Anda di halaman 1dari 12

ULASAN, BAB. VI.

Pemenuhan kebutuhan dana

Perlu diketahui pada bab-bab sebelumnya (mulai bab 3 s/d bab 5) kita menguraikan dari
penggunaan dana atau disebut sebagai investasi dalam berbagai aktiva, artinya kita telah
membahas investasi sebagai penggunaan dana yang yang menimbulkan adanya struktur kekayaan
dan terletak di sebelah Debet neraca atau disebut Aktiva .

Bab. VI dan bab seterusnya, akan dibahas disisi bagaimana mendapatkan Sumber dana yang
dibutuhkan nantinya digunakan dalam berbagai investasi sebagaimana telah diuraikan pada bab
sebelumnya.

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai masalah cara pemenuhan kebutuhan dana dan atau sumber-
sumber dana beserta biaya penggunaan dana (cost of capital) yang merupakan bidang pembelanjaan
pasif , yang tertera sebelah Kredit neraca atau disebut pasiva .

1. Cara Pemenuhan Kebutuhan Dana, berdasarkan system pembelanjaan.

a). Sistem Pembelanjaan Partiil, yaitu cara pemenuhan kebutuhan dana secara sendiri-sendiri
(individual) sesuai dengan kebutuhan masing-masing aktiva yang akan dibiayai , memperhatikan
kepada “perputaran dan waktu” terikatnya dana pada masing-masing aktiva secara individual.

Prinsip pada system ini , adalah bahwa kebutuhan dana dari setiap aktiva harus dibiayai atau
bersumber dengan dana sendiri-sendiri, yang sesuai dengan jumlah dana dan lamanya kebutuhan
dana---, sehingga akan memunculkan bermacam-macam dana atau kredit yang berbeda-beda (baik
jumlah, lamanya waktu tertanam dan pengembaliannya).

b). Sistem Pembelanjaan Total, yaitu system pemenuhan kebutuhan dana berdasarkan pada
perputaran dan tertanam dana dalam kelompok akiva atau keseluruhan aktiva sebagai satu
kesatuan.

Dalam system ini akan tampak, ada dana yang bersifat permanen (konstan) tertanam, dan ada dana
yang bersifat variable (berubah-ubah jumlahnya).

Dana atau modal konstan dan variable ini akan terdapat baik dalam Aktiva lancar (AL) maupun dalam
Aktiva tetap (AT); sehingga :

- Dana dalam modal kerja (AL) konstan ---- jangan disalah artikan dengan modal tetap,
- Dana dalam modal kerja (AL) variable ---- jangan disalah artikan denga modal lancer.
Karena konstan dan veriable ini akan terjadi baik dalam AL maupun AT
- Faktor konstan dalam AL atau modal kerja --- disebut AL permanen, yang meliputi Modal
kerja (MK) atau AL primer dan MK normal.
- Faktor Variabel dalam MK ---- yaitu MK yang berubah-ubah di atas MK permanen (misalnya
MK Musiman, Siklis dan Darurat).

Faktor konstan dalam AT--- akan tampak adanya “gejala Diversitas”, yaitu sebagian dana yang
merupakan “inti permanen” dan “unsur Variable” dimana bagian dana yang tertanam dalam AT yang
berubah-ubah jumlahnya di atas inti permanen.

Pada gejala diversitas, maka inti permanen dari keseluruhan (kompleks) tidak akan sama besarnya
dengan jumlah inti permanen dari masing-masing kategori/jenis aktiva.

Contoh, sebagaimana dikemukakan Bab. V halaman 92 (lihat tabel), dimana bagian dana yang
tertanam dalan AT yang merupakan inti permanen (Rp. 10.000), Adapun unsur variablenya yang
berubah-ubah si atas inti permanen yaitu antara Rp. 10.000 (minimum) dan Rp. 15.000 (maksima).
Juga dalam keadaan gejala diversitas, pada keseluruhan dana yang tertanam dalam aktiva (baik AL
maupun AT), kan tampak keadaan sebagai berikut :

a. Titik maksima dari keseluran dana akan terletak lebih rendah daripada jumlah maksima
unsur-unsurnya, sebaliknya
b. Titik minimal keseluruhan dana akan terletak lebih tinggi daripada jumlah minima unsur-
unsurnya >

Contoh pada Bab VI halaman 103 s/d 105

Contoh : Brikut di bawah ini kebutuhan modal selama sat tahun :

Triw I Triw II Triw III Triw IV

Kas…………………………….. Rp. 10.000 Rp. 9.000 Rp. 8.000 Rp 9.000

Piutang……………………… 110.000 110.000 120.000 100.000

Barang………………………. 120.000 115.000 140.000 140.000

Aktiva lainnya……………. 200.000 200.000 230.000 240.000

-------------------------------------------------------------------------------------

440.000 434.000 498.000 489.000

====================================================

Dari data tersebut :

Apabila melihat perputaran dana yang tertanam dalam masing-masing kategori aktiva secara
individual , maka dana ” maksimum” yang dibutuhkan untuk tiap aktiva tersebut adalah :

Kas………………….. Rp. 10.000,00 (Triw I)

Piutang…………… Rp. 120.000,00 (Triw II)

Barang…………… Rp. 140.000,00 (Triw II dan IV)

Aktiva lain…….. Rp. 240.000,00 (Triw IV)

--------------------
Rp. 510.000,00
=============
Apabila melihat perputaran dana yang tertanam dalam masing-masing kategori aktiva secara
individual , maka dana ” minimum” yang dibutuhkan untuk tiap aktiva tersebut adalah :
Kas………………….. Rp. 8.000,00 (Triw III)

Piutang…………… Rp. 100.000,00 (Triw IV)

Barang…………… Rp. 115.000,00 (Triw IV)

Aktiva lain…….. Rp. 200.000,00 (Triw I, II)

--------------------
Rp. 423.000,00
=============
- Gejala diversitas pertama (a), yaitu titik maksima keseluruhan dana (Rp. 498.000) lebih
rendah dibanding dengan titik maksima dari unsur-unsur aktiva (Rp. 510.000).
- Gejala diversitas kedua (b), titik minima dari keseluruhan dana (Rp. 434.000) lebih besar
disbanding dengan titik minima dari unsur-unsurnya (Rp. 423.000).

Triwulan I………………….. Rp. 440.000,00 - 434.000,00 = RP. 6.000,00


Triwulan II……………….. Rp. 434.000,00 - 434.000,00 = RP. 0,00
Triwulan III…………….. Rp. 498.000,00 - 434.000,00 = RP. 64.000,00
Triwulan I………………….. Rp. 489.000,00 - 434.000,00 = RP. 55.000,00

JADI : berdasarkan contoh di atas, maka besarnya modal atau dana yang bersifat konstan (minima)
Rp.434.000, dan besarnya modal/dana yang berubah-ubah di atas konstan atau permanen adalah
Rp.6.000, Rp. 64.000 dan Rp. 55.000.

2. Cara pemenuhan kebutuhan dana ditinjau dari sudut “likuidias” dan “rentablitas”.

(a). Pemenuhan kebutuhan dana ditinjau dari sudut “likuiditas”, maka didalam menarik dana
yang dibutuhkan haruslah diketahui “berapa lama” dana tersebut akan digunakan.
Jadi ketentuannya, bahwa dana yang dibutuhkan hendaknya ditarik untuk “jangka waktu” yang
“sesuai” dengan jangka waktu penggunaan atau terikatnya dana dalam aktiva.
Beberapa pedoman, dari sudut likuiditas, antara lain :
1). Dalam system “pembelanjaan Partiil” (memandang masing-masing aktiva secara individual
aktiva), yang biasanya masing-masing aktiva diperlukan sumber dana (terutama dari
kredit/pinjam) sendiri-sendiri yang sesuai dengan “cara” dan “lamanya”perputaran dana, yaitu :
a. Untuk Aktiva Lancar (AL), hendaknya dibiayai dengan sumber kredit jangka pendek, yang
umumnya tidak lebih pendek dari terikatnya dana dalam AL.
b. Untuk Aktiva Tetap (AT) yang tidak berputar (misalnya tanah) sebaiknya dibiayai dari Modal
Sendiri (misalnya dengan mengeluarkan Saham), karena AT ini tidak ada depresiasi/penyusutan.
c. Untuk AT yang berputar secara berangsur-angsur (seperti Gedung, Mesin atau kendaraan)
dapat dibiayai dengan kredit “jangka panjang” (Modal Asing), dengan jangka waktu /umurnya
jangan atau tidak lebih pendek daripada waktu terikatnya dana dalam AT.
2). Apabila menggunakan system “pembelajaan Total”, yang memandang keseluruhan dana yang
ditanam sebagai suatu kompleks, maka pada dasrnya ada 2 golongan, yaitu :
a. Untuk kebutuhan dana yang permanen (konstan), harus dibiayai dengan modal sendiri atau
kredit jangka Panjang.
b. Untuk kebutuhan dana yang berubah-ubah di atas inti permanen (yaitu variable), dibiayai
dengan kredit jangka pendek, yang jangka waktunya tidak lebih pendek daripada terikatnya
daripada kebutuhan.

Dengan demikian apabila kita memandang atau mempertimbangkan dari sudut “likuiditas”
saja, maka ‘makin panjang umur kredit’ yang ditarik akan makin baik, karena makin panjangnya
kesempatan untuk memperoleh aliran kas masuk, berarti makin besar kemampuan untuk
membayar Kembali kreditnya, dan sebaliknya makin pendek waktu kredit makin besar resiko
tidak terbayarnya kredit/hutang.

(b). Cara pemenuhan dana ditinjau dari sudut rentabilitas.


Sebagaimana diketahui pada dasarnya rentabilitas adalah “hasil” atau “laba” yang diperoleh
dari dana yang diinvestasikan. Oleh karena orientasi kepada hasil, maka segala pembiayaan yang
akan menjadi pengurang terhadap hasil akan menjadi perhatian atau sebgai bagian perhitungan
dalam dalam memperoleh laba. Sudah tentu segala biaya akan mempengaruhi atau mengurangi
laba.
Dengan demikian dari sudut “Rentabilitas”, pembiayaan modal/dana dengan kredit terutama
kredit jangka Panjang akan memperbesar biayanya, karena akan ada waktu dimana dana
tersebut menganggur (tidak produktif), sedangkan biaya bunganya harus tetap dibayar, sehingga
mengurangi laba (rentabilitas).
Dengan demikian , maka dalam memenuhi kebutuhan dana/modal (terutama Modal kerja)
harus diadakan keseimbangan antara tujuan likuiditas dengan tujuan rentabilitas, yaitu dengan
mengadakan “kombinasi” yang optimal antara pemenuhan kredit jangka Panjang dan kredit
jangka pendek yang disebut sebagai masalah “Optimum Modal”.

OPTIMUM MODAL
Menurut Aigner & Sprenkle, “Optimum Modal” adalah menyangkut masalah pemenuhan
kebutuhan dana, mana yang lebih menguntungkan antara kredit jangka pendek dengan kredit
jangka Panjang, atau suatu kombinasi beberapa bagian dana yang dipenuhi dengan kredit
jangka pendek dan beberapa bagian dana dengan kredit jangka Panjang, dimana kombinasi
tersebut didsarkan kepada kombinasi biaya yang paling kecil (The Optimal Mix is the Least cost
mix) .

J.L. Mey dan senada dengan Polak, bahwa ‘optimum modal adalah susunan optimum dari
penarikan modal/kredit jangka pendek dengan jangka Panjang dengan biaya yang paling
rendah/murah”.
Untuk mengetahui besarnya optimum modal perlu terlebih dahulu menetapkan “JANGKA
WAKTU KRITIS”, yaitu jangka waktu dimana biaya untuk kredit jangka Panjang sama besarnya
dengan kredit jangka pendek.
Konsep jangka waktu kreitis ini mengemukakan, bahwa apabila “ kredit yang dibutuhkan jangka
waktunya lebih lama daripada jang waktu kritis, maka akan menguntungkan mengambil kredit
jangka Panjang, dengan membungakan kelebihan modal sementara yang tidak digunakan,
sebaliknya apabila kebutuhan kredit itu jangka waktunya lebih pendek daripada jangka waktu
kritis, adalah lebih menguntungkan membiaya kebutuhan dana (terutama modal kerja) dengan
kredit jangka pendek.
J.L. MEY, mengemukan rumus sebagai berikut :
P1 - Pc
Jangka waktu kritis = 365 ------------- X 1 hari
Pk - Pc

P1 = Tingkat bunga (%) dari kredit jangka Panjang


Pc = Tingkat bunga kalau menyimpan uang di bank
Pk = Tingkat bunga dari kredit jangka pendek

Contoh , misalnya : - Tingkat bunga kredit jangka pendek 15%


- Tingkat bunga kredit jangka Panjang 10%
- Tingkat bunga apabila menyimpan di bank 5%

10 - 5
Jangka waktu kritis ( hari)= 365 ------------- X 1 hari = 182,5 atau 183 hari
15 - 5

10 - 5
Jangka waktu kritis ( bulan)= 12 ------------- X 1 bulan = 6 bulan
15 - 5
ARTINYA, apabila membutuhkan kredit yang menggunakannya lebih lama dari 183 hari atau 6
bulan, maka lebih menguntungkan dengan mengambil kredit jangka Panjang, dan sebaliknya
apabila kurang dari 183 hari atau 6 bulan, maka lebih menguntungkan mengambil kredit jangka
pendek.
Contoh :
Suatu perusahaan merencanakan kebutuhan modal untuk satu tahun sebagai berikut :
A: 1 Januari s/d 31 Maret sebesar……………………… Rp. 100.000,-
B : 1 April s/d 31 Mei sebesar………………………… Rp. 150.000,-
C : 1 Juni s/d 31 Agustus sebesar …………………… Rp. 250.000,-
D : 1 September s/d 31 Oktober ……………………….. Rp. 200.000,-
E : 1 Nopember s/d 31 Desember sebesar………. Rp. 175.000,-

Kebutuhan tersebut dpat dipenuhi dengan kredit jangka Panjang dengan bunga 10%, atau
dengan kredit jangka pendek dengan bunga 15% , kemudian tingkat bunga bila menyimpan di
bank 5%.

JAWAB :
10 - 5
a. Jangka waktu kritis ( hari)= 365 ------------- X 1 hari = 182,5 atau 183 hari
15 - 5
b. Kebutuhan modal tersebut dihitung sebagai berikut

A B C D E

(1/1 – 31/3) (1/4 - 31/5) (1/6 - 31/8) (1/9 - 31/10) (1/11 -31/1)

Kebutuham modal 100.000,- 150.000.- 250.000,- 200.000,- 175.000,-

Gol Modal I 100.000,- 100.000,- 100.000,- 100.000,- 100.000,-

0 50.000,- 150.000,- 100.000,- 75.000,-

Gol, Modal II 50.000,- 50.000,- 50.000,- 50.000,-

0 100.000,- 50.000,- 25.000,-

Gol Modal III 25.000,- 25.000,- 25.000,-

75.000.- 25.000,- 0

Gol Modal IV 25.000,- 25.000,-

50.000,- 0

Gol Modal V 50.000,-

Dari perhitungan di atas maka disusun sebagai berikut :

Gol Modal I …….. Rp. 100.000,- dibutuhkan dari tgl 1/1 – 31/12 = 365 hari

Gol Modal II…….. Rp. 50.000,- dibutuhkan dari tgl 1/4 – 31/12 = 275 hari

Gol Modal III…….. Rp. 25.000,- dibutuhkan dari tgl 1/6 – 31/12 = 214 hari

Gol Modal IV …….. Rp. 25.000,- dibutuhkan dari tgl 1/6 – 31/10 = 151 hari

Gol Modal V …….. Rp. 50.000,- dibutuhkan dari tgl 1/6 – 31/8 = 92 hari

Jangka waktu krutis adalah 183 hari , maka modal yang dibutuhkan lebih lama dari 183 hari
adalah :

Modal I sebesar…….. Rp. 100.000,-

Modal II sebesar ……. Rp. 50.000,-

Modal III sebesar…… Rp. 25.000,-

-----------------

Jumlah kredit jangka Panjang…… Rp. 175.000,-


Modal yang dibutuhkan kurang dari 183 hari, dipenuhi dengan kredit jangka pendek, adalah:

Modal IV sebesar………………………… Rp 25.000,-


Modal V sebesar ……………………….. Rp. 50.000,-
Jumlah kredit jangka pendek Rp. 75.000,-
Jumlah modal optimum adalah sebesar Rp. 175.000,-, yaitu bagian dari dana/modal yang
apabila dipenuhi dengan kredit jangka Panjang biayanya akan lebih murah daripada dipenuhi
dengan kredit jangka pendek. Hal ini dapat dibuktikan sebagai nerikut :
Apabila dipenuhi dengan kredit jangka pendek, dihitung sebagai berikut :
Modal I = 15% X Rp 100.000,- = …………………………………. Rp. 15.000,-
Modal II = 275/365 X 15% X Rp. 50.000 =…………………………… Rp. 5.650,68
Modal III = 214/365 X 15 % X Rp. 25.000,- =……………………… Rp. 2.198,63
Jumlah bunga yang harus dibayar Modal I,II,III……………….. Rp. 22.849,31
Adapun bila dengan kredit jangka Panjang :

Modal I = 10 % X Rp. 100.000,- ……………………………………………………………….. Rp 10.000,-

Modal II = 10% X Rp. 50.000,- = ……………………………………………… Rp. 5.000,-

Disimpan di bank selama 90 hari (365-275)=90/365 X 5% X 50.000 616,44

Rp. 4.383,57

Modal III 10 % X Rp. 25.000, =………………………………………………… Rp. 2.500,-

Disimpan di bang 151 hari (365-214)=151/365 X 5%X 25.000 517,12

Rp. 1.982,88

Jumlah bunga yang dibayar untuk modal I,II dan III……………………….. Rp 16.366,45

Dari perhitungan tersebut diatas, tampak pemenuhan kebutuhan dana dengan kredit jangka
Panjang (dengan biaya Rp. 16.366,45) lebih murah bila dibandingkan dengan kredit jangka
pendek (dengan biaya Rp. 22.849,31)

(c). Cara pemenuhan dana ditinjau dari sudut Solvabilitas dan rentabilitas.

Dalam rangka menarik dana yang dibutuhkan, selain berdasarkan kepada “keinginan” ,
juga harus memperhatikan “kemungkinan” nya untuk mendapatkan dana tersebut.

“Keinginan” ditinjau dari sudut kepentingan perusahaan yang membutuhkan dana.

“Kemungkinan” setelah dihubungkan dengan kepentingan dari pihak pemberi dana/modal.

Artinya masalah pemenuhan kebutuhan dana tidak hanya merupakan masalah bagi yang
membutuhkan, malainkan juga menyangkut kepentingan pemberi dana.

Prof DR. Njoo Hong Hwie, membagi golongan pemberi modal sebagai berikut :
1). Golongan Pesimis tulen, merupakan golongan yang pembawaannya pesimis, dimana
golongan ini menghendaki adanya kepastian atau jaminan yang cukup besar atas modal yang
diberikannya; golongan ini hanya akan menanamkan modalnya pada usaha yang tidak banyak
mengandung resiko, meskipun keuntungannya besar, tapi dasar pertimbangannya adalah
“keamanan” dari modal yang ditanamnya.

Oleh karena itu, modal dari golongan ini, akan dapat ditarik hanya dengan memberikan “hak
preferen” atas barang tertentu dari perusahaan baik secara hipotik atau gadai. Maka kreditur
dengan hak preferen ini disebut golongan “Kreditur Preferen”.

2). Golongan Pesimis Biasa, merupakan golongan yang pada dasrnya pesimis pembawaannya,
tetapi karena tertarik oleh gelombang konjungtur ekonomi yang baik, maka gongan ini berani
bertaruh menanamkan modalnya; jadi menggunakan kesempatan yang dipandangnya baik
dan akan membrikan hasil. Maka dana atau modal yang ditarik dari golongan ini dengan
menempatkan sebagai kreditur, tapi tidak disertai hak preferen atau sebagai Kreditur
Konkuren.

3). Golongan Optomis Tulen, merupakan golongan yang pembawaannya optimis dan berani
menanggung resiko yang besar, asal melihat adanya kemungkinan mendapat keuntungan
yang besar. Dana/modal yang dapat ditarik dari golongan ini, dengan cara turut mengambil
bagian dalam perusahaan (menjadi pemilik) tidak mempunyai hak preferen, sehingga dapat
dimasukan sebagai Peserta biasa.

4). Golongan Optomis biasa, merupakan golongan yang kadang-kadang pesimis meskipun
pembawaannya optimis, tetapi karena telah merasakan resiko kerugian akibat konjungtur
yang memburuk, sehingga lebih hati-hati lagi dalam menanamkan modalnya, mereka
kehilangan kepercayaan pada diri sendiri. Supaya golongan ini turut mengambil bagian dalam
perusahaan, maka modal yang ditarik disertai dengan hak preferen atau disebut sebagai
peserta preferen.

Selanjutnya ditinjau dari “penerima Modal”, maka modal yang diroleh :

a. Modal yang diroleh dari pesimis tulen maupun dari pesimis biasa, yang berkedudukan
sebgai kreditur, merupakan “Modal Asing”
b. Modal yang diperoleh dari golongan optimis tulen maupun optimis biasa, berkedudukan
sebagai peserta merpakan “Modal Sendiri”

Perimbangan antara Modal Asing (MA) dan Modal Sendiri (MS) , akan mempunyai efek atau
dampak terhadap tingkat Solvabilitas pada perusahaan yang bersangkutan.

Setiap tambahan MA akan selalu menurunkan tingkat solvabilitasnya, dan setiap tambahan
MS selalu menaikkan tingkat solvabilitasnya. Sehubungan dengan itu, maka apabila dalam
memenuhi kebutuhan modalnya hanya berdasarkan solvabilitasnya saja, maka pemenuhan
modalnya akan selalu dengan modal sendiri.

Hubungan antara “solvabilitas” denag “Rentabilitas Modal sendiri”.

Dalam maslah penarikan modal , terdapat keadaan dimana suatu keadaan tertentu
kepentingan solvabilitas adalah “sesuai” dengan kepentingan rentabilitas MS; dan pada
keadaan lain kepentingan solvabilitas “bertentangan” dengan kepentingan rentabilitas MS.
Hal tersebut tergantung kepada 2 faktor, yaitu :

1. Earning Power dari tambahan modal tersebut , dan


2. Tungkat bunga dari modal asing (MA)

Berdasarkan kedua factor tersebut , maka :


- Apabila earning power dari tambahan modal lebih kecil daripada tingkat bunga, maka
tambahan modal itu lebih menguntungkan dengan MS
- Dalam hal penambahan MS, akan dibenarkan oleh pertimbangan solvabilitas (karena akan
mempertinggi tingkat solvabilitas).
- Juga akan dibenarkan menurut pertimbangan rentabilitas MS (karena rentabilitas MS dengan
tambahan MS akan lebih besar daripada rentabilitas MS dengan tambahan MA).

CONTOH : dibawah ini, perbandingan antara tambahan dana dengan MA dan tambahan dana
dengan MS.
Misalnya, semula jumlah modal Rp 2.000.000,- (terdiri dari MA Rp. 800.000,- dan MS Rp.
1.200.000,-)
Kemudian akan menambah modal sebesar Rp. 2.000.000,-, dengan laba yang diharapkan
akan diperoleh sebesar Rp. 500.000,- atau merupakan potensial earning power 12,5% dari
seluruh modal setelah ditambah modal baru. (500.000/4.000.000 X 100%), sedangkan tingkat
bunga MA 15% yang berarti lebih besar dari earning power, sehingga ini lebih
menguntungkan pemenuhan tambahan modal tersebut dengan MS.
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Dengan tambahan MA Dengan tambahan MS
Laba Usaha ………………….. Rp. 500.000,- Rp. 500.000,-
Bunga 15% (800.000+2.000.000)…… 420.000,- 120.000,-
------------------ ----------------
80.000 ,- 380.000.-
Pajak pengahasilan 50% …………………. 40.000,- 190.000,-
--------------- ------------
Kauntunag neto setelah pajak……………… 40.000,- 190.000,-
========= ========
Jumlah MA………………………………. Rp. 2.800.000,- Rp. 800.000,-
Jumlah MS …………………………….. 1.200.000,- 3.200.000

Rentabiltas MS 3,33 % 5,94%

(40.000/1.200.00 X 100%) ( 190.000/3.200.000 X100%)

Tampak dari hasil perhitungan tersebut, bahwa tambahan modal dengan MS lebih
menguntungkan daripada dengan tambahan MA, hal ini tampak rentabilitas MS dengan
tambahan MA (3,33%) lebih kecil daripada rentabilitas MS dengan tambahan MS (5,94%); hal
ini terjadi karena earning power lebih kecil dari biaya bunga ( 12,5% dibanding dgn 15%).
Bagaimana kalau misalnya biaya bunga 10 % ? apakah tambahan modal dengan MA tersebut
menguntungkan .

Dengan tambahan MA Dengan tambahan MS


Laba Usaha ………………….. Rp. 500.000,- Rp. 500.000,-
Bunga 10% (800.000+2.000.000)…… 280.000,- 80.000,-
------------------ ----------------
220.000 ,- 420.000.-
Pajak pengahasilan 50% …………………. 110.000,- 210.000,-
--------------- ------------
Kauntunag neto setelah pajak……………… 110.000,- 210.000,-
========= ========
Jumlah MA………………………………. Rp. 2.800.000,- Rp. 800.000,-
Jumlah MS …………………………….. 1.200.000,- 3.200.000

Rentabiltas MS 9,17 % 6,56 %

(110.000/1.200.00 X 100%) ( 210.000/3.200.000 X100%)

Ternyata dengan bunga (10%) yang lebih rendah dari earning power (12,5%) yaitu 10% :
12,5%, maka menghasilkan rentabilitas MS (9,17%) meskipun ada tambahan MA akan lebih
besar dibandingkan dengan rentabilitas MS (6,56%) tampa tambahan MA.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, bahwa kalau dalam pemenuhan kebutuhan dana
hanya didasarkan pada tujuan rentabilitas saja, mak ada kecenderungan setiap kebutuhan
dana akan dipenuhi dengan MA selama tingkat bunga (cost of debt) lebih rendah daripada
earning power atas penggunaan dana tersebut. Sebaliknya jika hanya didasarkan pada tujuan
solvabilitas saja, aka nada kecenderungan setiap kebutuhan dana dipenuhi dengan MS.

Dengan demikian, harus diusahakan untuk mengadakan keseimbangan yang optimal


antara pemenuhan dengan MS dengan MA. Perimbangan yang optimal antara MS dengan
MA (Optimum debt ratio) akan mencerminkan adanya “struktur modal optimum” (Optimum
Capital Structur).

Struktur modal optimum adalah struktur modal yang dapat meminimumkan biaya modal.
Rata-ratanya (Average cost of capital) atau dengan kata lain struktur modal yang mempunyai
biaya modal rata-rata yang rendah.

(d). Pemenuhan kebutuhan dana ditinjau dari perimbangan kekuasaan terhadap


perusahaan.

Salah satu pertimbangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dana adalahkeinginan dari
pemilik modal (pemegang saham biasa) – untuk dapat “menguasai” perusahaannya ---sebagai
control terhadap perusahaan.

Kenapa ? sebagaimana diketahui kreditur, pemegang saham preferen tidak mampunyai “hak
suara” , dengan demikian kalau setiap kebutuhan dana dipenuhi dari MA atau saha preferen,
maka pemegang saham lama (saham biasa =MS) tidak akan kehilangan atau berkurang
kekuasaannya, artinya tidak akan mengganggu/merubah kekuasaannya.

Tetapi bila kebutuhan dana/modal, dipenuhi dengan mengeluarkan atau emisi/penerbitan


saham biasa baru, -- maka akan berpengaruh terhadap perimbangan kekuasaan pemegang
saham lama terhadap perusahaan, apalagi bila pemegang saham lama tidah menambah
kepemilikannya terhadap saham baru.

Jadi kalau pemegang saham lama ingin tetap mempertahankan control atau kekuasaannya
terhadap perusahaan maka setiap kebutuhan dana akan selalu dipenuhi dengan mencari
kredit, seperti obligasi atau saham Preferensi (atau dengan MA), namun hal ini akan
mengganggu solitabilitasnya.
Contoh : betapa besarnya pengaruh saham biasa sebagai alat menguasai perusahaan sebagai
berikut:

Ada 4 Perusahaan berbentuk PT yaitu A, B, C, dan D yang sahamnya di perjual belikan dalam
pasar modal, dimana setiap saham mempunyai hak suara satu ( one share One vote),
penanaman saham masing-masing perusahaan mempunyai kebijaksanaan untuk “Permanent
Invesment”. Perusahan A, B, dan C merupakan Perusahaan Terbuka, Kecuali D merupakan PT
Tertutup artinya tidak menjual sahamnya ke pasar modal.

Misalnya :

a. PT A Jumlah aktivanya Rp. 1.000.000.000,- yang dibiayai dari obligasi Rp. 500.000.000,-
dan Modal Saham Rp. 500.000.000,-
b. PT B Jumlah Aktivanya Rp. 300.000.000 dengan Membeli saham PT A sebesar Rp.
225.000.000 dan aktiva lainnya Rp 45.000.000 yang dibiayai aktivanya dari obligasi Rp
150.0000.000 dan saham Rp. 150.000.000
c. PT C Jumlah Aktivanya Rp. 150.000.000 menginvestasikan dananya berupa pembelian
saham B Sebesar Rp. 76.000.000,- di aktiva laiinya Rp. 74.000.000,-, Untuk membiayai
seluruh aktivanya tersebut dengan mengeluarkan obligasi Rp. 70.000.000 dan saham
biasa Rp. 80.000.000,-
d. PT D yang merupakan PT Tertutup, Jumlah Aktiva nya Rp. 70.000.000berupa Investasi
saham di PT C sebesar Rp. 41.000.000,- dan aktiva lainnya Rp. 29.000.000,. Untuk
membiayai aktivanya tersebut di keluarkan Obligasi Rp. 35.000.000,- dan saham biasa
Rp.35.000.000,- yang dikuasai oleh PT D sendiri.

Kondisi Neraca ke 4 perusahaan tersebut tampak sebagai berikut :

PT A
Aktiva Rp1.000 juta Obligasi Rp 500 juta
  Saham Rp 500 juta
   ..................................    ..................................
  Rp1.000 juta   Rp 1000 juta
       

PT B
Investasi PT A Rp255 juta Obligasi Rp150 juta
Aktiva Lainnya Rp 45 juta Saham Rp150juta
       
 ...............................  ...............................
  ...   ...
  Rp300 juta   Rp300 juta
       
PT C
Investasi PT B Rp76 juta Obligasi Rp70 juta
Aktiva Lainnya Rp74 juta Saham Rp80 juta
   
   ..................................    ..................................
  Rp150 juta   Rp150 juta
       

PT D
Investasi PT C Rp41 juta Obligasi Rp35 juta
Aktiva Lainnya Rp29 juta Saham Rp35 juta
       
   ..................................    ..................................
  Rp70 juta   Rp70 juta
       

Dari neraca ke 4 PT tersebut, tampak komposisi kekuasaan dapat digambarkan sebagai berikut :

- Dalam rapat pemegang saham PT.A, yang mempunyai hak suara adalah PT.B, karena memiliki
hak suara 51 % dari seluruh hak suara (255/500X100%).
- Dalam rapat pemegang saham PT.B, yang mempunyai hak suara adalah PT.C, karena memiliki
hak suara 51 % dari seluruh hak suara (76/150X100%).
- Dalam rapat pemegang saham PT.C, yang mempunyai hak suara adalah PT.D, karena
memiliki hak suara 51 % dari seluruh hak suara (41/80X100%).

Dengan demikian manajer PT D, yang hanya mempunyai MS Rp . 35 jt , dapat menguasai PT.A yang
memilki MS Rp. 1.000 jt, melalui penguasaannya secara tidak langsung.

PT. D dapat mengendalikan PT.C (praktis orangnya PT.D) dapat mengendalikan PT.B dan wakil PT.B
(yang dikendalikan PT.C dan PT C dikendalikan PT.D) dapat mengendalikan PT.A. Dengan demikian
secara teoritis PT.A ini dikendalikan oleh PT.D secara tidak langsung.

Anda mungkin juga menyukai