Anda di halaman 1dari 91

PENERAPAN MASSASE ABDOMEN UNTUK MENGATASI

KONSTIPASI PADA PASIEN STROKE NON HAEMORAGIK


DI RSUD ADHYATMA SEMARANG

KARYA TULIS ILMIAH

DEWI MEIVITA NINGRUM

1705008

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN DAN KETEKNISIAN MEDIK
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN 2020
PENERAPAN MASSASE ABDOMEN UNTUK MENGATASI
KONSTIPASI PADA PASIEN STROKE NON HAEMORAGIK

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan Program Pendidikan DIII Keperawatan

DEWI MEIVITA NINGRUM

1705008

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN DAN KETEKNISIAN MEDIK
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN 2020
HALAMAN BEBAS PLAGIASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Dewi Meivita Ningrum
NIM : 1705008
Program Studi : DIII Keperawatan
Institusi : Universitas Widya Husada Semarang

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini
dengan judul “PENERAPAN MASSASE ABDOMEN UNTUK MENGATASI
KONSTIPASI PADA PASIEN STROKE NON HAEMORAGIK” adalah benar –
benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan pengambil alihan
tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran
saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Proposal Karya Tulis
Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.

Semarang, 19 Agustus 2020

Pembuat Pernyataan

Dewi Meivita Ningrum

Mengetahui :

Pembimbing

Ns Maulidta Karunianingtyas W, M.Kep


NIDN. 0614118601

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah oleh Dewi Meivita Ningrum (1705008) dengan judul

PENERAPAN MASSASE ABDOMEN UNTUK MENGATASI KONSTIPASI


PADA PASIEN STROKE NON HAEMORAGIK

telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan

Semarang, 19 Agustus 2020

Pembimbing

Ns Maulidta Karunianingtyas W, M.Kep


NIDN. 0614118601

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah oleh Dewi Meivita Ningrum dengan “Penerapan Massase
Abdomen Untuk Mengatasi Konstipasi Pada Pasien Stroke Non Haemoragik”
telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 3 Maret 2020.

Dewan Penguji

Penguji I Ns Wahyuningsih,M.Kep ( )
NIDN. 0620068202

Penguji II Ns Dyah Restuning Prihati,M.Kep ( )


NIDN.0628018203

Penguji III Ns Maulidta Karunianingtyas W, M.Kep ( )


NIDN.0614118601

Mengetahui,

Ketua Program Studi

DIII Keperawatan Universitas Widya Husada Semarang

Ns Emilia Puspitasari, M.Kep. SpKep.J


NIDN. 0602088401

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat
dan rahmat-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Penerapan Massase
Abdomen Untuk Mengatasi Konstipasi Pada Pasien Stroke Non Haemoragik”. Ini
dapat terselesaikan dengan baik. Penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Hargianti Dini Iswandari, drg,.MM selaku Rektor Universitas


Widya Husada Semarang.
2. Ibu Emilia Puspitasari S,Ns., M.Kep., S.KepJ selaku Kaprodi Universitas
Widya Husada Semarang.
3. Bapak Dr. Endro Suprayitno,Sp.KJ.M.Si., selaku Direktur Rumah Sakit
Adhyatma Semarang.
4. Ibu Ns. Maulidta Karunianingtyas W,Ns.,M.Kep. selaku pembimbing
yang telah membimbing dalam penulisan karya tulis ini

5. Ibu Wahyuningsih,Ns.,M.Kep., dan Ibu Ns. Dyah Restuning P .,M.Kep.,


selaku penguji yang telah membimbing dalam penulisan karya tulis ilmiah
ini.

6. Teman-teman yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam


menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis membutuhkan saran dan kritik untuk
perbaikan dalam penelitian selanjutnya.

Semarang, 19 Agustus 2020

Penulis

v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan
rahmat, pertolongan dan anugerah-Nya melalui orang-orang yang membimbing
dan mendukung dengan berbagai cara sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis ingin mempersembahkan yang telah penulis susun kepada:

1. Bapak Sukiyono dan Ibu Sunarti tercinta, yang selalu memberikan cinta,
kasih sayang dan doa restu yang tiada henti kepada anaknya, serta kakak saya
Andi Yuli Utomo sekeluarga yang telah memberikan semangat dan keceriaan
dalam menyelesaikan penulisan ini.
2. Seluruh teman-teman sengkatan, kakak tingkat dan adik tingkat yang selalu
bersedia u ntuk bertukar pikiran dan memberi motivasi tiada henti.
3. Orang yang penulis sayangi, Alviyan Nurvianto, Aprilia Indah, Ayati Sukma,
Ayu Syakila, Mitha Nurul Falah, Maike Iswayanti yang selalu memberi
semangat dan kasih sayang serta doa sampai saat ini.
4. RSUD Adhyatma Semarang, yang telah mengizinkan penulis mengambil
penelitian dan memberikan ilmu yang tak ternilai harganya pada saat penulis
melaksanakan praktek dirumah sakit.
5. Universitas Widya Husada Semarang tempat penulis menuntut ilmu.
6. Kepada pembaca yang budiman semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
memberikan wawasan yang dapat berguna kelak.

vi
PENERAPAN MASSASE ABDOMEN UNTUK MENGATASI
KONSTIPASI PADA PASIEN STROKE NON HAEMORAGIK DI
RSUD ADHYATMA SEMARANG
Dewi Meivita*Maulidta Karunianingtyas W**
*Mahasiswa DIII Keperawatan Widya Husada Semarang
**Staff Pengajar Prodi DIII Keperawatan Widya Husada Semarang
dewimeivitaningrum@gmail.com

ABSTRAK

Komplikasi pada sistem gastointesinal adalah kasus yang sering di temukan setelah
serangan stroke, komplikasi gastrointestinal seperti konstipasi didapatkan pada 7,9%
pasca stroke. Konstipasi diartikan sebagai akibat penurunan mobilitas kolon sehingga
memperpanjang waktu transit feses di kolon dan berakibat kandungan air harus tetap
diabsorpsi dari massa feses sehingga feses menjadi kering, keras dan sukar dikeluarkan
dalam proses defekasi. Salah satu tindakan untuk mengatasi konstipasi yaitu massase
abdomen. Tujuan dari studi kasus ini yaitu untuk mengetahui efektifitas massase
abdomen terhadap konstipasi pasien stroke non haemoragik. Metode yang digunakan
yaitu one grub pretest posttest. Jumlah sample dalam studi kasus ini sebanyak 2 orang
pasien stroke non haemoragik. Hasil menunjukkan bahwa pasien belum BAB selama 3
hari, dan setelah diberikan intervensi massase abdomen, responden belum dapat BAB
dengan lancar. Kesimpulan yang didapat dari kedua responden bahwa massase abdomen
belum mampu mengatasi konstipasi secara signifikan.

Kata kunci : Konstipasi, Massase Abdomen, Stroke.

vii
APPLICATION OF ABDOMENT MASSAGE TO OVERCOME
CONSTIPATION IN NON HAEMORAGIC PATIENTS IN
ADHYATMA HOSPITAL SEMARANG
Dewi Meivita * Maulidta Karunianingtyas W ** *
DIII student Nursing Widya Husada Semarang **
Teaching Staff of AKPER Nursing Study Program Widya Husada Semarang
dewimeivitaningrum@gmail.com

ABSTRACT

Complications in the gastointesinal system are cases that are often found after a
stroke, gastrointestinal complications such as constipation are found in 7.9% post stroke.
Constipation is interpreted as a result of a decrease in colonic mobility so as to extend
the time of faecal transit in the colon and as a result the water content must be absorbed
from the fecal mass so that the stool becomes dry, hard and difficult to remove in the
defecation process. One of the actions to overcome constipation is abdominal massase.
The purpose of this case study is to determine the effectiveness of the abdominal mass
against constipation of non-haemorrhagic stroke patients. The method used is one grub
pretest posttest. The number of samples in this case study were 2 non-haemorrhagic
stroke patients. The results showed that the patient had not defecated for 3 days, and
after being given an abdominal massase intervention, the respondent had not been able
to defecate smoothly. Conclusions obtained from the two respondents that the abdominal
massase has not been able to significantly overcome constipation.

Keywords: Constipation, Abdomen Massage, Stroke

DAFTAR ISI

viii
Halaman Sampul Depan.......................................................................................... i
Halaman Sampul Dalam.......................................................................................... i
Halaman Bebas Plagiasi........................................................................................... ii
Halaman Persetujuan ..............................................................................................
.................................................................................................................................
iii
Halaman Pengesahan Penguji..................................................................................
.................................................................................................................................
iv
Kata Pengantar ........................................................................................................ v
Halaman Persembahan ............................................................................................
.................................................................................................................................
vi
Abstrak.....................................................................................................................
.................................................................................................................................
vii
Abstract....................................................................................................................
viii
Daftar Isi..................................................................................................................
.................................................................................................................................
ix
Daftar Lampiran.......................................................................................................
.................................................................................................................................
xi
Daftar Gambar.........................................................................................................
xii
Daftar Tabel.............................................................................................................
.................................................................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 6
1.3 Tujuan................................................................................................................ 7
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 7

ix
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 7
1.4.1 Bagi Institusi ............................................................................................... 7
1.4.2 Bagi Perawat ............................................................................................... 7
1.4.3 Bagi Peneliti ................................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori ..................................................................................................... 8
2.2 Asuhan Keperawatan Stroke..............................................................................
..........................................................................................................................
20
2.3 Konstipasi..........................................................................................................
..........................................................................................................................
35
2.4 Massase Abdomen.............................................................................................
..........................................................................................................................
37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Studi Kasus ...................................................................................
..........................................................................................................................
42
3.2 Subjek Studi Kasus ..........................................................................................
..........................................................................................................................
42
3.3 Fokus Studi.......................................................................................................
..........................................................................................................................
43
3.4 Definisi Operasional ........................................................................................
..........................................................................................................................
43
3.5 Lokasi & Waktu Studi Kasus ..........................................................................
..........................................................................................................................
43
3.6 Metode Pengumpulan Data ..............................................................................
..........................................................................................................................
44

x
3.7 Analisis Data dan Penyajian Data ....................................................................
..........................................................................................................................
45
3.8 Etika Studi Kasus ............................................................................................
..........................................................................................................................
46
BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil...................................................................................................................
.......................................................................................................................47
4.2 Pembahasan Studi Kasus...................................................................................
.......................................................................................................................49
4.3 Keterbatasan ......................................................................................................
.......................................................................................................................58
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan........................................................................................................
.......................................................................................................................60
5.1.1 Resume...........................................................................................................
.............................................................................................................................60
5.1.2 Manfaat..........................................................................................................
.............................................................................................................................61
5.2 Saran..................................................................................................................
.......................................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan


Lampiran 2 Informed Consent
Lampiran 3 Penjelasan untuk Mengikuti Penelitian
Lampiran 4 Standar Operasional Prosedur Massase Abdomen
Lampiran 5 Bising Usus
Lampiran 6 Constipasion Scoring system
Lampiran 7 Jadwal BAB
Lampiran 8 Asuhan Keperawatan
Lampiran 9 Lembar Bukti Proses Bimbingan
Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 11 Persembahan

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Massase Abdomen...........................................................................40

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik feses, karakteristik defekasi dan bising usus...............51

xiv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan suatu penyakit atau gangguan fungsional otak
berupa kelumpuhan saraf atau deficit neurologic akibat terhambatnya
aliran darah ke otak. Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan
gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal atau global yang
berkembang cepat dalam detik atau menit. Gejala ini berlangsung lebih
dari 24 jam atau menyebabkan kematian, selain itu stroke juga akan
mengakibatkan dampak bagi kehidupan. Dampak stroke diantaranya,
penurunan daya ingat dan terjadi gangguan ingatan, penurunan kualitas
hidup penderita juga kehidupan keluarga dan orang-orang di sekelilingnya,
mengalami penurunan kualitas hidup yang lebih drastis dalam waktu
singkat, kecacatan fisik maupun mental pada usia produktif dan usia lanjut
serta kematian (Junaidi, 2011). Sedangkan menurut Tarwoto (2013) stroke
adalah suatu sindroma yang mempunyai karakterisktik suatu serangan
yang mendadak, nonkonvulsif yang disebabkan karena gangguan
peredaran darah otak non traumatik.
WHO (World Health Organization) tahun 2012, menyebutkan bahwa
penyebab kematian pasien stroke di dunia sebesar 51% disebabkan oleh
tekanan darah tinggi. Selain itu, tingginya kadar glukosa dalam tubuh juga
menyebabkan kematian pada penderita stroke yaitu sebesar 16%.
Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis dapat
meningkatkan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus
beberapa penyakit vaskuler. Setiap tahun, 700.000 orang di Amerika
mengalami stroke, dan mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Di
Amerika Serikat tercatat hampir setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan
setiap 4 detik terjadi kematian akibat stroke. Sedangkan di Indonesia
menurut Yayasan Stroke Indonesia, terdapat peningkatan jumlah
penyandang stroke dalam dasawarsa terakhir. Peningkatan resiko stroke

1
2

pada masyarakat kelompok ekonomi menengah kebawah antara lain dipicu


oleh pola hidup yang tidak sehat, seperti merokok, tidak teratur
mengkonsumsi obat antihepertensi, dan berbagai penyakit kronis lainnya.
Insiden stroke lebih tinggi pada laki-laki, meskipun demikian tingkat
kematian akibat penyakit stroke lebih banyak dijumpai pada wanita. Hal
ini umumnya dikarenakan tingkat resiko wanita lebih tinggi terserang
stroke pada usia yang lebih tua dibandingkan laki-laki. Sementara itu pada
kelompok ekonomi menengah ke atas meningkatnya resiko stroke
terutama disebabkan oleh kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kadar
lemak, kalori dan garam.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di
Indonesia meningkatan seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi
yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun ke atas (50.2%)
dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0.6%.
Prevalansi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (11.0%)
dibandingkan dengan perempuan (10.9%). Berdasarkan tempat tinggal,
prevalensi diperkotaan lebih tinggi (12.6%) dibandingkan daerah
perdesaan (8,8%). Prevalansi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill untuk yang
terdiagnosis memiliki gejala stroke. Provinsi Sulawesi Utara menjadi
prevalensi kasus stroke tertinggi sebesar (10,8%) dan terendah di Provinsi
Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar (7,7%). Prevalensi
laki-laki dan perempuan hampir sama (Kemenkes, 2013).
Dinkes Provinsi Jawa Tengah (2012), stroke di bedakan menjadi
stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Prevalensi stroke hemoragik
di Jawa Tengah tahun 2012 adalah 0,07 lebih tinggi dari tahun 2011
(0,03%). Pada tahun 2012 prevalensi tertinggi sebesar 1,84 adalah
Kabupaten Kudus. Sedangkan prevalensi stroke non hemoragik pada tahun
2012 sebesar 0,07 lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Prelavensi
tertinggi adalah Kota Salatiga sebesar 1,16%. Prevalensi stroke mencapai
8,3 per 1000 penduduk, 60,7% disebabkan oleh stroke non hemoragik.
3

Sebanyak 28,5 % penderita meninggal dunia dan sisanya mengalami


kelumpuhan total atau sebagian. Hanya 15 % yang dapat sembuh total dari
serangan stroke atau kecacatan (Nasution, 2013; Halim dkk., 2013). Dinas
Kesehatan Jawa Tengah menunjukkan bahwa pravalensi stroke non
hemoragik di Jawa Tengah tahun 2014 adalah 0,05% lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 0,03%.
Banyak faktor pencetus stroke non haemoragik seperti penyakit kronis
dan sering kali berhubungan dengan masalah penyakit vaskular seperti
penyakit jantung, hipertensi, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok, dan
stres. Sedangkan menurut Junaidi (2011) stroke di dibedakan menjadi
stroke iskemik dan stroke hemoragik, pada stoke iskemik aliran darah ke
otak terhenti karena aterosklerotk atau pembekuan darah yang telah
menyumbat suatu pembukuh darah melalui proses ateroskleosis. Hal ini
berbeda dengan stroke hemoragik dimana pembuluh darah pecah sehingga
aliran darah menjadi tidak normal dan darah yang keluar merembes masuk
ke suatu daerah otak dan merusaknya. Tartowo dkk (2007) stroke non
haemoragik terjadi akibat suplai darah ke jaringan otak berkurang, hal ini
disebabkan karena obstruksi total atau sebagian pembuluh darah otak.
Penyebab stroke ini adalah karena thrombosis, emboli dan hypoperfusi
gbobal. Trombosis merupakan penyebab yang paling sering, berkaitan
dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklorosis.
Sedangkan stroke haemoragik terjadi karena perdarahan subarachonoid,
mungkin disebabkan pecahnya pembuluh darah otak tertentu.
Faktor prognosis yang penting dalam morbiditas dan mortalitas pasien
stroke adalah komplikasi yang terjadi pascastroke. Terlalu lama di rawat
dirumah sakit akan menyebabkan pasien stroke mengalami kelemahan
anggota gerak, baik sebagian maupun seluruhnya yang menyebabkan
pasien imobilisasi. Imobilisasi yang berkepanjangan dapat menyebabkan
komplikasi, salah satunya adalah konstipasi. Konstipasi dapat
menyebabkan tekanan pada abdomen yang memicu pasien mengejan saat
berdefekasi. Pada pasien stroke saat mengejan yang kuat terjadi respons
4

maneuver valsava yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.


Peningkatan tekanan intrakranial pada pasien stroke dapat mengakibatkan
prognosis yang buruk. Doshi (2003) dalam Gofir (2009) di Singapura
tingkat komplikasi stroke secara keseluruhan mencapai 54,3%, komplikasi
stroke pada sistem gastrointestinal adalah ulkus, perdarahan lambung,
konstipasi, dehidrasi dan malnutrisi. Namun menurut Navarro, et al (2008)
dalam Gofir (2009) dari 495 pasien yang mengalami komplikasi konstipasi
sebesar 7,9%.
Konstipasi merupakan keadaan dimana individu yang mengalami atau
berisiko tinggi mengalami stasis usus besar sehingga menimbulkan
eliminasi yang jarak atau keras, atau keluarnya tinjau terlalu kering dan
keras, ditandai dengan menurunya bising usus, defekasi kurang dari tiga
kali seminggu, adanya keluhan pada rektum dan rasa nyeri pada saat
mengejan( Alimul & Musrifatul, 2015). Sedangkan menurut Muttaqin Arif
& Sari K (2011) konstipasi terjadi akibat penurunan mobilitas kolon
sehingga memperpanjang waktu transit feses di kolon dan berakibat
kandungan air tetap terus diarbsorpsi dari massa feses sehingga feses
menjadi kering, keras dan sukar dikeluarkan dalam proses defekasi.
Penyebab utama terjadinya konstipasi adalah kurangnya aktivitas fisik,
konsumsi makanan berserat dan asuran cairan. Perubahan aktivitas fisik
dapat mengakibatkan instruksi pembatasan gerak yang juga menyebabkan
penurunan peristaltik usus dan dapat mengakibatkan konstipasi. Konstipasi
juga bisa disebabkan karena kebiasaan BAB yang tidak teratur,diet tidak
adekuat, meningkatnya stress psikologik, kurang aktivitas, obat-obatan,
usia, peristaltik menurun dan otot-otot perut menurun sehingga
menimbulkan konstipasi (Saryono, 2010).
Konstipasi pada pasien stroke diupayakan tidak terjadi karena dapat
merangsang pasien untuk mengedan sehingga dapat meningkatkan tekanan
intrakranial. Penanganan konstipasi fungsional dilakukan dengan terapi
farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi farmakologi dengan obat laksatif
sedangkan terapi non-farmakologi dengan diet dan perubahan perilaku.
5

Oleh karena itu penggunaan laksative diberikan untuk mencengah


konstipasi. Penggunaan konstipasi sendiri jika digunakan dalam jangka
panjang dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya yaitu konstipasi
dalam waktu kedepan. Meskipun responden menggunakan laksative, tetapi
beberapa pasien tetap tidak dapat BAB, sehingga massase abdomen tetap
dapat diberikan untuk mengatasi konstipasi.

Penanganan konstipasi ada beberapa intervensi yang dapat dilakukan


seperti, intake cairan dan serat. Intervensi massase abdomen saat ini dari
segi pembiayaan merupakan intervensi yang murah dan mudah dilakukan
karena tidak membutuhkan biaya dan sederhana serta massase abdomen
terbukti efektif untuk mengatasi konstipasi dalam jangka panjang (Lamas,
2010). Selain itu penelitian lain mengatakan hal serupa bahwa massase
abdomen dapat diterima karena dapat dilakukan oleh keluarga ataupun
pasien sendiri, tidak membutuhkan perawatan yang lama, tidak mahal, dan
dari segi keamanan sangat aman karena bukan tindakan invasive, serta
tidak ada efek samping yang berbahaya (Sinclair, 2011).
Massase abdomen membantu merangsang peristaltik usus dan
memperkuat otot-otot abdomen dan sistem pencernaan sehingga dapat
berlangsung dengan lancar. Berdasarkan beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa massase abdomen adalah salah satu jenis terapi
komplementer yang mampu mencegah dan mengurangi gangguan pada
sistem gastrointestinal (Kahraman & Ozdemir, 2015).
Massase abdomen telah dibuktikan efektif mengatasi konstipasi
terhadap beberapa penelitian. Menurut Liu, et al (2005), massase
abdomen dapat meningkatkan tekanan intra-abdomen. Pada kasus-kasus
neurologi massase abdomen dapat memberikan stimulus terhadap rektal
dengan reflek somatoautonomik dan adanya sensasi untuk defekasi.
Mekanisme kerja massase abdomen adalah menurunkan kontraksi dan
tegangan pada otot abdomen, meningkatkan motilitas pada sistem
pencernaan, meningkatkan sekresi pada sistem intestinal serta memberikan
6

efek pada relaksasi sfingter sehingga mekanisme kerja tersebut akan


mempermudah dan memperlancar pengeluaran feses (Sinclair, 2010).
Sinclair (2011), dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa massase
abdomen efektif untuk mengatasi konstipasi, karena massase abdomen
dapat menstimulasi peristaltik sehingga feses di kolon tidak terlalu lama,
dapat meningkatkan frekuensi BAB dan meningkatkan rasa nyaman pada
pasien. Hal serupa diungkapkan oleh penelitian lain yang menyatakan
bahwa pada kasus gangguan neurologis, massase abdomen dapat
memproduksi gelombang rektum yang dapat menstimulus reflek somato
autonomik sehingga merespon untuk buang air besar (Liu et al, 2005).
Hasil pengumpulan data, didapatkan bahwa setelah dilakukan tindakan
massase abdomen semua pasien dapat BAB. Hal ini menyimpulkan bahwa
massase abdomen efektif untuk mengatasi konstipasi. Hasil ini sejalan
dengan penelitian yang menyatakan bahwa massase abdomen dapat
menurunkan gejala memberatnya gastrointestinal seperti konstipasisecara
signifikan (Lamas, 2011).
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, peneliti ingin
mengetahui pengaruh massase abdomen dalam mengatasi konstipasi
terhadap pasien stroke non haemoragik di Rumah Sakit. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan massase abdomen
terhadap pasien stroke non haemoragik yang mengalami konstipasi.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah pengaruh penerapan massase abdomen terhadap
konstipasi pada pasien yang mengalami stroke non haemoragik?

1.3 Tujuan studi kasus


1.3.1 Tujuan Umum
7

Menyusun resume asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa


keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi) dalam
pemberian massase abdomen terhadap konstipasi pada pasien yang
mengalami stroke non haemoragik.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengidentifikasi penerapan pemberian massase abdomen
terhadap konstipasi pada pasien yang mengalami stroke non
haemoragik.
1.4 Manfaat studi kasus
Diharapkan bermanfaat bagi :
1.4.1 Institusi
Menambah keluasan bagi teknologi terapan bidang
keperawatan dalam meningkatkan kemandirian pasien dalam
pemberian masasse abdomen.
1.4.2 Perawat
Menambah pengetahuan perawat dibidang keperawatan dalam
penerapan pemberian massase abdomen terhadap konstipasi pada
pasien stroke.
1.4.3 Peneliti
Memperoleh pengalaman dan pembelajaran dalam
mengimplementasikan prosedur massase abdomen pada pasien
stroke.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Teori Stroke


2.1.1. Definisi Stroke
Stroke non haemoragik merupakan suatu penyakit yang biasanya
diawali dengan terjadinya serangkaian perubahan dalam otak yang
terserang apabila tidak ditangani dengan segera akan berakhir dengan
kematian bagian otak tersebut. Stroke iskemik terjadi karena suplai darah
ke otak terhambat atau terhenti [ CITATION Jun11 \l 1033 ]. Stroke non
haemoragik terjadi akibat suplai darah ke jaringan otak berkurang, hal ini
disebabkan karena obstruksi total atau sebagian pembuluh darah otak.
Penyebab stroke ini adalah karena thrombosis, emboli dan hypoperfusi
gbobal. Sedangkan stroke haemoragik terjadi karena perdarahan
subarachonoid, mungkin disebabkan pecahnya pembuluh darah otak
tertentu (Tartowo, 2013).
Jadi dapat disimpulkan bahwa stroke non haemoragik disebabkan
oleh penyumbatan pembuluh darah otak. Otak dapat berfungsi dengan
baik jika aliran darah menuju otak lancar dan tidak mengalami hambatan.

2.1.2 Etiologi
Stroke non haemoragik disebabkan oleh penyumbatan pembuluh
darah otak. Otak dapat berfungsi dengan baik jika aliran darah yang
menuju ke otak lancar dan tidak mengalami hambatan. Namun jika
terdapat penyumbatan atau terhalang oleh suatu bekuan darah atau
terjadi trombosis persediaan oksigen dan nutrisi yang dibawa sel-sel
tidak dapat mensuplai otak maka akan terjadi stroke iskemik yang dapat
berakibat kematian jaringan otak yang disuplai. Terhalangnya aliran
darah yang menuju otak disebabkan oleh suatu thrombosis atau emboli.
Keduanya merupakan jenis bekuan darah dan pengerasan arteri yang
disebut plak aterosklerotik melalui proses aterosklerosis yang
merupakan penumpukan dari lemak darah, kolestrol, kalsium pada

8
9

dinding pembuluh darah arteri dan disebut juga dengan ateroma (Junaidi,
2011).
2.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan keadaan perjalanan penyakit klasifikasi stroke non
haemoragik (Junaidi,2011) :
a. Transient Iskemik Attack
Merupakan ganggguan neurologi folak yang timbul secara tiba-
tiba dan menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
Gejala yang muncul akan hilang secara spontan dalam waktu kurang
dari 24 jam. TIA Merupakan tanda-tanda awal terjadinya stroke
komplit.
b. Stroke progresif
Merupakan stroke yang gejala klinisnya secara bertahap
berkembang dari yang ringan sampai semakin berat.
c. Stroke Lengkap
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen,
maksimal sejak awal serangan dan sedikit melihatkan perbaikan.
2.1.4 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang
terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral.
Pada stroke akut gejala klinis menurut Junaidi, (2011) meliputi :
a. Kelumpuhan
Kelumpuhan pada area wajah atau anggota badan sebelah
hemiparesis atau hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak
atau tiba-tiba. Kelumpuhan akibat adanya kerusakan pada area
motorik du korteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral
artinya jika terjadi kerusakan hemisfer kanan maka kelumpuhan otot
pada sebelah kiri. Pasien juga akan mengalami kehilangan kontrol
otot volunter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat melakukan
ekstensi maupun fleksi.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
10

Gangguan ini terjadi karena kerusakan sistem saraf otonom dan


gangguan saraf sensorik.
c. Penurunan kesadaran
Konfusi yaitu gangguan kognitif dengan nagitasi meningkat,
kesalahan persepsi, gangguan orientasi waktu, tempat dan
gangguan tidur. Delirium atau kebinggungan, letargi, stupor dan
koma terjadi akibat peradarahan, kerusakan otak kemudian
menekan batang otak atau terjadinya gangguan metabolik otak
akibat hipoksia.
d. Afasia (kesulitan dalam bicara)
Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk
dalam membaca, menulis, dan memahami bahasa. Afasia terjadi
jika terdapat kesurakan pada area pusat bicara primer yang berada
pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi pada stroke dengan
gangguan arteri middle serebral kiri. Afasia dibagi menjadi 3 yaitu
afasia motorik sensorik dan afasia lobal. Afasia motorik terjadi
pada area broca, yang terletak pada lobus frontal otak.
Pada afasia jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara
tetapi tidak dapat mengungkapan dan kesulitan dalam
mengungkapkan bicara. Afasia sensorik terjadi karena kerusakan
pada area wernicke, yang terletak pada lobus termporal. Pada
afasia sensorik pasien tidak mampu menerima stimulasi
pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan perasaanya.
Sehingga respon pembicaraan pasien tidak koheren. Pada afasia
global pasien dapat memberikan respon dengan baik pembicaraan
maupun mengungkapkan pembicaraan.
e. Disartria
Merupakan kesulitan berbicara terutama dalam artikulasi
sehingga ucapannya menjadi tidak jelas karena terjadi kelemahan
pada otot yang digunakan untuk berbicara. Namun pasien dapat
memahami pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun
membaca. Disartia terjadi akibat kerusakan nervus kranial sehngga
11

tetadi kelemahan otot dari bibir, lidah, dan laring. Pasien juga
dapat mengalami kesulitan menelan maupun mengunyah.
f. Gangguan penglihatan, diplopia
Pasien dapat melihat bayangan dari satu objek atau juga
pandangan menjadi ganda, gangguan lapang pandang pada salah
satu sisi.Hal ini terjadi karena keruskan pada lobus temporal atau
pariental yang dapat menghambat saraf optikus pada korteks
oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan karena
kerusakan pada saraf kranial III, IV, dan IV.
g. Disfagsia
Disfagsia atau kesulitan menelan terjadi akibat kerusakan
nervus kranial IX. Selama menelan lobus didorong oleh lidah dan
glottis menurup kemudian makanan masuk ke esophagus.
h. Inkontenesia
Inkontinesia baik bowel maupun bladder sering terjadi, hal ini
terjadi karena terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan
bowel.
i. Mual, muntah dan nyeri kepala terjadi bila terdapat peningkatan
tekanan intrakranial, edema serebri.
2.1.5 Patofisologi Stroke
a. Patofisiologi stroke menurut Batticaca (2009) :

Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada


otak akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang
berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang
terjadi dalam waktu yang kurang dari 10-15 menit dapat
menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen.
Sedangkan non haemoragik yang terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infrak pada
otak.
Setiap defisit fokal permanen bergantung pada daerah otak mana
yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan
pembuluh darah yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering
12

mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan arteri kirotis


interna. Defisit fokal permanen dapat tidak diketahui jika klien
pertama kali mengalam iskemik otak total yang dapat teratasi. Jika
aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena thrombus atau
emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan
otak. Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan
gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan
kekurangan oksigen dalam waktu lama dapat menyebabkan nekrosis
mikroskopik neuron-neuron dan area yang mengalami nekrosis
disebut infrak.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan
pada metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak
mampu menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme
tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri-arteri
yang menuju otak. Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke
dalamruang subarakhnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan degenerative
pembuluh darah yang menyebabkan rupturnya arteri serebral
sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan
perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena thrombus oleh fibrin trombosit
dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai
direabsorbsi. Ruptur ulangan merupakan resiko yang dapat terjadi
sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama.
Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah ke
bagian tertentu, menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan
otak. Hal tersebut dapat menimbulkan gegar otak dan kehilangan
kesadaraan, peningkatan tekanan cairan serebrospinal (CSS) dan
menyebabkan gesekan otak atau otak terbelah sepanjang serabut.
Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan
otak.
13

Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat


meningkatkan tekanan intracranial yang membahayakan.
Peningkatan intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan
herniasiunkus atau serrebellum. Disamping itu, terjadi brakikardia,
hipertensi sistemik, dan gangguan pernapasan.
Darah dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen, dan otak.
Darah dan vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang
berakibat menurunnya perfusi serebral. Spasme serebri atau
vasospasme biasanya terjadi pada hari ke 4 sampai hari ke 10 setelah
terjadinya perdarahan dan menyebabkan konstriksi arteri otak.
Vasospasme merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya
penurunan fokal neurologis, iskemik otak, dan infrak.
b. Patofisiologi stroke Tarwoto 2013 :
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensitive oksigen dan
glukosa karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan
oksigen dan glukosa seperti halnya pada otot. Meskipun berat otak
sekitar 2% dari seluruh berat badan, namun menggunakan sekitar
25% suplai oksigen dan 70% glukosa. Jika aliran darah ke otak
terhambat maka akan terjadi iskemia dan terjadi gangguan
metabolism otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi serebral.
Area otak disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra.
Jika aliran darah ke otak terganggu lebih dari 30 detik pasien dapat
menjadi tidak sadar dan dapat terjadi kerusakan jaringan otak yang
permanen jika aliran darah otak terganggu lebih dari 4 menit. Untuk
mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan melakukan
dua mekanisme yaitu mekanisme anastomosis dan mekanisme
autoregulasi. Mekanisme anastomosis berhubungan dengan suplai
darah ke otak untuk pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa.
Sedangkan mekanisme autoregulasi adalah bagaimana otak
melakukan mekanisme dalam menjaga keseimbangan.
1) Otak diperdarahi melalui dua arteri karotis dan 2 arterivertebralis.
Arteri karotister bagi menjadi karotisonterna dan karotiseksterna.
14

Karotis interna memeperdarahi secara langsung ke dalam otak


dan bercabang kira-kira setinggi kiasmaoptikum menjadi arteri-
arteri serebri anterior dan media. Karotis media memperadarahi
wajah, lidah, dan faring meningens. Arteri vetrebralis berasal dari
arteri sublavia. Arteri vetrebralis mencapai dasar tengkorak
melalui jalan tembus dari tulang yang dibentuk oleh prosesus
transverse dari vertebra servikal mulai dari C6 sampai dengan
C1. Masuk ke ruang kranial melalui foramen magnum, dimana
arteri-arteri vertebra bergabung menjadi arteri basilar. Arteri
basilar bercabang menjadi dua arteri serebral posterior yang
memenuhi kebutuhan darah permukaan medial dan inferior arteri
baik bagian lateral lobus temporal dan oksipital.
Meskipun arteri karotis interna dan vertebra basilaris
merupakan 2 sistem areteri terpisah yang mengalirkan darah ke
otak, tetapi keduannya disatukan oleh pembuluh dan
anasstomosis yang membentuk sirkulasi wilisi. Arteri serebri
posterior dihubungkan dengan arteri serebri media dan arteri
serebri anterior dihubungkan oleh arteri komunikan arterior
sehingga membentuk lingkaran yang lengkap. Normalnya aliran
darah dalam arteri konumikan hanyalah sedikit. Arteri ini
merupakan penyelamat bila mana terjadi perubahan tekanan
darah arteri yang dramatis.
2) Mekanisme autoregulasi
Oksigen dan glukosa merupakan dua elemen yang penting
untuk metabolisme serebral yang dipenuhi aliaran darah secara
terus menerus. Aliran darah serebral dipertahankan dengan
kecepatan konstan 750 ml/menit. Kecepatan secara konstan ini
dipertahankan oleh suatu mechanism homeostatis sistemik dan
lokal dalam rangka mempertahankan kebutuhan nutrisi dan darah
secara adekuat. Terjadinya serangan stroke sangat erat
hubungannya dengan perubahan aliran darah otak, baik karena
sumbatan pembuluh darah otak maupun perdarahan pada otak
15

menimbulkan ketidakadekuatanya suplai oksigen dan glukosa.


Berkurangnya oksigen atau meningkatnya karbondioksida
merangsang pembuluh darah untuk berdilatasi sebagai
kompensasi tubuh untuk meningkatkan aliran darah lebih
banyak. Sebaliknya keadaaan vasodilatasi memberi efek pada
peningkatan tekanan intrakranial. Kekurangan oksigen dalam
otak akan menimbulkan iskemia. Keadaaan iskemia yang relative
pendekatan cepat dan dapat pulih kembali disebut transient
ischemic attacks (TIAs). Selama periode anoxia metabolisme
otak cepat terganggu. Sel otak akan mati dan terjadi perubahan
permanen antara 3-10 menit anoksia.
2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi stroke
Seseorang menderita stroke karena memiliki perilaku yang dapat
meningkatkan faktor risiko stroke. Gaya hidup yang tidak sehat seperti
mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi kolesterol, kurang
aktivitas fisik, dan kurang olahraga, meningkatkan risiko terkena penyakit
stroke. Faktor resiko adalah suatu faktor atau kondisi tertentu yang
membuat seseorang rentan terhadap serangan stroke. Menurut Junaidi
(2011) faktor resiko umumnya dibagi menjadi 2 kelompok besar antara
lain :
a. Faktor resiko internal
1) Umur
Stroke dapat terjadi pada semua orang dan pada semua usia,
termasuk anak-anak. Kejadian penderita stroke iskemik biasanya
berusia lanjut (60 tahun keatas) dan resiko stroke meningkat
seiring bertambahnya usia dikarenakan mengalaminya
degeneratif organ-organ dalam tubuh
2) Ras/ suku bangsa
Stroke lebih sering ditemukan pada orang berwatak keras dan
buru-buru.Seperti orang Sumatra, Sulawesi, dan Madura lebih
rentan terkena stroke.
16

3) Jenis kelamin
Prevalansi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak
laki-laki (11.0%) dibandingkan dengan perempuan (10.9%).
Tingkat penderita stroke lebih tinggi pada laki-laki, meskipun
demikian tingkat kematian akibat penyakit stroke lebih banyak
dijumpai pada wanita. Hal ini disebabkan umumnya wanita
terserang stroke pada usia yang lebih tua dibandingkan laki-laki.
4) Riwayat keluarga
Orang tua maupun saudara yang pernah mengalami stroke
pada usia muda maka yang bersangkutan berisiko tinggi terkena
stroke.
b. Faktor Eksternal
Beberapa faktor eksternal yang dapat mempengaruhi stroke
menurut Junaidi (2011) antara lain :
1) Hipertensi
Hipertensi menyebabkan aterosklerosis pembuluh darah
serebral sehingga lama-kelamaan akan pecah dam menimbulkan
perdarahan. Stroke ini terjadi pada stroke haemoragik.
2) Diabetes Melitus
Penyakit DM terjadi gangguan atau kerusakan vaskuler baik
pada pembuluh darah besar maupun kecil karena hiperglikemia
sehingga aliran darah menjadi lambat, termasuk juga hambatan
darah ke otak.
3) Transiet ischemic attack (TIA)
TIA atau disebut juga ministroke,merupakan gangguan
aliran darah otak sesaat yang bersifat reversible. Pasien TIA
merupakan tanda-tanda awal terjadinya stroke dan dapat
berkembang menjadi stroke komplit sekitar 10-50%.
4) Hiperkolesterol dan lemak
Kolesterol dalam tubuh menyebabkan aterosklerosis pada
pembuluh darah otak dan terbentukya lemak sehingga aliran
darah lambat. Penelitian menunjukkan angka stroke meningkat
17

pada pasien dengan kadar kolesterol diatas 240 mg% setiap


kenaikan 38,7 mg % akan menaikkan angka stroke 25%.
Sedangkan kenaikan HDL 38,7 mg% menurunkan terjadinya
stroke setinggi 47%.
5) Obesitas dan kurang latihan
Obesitas atau kegemukan dapat meningkatkan kejadian
stroke terutama bila disertai dengan dislipidema dan atau
hipertensi, melalui proses aterosklerosis. Obesitas juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke melalui efek snoring atau
mendengkur dan sleep apnea, karena terhentinya suplai oksigen
secara mendadak di otak. Kegemukan juga membuat seseorang
cenderung mempunyai tekanan darah tinggi, meningkatkan
resiko terjadinya penyakit kencing manis, juga meningkatkan
produk sampingan metabolisme yang berlebihan yaitu oksidan
radikal bebas. Hal tersebut karena umumnya porsi makan orang
gemuk akan lebih banyak.
6) Perokok
Merokok diketahui dapat memicu produksi fibrinogen (faktor
penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang
timbulnya aterosklerosis. Arteri sklerosis dapat menyebabkan
pembuluh darah menyempit dan aliran darah yang lambat
karena terjadi viskositas (kekentalan). Sehingga dapat
menimbulkan tekanan pembuluh darah atau pembekuaan darah
pada bagian dimana aliran melambat dan menyempit.
7) Alkohol
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan
aliran darah ke otak dan kardiakaritmia.
8) Obat-obatan, kontrasepsi oral dan terapi esterogen
Estrogen menyebabkan peningkatan pembekuaan darah
sehingga beresiko terjadinya stroke.
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi pada stroke terdapat 2 fase menurut Tarwoto (2013):
18

a. Fase Akut
1) Hipoksia serebral dan menurunya aliran darah otak
Akibat terhabatnya aliran darah ke otak maka terjadi
gangguan perfusi jaringan. Tidak adekuatnya aliran darah dan
oksigen menyebabkan hipoksia pada jaringan.
2) Edema serebri
Merupakan respon fisiologis terhadap adanya trauma
jaringan. Edema terjadi jika pada area yang mengalami hipoksia
atau iskmeik maka tubuh akan meningkatkan aliran darah pada
lokasi tersebut dengan cara vasodilatasi pembuluh darah dan
meningkatkan tekanan sehingga cairan interstesial akan
berpindah ke ekstraseluler sehingga terjadi edama jaringann otak.
3) Peningkatan tekanan intrakranial
Bertambahnya masa pada otak seperti adanya perdarahan
meningkakan tekanan intrakranial yang ditandai adanya defisit
neurologi, seperti gangguan motorik, sensorik nyeri kepala dan
gangguan kesadaran.
4) Aspirasi
Pada pasien stroke terjadi gangguan kesadaran sangat rentan
karena tidak adanya reflek batuk dan menelan.
b. Komplikasi pada saat masa pemulihan
1) Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan
biasanya terjadi akibat imobilisasi seperti peunomia, dekubitus,
kontraktur, thrombosis vena dalam, atropi, inkontinesia urin dan
bowel.
2) Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan aktivitas listrik
otak.
3) Nyeri kepala kronis
4) Malnutrisi karena intake yang tidak adekuat.
2.1.8 Penatalaksanaan
Demam dapat menyebabkan deserbasi cidera otak iskemik dan harus
segara di obati dengan antipiretik. Pemberian nutrisi pasien stroke
19

memiliki resiko tinggi untuk aspirasi, bila pasien sadar penuh berikan
satu sendok teh air putih untuk menelan, kemudian perhatikan apakah
pasien bersedia atau tidak. Untuk perawatan paru, fisioterapi dada setiap
4 jam harus dilakukan untuk mencegah atelektasis pada pasien dengan
gangguan mobilisasi. Tirah baring total pada fase akut, mengatur nutrisi
dan cairan melalui infuse dan melancarkan jalan napas dengan
pemberian oksigen [ CITATION Rat11 \l 1033 ].
Penanganan stroke berupa terapi suportif untuk mengurangi dan
mencegah kerusakan serebral lebih lanjut menurut Batticaca (2009)
antara lain :
a. Penatalaksaan tekanan intrakranial melalui pemantauan, hiperventilasi
(untuk menurunkan tekanan parsial karbon dioksida arterial PaCO2),
pemberian diuretik osmotik, ( manitol untuk mengurangi edema
serebri), dan kortikosteroid.
b. Pemberian preparat pelunak feses agar pasien tidak mengejan pada
saat defekasi yang mengakibatkan tekanan intrakranial.
c. Pemberian antikonvulsan untuk mengatasi atau mencegah kejang
d. Pembedahan pada infrak serebelum yang luas untuk mengangkat
jaringan infark dan mengurangi tekanan pada jaringan otak yang
masih hidup.
e. Perbaikan aneurisma untuk mencegah perdarahan selanjutnya.
f. Angiopati transluminal perkutaneus atau pemasangan stent untuk
membuka pembuluh darah yang tersumbat.
Pada stroke non haemoragik :
a. Terapi trombolitik dalam tiga jam pertama sesudah awitan gejala.
Tujuannya membantu melarutkan bekuan, mengingkatkan oklusi dan
memulihkan aliran darah sehingga kerusakan otak dapat dikurangi.
b. Terapi antikoagulan (heparin, warfain) untuk mempertahankan
kepatenan pembuluh darah dan mencegah pembentukan bekuan lebih
lanjut pada kasus-kasus stenosis karotis derajat tertinggi atau pada
penyakit kardiovaskuler yang baru terdiagnosis.

Pada TIA :
20

a. Pemberian preparat antiplatelet ( aspirin, tiklodopin, aggrenox) untuk


mengurangi agregasi trombosit dan pembentukan bekuan selanjutnya.
b. Endarterektomi karotis untuk membuka arteri karosis yang
mengalami okulasi parsial
c. Pemberian analgetik

2.2 Asuhan keperawatan


2.2.1 Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk, nomor
register, diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan adalah gangguan motorik
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang,
gangguan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pada serangan awal tidak disadari oleh pasien dan
ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah pada semua
anggota gerak. Pada serangan stroke heamoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes miletus, penyakit jatung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-
obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat keluarga yang hipertensi dan diabetes mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
21

keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat


mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga
(Harsono 2003, dalam Tarwoto 2013).
2.2.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien stroke menurut Tarwoto (2013)
antara lain :
a. Paralisis atau paresis motorik
Hemiplagia atau hemiparesis, kelemahan otot wajah dan tangan.
b. Gangguan sensorik yaitu kehilangan sensasi pada wajah, lengan
dan ekstremitas bawah.
c. Disphagia yaitu kesulitan mengunyah, menelan, paralisis lidah
dan laring.
d. Gangguan visual, yaitu ganggguan dengan pandangan menjadi
ganda, dan lapang pandang menyempit.
e. Kesulitan komunikasi
Adanya aphsia sensorik merupakan kerusakan pada area
wernick sedangkan apshia motorik atau ekspresive merupakan
kerusakan pada broca, apshia global, kesulitan menulis, juga
kesulitan membaca.
f. Disatria
Merupakan kesulitan mengucapkan artikulasi atau bicara pelo
maupun cadel, juga mengalami kelemahan otot wajah, lidah,
langit-langit atas, pharing dan bibir.
g. Kemampuan emosi seperti perasaan, ekspresi wajah, dan
penerimaan terhadap kondisinya.
h. Tingkat kesadaran pasien juga fungsi bladder dan fungsi bowel
2.2.3 Test diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan menurut
Wiwit S (2012) adalah :
a. Hasil rontgen kepala dan medulla spinalis
b. EKG (Electrocardiogram)
22

Memberikan gambaran irama denyut jantung yang bisa


memicu serangan stroke, juga bisa digunakan sebagai alat
evaluasi stroke.
c. Lumbal pungsi
Dapat dilakukan jika tidak terdapat tanda-tanda kenaikan
tekanan intrakranial, mengungkapkan cairan serebrospinal yang
berdarah jika serangan berupa stroke haemoragik.
d. Computerized Tomografi Scaning ( CT Scan)
Ditemukan dengan segera stroke iskemik dalam 72 jam
pertama sejak awitan serangan dan bukti terjadinya stroke
haemoragik (jika luas lesi melebihi 1 cm).
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Membantu menemukan daerah-daerah iskemia atau infark
dan pembengkakan otak.
f. Oftalmoskopi dapat mengidentifikasi tanda-tanda hipertensi dan
perubahan aterosklerotik dalam retina.
g. Pemeriksaan laboratorium darah
1) Pemeriksaan darah lengkap
2) Tes darah koagulasi
3) Tes kimia darah
4) Tes lipid darah
5) Tes darah dalam situasi tertentu
2.2.4 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada pasien stroke (Herdman, 2015) :
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah, oklusi, perdarahan, vasospasme serebral,
edema serebral, dan peningkatan tekanan intrakranial.
Batasan Karakteristik :
1) Agens farmasutikal
2) Aterosklerosis aortik
3) Baru saja infark miokardum
4) Diseksi arteri
23

5) Embolisme
6) Hiperkolestrolemia
7) Hipertensi
8) Kardiomiopati dilatasi
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan, parestesia, paralisis.
Batasan karakteristik :
1) Dispnea setelah beraktivitas
2) Gangguan sikap berjalan
3) Gerakan lambat
4) Gerakan spastik
5) Gerakan tidak terkoordinasi
6) Instabilitas postur
7) Kesulitan membolak-balik posisi
8) Keterbatasan rentang gerak
9) Ketidaknyaman
10) Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik
halus maupun kasar
11) Penurunan waktu reaksi
12) Tremor akibat bergerak
c. Gangguan komunikasi verbal/non verbal berhubungan dengan
gangguan sirkulasi, gangguan neuromuskuler, kelemahan umum,
kerusakan pada area wernick, kerusakan pada area broca.
Batasan karakteristik :
1) Defisit penglihatan total
2) Defisit visual parsial
3) Disorientasi orang
4) Disorientasi ruang dan waktu
5) Dispnea
6) Gagap
7) Kesulitan dalam kehadiran tertentu
8) Kesulitan memahami komunikasi
24

9) Kesulitan mempertahankan komunikasi


10) Kesulitan mengekpresikan pikiran secara verbal
11) Kesulitan menggunakan ekpresi tubuh
12) Kesulitan menyusun kalimat
13) Kesulitan menyusun kata-kata
14) Ketidakmampuan bicara dalam pemberi asuhan
15) Pelo
16) Sulit bicara
17) Tidak ada kontak mata
d. Gangguan persepsi berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori, transmisi, integrasi dan stress psikologik.
Batasan karakteristik :
1) Ketidakmampuan melakukan keterampilan yang telah
dipelajari
2) Ketidakmampuan mempelajari informasi baru
3) Ketidakmampuan mengingat informasi faktual
4) Ketidakmampuan mengingat perilaku tertentu yang pernah
dilakukan
e. Gangguan perawatan diri, ADL berhubungan dengan defisit
neuromuskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan,
kehilangan kontrol, gangguan kognitif.
Batasan karakteristik :
1) Ansietas
2) Gangguan fungsi kognitif
3) Gangguan muskuloskeletal
4) Gangguan neuromuskuler
5) Gangguan persepsi
6) Kelemahan
7) Ketidakmampuan merasakan bagian tubuh
8) Nyeri
25

f. Gangguan eliminasi urine: Inkontinensia fungsional berhubungan


dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif, kerusakan
komunikasi.
Batasan karakteristik :
1) Berkemih sebelum mencapai toilet
2) Inkontinensia urine sangat dini
3) Menggosokan kandung kemih dengan tuntas
4) Sensasi ingin berkemih
5) Waktu untuk mencapai toilet memanjang setelah ada sensasi
dorongan
g. Gangguan eliminasi bowel :Konstipasi, diare berhubungan
dengan menurunnya kontrol volunter, kerusakkan imobilisasi,
perubahan peristaltik, dan imobilisasi.
Batasan karakteristik :
1) Adanya feses lunak, seperti pasta didalam rektum
2) Anoreksia
3) Bising usus hiperaktif
4) Bising usus hipoaktif
5) Darah merah feses
6) Distensi abdomen
7) Feses cair
8) Feses keras dan berbentuk
9) Massa abdomen yang dapat diraba
10) Masa rektal yang dapat diraba
11) Mengejan saat defekasi
12) Mual muntah
13) Nyeri abdomen
14) Nyeri saat defekasi
15) Nyeri tekan abdomen teraba risstensi otot
16) Penurunan volume feses
17) Perubahan pola defekasi
18) Perkusi abdomen pekak
26

19) Sering flatus


2.2.5 Intervensi Keperawatan
Internvensi keperawatan menurut Tarwoto (2013) antara lain:
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah, oklusi, perdarahan, vasospasme serebral,
edema serebral, dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x
24 jam diharapkan perfusi jaringan serebral dapat tercapai secara
optimal.
Kriteria Hasil:
1) Pasien tidak gelisah
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual dan kejang
3) GCS E: 4 M: 6 V: 5
4) TTV dalam rentang normal (N: 60-100x/menit, S: 36-36,5
RR: 16-20 x/menit
Intervensi Keperawatan
a) Kaji status neurologik setiap jam
Rasional : menentukan perubahan defisit neurologik lebih
lanjut
b) Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
Rasional : tingkat kesadaran merupakan indikator terbaik
adanya perubahan neurologi
c) Kaji pupil, ukuran, respon terhadap cahaya, dan gerakan
mata
Rasional : mengetahui fungsi N.II dan III
d) Kaji reflex kornea dan reflex gag
Rasional : menurunnya reflex kornea dan gag indikasi
kerusakan pada batang otak
e) Evaluasi keadaan motorik dan sesori pasien
Rasional :gangguan motorik dan sensori dapat terjadi akibat
edema otak
f) Monitor tanda vital setiap 1 jam sekali.
27

Rasional : adanya perubahan tanda vital seperti respirasi


menunjukkan kerusakan batang otak
g) Hitung irama denyut nadi, auskultasi adanya murmur
Rasional : brakikardia dapat diakibatkan adanya gangguan
otak, murmur dapat terjadi pada gangguan jantung.
h) Pertahankan pasien bedrest,berikan lingkunga yang tenang,
batasi pengunjung,atur waktu dan aktivitas.
Rasional : istirahat yang cukup dan lingkungan yang tenang
mencegah perdarahan kembali.
i) Pertahankan kepala tempat tidur 30-45 derajat dengan
psosisi leher menekuk.
Rasional : menfasilitasi drainasi vena otak
j) Anjurkan pasien untuk tidak menekuk lututnya/fleksi, batuk
dan bersin, feses yang keras dan mengedan.
Rasional :dapat meningkatan tekanan intrakranial
k) Pertahankan suhu normal
Rasional :suhu tubuh yang meningkat akan meningkatakan
aliran darah ke otak sehingga meningkatkan TIK
l) Monitor kejang dan berikan antikejang
Rasional : kejang dapat terjadi akibat iritasi serebral dan
keadaan kejang memerlukan banyak oksigen
m) Lakukan aktivitas keperawatan dan aktivitas pasien
seminimal mugkin
Rasional : meminimalkan stimulus sehingga menurunkann
TIK
n) Pertahankan kepatenan jalan napas, suction bila perlu.
Rasional : mempertahankan adekuatnya oksigen
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan, parestesia, paralisis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam di harapkan mobilisasi klien mengalami peningkatan
atau perbaikan.
28

Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan posisi optimal
2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
mengalami kelemahan
Intervensi keperawatan
a) Kaji kemampuan motorik
Rasional : mengidentifikasi kekuatan maupun kelemahan
otot.
b) Ajurkan pasien untuk melakukan rom minimal 4x sehari bila
mungkin
Rasional : latihan ROM meningkatkan massa tonus, kekuatan
otot, perbaikan fungsi jantung dan pernapasan.
c) Observasi daerah yang tertekan untuk mengetahui gangguan
sirkulasi
Rasional : daerah yang tertekan mudah sekali trauma
d) Inspeksi kulit pada daerah tertekan dan berikan bantalan
lunak
Rasional : membantu mencegah kerusakan kulit
e) Lakukan massage pada daerah tertekan
Rasional : membantu memperlancar tekanan darah
f) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
Rasional : mengembangkan program khusus
g) kolaborasi dalam pengunaan tempat tidur antidekubitus
Rasional : menurunkan tekanan pada tulang
c. Gangguan komunikasi verbal/non verbal berhubungan dengan
gangguan sirkulasi, gangguan neuromuskuler, kelemahan
umum, kerusakan pada area wernick, kerusakan pada area
broca.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan gangguan komunikasi dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
29

1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan


berkomunikasi
2) Mampu berbicara yang koheren
3) Mampu menyusun kata-kata
Intervensi keperawatan
a) Kaji kemampuan komunikasi adanya gangguan bahasa dan
bicara
Rasional : mengidentifikasi masalah komuikasi karena
gangguan bicara atau bahasa
b) Pertahankan kontak mata saat komunikasi dengan pasien
Rasional : pasien dapat memperhatikan ekspresi dan
gerakan bibir lawan jenis sehingga mudah di
interprestasikan
c) Gunakan kata-kata sederhana secara bertahap dan dengan
bahasa tubuh
Rasional : memudahkan penerimaan pasien
d) Berikan respon terhadap perilaku non verbal
Rasional : menunjukkan adanya respon dan rasa empati
terhadap pasien
e) Konsultasi dengan terapis wicara
Rasional : penangan lebih lanjut dengan teknik khusus
d. Gangguan persepsi berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori, transmisi, integrasi dan stres psikologik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan pasien tidak ada perubahan persepsi.
Kriteria Hasil :
1) Pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi
perseptual, mengakui perubahan dan kemampuannya.
Intervensi keperawatan
a) Kaji kemampuan pesepsi pasien dan penerimaan sensorik
Rasional : mengatasi defisit dan upaya perawatan
30

b) Ciptakan lingkungan yang sederhanajauhkan benda-benda


berbahaya
Rasional : menurunkan resiko cidera
c) Dekatkan benda-benda kebutuhan pasien
Rasional : agar pasien tetap terpenuhi kebutuhannya
d) Orientasikan pasen pada lingkungan,staf dan prosedur
tindakan
Rasional : menghindari kesalahan persepsi
e) Bantu pasien dalam aktivitas dan mobilitas untuk mencegah
injuri
e. Gangguan perawatan diri, ADL berhubungan dengan defisit
neuromuskuler, menurunya kekuatan otot dan daya tahan,
kehilangan kontrol, gangguan kognitif.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x
24 jam diharapkan kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1) Pasien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
kemampuan.
2) Pasien mengidentifikasi komunitas untuk memberikan
bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi keperawatan
a) Kaji kemampuan ADL pasien
Rasional: Membantu merencanakan intervensi
b) Ajarkan pasien untuk perawatan secara mandiri
Rasional ; Menumbuhkan rasa kemandirian klien
c) Pertahankan dukungan,dan sikap tegas dan beri waktu
cukup untuk menyelesaikan tugas klien
Rasional : Perawat konsisten dalam pemberian asuhan
keperawatan
d) Bantu klien dalam pemenuhan ADL
Rasional : Memenuhi kebutuhan ADL dan melatih
kemandirian
31

e) Kolaborasi dengan alhi fisioterapi


Rasional : Mengembangkan rencana terapi
f. Gangguan eliminasi urine: Inkontinensia fungsional berhubungan
dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif, kerusakan
komunikasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan pasien dapat melaporkan suatu
pengurangan/kehilangan inkontinensia.
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat menjelaskan penyebab inkontinensia dan rasional
penatalaksaan.
Intervensi keperawatan
a) Kaji kembali tipe inkontinensia dan polanya
Rasional : menentukan rencana tindak lanjut
b) Buatkan jadwal untuk BAK
Rasional : melatih BAK secara teratur
c) Palpasi bladder terhadap adanya distensi
Rasional : obstruksi saluran kemih kemungkinan data terjadi
d) Berikan intake cairan yang cukup
Rasional : mencegah batu saluran kemih
e) Lakukan perawatan kateter
Rasional : mencegah terjadinya infeksi
f) Monitor karasteristik urine
Rasional : mengetahui tanda infeksi secara dini.
g. Gangguan eliminasi bowel. Konstipasi, diare berhubungan
dengan menurunya kontrol voluter, kerusakan imobilisasi,
perubahan peristaltik, dan imobilisasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam di harapkan pasien tidak mengalami konstipasi.
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat defekasi spontan dan lancar tanpa menggunakan
obat
32

2) Bising usus kembali normal 5-30x/ menit.


Intervensi keperawatan
a) Kaji pola BAB pasien
Rasional : menentukan perubahan pola eliminasi bowel
b) Auskultasi bising usus
Rasional : peristaltik yang lambat merupakan tanda gejala
konstipasi
c) Lakukan mobilisasi sesuai dengan kemampuan klien
Rasional : untuk merangsang peristaltik usus
d) Berikan laksatif, suppositoria, enema
Rasional : membantu mengeluarkan feses
e) Kaji status nutrisi dan berikan diet tinggi serat
Rasional : diet tinggi serat meningkatkan residu dan
merangsang BAB
f) Lakukan massage abdomen
Rasional : Membantu peningkatan pengeluaran feses dan
merangsang pergerakan usus besar
2.2.6 Implementasi
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah, oklusi, perdarahan, vasospasme serebral,
edema serebral, dan peningkatan tekanan intrakranial
1) Mengkaji status neurologik setiap jam
2) Mengkaji tingkat kesadaran dengan GCS
3) Mengkaji pupil, ukuran, respon terhadap cahaya,dan gerakan
mata
4) Mengkaji reflex kornea dan reflex gag
5) Evaluasi keadaan motorik dan sesori pasien
6) Monitor tanda vital setiap 1 jam sekali.
7) Menhitung irama denyut nadi,auskultasi adanya murmur
8) Pertahankan pasien bedrest, berikan lingkungan yang
tenang, batasi pengunjung, atur watu dan aktivitas.
9) Pertahankan kepala tempat tidur 30-45 derajat
33

10) Anjurkan pasien untuk tidak menekuk lututnya/fleksi,batuk


dan bersin, feses yang keras dan mengedan.
11) Pertahankan suhu normal
12) Monitor kejang dan berikan antikejang
13) Lakukan aktivitas keperawatan dan aktivitas pasien
seminimal mungkin
14) Pertahankan kepatenan jalan napas, suction bila perlu.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan, parestesia, paralisis.
1) Mengkaji kemampuan motorik
2) Ajurkan pasien untuk melakukan rom minimal 4x sehari bila
mungkin
3) Observasi daerah yang tertekan untuk mengetahui gangguan
sirkulasi
4) Inspeksi kulit pada daerah tertekan dan berikan bantalan
lunak
5) Lakukan massase pada daerah tertekan
6) Konsultasikan dengan alhi fisioterapi
7) Kolaborasi dalam pengunaan tempat tidur antidekubitus
c. Gangguan komunikasi verbal/non verbal berhubungan dengan
gangguan sirkulasi, g angguan neuromuskuler, kelemahan
umum, kerusakan pada area wernick, kerusakan pada area
broca.
1) Kaji kemampuan komunikasi aanya gangguan bahasa dan
bicara
2) Pertahankan kontak mata saat komunikasi dengan pasien
3) Gunakan kata-kata sederhana secara bertahap dan dengan
bahasa tubuh
4) Berikan respon terhadap perilaku non verbal
5) Konsul dengan terapis wicara
d. Gangguan persepsi berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori, transmisi, integrasi dan stress psikologik.
34

1) Kaji kemampuan pesepsi pasien dan penerimaan sensorik


2) Ciptakan lingkungan yang sederhaan dan jauhkan benda-
benda berbahaya
3) Dekatkan benda-benda kebutuhan pasien
4) Orientasikan pasien pada lingkungan,staf dan prosedur
tindakan
5) Bantu pasien dalam aktivitas dan mobilitas untuk mencegah
injuri
e. Gangguan perawatan diri, ADL berhubungan dengan defisit
neuromuskuler, menurunya kekuatan otot dan daya tahan,
kehilangan kontrol, gangguan kognitif.
1) Mengkaji kemampuan ADL pasien
2) Mengajarkan pasien untuk perawatan secara mandiri
3) Pertahankan dukungan, dan sikap tegas dan beri waktu
cukup untuk menyelesaikan tugas klien
4) Bantu klien dalam pemenuhan ADL
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
f. Gangguan eliminasi urine: Inkontinensia fungsional berhubungan
dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif, kerusakan
komunikasi.
1) Mengkaji kembali tipe inkontenensia dan polanya
2) Membuatkan jadwal untuk BAK
3) Palpasi bladder terhadap adanya distensi
4) Memberikan intake cairan yang cukup
5) Melakukan perawatan kateter
6) Melakukan monitor karasteristik urine
g. Gangguan eliminasi bowel: Konstipasi, diare berhubungan
dengan menurunya kontrol voluter, kerusakan imobilisasi,
perubahan peristaltik, dan imobilisasi.
1) Mengkaji pola BAB pasien
2) Auskultasi bising usus
3) Melakukan mobilisasi sesuai dengan kemampuan klien
35

4) Memberikan laksatif,suppositoria,enema
5) Mengkaji status nutrisi dan berikan diet tinggi serat
6) Melakukan massase abdomen

2.3 Konstipasi
2.3.1 Pengertian
Konstipasi didefiniskan sebagai defekasi yang sulit atau
jarang. Frekunsei berdefekasi berbeda-beda setiap orang sehigga
definisi ini bersifat subjektif. Defekasi menjadi sulit apabila feses
mengeras dan kompak. Hal ini terjadi apabila individu mengalami
dehidrasi atau apabila tindakan BAB ditunda sehinggga
memungkinkan lebih banyak air yang diserap keluar sewaktu
feses berada di usus besar [ CITATION Mut13 \l 1033 ]. Konstipasi
merupakan keadaaan individu yang mengalami atau beresiko
tinggi mengalami statis usus besar sehingga menimbulkan
eliminasi yang jarang dan keras atau keluarnya tinja terlalu kering
dan keras (Alimul, 2015).
2.3.2 Etiologi
Konstipasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
adanya defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena
cedera serebrosspinalis, CVA. Pola defekasi yang tidak teratur,
menurunya peristaltik karena stress pskologik, penggunaan obat-
obat tertentu dan faktor usia juga dapat menjadi faktor penyebab
terjadinya konstipasi (Alimul, 2015).
2.3.3 Tanda dan gejala
Feses terdiri atas sisa makanan yang seluruhnya tidak dipakai
oleh tubuh. Feses yang normal terdiri atas masa yang padat dan
berwarna cokelat karena disebabkan oleh mobilitas sebagai hasil
reduksi pigmen empedu dan usus halus. Namun pada pasien
konstipasi terjadi adanya feses yang keras, nyeri pada abdomen,
adanya distensi pada abdomen, penurunan peristaltik usus, adanya
36

keluhan pada rektum, nyeri saat mengejan dan defekasi kurang


dari tiga kali dalam seminggu (Alimul, 2015).
2.3.4 Klasifikasi
Menurut Alimul (2015) konstipasi dibagi menjadi dua yaitu :
a. Konstipasi kolonik
Konstipasi kolonik merupakan keadaaan individu yang
mengalami atau beresiko mengalami perlambatan pasase
residu makanan yang mengakibatkan feses kering dan keras.
b. Konstipasi dirasakan
Konstipasi dirasakan merupakan keadaan individu dalam
menentukan sendiri penggunaan laksatif,enema,suppositaria
untuk memastikan defekasi setiap harinya.
2.3.5 Penangangan konstipasi
Penanganan konstipasi ada beberapa intervensi yang dapat
dilakukan seperti, intake cairan dan serat. Intervensi massase
abdomen memang saat ini belum menjadi alternative utama dalam
penanganan konstipasi, padahal massase abdomen merupakan
intervensi yang sangat murah dan mudah dilakukan karena tidak
membutuhkan biaya apapun dan sangat sederhana untuk
dilakukan. Dari segi pembiayaan, massase abdomen terbukti
sangat efektif untuk mengatasi konstipsi dalam jangka panjang
(Lamas, 2010).
2.3.6 Constipasion Scoring System
Konstipasi juga didentifikasi melalui constipasion scoring
system (CSS). Pertanyaan dalam CSS mencakup defekasi, usaha
mengedan, defekasi yang tidak tuntas, nyeri abdomen, lama
defekasi, bantuan yang digunakan untuk defekasi, tidak ada
defekasi selama 24 jam, riwayat konstipasi dalam setahun
(Agachan,et al, 1996 dalam Krismauliana, 2015). Skor yang
diidentifikasi dengan constipasion scoring system (CSS) 0-5
adalah baik, 5-10 konstipasi ringan, 10-15 konstipasi sedang dan
37

untuk skor 20-30 konstipasi berat (McClurg, Hagen, Lower


strong, 2011).

2.4 Massase Abdomen


2.4.1 Pengertian
Tindakan pijatan atau massase yang dilakukan di area perut
untuk merangsang pergerakan usus besar dan membantu
meyembuhkan konstipasi serta rasa sakit perut intens. Teknik ini
sangat bermanfaat pada masalah pencernaan.
2.4.2 Tujuan Massase Abdomen
a. Menekan laju tekanan darah
b. Mengingkatkan sirkulasi darah
c. Mengendurkan otot, sekaligus merangsang otot yang lemah
ikut bekerja
d. Menghilangkan nyeri
2.4.3 Indikasi dan kontraindikasi
a. Indikasi
1) Sakit perut
2) Konstipasi
3) Saraf motorik bladder rendah
b. Kontraindikasi
1) Saraf motorik bladder tinggi
2) Mentruasi
3) Penggunaan IUD
4) Sesaat setelah pembedahaan bagian abdomen
5) Terdapat infeksi atau kanker pada region pelvik
6) Inflamasi uterus, bladder, ovarium, dan tuba fallopi
7) Batu ginjal
8) Pijatan yang lurus dan keras setelah makan berat
2.4.4 Alat Dan Bahan
a. Minyak kayu putih, zaitun, baby oil, minyak terapi atau
minyak sesuai dengan selera.
38

b. Handuk
c. Stetskop
d. Jam/ stopwatch
2.4.5 Prosedur Tindakan
Menurut McClurg, Hagen, Lower Strong (2011) prosedur
massase abdomen antara lain :
1) Siapakan alat dan bahan
2) Jaga privasi klien
3) Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan
4) Auskultasi bising usus
5) Oleskan minyak disekitar abdomen. Klien pada posisi
terlentang, buka pakaian hanya pada bagian yang akan di
pijat.
6) Pijat bagian atas perut selama 3 kali
7) Pijat bagian bawah perut selama 3 kali secara melingkar
8) Pijatan dilakukan secara melingkar
9) Satu tangan melukan gerakan sirkuler dan diikuti tangan yang
satu turun ke perut
10) Ulangi langkah ke 9 dengan gerakan tangan naik ke perut
11) Ulangi langkah ke 9 dan 10 selama 3-4 kali
12) Melakukan usapan pada abdomen
13) Tangan diletakkan di area pusar
14) Memberitahu klien bahwa perawat mengakhiri usapan
15) Bersihkan bagian abdomen menggunakan handuk
39

Gambar 2.1 Teknik Massase Abdomen


Sumber :(McClurg, Hagen, Lower strong, 2011)
40

2.4.6 Hasil Penelitian


Massase abdomen telah dibuktikan efektif mengatasi konstipasi
terhadap beberapa penelitian. Menurut Liu, et al (2005), massase
abdomen dapat meningkatkan tekanan intra-abdomen. Pada kasus-
kasus neurologi masase abdomen dapat memberikan stimulus
terhadap rektal dengan somato-autonomic reflex dan adanya sensasi
untuk defekasi. Mekanisme kerja massase abdomen adalah
menurunkan kontraksi dan tegangan pada otot abdomen,
meningkatkan motilitas pada sistem pencernaan, meningkatkan
sekresi pada sistem intestinal serta memberikan efek pada relaksasi
sfingter sehingga mekanisme kerja tersebut akan mempermudah dan
memperlancar pengeluaran feses (Sinclair, 2010).
Sinclair (2011), dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa
massase abdomen terbukti efektif untuk mengatasi konstipasi, karena
massase abdomen dapat menstimulasi peristaltik sehingga feses di
kolon cepat keluar dan meningkatkan frekuensi BAB sehingga dapat
meningkatkan rasa nyaman pada pasien.
Hasil penelitian Lamas (2011) didapatkan hasil bahwa setelah
dilakukan tindakan massase abdomen pada pasien stroke terbukti
semua pasien dapat BAB. Hal ini dapat disimpulkan bahwa massase
abdomen efektif untuk mengatasi konstipasi. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang menyatakan bahwa massase abdomen dapat
menurunkan gejala memberatnya gastrointestinal seperti konstipasi
secara signifikan.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rencana Studi Kasus


Studi kasus ini di lakukan dengan menggunakan rancangan one group
pretest posttest. Ciri penelitian ini adalah tidak ada kelompok pembanding
(kontrol), sedangkan untuk metode penulisan dalam karya tulis ilmiah ini
menggunakan metode desktiptif yang menggambarkan studi kasus. Jenis
studi kasus ini menggunakan asuhan keperawatan pendekatan dengan
pasien stroke non haemoragik yang mengalami konstipasi dengan
memberikan massase abdomen.

3.2 Subjek Studi Kasus


3.2.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah (1) Pasien stroke non haemoragik
sejumlah 2 responden yang mengalami konstipasi sedang dengan
penilaian constipasion scoring system (2) Pasien stroke non
haemoragik dengan tirah baring yang mengalami konstipasi
sedang. (3) Pasien yang tidak mengunakan terapi supositoria. (4)
Pasien sadar dan dapat berkomunikasi.
3.2.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah (1) Pasien stroke iskemik tekanan
darah lebih dari 150/100 mmHg (2) Pasien stroke non haemoragik
dengan indikasi mengalami peradangan pada sistem
gastrointestinal, sistem perkemihan dan sistem metabolik, tidak
terdapat massa abdomen pada abdomen.

3.3 Fokus Studi


Fokus studi kasus ini adalah pengaruh penerapan massase abdomen
untuk mengatasi konstipasi pada pasien stroke non haemorgik.
42

3.4 Definisi Operasional


3.4.1 Prosedur massase abdomen
Prosedur massase abdomen adalah pemberian pijatan ringan
yang dilakukan di area perut dengan menggunakan minyak kayu
putih, baby oil, zaitun maupun minyak lain sesuai selera
responden. Massase abdomen dilakukan selama 15- 20 menit
sebelum makan pagi.
3.4.2 Konstipasi
Pasien konstipasi yaitu pasien yang mengalami gangguan
pengeluaran feses dengan penurunan frekuensi defekasi yaitu >3
hari sekali atau 2 kali seminggu yang diikuti dengan pengeluaran
feses yang kering, keras atau tanpa pengeluaran feses.
3.4.3 Stroke Non Haemoragik
Pasien stroke non haemoragik adalah pasien yang biasanya
mengalami gangguan seperti nyeri kepala hebat, gangguan bicara,
kebinggungan hingga kehilangan keseimbangan akibat suplai
darah ke jaringan otak berkurang, hal ini disebabkan karena
obstruksi total atau sebagian pembuluh darah otak.

3.5 Instrumen Studi kasus


Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar penilaian kuesioner constipasion scoring system, lembar
observasi pemeriksaan bising usus dan jadwal BAB. Untuk lembar
kuesioner adalah kesesuaian prosedur yang telah dilakukan terapi
kemudian dinilai pada hari ke-1 dan hari ke-7 dengan constipasion
scoring system. Sedangkan untuk lembar observasi pemeriksan bising
usus dan jadwal BAB dilakukan setiap hari setelah dilakukan terapi.

3.6 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek
yang diperlukan dalam suatu penelitian. Langkah-langkah dalam
pengumpulan data bergantung pada rancangan penelitian dan tekhnik
43

instrumen yang digunakan. Selama proses pengumpulan data, peneliti


memfokuskan pada penyedia subjek, melatih tenaga pengumpul data
(jika diperlukan) memperhatikan prinsip-prinsip validitas dan reliabilitas,
serta menjelaskan masalah-masalah yang terjadi agar data dapat
terkumpul sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Nursalam,
2017).
Subjek yang diambil oleh peneliti adalah pasien dengan stroke non
haemoragik yang mengalami konstipasi dan di rawat inap di RS
Adhyatma Semarang yang sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria
ekslusi. Pasien yang akan di jadikan sebagai responden adalah sebanyak
2 orang responden sebagai kelompok perlakuan. Sebelum melakukan
penelitian, peneliti mencari pasien rawat inap yang sesuai dengan kriteria
inklusi dan kriteria ekslusi. Setelah peneliti mendapatkan responden,
peneliti kemudian memperkenalkan diri dengan baik untuk meminta
persetujuan untuk dijadikan sebagai responden. Setelah peneliti
mendapatkan persetujuan, peneliti mulai melakukan pendekatan dan
memberikan penjelasan kepada responden mengenai penelitian yang
dilakukan, tujuan penelitian, prosedur yang berikan serta manfaatnya.
Apabila responden bersedia mengikuti penelitian, peneliti memberikan
informed consent atau surat persetujuan sebagai surat resmi bahwa pasien
tersebut bersedia dengan senang hati atau tidak ada paksaan untuk
menjadi responden dalam penelitian. Selanjutnya peneliti membuat
kontrak waktu dan tempat pelaksanaan dengan pasien untuk disetujui
bersama. Peneliti dapat memulai penelitian terhadap responden setelah
mendapatkan persetujuan agar dapat mengidentifikasi data subjektif
maupun objektif. Pertama peneliti harus menilai adanya konstipasi
sedang atau tidak (pretest) kepada 2 responden tersebut dengan lembar
penilaian kuesioner constipasion scoring system, lembar observasi bising
usus, dan lembar observasi jadwal BAB. Jika didapatkan responden
mengalami konstipasi sedang, maka selanjutnya peneliti memberikan
implementasi massase abdomen selama 15-20 menit pada pagi hari
sebelum sarapan selama 7 hari. Kemudian peneliti menilai kembali
44

tingkat konstipasi responden (posttest) dengan mengunakan lembar


penilain constipasion scoring system, dan lembar observasi bising usus
serta lembar observasi jadwal BAB. Setelah peneliti memberikan
massase abdomen, peneliti berpamitan dan membuat kontrak waktu
kembali dengan responden untuk dilakukan tindakan yang sama pada
hari berikutnya selama 7 hari.

3.7 Lokasi dan Waktu Studi Kasus


Studi kasus dilakukan di ruang alamanda RSUD Adhyatma Semarang
pada bulan Desember 2019.

3.8 Analisis Data dan Penyajian Data


Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Bentuk penyajian data dalam matriks dimana data yang sudah direduksi
disusun rapi berdasarkan makna yang sama untuk memudahkan
membaca dan menarik kesimpulan menurut Gunawan (2016). Cara
penyajian data penelitian dilakukan melalui berbagai bentuk. Pada
umumnya dikelompokkan menjadi tiga, yaitu penyajian dalam bentuk
teks (textular), penyajian dalam bentuk tabel, dan penyajian dalam
bentuk grafik (Notoatmojo, 2012).
Dalam penyajian data studi kasus ini disajikan dalam bentuk narasi
dan tabel. Untuk penyajian data dalam bentuk narasi adalah penyajian
dalam bentuk penjelasan mengenahi massase abdomen sebagai terapi
pengaruh konstipasi, sedangkan penyajian data dalam bentuk tabel yaitu
hasil observasi frekuensi defekasi sebelum dan sesudah dilakukan
perlakuan.

3.9 Etika Studi Kasus


Studi kasus yang menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh
bertentangan dengan etik. Tujuan studi kasus harus etis dalam arti hak
45

responden harus dilindungi. Dalam melakukan studi kasus dengan


menekankan masalah etika meliputi:
3.9.1 Lembar Persetujuan Studi Kasus (Informed Consent)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara
peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar
persetujuan informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian
dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi
responden.
3.9.2 Tanpa Nama (Anonymity)
Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan mencantumkan nama responden pada lembar alat
ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3.8.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
Masalah kerahasiaan merupakan masalah etika dengan
memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi
maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok
data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset. (Hidayat,
2014).
BAB 4
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Pengkajian pada pasien I dilakukan pada tanggal 08 Desember
2019 di ruang Alamanda RSUD Adhyatma Semarang didapatkan
data dengan teknik wawancara dengan klien, observasi langsung,
didapatkan data identitas umum Tn. S berumur 68 tahun , jenis
kelamin laki-laki, beragama Islam, suku bangsa Indonesia,
bertempat tinggal di Ngaliyan, pendidikan SLTA, pekerjaan
swasta. Pasien datang ke rumah sakit pada tanggal 6 Desember
2019, dengan diagnosa medis SNH. Dari data pengkajian yang
dilakukan baik klien, keluarga maupun catatan medis, penulis
menemukan data yaitu pasien mengeluh pasien merasa nyeri dan
mengalami kelemahan anggota gerak kiri. Pemeriksaan tanda-tanda
vital TD: 180/99 mmHg, N: 98x/menit, RR: 20x/menit, S: 36,5 0 C.
Riwayat penyakit sekarang sebelum masuk rumah sakit, pasien
sebelum berangkat sholat jumat tiba-tiba pasien merasa kaku dan
mati rasa pada bagian tangan kiri dan kaki kiri. Kekuatan otot
pasien ada pergerakkan pada sendi tetapi tidak mampu melawan
gravitasi. Riwayat penyakit dahulu keluarga mengatakan ini ketiga
kalinya pasien dirawat dengan diagnosa hipertensi. Riwayat
kesehatan keluarga adalah pasien mengatakan dalam keluarganya
ada yang memiliki riwayat hipertensi yaitu kakeknya, namun tidak
ada riwayat Diabetes dan Penyakit jantung dan penyakit menular
seperti HIV/AIDS, dan TBC. Selain itu berdasarkan data-data
pengkajian yang dilakukan pada Tn. S pasien mengatakan belum
bisa BAB 2 hari, perutnya terasa penuh dan pada pengkajian
pemeriksaan abdomen yaitu perut nampak buncit, teraba massa
pada perut bagian kiri bawah, peristaltik usus 4x/ menit, perkusi
47

redup, serta pengukuran menggunakan Constipasion Scoring Sytem


didapatkan hasil 14 atau konstipasi sedang.
Pengkajian pada pasien II dilakukan tanggal 15 Desember 2019
jam 16.20 di ruang Alamanda RSUD Adhyatma Semarang pasien
bersama Tn. Ss berumur 79 tahun, jenis kelamin laki-laki,
bertempat tinggal di Semarang, agama islam, suku bangsa Jawa
Indonesia, pendidikan SD, pekerjaan petani. Pasien datang ke
rumah sakit pada tanggal 13 Desember 2019, dengan diagnosa
medis SNH, DM. Pasien mengeluh kaki dan tangan sebelah kiri
lemas, sulit digerakkan dengan kekuatan otot ada pergerakkan
sendi namun tidak mampu melawan gravitasi. Riwayat penyakit
dahulu menurut pasien dan keluarga ini merupakan pertama kali
klien dirawat di rumah sakit, saat pasien mengeluhkan pusing
ataupun demam pasien hanya minum obat toko saja, tidak pernah
memeriksakan diri ke rumah sakit ataupun klinik. Riwayat
penyakit sekarang, pada hari Jumat, 13 Desember 2019 pasien tiba-
tiba kaku di kamar mandi, tangan dan kaki kiri sulit digerakkan.
Kemudian keluarga mengantarkan pasien ke IGD RSUD Adhyatma
Semarang, hasil TTV TD: 150/70 mmHg, N: 88x/menit, RR:
20x/menit, S: 36,70 C. Riwayat penyakit kesehatan menurut
keluarga dan pasien dalam keluarganya tidak ada yang memiliki
sakit seperti yang diderita pasien dan keluarganya juga tidak ada
yang menderita penyakit hipertensi, diabetes miletius, dan penyakit
menular HIV/AIDS, TBC. Selain itu berdasarkan data pengkajian
yang dilakukan pada Tn.Ss pasien mengatakan belum BAB dari
pertama dirawat di rumah sakit dan perutnya terasa penuh namun
tidak ada keinginan BAB, serta terasa hanya ingin buang angin atau
flatus. Pada pengkajian didapatkan pemeriksaan abdomen yaitu
perut terlihat buncit atau membesar, asukultasi bising usus
5x/menit, perkusi redup, palpasi perut teraba keras, dan terdapat
massa diarea perut bagian kiri bawah, serta pengukuran
48

menggunakan constipasion scoring sytem didapatkan hasil 12 atau


konstipasi sedang.
Berdasarkan pengkajian pada pasien I dan II mengalami
kelemahan pada otot, kedua pasien mengatakan anggota badan
sebelah kiri tidak bisa digerakkan, pasien terlihat lemah,
aktivitasnya dibantu orang lain atau keluarga, kekuatan otot
tangan dan kaki sebelah kiri ada pergerakkan sendi namun tidak
bisa menahan gravitasi. Selain itu pengkajian pada pasien I data
subjektif : Tn.S pasien mengatakan belum BAB 3 hari, data
objektif: pasien nampak tirah baring ditempat tidur, perut nampak
buncit, bising usus 4x/menit, perkusi redup, palpasi teraba keras
dan massa di kuadran kiri bawah, hasil constipation scoring
system 14 atau konstipasi sedang. Pada pasien II: data subjektif:
Tn.Ss mengatakan dari pertama dirawat atau 3 hari lalu pasien
belum bisa BAB, hanya terasa ingin flatus. Data objektif: perut
nampak buncit, bising usus 5x/menit, perkusi redup, palpasi
teraba kesar dan terdapat massa dikuadran kiri bawah,
pengukuran dengan constipation scoring system 12.
Berdasarkan data subjektif dan objektif pada pasien I dan II
tersebut, maka ditegakkan masalah keperawatan konstipasi
berhubungan dengan imobilisasi. Intervensi yang dapat
dirumuskan untuk mengatasi konstipasi yaitu NOC: pasien dapat
defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat,
bising usus normal 5-30 x/menit. NIC: kaji pola BAB pasien
rasional: menentukkan perubahan pola eleminiasi, auskultasi
bising usus rasional, peristaltik usus yang lambat merupakan
tanda dan gejala konstipasi, lakukan mobilisasi sesuai
kemampuan pasien rasional: merangsang peristaltik usus, kaji
status nutrisi dan berikan diet tinggi serat rasional: diet tinggi
serat meningkatkan residu dan merangsang BAB, lakukan
massase abdomen rasional: membantu peningkatan pengeluaran
49

feses dan merangsang pergerakkan usus besar, pengukuran


constipation scoring system rasional: untuk mengetahui
perubahan tingkat konstipasi pasien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien I dan II
selama 7 hari yang pertama mengkaji pola BAB pasien untuk
mengetahui perubahan pola eliminasi pasien I dan II, melakukan
pemeriksaan bising usus sebelum dilakukan massase abdomen ,
kemudian melakukan massase abdomen dengan minyak kayu
putih selama 10-15 menit, dan mengkaji pola nutrisi pasien, serta
memeriksa bising usus pasien sesudah massase abdomen.
50

Berdasarkan lembaran kuesioner pemeriksaan bising usus,


dan jadwal BAB didapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel 4.1 Karakteristik feses, karakteristik defekasi, dan
bising usus responden I dan II di RSUD
Adhyatma Semarang, 9-22 Desember 2019
(n:2)
Respo Hari Waktu Karakteristik Karakteristik
Bising Usus CSS
nden Ke- Defekasi Feses Defekasi Sebelum Sesudah Hari
Massase Massase
1 1 9/12/19 - - 4x/ menit 6x/menit 14
2 10/12/19 - - 5x/menit 6x/menit
3 11/12/19 - - 5x/menit 5x/menit
4 12/12/19 - - 3x/menit 6x/menit
5 13/12/19 - - 5x/menit 7x/menit
6 14/12/19 - - 7x/menit 7x/menit
7 15/12/19 - - 6x/menit 10x/menit 12
2 1 16/12/19 - - 3x/menit 3x/menit 12
2 17/12/19 - - 3x/menit 4x/menit
3 18/12/19 - - 5x/menit 4x/menit
4 19/12/19 Keras, sedikit yang Mengejan, 4x/menit 7x/menit
keluar, kecoklatan, dan nyeri
tidak ada darah/
lender
5 20/12/19 - - 5x/menit 7x/menit
6 21/12/19 Keras, sedikit yang Mengenja 6x/menit 6x/menit
keluar, kecoklatan, n, terasa
tidak ada nyeri
darah/lender
7 22/12/19 - - 6x/menit 8x/menit 10

Berdasarkan tabel 4.1 responden I menunjukkan bahwa setelah


diberikan massase abdomen selama 7 hari tetap mengalami
konstipasi, dibuktikan dengan tidak berhasilnya defekasi selama
pemberian intervensi. Sedangkan pada responden II setelah
diberikan massase abdomen selama 7 hari menunjukkan bahwa
telah berhasil defekasi pada hari keempat dan hari keenam
pemberian intervensi, dengan karakteristik feses keras dan sedikit,
berwarna kecoklatan, tidak disertai dengan darah serta karakteristik
defekasi mengejan dan nyeri saat defekasi.
51

Evaluasi yang dilakukan penulis pada Tn. S berdasarkan


diganosa keperawatan konstipasi berhubungan dengan imobilisasi.
Evaluasi yang dilakukan di hari ketujuh yaitu pada tanggal 15
Desember 2019, dengan data subjektif yaitu pasien mengatakan
belum dapat BAB, dan perutnya terasa penuh. Data objektif: pasien
belum dapat BAB sampai dengan implementasi hari ke 7, TD:
129/78 mmHg, N: 82x/menit, RR: 20x/menit S: 36,5 0 C. Bising
usus sesudah massase 10x/menit dan perut nampak membuncit,
perkusi redup, palpasi teraba massa pada abdomen kiri bawah
terasa keras, penilaian menggunakan constipation scoring system
skor 12 atau konstipasi sedan g. Assement yaitu masalah belum
teratasi, planning yaitu delegasikan pengkajian pola BAB pasien,
melanjutkan intervensi dengan anjurkan keluarga untuk
memberikan makan makanan yang mengandung serat tinggi.
Evaluasi yang dilakukan penulis pada Tn. Ss berdasarkan
diagnosa keperawatan konstipasi berhubungan dengan imobilisasi.
Evaluasi yang dilakukan di hari ketujuh yaitu pada tanggal 22
Desember 2019, dengan data subjektif yaitu pasien mengatakan
perutnya mulas namun belum dapat BAB, dan perutnya terasa
penuh. Data objektif: pasien belum dapat BAB dari kemarin, TD:
130/80 mmHg, N: 98x/menit, RR: 20x/menit S: 36,5 0 C. Bising
usus sesudah massase 8x/menit dan perut nampak membuncit,
perkusi redup, palpasi teraba massa pada abdomen kiri bawah
terasa keras, penilaian menggunakan constipation scoring system
skor 10 atau konstipasi sedang. Assement yaitu masalah belum
teratasi, planning yaitu delegasikan pengkajian pola BAB pasien,
melanjutkan intervensi dengan anjurkan keluarga untuk
memberikan makan makanan yang mengandung serat tinggi.

4.2. Pembahasan
Pada bab ini membahas masalah keperawatan pasien I dan II
dengan diagnosa keperawatan konstipasi berhubungan dengan
52

imobilisasi didapatkan data subjektif: pasien mengatakan belum


BAB selama 3 hari, perut terasa penuh. Data objektif: perut terlihat
membesar dan buncit, bising usus 4x/menit dan 5x/menit, perut
teraba keras dan terdapat massa pada abdomen bagian kiri bawah,
perkusi redup. Hasil penghitungan constipation scoring system pada
kedua pasien berbeda yaitu 12 dan 14 atau konstipasi sedang,
sebelum dilakukan intervensi massase abdomen.
Berdasarkan tabel karakteristik feses, karakteristik defekasi dan
bising usus, dapat dievaluasi bahwa masalah konstipasi pada
responden I dan II belum dapat teratasi dengan baik setelah
dilakukan intervensi. Hal ini dibuktikan dengan tidak berhasilnya
defekasi selama pemberian intervensi pada responden I, bising usus
responden tercatat tidak mengalami perubahan yang signifikan yaitu
setelah intervensi bising usus menjadi 3-10x/menit sedangkan nilai
normal bising usus yaitu 5-30x/menit. Pada responden II setelah
diberikan massase abdomen selama 7 hari menunjukkan bahwa
telah berhasil defekasi pada hari keempat atau pada tanggal 19
Desember 2019. Pada defekasi hari tersebut, karakteristik feses dan
defekasi yaitu defekasi satu kali pada pagi hari dengan feses
berwarna kecoklatan, sedikit, keras, tidak ada darah dan responden
mengejandan, serta terasa nyeri. Defekasi yang kedua yaitu pada
hari keenam pemberian intervensi atau pada tanggal 21 Desember
2019, dengan bising usus tidak mengalami peningkatan yang
signifikan yaitu menjadi 3-8x/menit, karakteristik feses keras dan
sedikit, berwarna kecoklatan, tidak disertai dengan darah serta
karakteristik defekasi mengejan dan nyeri saat defekasi. Upaya
mengejan ini dilakukan melalui peningkatan tekanan intra abdomen
yang terjadi akibat kontraksi volunter otot-otot dada denga glostis
tertutup serta kontrasi secara terus menerus dari otot abdomen
(Smelzter, 2001).
Bising usus pada kedua responden setelah diberikan massase
abdomen tidak menunjukkan perbaikkan yang signifikan
53

dibandingkan sebelum dilakukan massase abdomen. Bising usus


adalah suara yang dihasilkan dari dari kontraksi otot-otot usus besar
dan kecil sehingga cairan dan isi usus bergerak ke rectum (Timby,
2009). Hal ini dapat dikarenakan penuaan pada lansia. Lanjut usia
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
lingkungan (Pudjiastuti, 2003 dalam Efendi, 2009). Pada penelitian
ini responden I berusia 69 tahun dan responden II berusia 79 tahun
sehingga termasuk dalam lansia. Otak lansia menjadi tidak peka
terhadap gerak peristaltik pada kolon (Miller, 2012). Saraf lansia
menjadi kurang peka dan gagal dalam melaksanakan rangsangan
untuk defekasi (Stanley & Beare, 2006).
Pada dasarnya pasien Tn. S dan Tn..Ss memiliki perbedaan
faktor penyebab yang menjadikan pasien Tn. S belum dapat BAB
selama tujuh hari setelah pemberian intervensi, dan Tn. Ss dapat
BAB pada hari ke empat dan keenam.
Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh salah satu dari faktor
penyebab terjadinya konstipasi yaitu asupan serat yang kurang. Dari
kedua responden tersebut pasien II lebih sering makan makanan
yang berserat dibandingkan pasien I. Serat dalam makanan ini
memiliki kemampuan mengikat air dalam kolon yang membuat
volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang saraf pada
rectum sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi (Ambaria,
2014). Hasil penelitian Ambarita, 2014 terdapat hubungan yang
signifikan antara asuran sera dengan frekuensi BAB dan konsistensi
feses, tetapi tidak ada hubungannya asupan serat dengan rasa nyeri
saat BAB. Serat makanan memiliki kemampuan mengikat air
didalam kolom membuat volume fees menjadi lebih besar dan akan
merangsang saraf rectum sehingga menimbulkan keinginan
defekasi. Dengan demikian feses menjadi lebih mudah dieliminasi.
Pengaruh nyata yang telah dibuktikan adalah bertambahnya volume
54

feses, melunakkan konsistensi feses, memperpendek waktu transit


diusus.
Selain asupan serat, asupan cairan juga mempengaruhi kejadian
konstipasi, pola minum yang dikonsumsi pada pasien I lebih sedikit
dibandingkan dengan pasien II. Masuknya cairan yang lebih banyak
akan menigkatkan peristaltik usus harian jika dibandingkan dengan
masukan cairan yang sedikit (Farida, 2008). Hal ini didukung oleh
penelitian Yasmara (2013) terdapat pengaruh signifikat minum air
putih 500 ml dipagi hari terhadap kejadian konstipasi pada pasien
dengan imobilisasi akibat gangguan musculoskeletal, dengan
meminum 500 ml air putih Lower Maxium Volume (LMX) yaitu
volume minimal yang dimasukkan ke dalam lambung mampu
menyebabkan pergerakan peristaltik pada lambung, maka
rangsangan dari rengangan lambung melalui saraf otonom
ekstrinsik menjadi pemicu utama gerakan masa dikolon melalui
reflek gastrokolik. Reflek gasrtokolik mampu menstimulasi otot
polos kolon sehingga meningkatkan motilitas otot polos sehingga
meningkatkan mortiitas kolon dan mampu mencegah konstipasi.
Selain itu kurangnya gerakan tubuh (imobilisasi) juga dapat
menyebabkan penurunan peristaltik usus. Pada kedua responden
sama-sama memiliki keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
menyebabkan penurunan mortilitas kolon yang akan tetap harus
diabsorbsi dari masa feses sehingga feses kering, keras dan sukar
untuk dikeluarkan (Gitting, 2015). Hal ini didukung oleh hasil
penelitian Gitting, 2015 konstipasi dapat disebabkan oleh banyak
faktor, seperti imobilisasi, yaitu tirah baring yang lama dapat
memengaruhi penurunan tonus otot abdomen, motilitas, serta tonus
usus sehingga menyebabkan waktu terjadi defekasi menjadi lambat.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya latihan pergerakan yang
dilakukan, baik secara aktif oleh pasien maupun secara pasif oleh
keluarga dan tenaga kesehatan.
55

Posisi defekasi juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi


konstipasi, dikaji dari pola kebiasaan responden I dan II sama-sama
memiliki pola kebiasaan defekasi dalam posisi jongkok, sehingga
ketika pasien berada pada posisi defekasi yang berbeda dengan pola
kebiasaanya, respoden cenderung tidak bisa defekasi dengan
nyaman. Oleh karena itu pada responden II masih merasakan upaya
mengejan dengan rasa nyeri, hal ini berkaitan dengan kurangnya
penerapan posisi defekasi pada saat responden defekasi dikarenakan
kurangnya motivasi atau kekhawatiran akan resiko jatuh. Gangguan
mobilitas pada kedua responden menyebabkan kurangnya
penerapan posisi defekasi. Selain itu, posisi jongkok atau posisi
duduk dengan panggul difelsikan dapat mengurangi mengejan
(Sakakibara, 2010). Berdasarkan penelitian penelitian Sikirov
(2003), terjadi pengosongan usus yang lebih cepat dan lebih
memuaskan dengan posisi jongkok pada saat defekasi.
Secara psikologis seseorang yang lama dirawat dengan diagnosa
stroke dapat mengakibatkan seseorang menjadi depresi, emosi yang
tidak stabil, rasa cemas, takut, dan merasa rendah diri. Menurut
Guyton dan Hall (2006), seseorang yang dalam keadaan cemas,
depresi, stres dan gangguan mental lainnya memengaruhi kerja
hormon pencernaan (sekretin, gastrin, kolestositokinin) yang
mengakibatkan penurunan nafsu makan, menurunkan motilitas usus
dan mekanisme tubuh meningkatkan rangsangan saraf simpatis
yang menghambat pengosongan lambung, sehingga menyebabkan
seseorang dalam keadaan ini mengalami konstipasi. Hal ini
didukung oleh penelitian Devanarayana dan Rajindrajith, 2010
gangguan psikologis juga dihubungkan dengan aliran darah mukosa
rektum dimana faktor psikologis mempengaruhi fungsi saluran
pencernaan melalui jalur saraf eferen otonom untuk menghambat
motilitas kolon dan memperpanjang transit kolon.
Hasil penelitian Gitting, 2015 terdapat perbedaan frekuensi
signifikat antara tiga kelompok yaitu antara kelompok intervensi II
56

dan kelompok control, bahwa ada perbedaan yang bermakna antara


perlakuan massase abdomen dan minum air putih hangat dengan
intervensi yang standar terdapat frekuensi defekasi. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Hidayah (2014) pada pasien imobilisasi akibat
gangguan neurologi yang berakibat terjadinya konstipasi yang
diberikan terapi konsumsi air putih 500 ml pada pagi hari, dari 20
pasien (mengalami konstipasi) yang diberikan perlakuan (konsumsi
air putih 500 ml pada pagi hari) didapatkan terjadi penurunan
dimana 15 pasien tidak mengalami konstipasi lagi.
Massase abdomen membantu untuk merangsang peristaltik usus
dan memperkuat otot-otot abdomen serta membantu sistem
pencernaan sehingga dapat berlangsung dengan lancar. Sedangkan
mengkonsumsi air putih yang hangat dalam jumlah yang cukup
dapat menyebabkan pencernaan bekerja dengan kapasitas yang
maksimal. Air hangat dapat bekerja dengan melembabkan feses
dalam usus dan mendorong keluar sehingga memudahkan untuk
defekasi.
Pada kedua responden dilakukan intervensi selama 7 hari.
Menurut penelitian McClurg, Hagen, Lower strong, 2011 massase
abdomen dapat m engurangi konstipasi jika dilakukan selama 4
minggu dan dilakukan selama 5 hari dalam seminggu, sedangkan
menurut Kim, Sakong, 2015 massase abdomen dapat dilakukan
selama 10 hari. Hal ini berbeda dengan penelitian Kristamuliana,
2015 yang menyatakan massase abdomen rutin diberikan selama 15
hari untuk mengurangi konstipasi.
Kesimpulan dari kedua responden bahwa penerapan massase
abdomen untuk mengatasi konstipasi pada pasien stroke non
haemoragik belum mampu mengatasi konstipasi secara signifikan,
dimana selama 7 hari pemberian intervensi massase abdomen
responden I belum berhasil BAB dengan skor penilaian
constipation scoring system 10. Sedangkan pada responden II sudah
berhasil BAB pada hari keempat dan keenam pemberian intervensi
57

yaitu satu kali pada pagi dan sore hari dengan feses berwarna
kecoklatan, sedikit, keras, tidak ada darah dan karakteristik defekasi
mengejandan, serta terasa nyeri dengan skor penilaian constipation
scoring system 12.

4.3. Keterbatasan penelitian


Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang dapat
diuraikan sebagai berikut:
4.3.1 Ketebatasan dalam hal massase abdomen, massase abdomen
dalam jurnal sebaiknya diberikan selama 5 hari setiap
minggu selama 4 minggu dan rutin selama 15 hari sehingga
akan memberikan pengaruh terhadap perubahan pola
defekasi. Sedangkan penulis hanya melakukan massase
abdomen selama 7 hari.
4.3.2 Keterbatasan dalam mengevaluasi, karena penulis tidak
dapat mengevaluasi secara langsung karakteristik feses dan
defekasi pada responden sehingga evaluasi dilakukan secara
objektif menjadi terbatas. Penulis mendapatkan data
evaluasi menganai karakteristik feses dan defekasi
berdasarkan subjektif responden, kemudan diperkuat
dengan pemeriksaan fisik pada abdomen. Hal tersebut
dikarenakan jadwal defekasi yang sewaktu-waktu yang
tidak dapat dijangkau oleh penulis.
4.3.3 Pemantauan cairan menjadi keterbatasan. Pemantaun seperti
ini seharusnya dilakukan setiap hari, namun terkadang
responden lupa berapa banyak cairan yang telah
diminumnya setiap hari.
4.3.4 Penulis tidak mengkaji tentang mobilisasi pada responden
karena penulis hanya meneliti mengenai pemberian massase
abdomen terhadap konstipasi.
4.3.5 Dalam penelitian ini, faktor psikologis tersebut tidak dikaji
sebagai faktor yang dapat memengaruhi terjadinya
58

konstipasi pada pasien stroke. Seseorang yang dalam


keadaan cemas, depresi, stres dan gangguan mental lainnya
memengaruhi kerja hormon pencernaan (sekretin, gastrin,
kolestositokinin) yang mengakibatkan penurunan nafsu
makan, menurunkan motilitas usus dan mekanisme tubuh
meningkatkan rangsangan saraf simpatis yang menghambat
pengosongan lambung, sehingga menyebabkan seseorang
dalam keadaan ini mengalami konstipasi.
BAB 5
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan yang penulis paparkan mengenai “PENERAPAN


MASSASE ABDOMEN UNTUK MENGATASI KONSTIPASI PADA PASIEN
STROKE NON HAEMORAGIK”, maka penulis mengemukakan simpulan dan
rekomendasi berdasarkan pengelaman selama melakukan asuhan keperawatan
terhadap Tn. S dan Tn. Ss yaitu:
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Resume Keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis pada Tn. S
dengan diagnosa keperawatan konstipasi berhubungan dengan
imobilisasi. Evaluasi yang dilakukan tanggal 15 Desember 2019,
dengan data subjektif yaitu pasien mengatakan belum berhasil BAB,
pasien merasakan perutnya terasa penuh. Data objektif: pasien belum
berhasil BAB sampai dengan implementasi hari ketujuh, perut
nampak buncit, bising usus sebelum massase 6x/menit, bising usus
setelah massase 10x/menit, perkusi redup, palpasi terdapat massa pada
abdomen sebelah kiri bawah, perut teraba keras, dan penilaian
constipation scoring system 12 atau konstipasi sedang.
Sedangkan pada Tn. Ss dengan diagnose keperawatan konstipasi
berhubungan dengan imobilisasi. Evaluasi yang dilakukan pada
tanggal 22 Desember 2019, dengan data subjektif yaitu pasien
mengatakan belum berhasil BAB pada pagi ini, pasien merasakan
perutnya terasa penuh. Data objektif: pasien belum berhasil BAB
sampai dengan implementasi hari ketujuh, perut nampak buncit, bising
usus sebelum massase 6x/menit, bising usus setelah massase 8x/menit,
perkusi redup, palpasi terdapat massa pada abdomen sebelah kiri
bawah, perut teraba keras, dan penilaian constipation scoring system
10 atau konstipasi sedang.
60

5.1.2 Manfaat Massase Abdomen Terhadap Konstipasi


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Tn. S dan Tn.Ss
selama bulan Desember 2019 dapat disimpulkan bahwa manfaat
penerapan massase abdomen untuk mengatasi konstipasi pada pasien
stroke non haemoragik di RSUD Adhyatma Semarang belum mampu
mengatasi masalah dengan efektif.
5.2 Saran
5.2.1 Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam
mengatasi konstipasi dengan terapi massase abdomen pada pasien
stroke non haemoragik serta asuhan keperawatannya.
5.2.2 Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan penerapan
massase abdomen untuk mengatasi konstipasi pada pasien stroke non
haemoragik sehingga perawatan terapi komplementer di bidang
keperawatan dapat dikenal dan memberikan manfaat sebagai
pencegahan dan pengobatan alami.
5.2.3 Peneliti
Memperoleh pengalaman dan pembelajaran dalamm
mengimplementasikan prosedur pemberian massase abdomen untuk
mengatasi konstipasi pada pasien stroke non haemoragik.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. H. (2015) Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia.Ed.2.


Jakarta: Salemba Medika
Ambarita, Ellyzzabeth. M. (2014). Hubungan Asupan Serat Makanan dan
Air dengan Pola Defekasi Anak Sekolah Dasar Di Kota Bogos.
Jurnal gizi dan pangan

Aprillia, Desy Dwi. (2014). Konsumsi Air Putih, Status gizi, dan status
kesehatan penghuni panti werda di kabupaten pacitan. Jurnal gizi
pangan.

Batticaca, Fransiska B. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Dameria, Br G. (2015). Jurnal keperawatan Indonesia.Vol 18. No 1 hal 23-
30
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ve
d=2ahUKEwiC17yCvbvkAhWRT30KHavEAccQFjABegQIAxAB
&url=http%3A%2F%2Fjki.ui.ac.id%2Findex.php%2Fjki
%2Farticle%2Fview
%2F394&usg=sAOvVaw3y3vec93wiQPEwmH1IcL0Ydiakses
tanggal 9 Agustus 2019, jam 11.12 WIB
Devanarayana, N.M. & Rajindrajith, S. (2010). Association between
constipation and stressful life events in a cohort of sri lankan
children and adolescents, J Trop Pediatr, Vol. 56, No. 3, pp. 144-
148.
Dewi, Ratna P. (2011).Penyakit Pemicu stroke. Yogyakarta: Nuha Medika
Dinkes Provinsi Jawa Tengah. (2012). Buku Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah.https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved
=2ahUKEwiR_qL4z8vkAhVlHo8KHb9mDo4QFjAAegQIARAC&u
rl=http%3A%2F%2Fwww.depkes.go.id%2Fresources%2Fdownload
%2Fprofil
%2FPROFIL_KES_PROVINSI_2012%2F13_Profil_Kes.Prov.Jawa
Tengah_2012.pdf&usg=AOvVaw1jvMN6o-eZl4b-GoVLo_D1.
diakses tanggal 23 Agustus 2019 pukul 05.11 WIB.
Farida. (2008). Pengaruh Terapi Air Putih Terhadap Proses Defekasi
Pasien Konstipasi. FIK UI.
62

Ginting, D, B (2015). Mengatasi Konstipasi Pasien Stroke dengan Massase


Abdomen dan Minum Air Putih Hangat. Jurnal Keperawatan
Indonesia Vol. 18 No,1 23-30.

Gofir, A. (2009). Manajemen Stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press


Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2006). Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 9.
Jakarta: EGC

Herdman, H. (2015). Diagnosis Keperatawan Definisi & Klasifikasi.


Jakarta: EGC
Hidayat, Aziz A. (2014). Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik
Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika
Junaidi, Iskandar. (2011). Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta:
Andi
Kahraman, B.B., & Ozdemir, L. (2015). TheImpact of abdominal
massageadministeredto intubated andenterall fed patients onthe
development of ventilasimekanic associated pneumonia:
arandomized controlled study. International Journal of Nursing
Studies, 519–524. http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses pada 25
Agustus 2019
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. RISKESDAS. Jakarta:
kemenkes RI
Kementrian Kesehatan RI, 2014. Profil Kesehatan Indonesia. 159-63.
Jakarta: Kemenkes RI, 2013
Kim, Sakong. J.K. (2015). Effect of aromatherapy massase for the relief of
constipation in the eldery. 35(1): 56-64.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15778557. Diakses pada
tanggal 18 Februari 2020.
Kristamuliana. (2015). Pengaruh Urut Perut dan Latihan Eliminasi
(uplanasi) terhadap konstipasi pada lansia di PSTW di DKI
JAKARTA. Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia
Lamas, K., Lindholm, L. (2010). Efect Abdominal Massage in
Management of Constipasions. Internasional Jurnal of Nursing
studies 759-767.

Lamas, K. (2011). Using massage to ease constipation. Nurs Times,


107(4), 26–27.
Liu, Sakakibara., T. Odaka., T. Uchiyama., T. Yamamoto., T. Ito., T.
Hattori (2005). Mechanism of abdominal massage for difficult
63

defecation in patient with myeolopathy. Journal of Neurology,


252, 1280–1282.Di akses tanggal 26 Agustus 2019. Pukul 14.10
WIB
McClurg, D., & Lowe Strong, A (2011). Does abdominal massage relieve
constipasion?.Nursing Times, 107(12): 20-22.
http://www.nursingtimes.net/Journals/2013/01/18/m/y/j/290311D
oes-abdominal-massage-relieve-constipasion.pdf.
Miller, C. A (2012). Nursing for wellness in order adults 6 th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Muttaqin, Arif & Kumala Sari.(2013). Gangguan Gastrointestinal.
Jakarta: Salemba Medika
Notoatmodjo. (2011). Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta:
Rineka Cipta
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis & Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Padila.(2012). Keperawatan Medikal bedah.Yogyakarta. Nuha Medika
Sakakibara, R. (2010). Influence of body position ondefecation in humans.
Lower Urinary Tract Symptoms, 2: 16-21
http://www.squattypotty.eu.files.5014/0950/0080/Japanese-
study.pdf. Diakses pada tanggal 18 Februari 2020
Saryono. (2010). Metodologi Penelitian Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika
Sikirov, D. (2003). Comparison of straining during defecation in three
positions. Digestive Diseases and Sciences.
http://www.squattypotty.co.uk/downloads/pdf/straining-study.pdf.
Diakes pada tanggal 17 Februari 2020
Sinclair, Martbetts L.M.T (2010). The use if abdominal massage to
treatchronic constipation. Journal of Bodywork and
movementtherapies (2010). xx, 1-10.
http://www.bodyworkmovementtherapies.com/article/S1360.
diakses pada 23 Agustus 2019
Smeltzer, Suzanne. C&Bare, Brenda, G. (2001) Buku Keperawatan
Medikal Bedah Edisi 8, Volume 2. Jakarta: EGC
Stanley, M, & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik edisi
2. Jakarta: EGC
Tarwoto.(2013). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persarafan. Ed.2. Jakarta: CV Sagung Ceto
64

Timby. B. K. (2009). Fundamental Nursing skills and concepts 9th ed.


Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Trisono, Bambang W. (2011). Remedial Massage: Panduan pijat
menyembuhkan bagi fisioterapis, praktisi, dan instruktur.
Yogyakarta: Nuha Medika
Tri, Anggriyana W. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Wiwit, S. (2012). Stroke & Penangananya: Memahami, Mencegah, &
Mengobati Stroke. Jogyakarta: Katahati
World Health Organization. 2012. The WHO Step Wise Approach To
Stroke Surveillance.
http://www.who.int/ncd_surveillance/steps/stroke.pdf/. Diakses
pada 23 Agustus 2019 pukul 05.22 WIB
Yasmara. Deni. (2013). Konsumsi Air Putih Pagi Hari Terhadap
Konstipasi pada Pasien Imobilisasi. Jurnal Ners, Vol 8, No1.
Yayasan Stroke Indonesia. (2007). Stroke Penyebab Kematian Urutan
Pertama di Rumah Sakit Indonesia. Jakarta: Yastroki
Lampiran 1
JADWAL KEGIATAN
Tahun 2019-2020
Ag Sep Okt Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
No Kegiatan
s
Minggu ke-
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1 Penyusunan dan pengajuan judul
2 Proses pembuatan proposal
3 Sidang proposal
4 Revisi proposal
5 Penelitian
6 Konsul hasil penelitian
7 Menyusun laporan KTI
8 Pengumpulan KTI
9 Sidang KTI
10 Pandemi corona
11 Revisi KTI
12 Pengumpulan KTI

INFORMED CONSENT
(Persetujuan menjadi Partisipan)
Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah mendapat penjelasan secara rinci dan telah
mengerti mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh Dewi Meivita Ningrum dengan judul “PENERAPAN
MASSASE ABDOMEN UNTUK MENGATASI KONSTIPASI PADA PASIEN STROKE NON HAEMORAGIK”.
Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan.Bila selama
penelitian ini saya menginginkan mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan sewaktu – waktu tanpa sanksi
apapun.

Semarang, ..................................
Yang memberikan persetujuan

(.......................................)
Lampiran 3

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN

(PSP)

1. Kami adalah peneliti berasal dari Institusi/ jurusan/ program studi AKPER
WIDYA HUSADA SEMARANG / PERAWAT/ DIII KEPERAWATAN
dengan ini meminta anda untuk berpartisipasi dengan suka rela dalam
penelitian ini yang berjudul Penerapan Massase Abdomen untuk Mengatasi
Konstipasi pada Pasien Stroke Non Haemoragik.
2. Tujuan dari penelitian studi kasus ini adalah untuk mengetahui
Pengaruhpenerapan massase abdomen untuk mengatasi konstipasi pada pasien
stroke non haemoragik yang dapat memberikan manfaat setelah dilakukan
tindakan massase abdomen untukmengatasi konstipasi pada pasien stroke non
haemoragik. Penelitian ini akan berlangsung 7 hari.
3. Prosedur pengambilan bahan data dengan cara wawancara terpimpin dengan
menggunakan pedoman wawancara yang akan berlangsung lebih kurang 15-
20 menit. Cara ini mungkin menyebabkan ketidaknyamanan tetapi anda tidak
perlu khawatir karena penelitian ini untuk kepentingan pengembangan
asuhan/ pelayanan keperawatan.
4. Keuntungan yang anda peroleh dalam keikutsertaan anda pada penelitian ini
adalah anda turut terlibat aktif mengikuti perkembangan asuhan/ tindakan
yang diberikan.
5. Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi yang saudara sampaikan
akan tetap dirahasiakan.
6. Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan penelitian ini,
silahkan menghubungi peneliti pada nomor HP: 081229499932
PENELITI

Dewi Meivita Ningrum


Lampiran 4
Standar Prosedur Massase Abdomen

Nama :
Usia :
Jenis kelamin :

No Prosedur Gambar
Tahap Orientasi
1. a. Mengucapkan salam
b. Memperkenalkan diri
c. Kontrak waktu
d. Menjelaskan tujuan
e. Menanyakan kesiapan pasien
2. Tahap Pelaksanaan
a. Klien dalam posisi supine
b. Buka baju klien dan jaga privasi
c. Lakukan auskultasi pada lokasi
terlebih dahulu
d. Tuang sedikit minyak. Gunakan
minyak sesuai kebutuhan
e. Pijt bagian atas perut selama 3 kali

f. Pijat bagian bawah perut selama 3


kali secara melingkar

g. Pijatan dilakukan secara melingkar


h. Satu tangan melakukan gerakan
sirkuler dan di ikuti gerakan tangan
yang satu ke perut

i. Ulangi langkah ke 4 dengan gerakan


tangan naik ke perut

j. Ulangi langkah ke 4 dan 5 selama 3-


4 kali
k. Melakukan usapan pada bagian
perut

l. Tangan di letakkan di area pusar

m. Beritahu pasien bahwa perawat


mengakhiri usapan
n. Bersihkan bagian perut dengan
menggunakan handuk
Tahap terminasi
a. Bantu pasien memakai baju
b. Anjurkan tetap bedrest
c. Evaluasi hasil tindakan
d. Dokumentasikan setiap tindakan
dan catat hasil
e. Rapikan alat dan cuci tangan
Lampiran 5

BISING USUS
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :

Klien Bising Usus pada Massase Abdomen Ke-

1 2 3 4 5 6 7 Terminasi

A Sebelum

A sesudah

B Sebelum

B Sesudah
Lampiran 6
Constipasion Scoring System
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :

No Item Penilaian Skor Sebelum Sesudah

1. Frekuensi a. 1-2 kali perhari dan


Defekasi atau 3 kali perminggu
(0)
b. 2 kali Seminggu (1)
c. 1kali seminggu (2)
d. Kurang dari sekali
seminggu (3)
e. Kurang sekali sebulan
(4)
2. Kesulitan a. Tidak pernah (0)
Defekasi : b. Jarang (1)
Mengedan saat c. Kadang-kadang(2)
defekasi d. Sering (3)
e. Selalu (4)
3. Merasa tidak a. Tidak pernah (0)
tuntas setelah b. Jarang (1)
defekasi c. Kadang-kadang(2)
d. Sering (3)
e. Selalu (4)
4. Nyeri : Rasa a. Tidak pernah (0)
tidak nyaman b. Jarang (1)
pada perut c. Kadang-kadang(2)
d. Sering (3)
e. Selalu (4)
5. Lama a. Kurang dari 5 menit
berlangsungnya (0)
proses defekasi b. 5-10 menit (1)
c. 10-20 (2)
d. 20-30 (3)
e. Lebih dari 30 menit
(4)
6. Bantuan yang a. Tidak ada (0)
digunakan saat b. Laksative (1)
Defekasi c. Enema (2)

7. Tidak berhasil a. Tidak pernah (0)


defekasi dalam b. 1-3 kali (1)
24 jam c. 3-6 kali (2)
d. 6-9 kali (3)
e. Lebih dari 9 kali (4)
8. Riwayat a. Tidak pernah (0)
Konstipasi b. 3- 5 kali (1)
dalam setahun c. 5- 10 kali (2)
terakhir d. 10-20 kali (3)
e. Lebih dari 20 kali (4)

Sumber : Kristamuliana (2015)


Keterangan :
Skor nilai 0-5 : Baik
Skor nilai 5-10 : Ringan
Skor nilai 10-20 : Sedang
Skor nilai 20-30 : Berat
Lampiran 7
JADWAL BAB
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :

Hari ini BAB Jam Warna Keras dan Kering Bentuknya Berapa Ada darah Mengedan atau
berapa Tinja atau tidak? banyak tidak
BAB

Waktu Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Pagi

Siang

Sore
Lampiran 8

ASUHAN KEPERAWATAN
Lampiran 9

LEMBAR BUKTI BIMBINGAN BELAJAR


Lampiran 10

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Data Diri
Nama : Dewi Meivita Ningrum
NIM : 1705008
TTL : Grobogan, 5 Mei 1998
Agama : Kristen
Anak ke : 2 dari 2 saudara
Nama Ayah : Sukiyono
Nama Ibu : Sunarti
Alamat : Desa Pandanharum RT07/RW03 Gabus Grobogan
Email : dewimeivitaningrum@gmail.com
II. Riwayat Pendidikan
1. Tahun 2003-2009 : SD Negeri 3 Pandanharum
2. Tahun 2009-2012 : SMP Negeri 1 Gabus
3. Tahun 2012-2015 : SMK Negeri 1 Purwodadi
4. Tahun 2017-sekarang : Universitas Widya Husada Semarang

Anda mungkin juga menyukai