Anda di halaman 1dari 6

B.

PEMELIHARAAN DAN PENGHENTIAN ASET TETAP


Aset tetap dapat dihentikan penggunaannya dengan membuang, menjual, atau menukarkannya.
Pada saat aset tetap dilepaskan, penyusutan atau amortisasi yang belum dicatat untuk periode
bersangkutan akan dicatat sampai tanggal pelepasan. Oleh karena itu, nilai buku yang tertera pada tanggal
pelepasan atau penghentian penggunaan dapat dihitung sebagai selisih antara harga perolehan aset dengan
akumulasi penyusutannya.
Apabila harga pelepasan lebih besar dari nilai buku, dapat diakui keuntungan. Sebaliknya, jika
harga pelepasan lebih kecil daripada nilai buku, diakui kerugian. Dalam ayat pelepasannya, saldo dalam
perkiraan aset tetap dan akumulasi penyusutan untuk aset tersebut dihapuskan. Aset tetap yang tidak lagi
berguna dapat dibuang, dijual, atau dipertukarkan dengan aset tetap lainnya. Rincian ayat jurnal
untuk mencatat pelepasan tersebut akan berbeda-beda. Namun, pada praktiknya dalam semua kasus, nilai
buku aset harus dihapus dari akunnya. Ayat jurnal untuk kepentingan ini akan mendebet akun akumulasi
penyusutan sejumlah saldo pada tanggal pemberhentian aset dan mengkredit akun aset sebesar biaya
asetnya.
Aset tetap tidak boleh dihapus dari akun hanya karena aset tersebut sudah habis disusutkan. Jika
aset masih digunakan oleh perusahaan, biaya dan akumulasi penyusutannya tetap dicatat dalam buku
besar untuk menjaga akuntabilitas asset dalam buku besar. Jika nilai buku aset dipindahkan dari buku
besar, akun tidak akan menyimpan bukti keberadaan aset yang masih berlangsung. Oleh karena itu, data
biaya dan akumulasi penyusutan untuk aset tetap sering kali masih diperlukan untuk perhitungan pajak
bangunan dan pajak penghasilan.
1. Tujuan dan Jenis Penghentian Aset Tetap
Tujuan dilakukannya penghentian aset tetap adalah sebagai berikut.
a. Agar rekening-rekening yang berhubungan dengan aset tetap dapat menyajikan
informasi mengenai perolehan harga aset tetap, akumulasi penyusutan asset tetap, dan
nilai buku aset tetap, secara layak. Untuk mencapai tujuan tersebut, setiap adanya
pemberhentian pemakaian aset tetap, harga perolehan dan akumulasi penyusutan aset
tetap tersebut harus dikeluarkan dari rekening yang bersangkutan.
Caranya dengan mendebet rekening berupa akumulasi penyusutan dengan
nominal harga perolehan yang sudah disusutkan dan mengkredit rekening aset tetap yang
bersangkutan dengan nominal harga perolehan asset tetap yang bersangkutan.
b. Tujuannya supaya rekening Laba-Rugi dapat menyajikan informasi mengenai
penghasilan dan biaya secara layak, termasuk di dalamnya laba atau rugi pemberhentian
pemakaian aset tetap. Untuk mencapai tujuan tersebut, setiap terjadi pemberhentian
pemakain aset tetap semua biaya, laba atau rugi yang berhubungan dengan aset tetap
tersebut harus diakui.

Adapun jenis pemberhentian aset tetap ada dua, yaitu sebagai berikut
a. Pemberhentian Aset Tetap Setelah Habis Masa Ekonomisnya Pada saat aset
tetap tidak lagi digunakan oleh perusahaan dan tidak memiliki nilai residu atau nilai
pasarnya maka aset tersebut akan diberhentikan. Misalnya, diketahui bahwa peralatan
perusahaan yang diperoleh sebesar Rp25.000.000,00 telah habis disusutkan per 31
Desember pada akhir tahun fiskal sebelumnya. Ayat jurnal unuk mencatat peralatan yang
dihentikan pada tanggal 19 Februari adalah sebagai berikut.

Tanggal Keterangan Debet Kredit


Februari 19 Akumuasi penyusutan peralatan 25.000.000
Peralatan 25.000.000
(menghapus peralatan yang dihentikan)

b. Pemberhentian Aset Tetap Sebelum Habis Masa Ekonomisnya Jika aset belum
habis disusutkan, penyusutan harus dicatat sebelum pemindahan aset tersebut dari
penyediaan jasa dan dari catatan akuntansi. Misalnya, diketahui bahwa peralatan bernilai
Rp6.000.000,00 dan tanpa nilai residu disusutkan dengan tingkat penyusutan garis lurus
sebesar 10%. Kemudian, pada tanggal 31 Desember tahun fiskal sebelumnya, saldo
akumulasi penyusutan setelah ayat jurnal penyesuaian sebesar Rp4.750.000,00. Dari hal
tersebut, aset tetap dipindahkan dari penyediaan jasa pada tanggal 12 Maret. Ayat jurnal
untuk mencatat penyusutan selama 3 bulan pada periode berjalan sebelum aset dihentikan
adalah sebagai berikut.

Tanggal Keterangan Debet Kredit


Maret 12 Beban Penyusutan-Peralatan 150.000
Akumulasi Penyusutan-Peralatan 150.000
(Mencatat penyusutan berjalan untuk peralatan yang
dihentikan yang diperoleh dari Rp600.000,00 x 3/12)

c. Pemberhentian Aset Tetap Akibat Adanya Kerusakan pada Aset Tetap atau
Habis Umur Ekonomisnya Peralatan yang dihentikan dicatat dengan ayat jurnal sebagai
berikut.

Tanggal Keterangan Debet Kredit


Maret 12 Beban Penyusutan-Peralatan 4.900.000
Rugi atas Pelepasan Aset Tetap 1.100.000
Peralatan 6.000.000
(Menghapus peralatan yang dihentikan)
Dari jurnal di atas, dapat dikatakan bahwa rugi sebesar Rp1.100.000,00 dicatat
karena saldo akumulasi penyusutan senilai Rp4.900.000,00 lebih kecil dari saldo akun
peralatan senilai Rp6.000.000,00. Rugi atas pelepasan aset tetap tersebut akan masuk ke
dalam pos non-operasi dan biasanya dilaporkan pada akun beban lainnva di dalam
laporan laba rugi.
2. Prosedur Penghentian Penggunaan Aset Tetap
Berikut proses dalam penghentian penggunaan aset tetap.
a. Pembuangan Aset Tetap
Jika terdapat aset tetap yang tidak berguna bagi perusahaan serta tidak memiliki
nilai jual maka aset tersebut dapat dibuang. Apabila aset tetap tersebut belum dapat
disusutkan secara penuh maka prosedurnya terlebih dahulu dilakukan pencatatan
penyusutan sebelum aset tersebut dibuang dan dihapus dari catatan akuntansi dalam
perusahaan. Jadi, tidak akan timbul keuntungan maupun kerugian yang harus diakui
dalam catatan akuntansi karena aset tetap telah disusutkan secara penuh dan tidak
memiliki nilai sisa atau salvage value.

b. Penjualan
Jika aset tetap di dalam perusahaan sudah tidak digunakan lagi, namun masih
memiliki nilai sisa maka aset tersebut dapat dijual. Penjualan aset tetap ini dapat
menimbulkan dua kemungkinan, yaitu keuntungan jika dijual di atas nilai sisanya atau
sebaliknya akan menimbulkan kerugian apabila dijual di bawah nilai sisanya. Jika hasil
dari penjualan aset tetap dalam bentuk kas atau piutang maka untuk mencatat transaksiya
harus mengikuti urutan yang telah ada di dalam peraturan.

c. Pertukaran dengan Aset Nonmoneter Lainnya


Terdapat beberapa kasus mengenai aset lama ditukar aset baru dengan
mempertimbangkan harga pasar dari aset lama. Pertukaran ini dapat terjadi antara aset
tetap yang sejenis atau aset tetap yang tidak sejenis. Nilai tukar tambah atau trade-in
allowance, dapat lebih tinggi atau lebih rendah daripada nilai buku aset tetap yang lama.
Saldo yang tersisa atas transaksi pertukaran ini dapat dibayarkan secara tunai atau dicatat
sebagai suatu kewajiban. Pertukaran aset tetap dapat menimbulkan keuntungan atau
kerugian yang perlu diakui dalam catatan akuntansi pada saat pertukaran tersebut terjadi.
Apabila aset tetap yang diperoleh dari hasil pertukaran tersebut dengan asset
nonmoneter lain maka aset baru tersebut dicatat sebesar nilai nilai pasar wajar dari aset
nonmoneter yang diserahkan. Perlakuan tersebut dikategorikan sebagai kasus umum dan
sebagai transaksi pertukaran yang lebih umum.

d. Konversi Terpaksa
Adakalanya penghentian penggunaan aset tetap terjadi karena kerusakan berat
akibat peristiwa-peristiwa seperti kebakaran, gempa bumi, banjir, atau pengapkiran.
Penghentian pemakaian yang disebabkan oleh jenis-jenis kejadian yang tidak dapat
dikendalikan seperti ini digolongkan sebagai konversi terpaksa. Beberapa dari peristiwa
ini merupakan risiko yang dapat diasuransikan dan terjadinya peristiwa tersebut
menghasilkan ganti rugi dari perusahaan asuransi. Apabila ganti rugi lebih besar daripada
nilai buku aset yang telah rusak maka keuntungan harus diakui pada saat pembukuan.
Sebaliknya, apabila ganti rugi lebih kecil daripada nilai buku, kerugian akan dicatat.
Jika kerugian tidak dapat diasuransikan atau perusahaan lalai akan asuransí
kekayaannya, maka nilai buku yang tersisa dari aset tersebut harus dicatat sebagai
kerugian. Karena kejadian-kejadian yang tidak biasa dan jarang terjadi maka keuntungan
dan kerugian yang direalisasi sering kali dicatat sebagai pos luar biasa. Jika besar
kemungkinan bahwa kejadian-kejadian yang tidak biasa itu akan berulang seperti pabrik
dibangun di daerah rendah yang sering mengalami banjir, maka keuntungan atau
kerugiannya dapat digolongkan sebagai pos biasa.
Contoh:
Misalnya, mesin yang dibeli pada tanggal 1 Juli 2018 dengan harga Rp3.200.000,00,
pada tanggal 1 Desember 2018 dijual dengan harga Rp650.000,00. Mesin tersebut ditaksir
umurnya 5 tahun dan depresiasinya dengan cara garis lurus, taksiran nilai residu Rp200.000,00.
Penjualan mesin pada tanggal 1 Desember 2018 dicatat dengan jurnal sebagai berikut.

Depresiasi Mesin 300.000


Akumulasi depresiasi mesin 300.000
Adapun depresiasi selama 6 bulan, yaitu sebagai berikut.
6 1
x x ¿Rp3.200.000,00 - Rp200.000,00) = Rp300.000,00
12 5
Dari hal tersebut maka jurnalnya sebagai berikut.

Kas 650.000
Akumulasi depresiasi mesin 2.650.000
Mesin 3.200.000
Laba penjualan mesin 100.000

Perhitungan:
Harga jual 650.000
Nilai buku mesin:
Harga perolehan 3.200.000
Akumulasi depresiasi:
2018: 11 bulan = 550.000
2019:12 bulan = 600.000
2020: 12 bulan = 600.000
2021: 12 bulan = 600.000
2022:6 bulan = 300.000 +
2.650.000 -
550.000 -
Laba penjualan aset tetap 100.000

3. Penjurnalan Penjualan Aset Tetap


Pada saat barang berupa aset tetap dijual, beban depresiasi aset (depreciation expense)
harus sesuai dengan tanggal penjulan tersebut. Kemudian, penjurnalannya dengan cara
menghilangkan cost dari aset dan akumulasi depresiasinya yang telah menimbulkan sejumlah
uang yang diterima dari penjualan aset tersebut. Setelah itu, memasukkan bedanya atau selisihnya
sebagai keuntungan atau kerugian atas penjualan aset tersebut.
Contoh:
Sebuah perusahaan menjual sebuah mesin pada tanggal 31 Januari 2018 seharga Rp50.00.000,00.
Akumulasi depresiasi terakhir tercatat di 31 Desember sebesar Rp400.000.000,00 dengan taksiran
depresiasi per bulan Rp4.000.000,00. Dalam buku besar menunjukan bahwa harga perolehan dari
mesin sebesar Rp500.000.000,00. Pada akhir Januari, perusahaan akan melakukan pencatatan
jurnal beban depresiasi sebesar Rp4.000.000,00. Berikut jurnalnya.

Tangal Keterangan Debet Kredit


31 jan 2018 Depresiasi 4.000.000
Akumulasi depresiasi 4.000.000

Dari jurnal tersebut, akumulasi depresiasi mesin berubah menjadi Rp404.000.000,00. Kemudian,
dicatat dalam jurnal penjualannya sebagai berikut.

Tangal Keterangan Debet Kredit


31 Jan 2018 Kas 50.000.000
Akumulasi depresiasi 404.000.000
Kerugian 46.000.000
Mesin 500.000.000
Perhitungan:
Harga perolehan 500.000.000
Akumulasi depresiasi 404.000.000 -
Nilai buku 96.000.000
Harga jual 50.000.000 -
Rugi 46.000.000

Keuntungan revaluasi aset untuk kepentingan komersial adalah sebagai berikut.


a. Mencerminkan nilai yang sesungguhnya (nilai wajarnya) sehingga dapat lebih baik
dalam pengambilan keputusan bagi perusahaan maupun investor dalam melakukan
investasi.
b. Bagi perusahaan yang ingin atau yang sudah go public, revaluasi berguna
untukmenyusun nilai asetnya ke harga yang realistis
c. Meningkatkan kepercayaan kreditur sebagai dampak membaiknya beberapa rasio
keuangan perusahaan, khususnya yang ditunjukkan oleh debt to asets ratio dan debt to
equity ratio.
d. Penilaian kembali aset tetap ini juga dapat dilakukan oleh perusahaan yang ingin
merger. Dengan melakukan penilaian kembali aset tetap pada masing masing perusahaan
yang ingin melakukan merger, akan dapat diketahui nilai aset sesungguhnya (nilai
wajarnya) untuk perusahaan bentukan baru (setelah merger).

Dalam hal revaluasi aset tetap, sebenarnya perusahaan tidak mendapatkan aliran kas
masuk. Perusahaan hanya melakukan window dressing untuk pelaporan keuangannya. Bila
terdapat selisih lebih atas revaluasi, perusahaan akan dikenai PPh final sebesar 10% dan harus
dibayar pada tahun tersebut (tidak boleh dicicil dalam 5 tahun misalnya) dan tidak menghasilkan
utang pajak tangguhan yang bisa dibalik di tahun berikutnya bila nilai aset turun.
Jika perusahaan memutuskan memakai model revaluasi dan setiap tahun harga asetnya
meningkat maka setiap tahun perusahaan harus membayar pajak final. Padahal kenaikan harga
aset tersebut tidak membawa aliran kas masuk ke dalam perusahaan apalagi untuk menilai nilai
wajar aset yang tidak memiliki nilai pasar. Perusahaan membutuhkan jasa penilai (assessor)
sehingga menambah biaya yang keluar untuk menilai aset-aset tersebut dan merupakan
pemborosan bagi perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai