Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

PENYAKIT BAKTERIAL DAN MIKAL

CORYZA

Kelompok 2 / Paralel 2

B04180106 Dindaputri Padmasari

B04180107 Teresa Wening Anggitasari

B04180108 Muchamad Armand Satriani

B04180109 Joko Susilo

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2021
Pendahuluan

Coryza adalah penyakit saluran pernafasan atas pada ayam yang disebabkan oleh
bakteri ​Haemophilus paragalinarum ​yang sekarang berganti nama menjadi ​Avibacterium
paragallinarum (​ Blackall ​et al. 2005)​. ​Haemophilus paragalinarum merupakan salah satu
jenis bakteri gram negatif yang berbentuk batang pendek atau cocobasil, non motil, tidak
membentuk spora dan fakultatif anaerob (Tabbu 2000). Coryza berdampak terhadap kerugian
ekonomi karena dapat menurunkan produksi telur ayam layer hingga 10-40% dan
menghambat pertumbuhan ayam broiler pada stadium grower ketika menyerang ayam
pedaging (Miao ​et al. ​2000).
Haemophilus paragalinarum merupakan organisme yang mudah mati dan mengalami
inaktivasi secara cepat di luar tubuh inang. Gejala klinis yang sering muncul adalah rinitis,
bengkak dibagian wajah atau edema, anoreksia, dan keterlambatan pertumbuhan pada unggas
muda (​Akhter ​et al. 2​ 013)​. Eksudat infeksius yang dicampur dengan air ledeng akan
mengalami inaktivasi dalam waktu 4 jam pada temperatur yang berfluktuatif. Eksudat atau
jaringan yang mengandung agen patogen akan tetap infeksius selama 24 jam pada temperatur
37​°​C bahkan dapat bertahan selama 48 jam. Temperatur 4​°​C membuat eksudat infeksius
mampu bertahan untuk beberapa hari. Temperatur 45​°​C-55​°​C, kultur ​Haemophilus
paragalinarum​ dapat diinaktivasi dalam waktu 2 – 10 menit (Moenek 2016).
Infectious ​coryza (snot) merupakan suatu penyakit pernapasan pada ayam, yang
disebabkan oleh bakteri dan dapat berlangsung akut sampai kronis. Secara umum snot
dikenal sebagai penyakit yang menyebabkan kematian rendah tetapi morbiditasnya tinggi.
Penyakit ini bersifat sangat infeksius dan terutama menyerang saluran pernapasan bagian
atas. ​Infectious coryza sulit diberantas karena faktor-faktor pendukung penyakit ini sulit
dihilangkan, misalnya kondisi manajemen peternakan di Indonesia seperti sistem
perkandangan kurang memadai (ventilasi yang kurang memadai, jarak antara kandang
sempit, dan kepadatan kandang yang tinggi), umur ayam bervariasi dalam satu lokasi,
fluktuasi temperatur dan kelembaban yang tinggi (Tangkonda ​et al.​ 2014).

Metode Diagnosis

A. Identifikasi Morfologi
Koloni bakteri diindentifikasi dengan mengamati karakter pertumbuhan koloni dan
mengamati karakter sel bakteri melalui pengecatan Gram. Morfologi ​Av. paragallinarum
kecil, bulat, transparan dan tampak seperti tetesan embun, bersifat kokobasil Gram negatif
(Tangkonda ​et al.​ 2019).
Uji biokimia dilakukan terhadap koloni ​Av. paragallinarum​. Uji biokimia dengan
metode uji katalase, uji oksidasi, uji indol, uji urease, dan uji fermentasi karbohidrat. ​Av.
paragallinarum memiliki sifat katalase negatif, oksidase negatif, indol negatif, fermentasi
glukosa, laktosa, manitol, sukrosa dan sorbitol (El-Ghany 2011, Priya ​et al.​ 2012).
B. Isolasi
Bakteri diisolasi dari sinus infraorbital layer yang menunjukkan gejala snot dan
dikultur pada agar coklat secara aseptis dengan metode T-streak . Media diinkubasi di dalam
candle jar pada suhu 37 ᴼC selama 18-24 jam. Pertumbuhan dan morfologi koloni diamati
setelah 24 jam (Tangkonda ​et al. 2019). Teknik isolasi dengan media agar mempunyai
banyak kendala yaitu perlu waktu lama, bahan media mahal, membutuhkan suplemen faktor
tumbuh Nicptinamide adenine dinucleotide (NAD) dan faktor mikroorganisme komensal lain
cepat tumbuh sehingga akan menghambat pertumbuhan Av. paragallinarum (Agustiani ​et al.
2019).

C. Diagnosis Serologis
Uji serologis dapat dilakukan untuk menentukan serotipe agen penyebab snot. Av.
paragallinarum memiliki strain dengan antigenisitas yang berbeda, dan sampai saat ini
terdapat tiga serotipe yang telah dikarakterisasi, yaitu serotipe A, B, dan C. Serotipe A dan
serotipe C dikenal sebagai serotipe yang virulen, tetapi sekarang ditemukan bahwa Serotipe B
juga memiliki peranan dalam kejadian penyakit snot namun tidak menunjukkan gejala klinis
yang signifikan (Tabbu 2000). Uji serologis dilakukan berdasarkan skema Page dengan
metode plat aglutinasi menggunakan antisera spesifik (Page 1962). Menurut skema Page
terdapat 3 serotipe ​Av. paragallinarum​, yaitu serotipe A, B dan C (Tangkonda ​et al.​ 2019).
Serologis saat ini merupakan salah satu metodologi pengujian terbaik dengan 3
bentuk tes HI yang telah diakui, yaitu simple, extracted, dan treated. Tes HI sederhana
didasarkan pada sel Page bakteri Av. paragallinarum dan eritrosit ayam segar. Teknik ini
hanya dapat mendeteksi antibodi pada ayam hasil vaksinasi atau yang pernah terinfeksi atau
terpapar oleh Av. paragalinarum serotipe A. Tes HI dengan ekstraksi didasarkan pada
ekstraksi potassium thiocyanate (KSCN), sonikasi cell ​Av. paragallinarum,​ dan campuran
glutaraldehyde dari eritrosit ayam. HI secara ekstraksi umumnya digunakan untuk
memperteguh deteksi dari organisme Page serotipe C. Tes ini mampu mengetahui serotipe
spesifik dari respons antibodi serotipe C pada ayam tervaksinasi. Kelemahan dari uji
extracted HI, yaitu ayam yang terinfeksi secara alamiah akan bereaksi negatif. Uji treated HI
dengan perlakuan didasarkan pada hyaluronidase-treated dari sel utuh Av. paragallinarum
dan campuran formaldehid eritrosit ayam. Tes dengan perlakuan ini belum digunakan secara
luas, namun pernah untuk mendeteksi antibodi di Page serotipe A, B, dan C tapi hanya
antibodi A dan C yang menunjukkan hasil titer yang tinggi (​Blackall dan Soriano-Vargas
2019).

D. Diagnosis Biologi Molekular


Sampel usapan yang diisolasi dari ayam yang menunjukkan gejala klinis terinfeksi
koryza kemudian diidentifikasi dengan metode single Polymerase Chain Reaction (sPCR).
Dilakukan ekstraksi DNA bakteri dengan menggunakan kit ekstraksi (NucleoSpin Tissue).
Hasil ekstraksi berbentuk cair kemudian diukur konsentrasi DNA dengan spektrofotometer.
Dilakukan amplifikasi DNA pada sPCR. Kondisi siklus sPCR adalah sebagai berikut : 94°C
selama 1 menit diikuti dengan 25 siklus dengan suhu 65°C selama 1 menit dan 72°C selama 2
menit, diikuti dengan ekstensi akhir pada 72°C selama 10 menit. Reaksi terdiri dari 25 siklus
dari 94°C selama 1 menit, 65°C selama 1 menit dan 72°C selama 2 menit,diikuti dengan
ekstensi akhir pada 72°C selama 10 menit. Besar produk PCR yang diharapkan adalah 500 bp
yang divisualisasikan melalui elektoforesis pada gel agarosa 1,2% yang mengandung edidium
bromida 0,4 µg/ml. Kemudian dilakukan penentuan serotyping Av. paragallinarum
menggunakan mPCR dan amplifikasi DNA mPCR. Sekuen DNA dari primer yang digunakan
pada mPCR untuk penentuan serotipe Av. paragallinarum adalah HMTp10 yang merupakan
gen hipervariabel dari protein haemaglutinin pada membran luar dinding sel bakteri Av.
paragallinarum. Dilakukan pencampuran amplifikasi sebanyak µL mengandung 12,5 µL 2x
Multoplex PCR Master Mix Qiagen, 2,5 µL 10x Primer mix, 7 µL Rnasrfree water, 3
Tample. Siklus mPCR adalah sebagai berikut 98°C selama 7 menit diikiti 30 siklus dengan
suhu 98°C selama 1 menit, 56°C selama 1 menit, 72°C selama 2 menit, diikuti tahap akhir
72°C selama 2 menit Hasil mPCR divisualiasikan dengan elektroforesis gel agarose 1,2%
yang mengandung etidium bromida 0,4 µg/ml. besaran produk mPCR tergandung dari
serotipe Av. paragallinarum yaitu berikut serotipe A 800 bp, serotipe B 1100 bp dan serotipe
C 1600 bp. Teknik molekuler seperti sPCR dan mPCR untuk kebutuhan diagnosa cepat
penyebab koryza dapat direkomendasikan karena teknik ini mengindentifikasi gen spesifik
dari Av. paragalinarum (Agustiani ​et al​. 2019).

Tabel . Sekuen DNA Primer untuk identifikasi Av. paragallinarum

Tabel . Sekuen DNA primer untuk penentuan serotipe Av. paragalinarum


Pembahasan

A. Identifikasi Morfologi

Hasil pewarnaan Gram, 11 koloni dugaan bersifat Gram negatif dengan bentuk sel
kokobasil, satu koloni bersifat heterogen yaitu morfologi sel bakteri yang teramati adalah
Gram positif dan Gram negatif dengan bentuk sel kokobasil dan kokus. Hasil pewarnaan
Gram dari koloni dugaan yang bersifat Gram negatif dan berbentuk kokobasil (Gambar 2)
sama dengan hasil yang ditemukan oleh peneliti sebelumnya yang menyatakan bahwa isolat
dugaan ​Av. paragallinarum ​bersifat Gram negatif dengan sel bakteri berbentuk kokobasil
(Priya ​et al.​ 2012).

Gambar 1. Gambaran mikroskopik sel bakteri dugaan ​Av. Paragallinarum ​yang


berbentuk kokobasil (→)

Uji biokimiawi terhadap ​Avibacterium paragallinarum (Apg) dengan media yang


mengandung karbohidrat dan disimpan pada suhu 37°C selama 48 jam. Hasil uji biokimiawi
menunjukkan terbentuknya asam yang ditandai zona warna kuning disekeliling dan dibawah
pertumbuhan bakteri Apg. Karbohidrat yang diuji adalah galaktosa, sorbitol, sukrosa,
glukosa, laktosa, maltosa, mannitol, sukrosa, trehalosa dan xilosa. Uji biokimiawi Apg
menunjukkan katalase negatif, oksidase negatif, H2S negatif, dan fermentasi glukosa
menunjukkan laktosa, sukrosa, mannitol posItif dan galaktosa negatif (Kerala 2012). Uji
biokimiawi dengan metode medium padat lebih akurat bila dibandingkan dengan
menggunakan medium cair yang biasa dilakukan sebelumnya, apalagi jika bakteri yang diuji
jumlahnya besar, karena dapat memakai aplikator (Blackall 1988).

B. Isolasi
Berdasarkan karakter morfologi, dari 12 koloni ditemukan hanya 6 koloni yang
menunjukkan karakter morfologik ​Av. paragallinarum yaitu koloni yang berukuran kecil,
bulat, transparan dengan permukaan dan tepi koloni halus dan tampak seperti tetesan embun.
Teknik isolasi dengan media agar mempunyai banyak kendala yaitu perlu waktu lama, bahan
media mahal, membutuhkan suplemen faktor tumbuh Nicptinamide adenine dinucleotide
(NAD) dan faktor mikroorganisme komensal lain cepat tumbuh sehingga akan menghambat
pertumbuhan Av. paragallinarum (Agustiani ​et al.​ 2019)

Gambar 2. Koloni ​Av. paragallinarum y​ ang berbentuk bulat, kecil seperti tetesan embun (→)

C. Diagnosis Serologis
Hasil uji serotipe mendapatkan 4 isolat yang teridentifikasi ​Av. paragallinarum
sedangkan satu isolat tidak teridentifikasi sebagai Av. paragallinarum. Kasus ini bisa terjadi
karena isolat referensi yang digunakan hanya tiga referensi yaitu referensi serotipe A, B, dan
C dan metode yang digunakan berdasarkan klasifikasi Page, yang hanya mengklasifikasi ​Av.
paragallinarum dalam 3 serotipe, sedangkan sampai saat ini dikatakan ada 9 serovar ​Av.
paragallinarum yang telah berhasil diidentifikasi berdasarkan klasifikasi Kume (Roodt
2009).

D. Diagnosis Biologi Molekular


Hasil positif Av. paragallinarum dari 15 sampel usapan sinus ditunjukkan dengan
metode sPCR ditentukan dari targen gen pada sPCR adalah gen HPG-2 yang akan
menunjukkan besaran produk PCR pada 500 bp.

Gambar . Visualisasi hasil sPCR Av. paragallinarum panjang pita 500 bp sekuen HPG-2 PCR
Hasil visualisasi produk mPCR menunjukkan hasil sebagai berikut: enam isolat
memiliki besar pita 800 bp yang merupakan seroyipe A, tujuh isolat memiliki besaran pita
300 bp yang merupakan serotipe C-4

Gambar . Visualisasi hasil mPCR Av. paragallinarum sekuen amplifikasi HMTp210 PCR
Pada hasil sPCR ini sesuai dengan penelitian Sakamoto ​et al. (​ 2012) bahwa positif
Av. paragalinarum di besaran pita sebesar 500 bp kemudian dilanjutkan mPCR yang
menunjukkan besaran pita yang berbeda pada masing-masing serotipe (A, B dan C). Pada
besaran pita 300 bp tergolong kedalam serotipe C-4 sedangkan serotipe B pada pita besaran
1100 bp tidak terdeteksi, karena serotipe B dinyatakan sebagai serotipe yang tidak patogen
dan bersifat spesifik lokal, yang artinya serotipe B yang ditemukan di suatu lokasi sangat
berbeda serotipe B di tempat yang lain (Agustiani ​et al​. 2019).

Simpulan

Coryza adalah penyakit saluran pernafasan atas pada ayam yang disebabkan oleh
bakteri ​Avibacterium paragallinarum​. Coryza/snot dikenal sebagai penyakit yang
menyebabkan kematian rendah tetapi morbiditasnya tinggi. Penyakit ini bersifat sangat
infeksius dan terutama menyerang saluran pernapasan bagian atas. Penyakit ini dapat
diidentifikasi dengan beberapa metode diagnosis, seperti pewarnaan gram, uji biokimia,
metode isolasi dengan agar coklat, uji serologis dengan mendeteksi serotype A, B, C, dan
terakhir dengan uji PCR melalui deteksi secara biologi molekuler.
Daftar Pustaka

Akhter S, Ali M, Das PM, Hossain MM. Isolation and identification of ​Avibacterium
paragallinarum the causal agent of infectious coryza (IC) from layer chickens in
Bangladesh. ​J. Bangladesh Agric Univ.​11:87–96.
Blackall PJ. 1988. Biochemical properties of catalase positive avian haemophili. ​J. Gen.
Microbiol.​ 134: 2801-2805.
Blackall PJ, Christensen H, Beckenham T, Blackall LL, Bisgaard M. 2005. ​Reclassification
of Pasteurella gallinarum, [Haemophilus] paragallinarum, Pasteurella avium and
Pasteurella volantium as Avibacterium gallinarum gen. nov., comb. nov.,
Avibacterium paragallinarum comb. nov., Avibacterium avium comb. nov. and
Avibacterium volantium comb. nov. ​Int J Syst Evol Microbiol.5​ 5(1): 353-362.
Blackall PJ dan Soriano-Vargas E. 2019. Infectious Coryza and Related Bacterial Infections​.
Diseases of Poultry​. 890–906.
El-Ghany WA. 2011. Evaluation of autogenous avibacterium paragallinarum bacterians in
chikens. ​Intl. J. of Poultry Sci.​ 10 (1): 56-61.
Kerala. 2012. Isolation and identification of avibacterium paragallinarum from ornamental
birds in Trissur. ​Journal of Life Sciences.​ 1(3): 87-88.
Miao D, Zhang P, Gong Y, Yamaguci T, Iritani Y, Blackall PJ. 2000. The development and
application of blocking ELISA kit for the diagnosis of infectious coryza. ​Avian
Pathol.​ 29: 219 – 225.
Priya PM, Krishna SV, Dineskhumar V, Mini M. 2012. Isolation and characterization of
Avibacterium paragallinarum from Ornamental Birds in Thrissur, Kerala. ​Int. J. Life.
Sci.​ 1(3): 87-88.
Roodt Y. 2009. ​Towards Unravelling the Genome of Avibacterium paragallinarum. Faculty
of Natural and Agricultural Sciences.​ Bloemfontein (RSA): University of the Free
State.
Sakamoto R, Kono Y, Sakaquchi M. 2012. Development of a multiplex PCR aand PCR-RLP
method for serotping of ​Avibacterium paragallinaarum.​ ​J Vet Med.​ 74(2):271-273.
Tabbu CR. 2000. ​Penyakit Ayam dan Penanggulangannya, Penyakit Bakterial, Mikal, dan
Viral​. Yogyakarta (ID) : Penerbit Kanisius.
Tangkonda E, Tabbu CR, Wahyuni AETH. 2014. Uji kepekaan ​Avibacterium paragallinarum
terhadap antibiotik yang berbeda. ​Jurnal Kajian Veteriner​. 2(1): 61-64.
Tangkonda E, Tabbu CR, Wahyuni AETH. 2019. Isolasi, identifikasi, dan serotyping
Avibacterium paragallinarum dari ayam petelur komersial yang menunjukkan gejala
snot. ​Jurnal Sain Veteriner​. 37(1): 27-33.

Anda mungkin juga menyukai