Anda di halaman 1dari 14

PAPER BIOLOGI SEL MOLEKULER

Di ambil dari jurnal yang berjudul


“GENETIK BEGOMOVIRUS YANG BERASOSIASI DENGAN
PENYAKIT KERITING PADA TOMAT BERDASARKAN TEKNIK
PCR”

Disusun oleh:

NOVIA DWI LISTYANUDIN


NRP 1321820011

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA
TANGERANG SELATAN
2019

1
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tomat (Lycopersicon esculentum) merupakan salah satu tanaman
sayuran yang penting di Indonesia, baik secara ekonomi atau kandungan
nmutrisinya. Produksi tomat sangat dipengaruhi oleh penyakit keriting daun
yang disebabkan oleh Tomato (yellow) leaf curl virus (TYLCV/ToLCV), salah
satu anggota dari genus Begomovirus, family Geminiviridae.
Usaha pengendalian penyakit keriting yang disebabkan infeksi TYLCV
sampai saat ini masih sulit untuk dilakukan karena tidak ada pestisida yang
dapat diaplikasikan secara langsung untuk mengontrol virus tersebut.
Pengendalian biasanya dilakukan secara tidak langsung antara lain dengan
mengurangi sumber inokulum dengan cara mencabut atau menghilangkan
tanaman-tanaman yang telah menunjukkan gejala serangan virus,
mengendalikan perkembangan serangga vektor, melakukan pergiliran
tanaman, dan pemberantasan gulma yang dapat menjadi inang pembawa virus.
Akan tetapi cara-cara pengendalian ini terkadang kurang efektif karena proses
penularan virus ini dapat terjadi dengan cepat mengingat penularan virus ini
dilakukan oleh serangga vektor. Penggunaan varietas tahan merupakan pilihan
yang tepat untuk mengendalikan virus karena metode ini relatif lebih aman dan
murah bila dibandingkan dengan metode pengendalian yang lain.
Terdapat dua pendekatan utama untuk pengembangan ketahanan
genetik terhadap virus yang tergantung pada sumber gen yang digunakan
(Dasgupta et al. 2003). Gen ketahanan dapat berasal dari virus itu sendiri atau
berasal dari sumber yang lain. Pendekatan pertama didasarkan pada konsep
ketahanan yang berasal dari patogen (pathogen-derived resistance, PDR).
Pendekatan PDR memanfaatan elemen genetik yang berupa gen utuh atau
bagian gen dari genom virus kemudian diklon dan diintroduksikan ke tanaman,
yang selanjutnya akan mempengaruhi satu atau beberapa tahap penting dalam
siklus hidup virus. Pendekatan yang kedua adalah ketahanan yang berasal
bukan dari patogen (non pathogen-derived resistance), yang didasarkan pada
pemanfaatan gen-gen ketahanan dari tanaman inang dan gen-gen lain yang
bertanggungjawab untuk adaptasi dan respon tanaman inang terhadap serangan
patogen, dan untuk memperoleh tanaman transgenik yang tahan terhadap virus
tersebut.
Kemajuan di bidang biologi molekuler telah menghadirkan beberapa
teknik yang dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus.
Salah satu teknik molekuler yang banyak diaplikasikan adalah Polymerase
Chain Reaction (PCR) karena teknik ini sangat sensitif dan spesifik untuk
mendeteksi dan mengidentifikasi patogen-patogen tanaman. Selain itu, PCR
dapat digunakan untuk mengetahui komposisi populasi patogen dan diversitas
genetik virus (Rojas et al. 1993). Spesifisitas PCR didasarkan pada

1
penggunaan primer-primer oligonukleotida yang komplementer dengan daerah
yang mengapit sekuen DNA yang diamplifikasi.

2. Tujuan Penelitian
• Untuk mendeteksi Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat pada
beberapa daerah area produksi tomat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Jawa Barat menggunakan Teknik PCR

2
B. METODE PENELITIAN

1. Bahan
• Sampel-sampel tanaman tomat dengan gejala terinfeksi Begomovirus
diambil dari beberapa daerah di Jawa Timur (Malang dan Blitar), Jawa
Tengah (Sragen), Daerah Istimewa Jogjakarta (Kaliurang) dan Jawa
Barat (Bandung, Sukabumi dan Bogor)
• sampel tanaman tomat koleksi dari Laboratorium Virologi, Program
Studi Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor yang telah
diinokulasi dengan isolat-isolat Begomovirus melalui serangga kutu
kebul, dimana isolat-isolat tersebut sebelumnya telah dikoleksi dari
beberapa daerah di Jawa dan Sumatera untuk mengoptimasi teknik
amplifikasi PCR dalam hubungannya dengan deteksi Begomovirus.

2. Cara Kerja
• Isolasi DNA total dari tanaman terinfeksi Begomovirus
Isolasi DNA virus dari tanaman sakit dilakukan menggunakan
metode yang dikembangkan oleh Doyle & Doyle (1990) yang telah
dimodifikasi, yaitu dengan penambahan 2% polyvinil pyrolidone
(PVP). Sebanyak 3 g daun tanaman digerus dengan bantuan nitrogen
cair sampai halus. Hasil gerusan daun (tepung daun) dimasukkan ke
dalam tabung mikro 1,5 ml dan ditambahkan dengan 700 ml bufer
ekstraksi (20 mM EDTA, 100 mM Tris-HCl pH 8.0, 1,4 M NaCl, 2%
CTAB, 2% PVP, dan 0,2% Mercaptoethanol) dan diinkubasi selama
60 menit pada penangas air 650C sambil membolak balik tabung setiap
15 menit. Selanjutnya komponen kontaminan (protein, polisakarida,
senyawa fenolik, dan lain-lain) didenaturasi dengan menambahkan
larutan fenol:kloroform: isoamilalkohol (25:24:1) (v/v/v) sebanyak
700 ml. Selanjutnya tabung dibolak- balik secara hati-hati selama 5
menit, kemudian suspensi disentrifugasi selama 15 menit dengan
kecepatan 12000 rpm. Supernatan diambil dan dipindahkan ke tabung
mikro 1,5 ml yang baru. Ke dalam tabung ditambahkan 0.7x volume
isopropanol dingin dan dibolak-balik perlahan-lahan. Untuk
mengendapkan DNA, dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada
kecepatan 12000 rpm. Endapan DNA yang terbentuk kemudian dicuci
dengan etanol 70% dan disentrifugasi kembali selama 5 menit pada
12000 rpm. Setelah itu pelet DNA dikeringkan pada oven selama 10
menit pada suhu 500C dan dilarutkan kembali dengan bufer TE 1x.
Suspensi DNA yang sudah larut siap digunakan dalam tahapan PCR.

• Amplifikasi DNA Begomovirus dengan teknik PCR


Amplifikasi dengan teknik PCR dilakukan sesuai dengan prosedur
3
dari Rojas et al. (1993) menggunakan sepasang primer universal untuk
Begomovirus PAL1v 1978 dan PAR1c 715. Sekuen primer PAL1v1978
(Forward) adalah 5’ GCATCTGCAGGCCCACATYGTCTTYCCNGT 3’
dan PAR1c715 (Reverse) adalah 5’
GATTTCTGCAGTTDATRTTYTCRTCCATCCA 3’. Total volume
reaksi PCR adalah 25 l yang mengandung 2-5 ul DNA genomik cetakan,
dNTPs dengan konsentrasi 25 M, primer Forward dan Reverse masing-
masing dengan konsentrasi 0,2 uM, MgCl2 dengan konsentrasi 1,5 mM,
enzim Taq DNA polymerase 0,15 unit dalam larutan bufer 1X (20mM
Tris-HCl pH 8.0, 100mM KCl, 0,1mM EDTA, 1mM DTT, 50% glycerol,
0,5%, Tween 20, dan 0,5% nonidet P40). Setiap reaksi ditutup dengan
mineral oil untuk mencegah penguapan. Reaksi amplifikasi dilakukan
dengan mesin PCR (PCT-100, MJ Research Inc. USA) dengan program
sebagai berikut: tahap denaturasi pada suhu 940C selama 1 menit,
penempelan primer pada suhu 500C selama 1 menit, dan
pemanjangan/sintesis DNA pada suhu 720C selama 3 menit. Tahapan
program PCR tersebut diulang sebanyak 30 siklus. Pada tahap terakhir
proses PCR dilakukan pemanjangan akhir pada suhu 720C selama 3
menit. Setelah proses PCR selesai, sampel disimpan pada suhu 40C atau
bisa langsung divisualisasi dengan elektroforesis gel.

• Visualisasi hasil PCR dengan elektroforesis gel


Terlebih dahulu disiapkan 1 % agarosa gel dengan 0,5x bufer
TBE (Tris Boric acid EDTA) pada cetakan. Setelah agarosa gel
memadat kemudian dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis yang
berisi 0,5x bufer TBE. Sebanyak 10 ml produk PCR dari masing-
masing sampel ditambahkan dengan 2 ml loading dye dan dicampur
sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam sumur di dalam gel. Untuk
menentukan ukuran dari produk PCR disertakan juga DNA standar (100
bp ladder) sebagai pembanding. Sampel DNA tersebut dielektroforesis
dengan tegangan 90 volt selama kurang lebih 1,5 jam. Setelah itu,
agarosa gel diwarnai pada larutan etidium bromida (10 mg/l) selama
10 menit dan dicuci dengan air selama 20-30 menit. Agarosa gel
kemudian divisualisasi dengan Chemidoc gel system (Biorad).

4
C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil
Morfologi gejala pada tanaman tomat sakit dan diduga disebabkan oleh
infeksi Begomovirus yang ditemukan di lapang menunjukkan adanya
variasi morfologi gejala dari setiap lokasi yang disurvei. Deskripsi gejala
dominan dari tanaman tomat sakit yang dapat diamati di lapang dari masing
masing-masing lokasi yang disurvei juga mengindikasikan adanya variasi
morfologi gejala tersebut.

5
Optimasi teknik amplifikasi PCR untuk deteksi Begomovirus
Optimasi teknik amplifikasi PCR menggunakan sepasang primer
degenerate yang dilakukan pada 6 sampel tanaman yang diinokulasi
dengan isolat-isolat Begomovirus dari daerah yang berbeda, semuanya
menghasilkan pita DNA berukuran 1500 bp yang merupakan ukuran pita
DNA yang diharapkan (Gambar 5).

Amplifikasi DNA Begomovirus dengan teknik PCR


Amplifikasi DNA genom Begomovirus dengan teknik PCR
menggunakan sepasang primer universal pada 15 sampel tanaman sakit
yang dikoleksi dari Malang (8 sampel dari daerah Batu dan 7 sampel dari
6
daerah Pujon) diperoleh 8 sampel yang membentuk pita DNA yang
berukuran sekitar 1500 bp (Gambar 6A). Sementara itu, dari 7 sampel
tanaman sakit yang dikoleksi dari Blitar diperoleh 5 sampel yang positif
menghasilkan pita DNA dengan ukuran yang diharapkan (Gambar 6B).
Tanaman-tanaman yang positif ketika diamplifikasi dengan PCR tersebut
mengindikasikan bahwa tanaman-tanaman tersebut menunjukkan
keberadaan dan terinfeksi oleh Begomovirus.
Amplifikasi PCR yang dilakukan pada tanaman-tanaman sakit yang
dikoleksi dari daerah sentra produksi tomat yang lain seperti Sragen (Jawa
Tengah), Bogor dan Sukabumi (Jawa Barat) serta Kaliurang (Daerah
Istimewa Jogjakarta) juga mengindikasikan adanya infeksi Begomovirus
pada tanaman- tanaman tersebut (Tabel 2, Lampiran 1).

7
Adanya sampel-sampel tanaman tomat yang menunjukkan positif
PCR juga dapat menggambarkan frekuensi kejadian penyakit yang
disebabkan oleh infeksi Begomovirus. Frekuensi kejadian penyakit
dihitung berdasarkan jumlah tanaman yang positif PCR (terinfeksi
Begomovirus) dibandingkan dengan jumlah sampel tanaman yang
diamplifikasi. Frekuensi kejadian penyakit dari beberapa daerah
pengambilan sampel menunjukkan adanya variasi yang berkisar antara 0 -
100%

2. Pembahasan
Morfologi atau tipe gejala yang umum dijumpai pada tanaman tomat
yang terinfeksi oleh Begomovirus adalah helaian daun
menggulung/keriting, tanaman menjadi kerdil dengan arah cabang dan
tangkai daun cenderung tegak. Anak daun menjadi berukuran kecil-kecil,
mengkerut dan terdapat cekungan pada pinggir daun dengan atau tanpa
warna kuning. Bunga dan buah sering tidak terbentuk, kalaupun terbentuk
buahnya jarang dan ukurannya kecil (Green & Kaloo 1994). Pada
penelitian ini, tipe gejala tanaman tomat terinfeksi Begomovirus tersebut
juga ditemukan dan teridentifikasi di beberapa daerah sentra produksi
8
tomat di Jawa dan Daerah Istimewa Jogjakarta. Dari deskripsi gejala yang
berhasil diidentifikasi pada tanaman tomat sakit dari masing-masing daerah
tersebut menunjukkan adanya variasi tipe gejala yang muncul. Variasi tipe
gejala tersebut dapat meliputi morfologi dan keparahan gejala. Di daerah
Cibitung (Bogor), hampir seluruh tanaman tomat menunjukkan morfologi
gejala seperti terinfeksi Begomovirus yang sangat parah dimana daun-daun
menjadi sangat keriting, kecil- kecil dan tanaman menjadi kerdil (Gambar
4b dan Tabel 1). Sementara itu, di daerah Pagerwangi (Lembang), tipe
gejala yang diamati pada tanaman sakit tidak terlalu spesifik seperti gejala
terinfeksi oleh Begomovirus. Adanya perbedaan tipe gejala yang muncul
yang diduga akibat infeksi Begomovirus dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Seperti telah dijelaskan oleh Agrios (1997) bahwa keparahan gejala yang
diakibatkan oleh infeksi virus tergantung pada beberapa hal diantaranya
umur tanaman pada saat terinfeksi, lingkungan yang sesuai untuk
perkembangan virus dan virulensi dari virus yang menyerang tanaman
tersebut serta keberadaan dari vektor serangga sebagai agen penularan
virus.
Pemilihan teknik PCR untuk deteksi Begomovirus karena teknik ini
mempunyai kelebihan diantaranya teknik ini relatif mudah dilakukan
karena Begomovirus mempunyai genom yang berupa DNA. Begomovirus
melakukan replikasi melalui sebuah DNA intermediet yang berbentuk
sirkuler dan utas ganda (Gutierrez 2000). Bentuk replikatif inilah yang
dapat bertindak sebagai sebuah DNA cetakan untuk amplifikasi PCR.
Teknik PCR juga mempunyai spesifisitas yang tinggi. Hal ini didasarkan
pada penggunaan primer yang digunakan untuk mendeteksi Begomovirus
yang menginfeksi tanaman tomat yaitu primer PAL1v1978 dan PAR1c715
(Rojas et al. 1990) yang secara spesifik akan menempel pada utas sense
komplementer sekuen ORF AL1 dan utas sense ORF AR1 dari bentuk
replikatif genom Begomovirus. Jadi hanya genom Begomovirus saja yang
akan terdeteksi ketika diamplifikasi dengan primer tersebut dan bukan virus
yang lain. Selain itu, teknik PCR hanya membutuhkan sedikit sampel DNA
dan deteksinya tidak dipengaruhi oleh tahap perkembangan dan lingkungan.
Namun teknik PCR juga mempunyai kelemahan di antaranya adalah teknik
ini relatif mahal dibandingkan dengan teknik serologi dan tidak dapat
digunakan untuk menentukan lokasi akumulasi virus pada jaringan
tanaman, seperti halnya teknik hibridisasi in situ.
Pada penelitian ini, selain di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat, juga
telah terdeteksi adanya penyakit yang berasosiasi dengan Begomovirus di
daerah Jawa Timur, Daerah Istimewa Jogjakarta dan Sumatera Utara. Hal ini
diindikasikan dengan hasil amplifikasi PCR dari sampel-sampel tanaman sakit
menggunakan primer degenerate untuk Begomovirus yang menghasilkan
fragmen DNA dengan ukuran yang diharapkan (1500 bp). Dari hasil
9
amplifikasi PCR juga diperoleh informasi frekuensi kejadian penyakit yang
berasosiasi dengan Begomovirus pada daerah-daerah yang disurvei. Frekuensi
kejadian penyakit di daeah Cibitung (Bogor) adalah 100% yang berarti bahwa
dari semua sampel yang diamplifikasi menunjukkan positif terinfeksi
Begomovirus. Adanya gejala yang parah pada tanaman tomat di daerah tersebut
diduga disebabkan karena proses terjadinya infeksi Begomovirus oleh serangga
kutu kebul pada saat tanaman masih muda. Sebaliknya, di daerah Lembang
frekuensi kejadian penyakitnya adalah 0% yang berarti dari tanaman-tanaman
yang dikoleksi dari daerah tersebut tidak terinfeksi oleh Begomovirus
meskipun tanaman-tanaman tersebut mempunyai gejala seperti terinfeksi.
Gejala-gejala yang muncul pada tanaman tomat sakit di daerah Lembang
kemungkinan disebabkan oleh infeksi virus lain, kekurangan unsur hara atau
reaksi tanaman terhadap insektisida yang disemprotkan.
Dengan terdeteksinya dan teridentifikasinya Begomovirus menggunakan
teknik PCR ini menunjukkan bahwa Begomovirus telah ditemukan dan
menyerang pertanaman tomat yang berada di daerah-daerah yang disurvei yang
secara geografis terletak pada kawasan, bahkan pulau yang berbeda Adanya
informasi penyebaran Begomovirus dan frekuensi kejadian penyakit yang
berasosiasi dengan Begomovirus mungkin berhubungan erat dengan vektor
yang menularkan. Begomovirus merupakan virus yang ditularkan melalui
vektor serangga kutu kebul (Bemisia tabaci Genn. dari famili Aleyrodidae)
dengan cara persisten sirkulatif (Brown & Czosnek 2002). Penularan dan
penyebaran Begomovirus sangat tergantung pada aktivitas dari serangga vektor
tersebut untuk menginfeski tanaman yang satu ke tanaman yang lain atau
berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain.

10
D. KESIMPULAN

1. Sampel-sampel tanaman tomat bergejala yang dikoleksi dari beberapa


daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Jogjakarta dan
Sumatera mengindikasikan adanya infeksi oleh Begomovirus setelah
dideteksi menggunakan teknik PCR dengan primer degenerate spesfik.
2. Frekuensi kejadian penyakit yang berasosiasi dengan Begomovirus
berkisar antara 0-100%. Frekuensi kejadian penyakit tertinggi (100%)
terjadi di daerah Cibitung (Bogor, Jawa Barat) dan terendah (0%) terjadi
di Pagerwangi (Lembang, Jawa Barat).

11
E. KOMENTAR

Jurnal dengan judul “Genetik Begomovirus yang berasosiasi dengan penyakit


keriting pada tomat berdasarkan teknik PCR” bertujuan untuk
mengidentifikasi Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat di berbagai
daerah yang menyebabkan penyakit daun ketiting pada tanaman tomat. Penyakit
ini berdampak pada menurunnya produktivitas buah tomat yang di hasilkan.
Metode PCR cukup efisien digunakan untuk mengidentifikasi penyakit daun
keriting karena bekerja dengan mengindentifikasi DNA Begomovirus penyebab
penyakit daun keriting. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ada beberapa
sampel tanaman yang menunjukkan gejala fisik penyakit daun kuning tetapi tidak
terinfeksi oleh Begomovirus. Hal ini diketahui dari hasil Analisa PCR yang tidak
menunjukkan adanya DNA Begomovirus. Namun sayangnya dibutuhkan biaya
yang mahal untuk mengaplikasikan metode PCR ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Santoso, Tri Joko. 2008. “Identifikasi Begomovirus Indonesia Pada Tomat Dan
Analisis Diversitas Genetik Gen AV1 Serta Pemanfaatannya Untuk
Pengembangan Tanaman Tahan Virus” dalam
https://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/40885/2008tjs.pd
f?sequence=14&isAllowed=y

13

Anda mungkin juga menyukai