Anda di halaman 1dari 103

APARATUR PEMERINTAH

XXI/1
BAB XXII

APARATUR PEMERINTAH

A. PENDAHULUAN

Sebagai landasan kebijaksanaan Mandataris MPR yang utama


untuk secara terus menerus menyelenggarakan penyempurnaan
aparatur Pemerintah ialah Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978 ten -
tang Garis-garis Besar Haluan Negara, Bab IV tentang Pola
Umum Pelita Ketiga, huruf D khususnya mengenai Aparatur Peme -
rintah yang menyebutkan:

a. Aparatur Pemerintah ditingkatkan pengabdian dan kesetiaan-


nya kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara, yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
b. Pembinaan, penyempurnaan dan penertiban aparatur Pemerin -
tah baik di tingkat pusat maupun daerah, termasuk perusa-
haan-perusahaan milik negara dan milik daerah sebagai apa-
ratur perekonomian negara dilakukan secara terus menerus
agar dapat mampu menjadi alat yang efisien, efektif, ber-
sih dan berwibawa sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas
umum Pemerintah maupun untuk menggerakkan pelaksanaan pem-
bangunan secara lancar.
c. Perlu dilanjutkan dan ditingkatkan kebijaksanaan dan lang-
kah-langkah yang telah dilakukan dalam rangka penertiban
aparatur Pemerintah serta dalam menanggulangi masalah-
masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan
pemborosan kekayaan dan keuangan negara, pungutan-pungutan
liar serta berbagai bentuk penyelewengan lainnya yang
menghambat pelaksanaan pembangunan.
d. Hubungan fungsional yang makin mantap antara lembaga-lem-
baga perwakilan rakyat dengan Pemerintah, baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah perlu terus dikembangkan.
e. Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang ter-
sebar di seluruh pelosok Negara dan dalam rangka membina
kesatuan Bangsa, maka hubungan yang serasi antara Pemerin-
tah Pusat dan Pemerintah Daerah dikembangkan atas dasar
keutuhan Negara Kesatuan dan diarahkan pada pelaksanaan
otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab
yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan Daerah,
dan dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi.
f. Memperkuat pemerintahan desa, agar makin mampu menggerak-
kan masyarakat dalam partisipasinya dalam pembangunan dan
menyelenggarakan administrasi desa yang makin meluas dan
efektif. Untuk itu perlu disusun Undang-undang tentang
Pemerintahan Desa.

XXII/3
Selanjutnya juga merupakan dasar utama untuk terseleng -
garanya penertiban aparatur Negara ialah Ketetapan MPR No.
VIII/MPR/1978 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang kepada
Presiden/Mandataris MPR Dalam Rangka Pengsuksesan dan Penga -
manan Pembangunan Nasional yang pada pasal 1 b menetapkan
penugasan kepada Presiden/Mandataris MPR untuk dalam waktu
lima tahun meneruskan penertiban dan pendaya-gunaan aparatur
Negara di segala bidang dan tingkatan.

Dasar-dasar kebijaksanaan tersebut yang telah menjadi


Krida ke empat dari Sapta Krida Kabinet Pembangunan III se -
cara terperinci dirumuskan dalam bab 26 Repelita III yang
juga merupakan kelanjutan dari kebijaksanaan penyempurnaan
aparatur Pemerintah pada Repelita I dan II. Oleh karena ke -
mampuan aparatur Pemerintah dalam mengemban tugas umum peme -
rintahan dan tugas pembangunan merupakan salah satu unsur
strategis bagi keberhasilan pembangunan, maka usaha penyem -
purnaannya perlu dilakukan terus-menerus secara berencana dan
melembaga. Selama lima tahun terakhir ini telah banyak usa-
ha-usaha penertiban dan penyusunan Aparatur Pemerintah sesuai
dengan arah yang terkandung dalam TAP MPR tersebut. Namun
perlu dikemukakan bahwa beberapa dari hasil-hasil usaha pe -
nyempurnaan dan penertiban aparatur Pemerintah untuk pening -
katan kemampuannya hanya dapat dicapai dalam jangka waktu
yang cukup panjang dengan pendekatan yang bersifat menyelu -
ruh. Kebijaksanaan dan langkah-langkah penertiban dan penyu -
sunan aparatur Pemerintah yang menyeluruh dilakukan secara
bertahap dan berencana dengan penentuan sasaran-sasaran dan
prioritas yang realistis.

Usaha penyempurnaan aparatur Pemerintah secara sungguh -


sungguh telah dimulai sejak tahun 1967, dan telah cukup ba -
nyak mencapai hasil dewasa ini. Akan tetapi tetap disadari
bahwa masalah-masalah yang dihadapi masih cukup besar dan me -
minta kesungguhan tekad terutama untuk dapat menanggapi pe -
ningkatan tugas dalam rangka pelaksanaan Repelita IV dan ren -
cana-rencana pembangunan lima tahun berikutnya.

B. LANDASAN, KEBIJAKSANAAN DAN SASARAN PENYEMPURNAAN APA -


RATUR PEMERINTAH

Landasan penyempurnaan dan penertiban aparatur Pemerintah


adalah ketetapan-ketetapan MPR seperti disebutkan terdahulu
dan kebijaksanaan Pemerintah dalam rangka pelaksanaan Kete -
tapan-ketetapan MPR tersebut telah dituangkan dalam Bab 26
Repelita III sebagai peningkatan dari perumusan kegiatan
XXII/4
usaha yang dituangkan dalam Bab V Repelita I dan Bab 30 Repe -
lita II.

Arah kebijaksanaan di bidang aparatur Pemerintah ialah


untuk meningkatkan dan memantapkan tata penyelenggaraan peme -
rintahan yang harus mencerminkan peranan Pemerintah dalam
pembangunan nasional. Sesuai dengan penggarisan yang tercan -
tum dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang Garis-garis
Besar Haluan Negara yang menentukan pembangunan di bidang
ekonomi sebagai titik berat dalam pembangunan jangka panjang,
serta dalam proses pembangunan yang didasarkan kepada Demo -
krasi Ekonomi masyarakat harus memegang peranan aktif, maka
Pemerintah berkewajiban untuk memberikan pengarahan dan bim -
bingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim
yang sehat bagi perkembangan dunia usaha.

Sejalan dengan itu, maka aparatur Pemerintah harus peka


terhadap masalah-masalah pembangunan yang dirasakan oleh rak -
yat serta tanggap dan trampil untuk menyelesaikan masalah-ma -
salah tersebut. Oleh karena itu aparatur Pemerintah perlu se-
cara terus-menerus dikembangkan agar kemampuannya makin me -
ningkat dalam pelaksanaan tugas membimbing dan melayani ma -
syarakat sehingga dapat dibina gairah rakyat untuk berparti -
sipasi dalam proses pembangunan.

Kebijaksanaan penyempurnaan aparatur Pemerintah pertama -


tama ditujukan untuk meningkatkan pengabdian dan kesetiaan
kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Dengan demikian apa -
ratur Pemerintah harus benar-benar merupakan abdi Negara dan
abdi masyarakat yang bermental baik dalam menjalankan tugas
umum pemerintahan dalam menjalankan tugas umum pemerintahan,
tugas pembangunan dan tugas pembimbingan serta pelayanan ke -
pada masyarakat.

Atas dasar landasan serta kebijaksanaan sebagaimana dise -


butkan di atas maka sasaran-sasaran usaha penyempurnaan dan
penertiban aparatur Pemerintah dalam masa pelaksanaan mandat
MPR selama 1978 - 1983 telah ditetapkan sebagai berikut :

a. Meningkatkan hubungan fungsional yang makin mantap antara


lembaga-lembaga perwakilan rakyat dengan Pemerintah, baik
di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah yang terutama
ditujukan dalam rangka penyusunan rencana tahunan yang
tercermin dalam APBN atau APBD.

XXII/5
b. Meningkatkan pembinaan dan penertiban aparatur Pemerintah
baik di tingkat Pusat maupun Daerah, termasuk aparatur
perekonomian Negara dan Daerah, sehingga dapat menjadi
alat yang efisien, efektif, bersih dan berwibawa serta
mampu melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan meng -
gerakkan pelaksanaan pembangunan secara lebih lancar.
c. Mengembangkan keserasian hubungan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah atas dasar keutuhan Negara Kesatuan
dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah yang nyata,
dinamis dan bertanggungjawab yang dapat menjamin perkem -
bangan dan pembangunan Daerah, dan dilaksanakan bersama -
sama dengan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
d. Menyempurnakan tata kerja dan hubungan kerja, baik antara
Departemen/Lembaga maupun dalam Departemen/Lembaga itu
sendiri, agar tercipta langkah kegiatan yang lebih terpadu
dan serasi guna mendukung keberhasilan pencapaian tujuan -
tujuan serta pelaksanaan perogram-program pembangunan se-
cara menyeluruh.
e. Meningkatkan pengawasan dan penertiban seluruh aparatur
Pemerintah, termasuk aparatur perekonomian Negara dan
Daerah dalam rangka penanggulangan masalah-masalah korup -
si, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan ke -
kayaan dan keuangan Negara, pungutan-pungutan liar serta
berbagai bentuk penyimpangan lainnya yang menghambat pe -
laksanaan pembangunan.
f. Meningkatkan produktivitas, kegairahan dan disiplin kerja
pegawai negeri dengan terus mengembangkan sistem karier
yang diserasikan dengan sistem prestasi kerja.
g. Memantapkan pembinaan dan ketatalaksanaan aparatur pereko -
nomian Negara sehingga dapat menjadi pendorong kegiatan -
kegiatan pembangunan dan produksi pada sektor-sektor usaha
swasta yang belum mampu, pemupukan modal dan keuntungan,
penyediaan jasa sosial ekonomi dan turut aktif mengamankan
serta menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program Pe -
merintah dalam pengembangan golongan ekonomi lemah.
h. Meningkatkan kemampuan aparatur Pemerintah, baik tingkat
Pusat maupun tingkat Daerah, dalam tugas-tugas umum peme -
rintahan dan pembangunan yang meliputi kemampuan dalam
penyusunan rencana, perumusan kebijaksanaan dan program,
kemampuan dalam pelaksanaan serta kemampuan dalam pengen -
dalian dan pengawasan yang efektif dan efisien. Hal terse -
but dilakukan dengan sistem di mana setiap sektor pem -
bangunan menjadi jelas penanggungjawab dan aparatur Peme -
rintah yang menanganinya.

XXII/6
i. Mengembangkan administrasi Pemerintah secara tertib dengan
antara lain penuangan berbagai ketetapan dan kebijaksanaan
Pemerintah dalam produk peraturan perundang-undangan se -
hingga ketetapan dan kebijaksanaan tersebut memperoleh
landasan kekuatan hukum yang pasti dan jelas, baik bagi
para pelaksana maupun bagi masyarakat.

C. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKSANAAN DAN HASIL PENYEMPURNAAN


APARATUR PEMERINTAH 1978/79 - 1982/83

1. Lembaga Tertinggi Negara/Lembaga-lembaga Tinggi Negara

Sejak pemerintahan Orde Baru berbagai usaha telah dilaku -


kan untuk melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekwen.
Melalui Ketetapan MPRS No.XIV/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.
VI/MPR/1973 jo. Ketetapan MPR No. III/MPR/1978 kedudukan dan
hubungan Lembaga-lembaga Negara itu dikembalikan kepada ke -
dudukan yang sebenarnya. Demikian pula lebih ditegaskan kedu -
dukan serta hubungan kerja lembaga-lembaga Negara tersebut
sesuai dengan UUD 1945 dengan ditetapkannya Peraturan Tata
Urutan Peraturan Perundang-undangan berdasarkan Ketetapan
MPRS No. XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No. V/MPR/1973. Dalam
lima tahun terakhir tampak nyata bahwa keserasian hubungan
fungsional antara Lembaga-lembaga Negara, yaitu MPR sebagai
Lembaga Tertinggi Negara, dan Presiden, DPA, DPR, BEPEKA dan
Mahkamah Agung sebagai Lembaga Tinggi Negara, telah makin me -
mantapkan mekanisme Kepemimpinan Nasional.

Di samping pemantapan kedudukan serta hubungan kerjanya


telah pula dilakukan penyempurnaan organisasi serta persona -
lia kesekretariatan untuk meningkatkan kemampuan dalam mem -
berikan jasa-jasa pelayanan administratif Lembaga-lembaga
Negara bersangkutan.

Dalam perkembangannya dapat dikemukakan hal-hal penting


sebagai berikut:

a. Menjelang Sidang Umum MPR pada tahun 1983 ini maka untuk
ketiga kali dalam masa orde baru telah dilangsungkan pemi -
lihan umum anggota-anggota MPR, DPR dan DPRD. Pemilihan
umum yang didasarkan dengan prinsip "LUBER" (langsung,
umum, bebas dan rahasia) dan yang telah berlangsung secara
aman dan tertib adalah antara lain berkat kerjasama yang

XXII/7
baik antara Pemerintah dan DPR dalam merumuakan Undang-
undang No.2 tahun 1980 tentang Pemilihan Umum Badan Permu-
syawaratan/Perwakilan Rakyat sebagai perubahan atas Un -
dang-undang No.15 tahun 1969 dan No. 4 tahun 1975. Partai
Politik dan Golongan Karya sebagai kontestan dalam pemi-
lihan umum tetap didasarkan pada Undang-undang No. 3 tahun
1975 dan demikian pula susunan serta kedudukan MPR/DPR/ -
DPRD tetap didasarkan pada Undang-undang No. 5 tahun 1975.
Dengan demikian dalam sejarah Republik Indonesia telah da-
pat dibentuk untuk ketiga kalinya Majelis Permusyawaratan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum.
b. Dewan Pertimbangan Agung yang dibentuk berdasarkan Un -
dang-undang No. 3 tahun 1967 jo. Undang-undang No. 4 tahun
1978 telah diperluas keanggotaannya dari 27 orang menjadi
45 orang anggota termasuk pimpinan. Dewan ini yang peng -
angkatan anggota-anggotanya dilakukan dengan Keppres No.
167 M tahun 1978 dan No. 138 M tahun 1981 telah banyak
membantu Pemerintah dengan saran-saran secara teratur.
c. Badan Pemeriksa Keuangan yang kekuasaan dan kewajibannya
ditetapkan dengan Undang-undang No. 5 tahun 1973 sebagai
pembaharuan Undang-undang No. 17 tahun 1965 telah meng -
alami penggantian beberapa anggota dengan Keputusan
Presiden No.161 M tahun 1981. Dalam pelaksanaan fungsinya
sebagaimana ditugaskan oleh UUD 1945 BEPEKA telah memberi -
kan saran-saran perbaikan dalam pertanggungjawaban keuang -
an Negara yang mendapat perhatian sungguh-sungguh dari
Pemerintah.
d. Pada tahun 1981 telah diadakan penggantian Ketua dan Wakil
ketua Mahkamah Agung berdasarkan Keppres No. 30 M tahun
1981 dan disusul kemudian dengan penyempurnaan susunan Ha -
kim Agung. Jumlah hakim agung ditambah dari 15 menjadi 19
orang. Sebagaimana diketahui pada tahun 1970 telah diada -
kan pembaharuan Undang-undang No. 19 tahun 1964 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dengan Un -
dang-undang No. 14 tahun 1970 sehingga kekuasaan kehakiman
terjamin sebagai kekuasaan sesuai dengan ketentuan UUD
1945 serta Penjelasannya. Dalam rangka pembinaan hukum pa -
da umumnya dan pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
pada khususnya maka secara terus-menerus Pemerintah telah
memberikan bantuannya dalam penyempurnaan administrasi
peradilan agar proses peradilan dapat terselenggara cepat
dengan biaya ringan dengan memenuhi rasa keadilan bagi se -
mua warga masyarakat.

XXII/8
Dalam Ketetapan MPR-RI Nomor III/1978 tentang kedudukan
dan hubungan tata kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau
Lembaga-lembaga Tinggi Negara antara lain ditegaskan bahwa
hak keuangan/administratif dan kedudukan protokol dari Pimpi -
nan/Anggota Lembaga Tertinggi Negara dan atau Lembaga Tinggi
Negara diatur dengan Undang-undang.

Dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1978 telah diatur hak


keuangan/administratif Presiden dan Wakil Presiden serta be -
kas Presiden dan bekas Wakil Presiden Republik Indonesia dan
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 telah diatur pula
hak keuangan/administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Ter -
tinggi/Tinggi Negara serta bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara dan bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.

Mengenai kedudukan protokol harus diatur secara menyelu -


ruh, atau dengan perkataan lain kedudukan protokol dari selu -
ruh pejabat Negara perlu diatur dalam satu peraturan yang
mencakup kedudukan Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/
Tinggi Negara dan pejabat Negara lainnya. Hal ini sedang
dalam perencanaan.

2. Aparatur Pemerintah Tingkat Pusat

Usaha penyempurnaan Aparatur Pemerintah tingkat Pusat


yang cukup berarti ialah dituangkannya Pokok-pokok Organisasi
Departemen dan Susunan Organisasi Departemen masing-masing
dalam Keppres No. 44 dan 45 tahun 1974 dan Keputusan-keputusan
Menteri tentang organisasi Departemen masing-masing. Penyem -
purnaan penataan satuan-satuan organisasi di lingkungan Peme -
rintah tersebut ditujukan untuk memantapkan kedudukan, tugas
pokok dan fungsi Departemen-departemen agar mampu mengemban
tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang lebih besar
dan kompleks.

Dengan penyempurnaan tersebut maka telah diperjelas ba-


tas-batas kewenangan dan tanggungjawab fungsional masing-ma -
sing Departemen, diseragamkan nama unit organisasi (nomenkla -
tur) dan nama jabatan (titulatur) dan dipertegas pembagian
ke dalam unsur Pembantu Pimpinan, unsur Pelaksana dan unsur
Pengawasan pada Departemen dengan tetap mengindahkan rentang
pengendalian. Disamping unsur-unsur tersebut terdapat pula
unsur pembantu pelaksana teknis/administratif yang disebut
Badan dan atau Pusat.

Sebagai penyelenggara tugas dan fungai Departemen di Pro -


pinsi dibentuk Kantor Wilayah Departemen atau Kantor Wilayah

XXII/9
Direktorat Jenderal sebagai instansi vertikal di daerah. Pem -
bentukan Kanwil ini disesuaikan dengan pembagian wilayah ad -
ministratif yang dapat mencakup satu atau beberapa propinsi,
tergantung dari tugas dan beban kerja yang menjadi tanggung -
jawabnya. Di samping itu, dalam rangka memperlancar pelaksa -
naan tugas Kantor Wilayah di daerah tingkat Kabupaten/Kotama -
dya telah pula dibentuk kantor Departemen di beberapa daerah
tersebut, seperti kantor Departemen Perdagangan dan Koperasi
dan Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dalam perkembangannya organisaei Departemen telah meng -


alami penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut untuk dapat
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing Departemen agar
dapat menghadapi bertambahnya beban kerja karena makin me -
ningkatnya kegiatan pembangunan.

Dalam kurun waktu 8 tahun setelah diberlakukannya Keppres


No. 44 dan 45 tahun 1974 telah dilakukan 13 kali penyempurna-
an. Tiap Departemen telah mengalami penyempurnaan, demikian
pula tiap tahun dilakukan penyempurnaan berturut-turut dengan
Keputusan-keputusan Presiden No. 12 tahun 1976, No. 6 tahun
1977, No. 15 tahun 1978, No. 30 tahun 1978, No. 40 tahun
1978, No. 59/M tahun 1978, No. 47 tahun 1979, No. 22 tahun
1980, No. 57 tahun 1980, No. 62 tahun 1980, No. 27 tahun 1981
dan terakhir No. 15 tahun 1982. Di antara penyempurnaan ter -
sebut terdapat restrukturisasi beberapa Departemen untuk di -
sesuaikan dengan susunan Kabinet Pembangunan III. Juga terda -
pat perluasan organisasi dengan pembentukan Direktorat Jen -
deral, yaitu Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah pada De -
partemen Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelemba -
gaan Agama Islam pada Departemen Agama, pemecahan Direktorat
Jenderal Moneter ke dalam Direktorat Jenderal Moneter Dalam
Negeri dan Direktorat Jenderal Moneter Luar Negeri pada De -
partemen Keuangan, pembentukan Badan Penelitian dan Pengemba -
ngan pada Departemen Perindustrian, serta pembentukan Badan
SAB Nasional pada Departemen Perhubungan.

Penyempurnaan-penyempurnaan tersebut di atas tetap berti -


tik tolak dari sifat dan ruang lingkup tugas pokok dan fungsi
Departemen-departemen bersangkutan sebagai pelayan masyara -
kat. Meskipun asas fleksibilitas dalam pengorganisasian telah
diterapkan namun asas kontinuitas untuk menjamin kemampuan
institusional tetap diberlakukan.

Perlu pula dikemukakan bahwa untuk penyesuaian dengan su -


sunan Kabinet Pembangunan III telah ditetapkan kedudukan,
tugas pokok, fungsi dan tatakerja serta susunan organisasi
XXII/10
Menteri Kordinator dengan Keputusan Presiden No. 12 tahun
1978, Menteri Negara dengan Keputusan Presiden No. 28 tahun
1978 serta Menteri Muda dengan Keputusan Presiden No. 13 ta -
hun 1978. Pengaturan-pengaturan tersebut dimaksudkan untuk
lebih meningkatkan kordinasi, baik pada tingkat perumusan
kebijaksanaan, perencanaan maupun pelaksanaan.

Sesuai dengan perubahan yang dituntut karena meningkatnya


kegiatan-kegiatan pembangunan maka organisasi lembaga-lembaga
Pemerintah non Departemen juga memerlukan penyempurnaan-pe -
nyempurnaan. Sejak tahun 1974 telah dilakukan penelitian men -
dalam mengenai organisasi lembaga-lembaga tersebut yang diha -
rapkan dapat dirumuskan pola tentang kedudukan, tugas pokok,
fungsi dan susunan organisasinya. Walaupun belum berhasil di -
rumuskan, namun asas-asas yang dipergunakan dalam penyempur -
naan organisasi Departemen sejauh mungkin telah diterapkan
tanpa pengabaian sifat-sifat khusus dan ruang lingkup tugas
pokok masing-masing. Usaha penyempurnaan perlu memperhatikan
adanya perbedaan dasar hukum pembentukan masing-masing lemba -
ga, yaitu ada yang dengan Undang-undang, ada pula dengan Per -
aturan Pemerintah dan sebagian besar dengan Keputusan Presi -
den. Demikian pula dalam penyempurnaan ditemui masalah karena
sifat-sifat yang berbeda, ialah adanya kelompok lembaga Peme -
rintah non Departemen yang menjalankan fungsi lini atau yang
melaksanakan tugas eksekutif, kelompok lain mempunyai kedu -
dukan staf atau sebagai badan staf tingkat Pusat, sedangkan
ada pula yang mempunyai tugas melaksanakan kordinasi sehingga
disebut badan kordinasi.

Walaupun pada dasarnya usaha-usaha penyempurnaan dilaku kan


dengan penelitian secara menyeluruh, namun perhatian khu sus
diberikan kepada masalah-masalah yang mendesak, yaitu
perlunya perubahan organisasi dari lembaga-lembaga Pemerintah
non Departemen tertentu untuk dapat menampung perkembangan
tugas lembaga yang bersangkutan. Dalam waktu lima tahun ter -
akhir ini penyempurnaan-penyempurnaan yang telah dilakukan
ialah terhadap:

a. Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) dengan


pembentukan Kantor-kantor Wilayah tingkat Propinsi secara
bertahap (Keppres No. 53 tahun 1980);
b. Biro Pusat Statistik (BPS) karena peranannya makin penting
(PP No. 6 tahun 1980);
c. Badan Urusan Logistik (BULOG) untuk penyempurnaan fungsi
dan kedudukannya (Keppres No. 39 tahun 1978);
d. Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) bagi peningkatan fung -
sinya (Keppres No. 51 tahun 1979);

XXII/11
e. Badan Koordinaai Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga
bagi peningkatan fungsinya (Keppres No. 38 tahun 1978);
f. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan penyempur -
naan struktur organisasi dan tatakerja sehingga dalam pro-
ses aplikasi penanaman modal calon investor cukup hanya
berhubungan dengan hanya satu instansi (one stop service),
yaitu dengan BKPM (Keppres No. 53 tahun 1977), dengan pe -
nambahan satu Deputy dan dua Biro (Keppres No. 33 tahun
1981) dan untuk perbaikan tatakerja dalam menyusun
DaftarSkala Prioritas (DSP) (Keppres No. 78 tahun 1982);
dan

g. Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan


dan Pengamalan Pancasila sebagai lembaga baru yang mempu -
nyai tugas utama untuk meningkatkan penghayatan dan peng -
amalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa), UUD 1945 serta
GBHN oleh masyarakat (Keppres No.10 tahun 1979).

Demikian pula telah disempurnakan organisasi Sekretariat


Negara guna pemantapan fungsinya, yaitu berturut-turut dengan
Keppres No. 8 tahun 1978, Keppres No. 31 tahun 1980 dan Kep -
pres No. 16 tahun 1981.

Penyempurnaan administrasi yang bersifat tata hubungan


kerja institusional maupun prosedural sebagai bentuk komuni-
kasi yang membantu tercapainya kordinasi secara terus-menerus
juga telah dilakukan. Penyempurnaan tata hubungan kerja anta-
ra berbagai Departemen/Lembaga yang telah dilakukan terutama
meliputi pelaksanaan program-program yang merupakan prioritas
dalam pembangunan, seperti program-program peningkatan dan
pengadaan produksi pangan, tata penyelenggaraan transmigrasi,
pembinaan golongan ekonomi lemah, perbaikan gizi rakyat, ke -
luarga berencana, penanaman modal, pelestarian lingkungan
hidup dan lain-lain. Demikian pula kordinasi yang lebih baik
diusahakan dalam administrasi berbagai bidang seperti admi -
nistrasi pelabuhan, administrasi perencanaan dan pembiayaan
pembangunan, administrasi bantuan luar neggri, tata penye -
lenggaraan ekspor, impor dan lalu lintas devisa yang dituju -
kan untuk peningkatan ekspor bukan minyak dan gas bumi.

Dalam lima tahun terakhir berbagai tata hubungan kerja


telah dilembagakan dalam badan-badan kordinasi seperti Badan
Kordinasi Penyelenggaraan Transmigrasi (Keppres No. 26 tahun
1979), Badan Kordinasi Bimas (Keppres No. 6 tahun 1979),
Badan Kordinasi Penyelenggaraan Pembinaan dan Pengembangan
Generasi Muda (Keppres No. 23 tahun 1979), Badan Kordinasi
Penanggulangan Bencana Alam (Keppres No. 28 tahun 1979) dan

XXII/12
Badan Kordinasi Energi Nasional (Keppres No. 46 dan No. 75
tahun 1980).

Kecuali itu peningkatan tata hubungan kerja institusional


dilakukan pula dalam berbagai wadah kordinasi untuk menangani
masalah-masalah khusus pemerintahan yang mendesak seperti
pembentukan-pembentukan Otorita Pembangunan Pelabuhan Udara
internasional Cengkareng (Keppres No. 16 tahun 1980), Panitia
Pertimbangan Landreform Pusat (Keppres No. 75 tahun 1980),
serta Dewan Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sa -
bang (Keppres No. 60 tahun 1980).

Berbagai penyempurnaan tata hubungan kerja juga terlihat


dalam badan-badan yang diadakan oleh beberapa Menteri dan
khusus mengenai pelaksanaan pembangunan untuk berbagai bentuk
bantuan kepada Daerah, maka dalam bentuk Surat-surat Keputus -
an Bersama beberapa Menteri secara terus-menerus telah di -
tingkatkan pengembangan tata penyelenggaraan hubungan kerja
secara serasi.

2. Aparatur Pemerintah Tingkat Daerah

Pemantapan dan penyempurnaan aparatur Pemerintah pada


tingkat Daerah secara mendasar telah dilakukan dengan Un-
dang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah
di Daerah sebagai pengganti Undang-undang No. 18 tahun 1965.
Dengan dikeluarkannya undang-undang tersebut maka telah dile -
takkan landasan bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah
menurut asas-asas desentralisasi, dekonsentrasi maupun tugas
pembantuan secara serasi yang pada gilirannya diharapkan da -
pat menjamin tata kehidupan masyarakat dalam segala bidang
secara teratur dan tertib.

Dalam pelaksanaan asas desentralisasi maka urusan-urusan


pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah menjadi we -
wenang dan tanggungjawab Daerah sepenuhnya sehingga prakarsa
diserahkan kepada Daerah untuk menentukan kebijaksanaan, pe-
rencanaan, pelaksanaan maupun segi-segi yang menyangkut pem -
biayaannya. Perangkat pelaksanaannya adalah aparatur Pemerin -
tah Daerah itu sendiri yang meliputi:

a. Dinas/Biro/Direktorat untuk tugas-tugas lini/eksekutif;


dan
b. Badan-badan staf, yaitu

i) Sekretariat Wilayah Daerah (SETWILDA) yang menye-


lenggarakan tugas-tugas umum staf;

XXII/13

.
ii) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) baik
tingkat I maupun tingkat II yang masing-masing ber-
tugas membantu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dalam
perencanaan pembangunan di daerah;
iii) Inspektorat Wilayah Propinsi (ITWILPROP) dan Inspek-
torat Wilayah Kabupaten/Kotamadya (ITWILKAB/ITWIL-
KOT) yang mempunyai fungsi pengawasan;
iv) Badan Kordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPM-D) yang
merupakan badan pembantu Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I dalam menyelenggarakan usaha dan kegiatan
yang berhubungan dengan penanaman modal.

Oleh Menteri Dalam Negeri telah dikeluarkan berbagai ke -


putusan tentang susunan organisasi Pemerintah Daerah, tugas
dan wewenang tiap unit organisasi, demikian pula tatakerja
dan tata hubungan kerja, diantaranya yang terakhir ialah per -
baikan organisasi SETWILDA berdasarkan Keputusan Menteri Da -
lam Negeri No. 240 tahun 1980. Selanjutnya dengan disempurna -
kannya BAPPEDA tingkat I dan dengan pembentukan BAPPEDA ting -
kat II berdasarkan Keppres No. 27 tahun 1980 telah ditetapkan
pedoman organisasi dan tata kerjanya dengan Keputusan Menteri
Dalam Negeri No. 185 tahun 1980. Sehubungan dengan itu maka
BAPPEDA Tingkat I ditingkatkan peranannya dengan membina se-
cara teknis kegiatan BAPPEDA Tingkat II agar mampu mengem -
bangkan sistem perencanaan dari bawah pada tingkat Desa seba -
gaimana dimaksud dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 4
tahun 1981. Demikian pula dengan Keputusan Menteri Dalam Ne -
geri No. 219 dan No. 220 tahun 1979 telah diatur kembali pe -
rangkat pengawasan dengan ditetapkannya organisasi dan tata
kerja ITWILPROP dan ITWILKAB/ITWILKOT dalam rangka peningkat -
an kelancaran pengawasan di tingkat Daerah.

Dalam menetapkan kebijaksanaan Pemerintah Daerah selalu


dipelihara dan ditingkatkan usaha untuk menjalin dan melaksa -
nakan kerjasama yang serasi antara Gubernur Kepala Daerah de -
ngan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-udangan yang berlaku.

Dalam penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan di


Daerah yang langsung menyangkut kepentingan nasional dan ti -
dak dapat diserahkan kepada Daerah, maka Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I sebagai penguasa tunggal dan sebagai admi -
nistrator di Daerah menurut asas dekonsentrasi bertugas meng -
kordinasi instansi-instansi vertikal yang merupakan aparatur
Pemerintah Pusat di Daerah. Dengan demikian Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I mengkordinasikan pembangunan di wilayahnya,

XXII/14
baik sektoral, regional maupun yang bersifat khusus. Kordi -
nasi terhadap perencanaan, pelaksanaan maupun pengendalian
dan pengawasan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan merupakan kordi-
nasi aktif. Hal ini berarti Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
ikut membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan
memberikan pengarahan-pengarahan.

Dengan pemantapan organisasi dan tugas BAPPEDA (yang di -


sempurnakan dengan keppres No. 27 tahun 1980 jo. Keputusan
Menteri Dalam Negeri No. 185 tahun 1980) maka perencanaan
yang dilakukan oleh kantor-kantor wilayah maupun oleh pim -
pinan-pimpinan proyek sektoral harus dikonsultasikan dengan
BAPPEDA bersangkutan. Dalam rangka itu pula maka menjelang
tiap akhir tahun, yaitu pada pertengahan bulan Oktober atau
permulaan bulan Nopember, dilangsungkan Konsultasi Nasional,
ialah konsultasi BAPPEDA seluruh Indonesia dengan BAPPENAS
dan Departemen-departemen untuk menelaah masalah-masalah po -
kok pembangunan di Daerah serta dalam rangka persiapan penyu-
sunan rencana tahunan berikutnya. Sebelumnya di antara BAPPEDA
dari propinsi-propinsi berdekatan dalam satu Wilayah Pem-
bangunan Utama dilakukan konsultasi untuk membahas usaha-usaha
bersama dalam rangka peningkatan kegiatan pembangunan. Dengan
peranan aktif BAPPEDA itu maka pertimbangan-pertimbangan re-
gional lebih mendapat perhatian dalam rangka pemerataan serta
peningkatan pembangunan di Daerah.

Dalam rangka peningkatan pembangunan di Daerah Menteri


Dalam Negeri telah mengeluarkan instruksi-instruksi ber -
turut-turut dengan Instruksi No. 4 tahun 1979, No. 1 tahun
1981, No. 6 tahun 1981 dan No. 3 tahun 1982 kepada semua
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I agar berusaha semaksimal
mungkin dengan kemampuan dan wewenangnya mensukseskan pelak -
sanaan program-program pembangunan dengan melakukan pengenda-
lian sebaik-baiknya dan kordinasi terpadu terhadap segenap
jajaran aparatur Pemerinah Pusat di Daerah, jajaran aparatur
Pemerintah Daerah dan seluruh masyarakat secara efektif.
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I juga diharapkan agar kepada
rakyat diberi kesempatan seluas-luasnya untuk dapat hadir
menyaksikan langsung upacara peresmian sesuatu proyek di
Daerah-nya, baik pemulaiannya maupun penggunaannya setelah
proyek selesai, sehingga rakyat semakin sadar akan arti pen -
ting serta manfaatnya pembangunan yang sedang dilaksanakan
dan akan dilanjutkan kemudian.

Inspektorat Wilayah Propinsi sebagai badan staf pembantu


Gubernur Kepala Daerah Tingkat I memegang peranan penting

XXII/15
dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan karena berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Dalam Negeri No. 219 tahun 1979 mempunyai kewenangan cukup
luas untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas
umum pemerintahan maupun tugas pembangunan. Sehubungan dengan
itu maka dalam rangka pengembangan dan peningkatan sistem pe -
ngawasan dan pengendalian secara terarah, terpadu dan serasi
maka dengan Keppres No. 20 tahun 1981 telah dibentuk Team
Kordinasi Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan di Daerah
(TKP3D) dengan tugas membantu Gubernur Kepala Daerah Tingkat
I dalam mengkordinasikan pengendalian dan pengawasan pemba -
ngunan Pusat dan Daerah di wilayah bersangkutan. Team dike -
tuai oleh Ketua BAPPEDA Tingkat I sedangkan para anggotanya
adalah Kepala Inspektorat Wilayah Propinsi, Kakanwil Ditjen
Anggaran, Kakanwil DJPKN, Kepala Cabang Bank Indonesia dan
sebagai Sekretaris Kepala Sekretariat BAPPEDA Tingkat I.
Dengan diadakannya team tersebut dapat dihindarkan kemungkin -
an tumpang tindih pelaksanaan pengendalian dan pengawasan di
antara aparatur-aparatur pengendalian dan pengawasan di Da -
erah sehingga dapat ditingkatkan hasilguna dan dayaguna ma -
sing-masing aparatur.

Sementara itu dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 4


tahun 1981 telah diminta kepada BAPPEDA Tingkat II agar me -
ngembangkan sistem perencanaan dari bawah, yaitu pada ting-
kat Desa, dalam berbagai program pembangunan, antara lain
Program Pengembangan Wilayah Kecamatan Terpadu di mana para
Camat ditunjuk sebagai pemimpin proyek-proyeknya.

Mengenai Badan Kordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPM-D)


yang dibentuk ditiap Propinsi Daerah Tingkat I berdasarkan
Keppres No. 26 tahun 1980 maka telah diatur susunan organi-
sasi dan tata kerjanya dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri
No. 167 tahun 1980. Seperti diketahui HKPM-D bertugas memban -
tu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam menentukan kebijak -
sanaan di bidang penanaman modal di Daerah serta penilaian
atas pelaksanaannya.

Usaha penyempurnaan administrasi Pemerintahan di Daerah


juga terus dilakukan di tingkat Desa. Dengan ditetapkannya
Undang-undang No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa,
maka pengaturan penyelenggaraan pemerintahan desa mendapatkan
landasan pengaturan yang mantap. Sebagai pelaksanaan Undang -
undang tersebut telah ditetapkan 19 Peraturan/Keputusan
Menteri Dalam Negeri, di antaranya yang penting ialah pene -
tapan-penetapan susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah
Desa, susunan organisasi dan tata kerja Lembaga Musyawarah

XXII/16
Desa, Pengambilan Keputusan Desa, tata cara pemilihan/pen -
sahan/pengangkatan/pemberhentian Kepala Desa serta persyarat-
an, tata cara pengangkatan/pemberhentian Sekretaris Desa,
Kepala Urusan dan Kepala Dusun.

Berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1979 tersebut


perangkat Desa merupakan aparatur Departemen Dalam Negeri di
daerah tingkat terbawah. Oleh karena itu secara bertahap te-
lah dilaksanakan pengangkatan perangkat desa menjadi pegawai
negeri.

Perlu pula dikemukakan bahwa dengan Keppres No. 28 tahun


1980 sebagai penyempurnaan Keppres No. 81 tahun 1971 telah
ditingkatkan fungsi Lembaga Sosial Desa menjadi Lembaga Keta-
hanan Masyarakat Desa atau disingkat LKMD. Lembaga ini seba -
gai wadah partisipasi masyarakat desa dalam rangka pembangun-
an desa diharapkan bukan saja mampu merencanakan dan melaksa-
nakan pembangunan di desa, melainkan juga mampu mewujudkan
ketahanan desa yang mantap.

Dalam rangka pengembangan dan peningkatan peranan BUUD/


KUD sehingga menjadi wadah utama kegiatan ekonomi dan pemba -
ngunan pedesaan maka dengan Inpres No. 2 tahun 1978 telah di-
tetapkan tugas dan fungsi BUUD sebagai Badan yang mendorong
pengembangan KUD. Sebagai tindak lanjut dari Inpres tersebut
dengan SKB Menteri Perdagangan dan Koperasi dan Menteri Dalam
Negeri tahun 1978 telah ditetapkan pelaksanaan pembinaan dan
pengembangan BUUD dan KUD. Pada dasarnya di setiap wilayah
Kecamatan terdapat satu atau lebih KUD yang menangani berba -
gai kegiatan ekonomi di wilayah berdasarkan potensi ekonomi
Kecamatan yang bersangkutan. Salah satu usaha penting lainnya
yang penting ialah dilibatkannya KUD dalam pelaksanaan gagasan
"listrik masuk desa" sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.
36 tahun 1979 tentang Kebijaksanaan Pengusahaan Kelistrikan
Nasional yang mengatur pemberian kesempatan kepada koperasi
untuk ikut serta mengusahakannya.

Selanjutnya sejalan dengan usaha-usaha penyempurnaan ba -


dan-badan usaha milik Negara telah pula diadakan usaha pe-
nyempurnaan perusahaan-perusahaan Daerah yang sampai sekarang
masih diatur dengan Undang-undang No. 5 tahun 1962. Dalam
usaha-usaha penyempurnaan perusahaan-perusahaan Daerah itu
diterapkan pula prinsip-prinsip yang dipergunakan dalam pe -
nyempurnaan badan-badan usaha milik Negara.

Usaha-usaha penyempurnaan telah dilakukan pula dalam pe -


ngelolaan program-program bantuan pembangunan kepada Daerah

XXII/17
dalam bentuk proyek-proyek yang dikenal sebagai proyek-
proyek Inpres. Proyek-proyek tersebut ialah:

a. Inpres Pembangunan Desa (mulai tahun 1969/70);


b. Inpres Pembangunan Daerah Tingkat II (mulai tahun 1970/71);
c. Inpres Pembangunan Daerah Tingkat I (mulai tahun 1974/75);
d. Inpres Pembangunan Sekolah Dasar (mulai tahun 1g73/74);
e. Inpres pembangunan Sarana Kesehatan (mulai tahun 1974/75);
f. Inpres Penghijauan dan Reboisasi (mulai tahun 1976/77);
g. Inpres Pembangunan dan Pemugaran Pasar (mulai tahun 1976/
77) dan
h. Inpres Penunjangan Jalan (mulai tahun 1979/80).

Pokok-pokok pengelolaan proyek-proyek Inpres adalah seba -


gai berikut:

a. Presiden mengeluarkan instruksi kepada Menteri-menteri


yang bersangkutan dengan pelaksanaan program bantuan.
Instruksi Presiden tersebut merupakan pedoman utama bagi
pelaksanaannya;
b. Atas dasar Instruksi Presiden para Menteri yang mendapat
instruksi menyusun petunjuk pelaksanaan dalam bentuk Surat
Keputusan Bersama (SKB);
c. Selanjutnya atas dasar Inpres dan SKB teraebut Menteri
Dalam Negeri mengeluarkan instruksi kepada Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II beriaikan hal-hal yang harus dilaksanakan dalam
pelaksanaan program bantuan tersebut.
d. Atas dasar pedoman-pedoman di atas Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
dan Kepala Desa masing-masing merencanakan proyek sesuai
dengan prioritas di daerahnya untuk diajukan kepada
instansi yang setingkat lebih tinggi serta melaksanakan
dan melaporkan hasil pelaksanaanya secara bertingkat.

Prosedur pelaksanaan pembangunan melalui program-program


bantuan telah mengalami penyempurnaan penting pada tahun
1979/80. Penyempurnaan yang telah dilaksanakan tersebut dan
berlaku sampai dewasa ini ialah antara lain mengenai Pemimpin
Proyek yang ditunjuk dari instansi yang paling berwenang, se-
dangkan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II adalah
sebagai penanggungjawab. Selanjutnya tatacara perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan untuk semua program
bantuan dilakukan berdasarkan keseragaman dan kejelasan kri -
teria.

XXII/18
3. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah

Garis-garis Besar Haluan Negara telah menetapkan bahwa


dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang terse -
bar diseluruh pelosok Negara dan dalam rangka Mmbina kesatu-
an Bangsa, maka hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah dikembangkan atas dasar keutuhan Negara
Kesatuan dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah yang
nyata, dinamis dan bertanggungjawab yang dapat menjamin per-
kembangan dan pembangunan Daerah dan dilaksanakan bersama-sama
dengan dekonsentrasi.
Yang dimaksud dengan hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
ialah hubungan antara aparatur Pemerintah tingkat Pusat, baik
sebagai keseluruhan maupun sebagian, dengan aparatur Pemerin -
tah Daerah. Hubungan yang serasi berarti hubungan yang dida -
sarkan pada asas-asas keserasian dekonsentrasi, desentralisa -
si dan tugas pembantuan.

Pokok-pokok pelaksanaan hubungan tersebut adalah sebagai


berikut :

a. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bertanggungjawab kepada


Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dalam masalah-masa -
lah pemerintahan Daerah. Menteri Dalam Negeri memberikan
pedoman/bimbingan, kordinasi dan pengawasan terhadap peme -
rintahan Daerah (UU No. 5 tahun 1974);
b. Semua instansi perwakilan Departemen/Lembaga dalam hubung -
an hirarki secara teknis organisatoris dan administratif
bertanggungjawab kepada pimpinan Departemen/Lembaga yang
bersangkutan, tetapi taktis operasional tunduk pada kordi -
nasi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Aparatur Pemerintah
Daerah mempunyai hubungan hirarki dengan Kepala Daerah,
tetapi secara fungsional berhubungan pula dengan Departe -
men yang bertugas dalam bidang yang sama (Inpres No. 48
tahun 1967). Dalam memimpin pemerintahan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I mendapat bantuan nasehat dari Muspida
(Inpres No. 5 tahun 1967);
c. Dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek sektoral
instansi vertikal mengindahkan pedoman dan inatruksi De -
partemen/Lembaga atasannya serta mengindahkan petunjuk Gu-
bernur Kepala Daerah Tingkat I dalam rangka memperlancar
pelaksanaan proyek. Instansi vertikal Departemen/Lembaga
menerima saran dan pertimbangan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I guna diteruskan kepada Departemen/Lembaga yang
bersangkutan untuk mendapat perhatian dan mengadakan ker -
jasama yang erat dengan instansi aparatur Pemerintah
Daerah (Inpres No. 4 tahun 1969);

XXII/19
d. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I turut bertanggungjawab
atas pelaksanaan proyek-proyek sektoral di daerahnya, an -
tara lain dengan mengikuti dan mengawasi perkembangan
proyek-proyek yang ada di daerahnya baik berdasarkan lapo-
ran dari Pemimpin Proyek dan BAPPEDA Tingkat I maupun
dengan melakukan penelitian sendiri serta dengan mengada -
kan pertemuan berkala dengan para Pemimpin Proyek/Bendaha -
rawan Proyek dalam wilayahnya (Keppres No. 14 A tahun 1980
jo. Keppres No. 18 tahun 1981).

Keserasian hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah


yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah telah
diusahakan sejak Repelita I dan ditingkatkan secara terus me-
nerus hingga dewasa ini. Undang-undang No. 5 tahun 1974 ten -
tang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah telah memberikan lan-
dasan yang mantap bagi keserasian pelaksanaan sistem dekon-
sentrasi, desentralisasi dan tugas pembantuan. Demikian pula
dengan dikeluarkannya berbagai peraturan pelaksanaan Undang -
undang tersebut telah lebih memantapkan hubungan Pemerintah
Pusat dan Daerah. Dalam hubungan ini dapat dikemukakan bahwa
adanya Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah yang dibentuk dengan
Keppres No. 23 tahun 1975 yang bertugas merumuskan kebijaksa-
naan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Daerah
telah mempunyai peranan yang penting dalam membantu memper-
lancar penyelenggaraan tugas-tugas tersebut.

Usaha-usaha mengenai peningkatan hubungan antara aparatur


Pemerintah Pusat dan Daerah dilakukan dengan menserasikan ke-
giatan perencanaan pembangunan, baik sektoral maupun re -
gional, guna meningkatkan kemanfaatan hasil-hasil pembangun -
an. Dalam rangka itu dengan Keppres No. 27 tahun 1980 telah
disempurnakan BAPPEDA Tingkat I dan dibentuk BAPPEDA Tingkat
II. Demikian pula untuk meningkatkan dan memantapkan sistem
perencanaan tahunan, khususnya untuk meningkatkan dayaguna
dan hasilguna pengembangan potensi daerah serta pemecahan
masalah-masalah yang sifatnya mendesak di Daerah, maka se -
jalan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 050 tahun
1981 dengan surat Bappenas No. 1799 tahun 1981 telah ditetap-
kan prosedur penyusunan rencana secara bertingkat. Kecuali
itu untuk mencapai adanya keserasian diadakan forum konsulta-
si regional dan konsultasi nasional untuk mengusahakan kese -
rasian antar Daerah dan antara kepentingan Daerah dengan
kepentingan-kepentingan nasional.

Dalam pelaksanaan pembangunan maka dalam Keppres No. 14 A


tahun 1980 yang disempurnakan dengan Keppres No. 18 tahun
1981 telah dirumuskan peranan Pemerintah Pusat dan Pemerintah

XXII/20
Daerah dalam rangka pencapaian sasaran-sasaran pembangunan
khususnya pemerataan kegiatan pembangunan di daerah, pemera -
taan pendapatan, pemerataan kesempatan bekerja dan pemerataan
kegiatan berusaha terutama bagi golongan ekonomi lemah. Dalam
rangka ini peranan dan tugas Pemerintah Daerah dirumuskan an -
tara lain sebagai berikut :

a. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dengan pe -


tunjuk Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menyusun daftar
pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah di daerah masing -
masing dengan dibantu oleh para Pemimpin Proyek dan dengan
bekerjasama dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia
(KADIN) Daerah. Sebelum adanya daftar tersebut Pemimpin
Proyek menggunakan daftar yang disusun olehnya berdasarkan
hasil konsultasi dengan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II.,
b. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dapat melakukan pengecua -
lian terhadap ketentuan pengadaan pelelangan pekerjaan
pemborongan/pembelian di tempat lokasi Kantor/Satuan Ker -
ja/Proyek atau di Ibukota Kabupaten/Kotamadya (dengan ni -
lai di atas Rp. 200 juta sampai dengan Rp. 500 juta) sete-
lah mendengar pertimbangan Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II dan Pemimpin Proyek bersangkutan.
c. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengetuai Panitia Pra -
kualifikasi yang bertugas menyusun daftar rekanan yang
mampu (DRM) berdasarkan pedoman SKB Menteri Dalam Negeri,
Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Penertiban Aparatur
Negara.
d. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dengan meng -
ikuti petunjuk Gubernur Kepala Daerah Tingkat I melakukan
kordinasi dalam pengadaan tanah dan penentuan lokasi untuk
keperluan proyek sektoral. Bupati/Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II berkewajiban untuk menjaga agar lokasi
tersebut sesuai dengan rencana tataguna Pemerintah Daerah
serta agar harga tanah memadai dalam arti menguntungkan
bagi Negara.
e. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I pada tingkat Daerah me -
nampung pengaduan dari masyarakat dunia usaha mengenai
masalah-masalah yang timbul sebagai akibat dari pelaksana -
an APBN dan mengambil langkah-langkah penyelesaian sesuai
dengan kewenangannya.
f. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II mengumumkan kepada masyarakat
luas mengenai proyek-proyek pembangunan yang akan dilaksa -
nakan di daerah masing-masing, baik proyek-proyek sektoral
maupun proyek-proyek Inpres, dan memberikan penjelasan

XXII/21
lebih lanjut mengenai proyek-proyek tersebut kepada dunia
usaha melalui Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN)
Daerah.

Walaupun Keppres No. 14 A tahun 1980 jo. Keppres No. 18


tahun 1981 berlaku bagi kegiatan pekerjaan-pekerjaan atas
beban APBN, namun untuk segala pekerjaan yang dibebankan ke -
pada APBD, prinsip-prinsipnya adalah sama. Dengan kesamaan
prinsip dalam pelaksanaan anggaran maka diharapkan adanya
keserasian yang lebih mantap dalam pelaksanaan pembangunan
sektoral dan regional.
Selanjutnya di bidang pengendalian dan pengawasan peranan
Pemerintah Daerah telah makin ditingkatkan. BAPPEDA Tingkat I
yang merupakan aparatur perencanaan di Daerah sejak tahun
anggaran 1977/78 telah dilibatkan dalam pengendalian proyek -
proyek yang ada di Daerah, baik mengenai DIP tahun bersang -
kutan maupun mengenai DIP SIAP, dengan turut menyampaikan
laporan triwulan kepada instansi-instansi yang memerlukan di
Pusat. Demikian pula Gubernur Kepala Daerah Tingkat I meng -
ikuti dan mengawasi perkembangan proyek-proyek yang ada di
daerahnya, baik berdasarkan laporan dari Pemimpin Proyek dan
BAPPEDA Tingkat I maupun dengan melakukan penelitian sendiri,
serta dengan mengadakan pertemuan berkala dengan para Pemim -
pin Proyek dalam wilayahnya dan selanjutnya melaporkan secara
berkala ataupun insidentil kepada Presiden melalui Menteri
Dalam Negeri dan kepada beberapa Menteri tertentu lainnya.
Agar tugas dan fungsi pengawasan, pelaksanaan pembangunan di
Daerah dapat dilaksanakan lebih serasi dan lebih terarah se -
suai dengan rencana, program dan kebijaksanaan Pemerintah da -
lam rangka meningkatkan hasilguna dan dayaguna pengawasan,
maka dengan Keppres No. 20 tahun 1981 telah dibentuk Team
Kordinasi Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Daerah
(TKP3D). Team yang diketuai oleh Ketua BAPPEDA Tingkat I de -
ngan anggota-anggota Inspektur Wilayah Propinsi, Kepala Kan -
tor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran, Kepala Kantor Wila -
yah Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara dan Kepala
Cabang Bank Indonesia bertugas membantu Gubernur Kepala Da -
erah Tingkat I dalam langkah-langkah penyelesaian atas hasil
pengawasan. Aparatur pengawasan di tingkat Daerah, yaitu Ins -
pektorat Wilayah Propinsi dan Inspektorat Wilayah Kabupaten/
Kotamadya, terlebih dahulu telah disempurnakan organisasi dan
tatakerjanya dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 219
dan 220 tahun 1979. Sampai dengan tahun 1980 telah dilakukan
penataran terhadap 530 orang pejabat aparatur pengawasan
tingkat Daerah yang diselenggarakan dalam rangka kerjasama
Departemen Dalam Negeri, Menteri Negara Penertiban Aparatur

XXII/22
Negara, OPSTIB Pusat dan Lembaga Administrasi Negara.

Di bidang pengawasan preventif telah banyak dikeluarkan


produk-produk peraturan yang menetapkan tatacara yang harus
ditempuh dalam melaksanakan suatu tindakan, misalnya berbagai
peraturan Menteri mengenai pelaksanaan APBD sesuai dengan
penyempurnaan pelaksanaan APBN sebagaimana telah ditetapkan
dengan Keppres No. 12 tahun 1978, No. 14 tahun 1979, No. 14 A
tahun 1980 dan terakhir disempurnakan dengan Keppres No. 18
tahun 1981. Di bidang pengelolaan barang milik Pemerintah
Daerah telah ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4
tahun 1979 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Barang Pemerintah
Daerah.

Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan Pemerintah Pusat


maka Pemerintah Daerah banyak dilibatkan seperti peningkatan
pelaksanaan perjanjian bagi hasil, inventarisasi tanah yang
dikuasai oleh instansi-instansi Pusat, penambahan areal per -
tanian, pelaksanaan catur-tertib di bidang pertanahan pengem -
bangan ekspor non minyak dan gas bumi dan lain sebagainya.

Dalam hubungan ini perlu dikemukakan bahwa Menteri Dalam


Negeri telah mengeluarkan Intruksi No.1 tahun 1981 kepada
semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk berusaha se -
maksimal mungkin dengan kemampuan dan wewenangnya mensukses -
kan pelaksanaan 8 program pembangunan yang disebut delapan
sukses.

Akhirnya perlu dikemukakan bahwa dalam rangka pemantapan


keserasian hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah maka Menteri Sekretaris Negara telah mengeluarkan Su -
rat Edaran No. B.800/M.Sesneg/3/1981 yang memuat petunjuk
Presiden sebagai pedoman agar pelaksanaan mutasi dan pelan -
tikan Kepala Kantor Wilayah Departemen/Lembaga di Daerah se -
kaligus dikaitkan dengan usaha meningkatkan fungsi kordinasi
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atas kegiatan-kegiatan ins -
tansi vertikal di Daerah. Seterusnya ditentukan bahwa pelan -
tikan Kepala Kantor Wilayah Departemen/Lembaga di Daerah di -
lakukan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan disaksikan
oleh pejabat yang bersangkutan dari Pusat (Departemen/ Direk -
torat Jenderal/Lembaga).

4. Aparatur Perekonomian Negara.

Kebijaksanaan Pemerintah dalam penyempurnaan aparatur


perekonomian Negara, baik mengenai kedudukan, organisasi mau -
pun manajemennya ditujukan supaya dapat melaksanakan
fungsi

XXII/23
nya berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi yang sehat dan efi -
sien sehingga menguntungkan bagi penerimaan Negara, di sam -
ping dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta da-
pat menyelenggarakan kemanfaatan umum yang lebih baik dan le-
bih merata. Kecuali itu khususnya bagi lembaga-lembaga ke -
uangan, pembinaan ditujukan ke arah kemampuan menjadi pendo -
rong kegiatan pembangunan dan produksi sektor swasta dan ko -
perasi yang belum mampu serta turut aktif mengamankan dan me-
nunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program Pemerintah da -
lam pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah dan stabi -
litas ekonomi.
Mengingat pentingnya peranan badan-badan usaha milik Nega-
ra maka sejak tahun 1967 secara terus-menerus diusahakan pe -
ningkatan efisiensi perusahaan. Segi lain dalam penyempurnaan
adalah pengawasannya ke arah pengelolaan yang sehat. Setiap
badan usaha milik Negara dalam bentuk perusahaan Negara di -
awasi oleh suatu dewan komisaris yang bertanggungjawab kepada
pemegang saham, yakni Negara yang dalam hal ini diwakili oleh
Menteri Keuangan dan Menteri yang membina bidang kegiatan
perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan Negara diwajibkan
membuat rencana anggaran belanja yang harus disetujui oleh
pemegang saham dan diwajibkan pula membuat laporan secara
berkala.
Selanjutnya untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan
terhadap Perjan, Perum dan Persero dalam rangka mencapai mak -
sud dan tujuan diadakannya badan usaha milik Negara maka de -
ngan PP No.3 tahun 1983 telah diatur tatacara pembinaan dan
pengawasan Perjan, Perum dan Persero. Dalam PP ini ditegaskan
fungsi-fungsi pokok Badan Usaha Milik Negara sebagai aparatur
perusahaan negara, sebagai berikut

a. Sifat usaha dari badan usaha milik negara adalah terutama:


(i) Perjan berusaha di bidang penyediaan jasa-jasa bagi
masyarakat termasuk pelayanan kepada masyarakat;
(ii) Perum berusaha di bidang penyediaan pelayanan bagi
kemanfaatan umum di samping mendapatkan keuntungan;
(iii) Persero bertujuan memupuk keuntungan dan beruaaha
di bidang-bidang yang dapat mendorong perkembangan
sektor swasta dan/atau koperasi, di luar bidang
usaha Perjan dan Perum.
b. Maksud dan tujuan dari kegiatan Perjan, Perum, dan Perse -
ro adalah :
(i) Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian
negara pada umumnya dan penerimaan negara pada khu -
susnya;
(ii) Mengadakan pemupukan keuntungan/pendapatan;

XXII/24
(iii) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa barang dan
jasa yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat
hidup orang banyak;
(iv) Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum
dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;
(v) Menyelenggarakan kegiatan usaha yang bersifat me -
lengkapi kegiatan swasta dan koperasi dengan antara
lain menyediakan kebutuhan masyarakat, baik dalam
bentuk barang maupun dalam bentuk jasa dengan mem -
berikan pelayanan yang bermutu dan memadai;
(vi) Turut aktif memberikan bimbingan kegiatan kepada
sektor swasta, khususnya pengusaha golongan ekonomi
lemah dan sektor koperasi;
(vii) Turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan
kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang eko -
nomi dan pembangunan pada umumnya.

Dalam rangka pembinaan badan-badan usaha milik Negara se -


jak tahun 1978/79 telah dilakukan pembentukan badan usaha ba -
ru dan penyempurnaan terhadap yang lama, antara lain sebagai
berikut :

a. Pembentukan Persero baru, yaitu pendirian Persero dalam


bidang Industri Pesawat Terbang (PT Nurtanio) (PP No. 12
tahun 1976), Persero Danareksa yang bertugas menjual saham
(PP No. 25 tahun 1976), Persero di bidang Produksi Gula
(PP No. 17 tahun 1979 dan No. 10 tahun 1981), Persero Ta -
man Wisata Candi Borobudur dan Prambanan (PP No. 7 tahun
1980), Persero dalam bidang Konstruksi Bangunan Pengem-
bangan Sumber-sumber Air (PP No. 32 tahun 1980), Persero
Tambang Batubara Bukit Asam (PP No. 42 tahun 1980), Per -
sero di bidang Industri Kereta Api (PP No. 1 tahun 1981),
Persero di bidang Aneka Usaha Perkebunan (PP No. 16 tahun
1981) dan Persero di bidang Pupuk (PP No. 37 tahun 1981).
b. Pendirian Perum baru, yaitu Perum Asuransi Sosial Tenaga
Kerja (PP No. 34 tahun 1977), Perum Indonesia Farma (PP
No. 20 tahun 1981) dan Perum Pengangkutan Penumpang Jakar-
ta (PP No. 24 tahun 1981).
c. Pengalihan dari status Perum menjadi Persero, yaitu PT Dok
dan Galangan Kapal (PP No. 4 tahun 1980), PT Asuransi Ke -
rugian Jasa Raharja (PP No. 39 tahun 1980) dan PT Tabungan
Asuransi Pegawai Negeri (PP No. 26 tahun 1981).
d. Penyempurnaan organisasi, yaitu Perusahaan Tambang Minyak
Negara (PERTAMINA) (Keppres No. 44 tahun 1975), Perum Pos
dan Giro (PP No. 9 tahun 1978), Perum Otorita Jatiluhur
(PP No. 35 tahun 1980) dan Perum Telekom (PP No. 54 tahun
1980).

XXII/25
e. Penggabungan, yaitu pengalihan penguasaan modal Negara
dalam PT Merpati Nusantara Airlines kepada PT Garuda
Indonesian Airways (PP No. 30 tahun 1978), penggabungan PN
Perkapalan Dok Alimenjaya ke dalam PT Galangan Koja Indo -
nesia (PP No. 28 tahun 1979), penggabungan beberapa per -
usahaan perikanan Negara di Riau, Sulawesi Selatan, Sula -
wesi Tenggara, Jawa Timur dan Jawa Tengah ke dalam Perse-
ro-persero Perikanan yang telah ada (PP No. 3, No. 4 dan
No. 5 tahun 1981) serta penggabungan PN Perkebunan XVI ke
dalam Persero PT Perkebunan XV (PP No. 11 tahun 1981).

Sementara itu proses pengalihan Perusahaan Negara (PN)


yang belum ditentukan statusnya menurut Undang-undang No. 9
tahun 1969 dan Perseroan Terbatas (PT) lama yang belum dise -
suaikan dengan PP No. 12 tahun 1969 berjalan terus. Sampai
pada akhir tahun 1982 badan-badan usaha milik Negara bersta-
tus Persero berjumlah 142 buah, termasuk 25 Persero Patungan .
Dari jumlah Persero tersebut maka 16 Persero beroperasi di
sektor jasa keuangan, 50 Persero di sektor jasa umum, 41 Per-
sero di sektor jasa industri/pertambangan dan 35 di sektor
pertanian/perhubungan/perikanan.

Perusahaan Negara yang berkedudukan sebagai Perum di 9


Departemen berjumlah 24 buah.

Perusahaan Negara yang berkedudukan sebagai Perjan ber -


jumlah 2 buah, yaitu Perusahaan Jawatan Pegadaian di bawah
pembinaan Direktorat Jenderal Moneter Dalam Negeri Departemen
Keuangan serta Perusahaan Jawatan Kereta Api di bawah pembi -
naan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhu -
bungan.

Perusahaan Negara (PN) yang belum ditentukan statusnya


tinggal 31 buah sedangkan PT Lama adalah 12 buah.

Perusahaan Negara yang mempunyai status khusus karena


pembentukannya didasarkan pada Undang-undang tersendiri ber -
jumlah 9 buah, yaitu 8 buah Bank Pemerintah yang berada di
bawah pembinaan Departemen Keuangan dan PERTAMINA di bawah
pembinaan Departemen Pertambangan dan Energi.

Perkembangan keadaan badan-badan usaha milik Negara seca-


ra lebih terperinci sampai 31 Desember 1982 dapat dilihat pa-
da Tabel XXII - 1.

Dalam pada itu berbagai kebijaksanaan dalam rangka pe-


ngembangan dunia usaha secara terus-merus dilakukan. Dalam

XXII/26
TABEL XXII - 1

KEADAAN BADAN-BADAN USAHA MILIK NEGARA,


1977/78 - 1982/83
(perusahaan)

No. Jenis Badan Usaha 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/834)

1. Persero Tunggal 97 99 102 109 116 117


2. Persero Patungan 17 18 20 21 243) 25

3. Perum 20 22 22 20 23 24
4. Perjan 2 2 2 2 2 2
5. Perusahaan Negara 49 47 45 44 35 3) 31

6. PT bentuk lama 1) 13 13 12 12 1 2 3) 12
2
7. Status Khusus ) 9 9 9 9 9 9

Jumlah : 207 210 212 217 221³) 220

1) Perseroan Terbatas yang berdiri sebelum PP 12/1969


2) Termasuk Bank Pemerintah dan Pertamina
3) Angka diperbaiki
4) Data pada bulan Desember 1982

XXI/27
hubungan ini pembuatan Daftar Skala Prioritas (DSP) merupakan
pengarahan Pemerintah terhadap pengembangan penanaman modal
dengan berpedoman pada Trilogi Pembangunan. Selain itu DSP
juga merupakan hasil perpaduan berbagai kebijaksanaan yang
menampung usul-usul dari Departemen-departemen teknis yang
mebidangi sektor-sektor, dan instansi-instansi lain yang ber -
hubungan dengan kegiatan penanaman modal seperti Bank Indone -
sia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan sebegainya.
Demikian pula DSP menampung partisipasi Daerah dalam menentu -
kan kebijaksanaan melalui Badan-badan Kordinasi Penanaman
Modal Daerah. Dengan demikian DSP merupakan usaha yang ter -
kordinasikan secara terpadu, baik sektoral maupun regional,
sesuai dengan makna penyempurnaan Badan Kordinasi Penanaman
Modal dengan Keppres No. 33 tahun 1981 dan No. 78 tahun 1982.

Pemerintah juga secara terus-menerus mengarahkan kebijak -


sanaan perkreditan melalui perbaikan dan penyempurnaan teru -
tama mengenai prosedur serta keringanan perayaratannya untuk
lebih mengembangkan usaha golongan ekonomi lemah, khususnya
yang menangani proyek-proyek yang pembiayaannya dilaksanakan
melalui APBN serta untuk mendorong peningkatan produksi,
terutama produksi untuk ekspor komoditi bukan minyak dan gas
bumi.

Selanjutnya kebijaksanaan yang menyangkut kelembagaan


perbankan dan lembaga-lembaga keuangan non bank dilaksanakan
untuk menumbuhkan suatu sistem yang sehat dan efektif sebagai
sarana penunjang pembangunan. Langkah-langkah yang diambil di
bidang perbankan meliputi usaha peningkatan dayaguna Bankbank
Pemerintah, peningkatan pembinaan bank-bank swasta nasional
dan bank-bank pembangunan Daerah melalui penyediaan bantuan
teknis, bantuan pendidikan dan kredit likuiditas dan lain -
lain. Usaha Pemerintah di bidang pembinaan lembaga keuangan
bukan bank tetap dilanjutkan untuk meningkatkan pemberian
kredit dan penyertaan modal jangka panjang kepada perusaha -
an-perusahaan. Jumlah lembaga keuangan bukan bank dewasa ini
ada 14, yang terdiri dari 3 buah yang bergerak di bidang pem-
biayaan pembangunan, 9 buah dalam investasi dan 2 buah dalam
bidang lainnya.

Kebijaksanaan Pemerintah di bidang pasar uang dan modal


di samping bertujuan menggairahkan masyarakat dalam penghim -
punan dana untuk digunakan secara produktif, juga dimaksudkan
untuk mempercepat proses pemerataan pendapatan masyarakat me-
lalui pemerataan pemilikan saham. Minat perusahaan baik PMDN
maupun PMA yang akan "go public" cukup besar dan keadaan ter -
sebut dimungkinkan antara lain karena pertumbuhan ekonomi

XXII/28
yang mantap sehingga kepercayaan masyarakat terus meningkat.
Jumlah saham yang terdapat pada tahun 1977 tercatat 260.260
lembar dewasa ini naik menjadi 37.902.696 lembar, demikian
pula nilainya mengalami kenaikan yang tahun 1977 tercatat Rp.
3,4 milyar dewasa ini menjadi Rp. 89 milyar. Peredaran saham
rata-rata tiap hari 149 lembar pada tahun 1977, dewasa ini
rata-rata tiap hari 18.084 lembar. Jumlah dividen yang dinik -
mati para pemegang saham selama 5 tahun berdirinya pasar
modal mencapai Rp. 19,74 milyar.

Dalam rangka mendorong ekspor barang-barang non minyak


dan gas bumi serta makin memperlancar lalu lintas perdagangan
luar negeri Indonesia, maka Pemerintah telah menetapkan kebi -
jaksanaan baru tentang pelaksanaan ekspor, impor dan lalu
lintas devisa. Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1982 yang di -
susul dengan peraturan-peraturan Menteri Perdagangan dan Ko -
perasi, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan dan Gubernur
Bank Indonesia. Berdasarkan kebijaksanaan itu, kepada ekspor -
tir maupun eksportir produsen diberikan beberapa macam kemu -
dahan, seperti kredit lunak, asuransi ekspor, keringanan bia -
ya pelabuhan dan lain-lain. Kepada eksportir juga dibebaskan
dari kewajiban untuk menjual devisa /hasil ekspor kepada Bank
Indonesia dengan tujuan agar para eksportir dapat memanfaat -
kan devisa yang diperolehnya semaksimal mungkin untuk pembe -
lian bahan atau barang modal guna menunjang ekspornya lebih
lanjut.

Mengenai usaha pembinaan pengusaha golongan ekonomi lemah


telah ditempuh aneka jenis pembinaan yang ditujukan kepada
penanggulangan kesukaran yang dihadapi oleh para pengusaha
golongan ekonomi lemah seperti kekurangan modal, kesulitan
memasarkan hasil produkai, kesulitan memperoleh bahan baku/
penolong dan kekurangan keahlian teknis/manajemen.

Dalam rangka membantu kebutuhan modal pengusaha golongan


ekonomi lemah selama ini telah dikembangkan lembaga-lembaga
keuangan bukan bank seperti PT Bahana, PT Askrindo dan ter -
akhir pendirian Perum Pengembangan Keuangan Koperasi dengan
Keppres No.51 tahun 1981 yang merupakan peningkatan dari
Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) lama.

Selanjutnya untuk pembinaan industri kecil diarahkan di


samping untuk meningkatkan sumbangan industri kecil dalam
pertumbuhan ekonomi nasional juga untuk pemerataan dan peman -
tapan struktur industri. Penggairahan berusaha dilakukan me -
lalui pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang telah cu -
kup banyak memberikan kemudahan dan perlindungan. Demikian
XXII/29
pula sejak Repelita I telah dikembangkan program BIPIK (Bim -
bingan dan Pengembangan Industri Kecil) dengan jalan memberi-
kan pendidikan dan latihan, bimbingan dan penyuluhan, bantuan
peralatan dan percontohan, bantuan promosi serta pemasaran.
Dalam hubungan ini Pemerintah telah pula mengembangkan indus-
tri kecil melalui pembangunan Sarana Usaha Industri Kecil
(SUIK) di samping pembangunan Lingkungan Industri Kecil (LIK)
sebagai tempat berproduksi dan berusaha yang dapat menampung
tenaga kerja yang lebih besar. Sistem "Bapak/Anak Angkat"
serta sistem sub-kontrak dalam hubungan perusahaan besar dan
perusahaan kecil yang dikembangkan oleh Pemerintah. Selanjut-
nya sesuai dengan Keppres No.14A tahun 1980 jo Keppres No.18
tahun 1981, Pemerintah Pusat maupun Daerah serta Badan-badan
Usaha Milik Negara/Daerah agar dalam hal mengadakan pembelian
atau pekerjaan pemborongan diwajibkan untuk mengutamakan go -
longan ekonomi lemah sebagai rekanan. Di samping itu kepada
Badan-badan Usaha Milik Negara tersebut juga diwajibkan untuk
mengutamakan golongan ekonomi lemah sebagai penyalur/distri-
butor untuk barang-barang yang diekspor oleh badan-badan usa-
ha tersebut. Langkah-langkah ini merupakan pembinaan yang
nyata dalam rangka mengembangkan kemampuan golongan ekonomi
lemah dan sekaligus dalam rangka pemerataan kesempatan ber -
usaha.

Aparatur perekonomian juga mendapat penyempurnaan dalam


rangka peningkatan ekspor. Hal ini dilakukan antara lain
melalui peningkatan peranan perwakilan Indonesia di luar
negeri dalam memperjuangkan kepentingan ekonomi Indonesia
seperti dengan pengembangan Trade Promotion Centers (TPC),
peningkatan kegiatan Panitia Kerja Tetap Pengembangan Ekspor
untuk melaksanakan paket kebijaksanaan ekspor tahun 1982, dan
sebagainya.

5. Pengawasan dan Penertiban Operasional

Pengawasan dan penertiban operasional merupakan usaha


penting yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus
karena merupakan alat pengaman bagi keberhasilan pelaksanaan
pembangunan. Berhubung dengan masalah pembangunan yang makin
meningkat sesuai dengan makin meningkatnya volume pembiayaan
pembangunan, maka pengawasan dan penertiban operasional makin
ditingkatkan pula, baik pengawasan yang dilakukan oleh apara-
tur pengawasan fungsional maupun pengawasan yang melekat pada
fungsi pimpinan, yaitu pengawasan oleh atasan terhadap bawah-
an dalam pelaksanaan tugas pekerjaan yang telah ditetapkan.

XXII/30
Kesungguhan Pemerintah dalam mengupayakan agar keseluruh -
an aparatur menjadi alat yang berwibawa, kuat, efektif, efi -
sien dan bersih guna menjamin keberhasilan pelaksanaan pem -
bangunan tercermin dengan diperkuatnya unsur-unsur pengawas-
an. Pengangkatan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan
Lingkungan Hidup dalam Kabinet Pembangunan III serta Menteri
Negara Penertiban Aparatur Negara sejak Repelita I, demikian
pula perangkat pengawasan yang luas serta usaha penyempurnaan
secara terus-menerus menujukkan tekad Pemerintah tersebut.

Peningkatan pelaksanaan pengawasan dan penertiban di


lingkungan Departemen/Lembaga dan di lingkungan aparatur Pe -
merintah Daerah telah dilaksanakan dengan dilancarkannya Ope -
rasi Tertib berdasarkan Inpres No. 9 tahun 1977 terhadap pe -
nyalahgunaan jabatan, komersialisasi jabatan, korupsi, pembo -
rosan-pemborosan, pungutan liar dan perbuatan tercela lain.
Operasi Tertib dimaksudkan untuk mendinamisasikan fungsi apa -
ratur pengawasan Pemerintah dalam peningkatan tertib organi -
sasi, kepegawaian, keuangan dan ketatalaksanaan dalam ling -
kungan Departemen/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Walaupun
Operasi Tertib telah menunjukkan hasil-hasil yang nyata de-
ngan sekurang-kurangnya dapat menciptakan iklim yang tidak
merangsang untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan, namun
Pemerintah menyadari bahwa pengembalian segala sesuatunya ke -
pada ketertiban belum selesai. Oleh karena itu peningkatan
pengawasan dan penertiban masih harus terus dilaksanakan.

Mengenai hasil penertiban yang telah dicapai sejak dilan -


carkannya Operasi Tertib dari Juni 1977 sampai dengan Nopem -
ber 1982 dapat dikemukakan bahwa oknum aparatur Pemerintah
yang ditindak meliputi 10.616 orang yang tersangkut dalam
7.293 kasus. Dari 10.616 orang yang ditindak, 9.411 orang
dikenakan tindakan administratif, 965 orang dikenakan tindak -
an hukum dan 240 orang dikenakan tindakan lain. Ikhtisar Per -
kembangan Operasi Tertib periode Juni 1977 sampai dengan No -
pember 1982 dapat dilihat pada Tabel XXII - 2.

Hasil-hasil tersebut dicapai sejalan dengan usaha-usaha


peningkatan kemampuan aparatur pengawasan fungsional di ting -
kat Pemerintah Pusat, yaitu Direktorat Jenderal Pengawasan
Keuangan Negara, Inspektorat Jenderal Departemen dan Inspek -
tur Jenderal Pembangunan, dan di tingkat Pemerintah Daerah,
yaitu Inspektorat Wilayah Propinsi dan Inspektorat Wilayah
Kabupaten/Kotamadya. Peningkatan kemampuan diakukan dengan
penyempurnaan-penyempurnaan organisasi, sistem, prosedur dan
tatakerja pengawasan dan peningkatan anggaran untuk mendukung
kegiatan pengawasan.

XXII/31
TABEL XXII - 2

IKHTISAR PERKEMBANGAN OPSTIB DI LINGKUNGAN APARATUR NEGARA, 1 )


1977/78 - 1982/83
(Orang)

No. Jenis Tindakan 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/833)


Penertiban

1. Kasus 1.487 1.848 96 4 986 1.169 839

2 . Tindakan Administrasi 1.991 2.318 1.454 1.203 1.484 961

3. Tindakan Hukum 282 221 223 94 75 70

4. Tindakan Lain-lain2) 122 103 15 - - -

Jumlah : 2.395 2.642 1.692 1.297 1.559 1.031

1) Meliputi Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Lembaga Tertinggi/


Tinggi Negara, Kejaksaan Agung dan Bank-bank Pemerintah
2) Bukan terhadap pegawai negeri atau pegawai Perusahaan Negara (Perusahaan
swasta sebagai supplier/kontraktor)
3) Data pada bulan Desember 1982

XXI/32
Di samping Operasi Tertib dan penertiban yang dilaksana-
kan secara fungsional dan secara operasional oleh atasan
langsung kepada bawahan dalam waktu 5 tahun terakhir ini, di -
laksanakan pula penertiban-penertiban yang dilakukan secara
khusus, seperti Operasi Bersih dan Berwibawa (Sihwa I) dan
Operasi Tunas. Pada tahun ketiga Repelita III telah dilaksa -
nakan operasi penertiban yang diberi nama "Operasi Bersih dan
Berwibawa" sebagai operasi untuk menangani adanya penyimpang -
an dalam pengangkatan pegawai honorer daerah dan pengangkatan
lurah dan perangkat kelurahan menjadi pegawai negeri. Dalam
operasi tersebut yang dilaksanakan di 10 Propinsi Daerah
Tingkat I maka telah didapati penyelewengan oleh 97 orang pe -
gawai negeri Pusat dan Daerah. Terhadap mereka telah dikena -
kan tindakan hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerin -
tah No. 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil.

Dalam Operasi Tunas untuk penertiban proses penerimaan


murid baru SMTP/SMTA tahun ajaran 1982/83 telah terungkap
kasus-kasus penyimpangan yang melibatkan 154 orang yang ter -
diri dari 70 Kepala SMTP, 59 Kepala SMTA, 8 guru SMTP, 11 gu -
ru SMTA dan 6 pejabat Kanwil yang telah dikenakan hukuman di -
siplin sesuai PP No. 30 tahun 1980. Demikian pula telah dila -
kukan operasi terhadap pemilikan ijazah palsu dan ijazah asli
tetapi palsu dalam lingkungan Departemen/Instansi Pemerintah
yang telah berhasil menindak 224 pegawai pemilik ijazah ter -
sebut dengan perincian 63 orang tingkat sarjana, 47 orang
tingkat sarjana muda dan 114 orang tingkat SLTA ke bawah, se -
dangkan 363 orang lainnya masih dalam proses penelitian. Da -
lam pada itu melalui sarana operasi justisi terus diusahakan
pemberantasan korupsi terhadap sementara pegawai negeri atau
mereka yang telah memperoleh fasilitas dari Negara.

Dalam kaitan dengan penertiban-penertiban di atas maka


atas dasar Instruksi Presiden No. 14 tahun 1981 tentang Pe -
nyelenggaraan Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih pada
tanggal 17 setiap bulan di semua instansi Pemerintah telah
diambil kebijaksanaan agar para Menteri/Ketua Lembaga atau
Pejabat Eselon I yang ditunjuknya pada kesempatan tersebut
antara lain mengumumkan tindakan-tindakan atau langkah-lang -
kah penertiban yang telah diambil dalam lingkungan masing-ma -
sing, serta hal-hal yang baik atau positif seperti pengharga -
an yang diberikan kepada pegawai yang berprestasi . Pengumum -
an pada setiap apel bendera tersebut tidak lain merupakan su -
atu langkah edukatif agar aparatur Pemerintah berbuat semakin
tertib, disiplin dan makin berprestasi. Di Samping itu, pada

XXII/33
kesempatan tersebut dapat pula diberikan amanat atau penga -
rahan dalam rangka pembinaan aparatur kearah peningkatan
prestasi kerja, peningkatan pengabdian dan pelayanan kepada
masyarakat. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa Upacara
bendera setiap tanggal 17 tiap bulan segaligus dipergunakan
sebagai forum komunikasi bagi pembinaan aparatur.

Selanjutnya sehubungan dengan berlakunya Kitab Undang-un -


dang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tertuang dalam Undang -
undang No. 8 tahun 1981, Menteri Negara Penertiban Aparatur
Negara telah menetapkan tatacara penyampaian laporan tindak
pidana kepada aparatur penindak hukum sebagai berikut :

a. Apabila diketahui terdapat adanya tindak pidana dalam


lingkungan sesuatu instansi Pemerintah, maka pejabat yang
berwenang berkewajiban untuk melaporkan kepada :
(i) Kepolisian, sepanjang menyangkut tindak pidana biasa
(pasal 6 ayat 1 KUHAP);
(ii) Kepolisian/Kejaksaan, sepanjang menyangkut tindak
pidana khusus seperti korupsi, subversi, pelanggaran
ekonomi dan lain-lain (pasal 284 ayat 2 KUHAP).

b. Apabila aparatur pengawasan menemukan bukti-bukti adanya


tindak pidana maka penanganan lebih lanjut dilakukan de -
ngan tatacara :
(i) Dalam hal terjadi di lingkungan Departemen, maka
Inspektur Jenderal melaporkan kepada Menteri yang
bersangkutan dan selanjutnya Sekretaris Jenderal
atas nama Menteri melaporkan kepada KAPOLRI/Jaksa
Agung;
(ii) Dalam hal terjadi dilingkungan Pemerintah Daerah
Tingkat I maka Kepala Inspektorat Wilayah Propinsi
melaporkan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
yang bersangkutan apabila tersangkanya adalah pega -
wai negeri Daerah Tingkat I atau pegawai negeri Pu-
sat yang diperbantukan. Selanjutnya Sekretaris Wila -
yah Daerah Tingkat I atas nama Gubernur Kepala Da-
erah Tingkat I melapor kepada KADAPOL/KAJATI.
(iii) Dalam hal terjadi di lingkungan Pemerintah Daerah
Tingkat II maka Kepala Inapektorat Wilayah Kabupa -
ten/Kotamadya melaporkan kepada Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II apabila tersangkanya adalah
pegawai negeri Daerah Tingkat II atau pegawai negeri
Daerah Tingkat I yang diperbantukan. Selanjutnya Se-
kretaris Wilayah Daerah Tingkat II atas nama Bupa -
ti/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II melaporkan
kepada DANRES/DANRESTA/DANTABES/KAJARI.

XXII/34
(iv) Tatacara tersebut di atas berlaku juga bagi aparatur
pengawasan di Lembaga-Lembaga Pemerintah Non Depar-
temen, Sekretariat Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara
dan Badan Usaha Milik Negara.
Kemudian dengan PP No.3 tahun 1983 telah diatur kekuasa -
an, wewenang, tugas dan kewajiban Departemen dalam pembinaan
dan pengawasan terhadap Perjan, Perum dan Pesero yang berada
di bawah kekuasaannya dalam rangka pemantapan pengelolaan ba -
dan-badan usaha milik Negara tersebut. Di samping itu, Perum
yang selama ini umumnya tidak memiliki perangkat pengawasan,
maka dengan adanya PP No.3 tahun 1983 tersebut ditetapkan
adanya Badan Pengawas yang tugas dan fungsinya seperti Dewan
Komisaris pada Persero. Dengan adanya PP.No.3 tahun 1983 maka
makin dipertegas tugas dan fungsi aparatur Pemerintah yang
bersangkutan serta aparatur pengawasan fungsional intern Per -
usahaan dalam melakukan tugas-tugas pengawasan terhadap per -
usahaan yang bersangkutan.

Selama periode 1978 - 1982 telah dilaksanakan langkah -


langkah kebijaksanaan untuk lebih memantapkan pelaksanaan pe -
ngawasan dan penertiban, antara lain sebagai berikut :

a. Terus mengembangkan sistem pengawasan yang diusahakan se -


cara terpadu dan terarah antara sesama aparatur pengawas -
an, baik di tingkat Pusat maupun tingkat Daerah dan Badan
Usaha Milik Negara/Daerah.
b. Meningkatkan pengawasan yang merupakan fungsi organik dari
pelaksanaan manajemen, yaitu pengawasan oleh atasan terha -
dap bawahan dalam pelaksanaan tugas pekerjaan.
c. Menciptakan dan memantapkan iklim pengawasan sehingga pe -
ngawasan diterima sebagai sesuatu yang wajar serta dirasa -
kan untuk kepentingan yang diawasi juga.
d. Meningkatkan kemampuan aparatur pengawasan atas pelaksana -
an pembangunan dari berbagai macam segi, penggunaan uang,
mutu fisik pembangunan serta pemenuhan fungsional proyek
sehingga pengawasan itu bermanfaat sebagai umpan balik
untuk penyempurnaan/perbaikan perencanaan dan pelaksanaan.
e. Meningkatkan kepekaan terhadap sorotan masyarakat dalam
berbagai bentuk kritik dan lain-lain mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan pelaksanaan tugas sebagai abdi negara
maupun sebagai abdi/pelayan masyarakat.
f. Meningkatkan kemampuan aparatur pengawasan untuk mendetek -
si penyimpangan sedini mungkin agar dapat diambil langkah
koreksi sebelum terlambat.
g. Makin memantapkan kedudukan dan fungsi Inspektorat Jende -
ral Departemen sebagai aparatur pengawasan fungsional.

XXII/35
h. Mengembangkan hubungan kerja pengawasan secara terkoordi -
nasikan di daerah dengan cara lebih memantapkan kedudukan
dan fungsi Inspektorat Wilayah Propinsi dan Inapektorat
Wilayah Kabupaten/Kotamadya sebagai aparat pengawasan Pe -
merintah Daerah.

Akhirnya dapat dikemukan penilaian di sini bahwa pelaksa-


naan pengawasan dan penertiban operasional yang mempunyai ca-
kupan yang luas itu, dapat dikatakan telah mencapai hasil -
hasil positif walaupun masih memerlukan peningkatan-pening -
katan lebih lanjut yang disesuaikan dengan langkah dan sifat
masalah-masalah yang dihadapi bersama dengan makin besar dan
luasnya tanggung jawab aparatur dalam pembangunan yang makin
meningkat.

6. Penyempurnaan di bidang kepegawaian

Dalam rangka usaha meningkatkan pengabdian dan kesetiaan


aparatur Pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh GBNN, maka
telah dilaksanakan usaha-usaha secara berencana dan terarah
agar pegawai negeri mempunyai kesetiaan dan ketaatan yang
penuh kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara dan
Pemerintah serta bersatu, bermental baik, berwibawa, berdaya-
guna, berhasilguna, bersih, berkualitas tinggi serta sadar
akan tanggungjawabnya sebagai unsur aparatur Negara, abdi Ne-
gara dan abdi masyarakat.

Untuk mewujudkan pegawai negeri sebagaimana dimaksud di


atas, pembinaannya dilakukan berdasar atas sistem karier dan
sistem prestasi kerja. Usaha ini merupakan kelanjutan dari
kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada periode-periode sebe -
lumnya.

Lanjutan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di bidang


pembinaan pegawai negeri meliputi : (a) penyempurnaan pera-
turan perundang-undangan di bidang kepegawaian, (b) pengadaan
dan peningkatan pegawai serta penyelesaian kepangkatan, (c)
perbaikan penghasilan pegawai negeri, (d) peningkatan di -
siplin pegawai negeri, (e) penyempurnaan tata usaha kepega -
waian, (f) perbaikan penghasilan penerima pensiun/tunjangan
yang bersifat pensiun, (g) pemberian jaminan lainnya, (h)
peningkatan kemampuan manajemen para pejabat serta pening -
katan ketrampilan dan produktivitas kerja pegawai, dan (i)
usaha lain di bidang pembinaan pegawai.

XXII/36
Dengan adanya segala pembinaan berupa penyempurnaan dan
perbaikan di atas diharapkan akan semakin terjamin ketenangan
dan kegairahan bekerja pegawai negeri dan pada gilirannya
akan mendorong pegawai negeri untuk berprestasi dengan kete -
kunan dan rasa tanggungjawab yang lebih besar.

a. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang


kepegawaian

Penyempurnaan di bidang kepegawaian telah lebih dimantap -


kan dengan ditentukannya pokok-pokok kepegawaian dalam Un -
dang-undang no 8 tahun 1974 yang dengan jelas mengatur kedu -
dukan, kewajiban, dan hak pegawai negeri serta dasar-dasar
pembinaannya. Kemudian ketentuan-ketentuan pelaksanaannya di -
atur dengan Peraturan Pemerintah sedangkan ketentuan-ketentu -
an operasionalnya diatur dengan Keputusan Presiden. Selanjut -
nya petunjuk pelaksanaan teknis dituangkan dalam Keputusan
atau Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara.

Sebagai pelaksanaan dari Undang-undang No. 8 tahun 1974


tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana dimaksud di atas
maka telah ditetapkan peraturan-peraturan pelaksanaannya da -
lam bentuk Peraturan Pemerintah sedangkan ketentuan-ketentuan
pelaksanaan operasionalnya diatur dengan Keputusan Presiden.
Selanjutnya petunjuk pelaksanaan teknis dituangkan dalam
Surat Keputusan atau Surat Edaran Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara.

Perincian dari peraturan pelaksanaan Undang-undang No. 8


tahun 1974 yang penting adalah Sebagai disebut dalam Tabel
XXII - 3.

b. Pengadaan dan pengangkatan pegawai serta penyelesaian


kepangkatan

Pengadaan pegawai negeri dimaksudkan untuk mengisi


formasi yang lowong pada masing-masing satuan organisasi Pe -
merintah. Berkenaan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan
yang dilakukan oleh Pemerintah diperlukan formasi pegawai
yang bertambah besar. Namun demikian penambahan jumlah pega -
wai negeri tetap berpegang pada asas-asas efisiensi dalam pe -
nyusunan formasi, demikian pula disesuaikan dengan kemampuan
keuangan Negara.

XXII/37
TABEL XXII - 3

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TELAH DITETAPKAN


TAHUN 1974/75 S/D DESEMBER 1982 SEBAGAI PERATURAN PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG No. 8 TAHUN 1974,

Bentuk Nomor Nomor Tahun Perihal


Peraturan Urut

Peraturan 1 20 1975 Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pem-


Pemerintah b e r h e n t i a n Pe g a w a i Ne ge r i S i p i l

2 21 1975 Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil

3 4 1976 Kedudukan Pegawai Negeri Sipil Yang Men-


jadi Pejabat Negara

4 5 1976 Formasi Pegawai Negeri Sipil

5 6 1976 Pengadaan Pegawai Negeri Sipil

6 20 1976 Keanggotaan Pegawai Negeri Sipil Dalam


P ar ta i Po li ti k da n Go lo ng an Ka ry a

7 24 1976 C ut i Peg awa i Nege ri S ip i l

8 5 1977 Penyesuaian Pokok Pensiun Bekas Pegawai


Negeri Sipil, Janda/Duda, Dan Anak Yatim
Piatunya di Propinsi Irian Jaya

9 7 1977 P e r a t u r a n G a j i P eg a w a i N eg e r i S i p i l

10 8 1977 Penetapan Pensiun Pokok Bekas Pegawai Ne-


geri Sipil dan Janda/Duda

11 14 1977 Perubahan dan Tambahan atas Peraturan Pe-


merintah No.18 tahun 1971 tentang Pem-
berian Uang Bantuan Pensiun Para Penerima
Pensiun/ Tunjangan yang bersifat Pensiun

12 23 1977 Penyesuaian Pensiun Pokok bagi Pensiunan


Pegawai N eg e r i Sipil dan Janda/Dudanya
yang telah mencapai Uaia 80 Tahun

13 26 1977 Pengujian Kesehatan Pegawai Republik


Indonesia dan Tenaga-tenaga lainnya yang
bekerja pada Negara Republik Indonesia

XXII/38
(Lanjutan Tabel XXII – 3 )

XXII/39
( l a n j u t a n T a be l X XI I - 3)

Bentuk Nomor Nomor Tahun Perihal


Peraturan Urut

29 11 1980 Pengangkatan Pegawai Balai Besar Peneli -


tian dan Pengembangan Industri Tekstil,
Bali Besar Penelitian dan Pengembangan In -
dustri Selulosa dan Balai Besar Pengem -
bangan Industri Logam dan Mesin menjadi
Pegawai Negeri Sipil

30 13 1980 Perubahan dan Penambahan atas Peraturan


Pemerintah No. 7 Tahun 1977 tentang Pe-
r a t u r a n G a ji P e ga w a i N eg e r i S i p i l

31 14 1980 Pemberian Tunjangan Perbaikan Penghasilan


bagi Pegawai Negeri dan Pejabat Negara

32 15 1980 Pemberian Tunjangan Perbaikan Penghasilan


bagi Penerima Pensiun/Tunjangan yang ber-
sifat Pensiun

33 30 1980 Peraturan Disiplin Pegawai Sipil

34 45 1980 Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 15


Tahun 1980 tentang Pemberian Tunjangan
Pe rb ai ka n Pen gh as il an Pe nsi un b agi Pen er i -
ma Pensiun/Tunjangan yang bersifat Pensiun

35 47 1980 Perubahan atau Peraturan Pemerintah No. 14


Tahun 1980 tentang Pemberian Tunjangan
Perbaikan Penghasilan bagi Pegawai Negeri
S ip i l da n Pej ab at Neg ar a

36 49 1980 Pemberian Tunjangan Tambahan Penghasilan


bagi Pensiun Janda/Duda Pegawai Negeri Si-
pil

37 12 1981 Perawatan Tunjangan Cacat dan Uang Duka


Pe gawai Nege ri Sipil

38 25 1981 A s u r a n s i S o s i a l P eg a w a i N eg e r i S i p i l

39 4 1982 Pemberian Uang Duka Wafat bagi Keluarga


Penerima Pensiun

Keputusan 1 56 1974 Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan,


Presiden Penyetoran dan Besarnya Iuran-iuran yang
dapat dipungut dari Pegawai Negeri Sipil,
Pejabat Negara dan Penerima Pensiun

2 28 1975 Perlakuan terhadap Mereka yang terlibat G


30 S/PKI Golongan C

XXII/40
(Lanjutan Tabel XXII – 3)

XXII/41
Dalam lima tahun terakhir ini penambahan pegawai negeri
mengutamakan penambahan tenaga pendidik serta tenaga
keseha
tan dengan tidak mengenyampingkan kebutuhan tenaga pada
sek
tor-sektor lainnya. Hal itu didasarkan pada tugas Pemerintah
untuk melaksanakan pemerataan pembangunan, dalam hal ini pe-
merataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kese-
hatan.

Sejak tahun anggaran 1977/78 sampai dengan Nopember 1982


pengangkatan calon pegawai berjumlah 852.755 orang.

Menurut Keppres No. 30 tahun 1981 tentang Latihan Pra Ja -


batan, maka calon/pegawai negeri yang diangkat sejak 1 April
1981 diwajibkan mengikuti latihan pra jabatan. Calon pegawai
negeri yang telah lulus dapat diangkat menjadi pegawai nege-
ri. Tujuan dari latihan pra jabatan tersebut ialah agar ca -
lon pegawai negeri yang bersangkutan trampil melaksanakan tu-
gas yang dipercayakan kepadanya, mengerti dan menghayati ke -
wajiban dan hak-haknya sebagai pegawai negeri yang dituntut
untuk setia dan taat penuh pada Pancasila, UUD 1945, Pemerin-
tah dan dituntut pula untuk selalu meningkatkan prestasi kerja
serta pelayanan kepada masyarakat.

Mengenai kepangkatan dapat dikemukakan bahwa jumlah pega-


wai negeri yang bekerja pada Departemen/Lembaga yang mengala-
mi kenaikan pangkat dari tahun anggaran 1977/78 sampai dengan
Nopember 1982 berjumlah 952.575 orang, yang perinciannya di-
cantumkan dalam Tabel XXII - 4.

Sebagaimana diketahui pangkat adalah kedudukan yang


menunjukkan tingkat seorang pegawai negeri dalam rangkaian
susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian.
Oleh sebab itu setiap pegawai negeri diangkat dalam pangkat
tertentu. Adapun kenaikan pangkat adalah penghargaan yang
diberikan atas pengabdian pegawai yang bersangkutan kepada
Negara dan dimaksudkan sebagai dorongan untuk lebih mening -
katkan pengabdiannya.

Dalam rangka usaha menjamin obyektivitas dalam pemberian


maupun kenaikan pangkat maka telah ditetapkan PP No. 3 tahun
1980 tentang Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri. Jenis
kenaikan pangkat berdasarkan PP tersebut adalah kenaikan-ke -
naikan pangkat reguler, pilihan, istimewa, pengabdian, anu -
merta, dalam tugas belajar, selama menjadi pejabat Negara,
selama penugasan di luar instansi induk, selama menjalankan
wajib militer dan kenaikan pangkat sebagai penyesuaian ijazah.

XXII/42

r
TABEL XXII - - 4
JUMLAH PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENGALAMI KENAIKAN PANGKAT
1977/78 – 1982/83
TAHUN FISKAL
(orang)
XXII/43
Mengenai pegawai negeri yang menduduki jabatan fungsional
seperti jabatan di bidang penelitian, bidang akademis dan la-
in-lainnya, maka kenaikan pangkatnya selain didasarkan pada
persyaratan umum juga didasarkan kriteria menurut jumlah kre-
dit tertentu.

c. Perbaikan penghasilan pegawai negeri

Sejak Repelita I Pemerintah dalam batas-batas kemampuan -


keuangan Negara secara bertahap telah berusaha memperbaiki
penghasilan pegawai negeri dalam rangka usaha meningkatkan
prestasi kerja untuk mencapai daya guna dan hasil guna sebe -
sar-besarnya. Semula perbaikan penghasilan itu dilakukan de -
ngan cara menaikkan tunjangan, yang kemudian ditingkatkan de-
ngan penyempuranaan sistem penggajian. Sejak tanggal 1 April
1977 telah diadakan perubahan Peraturan Gaji berdasarkan PP
No. 7 tahun 1977. Perbaikan penghasilan dititik beratkan pada
gaji pokok. Hal ini sangat menguntungkan bagi pegawai negeri
kelak bila tiba waktunya menjalani masa pensiun karena pensi-
un pokok ditetapkan berdasarkan gaji pokok.

Selanjutnya dalam masa lima tahun terakhir ini Pemerintah


telah memberikan perbaikan penghasilan kepada pegawai negeri
sebagai berikut :

(i) Pada bulan Juni 1979 diberikan tambahan penghasilan


sebesar satu bulan gaji yang disebut gaji bulan ke-13
yang diatur dengan PP No. 9 tahun 1979. Kemudian pada
bulan Januari 1980 diberikan lagi tambahan penghasilan
sebesar satu bulan gaji yang disebut gaji bulan ke-14
yang diatur dengan PP No. 37 tahun 1979. Besarnya ma -
sing-masing gaji bulan ke-13 dan ke-14 adalah bagi go -
longan I sebesar 125%, golongan II 100%, golongan III
100% dan golongan IV sebesar 75%.
(ii) Dengan PP No. 14 tahun 1980 kepada pegawai negeri ter -
hitung mulai tanggal 1 April 1980 diberikan tunjangan
perbaikan penghasilan bagi golongan I sebesar 60%, go -
longan II 50%, golongan III 40% dan golongan IV 40%
masing-masing dari penghasilan. Kemudian berdasarkan
PP No. 47 tahun 1980 mulai bulan Januari 1981 diadakan
perubahan perbaikan penghasilan, yaitu bagi golongan I
dari 60% menjadi 100% dari penghasilan, golongan II da-
ri 50% menjadi 80%, golongan III dari 40% menjadi 65 %
dan golongan IV dari 40% menjadi 60% masing-masing dari
penghasilan.

XXII/44
Perbaikan penghasilan rata-rata pegawai negeri dari tahun
anggaran 1977/78 sampai dengan Nopember 1982 dapat dilihat
dalam Tabel XXII - 5.

Dalam pada itu pegawai negeri yang ditugaskan di Propinsi


Irian Jaya diberikan tunjangan khusus yaitu sebesar 30 % dari
gaji pokok setiap bulan berdasarkan Keppres No. 13 tahun 1977
yang berlaku sejak 1 April 1977, kemudian sejak 1 April 1980
besarnya tunjangan khusus diubah dari 30 % menjadi 125 % se -
tiap bulan berdasarkan Keppres No. 21 tahun 1980. Pegawai
negeri yang ditugaskan di Propinsi Timor Timur diberikan tun -
jangan khusus sebesar 50 % dari gaji pokok setiap bulan ber -
dasarkan Keppres No. 12 tahun 1979 yang berlaku sejak 1 April
1979, kemudian sejak 1 April 1980 besarnya tunjangan khusus
Timor Timur diubah dari 50 % menjadi 150 % setiap bulan ber -
dasarkan Keppres No. 20 tahun 1980.

Kecuali itu kepada pegawai negeri bekas TRIKORA sesuai


dengan haknya masing-masing diberikan penghargaan berdasarkan
Keppres No. 62 tahun 1979 berupa kenaikan penghargaan diser -
tai dengan uang bantuan sebesar Rp. 100.000,-, cuti beserta
keluarganya ketempat asal selama 12 hari kerja atas biaya
Negara dan bantuan perumahan sebesar Rp. 500.000,-.

Selanjutnya dengan Keppres No. 12 tahun 1981 kepada pega


wai negeri di lingkungan Badan Tenaga Atom Nasional diberikan
tunjangan bahaya nuklir setiap bulan masing-masing untuk ba-
haya tingkat I Rp. 250.000,-, tingkat II Rp. 200.000,-, ting -
kat III Rp. 150.000,-, tingkat IV Rp. 125.000,-, tingkat V
Rp. 100.000,-, tingkat VI Rp. 75.000,- dan tingkat VII Rp.
50.000,-.

Akhirnya dengan Keppres No. 12 tahun 1982 kepada pegawai


negeri pada instalasi keamanan dan keselamatan pelayanan di -
berikan tunjangan pengamanan dan penyelamatan pelayaran.

d. Peningkatan disiplin pegawai negeri

Seperti telah dikemukakan terdahulu banyak usaha telah


dilakukan untuk perbaikan di bidang kepegawaian. Dengan ada -
nya segala perbaikan itu maka dituntut kepada setiap pegawai
negeri untuk mempunyai disiplin tinggi dalam melaksanakan
tugas kewajiban sebagai unsur aparatur Negara, abdi Negara
dan abdi masyarakat.
XXII/45
TABEL XXII - 5

PENHAIKAN PENGHASILAP AATA- AATA PEGAAAI AEGERI SIPIL,


1976/77 - 1980/81
(dalem rupiah)

Masa 1-4-1976 1-4-1977 1-4-1980 1-1-1981


No. Golongan Ker ja s/d s/d s/d s/d Keterangan
Ruang (t ah un ) 31-3-1977 31-3-1980 31-12-1980 31-12-1981

1. I/a 4 10.500 15.990 25.600 32.000 a. Setiap Pegawai Negeri Sipil dianggap
mempunyai seorang isteri/suami dan 3
2. I/b 7 10.700 20.540 32.900 41.100 orang anak
3. I/c 9 10.900 23.650 37.900 47.300 b. Dalam perhitungan ini belum termasuk:
i. tunjangan jabatan
4. I/d 11 11.100 27.310 43.100 54.700 ii. tunjangan pangan
5. II/a 12 24.400 38.190 57.300 68.800 c. Belum dikurangi iuran wajib 10% dari
penghasilan
6. II/b 13 29.490 43.180 64.800 77.800 d. Pada bulan Juni 1979 dan Januari 1980
diberikan gaji bulan ketiga belas dan
gaji bulan keempatbelas masing-masing
II/c 13 32.790 45.740 68.700 82.400 untuk:
7.
8. II/d 13 36.300 48.400 72.600 87.200 Golongan I = 125 %
Golongan II = 100 %
9. III/a 15 50.760 64.270 90.000 106.100 Golongan III = 100 %
10. III/b 15 55.370 67.830 95.000 112.000 Golongan IV = 75 %
e. Sejak 1 April 1980 diberikan per-
11. III/c 15 60.310 71.940 100.100 115.000 baikan penghasilan untuk :
12. III/d 16 65.270 75.260 111.600 131.600 Golongan I = 60 %
Golongan II = 50 %
13. IV/a 18/21 77.950 102.790 144.000 164.500 Go lo ng an III = 4 0 %
14. IV/b 19/21 83.930 107.900 151.100 172.700 Golongan IV = 40 %
f. S e j a k 1 J a n u a r i 1 9 8 1 d i b e r i k a n p e r -
15. Iv/c 18/24 90.110 121.770 170.500 194.900 baikan penghasilan untuk :
16. IV/d 18/24 96.510 127.430 178.400 203.900 Golongan I = 100 %
Golongan II = 80 %
17. IV/e 18/24 103.100 133.200 186.500 213.200 Golongan III = 65 %
Dasar: Dasar: Dasar: Dasar: Golongan IV = 60 %
PP No. 7 PP No. 7 PP No. 47 PP No. 47
tahun 1976 tahun 1977 tahun 1980 tahun 1980
XXII/46
Dalam rangka peningkatan disiplin pegawai negeri maka Pe -
merintah telah mengeluarkan PP No. 30 tahun 1980 tentang Per -
aturan Disiplin Pegawai Negeri yang mengatur kewajiban, la -
rangan serta sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau la -
rangan dilanggar oleh setiap pegawai negeri. Dengan dikeluar -
kannya peraturan disiplin tersebut maka setiap pegawai negeri
diharapkan akan lebih menyadari kewajiban dan tanggungjawab -
nya sehingga tercipta aparatur yang bersih, berwibawa dan
berdayaguna sehingga mampu melaksanakan tugas pemerintahan
dan pembangunan.

Dalam PP tersebut dirumuskan 26 kewajiban dan 18 larang -


an. Tingkat dan jenis hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan
kepada yang melakukan pelanggaran disiplin adalah sebagai
berikut :

Tingkat hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan


k e p a d a pegawai negeri yang melakukan pelanggaran disiplin
adalah hukuman-hukuman disiplin ringan, sedang dan berat.

Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari tegoran lisan,


tegoran tertulis dan pernyataan tidak puas secara tertulis.

Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari penundaan gaji


berkala untuk paling lama 1 tahun, penurunan gaji sebesar
satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 tahun dan
penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 tahun.

Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari penurunan pang -


kat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling
lama 1 tahun, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri
dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri.

PP No. 30 tahun 1980 inilah yang digunakan sebagai dasar


penindakan jika hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Kop -
kamtib/Operasi Tertib, Inspektorat Jenderal Departemen, Ins -
pektorat Wilayah Propinsi/Kabupaten/Kotamadya beserta jajar -
annya menunjukkan adanya pelanggaran. Penerapan hukum yang
demikian telah berlaku dalam rangka tindak lanjut pada opera -
si-operasi yang telah dilancarkan, antara lain Operasi Tunas
I, II dan III dan Operasi Bersih dan Herwibawa yang baru lalu.

Untuk menyelesaikan keberatan atas hukuman disiplin beru


pa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri,

XXII/47
dengan Keppres No. 67 tahun 1980 telah dibentuk Badan Pertim-
bangan Kepegawaian yang diketuai oleh Menteri Negara Penerti-
ban Aparatur Negara, Kepala BAKN sebagai sekretaris dan ang-
gota-anggotanya terdiri dari Sekretaris Kabinet, Dirjen Hukum
dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman, Jaksa Agung Muda
Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Dirjen PUOD Departemen
Dalam Negeri dan Ketua Pengurus Pusat Korpri.

Sampai dengan akhir Nopember 1982 Badan Pertimbangan Ke-


pegawaian telah memeriksa dan mengambil keputusan atas 14 ke-
beratan yang diajukan oleh pegawai negeri.

e. Penyempurnaan tata usaha kepegawaian

Pembinaan pegawai negeri tidak mungkin tertib jika tata


usaha kepegawaian tidak teratur. Tata usaha kepegawaian yang
tersusun dan terpelihara baik sangat diperlukan.

Dalam rangka penyempurnaan tata usaha kepegawaian maka


sebagaimana diketahui Pemerintah telah mengadakan Pendaftaran
Ulang Pegawai Negeri untuk mendapatkan data kepegawaian yang
lengkap dan dapat dipercaya agar dapat digunakan sebagai lan-
dasan bagi pembinaan secara tertib dan teratur. Sejak Pendaf-
taran Ulang Pegawai Negeri setiap mutasi kepegawaian yang me-
ngakibatkan perubahan data kepegawaian dicatat dengan teliti.

Dengan adanya tata usaha kepegawaian yang tertib maka da -


ta kepegawaian yang diperlukan dapat ditemukan dalam waktu
singkat. Data kepegawaian yang dipelihara secara terus mene -
rus merupakan syarat mutlak dalam pelaksanaan pembinaan pega-
wai negeri berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi ker-
ja. Sebagai bahan perbandingan dalam rangka usaha pembinaan
pegawai negeri maka dalam Tabel XXII - 6 dapat dilihat kompo-
sisi pegawai negeri Pusat dan Daerah menurut keadaan 31 Maret
1977 dan 31 Maret 1982.

Sebagai langkah untuk menyusun tata usaha kepegawaian


yang tertib, maka telah dilakukan kegiatan-kegiatan antara
lain sebagai berikut :
(i) Penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP),
(ii Pemberian Kartu Pegawai (KARPEG),
(iii) Perekaman data pegawai negeri berikut perkembangan ke
dalam pita magnetik,
(iv) Penyusunan berkas pegawai pada almari khusus yang di -
pergunakan untuk itu, dan
(v) Penyusunan nama-nama pegawai negeri menurut abjad.

XXII/48
TABEL XXII – 6
KEADAAN KOMPOSISI PEGAWAI NEGERI PUSAT DAN DAERAH,
PADA 31 MARET 1977 DAN MARET 1982
(orang)
XXII/49
(Lanjutan Tabel XXII – 6)

XXII/50
Jumlah pegawai negeri sipil yang ditetapkan NIP dan Kar-
pegnya sejak tahun 1977/78 sampai dengan Nopember 1982 adalah
masing-masing 953.425 buah dan 858.973 buah.
Selanjutnya sesuai dengan perkembangan dan tambahan beban
tugas BAKN dan dalam rangka untuk lebih meningkatkan pelayan-
an administrasi kepegawaian, maka berdasarkan Keppres No. 53
tahun 1980 telah ditetapkan pembentukan Kantor Wilayah BAKN
tingkat Propinsi. Dalam tahun 1981/82 untuk tahap pertama
telah dibentuk Kantor Wilayah BAKN di Yogyakarta untuk mela-
yani mutasi kepegawaian di Propinsi Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Pada tahun 1984 diharapkan dapat diben-
tuk Kantor Wilayah BAKN di Surabaya untuk melayani mutasi
kepegawaian di Propinsi-propinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Teng-
gara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur.
f. Perbaikan penghasilan penerima pensiun/tunjangan yang
bersifat pensiun
Sejalan dengan perbaikan penghasilan pegawai negeri, maka
secara bertahap telah diusahakan pula perbaikan penghasilan
dari para penerima pensiun/tunjangan yang bersifat pensiun.
Sebagaimana diketahui sejak tanggal 1 April 1977 berlaku
PP No. 7 tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri
Sipil. Perubahan peraturan gaji tersebut menyebabkan juga
perubahan dasar pensiun dan pensiun pokok pegawai negeri
sebagaimana diatur dengan PP No. 8 tahun 1977 tentang Pe -
netapan Pensiun Pokok Bekas Pegawai Negeri Sipil dan
Janda/Duda.
Sesuai dengan kemampuan keuangan Negara maka penyesuaian
pensiun pokok bekas pegawai negeri dilakukan secara bertahap
sebagai berikut :
(i) Bekas pegawai negeri yang dipensiunkan sebelum 1 Janu -
ari 1977 yang telah mencapai usia 80 tahun terhitung
mulai tanggal 1 April 1977 disesuaikan pensiun pokok -
nya berdasarkan PP No. 8 tahun 1977. Bekas pegawai ne -
geri yang dipensiunkan sebelum 1 Januari 1977 yang te -
lah mencapai usia 70 tahun sampai dengan 80 tahun ter -
hitung mulai tanggal 1 April 1978 disesuaikan pensiun
pokoknya berdasarkan PP No. 8 tahun 1977. Bekas pega -
wai negeri yang dipensiunkan sebelum 1 Januari 1977
selain dua yang disebut terdahulu, terhitung mulai
tanggal 1 April 1979 disesuaikah pensiun pokoknya ber-
dasarkan PP No. 8 tahun 1977.
(ii) Pada bulan Januari 1980 kepada para penerima pensiun/
tunjangan yang bersifat pensiun diberikan pensiun tam-
bahan sebesar penghasilan pensiun bersih, tidak terma-
suk tunjangan beras.

XXII/51
(iii) Terhitung mulai tanggal 1 April 1980 diberikan setiap
bulan tunjangan perbaikan penghasilan pensiun sebesar
35% dari penghasilan.
(iv) Terhitung mulai tanggal 1 Januari 1981 tunjangan per-
baikan penghasilan pensiun ditambah dari 35% menjadi
50%.

Dalam Repelita III ini perbaikan penghasilan pensiun yang


berlaku bagi pensiunan pegawai negeri berlaku juga untuk pen-
siunan pejabat Negara. Di samping itu telah dikeluarkan pula
peraturan perundang-undangan mengenai pensiunan pejabat Nega-
ra.

Perincian perbaikan penghasilan rata-rata pensiun pegawai


negeri dari tahun anggaran 1977/78 sampai dengan tahun ang -
garan 1982/83 adalah sebagaimana dapat dilihat pada Tabel XXII
- 7.

g. Pemberian Jaminan lainnya

Keppres No. 8 tahun 1977 menyatakan bahwa untuk membiayai


usaha-usaha dalam bidang kesejahteraan maka dari setiap pega-
wai negeri dipungut iuran sebesar 10% dari penghasilan setiap
bulannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dengan perincian sebagai berikut : 4,75% untuk iuran dana
pensiun, 2% untuk iuran pemeliharaan kesehatan dan 3,25% untuk
iuran tabungan hari tua.

Dengan pungutan tersebut maka tiap pegawai negeri menda -


pat jaminan penghasilan pensiun sebagaimana dikemukakan pada
bab terdahulu, jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pegawai
negeri bersangkutan beserta keluarganya melalui asuransi ke -
sehatan serta jaminan tabungan hari tua melalui asuransi so -
sial pegawai negeri. Pegawai negeri sebagai abdi Negara dan
abdi masyarakat mempunyai potensi yang dapat menentukan ke -
lancaran pelaksanaan pembangunan nasional sehingga dianggap
perlu untuk selalu dibina kesejahteraannya agar dapat dipeli-
hara dan dikembangkan dayacipta, daya guna dan hasilgunanya.
Sekalipun iuran-iuran yang dipungut dari pegawai negeri tidak
mencukupi bagi pemberian jaminan-jaminan yang dimaksud, Peme-
rintah tetap menanggung beban kekurangannya.

Mengenai hak atas tabungan hari tua maka penyelenggaraan


asuransi sosial telah disempurnakan dengan PP No. 25 tahun
1981 yang diusahakan secara terpusat dan lebih terarah. Dalam

XXII/52
TABEL XXII - 7

PERBAIKAN PENGHASILAN RATA-RATA PENSIUNAN PEGAWAI NEGERI SIPIL,


1977/78 - 1981/82
(dalam rupiah)

Golongan 1-4-1977 1-4-1978 1-4-1980 1-1-1981


No Keterangan
Ruang s/d s/d s/d s/d
31-3-1978 31-1-1980 31-12-1980 31-3-1982

1. I/a 7.500 13.600 18.400 20.400 a. Setiap pensiunan Pegawai Negeri


Sipil dianggap mempunyai seorang
2. I/b 7.500 16.600 22.500 24.900 isteri/suami dan 3 orang anak
b. Belum termaauk tunjangan pangan
3. I/c 8.550 19.200 26.000 28.800 c. Belum dikurangi Asuransi Kese-
hatan 2% dari penghaailan
4. I/d 10.300 22.000 29.700 33.000

5. II/a 14.550 29.700 40.100 44.600

6. II/b 18.550 35.700 48.200 53.600

7. II/c 20.550 39.300 53.100 59.000

8. II/d 22.400 43.100 58.200 64.700

9. III/a 26.950 53.250 71.900 79.000

10. III/b 29.600 57.650 77.900 86.500

11. III/c 31.750 62.250 84.100 93.400

12. III/d 34.200 67.050 90.600 105.600

13. IV/a 38.000 77.150 104.200 115.800

14. IV/b 41.300 82.550 111.500 123.900

15. IV/c 44.000 86.150 119.100 132.300

16. IV/d 47.300 93.950 126.900 141.000

17. IV/e 49.950 99.000 134.900 149.900


XXII/53
rangka penyempurnaan penyelenggaraan asuransi sosial maka de-
ngan PP No. 26 tahun 1981 telah dialihkan Perum Dana Tabung -
an dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen) menjadi Persero. Ber-
dasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.685/KMK.011/1982 ta -
hun 1982 peserta Taspen yang berhenti dengan hak pensiun pada
dan sesudah akhir Januari 1982 berhak memperoleh tabungan ha-
ri tua minimal Rp. 125.000,-, begitu pula bagi peserta yang
meninggal dunia sebelumnya pensiun, pada dan sesudah Januari
1982 ahli warisnya menerima minimal aebesar Rp. 125.000,

Dalam pada itu apabila pegawai negeri sakit karena dinas


atau mengalami kecelakaan karena dinas dan mengakibatkan yang
bersangkutan sakit atau cacad maka ia mendapat pengobatan pe-
rawatan dan/atau rehabilitasi atas biaya Negara.

Kepada pegawai negeri yang cacad karena dinas yang menga -


kibatkan ia tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan ne -
geri, diberikan penghargaan dalam bentuk tunjangan cacad
sehingga ia dapat hidup layak. Besarnya tunjangan cacad tiap -
tiap bulan adalah sebagai berikut :

(i) 70% dari gaji pokok apabila kehilangan fungsi pengli -


hatan kedua belah mata, pendengaran kedua belah
telinga atau kedua belah kaki dari pangkal paha atau
dari lutut ke bawah.
(ii) 50% dari gaji pokok apabila kehilangan lengan dari
sendi bahu ke bawah atau kedua belah kaki dari mata
kaki ke bawah.
(iii) 40% dari gaji pokok apabila kehilangan fungsi lengan
dari atas siku ke bawah atau sebelah kaki dari pangkal
paha.
(iv) 30% dari gaji pokok apabila kehilangan fungsi pengli -
hatan dari sebelah mata, pendengaran dari sebelah te -
linga, tangan dari atas pergelangan ke bawah atau
sebelah kaki dari mata kaki ke bawah.
(v) 30% sampai 70% dari gaji pokok menurut tingkat keadaan
yang atas pertimbangan Team Penguji Kesehatan dapat
dipersamakan dengan apa yang disebut terdahulu untuk
kehilangan fungsi atas sebagian atau seluruh badan
atau ingatan.

Selanjutnya biaya pemakaman pegawai negeri yang tewas se-


luruhnya ditanggung oleh Negara dan kepada keluarganya dibe -
rikan penghargaan dalam bentuk uang duka tewas sebesar 6 ka -
li penghasilan sebulan dengan ketentuan serendah-rendahnya
Rp.500.000,-.

XXII/54
Ketentuan-ketentuan mengenai perawatan, tunjangan cacad
dan uang pegawai negeri tersebut di atas telah diatur dengan
PP No. 12 tahun 1981.

h. Peningkatan kemampuan manajemen para pejabat dan pening -


katan ketrampilan dan produktivitas kerja pegawai

Sejalan dengan penyempurnaan kelembagaan dan ketatalaksa -


naan maka telah dilakukan pula secara terus-menerus usaha
peningkatan kemampuan dan ketrampilan pegawai negeri melalui
program-program pendidikan dan latihan, baik yang bersifat
sebelum memegang jabatan (pre service) maupun dalam jabatan
(in service). Untuk lebih teratur dan terarahnya pelaksanaan
pendidikan dan latihan pegawai negeri maka tugas dan tang -
gungjawab atas pembinaan pendidikan dan latihan pegawai nege -
ri diberikan oleh Lembaga Administrasi Negara. Program-pro -
gram pendidikan dan latihan dilaksanakan selain dengan tujuan
meningkatkan kemampuan dan ketrampilan pegawai negeri juga
untuk mengusahakan perbaikan sikap dan kepribadian pegawai
negeri sesuai dengan tuntutan tugas dan jabatannya.

Ruang lingkup pembinaan pendidikan dan latihan pegawai


negeri meliputi bidang yang luas, yang dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
(i) bidang teknis fungsional, yaitu yang bertalian dengan
ketrampilan teknis sesuatu pekerjaan sebagai pelaksa-
naan tugas pokok dan tanggungjawab fungsional dari se-
suatu Departemen/Lembaga; dan
(ii) bidang administrasi, baik umum maupun pembangunan; ad -
ministrasi umum berkenaan dengan peningkatan kemampuan
teknik organisasi dan manajemen yang disyaratkan bagi
jabatan pimpinan, sedangkan administrasi pembangunan
berkepentingan dengan peningkatan kemampuan dalam pe -
rencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta penilaian
pembangunan.

Kesemua program-program tersebut di atas pada akhirnya


bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan pega -
wai negeri sesuai dengan pembinaannya atas dasar sistem ka -
rier dan sistem prestasi kerja untuk mendukung penyelenggara -
an tugas-tugas umum pemerintahan dan terutama tugas-tugas
pembangunan.

Diantara program-program pendidikan dan latihan di bidang


administrasi yang terutama ialah program pada Sekolah Staf
dan Pimpinan Administrasi (SFSPA) yang dimakaudkan untuk mem -
pereiapkan pegawai yang potensial untuk menduduki jabatan

XXII/55
eselon II tersebut. SESPA diselenggarakan oleh masing-masing
Departemen di samping juga oleh LAN untuk SESPA yang bersifat
inter-departemental. Untuk meningkatkan frekuensi dan daya
tampung penyelenggaraan SESPA maka dewasa ini telah disedia -
kan gedung kampus SESPA yang dewasa ini sedang dalam taraf
penyelesaian. Penyelenggaraan SESPA selama tahun 1977/78
sampai akhir Desember 1982 adalah sebagai tercantum pada
Tabel XXII - 8.

Penting pula untuk dikemukakan bahwa pada tahun 1982/83


berdasarkan Instruksi Presiden No. 10 tahun 1982 telah dise-
lenggarakan penataran para pejabat eselon I dalam rangka me -
numbuhkan, meningkatkan dan memantapkan kewaspadaan nasional
yang tinggi terhadap bahaya laten faham Marxiame/Leniniame/
Komunisme.

Selanjutnya program pendidikan dan latihan adminsitrasi


tingkat madya, tingkat lanjutan dan tingkat dasar juga terus
dikembangkan. Program-program ini merupakan program penjen -
jangan bagi pegawai negeri yang dipromosikan ke jenjang ja -
batan setingkat lebih tinggi dalam golongan jabatan pimpinan.

Program pendidikan dan latihan pegawai lainnya ang perlu


dikemukakan adalah Program Perencanaan Nasional (PPN) yang
dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dalam penggunaan
berbagai peralatan analisa yang diperlukan dalam perencanaan
dan penilaian proyek-proyek pembangunan. Selama lima tahun,
yaitu dari tahun 1977/78 sampai akhir Desember 1982 PPN telah
menghasilkan 711 orang lulusan yang terdiri dari pejabat
tingkat Pusat maupun tingkat Daerah.

Pemerintah telah pula memberikan kesempatan kepada pega -


wai negeri untuk mendapat tugas belajar, baik di dalam maupun
di luar negeri. Tugas belajar ini diberikan apabila bidang
pendidikan yang akan diikuti itu betul-betul sangat dibutuh -
kan.
XXII/56

i. Usaha lain di bidang pembinaan pegawai negeri

Aparatur Pemerintah yang makin bersih dan berwibawa akan


makin mendapat kepercayaan dari masyarakat. Dalam rangka ter -
sebut maka telah dilakukan usaha secara terus-menerus agar
pegawai negeri benar-benar bertindak sebagai abdi dan pelayan
masyarakat sehingga tindak-langkahnya selalu mendapat dukung -
an dan partisipasi rakyat banyak.
TABEL XXII - 8
JUMLAH LULUSAN SESPA
1978/79 – 1982/83
(orang)

XXII/57
Berturut-turut sejak Repelita I telah diadakan usaha-usa -
ha ke arah itu dengan dikeluarkannya berbagai peraturan per -
undang-undangan, antara lain :
(i) Pendaftaran kekayaan pribadi yang wajib diisi oleh pa-
ra pejabat pada SPT PKK (Surat Pemberitahuan tentang
Pajak Kekayaan) dan disampaikan kepada Inspeksi Pajak
(Keppres No. 21 tahun 1970);
(ii) Pelaporan bahwa para pejabat telah memenuhi kewajiban
membayar pajak-pajak pribadi dengan pengisian SPT PKK
di samping juga pengisian SPT PPD (Surat Pemberitahuan
Pajak Pendapatan) (Keppres No. 52 tahun 1971);
(iii) Pembentukan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI)
sebagai wadah menghimpun para pegawai negeri sebagai
usaha untuk membina dan menjamin adanya pegawai negeri
aktif dalam usaha mewujudkan masyarakat adil dan mak -
mur berdasarkan Pancasila (Keppres No. 82 tahun 1971);
(iv) Pembatasan kegiatan pegawai negeri dan kesederhanaan
hidup yang dimaksudkan untuk memberikan arah agar
segala kemampuan dalam pembangunan dapat digunakan
dengan lebih efektif dan efisien dengan penggarisan
pedoman bagi tingkah laku pegawai negeri untuk melak -
sanakan hidup sederhana (Keppres No. 10 tahun 1974);
(v) Pembatasan kegiatan pegawai negeri dalam usaha swasta
(PP No. 6 tahun 1974);
(vi) Pengaturan keanggotaan pada Partai Politik dan Golong -
an Karya berhubung dengan dikeluarkannya Undang-undang
No. 3 tahun 1975 yang mengatur keanggotaan pegawai ne -
geri dalam partai Politik dan Golongan Karya (PP No.
20 tahun 1976);
(vii) Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P-4) yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Pendi -
dikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (BP 7) dimaksudkan agar segenap pegawai ne -
geri mempunyai ketaatan penuh pada Pancasila, Undang-
undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta bersa -
tu, bermental baik, berwibawa, berdayaguna, bersih,
berkualitas tinggi serta sadar akan tanggungjawabnya
(Instruksi Presiden No. 10 tahun 1978);
Penataran dilaksanakan secara bertingkat, yaitu Tipe A
yang diikuti oleh pegawai negeri golongan III ke atas
atau yang dipersamakan dengan itu, tipe B yang diikuti
oleh pegawai negeri golongan II atau yang dipersamakan
dengan itu dan tipe C untuk pegawai negeri golongan I
atau yang dipersamakan. Penataran yang telah dimulai
pada tahun 1979/80 yang diperinci per tahun menurut
tipe penataran adalah sebagaimana tercantum dalam Ta-
bel XXII - 9.
XX/58
TABEL XXII – 9
PESERTA PENATARAN TINGKAT NASIONAL SERTA TINGKAT PUSAT DAN DAERAH
DARI TIPE A, TIPE B DAN C,
1979/80 – 1982/83
(orang)
XXII/59
Dalam hubungan ini lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa
berdasarkan Inpres No. 10 tahun 1979 maka BP-7 secara bertu -
rutan telah melaksanakan penataran P-4 bagi :
a. Calon-calon penatar tingkat nasional/Manggala yang ber -
langsung di Istana Bogor yang diikuti oleh lebih kurang
400 orang peserta;
b. Pembina penataran tingkat Pusat dan tingkat Daerah di Ge -
dung Pemerintah Daerah DKI yang diikuti oleh lebih kurang
400 orang peserta; dan
c. Penatar tingkat instansi Pusat/Propinsi di Taman Mini In -
donesia Indah yang diikuti oleh lebih kurang 3.800 orang
peserta; yang dilanjutkan dengan penataran-penataran P-4
dengan tipe A, B dan C di tingkat Departemen/Instansi
Pusat, di tingkat Propinsi dan tingkat Kabupaten/Kotamadya
seluruh Indonesia.

Usaha penyebar luasan P-4 dilakukan dengan penyelenggara -


an berbagai penataran bagi masyarakat yang meliputi anggota
organisasi-organisasi masyarakat, para pengusaha dan golong -
an-golongan masyarakat lainnya.

Untuk keperluan penyebarluasan P-4 tersebut di daerah-dae-


rah maka dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 163 tahun
1981 dan No. 86 tahun 1982 telah dibentuk BP-7 Daerah Tingkat
I dan BP-7 Daerah Tingkat II seluruh Indonesia.

(viii) Penyelenggaraan upacara pengibaran bendera Merah Putih


pada tanggal 17 setiap bulan pada pagi hari sebelum
dimulai jam kerja setelah upacara mana diumumkan tin -
dakan-tindakan atau langkah-langkah penertiban yang
telah diambil dalam lingkungan masing-masing di sam -
ping juga hal-hal yang baik atau positif.

7. Penyempurnaan administrasi bidang-bidang lain

Berbagai usaha telah pula dilakukan untuk penyempurnaan


tatakerja, antara lain di bidang administrasi keuangan, admi -
nistrasi penerimaan Negara, administrasi material dan penge -
lolaan perlengkapan, administrasi pengadaan barang/peralatan
Pemerintah, kearsipan dan sebagainya.

Administrasi keuangan yang terpadu dalam rangka menunjang


perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian APBN telah berhasil
diselenggarakan dengan antara lain terbentuknya Pusat Analisa
Informasi Keuangan pada tahun 1976 yang bertugas mengolah da -
ta impor, ekspor, cukai tembakau, penyusunan dan realisasi
XXII/60
anggaran, bantuan luar negeri, arus uang melalui Kas-kas Ne -
gara, pajak pendapatan/perseroan dan pajak kekayaan, investa -
si Badan-badan Usaha Milik Negara dan inventarisasi kekayaan
Negara.

Dalam pada itu dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada


masyarakat serta mengamankan penerimaan Negara, maka dalam
tahun 1979/80 berdasarkan Instruksi Presiden No. 6 tahun 1979
kepada Menteri Keuangan telah diminta untuk mengadakan
pengaturan guna mewujudkan pelayanan yang lebih baik kepada
masyarakat wajib pajak, pengawasan dan penertiban terhadap
aparatur perpajakan, peningkatan disiplin fiskal dan kepatuh -
an wajib pajak serta pengaturan tentang penggunaan jaaa akun -
tan publik. Ditegaskan pula dalam Inpres tersebut bahwa untuk
membina iklim perpajakan yang sehat serta mempunyai kewajaran
dalam perpajakan, maka badan-badan usaha perlu didorong untuk
lebih terbuka dan memberikan laporan keuangan yang menggam -
barkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Bertalian dengan
itu Menteri Keuangan dengan Surat Keputusan No. 191 tahun
1979 telah mengatur penyederhanaan pelaksanaan sanksi admi -
nistratif di bidang perpajakan untuk memberikan kepastian dan
kemudahan bagi wajib pajak. Dalam rangka itu pula maka Peme -
rintah telah pula mengambil langkah kebijaksanaan untuk me -
nyempurnakan susunan Majelis Pertimbangan Pajak dengan mendu -
dukan wakil-wakil dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia
(KADIN) sebagai anggota. Majelis ini menangani perbedaan pen -
dapat yang sering terjadi dikalangan pengusaha dan petugas
pajak mengenai masalah perpajakan.

Administrasi perlengkapan Pemerintah yang merupakan sis -


tem yang menyeluruh serta sejajar dengan administrasi keuang -
an, juga secara terus-menerus diusahakan pada semua tahap,
ialah tahap perencanaan kebutuhan, pengadaan (procurement),
penyimpanan distribusi, pemeliharaan dan penentuan penghapus -
an. Administrasi perlengkapan menjadi semakin kompleks karena
adanya dua macam tantangan, yaitu meningkatnya jenis maupun
jumlah serta intensitas penggunaan peralatan dan perlengkapan
serta kemajuan teknologi yang pesat. Dengan terserapnya seba -
gian dari APBN untuk belanja barang maka untuk menghadapi
tantangan tersebut diperlukan sistem yang lebih mantap. Sehu -
bungan dengan itu team interdepartemental telah berhasil me -
rumuskan rancangan pengelolaan/administrasi perlengkapan yang
lebih efisien, seragam dan terkoordinasikan. Team tersebut
telah pula menyusun ketentuan-ketentuan penghapusan perleng -
kapan dalam kaitannya dengan pelelangan/penjualannya. Seba -
gaimana diketahui tanpa adanya peraturan penghapusan dapat
mengakibatkan kerugian Negara antara lain dengan timbulnya

XXII/61
biaya pengamanan dan pemeliharaan di samping akan berkurang -
nya nilai ekonomis barang yang seharusnya dihapus.

Mengenai inventarisasi barang-barang milik Negara/kekaya -


an Negara yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBN
dapat dikemukakan bahwa perbaikan-perbaikan telah diusahakan
sesuai dengan Instruksi Presiden No. 3 tahun 1971 dengan
mengusahakan peningkatan mutu registrasi dan inventarisasi
barang-barang milik Negara. Hingga akhir tahun 1983 terhadap
11 Departemen telah dapat dicapai usaha-usaha ke arah ini,
yaitu :
a. menetapkan tatacara pencatatan kembali seluruh barang -
barang milik Negara yang ada pada masing-masing Departe -
men;
b. menetapkan cara-cara penilaian terutama atas barang-ba-
rang yang tidak diketahui harga perolehnya; dan
c. menetapkan tatacara pembukuan, pembuatan laporan dan
bentuk-bentuk formulir/daftar yang digunakan.

Terhadap Departemen-departemen lainnya dewasa ini sedang


diusahakan peningkatan kemampuan registrasi dan inventarisasi
melalui penataran-penataran yang diselenggarakan oleh Direk-
torat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara.

Dalam pada itu untuk kelancaran kedayagunaan dan kehasil -


gunaan pengadaan barang-barang/peralatan yang diperlukan oleh
Departemen/Lembaga maka dengan Keppres No. 10 tahun 1980 te -
lah dibentuk Team Pengendalian Pengadaan Barang/Peralatan Pe -
merintah yang bertugas mengendalikan dan mengkoordinasi peng -
adaan atau pembelian barang/peralatan tertentu yang dilakukan
Departemen /Lembaga sesuai dengan anggaran yang disediakan,
sehingga pelaksanaannya dapat berjalan lancar, berdayaguna dan
berhasilguna.

Team yang diketuai oleh Menteri Sekretaris Negara mempu -


nyai fungsi-fungsi pengendalian dan kordinasi sebagai berikut:
a. penetapan standar surat perjanjian/kontrak untuk berbagai
pemborongan/pembelian termasuk pembelian tanah serta pe -
doman penggunaan standar kontrak tersebut;
b. kordinasi pelelangan pekerjaan untuk pemborongan/pembeli -
an dengan nilai di atas Rp. 500 juta;
c. penetapan pekerjaan pemborongan/pembelian tanpa pelelang-
an untuk nilai pemborongan/pembelian di atas Rp. 500 juta;
d. pengadaan dan penetapan tatacara pengadaan kendaraan ber -
motor serta barang-barang lain yang ditetapkan oleh Team

XXII/62
Pengendali Pengadaan untuk keperluan Departemen/Lembaga/ -
Kantor/Satuan Kerja/Proyek yang dilaksanakan secara ter-
pusat oleh Sekretariat Negara;
e. penetapan pengecualian terhadap ketentuan bahwa semua pe -
lelangan pekerjaan untuk pemborongan/pembelian dengan ni -
lai pelelangan di atas Rp. 500 juta dilakukan di tempat
lokasi kantor/satuan kerja/proyek, di ibukota Kabupaten/
Kotamadya atau di ibukota Propinsi yang bersangkutan dan
penetapan tempat pelelangan setelah mendengar pertimbang -
an Menteri/Ketua Lembaga dan Gubernur Kepala Daerah Ting-
kat I yang bersangkutan.

Keppres No. 10 tahun 1980 telah dilengkapi dengan Keppres


No. 15 tahun 1980 tentang tatacara penyediaan dana dan tata -
cara pelaksanaan pembayaran dalam rangka pengadaan barang-ba -
rang/peralatan Pemerintah.
Penyempurnaan tatacara dalam rangka memperlancar kegiatan
dunia usaha juga terus dikembangkan, antara lain dengan usaha
penyederhanaan sistem perijinan. Dalam hubungan ini Depar -
temen Perdagangan dan Koperasi telah berhasil menyempurnakan
tatacara pengajuan permohonan surat ijin usaha perdagangan
(SIUP) yang jauh lebih sederhana dari masa sebelumnya. Demi -
kian juga pada tahun 1980/81 oleh Departemen Pertanian telah
disempurnakan syarat dan tatacara permohonan dan pemberian
ijin usaha di bidang pertanian dan peternakan. Di samping itu
telah disempurnakan juga peraturan-perturan tentang pelaksa -
naan ekspor, impor dan lalu lintas devisa melalui PP No. 1
tahun 1982 serta peraturan-peraturan sebagai tindak lanjutnya
oleh Departemen Keuangan, Departemen Perdagangan dan Kopera -
si, Departemen Perhubungan dan Bank Indonesia. Dengan lang -
kah-langkah tersebut di atas diharapkan dapat makin merang -
sang kegiatan dunia usaha.

Mengenai kearsipan nasional dapat dikemukakan bahwa sela -


ma lima tahun terakhir ini. secara terus-menerus digiatkan
pembinaan kearsipan termasuk peningkatan kemampuan dalam
rangka membantu memperlancar proses administrasi dan pening -
katan komunikasi baik di dalam suatu aparatur maupun antar
aparatur Pemerintah. Prioritas utama dalam usaha penyempurna -
an kearsipan dititikberatkan pada bidang kearsipan dinamis
yang diarahkan pada terwujudnya sistem dan tatalaksana ke-
arsipan dinamis dan yang dapat dilaksanakan secara menyeluruh
pada semua unit organisasi Pemerintah, baik di tingkat Pusat
maupun Daerah. Penyelenggaraan kearsipan dinamis yang baik
selain akan menunjang pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintah

XXII/63
dan pembangunan seperti perencanaan, pelaksanaan, pengendali -
an dan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan, juga me -
rupakan dasar bagi pembinaan arsip statis sebagaimana dimak -
sudkan oleh UU No. 7 tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kearsipan.
Pada tahun 1977/78 dalam usaha penyempurnaan kearsipan
dinamis telah dikembangkan suatu sistem serta penyebar luas -
annya melalui berbagai pendidikan dan latihan kearsipan. Pada
tahun-tahun selanjutnya sistem kearsipan dinamis terus dikem -
bangkan dan ditingkatkan sehingga menjadi semakin mantap.
Kecuali oleh Departemen/Lembaga sistem tersebut telah di -
usahakan diterapkan oleh Pemerintah Daerah sampai pada be -
berapa banyak Kabupaten-kabupaten, bahkan sampai di banyak
Kecamatan-kecamatan dan Desa-desa.
Dalam tahun anggaran 1981/82 usaha-usaha penertiban dan
pembinaan kearsipan semakin ditingkatkan dan lebih diinten -
sifkan. Jangkauan peningkatan kegiatan selama tahun anggaran
1981/82 meliputi peningkatan pendidikan dan latihan, pengem -
bangan dan konservasi kearsipan. Penyelenggaraan pendidikan
dan latihan dilakukan dengan penataran kearsipan dinamis ak -
tif dan penataran kearsipan dinamis inaktif. Penataran kear -
sipan dinamis aktif ditekankan pada pengurusan surat (mail
handling) dan penataran berkas (filing) sedangkan penataran
kearsipan dinamis inaktif dilaksanakan dalam rangka pelaksa -
naan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1979 tentang penyusut -
an arsip, khususnya penyusutan arsip dalam masa peralihan se -
belum adanya jadwal retensi arsip sebagaimana ditentukan da -
lam pasal 17 PP tersebut dan yang petunjuk pelaksanaannya di -
tuangkan dalam Surat Edaran Kepala Arsip Nasional No. SE/01/
1981.
Selanjutnya dewasa ini sedang dipersiapkan untuk penye-
lenggaraan pendidikan tenaga ahli menengah kearsipan dengan
bekerjasama dengan Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Sastra
Universitas Indonesia yang akan diselenggarakan dalam bentuk
pendidikan program diploma. Dalam rangka penyelamatan ba -
han-bahan bukti sejarah maka Arsip Nasional sejak tahun
1979/80 telah memperluas bidang kegiatannya dengan usaha pe -
nyelamatan arsip pandang/dengar (audio-visual) berupa rekam -
an film, foto, tape dan lain-lain yang diperoleh baik dari
dalam negeri maupun luar negeri seperti dari Imperial War Mu -
seum di Inggeris, Rijksvoorlichting dienst dan Koninklijk
Institut voor de Tropen di Nederland, Nippon Hoso Kyoku di
Jepang, dan lain sebagainya. Gambar dan suara dari peristiwa -
peristiwa penting dalam perjuangan bangsa yang terekam dalam
arsip pendang-dengar ini merupakan bahan bukti sejarah yang
amat berharga bagi generasi yang akan datang.

XXII/64
Untuk dapat menampung arsip pandang dengar dan arsip karto -
grafik maka pada tahun 1980/81 telah mulai dibangun depot se -
luas 3.250 m2. Depot arsip pada tahun-tahun mendatang akan
diperluas dengan pembangunannya di berbagai ibukota Propinsi
sebagai tempat penampungan dan penyimpanan arsip-arsip di
Daerah.
C. SISTEM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAN PENGAWASAN KEUANGAN
NEGARA
1. Pendahuluan
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai
rencana operasional tahunan diusahakan mencerminkan pola ke -
bijaksanaan, prioritas dan program dari Repelita untuk tahun
bersangkutan.
Sehubungan dengan itu Pemerintah dalam menyusun Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tetap didasarkan pada 4 prin -
sip, yaitu : (a) Anggaran berimbang yang dinamis; (b) Dana -
dana pembangunan dari dalam negeri harus makin besar; (c) Pe -
nentuan skala prioritas yang tepat; (d) Bekerja berdasarkan
program terpadu.
Dalam pelaksanaan Anggaran Belanja Negara, prinsip yang
dipergunakan ialah : (a) hemat, tidak mewah dan effisien, dan
(b) terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/ke -
giatan serta fungsi masing-masiag Departemen/Lembaga.
Untuk menciptakan stabilitas yang sehat dan dinamis Peme -
rintah tetap berpegang teguh pada prinsip anggaran berimbang
yang dinamis yang merupakan syarat untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi sebagai sarana peningkatan kesejah -
teraan lahir batin rakyat banyak dalam menuju terciptanya ma -
syarakat adil dan makmur. Sementara itu dengan tuntutan akan
peningkatan volume pembangunan, menimbulkan konsekuensi yang
semakin besar pula akan kebutuhan dana yang diperlukan. Hal
ini memerlukan memobilisasi sumber-sumber dana dalam negeri
sehingga dapat meningkatkan kemampuan dalam pembiayaan. Rea -
lisasi dari usaha tersebut tercermin dengan meningkatnya vo -
lume dana pembangunan tiap tahun yang bersumber dari dalam
negeri selama ini berupa tabungan Pemerintah. Di samping ta -
bungan Pemerintah, dana pembangunan juga ditunjang oleh pe -
nyusunan/bantuan luar negeri yang terdiri dari nilai lawan
bantuan program dan bantuan proyek dan fasilitas kredit eks -
por. Bantuan proyek merupakan pinjaman yang bersifat lunak

XXII/65
maupunsetengah lunak atau pinjaman dalam rangka fasilitas
kredit ekspor yang diterima langsung oleh pemerintah dalam
bentuk barang, peralatan atau jasa untuk keperluan proyek -
proyek pembangunan tertentu yang telah ditetapkan. Mengingat
bahwa dana-dana pembangunan merupakan suatu kendala, maka Pe -
merintah dalam melaksanakan pembangunan tetap mendasarkan ke -
pada skala prioritas yang tinggi dengan mendahulukan apa yang
harus didahulukan dan menunda apa yang dapat ditunda dengan
berpedoman atas dasar program terpadu dan melaksanakan atas
disiplin anggaran.

Untuk lebih meningkatkan kelancaran pelaksanaan anggaran


dan pelaksanaan fisik proyek sebagai penyempurnaan daripada
Keppres sebelumnya dalam tahun 1980 telah diterbitkan Keppres
No. 14 A, kemudian disempurnakan dengan Keppres No. 18 tahun
1981, yang kedua-duanya merupakan pedoman pelaksanaan APBN
dan juga sebagai salah satu pengaturan pengendaliannya yang
penting. Tujuan yang hendak didapai ialah agar pelaksanaan
APBN dapat berjalan lebih efektif dan efisien serta sekaligus
lebih memberikan kesempatan pengembangan industri dalam nege -
ri dengan pengutamaan produksi dalam negeri, serta memberikan
kesempatan berusaha kepada golongan ekonomi dengan mengutama -
kan mereka itu sebagai rekanan barang/jasa untuk pembelian
oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah, termasuk Badan Usaha Mi -
lik Negara, dan juga untuk menunjang sasaran-sasaran pemera -
taan kegiatan pembangunan dan kesempatan kerja dengan peng -
utamaan pengusaha setempat di daerah untuk ikut dalam pelak -
sanaan proyek-proyek pembangunan di daerah.

Demikian pula ketentuan berbagai pasal dalam Keppres ter-


sebut telah dilengkapi dengan ketentuan pelaksanaan yang le -
bih memudahkan dalam bentuk Surat Keputusan Menteri atau Su -
rat Keputusan Bersama beberapa Menteri seperti ketentuan ten -
tang pengutamaan produksi dalam negeri, prakualifikasi di
tingkat Daerah, pedoman pelaksanaan proyek Gedung Pemerintah
dan perumahan dinas, biaya pengadaan tanah untuk keperluan
proyek sektoral, tatacara persetujuan kontrak multiyears,
prosedur dan penata usahaan bantuan luar negeri dan lain se-
bagainya.

Keppres No. 14 A tahun 1980 yang disempurnakan dengan


Keppres No. 18 tahun 1981 mempunyai sasaran pula untuk menun -
jang penyempurnaan aparatur Pemerintah melalui ketentuan pe -
ngaturan pengendalian dan peningkatan pengawasan, terutama
pengawasan yang melekat pada fungsi organik pimpinan terhadap
bawahan. Untuk kelancaran, kedaya-gunaan dan kehasil-gunaan
pengadaan barang/peralatan yang diperlukan Departemen/Lembaga

XXII/66
telah dikeluarkan Keppres No. 10 dan No. 15 tahun 1980. Kebi -
jaksanaan yang tertuang dalam kedua Keppres tersebut dimak -
sudkan agar pengendalian dan penentuan pengadaan barang/per -
alatan Pemerintah dapat dilakukan secara terpusat dan terkor -
dinasikan. Atas dasar penilaian maka hasil pengendalian ter -
sebut telah cukup dapat mengarahkan berbagai kegiatan pemba -
ngunan mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. Dalam
hubungan ini dapat dikemukakan bahwa sejak terbentuknya Team
Pengendali Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah tahun 1980
sampai dengan bulan Januari 1983, telah dapat ditangani se -
jumlah 2.966 proyek dengan nilai semula sekitar Rp. 16.371
milyar, menjadi Rp. 15.444 milyar. Penekanan biaya tersebut
merupakan penghematan yang tidak sedikit yaitu sekitar Rp.
927 milyar.

2. Penyusun Anggaran Pembangunan

Rancangan Anggaran Pembangunan sebagai bagian dari RAPBN


setiap tahunnya disusun berdasarkan perkiraan tentang besar -
nya dana pembangunan yang dapat dihimpun, khusunya tabungan
Pemerintah dan dana bantuan yang berasal dari luar negeri.
Untuk pelaksanaan Anggaran Pembangunan, Departemen/Lembaga
bersangkutan mengisi Daftar Isian Proyek (DIP). DIP memberi -
kan gambaran secara jelas tentang kegiatan-kegiatan proyek,
demikian pula tujuan yang akan dicapai dalam satu tahun ang -
garan. Di samping itu DIP menunjukkan penggunaan dana berda -
sarkan suatu rencana fisik yang konkrit sehingga dengan demi -
kian DIP dapat dijadikan sebagai pedoman pengendalian. Walau -
pun format DIP telah disederhanakan, yaitu yang semula terdi -
ri dari 6 halaman menjadi 3 halaman dan dengan demikian ring -
kas, namun tetap mengandung pengarahan kegiatan secara beren -
cana.

Dalam rangka lebih meningkatkan pengawasan, terutama


pengawasan oleh atasan terhadap bawahan, terhadap pelaksanaan
proyek-proyek sejak tahun 1980/81 DIP yang sekaligus berfung -
si sebagai Surat Keputusan Otorisasi dilengkapi dengan Petun -
juk Operasional (PO) bagi masing-masing proyek. PO yang disu -
sun atas dasar DIP dikeluarkan oleh Direktur Jenderal atau
Pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga yang membawahi pro -
yek bersangkutan, memuat uraian dan perincian lebih lanjut
dari DIP yang bersangkutan serta petunjuk khusus yang perlu
dilaksanakan oleh Pemimpin Proyek. PO juga berfungsi sebagai
alat pengawasan bagi Inspektur Jenderal Departemen/Pemimpin
Unit Pengawasan pada Lembaga di samping sebagai alat peng -
awasan bagi Direktur Jenderal atau Pejabat yang setingkat
pada Departemen/Lembaga dalam rangka pelaksanaan DIP oleh

XXII/67
Pemimpin Proyek. Hal terakhir menunjukkan peralihan tekanan dari
pre-audit ke pengawasan langsung dan post-audit.

Untuk menjamin kelangsungan kegiatan pelaksanaan proyek proyek,


sistem yang memungkinakan penggunaan sisa anggaran pembangunan
tahun-tahun lalu dalam tahun anggaran yang sedang berjalan tetap
dilaksanakan. Namun guna peningkatan daya se rap anggaran maka
penggunaan Sisa Anggaran Pembangunan (SIAP) dalam tahun anggaran
berikutnya sejak tahun 1977/78 dibatasi sampai selambat-lambatnya 3
tahun anggaran berturut-turut.

Anggaran Pembangunan diperinci dalam susunan Sektor yang


kemudian diperinci lebih lanjut dalam Sub Sektor, Program dan
Proyek. Kecuali itu Anggaran Pembangunan disuaun pula dalam Bagian
Anggaran (Departemen/Lembaga) bersangkutan. Dengan demikian
terlihat secara jelas hubungan matrix antara penyu sunan menurut
Sektor (vertikal) dan penyusunan menurut Depar- temen/Lembaga
(horisontal).

Dalam Repelita III Anggaran Pembangunan menurut susunan vertikal


meliputi 18 sektor, sedangkan menurut susunan horisontal meliputi
27 Bagian.

Ke-18 Sektor tersebut ialah Sektor Pertanian dan Pengair an;


Sektor Industri; Sektor Pertambangan dan Energi; Sektor Perhubungan
dan Pariwisata; Sektor Perdagangan dan Koperasi; Sektor Tenaga
Kerja dan Transmigrasi; Sektor Pembangunan Daerah, Desa dan Kota;
Sektor Agama; Sektor Pendidikan, Generasi Muda, Kebudayaan Nasional
dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; Sektor Kesehatan,
Keeejahteraan Sosial, Peranan Wanita, Kependudukan dan Keluarga
Berencana; Sektor Perumahan Rakyat dan Pemukiman; Sektor Hukum;
Sektor Pertahanan dan Keamanan Nasional; Sektor Penerangan, Pers
dan Komunikasi Sosial, Sektor Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan
Penelitian; Sektor Aparatur Pemerintah; Sektor Pengembangan Dunia
Usaha; dan Sektor Sumber Alam dan Lingkungan Hidup.
Sedangkan Susunan menurut Bagian Anggaran meliputi Majelis
Permusyawaratan Rakyat; Dewan Perwakilan Rakyat; Dewan Pertimbangan
Agung; Badan Pemeriksa Keuangan; Mahkamah Agung; Kepresidenan;
Sekretariat Negara; Lembaga-lembaga Pemerintah Non Departemen;
Departemen Dalam Negeri; Departemen Luar Ne -geri; Departemen
Pertahanan dan Keamanan; Departemen Kehakim an; Departemen
Penerangan; Departemen Keuangan; Pembiayaan dan Perhitungan;
Departemen Perdagangan dan Koperasi; Depar- temen Pertanian;
Departemen Perindustrian; Departemen Pertambangan dan Energi;
Departemen Pekerjaan Umum; Departemen Pen

XXII/68
didikan dan Kebudayaan; Departemen Kesehatan; Departemen Aga -
ma; Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi; dan Departemen
Sosial.

Dalam susunan menurut Bagian Anggaran di antaranya terda-


pat Bagian Anggaran yang karena sifatnya dimasukkan dalam Ba -
gian Pembiayaan dan Perhitungan atau lebih dikenal dengan Ba -
gian XVI. Dalam bagian ini terdapat sejumlah pembiayaan untuk
penyertaan modal Pemerintah dalam badan-badan usaha milik Ne -
gara, berbagai program bantuan kepada Daerah atau Inpres,
pembangunan yang dikhususkan di Propinsi Timor Timur, dan la -
in sebagainya.

Dalam hal revisi DIP tatacaranya sejak tahun anggaran


1979/80 berdasarkan Keppres No.14 tahun 1979 telah diberikan
kelonggaran yang lebih luas kepada Departemen/Lembaga untuk
mengadakan perubahan/penggeseran hal-hal tertentu bilamana
keadaan memerlukannya. Kriteria pokok revisi adalah volume
pekerjaan dan biaya tiap-tiap tolok ukur. Biaya sesuatu tolok
ukur dapat terdiri dari satu atau beberapa jenis pengeluaran.

Kewenangan-kewenangan memutuskan perubahan/penggeseran


biaya dalam batas yang disediakan dalam suatu DIP ditetapkan
sebagai berikut:

a. Pemimpin Proyek untuk perbaikan sampai setinggi-tingginya


10% di atas atau di bawah volume tolok ukur yang tercantum
dalam DIP sepanjang tidak melampaui batas biaya yang ter -
sedia untuk keperluan itu;
b. Pemimpin Proyek dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Anggaran setempat untuk perubahan sam -
pai setinggi-tingginya 15% di atas atau di bawah biaya
untuk tolok ukur yang tercantum dalam DIP sepanjang tidak
melampaui volume tolok ukur yang tercantum dalam DIP;
c. Menteri/Ketua Lembaga untuk perubahan setinggi-tingginya
20 % di bawah volume tolok ukur yang tercantum dalam DIP
sepanjang tidak melampaui batas biaya yang tersedia untuk
keperluan itu; juga perubahan sampai setinggi-tingginya 20
% di atas atau di bawah biaya untuk tolok ukur yang ter -
cantum dalam DIP sepanjang tidak melampaui batas volume
tolok ukur yang tercantum dalam DIP.

Demikian pula ketentuan mengenai pemrosesan revisi DIP


diusahakan sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan secara
lebih cepat.

XXII/69
Dalam usaha memperlancar prosedur pembiayaan pembangunan
maka beberapa kewenangan yang semula dimiliki oleh Kantor
Perbendaharaan Negara telah dilimpahkan kepada Pemimpin Pro -
yek. Jika dahulu KPN mempunyai wewenang dan tanggungjawab da-
lam mengadakan pengujian atas tagihan terhadap tagihan Nega -
ra, maka kini wewenang dan tanggungjawab tersebut sebagian
beralih kepada wewenang dan tanggungjawab pelaksana opera -
sional dan sebagian kepada Departemen/Lembaga yang bersang -
kutan. Dalam DIP juga tidak lagi terdapat uraian terperinci
penggunaan dana anggaran. Perincian tersebut terdapat dalam
PO yang disampaikan kepada Pemimpin Proyek tanpa pengiriman
tembusan/salinannya kepada KPN. Dengan demikian KPN tidak la-
gi mengadakan pengujian terhadap kesesuaian dengan tujuan pe-
ngeluaran anggaran ketika menerima Surat Permintaan Pembayar-
an Pembangunan (SPJP).

Selanjutnya juga diusahakan penyerasian dalam penyusunan


anggaran untuk proyek-proyek yang memperoleh bantuan proyek/
bantuan teknik. Hal ini dimaksudkan agar terdapat hubungan
yang lebih jelas antara pembiayaan rupiah dari anggaran
pembangunan dengan pembiayaan yang berasal dari bantuan
proyek/bantuan teknik.

Secara terus menerus juga diadakan peningkatan keserasian


hubungan institusional antara Bappenas dan Departemen Keuang-
an maupun dengan Departemen/Lembaga lainnya dengan maksud
agar terdapat kesesuaian jadwal waktu dalam penyusunan RAPBN,
keseragaman dalam pengolahan DIP, kerjasama dalam pengaturan
pelaksanaan anggaran dan lain sebagainya.

3. Prosedur pelaksanaan anggaran pembangunan

Rencana operasional tahunan yang tertuang dalam APBN me -


rupakan pelaksanaan dari Repelita. RAPBN yang diajukan oleh
Pemerintah dengan Nota Keuangan pada minggu pertama bulan Ja-
nuari kepada DPR dan melalui pembahasan secara intensif dise-
tujui oleh DPR menjadi APBN dalam bentuk Undang-undang. Se -
dangkan pedoman pelaksanaannya dirumuskan dalam bentuk Kepu -
tusan Presiden. Undang-undang serta Keputusan Presiden dimak-
sud mulai tahun 1977/78 sampai dengan tahun 1982/83 adalah
sebagai berikut:

XXII/70
Tahun Keputusan Presiden tentang
Anggaran UU Tentang APBN pelaksanaan anggaran tahun
yang bersangkutan

1977/78 UU No. 1 tahun 1977 Keppres No. 12 tahun 1977


1978/79 UU No. 1 tahun 1978 Keppres No. 12 tahun 1977

1979/80 UU No. 2 tahun 1979 Keppres No. 14 tahun 1979


1980/81 UU No. 1 tahun 1980 Keppres No. 14 A tahun 1980
1981/82 UU No. 1 tahun 1981 Keppres No. 14 A tahun 1980
jo. No. 18 tahun 1981
1982/83 UU No. 5 tahun 1982 Keppres No. 14 A tahun 1980
jo No. 18 tahun 1981.
Dengan semakin meningkatnya APBN dari tahun ke tahun,
terutama Anggaran Pembangunan, diperlukan tatacara sedemikian
sehingga pelaksanaan operasionalnya semakin lancar, tetapi
tetap tertib, terarah dan aman. Agar semakin besar daya serap
anggaran untuk dapat mengikuti semakin meningkatnya kegiatan -
kegiatan pembangunan maka penyempurnaan pedoman pelaksanaan
APBN selalu diusahakan. Mulai tahun anggaran 1980/81 pedoman
pelaksanaan APBN yang sebelumnya diatur setiap tahun mengiku -
ti UU tentang APBN tahun yang bersangkutan, maka pada tahun
anggaran 1980/81 penyempurnaan dituangkan dalam Keppres No.
14 A tahun 1980 yang diusahakan menjadi pedoman pokok bagi
pelaksanaan APBN setiap tahunnya. Dalam tahun 1981/82 Keppres
No. 14 A tahun 1980 itu disempurnakan lagi dengan Keppres No.
18 tahun 1981. Beberapa penyempurnaan terhadap Keppres No. 14
A tahun 1980 atas dasar Keppres No. 18 tahun 1981 menyangkut
keikut-sertaan pengusaha golongan ekonomi lemah dalam pelela -
ngan untuk pemborongan/pembelian dengan maksud agar pemberian
berbagai kelonggaran kepada golongan ekonomi lemah tersebut
dapat mencapai sasarannya.

Selanjutnya untuk lebih lancarnya pelaksanaan pembiayaan


maka atas dasar Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri,
Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Negara Penertiban Aparatur
Negara telah dirumuskan pedoman prakualifikasi di tingkat
Daerah yang berisi petunjuk-petunjuk tentang tatacara re -
gistrasi dan klasifikasi pekerjaan pemborongan, pengadaan
barang dan jasa serta jasa konsultan. SKB 3 Menteri tersebut
menunjukkan usaha Pemerintah yang lebih positif guna mencip-

XXII/71
takan pemerataan serta guna adanya jaminan pelaksanaan sesuai
dengan persyaratan tertentu yang telah ditetapkan. SKB 3 Men-
teri itu yang berlaku sejak 1 Maret 1982 mengatur setiap pa -
ket pekerjaan dengan biaya sampai Rp. 100 juta harus dilaksa-
nakan oleh rekanan/pemborong di lingkungan propinsi yang ber-
sangkutan dengan pelanggan terbatas. Untuk pelelangan berni -
lai Rp. 500 juta lebih dicarikan rekanan/pemborong dari luar
propinsi yang bersangkutan sepanjang di propinsi tersebut ti-
dak ada rekanan/pemborong yang mampu.

Dalam pada itu pelaksanaan operasional proyek-proyek di -


laksanakan atas dasar Petunjuk Operasional yang dikeluarkan
oleh Direktur Jenderal atau Pejabat setingkat pada Departe -
men/Lembaga yang membawahi proyek untuk mempertegas tanggung-
jawab atasan langsung terhadap pelaksanaan fisik dan keuangan
proyek. Hal ini merupakan penggeseran tekanan pengawasan dari
pre-audit ke pengawasan post-audit. Demikian pula Bendahara -
wan didudukkan sebagai pejabat komtabel murni sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Undang-undang Perbendaharaan Negara. Se-
lanjutnya pengujian kebenaran atas tagihan Negara yang sebe-
lumnya dilakukan oleh KPN, sekarang oleh pelaksana operasio-
nal, yaitu Pemimpin Proyek. Batas waktu telah di persingkat
dari 3 hari seperti sebelum tahun 1980/81, menjadi 2 hari.

Mengenai pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dapat


disebutkan bahwa menurut ketentuannya Pemimpin Proyek mengi -
rimkan Surat Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pem -
bangunan (SPJP) aelambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap bulan
kepada Direktur Jenderal atau Pejabat setingkat pada Departe-
men/Lembaga yang membawahkan proyek bersangkutan dengan tem-
busan kepada Inspektur Jenderal Departemen/Pimpinan Unit
Pengawasan pada Lembaga bersangkutan dan kepada Kepala KPN
serta Biro Keuangan Departemen/Lembaga dengan disertai tanda
bukti pengeluaran bersangkutan. Setelah bukti pengeluaran
dicheck oleh Direktur Jenderal atau Pejabat setingkat pada
Departemen/Lembaga, kemudian disampaikan kepada Biro Keuangan
Departemen/Lembaga. Dengan pengiriman SPJP penelitian per-
tanggungjawaban pada tingkat post-audit dilakukan oleh aparat
Departemen/Lembaga sendiri. Selambat-lambatnya dalam waktu
satu bulan setelah penerimaannya KPN menyelesaikan pemeriksa-
an dan mengirimkan SPJP kepada Kantor Wilayah Direktorat Jen-
deral Anggaran disertai tembuaan tanda bukti pengeluaran dan
catatan hasil pemeriksaan/penelitiannya.

Di samping SPJP yang dikirimkan oleh Pemimpin Proyek,


Bendaharawan Proyek selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap

XX/72
bulan mengirimkan Laporan Keadaan Kas Pembangunan (LKKP) me -
ngenai bulan yang baru lalu kepada KPN. Dalam hal ini Direk -
tur Jenderal atau Pejabat setingkat pada Departemen/Lembaga
perlu mengambil langkah-langkah penyelesaian apabila terjadi
kelambatan penyampaian LKKP tersebut.

Mengenai beberapa batas pembiayaan maka ketentuan-keten -


tuannya telah mengalami perkembangan sebagai berikut :

a. pembayaran beban sementara Rp. 2 juta pada tahun 1978/79


menjadi Rp.3 juta pada tahun 1979/80 dan dinaikkan lagi
sejak tahun 1980/81 menjadi Rp.5 juta.
b. Batas untuk penunjukan pemborong/rekanan melalui Surat
Perintah Kerja (SPK) atau surat perjanjian berdasarkan
penawaran yang masuk sebesar Rp. 5 juta pada tahun 1978/ -
79 menjadi Rp.10 juta pada tahun 1979/80 dan dinaikkan
lagi pada tahun anggaran 1980/81 menjadi Rp. 20 juta.
c. Batas untuk pemborongan/pembelian yang bernilai di atas
Rp. 10 juta sampai dengan Rp. 25 juta melalui pelelangan
antara pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah dengan
mengutamakan pemborong/rekanan setempat yang berlaku pada
tahun 1979/80 dinaikkan menjadi di atas Rp. 20 juta sam-
pai dengan Rp. 50 juta mulai tahun 1980/81.
d. Batas untuk pemborongan/pembelian yang bernilai di atas
Rp. 25 juta sampai dengan Rp. 50 juta melalui pelelangan
dengan memberikan kelonggaran kepada pemborong/rekanan
golongan ekonomi lemah sebesar 5 % di atas harga penawar -
an dari peserta yang tidak termasuk dalam golongan ekono -
mi lemah yang berlaku pada tahun 1979/80 dinaikkan menja-
di di atas Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 100 juta dan
pemberian kelonggaran sebesar 10 % mulai tahun 1980/81.

Penyempurnaan selanjutnya dalam Keppres No. 18 tahun 1981


menentukan bahwa pemborong/rekanan yang memperoleh pekerjaan
pemborongan/pembelian barang dengan kelonggaran 10 % tersebut
harus melaksanakan sendiri dan dilarang menyerahkannya kepada
pihak lain. Pelanggaran terhadap ketentuan ini mengakibatkan
dibatalkannya kontrak dan dikeluarkannya kontraktor/rekanan
golongan ekonomi lemah bersangkutan dari "Daftar Rekanan yang
Mampu". Penyempurnaan lainnya ialah apabila dalam pelelangan
untuk pemborongan/pembelian yang terpilih adalah pemborong/ -
rekanan yang tidak termasuk golongan ekonomi lemah, maka da -
lam kontrak ditetapkan kewajiban pemborong/rekanan tersebut
untuk bekerjasama dengan pemborong/rekanan golongan ekonomi
lemah setempat antara lain sebagai sub-kontraktor atau leve -
ransir. Pelanggaran terhadap ketentuan ini juga mengakibatkan

XXII/73
pembatalan kontrak dan pengeluaran pemborong/rekanan ber -
sangkutan dari DRM.

Dalam rangka usaha untuk membantu pemborong/rekanan go-


longan ekonomi lemah diadakan ketentuan bahwa pemborong/re -
kanan yang memperoleh kontrak pemborongan pekerjaan atau kon -
trak pembelian Pemerintah dapat menggunakan kontrak tersebut
sebagai bahan untuk memperoleh fasilitas pembayaran uang muka
dari nilai perjanjian dan/atau fasilitas kredit dari Bank Pe -
merintah guna pembiayaan pelaksanaan kontrak. Ketentuan ini
telah dilengkapi dengan tatacara berdasarkan Surat-surat Ke -
putusan Menteri Keuangan dan Direksi Bank Indonesia.
Mengenai kontrak "multiyears", yaitu kontrak untuk pelak -
sanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa lebih
dari satu tahun anggaran, ketentuannya pun telah dilengkapi
dengan tatacara yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bersama
Departemen Keuangan dan Bappenas.
Dalam pada itu prosedur pelelangan ditetapkan asas yang
lebih terbuka dengan pengumuman dan penjelasan kepada Kamar
Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) serta asosiasi anggota
KADIN yang bersangkutan. Demikian pula ketentuan tempat di -
adakannya pelelangan yang lebih jelas untuk masing-masing ni -
lai pelelangan dengan batas tertentu. Juga diperjelas keten -
tuan tentang pembentukan Panitia Prakualifikasi baik di ma-
sing-masing Departemen/Lembaga maupun di masing-masing Daerah.
Penyempurnaan-penyempurnaan sebagaimana dikemukakan di
atas menunjukkan adanya kaitan pelaksanaan APBN dengan usaha
pemerataan, terutama pemerataan kesempatan berusaha, pemera -
taan kesempatan kerja dan pemerataan pembangunan di semua Da -
erah dan pemerataan pendapatan. Demikian pula lebih diperluas
desentralisasi kewenangan dan dilakukan pengembangan pedoman
operasional yang lebih jelas.

4. Pengendalian pelaksanaan proyek

Dalam setiap Keppres tentang Pelaksanaan APBN pada pasal


1 ayat (1) disebutkan bahwa tahun anggaran berlaku dari tang-
gal 1 April sampai dengan tanggal 31 Maret tahun berikutnya.
Dihubungkan dengan pasal 68 ayat (1) yang menetapkan bahwa
Pemimpin Proyek bertanggungjawab baik dari segi keuangan mau-
pun dari segi fisik untuk proyek yang dipimpin sesuai dengan
DIP dan PO untuk proyek tersebut, serta ayat (4) yang menen -
tukan bahwa Pemimpin Proyek bertanggungjawab atas penyelesaian
proyek tepat pada waktunya maka secara jelas berarti bahwa
dalam pelaksanaan proyek Pemimpin Proyek berkewajiban untuk
XXII/74
selalu berusaha melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan ta-
hap-tahap sebagaimana telah dijadwalkan dalam PO berdasarkan
DIP dari proyek yang bersangkutan. Namun demikian tidak ja -
rang terjadi bahwa dalam pelaksanaannya timbul hal-hal yang
semula tidak diduga yang menghambat kelancaran pelaksanaan.
Untuk hal itu diperlukan adanya sistem pengendalian proyek.

Sistem pengendalian proyek-proyek pembangunan yang dika -


itkan dengan pelaporan agar perkembangan pelaksanaan proyek
dapat diikuti, dinilai dan diidentifikasi masalah-masalahnya
guna diadakan tindak lanjut berupa tindakan korektif atau pe -
mecahan secepatnya. Pelaporan didasarkan pada paaal 68 ayat
(3) yang menyatakan bahwa Pemimpin Proyek bertanggungjawab
atas penyampaian laporan-laporan pada waktunya kepada peja -
bat-pejabat yang ditentukan. Selanjutnya pasal 75 serta Lam -
piran II Keputusan Presiden No. 14 A tahun 1980 tersebut me -
nentukan kewajiban Pemimpin Proyek serta BAPPEDA Tingkat I
untuk menyampaikan laporan triwulan baik mengenai DIP tahun
bersangkutan maupun mengenai DIP SIAP. Pemimpin Proyek me -
nyampaikan laporannya kepada Menteri/Ketua Lembaga bersang -
kutan, Menteri Keuangan, Menteri Kordinator Bidang EKUIN/Ke -
tua BAPPENAS, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bersangkutan
untuk perhatian Ketua BAPPEDA Tingkat I, Menteri Negara Peng -
awasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH) dan Inspektur
Jenderal Departemen/Pemimpin Unit Pengawasan pada Lembaga
bersangkutan, selambat-lambatnya 1 bulan setelah berakhirnya
triwulan bersangkutan. BAPPEDA Tingkat I menyampaikan laporan
triwulan dari proyek-proyek yang ada di Daerahnya kepada Gu -
bernur Kepala Daerah Tingkat I, Menteri Keuangan, Menteri
Kordinator Bidang EKUIN/Ketua BAPPENAS dan Menteri Negara
PPLH, juga selambat-lambatnya 1 bulan setelah berakhirnya
triwulan bersangkutan.

Laporan pelaksanaan proyek yang terdiri dari 4 halaman


formulir B-1 berisi data dan informasi faktual tentang status
perkembangan proyek yang terperinci dalam data umum, data
keuangan, tolok ukur dan sasaran usaha, persentase realisasi
pencapaian sasaran-sasaran fisik/pembiayaan/fungsional pro -
yek, masalah-masalah yang dijumpai, tindak lanjut yang diper -
lukan, instansi-instansi yang diharapkan dapat membantu pe -
nyelesaian dan catatan-catatan lain dari pelapor.

Di samping itu ditentukan pula bahwa Gubernur Kepala Dae -


rah Tingkat I mengikuti dan mengawasi perkembangan proyek -
proyek yang ada di Daerahnya baik berdasarkan laporan dari
Pemimpin Proyek dan BAPPEDA Tingkat I maupun dengan melakukan
penelitian sendiri serta dengan mengadakan pertemuan berkala

XXII/75
dengan para Pemimpin Proyek/Bendaharawan Proyek dalam wila -
yahnya. Dalam mengadakan pertemuan berkala diikutsertakan pu -
la Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran atau
Kepala KPN dalam hal di ibukota propinsi tidak terdapat Kan -
tor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran. Selanjutnya Guber -
nur Kepala Daerah Tingkat I melaporkan secara berkala ataupun
sewaktu-waktu mengenai keadaan suatu proyek atau proyek-pro -
yek bersangkutan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Nege -
ri, Departemen/Lembaga bersangkutan, Menteri Keuangan, Mente -
ri Kordinator bidang EKUIN/Ketua BAPPENAS dan Menteri Negara
PPLH.

Selanjutnya perkembangan pelaksanaan Anggaran Pembangunan


yang sebagian terbesar digunakan untuk membiayai proyek-pro -
yek pembangunan dilaporkan secara berkala oleh Menteri Ke -
uangan dan Menteri Kordinator Bidang EKUIN/Ketua BAPPENAS ke-
pada Presiden dan Wakil Presiden.
Di samping sistem pengendalian secara nasional terdapat
pula berbagai kegiatan pelaporan yang sistemnya dikembangkan
oleh Departemen/Lembaga masing-masing dalam usaha pengendali -
an program atau proyek yang menjadi tanggungjawabnya.

Pada tahun anggaran 1982/83 Bappenas dan Ditjen Anggaran


telah menelaah usaha perbaikan sistem pengisian DIP dan Lem -
baran Kerja (LK) yang berkaitan pula dengan usaha penyempur -
naan sistem pengendalian. Penelahaan tersebut antara lain te -
lah dapat menghasilkan perumusan batasan dan arti bagian
pro-
yek dan tolok ukur sehingga diharapkan akan memudahkan peng -
ukuran perkembangan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan.

Pelaporan lain yang perlu disebutkan ialah laporan bulan-


an dalam bentuk Surat Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran
Pembangunan (SPJP) yang selambat-lambatnya pada tanggal 10
tiap bulan dikirimkan oleh Pemimpin Proyek kepada Direktur
Jenderal/Pejabat setingkat yang membawahkan proyek bersang -
kutan dengan tembusan kepada Inspektur Jenderal/Unit Penga -
wasan Lembaga dan Kepala KPN setempat. Demikian pula Laporan
Keadaan Kas Anggaran Pembangunan (LKKP) yang dikirimkan oleh
Bendaharawan Proyek selambat-lambatnya pada tanggal 10 tiap
bulan kepada KPN setempat. Baik tembusan SPJP dari para Pe-
mimpin Proyek maupun LKKP dari para Bendaharawan Proyek sete -
lah diolah oleh KPN dikirimkan kepada Pusat Analisa Informasi
Keuangan Departemen Keuangan untuk diproses lebih lanjut se -
hingga menjadi laporan bulanan mengenai perkembangan pelaksa -
naan Anggaran Pembangunan yang disusun menurut Sektor/Sub
Sektor/Program, menurut Departemen/Lembaga dan menurut Pro -
pinsi Daerah Tingkat I.

XXII/76
Tujuan dari kesemua pelaporan tersebut di atas dalam
rangka pengendalian pelaksanaan proyek-proyek pembangunan
ialah supaya pelaksanaan proyek terselenggara secara lebih
baik sehingga tercapai tujuannya sesuai dengan rencana dan
jadwal waktu yang telah ditetapkan.

5. Pengawasan Keuangan Negara

Dalam pengelolaan keuangan Negara segala usaha diarahkan


agar kegiatan di bidang keuangan Negara menuju pada sasaran
yang telah ditentukan. Dalam rangka usaha tersebut telah di -
keluarkan berbagai peraturan yang harus diikuti oleh setiap
pelaksana keuangan Negara. Makin baik dan makin terarahnya
suatu peraturan, makin besar kemungkinan ketepatan pencapaian
sasaran serta makin terhindar pula keuangan Negara dari kebo -
coran atau penghamburan.

Salah satu peraturan penting yang cukup terarah dewasa


ini ialah Keppres No. 14A tahun 1980 yang disempurnakan
dengan Keppres No.18 tahun 1981 tentang Pelaksanaan APBN
karena di antara lain lebih menegaskan selain peningkatan
pengawasan fungsional juga kewajiban atasan untuk mengawasi
bawahan. Pengawasan pelaksanaan kegiatan seorang pelaksana
adalah tugas dari atasan langsungnya yang merupakan tugas
yang melekat pada setiap jabatan, seperti halnya kewajiban
setiap atasan untuk memberikan petunjuk operasional kepada
bawahannya.

Usaha untuk menggiatkan pelaksanaan pengawasan oleh atas -


an langsung ini disertai juga langkah-langkah untuk makin me -
ningkatkan kegiatan aparat fungsional pengawasan. Dalam hubu -
ngan ini Inspektur Jenderal Departemen/Pimpinan Unit Pengawa -
san pada Lembaga telah diberikan sarana yang lebih memadai,
antara lain melalui peningkatan anggaran belanjanya serta pe -
ningkatan jumlah dan mutu para petugas pengawasan. Sesuai de -
ngan fungsinya, Inspektorat Jenderal Departemen tidak hanya
mengawasi pelaksanaan anggaran, serta pelaksanaan tugas pokok
Departemen, tetapi juga menekankan kegiatan pengawasannya
pa-
da hal-hal yang menyangkut disiplin dan ketertiban dalam De -
partemennya.

Organisasi Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara


Departemen Keuangan sebagai aparatur pengawasan intern ting -
kat eksekutif juga terus-menerus dikembangkan sesuai dengan
meningkatnya kebutuhan pemeriksaan di Daerah karena bertam -
bahnya proyek-proyek pembangunan. Sehubungan dengan itu pada

XXII/77
tahun 1980 telah dibuka 3 buah Kantor Pengawasan Keuangan Ne -
gara yang baru, yaitu di Kupang, Jambi dan Palu, sedangkan
Kantor Akuntan Negara di Palembang telah ditingkatkan kedu -
dukannya menjadl Kantor Wilayah DJKPN.

Penambahan tenaga pemeriksa terus dilakukan melalui pen -


didikan pembantu akuntan, ajun akuntan dan akuntan, sehingga
dewasa ini DJPKN memiliki 2.564 orang tenaga pemeriksa yang
terdiri dari 988 orang akuntan, 1.041 orang ajun akuntan dan
270 orang pembantu akuntan, ditambah pula dengan 265 orang
tenaga sarjana dan sarjana muda yang dijadikan tenaga peme -
riksa setelah mendapatkan pendidikan tambahan. Dibandingkan
dengan 5 tahun yang lalu jumlah tenaga pemeriksa itu menun -
jukkan kenaikan sebesar 31,7%.

Pemeriksaan atas anggaran yang dilakukan oleh DJPKN pada


umumnya dapat dibedakan antara pemerikaaan rutin dan pemerik -
saan serentak. Pemeriksaan rutin ialah pemeriksaan yang dila -
kukan sehari-hari dan karena hasil pemeriksaan rutin ini be-
lum dapat memberikan gambaran menyeluruh maka pemeriksaan di-
lengkapi dengan pemeriksaan serentak yang sifatnya menyelu -
ruh. Untuk menjaga hasil pemeriksaan para pemeriksa maka te -
lah dikeluarkan buku norma pemeriksaan, buku pedoman pemerik-
saan serta berbagai petunjuk prosedur pemeriksaan.

Kegiatan pemeriksaan serentak selalu ditingkatkan agar


dapat mengimbangi peningkatan kegiatan pembangunan dan pe -
ningkatan jumlah anggarannya. Karena itu jumlah proyek yang
diperiksa dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada akhir ta -
hun Repelita I diperiksa 1.956 proyek, pada akhir Repelita II
naik menjadi 3.178 proyek dan pada tahun ketiga Repelita III
yang diperiksa bertambah lagi menjadi 4.821 proyek. Demikian
pula pemeriksaan secara rutin terus menerus ditingkatkan ke -
giatannya sehingga jumlah laporan hasil pemeriksaan dari ta hun
ke tahun terus bertambah. Kalau pada tahan 1978/79 jumlah
laporan yang dikeluarkan adalah 4.620 buah, maka pada tahun
1981/82 laporan yang diterbitkan meningkat menjadi 9.508 buah.

Dari hasil pemeriksaan tampak kemajuan di dalam disiplin


para pelaksana proyek yang ternyata dari perkembangan jumlah
berita acara yang tidak benar dan realisasi fisik yang tidak
sesua dengan DIP. Gambarannya pada akhir Repelita I, Repeli -
ta I dan pada tahun ketiga Repelita III mengenai berita aca -
ra yang tidak benar itu masing-masing ialah 0,20%, 0,14% dan
0,09% dari nilai yang diperiksa. Jumlah kejadian realisasi
fisik yang tidak sesuai dengan DIP juga menunjukkan perkem -
bangan yang lebih baik meskipun jumlah proyek dari tahun ke

XXII/78
tahun makin meningkat, yaitu pada akhir Repelita I terdapat
0,17 per proyek, pada akhir Repelita II terdapat 0,04 kejadi -
an per proyek, sedangkan pada tahun ketiga Repelita III ter -
dapat 0,07 kejadian per proyek.

Mengenai perkembangan banyaknya pemeriksaan serentak


atas proyek-proyek dari tahun 1977/- 78 sampai dengan tahun
1981/akhir 1982 dapat dilihat pada Tabel XXII - 10, sedangkan
mengenai hasil-hasil pemeriksaan dalam tahun 1977/78 sampai
dengan tahun 1981/akhir 1982 dapat diketahui pada Tabel XXII
- 11.

Dapat ditambahkan bahwa yang diteliti dalam pemeriksaan


anggaran adalah pelaksanaan dan pengaturan organisasi, pelak -
sanaan prosedur, pembiayaan dan pelaksanaan pekerjaan. Sesuai
dengan kebutuhan akan informasi bagi Pemerintah mengenai pe -
laksanaan program-program pembangunan dan hasil-hasill yang
dicapai, sasaran penilaian di dalam pemeriksaan diperluas,
yaitu tidak terbatas pada segi keuangan saja akan tetapi juga
sampai ke bidang operasional untuk mengetahui apakah kegiat -
an-kegiatan pembangunan itu telah dilakukan secara efektif
dan efisien. Oleh karena itu sejak tahun 1979 telah dimulai
pemeriksaan operasional di samping pemeriksaan finansial.

Berdasarkan Keppres No. 70 tahun 1971 secara fungsional


DJPKN juga mempunyai tugas pengawasan atas semua badan hukum
publik dan privat yang kekayaannya terdiri dari sebagian ke -
kayaan Negara yang dipisahkan atau dibelanjai dengan subsidi
Pemerintah atas beban APBN. Di dalam pelaksanaannya pemerik -
saan atas Badan Usaha Milik Negara ini meliputi pemeriksaan
atas Persero, Perum, Perjan dan perusahaan-perusahaan Negaraa
yang didirikan dengan undang-undang teraendiri seperti Perta -
mina dan Bank-bank milik Pemerintah. Terhadap badan-badan
usaha milik Negara ini pada umumnya dilakukan pemeriksaan
terhadap neraca dan perkiraan rugi-laba yang diakhiri dengan
pernyataan akuntan yang dapat dipergunakan untuk menilai ke -
majuan dan ketertiban adminiatrasinya. Pernyataan wajar atas
laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara telah menunjukkan
keadaan administrasi perusahaan yang semakin bertambah baik.
Pada akhir Repelita I dari seluruh Badan Usaha Milik Negara
yang diperiksa terdapat 56,5% yang memperoleh pernyataan wa -
jar, sedang pada akhir Repelita II persentase tersebut me -
ningkat menjadi 64,5% dan pada tahun kedua Repelita III men -
jadi lebih baik lagi, yaitu 77,18%.

Penyusunan Perhitungan Anggaran yang merupakan pertang -


gungjawaban Pemerintah atas pelaksanaan APBN juga merupakan

XXII/79
TABEL XXII - 10

PELAKSANAAN PEMERIKSAAN SERENTAK OLEH DJPKN¹)


TERHADAP PROYEK-PROYEK REPELITA DAN BADAN USAHA NEGARA,
1977/78 - 1981/82
Uraian Satuan 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/822)

Pr oye k- pr oye k Rep el it a proyek 2.552 3.961 5.685 5.627 3.308

(Proyek-Proyek Non Inpres) proyek (1.687) (3.178) (4.024) (4.334) (1.371)

(P ro ye k- Pr oye k I np res ) proyek (835) (783) (1.661) (1.293) (1.937)

Badan Usaha Negara buah 1.230 256 233 370 234

Jumlah : 3.752 4.217 5.918 5.997 3.542

1) D ir ek to ra t J en de ra l
Pengawasan Keuangan Negara
2) Data pada bulan Desember 1982

XXII/80
TABEL XXII-11
HASIL-HASIL PEMERIKSAAN SERENTAK OLEH djpkn1) TERHADAP PROYEK-PROYEK REPELITA,
1977/78 – 1981/82
XXII/81
tugas DJPKN. Perhitungan Anggaran Negara itu setelah disusun
kemudian diajukan melalui BEPEKA kepada DPR untuk disetujui
dan ditetapkan sebagai Undang-undang. Perhitungan Anggaran
Negara yang telah berhasil disusun serta disahkan sebagai Un-
dang-undang sampai dewasa ini adalah mengenai tahun-tahun
1968/69 Sampai dengan tahun 1978/79 sedangkan Perhitungan
Anggaran Negara tahun 1979/80 akan disampaikan kepada DPR da-
lam tahun ini.

Dalam rangka makin meningkatkan hasil-hasil kegiatan pe -


ngawasan, maka kordinasi pengawasan baik di tingkat Pusat
maupun di tingkat Daerah terus ditingkatkan. Dalam hubungan
ini diusahakan tercapainya keseragaman dalam melaksanakan
rencana kerja masing-masing yang meliputi sasaran pemeriksa -
an, cara memeriksa, cara melaporkan, bentuk laporan dan kesa-
maan istilah yang dipergunakan. Untuk memperlancar pembinaan
pelaksanaan pengawasan maka berdasarkan tugas yang diberikan
oleh Presiden, tugas kordinasi dilakukan oleh Wakil Presiden
dengan dibantu oleh Menteri Negara PPLH. Koordinasi pengenda-
lian dan pengawasan pembangunan di Daerah Tingkat I diatur
dengan Keppres No.20 tahun 1981 yang melibatkan BAPPEDA, Ins-
pektorat Wilayah Propinsi, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Anggaran, Kantor Wilayah DJPKN dan Kantor Cabang Bank Indone-
sia. Kordinasi melalui Keppres No.20 tahun 1981 itu dimaksud-
kan untuk menciptakan mekanisme penyelesaian masalah di ting-
kat Daerah yang dapat menghambat pelaksanaan pembangunan.

XXII/82

Anda mungkin juga menyukai