Ketika orang amerika melakukan survey tentang tentang penyebab seseorang melakukan
suatu tindakam menyimpang. Seorang penyurvei akan bertamya kepada warga tentang apa saja
sebab-sebab kejahatan, dan henya sedikit responden tang mengatakan mereka tidak tahu. Dan
sebagian yang laiannya akan menjawab bahwa suatu kejahatan disebabkan oleh faktor-faktor
seperti pengangguran, kehidupan rumah tangga yang buruk, dan hukuman yang terlalu ringan.
Kebanyakan orang mengatakan kejahatan tidak banyak berasal dari pemikiran yang kukuh,
namun lebih banyak dari pemahaman implicit yang mereka dapatkan di sepanjang hidup mereka.
Kemudian dalam menyikapi suatu kejahatan dan isu-isu sosial yang lainnya, dapat berasal dari
berbagai macam sumber-sumber seperti, orang tua, khotba gereja, serta bagaimana suatu
kejahatan yang digambarkan di dalam televisi. Dapat juga dikatakan suatu pengalaman social
dapat membentuk cara seseorang untuk memikirkan kejahatan.
Dan konklusi ini memungkinkan untuk tiga poin tambahan. Pertama, anggota public secara
umum bukan hanya satu-satunya yang dipengaruhi dengan pengalaman hidup mereka sendiri
dalam merumuskan teori-teorinya. Seorang kriminilog akademik dan pejabat-pejebat pemerintah
merumuskan suatu kebijakan tentang suatu kejahatan memiliki mandat profesional untuk
menyingkirkan bias di dalam pribadinya, membaca riset, serata mendukung teori yang memiliki
bukti paling kuat.
Kedua, jika pengalaman sosial dapat mempengaruhi sikap tentang kriminalitas, maka ketika
masyarakat berubah-ubah dan orangtersebut mendapatkan suatu pengalaman yang berbeda-beda
maka pandangannya tentang suatu kejahatan akan berbeda juga. Jadi, bagi kolonis yang hidup
hidup penuh dengan keterbatasan dan sangat religious, adalah masuk akal bagi kolonis untuk
mengaitkan kejahatan dengan kekuatan setan yang mengontrol kemauan orang yang terjatuh
yang tepetangkap dosa. Bagi orang yang hidup di era 1960-an yang memahami bahwa ada
hambatan sistematis yang mencagah minoritas untuk mengikuti kenikmatan impian Amerika,
akan masuk akal bahwa seseorang akan menjadi jahat dikarenakan mereka miskin karena mereka
dihambat untuk mendapatkan suatu peluang yang sama. Dapat dikatakan masuk akal juga
seseorang berpendapat bahwa seorang akan semakin sering melakukan kejahatan karena mereka
tahu bahwa jika meraka tertangkap resikohnya sangat kecil seperti hanya dipukul lengan.
Jadi, suatu konteks sosial berpetan sangat penting dalam mengambangakan cara-cara
menteorisasikan suatu kejahatan. Jika konteks sosial berubah dan orang mulai menjalani hidup
yang berbeda-beda, maka aka nada pegeseran tentang cara pandang mereka terhadap dunia dan
orang-orang di sekelilingnya.
Dan ketiga, suatu pemikiran kita tentang kejahatan dikondisikan oleh kondisi sosial sesorang.
Arogansi kita menyebabkan kita menerima interprestasi kita atau teori kita sebagai jelsa-jelas
benar. Bahkan kita sudah lupa bahwa generasi yang akan datang mempunyai kesempatan lebih
besar untuk melihat kita dan menilai hal-hal yang aneh dan menggalikan pada diri kita sendiri.
Terkadang suatu teori seringkali diremehkan seseorang sebagai sekedar omong kosong saja,
namun juga bukan sesuatu yang begitu diperhatikan oleh orang-orang yang berpikir praktis.
Tetapi pendapat ini dapat dikatakan sesuatu yang dangkal sebeb yang diperingatkan oleh Thomas
Szasz (1987) yaitu, suatu ide menimbulkan suatu konsekuensi dan bias dilihat juga Weaver
(1948) bahwa teori itu penting.
Saat berkaitan dengan kebijakan di suatu pengadilan kejahatan, ada banyak contoh seperti,
ungkapan (Sherman & Hawkins, 1981) bahwa, suatu pelanggaran hukum adalah sesuatu yang
sangat berisiko: seseorang bias saja kehilangan propertinya dan bahkan kehilangan nyawanya.
Stephen Pfrol (1985) ia meringkas relasi inheren antara teori dan suatu kebijakan ini:persepektif
teotetis memberi kita gambaran tentang sesuatu dan bagaimana kita bias bertindak terhadapnya.
Teori menentukan mna yang masuk dalam satu jenis sesuatu dan mana yang bukan. Teori
membuat kita merasa ada di dunia dengan konten yang relatif tetap. Perspektif teoretis mengubah
banyak data indriawi mentah menjadi pemahaman, penjelasan, dan rumusan untuk melakukan
tindakan yang tepat (hal. 9-10).
Suatu kebijakan dan praktik pengadilan kriminal akan terlihat masuk akal, tergantung dengan
hal-hal yang dianggap sebagai penyebab prilaku ilegal: kebijakan lainnya mungkin dianggap
irasional dan bahkan menjadi berbahaya. Dalam kasus apapun poin yang penting adalah
dukungan untuk kebijakan peradilan kriminal akan runtuh apabila teori yang menjadi dasarnya
tidak lagi masuk akal. Observasi penting disisni yaitu, seiring berubahnya teori criminal, maka
kebijakan pradilan criminal akan berubah pula.
Timothy Flanagan (1987) mengingatkan kita bahwa, mungkin pelajaran paling jelas dari
riset historis tentang kejahatan dan penyimpangan yaitu bahwa pendekatan mengontrol kejahatan
yang menjadi cirri-ciri utama di setiap era tertentu dalam sejarah jelas berkaitan dengan gagasan
di era tertentu itu tentang sebab kejahatan. (hal. 232). Tujuan kita di buku ini yaitu, untuk
memberikan teks primer dan teori kriminologi-suatu pengantar untuk seejarah sosial dari upaya
menjelaskan kejahatan, terutama dalam konteks akademik.Narasi teori kriminilogi, menurut
pandangan umum, dimulai dengan berdirinya bidang kriminologi dan meminjam kata-kata dari
Rennie (1978)
Bab 2 ini mengulas 2 perspektif teoretis yang pada umumnya diaggap sebagai dasar
kriminolagi modern. Dan aliran klasikpun muncul di era pencerahan. Aliran ini menekankan
pada penolaka atas pemjelasan spiritual atau religius tentang kejahatan dan lebih mendukung
pandangan bahwa suatu pelaku kejahatan itu menggunakan nalar mereka penilaian biaya dan
manfaat dalam memutuskan apakah suatu tindak kejahatan potensial akan dapat direformasikan
sehingga akan adil dancukup punitif untuk menjegah orang melanggar hukum . dan pendekatan
ini merupakan pelopor teori pilihan rasional dan deterensi yang lebih baru. Namun Bab 2 ini
terutamakan dicurahkan untuk membahas aliran positivis, yang menekankan pada studi
kejahatan secarah ilmiah.
Para sarjana di Amerika tahun 1930-an menembangkan tiga penjelaskan utama tentang
kejahatan: teori kontrol, yang mengeksplorasikan bagaimana kejahatan terjadi ketika kontrol
melemah; teori asosiasi diferensial, yang mempelajari bagaimana kejahatan terjadi ketika
individu memahami definidi cultural yang mengandung tindakan yang legal; dan teori tekanan-
anomie, yang mempelajari bagaimana kejahatan terjadi ketika orang menahan tekanan karena
tersigkirkan dalam upayanya untuk mencapai kesuksesan. Engaruh dari tiga teori ini adalah salah
satu sebab mengapa perspektif tersebut dipandang sebagai kriminologi arus utama.
Setelah adanya kerusuhan dijalanan menyadarkan generasi kriminolog saat itu tentang
adanya ketimpangan sosial dan ketidakadilan yang menghambat terwujudnya harapan amerika
untuk menciftakan kesetaraan bagi semuanya, yang menyebabkan penyelewengan kekuasaan.
Berdasarkan pandangan ini munculah teori baru yang di sebut kriminologi kritis. Meskipun
belum sepenuhnya berkembang, benih-benih kriminologi kritis sebagian dapat ditelusuri ke teori
lebelling, yang akan dibahas di bab 7. Dan para sarjana menawarkan argumen bahwa penyebab
utama dari stabilnya tindak kejahatan yaitu, stigmatisasi pelaku kejahatan dan pemrosesan
mereka melalui peradilan pidana. Mereka bahkan menyatakan bahwa kapitalisme merupakan
faktor yang menyebabkan tingginya angka kejahatan di kalangan orang miskin dan kaya.
Di bab 10 membahas tentang penelitian lain yang didorong oleh kriminologi kritis:
perkembangan teori feminis. Perspektif ini menimbulkan penggenderan kriminologiDi
amerika serikat dan di inggris.
Terakhir, di bab 11, berisi pembahasan teori kejahatan kera putih. Dalam kenyataanya , para
sarjana telah menunjukan besarnya kejahatan ker-putih khususnya yang dilakukan oleh korporasi
dab mengeksplorasi mengapa tindak kejahatan yang sangat merugikan ini bias terjadi.
Meskipun banyak teori kriminologi muncul sebagai respon terhadap konteks sosial di era
1960-an dan 1970-an, khususnya yang berkaitan dengan merebaknya ketimpangan dalam aspek
uang dan kekuasaan, amerika beralih ke politik kanan die rah Reagan dan Bush di tahun 1980-an
dan selanjutnya. Teori-teori ini bervariasi didalam hal manfaat ilmiahnya, namun mereka
konsisten menunjukan bahwa jawaban terhadap isu kejahatan yaitu pada sanksi yang lebih kasus-
kasusnya penggunaan penjara terhadap para pelaku kejahatan. Teori ini di bahas di Bab 12.
Jadi, Bab 13 membahas teori aktivitas rutin atau kriminologi environmental, yang
berpendapat bahwa kejahatan paling baik dipahami sebagai pristiwa (event) yang hanya
melibatkan pelaku yang memeliki motivasi tetapi juga kesempatan untuk melanggar hukum.
Pada bab ini juga mengesplorasikan perspektif yang meneliti pemikiran dan keputusan pelaku
kejahatan, termasuk teori pilihan rasional dan teori deterensi perseptual.
Teori kriminologi kontemporer merupakan perpaduan cara berpikir lama dan baru. Setelah
muncul, pradigma itu mungkin berfluktuasi dalam pemikiran yang di pengaruhi oleh mereka,
namun sering tetap jadi bagia integral dan kajian kriminologi.Di Bab 14 ini membahas
kemunculan kembali teorisasi biologis atau, seperti sering disebut sekarang ini, perspektif
biososial. Riset ini sering melibatkan upaya eksplorasi terhadap bagaimana faktor biologis.
berinteraksi dengan faktor sosial untuk membentuk prilaku.Pada Bab 15 ini membahas tentang
pradigma yang semakin mendominasi kriminologi amerika: kriminologi perjalanan hidup atau
kriminologi perkembangan ( developmental). Pendekatan ini fokus pada bagaimana akar
kejahatan dapat di telusuri ke masa kanak-kanak.
BAB 2
MENCARI MANUSIA KRIMINAL
SPIRITUALISME
Dalam penjelasan tentang kejahatan, spiritualisme memiliki perbedaan mendasar dengan
metode penjelasan kriminologi yang ada saat ini. Berbeda dengan teori- teori saat ini, penjelasan
spiritualisme memfokuskan perhatiannya pad perbedaan antara kebaikan yang datang dari tuhan
atau dewa dan keburukan yang datang dari setan. Seseorang yang telah melakukan kejahatan
dipandang sebagai orang yang telah terkena bujukan setan (evill/ demon).
Penjelasan tentang kepercayaan manusia pada yang ghaib tersebut dapat kita peroleh dari
berbagai literature sosiologi, arkeologi, dan sejarah selama berabad- abad yang lalu.
Sebagaimana kita ketahui, bagi orang- orang dengan kepercayaan primitif, bencana alam selalu
dianggap sebagai hukuman dari pelanggaran norma yang dilakukan.
Dalam perkembangan selanjutnya aliran spiritualime ini masuk dalam lingkungan dalam
pergaulan politik dan sosial kaum feodal.landasan pemikiran paling rasional dari perkembangan
ini adalah bahwa pada periode sebelumnya kejahatan dianggap sebagai permasalahan antara
korban dengan pelaku dan keluarganya.
Akibatnya adalah konflik berkepanjangan antara keluarga yang dapat mengakibatkan
musnahnya keluarga tesebut. Juga menjadi suatu masalah adalah bahwa pelaku kejahatan yang
berasal dari keluarga yang menmiliki posisi kuat dalam masyarakat tidak akan dapat dihukum.
Sebagai upaya pemacahan terhadap permasalahan tersebut, maka masyarakat membentuk
lembaga- lembaga yang dapat menjadi dasar pembenar terhadap upaya pembalasan terhadap
seseorang yang telah meakukan kejahatan. Konsep carok misalnya dikenal dalam masyarakat
Madura. Konsep perang tanding antara keluarga yang menjadi korban dengan keluarga pelaku
merupakan wadah pembalasan dendam da kerugian dari pihak korban. Dalam hal ini ada suatu
kepercayaan dari masyarakat bahwa kebenaran akan selalu menang dan kejahatan pasti akan
mengalami kebinasaan. Namun akibat lain dari kepercayaan ini adalah bila keluarga pelaku
memenangkan pertarungan tersebut maka mereka akan dianggap benar dan keluarga korban
mengalami celaan ganda.
Meski dalam kenyataan dimasyarakat dapat dilihat secara nyata bahwa penjelasan
spiritual ini ada dan berlaku dalam berbagai bentuk dan tingkat kebudayaan, namun aliran ini
memiliki kelemahan yaitu bahwa penjelasan ini tidak dapat dibuktikan secara ilmiah
ALIRAN KLASIK: KRIMINAL SEBAGAI KALKULATOR
Ciri terpenting pada aliran ini yaitu penekanan pada penjahat individual sebagai orang yang
mampu memperhitungkan apa yang ingin dilakukan. Dengan kata lain, individu dipandu oleh
prinsip sakit dan senang yang berdasarkan itu seseorang mengkalkulasi resiko dan imbalan
dalam tindakannya. Dengan demikian hukuman adakah cocok untuk dikenakan pada orang yang
melanggar hukum, bukan pada karakteristik sosial atau fisik dari si penjahat itu.
Perbedaan paling penting antaraaliran klasik dan aliran positivis, yaitu aliran positivis
lebih mengutamakan pencarian fakta empiris untuk mengonfermasikan ide bahwa kejahatan di
tentukan oleh banyak faktor. Positivis abad ke-19 ingin bukti ilmiah bahwa kejahatan disebabkan
oleh fitur yang ada pada individu. Terutama menekankan pemikiran dan tubuh penjahat, bahkan
sampai tingkat tertentu yang mengabaikan faktor sosial tertentu.
Namun pencarian penyebab terjadinya kejahatan dalam kenyataannya diawali oleh positivis abad
ke-19. Yang misalnya, literature yang lebih awal menghubungkan tubuh melalui ide kecantikan
dan keburukan seseorang akan berhubungan dengan prilaku yang baik dan yang jahat.
Tipe tubuh dan kejahatan. Pencarian manusia kriminal yang ditentukan berdasarkan tubuh
tidak behenti setelah kesimpulan Goring (1913). Kretschamer mengangkat tema ini karena dia
terkesan dengan subjek jenis pentuk tubuh yang dianggapnya berkaitan dengan tipe disposisi
psikis tertentu. Studi kretschmer, mendifinisikanempat tipe tubuh: astheic, athletic, pyknic, dan
tipe campuran yang tidak dapat diklafikasikan. Dia menemukan tipe asthenic adalah bentuk yang
langsing dan kecil, dia hamper seluruh tubuhnya kekurangan lemak. Tipe atchelic bercirikan
bahu lebar, otot yang bagus, dada bidang, perut rata, dan kaki yang kuat. Tipe pyknic yaitu tubuh
yang sedang cendrung bulat atau gempal, dengan bahu yang agak gemuk,wajah lebar, tangan
pendek dan gemuk. Kretschmer berpendapat bahwa tipe asthenic dan athletic diasosiasikan
dengan personalitas schizophrenic, sedangkan pyknic dengan manic-depressive.
Dan Sheldon (1949) mengklafikasikan fisik laki-laki dengan mengukur sejauh mana mereka
memiliki kombinasi dari tiga komponen tubuh yang berbeda: endomorphy, mesomorphy, dan
ectomorphy. Masing-masing dapat mendominasi suatu fisik.
Penyebab psikogenik dari kejahatan, pada poin ini, kita dapat mengarahkan perhatian pada
bentuk lain dari positivisme, yang menekankan pada tipe psikis sebagai penyebab kejahatan.
Aliran pemikiran ini berkembang kedua arah: yang satu menekankan pada psikoanalisis dan
yang lainnya pada ciri personalitas.
Orientasi paling jelas yang ditunjukan oleh positivis di pertengahan ke-19 sampai seperempat
pertama abad ke-20, menganggap sebab-sebab kejahatan ada pada diri pelaku criminal. Masing-
masing disiplin ilmu ini sangat menekankan pada individu sebagai penjelasan prilaku. Penekanan
inilh yang menjelaskan tentang konsekuensi kebijakan dari penjelasan mereka tentang
kejahatan.
Dalam menunjukan efek terburuk dari teori yang berorientasi biologis, kita tidak
mengabaikan bahwa aliran positivis juga membantu mengawali pendekatan untuk kebijakan
yang bersifat reformatif ketimbang punitif. Kesimpulan bahwa pelaku pelanggaran dicirikan oleh
karakteristik psikologis atau jasmani yang tidak dapat diubah telah menimbulkan konsklusi
bahwa pelaku pelanggaran seharusnya dieliminasi, dipenjara, atau di ubah secara fisik melalui
tindakan intruksif. Ringkasnya, tantangannya yaitu bagaimana merehabilitasi pelaku pelanggaran
agar mereka dapat kembali ke masyarakat sebagai warga yang normal. Selain upaya untuk
mengaplikasikan prinsip ilmiah guna menjelaskan penyebab kejahatan, dan Lombroso juga
memimpikan pembaharuan sistem peradilan kejahatan sehingga system itu akan menggunakan
gagasan kriminologinya dan bereaksi terhadap pelakukejahatan berdasarkan tingkat gagasnya.
BAB 3
MENOLAK INDIVIDUALISME
Pertumbuhan kota Chicago luar biasa, ketika kota ini dimasukkan ke wilayah Amerika
pada 1833, penduduknya sekitar 4.100 jiwa pada 1890, penduduknya menjadi satu juta jiwa
dan pada 1910 bjunmlahnya melampaui dua juta jiwa. Banyak kriminolog yang menyaksikan
perubahan kota ini menjadi perkampungan yang kumuh dalam hal ini kejahatan di pandang
sebagai problem sosial. Ada janji dari amerika untuk mengubah kampun kumuh ini untuk
lebih baik namun mereka khawatir hal ini tidak sampai ke kampong kumuh. Darwins
berlogika bahwa orang miskin yang sebagian penjahat adalah inferior secara biologis dan
masuk kedalam kasta bawah masyarakat karena mereka adalah makhluk rendahan, namun
tetap ada argument bahwa orang jadi miskin karena lingkungan yang menekan mereka
menjalani kehidupan kriminal bukan karena jahat sejak lahir. Jadi, selama decade pertama
1900-an kota ini menjadi fitur dominan dari kehidupan amerika dan muncul gerakan yang
memperingatkan bahwa tatanan sosial kawasan kumuh perkotaan bisa melahirkan kejahtan.
Mengubah Komunitas
Seperti telah kita sebutkan, kriminologi Chicagi generasi awal menolak penjelasan
psikiatrik dan individualis serta lebih mendukung penjelasan mengenai akar sosial
kejahatan. Sesuai denga presfektif teoritis ini, mereka menawarkan tantangan sistematis
pertama pada dominasi psikologi dan psikiatri dalam program public dan prifat untuk
pencegahan dan penanganan kenakalan remaja. Solusi untuk kenakalan remaja, bukan
menghilangkan patoligi yang ada di dalam diri individu namun menghilangkan patologi
yang ada di dalam stuktur komunitas yang kacau.