Disajikan pada temu ilmiah dalam rangka Dies Natalis Fakultas Psikologi Unpad ke-47
Jatinangor, 8 November 2008
Pengantar
Tidak ada bidang psikologi yang begitu berkembang di akhir tahun 1960 seperti psikologi belajar.
Namun demikian, banyaknya penelitian tentang belajar tidak memberikan jaminan adanya satu
pengertian akhir yang disepakati. Kebanyakan definisi belajar bersifat negatif, yang hanya
mendeskripsikan apa yang tidak tercakup dalam belajar. Definisi belajar semacam itu mengatakan
bahwa belajar lebih kurang menggambarkan perubahan tingkah laku relatif permanen. Perubahan
tersebut tidak disebabkan oleh pembiasaan atau habituasi, yaitu kebiasaan terhadap suatu
rangsang atau stimulus, kelelahan atau di bawah pengaruh obat (Angermeier, 1983). Tack (1977,
dalam Herrmann et al.), Schönpflug / Schönpflug (1983), dan Atkinson et al. (1996), memberikan
pengertian yang tidak berbeda, yaitu bahwa belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku.
Perubahan tingkah laku tersebut bukan merupakan akibat dari kecenderungan tingkah laku
bawaan, kematangan, atau pengaruh lain seperti kelelahan dan pengaruh obat. Perubahan tersebut
bisa mencakup pengetahuan & tingkah laku yang tampak, yang diperoleh melalui pengalaman
(Schönpflug & Schönpflug, 1983).
Penjelasan dalam uraian di atas bukan merupakan hal yang mudah untuk dipahami oleh orang
awam. Karenanya dimunculkan pengertian lain yang didasarkan atas studi yang telah dilakukan
Pengertian tersebut mengemukakan bahwa belajar telah terjadi apabila organisme masih dapat
menyelesaikan tugas atau soal-soal belajar (Lernaufgabe), meskipun tidak melakukan latihan
tambahan dalam jangka waktu lama. Jangka waktu lama ini menurut pakarnya tidak harus berarti
sehari atau lebih, melainkan bisa juga satu interval waktu tertentu. Yang penting adalah adanya
kepastian atau jaminan bahwa penyelesaian tugas atau soal-soal belajar tersebut telah tersimpan
dalam ingatan jangka panjang. Kaitan antara belajar dan ingatan jangka panjang inmerupakan
halyang mutlak, karena tanpanya belajar tidak mungkin dapat terjadi (Angermeier, 1983).
Perlu dibedakan apakah satu tingkah laku terjadi karena kematangan atau karena belajar. Tingkah
laku anak seperti merangkak, berjalan, dan kemampuan motorik seperti meraih objek dengan
jempol dan telunjuknya, tidak dapat dikatakan sebagai hasil belajar. Tingkah laku tersebut terjadi
karena kematangan struktur sistem syaraf pusat, terkecuali refleks atau insting. Demikian pula
yang terjadi pada semua kemampuan motorik dan gerakan yang dilakukan manusia dengan
keseluruhan tubuhnya, dengan kepala, dengan lengan dan tangan, dengan tungkai dan kaki.
Gerakan-gerakan semacam itu terdapat dalam kegiatan sehari-hari dan dalam aktifitas bekerja,
misalnya belajar dengan bola, dengan pemukul dan bola, bekerja dengan alat pertukangan, dan
sebagainya. Dalam situasi tersebut observasi (Beobachtungslernen) dan latihan dengan informasi
umpan balik (Rückkopplungsinformation) memegang peranan penting.
2
Belajar motorik
Dikemukakan oleh Lockhart dan Johnson (1970) bahwa belajar motorik merupakan perubahan
yang relatif permanen dalam kemampuan motorik sebagai akibat dari latihan dan pengalaman,
dan bukan disebabkan oleh maturasi atau fluktuasi fisiologis-psikologis. Perubahan tersebut
disimpulkan berdasarkan observasi dan evaluasi terhadap kemampuan motorik. Diketengahkan
pula bahwa belajar motorik melibatkan gerakan-gerakan bertujuan yang terintegrasi ke dalam
pola-pola tindakan. Belajar motorik melibatkan indera reseptor, internal atau / dan eksternal, yang
terintegrasi melalui sistem syaraf dan termodulasi melalui mekanisme respon ke dalam hasil
akhir. Hasil akhir tersebut berupa gerakan yang terorganisasi dan terkontrol. Dengan demikian
belajar motorik ini menuntut keterlibatan indera, aspek psikologis, perseptual dan motor.
Kedua pakar tersebut mengemukakan pula bahwa jika seseorang tertarik mempelajari belajar
motorik, maka penting baginya untuk memulai studi sedekat mungkin dengan tahap awal yaitu
unlearned level. Belajar di masa lampau bisa mempengaruhi proses belajar yang berikutnya atau
new learning. Pengaruhnya bisa positif namun bisa juga negatif. Mempelajari sesuatu yang baru
atau new learning, terbangun dan diatur oleh belajar sebelumnya yang sesuai atau previous
appropriate learning. Mempelajari sesuatu yang baru atau new learning, merupakan kelanjutan
atau adaptasi dari kemampuan yang telah diperoleh sebelumnya. Hal ini membawa konsekuensi,
yaitu jika seseorang berniat mempelajari belajar atau learning, sangat disarankan untuk
menggunakan tugas-tugas atau soal yang belum terlatih (unpracticed), tidak dikenal (unfamiliar).
Karena itu dalam laboratorium yang bergerak di bidang belajar motorik merupakan hal yang
biasa untuk menggunakan tugas-tugas yang disebut novel tasks, yaitu tugas yang berbeda dari
tugas yang biasa melibatkan ketrampilan subjek atau learner.
Merupakan hal yang tidak mungkin untuk menemukan atau membuat tugas-tugas motorik yang
tidak mempersyaratkan pengetahuan dan ketrampilan sebelumnya, yaitu tugas-tugas yang bisa
dipakai oleh subjek dewasa namun minimal memungkinkan untuk memulainya dengan
ketrampilan yang tidak biasa (unusual), tidak terlatih (unpracticed). Dalam kaitannya dengan
tugas motorik yang akan diberikan, kiranya harus dimengerti bahwa tujuan nyata dalam
laboratorium eksperimen bukanlah untuk mempelajari atau untuk meningkatkan performansi
pada alat seperti stabilometer. Alat-alat yang digunakan dalam laboratorium tersebut digunakan
untuk memberikan contoh mengenai belajar, yaitu satu jenis tugas yang berguna dalam
mempelajari fenomena yang terjadi dalam belajar seperti retensi, transfer dan umpan balik atau
feedback; demikian pula pengaruh stres, tingkat aspirasi, distribusi dan lama latihan yang berbeda
terhadap belajar motorik dan terhadap performansi motorik.
Performansi
Performansi di dalam belajar berfungsi sebagai indikator, karena belajar tidak dapat diobservasi
langsung (Lockhart & Johnson, 1970). Berkenaan dengan performansi terdapat tiga kondisi
waktu yang bisa diobservasi, yaitu:
3. Konsekuensi performansi:
Pemberian imbalan atau reward
Pemberian penguatan atau reinforcement
Pemberian umpan balik atau feedback
Eksperimen dengan displaced vision sangat banyak digunakan untuk melihat metode dasar yang
dipakai untuk mendapatkan kontrol motorik, perkembangan genetik dari koordinasi otot, adaptasi
dalam belajar, transfer bilateral atau ’cross education’ efek perbedaan interval pada latihan
terhadap tingkat perbaikan atau rate of improvement, interferensi, mempelajari kurva, dan
sebagainya.
Penelitian berikut akan melibatkan observasi terhadap perolehan koordinasi baru antara gerakan
dan persepsi. Penelitian ini menggunakan peralatan tertua dan paling sering digunakan, yang
sengaja dirancang untuk penelitian mengenai belajar motorik. Mirror drawing / tracing
apparatus mempersyaratkan gerakan yang tidak sama dengan kebiasaan yang telah diperoleh.
Hal ini dimungkinkan karena tugas dalam Mirror drawing / tracing apparatus melibatkan
seringnya perubahan arah gerakan yang membuat penyelesaian tugas menjadi lebih sulit. Tugas
ini juga memerlukan kesiagaan penyesuaian yang terus menerus atau konstan, meskipun panjang
yang sama dari bentuk yang harus ditelusuri dibuat teratur. Bandingkan efek hubungan atas-
bawah atau up-down, dan hubungan kiri-kanan atau left-right. Tugas ini cukup memakan waktu
sehingga cukup sulit untuk dikerjakan dan tidak menyebabkan kelelahan. Namun demikian belum
dijumpai adanya prediksi berkaitan dengan frustrasi dalam mengerjakan tugas ini
Dalam rangka melihat perkembangan genetik dari koordinasi otot, penelitian ini akan melihat
performansi unilateral dan performansi contralateral yang relatif tidak terlatih. Tujuannya adalah
untuk memperlihatkan adanya fenomena bilateral dan untuk memberikan contoh lain mengenai
hasil proses belajar akibat perkembangan genetik dari koordinasi otot.
Masalah
Penelitian ini bermaksud melihat performansi unilateral dan performansi contralateral yang relatif
tidak terlatih. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan performansi unilateral adalah
performansi dari tangan dominan, dan performansi contralateral adalah performansi dari tangan
tidak dominan.
Pertanyaan penelitian:]
Bagaimana performansi tangan dominan dan tangan non-dominan pada aparatus mirror drawing
atau mirror tracing board?
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan tangan dominan adalah tangan kanan, dan tangan
non-dominan adalah tangan kiri
4
Metode
Studi komparatif
Pada penelitian ini akan dibandingkan hasil pengerjaan tangan dominan (tangan kanan) dengan
hasil pengerjaan tangan non-dominan (tangan kiri)
Subjek penelitian
Material
Mirror tracing apparatus / board atau mirror drawing apparatus (lihat Townsend, 1953).
Pola bentuk ‘bintang’
Stop watch
Pinsil yang telah diraut
Mirror drawing:
Adalah kegiatan menggambar pola tertentu yang dilihat melalui cermin pantul. Pola tersebut
diletakkan pada papan lintasan yang terletak di depan cermin pantul. Melalui mirror drawing
ingin dilihat koordinasi visual-motorik seseorang, yang dalam hal ini adalah tangan dan mata
seseorang, dalam mempersepsikan sesuatu dalam penglihatan terbalik, yaitu melalui cermin.
5
Prosedur penelitian
1. Tempatkan kertas dengan pola ‘bintang’ pada papan mirror tracing apparatus.
2. Perhatikan bahwa tanda panah pada pola berada di sudut kanan atas kertas.
3. Aparatus diletakkan tepat di depan subjek.
4. Subjek duduk di depan apparatus..
5. Atur aparatus sedemikian rupa sehingga subjek hanya dapat melihat kertas berpola ‘bintang’
secara tidak langsung dari cermin pada apparatus.
6. Siapkan pinsil yang telah diraut.
7. Subjek diminta untuk menelusuri pola ‘bintang’ pada kertas dengan menggunakan pinsil
yang disediakan, dimulai dari tanda panah dan bergerak mengikuti arah atau bentuk pola
‘bintang’
8. Subjek diminta untuk berhati-hati dalam melakukannya agar pinsil tidak menyentuh atau
melewati garis batas jalur pada pola ‘bintang’
9. Subjek diminta untuk tidak mengangkat pinsil dari kertas. Harus diupayakan agar kontak
antara pinsil dengan kertas senantiasa terjaga.
10. Jika subjek bergerak melewati garis batas, ia harus kembali lagi pada titik kesalahan yang
terdekat, kemudian melanjutkan tugasnya menelusuri pola ‘bintang’ dengan pinsil.
11. Pertama kali subjek melakukan tugasnya dengan tangan kanan.
12. Kemudian subjek melakukan tugasnya dengan tangan kiri.
13. Waktu yang digunakan untuk menelusuri pola dihitung dengan menggunakan stop watch.
6
Analisis data
Hasil penelitian
97.94
100
69.77
80
60
40
13.15 12.91
20
0
Tangan Tangan Kiri Tangan Tangan Kiri
Kanan Kanan
Kesimpulan
• Waktu penyelesaian mirror tracing apparatus dengan menggunakan tangan dominan (tangan
kanan) lebih lama (M = 97.94 detik) dibandingkan dengan waktu penyelesaian dengan
menggunakan tangan non-dominan (tangan kiri) (M = 69.77 detik).
• Kesalahan yang dibuat Subjek dalam menyelesaikan mirror tracing apparatus dengan
menggunakan tangan dominan (tangan kanan) lebih banyak (M = 13.15) dibandingkan
dengan kesalahan yang dibuat Subjek dengan menggunakan tangan non-dominan (tangan
kiri) (M = 12.91).
Diskusi
Perkembangan genetik dari koordinasi otot, dalam bentuk gerakan tangan, dan persepsi, yang
pada penelitian ini diperlihatkan melalui performansi subjek dengan menggunakan tangan
dominan (tangan kanan) dan tangan non-dominan (tangan kiri), tampak nyata dalam penyelesaian
tugas mirror tracing apparatus. Data menunjukkan bahwa kesalahan yang hampir sama
dilakukan oleh subjek, baik pada saat menggunakan tangan dominan (tangan kanan) maupun saat
menggunakan tangan non-dominan (tangan kiri). Data memperlihatkan pula bahwa waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas mirror tracing apparatus, yaitu bahwa waktu penyelesaian
dengan menggunakan tangan dominan (tangan kanan) lebih lama (M = 97.94 detik) dibandingkan
dengan waktu penyelesaian dengan menggunakan tangan non-dominan (tangan kiri) (M = 69.77
detik). Apabila data tersebut dipandang melalui pendapat Lockhart dan Johnson (1970), bahwa
setiap respon motorik merupakan gerakan yang terorganisasi dan terkontrol, sebagai hasil akhir
yang prosesnya melibatkan indera reseptor, internal atau / dan eksternal, yang terintegrasi melalui
sistem syaraf dan termodulasi melalui mekanisme respon ke dalam hasil akhir, maka dapat
dikatakan bahwa kontrol atau kendali subjek saat penggunaan tangan dominan (tangan kanan)
lebih baik dibandingkan dengan kendali subjek saat menggunakan tangan non-dominan (tangan
kiri). Dengan kata lain koordinasi indera, aspek psikologis, perseptual dan motorik subjek lebih
baik pada saat menggunakan tangan dominan (tangan kanan) dibandingkan dengan koordinasi
yang sama pada saat subjek saat menggunakan tangan non-dominan (tangan kiri). Melalui
pembandingan penggunaan tangan dominan (tangan kanan) dan penggunakan tangan non-
dominan (tangan kiri) dalam mengerjakan mirror tracing apparatus tergambar adanya kontribusi
faktor genetik dalam gerakan motorik, yang dalam penelitian ini adalah belajar motorik.
Penelitian lanjutan
Daftar pustaka