OLEH :
2. Pratiwi Gholil(19034074)
JURUSAN FISIKA
2020
KATA PENGANTAR
Puji beserta syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah dengan topik
“Polusi dan Kabut Asap” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata
kuliah Instrumentasi Kebencanaan dan untuk menambah wawasan kita tentang
Polusi dan Kabut Asap yang belum diketahui bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Hamdi, M.Si selaku
dosen mata kuliah Instrumentasi Kebencanaan yang telah memberikan tugas ini,
sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan Penulis sesuai dengan
topik yang ditekuni oleh Penulis.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................ i
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................ 24
3.2 Saran ....................................................................................................................................... 26
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Selain factor alam,factor manusia pun juga menjadi sorotan atas peristiwa
bencana kabut asap. Peristiwa ini melibatkan sejumlah perusahaan perkebunan
1
dan hutan tanaman industry. Umumnya pembakaran lahan adalah petani untuk
persiapan menanam agar lahan gambut menjadi subur, namun yang paling
berdampak kabut aap adalah ketika sebuah korporasi yang membakar. Temuan
titik api pun berasal dari lahan perusahan HTIyang kemudian menyebar ke lahan
lainnya.
2. Apa saja hukum-hukm fisika yang mendasari terjadinya polusi dan kabut
asap ?
2
4. Untuk mengetahui apa saja karakteristik fisika dari polusi dan kabut
asap .
5. Untuk engetahui alat apa saja yang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat polusi dan kabut asap.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Polusi
Pengertian polusi yaitu adanya suatu zat atau materi yang masuk ke
dalam lingkungan sehingga menyebabkan lingkungan menjadi tidak
berfungsi sebagaimana mestinya.
1. Polusi Cahaya
4
Polusi cahaya merupakan salah satu jenis polusi yang berdampak
buruk akibat cahaya buatan manusia. Polusi cahaya terjadi karena
kondisi besarnya intensitas cahaya di suatu tempat. Polusi cahaya
biasanya ada karena dampak dari industrialisasi. Polusi cahaya berasal
dari pencahayaan interior dan eksterior bangunan, properti komersial,
papan iklan, lampu jalan, kantor, stadion, dan pabrik.
2. Polusi Air
5
Pencemaran air adalah masuknya makhluk hidup,zat,energi atau
komponen lain ke dalam air. Akibatnya,kualitas air turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi. Pencemaran air
adalah ancaman yang banyak dikhawatirkan oleh manusia karena air
merupakan sumber kehidupan.Timbulnya pencemaran di Daerah Aliran
Sungai (DAS) dan air tanah akibat kemajuan industri akan
mempengaruhi daya dukung lingkungan terhadap makhluk hidup.
3. Polusi Tanah
6
Pencemaran tanah adalah keadaan yang disebabkan oleh masuknya
bahan kimia buatan manusia dan mengubah lingkungan tanah alami.
Penyebab pencemaran tanah adalah limbah pertanian, limbah industri,
dan limbah rumah tangga.
4. Polusi Suara
7
Beberapa penyebab pencemaran oleh suara di antaranya adalah
suara kendaraan bermotor, suara pertir, suara pabrik, suara chainsaw,
dan suara kereta api. Contoh lainnya yang sering terjadi adalah suara
pesawat udara serta suara speaker atau TOA dapat mengganggu
masyarakat sekitar.
5. Polusi Udara
8
yang bisa terjadi berhari-hari hingga hitungan bulan yang bisa terjadi
karena beberapa penyebab yaitu salah satunya pembakaran hutan.
9
kondisi cuaca saat itu (hanya sedikit angin atau nyaris tanpa angin)
menyebabkan kota London diselimuti kabut asap yang berbahaya.
Korban yang tercatat adalah 4 ribu orang yang meninggal, serta 6 ribu
orang lainnya yang meninggal beberapa bulan setelahnya.
3. Kebakaran Hutan
4. Gunung Meletus
10
Tidak hanya dari ulah manusia, asap dari gunung yang sedang
mengalami proses erupsi dapat juga menyebabkan kabut asap.
Komposisi asap serta beberapa partikel yang ada dalam asap
dari gunung meletus dapat bereaksi dengan sinar matahari dan
oksigen, serta menjadi kabut asap. Contoh fenomena ini dapat
disaksikan di Hawaii, dimana setiap kali gunung berapi aktif atau
bukaan magma baru terbentuk menghasilkan kabut asap yang cukup
tebal, yang dapat menghalangi sinar matahari, serta cukup berbahaya
bagi tumbuhan, hewan, dan manusia.
2.2 Hukum-hukum Fisika yang Mendasari Proses Polusi dan Kabut Asap
Salah satu peyebab kabut asap yaitu karena kebakaran hutan, karena
adanya kabut asap ini maka akan menimbulkan polusi udara, berikut ini
merupakan hukum-hukum fisika yang mendasari terjadinya kabut asap dan
polusi udara:
A. Suhu
11
merupakan faktor yang berpengaruh pada suhu bahan bakar dan
kemudahan bahan bakar untuk terbakar (Dirjen PHPA, 1994). Suhu
mempengaruhi besarnya curah hujan, laju evaporasi dan transpirasi.
Suhu juga dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat memprakirakan
dan menjelaskan kejadian dan penyebaran air di muka bumi. Dengan
demikian adalah penting untuk mengetahui bagaimana menentukan
besarnya suhu udara. Suhu udara tergantung dari intensitas
panas/penyinaran matahari. Areal dengan intensitas penyinaran
matahari yang tinggi akan menyebabkan bahan bakar cepat mengering,
sehingga memudahkan terjadinya kebakaran. Suhu yang tinggi akan
mengindikasikan bahwa daerah tersebut cuacanya kering sehingga
rawan kebakaran (Purbowaseso, 2004).
B. Kecepatan angin
2. Polusi cahaya
A. Intensitas cahaya
12
Polusi cahaya dapat terjadi karena tingginya intensitas cahaya pada
suatu wilayah. Semakin tinggi intensitas cahaya yang dihasilkan dari
aktivitas manusia maka akan semakin besar peluang akan terjadinya
polusi cahaya. Polusi cahaya berasal dari pencahayaan eksterior dan
interior bangunan, papan iklan, properti komersial, kantor, pabrik,
lampu jalan dan stadion.
3. Polusi suara
A. Bunyi
13
b. Gas (CO, NOx, SOx, H2S dan HC)
Pada partikel sifat fisis yang penting adalah ukurannya, yang berkisar
antara diameter 0,0002 mikron sampai sekitar 500 mikron. Pada kisaran
tersebut partikel mempunyai umur dalam bentuk tersuspensi di udara
antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Umur partikel tersebut
dipengaruhi oleh kecepetan pengendapan yang ditentukan dari ukuran dan
densitas partikel serta aliran udara. Pada gambar dibawah ini dapat dilihat
hubungan antara velositas pengendapan dengan ukuran partikel jika
diasumsi densitas sama. Sifat partikel lainnya yang penting adalah
kemampuannya sebagi tempat adsorbsi (sorbsi secara fisik).
Secara Fisika :
Polusi Udara : sifat-sifat udara yang dapat diamati, udara yang bersih
seharusnya tidak berwarna dan tidak berbau,udanya warna atau bau pada
udara menunjukkan adanya polutan.
Polusi Air : kekeruhan, bau, warna, dan suhu, dapat menjadi indikator
bagi polusi., Air yang bersih seharusnya jernih (tidak keruh), tidak berbau,
tidak berwarna, dan suhunya relatif sedang. Kekeruhan air berhubungan
dengan konsentrasi partikel padat yang tersusupensi dalam air. Kekeruhan
air dapat diukur secara sederhana menggunakan alat yang disebut cakram
Secchi (secchi disc). Cakram Secchi ditandai dengan warna hitam dan putih.
Cakram masih dapat dilihat dengan jelas menunjukkan tingkat penetrasi
cahaya pada perairan tersebut. Bau dan warna atau perubahan suhu ekstrirr
pada air dapat menunjukkan keberadaan senyawa kimia atau polutan
tertentu dalam air.
14
Polusi Tanah : Contoh indikator fisik yang menunjukkan kualitas tanah,
antara lain warna tanah, kedalaman lapisan atas tanah, kepadatan tanah,
porositas dan tekstur tanah, dan endapan pada tanah.
15
Analisis tanggal 9 September 2019 oleh BMKG menunjukkan,
Madden Julian Oscillation (MJO) aktif di benua maritim (Fase 5) dan
diprediksi menuju tidak aktif hingga awal dasarian III atau 10 hari
terakhir di bulan September 2019. MJO itu sendiri ialah sebuah pola
khatulistiwa anomali curah hujan yang dalam skala planet. Sementara,
OLR O (Longwave Radiation) merupakan salah satu indikator yang
digunakan memantau fase MJO tersebut. Berdasarkan peta prediksi
spasial anomali OLR pada awal dasarian II (10 hari tengah) bulan
September 2019 wilayah Indonesia umumnya normal, pada dasarian II
September 2019 terdapat daerah subsiden di wilayah Papua.
16
telah memasuki musim kemarau.
17
Rekapitulasi Luas Kebakaran Hutan dan Lahan (Ha) Per Provinsi Di
Indonesia Tahun 2015-2020
18
# PROVINSI 2015 2016 2017 2018 2019 2020
6 DKI Jakarta - - - - - -
2 Riau 19
183.808,59 85.219,51 6.866,09 37.236,27 90.550,00 15.442,00
5
2.5 Alat Pengukur Polusi dan Kabut Asap
20
telanjang. TDS merupakan singkatan dari Total Dissolved Solids. Pada
setiap air minum pasti mengandung suatu partikel yang dapat larut dan
tidak bisa tampak oleh mata. Untuk partikelnya, dapat berupa partikel
padat misalnya kandungan logam.
Air organik merupakan air yang sama sekali tidak memiliki
kandungan dan unsur kimia selain H2O. Unsur kimia tersebut dalam air
mineral tersebut tidak mengandung unsur mineralanorganik,
diantaranya adalah merkuri, frrum, dan alumunium. Untuk cara
mengukur partikel tersebut yaitu dengan TDS meter.
Alat tersebut dapat mengukur berapa jumlah partikel padat yang
dapat larut dalam air pada setiap satuan ppm. Untuk penunjuknya
berupa angka digital pada displaynya.
TDS meter ini digunakan sebagai alat cek kemurnian air dan kadar
mineral yang ideal untuk semua aplikasi pemurnian air seperti
pengecekan air minum isi ulang, air reverse osmosis, air PAM, air
destilasi, air aki, air tanah, air limbah regulasi, air sadah, budidaya
hidroponik, dan koloid perak.
Cara kerja Tds meter yaitu dengan cara mencelupkan ujung Tds
meter kedalam air uji kira-kira sedalam 5 cm dalam posisi on, dan tahan
kurang lebih selama 2 sampai 3 menit sampai angka penunjuk dalam
layar digital stabil.
Alat yang diberi nama “Resistivity Meter Small Scale & Small Pin
Electrode” atau RMSS ini dapat mendeteksi kadar polutan yang ada di
dalam tanah, termasuk yang dekat dengan permukaan.
21
RMSS merupakan salah satu alat ukur yang selama ini digunakan
untuk mendeteksi stuktur di bawah permukaan yang biasanya
berhubungan dengan fluida atau mineral yang ada di bawah tanah.
Dibandingkan alat lain yang sudah ada sebelumnya, RMSS memiliki
keunggulan karena dapat mengukur kondisi di dekat permukaan tanah.
Kebanyakan alat pengukuran yang ada saat ini mengukur terlalu dalam
sehingga kurang mendapatkan hasil yang optimal. Dengan RMSS,
pengukuran dapat dilakukan lebih detail dengan resolusi yang lebih baik
pula.
Jika tanah diketahui sudah tercemar, dilakukan pengujian pada
lapisan tanah yang lebih dalam untuk mengetahui apakah pencemaran
sudah sampai lapisan dalam atau tidak.
Adapun tingkat kedalaman pengukuran RMSS dapat bergantung
pada panjangan bentangan kabel yang terkoneksi pada RMSS.
Diperkirakan, kedalaman tanah yang diukur merupakan sepertujuh dari
panjang bentangan.
Di bidang pertanian, dengan mengetahui tingkat pencemarannya
dapat mengetahui kondisi kesuburan tanah. Dengan demikian, dapat
diketahui langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah tanah
aman untuk ditanami, perlu ditingkatkan kesuburannya, atau justru
tidak dapat ditanami sama sekali.
Selain itu, dengan mengetahui kondisi tanah, dapat diketahui pula
tanaman apa yang cocok untuk di tanam di lahan tersebut. Sementara
pada bidang lain, penggunaan RMSS biasanya dapat dilakukan untuk
mengukur kemampuan menahan beban bangunan hingga menentukan
mineral yang ada di bawah permukaan.
Bukan hanya itu, RMSS pun dapat digunakan untuk mengukur kadar
polutan di dalam air sungai. Alat ini sendiri sudah pernah digunakan
untuk mengukur kondisi sub DAS Citarum, tepatnya di bantaran sungai
Cikapundung.Untuk melakukan pengukuran, tim biasanya
membutuhkan satu main unit RMSS, sejumlah elektroda, kabel, dan
sumber arus listrik.
22
RMSS merupakan salah satu alat ukur yang selama ini digunakan untuk
mendeteksi stuktur di bawah permukaan yang biasanya berhubungan dengan
fluida atau mineral yang ada di bawah tanah,” jelas Dr. Eleonora.
Lebih lanjut Dr. Eleonora mengungkapkan, dibandingkan alat lain yang sudah
ada sebelumnya, RMSS memiliki keunggulan karena dapat mengukur kondisi
di dekat permukaan tanah. Kebanyakan alat pengukuran yang ada saat ini
mengukur terlalu dalam sehingga kurang mendapatkan hasil yang optimal.
Dengan RMSS, pengukuran dapat dilakukan lebih detail dengan resolusi
yang lebih baik pula.
“Kalau untuk pencemaran, RMSS ini lebih baik karena pencemaran ‘kan tidak
terlalu dalam biasanya, apalagi masih dalam rentang 10-20 tahun itu dia
masih di permukaan biasanya,” jelas Kepala Pusat Studi Geofisika,
Eksplorasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan FMIPA Unpad ini.
Jika tanah diketahui sudah tercemar, Dr. Eleonora dan tim akan melakukan
pengujian pada lapisan tanah yang lebih dalam untuk mengetahui apakah
pencemaran sudah sampai lapisan dalam atau tidak. “Nah, itu kita akan
menggunakan bentangan yang lebih panjang,” ungkapnya.
Adapun tingkat kedalaman pengukuran RMSS dapat bergantung pada
panjangan bentangan kabel yang terkoneksi pada RMSS. Diperkirakan,
kedalaman tanah yang diukur merupakan sepertujuh dari panjang bentangan.
Di bidang pertanian, dengan mengetahui tingkat pencemarannya dapat
mengetahui kondisi kesuburan tanah. Dengan demikian, dapat diketahui
langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah tanah aman untuk
ditanami, perlu ditingkatkan kesuburannya, atau justru tidak dapat ditanami
sama sekali.
Selain itu, dengan mengetahui kondisi tanah, dapat diketahui pula tanaman
apa yang cocok untuk di tanam di lahan tersebut. Sementara pada bidang
lain, penggunaan RMSS biasanya dapat dilakukan untuk mengukur
kemampuan menahan beban bangunan hingga menentukan mineral yang
ada di bawah permukaan.
Bukan hanya itu, RMSS pun dapat digunakan untuk mengukur kadar polutan
di dalam air sungai. Alat ini sendiri sudah pernah digunakan untuk mengukur
kondisi sub DAS Citarum, tepatnya di bantaran sungai Cikapundung. Untuk
melakukan pengukuran, tim biasanya membutuhkan satu main unit RMSS,
sejumlah elektroda, kabel, dan sumber arus listrik.
Selain untuk mempermudah pengukuran, penggunaan RMSS juga dapat
mempercepat proses pengambilan data.
“Kalau di satu luasan ambil sampel satu persatu kan lama. Ini kita bisa
gunakan di satu lintasan, langsung dapat di bawah permukaan seperti apa.
Jadi membantu percepatan,” ujarnya.
Alat RMSS merupakan hasil penelitian yang dilakukan Dr. Eleonora sejak
2010. Alat ini terus menagalami perkembangan hingga kini, khususnya
melalui skema penelitian Hibah Internal Unpad. Alat ini pun sudah
dipresentasikan pada berbagai kesempatan, nasional dan internasional. Saat
ini, RMSS sedang dalam proses untuk mendapatkan Hak Kekayaan
Intelektual.
Dr. Eleonora pun berharap alat ini dapat digunakan oleh berbagai pihak.
Bukan hanya oleh mereka yang bergerak di bidang Geofisika, tetapi juga oleh
masyarakat lebih luas.
23
“Jadi membantu proses awal sebelum mereka melakukan preses pertanian,
atau pada saat proses pengembangan perumahan,” ujarnya.
Ke depan, Dr. Eleonora berencana dan tim berencana untuk membuat RMSS
versi digital agar lebih mudah digunakan oleh pengguna yang bukan berasal
dari ilmu Geofisika.
RMSS merupakan salah satu alat ukur yang selama ini digunakan untuk
mendeteksi stuktur di bawah permukaan yang biasanya berhubungan dengan
fluida atau mineral yang ada di bawah tanah,” jelas Dr. Eleonora.
Lebih lanjut Dr. Eleonora mengungkapkan, dibandingkan alat lain yang sudah
ada sebelumnya, RMSS memiliki keunggulan karena dapat mengukur kondisi
di dekat permukaan tanah. Kebanyakan alat pengukuran yang ada saat ini
mengukur terlalu dalam sehingga kurang mendapatkan hasil yang optimal.
Dengan RMSS, pengukuran dapat dilakukan lebih detail dengan resolusi
yang lebih baik pula.
“Kalau untuk pencemaran, RMSS ini lebih baik karena pencemaran ‘kan tidak
terlalu dalam biasanya, apalagi masih dalam rentang 10-20 tahun itu dia
masih di permukaan biasanya,” jelas Kepala Pusat Studi Geofisika,
Eksplorasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan FMIPA Unpad ini.
Jika tanah diketahui sudah tercemar, Dr. Eleonora dan tim akan melakukan
pengujian pada lapisan tanah yang lebih dalam untuk mengetahui apakah
pencemaran sudah sampai lapisan dalam atau tidak. “Nah, itu kita akan
menggunakan bentangan yang lebih panjang,” ungkapnya.
Adapun tingkat kedalaman pengukuran RMSS dapat bergantung pada
panjangan bentangan kabel yang terkoneksi pada RMSS. Diperkirakan,
kedalaman tanah yang diukur merupakan sepertujuh dari panjang bentangan.
Di bidang pertanian, dengan mengetahui tingkat pencemarannya dapat
mengetahui kondisi kesuburan tanah. Dengan demikian, dapat diketahui
langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah tanah aman untuk
ditanami, perlu ditingkatkan kesuburannya, atau justru tidak dapat ditanami
sama sekali.
Selain itu, dengan mengetahui kondisi tanah, dapat diketahui pula tanaman
apa yang cocok untuk di tanam di lahan tersebut. Sementara pada bidang
lain, penggunaan RMSS biasanya dapat dilakukan untuk mengukur
kemampuan menahan beban bangunan hingga menentukan mineral yang
ada di bawah permukaan.
Bukan hanya itu, RMSS pun dapat digunakan untuk mengukur kadar polutan
di dalam air sungai. Alat ini sendiri sudah pernah digunakan untuk mengukur
kondisi sub DAS Citarum, tepatnya di bantaran sungai Cikapundung. Untuk
melakukan pengukuran, tim biasanya membutuhkan satu main unit RMSS,
sejumlah elektroda, kabel, dan sumber arus listrik.
Selain untuk mempermudah pengukuran, penggunaan RMSS juga dapat
mempercepat proses pengambilan data.
“Kalau di satu luasan ambil sampel satu persatu kan lama. Ini kita bisa
gunakan di satu lintasan, langsung dapat di bawah permukaan seperti apa.
Jadi membantu percepatan,” ujarnya.
Alat RMSS merupakan hasil penelitian yang dilakukan Dr. Eleonora sejak
2010. Alat ini terus menagalami perkembangan hingga kini, khususnya
melalui skema penelitian Hibah Internal Unpad. Alat ini pun sudah
dipresentasikan pada berbagai kesempatan, nasional dan internasional. Saat
24
ini, RMSS sedang dalam proses untuk mendapatkan Hak Kekayaan
Intelektual.
Dr. Eleonora pun berharap alat ini dapat digunakan oleh berbagai pihak.
Bukan hanya oleh mereka yang bergerak di bidang Geofisika, tetapi juga oleh
masyarakat lebih luas.
“Jadi membantu proses awal sebelum mereka melakukan preses pertanian,
atau pada saat proses pengembangan perumahan,” ujarnya.
Ke depan, Dr. Eleonora berencana dan tim berencana untuk membuat RMSS
versi digital agar lebih mudah digunakan oleh pengguna yang bukan berasal
dari ilmu Geofisika.
RMSS merupakan salah satu alat ukur yang selama ini digunakan untuk
mendeteksi stuktur di bawah permukaan yang biasanya berhubungan dengan
fluida atau mineral yang ada di bawah tanah,” jelas Dr. Eleonora.
Lebih lanjut Dr. Eleonora mengungkapkan, dibandingkan alat lain yang sudah
ada sebelumnya, RMSS memiliki keunggulan karena dapat mengukur kondisi
di dekat permukaan tanah. Kebanyakan alat pengukuran yang ada saat ini
mengukur terlalu dalam sehingga kurang mendapatkan hasil yang optimal.
Dengan RMSS, pengukuran dapat dilakukan lebih detail dengan resolusi
yang lebih baik pula.
“Kalau untuk pencemaran, RMSS ini lebih baik karena pencemaran ‘kan tidak
terlalu dalam biasanya, apalagi masih dalam rentang 10-20 tahun itu dia
masih di permukaan biasanya,” jelas Kepala Pusat Studi Geofisika,
Eksplorasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan FMIPA Unpad ini.
Jika tanah diketahui sudah tercemar, Dr. Eleonora dan tim akan melakukan
pengujian pada lapisan tanah yang lebih dalam untuk mengetahui apakah
pencemaran sudah sampai lapisan dalam atau tidak. “Nah, itu kita akan
menggunakan bentangan yang lebih panjang,” ungkapnya.
Adapun tingkat kedalaman pengukuran RMSS dapat bergantung pada
panjangan bentangan kabel yang terkoneksi pada RMSS. Diperkirakan,
kedalaman tanah yang diukur merupakan sepertujuh dari panjang bentangan.
Di bidang pertanian, dengan mengetahui tingkat pencemarannya dapat
mengetahui kondisi kesuburan tanah. Dengan demikian, dapat diketahui
langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah tanah aman untuk
ditanami, perlu ditingkatkan kesuburannya, atau justru tidak dapat ditanami
sama sekali.
Selain itu, dengan mengetahui kondisi tanah, dapat diketahui pula tanaman
apa yang cocok untuk di tanam di lahan tersebut. Sementara pada bidang
lain, penggunaan RMSS biasanya dapat dilakukan untuk mengukur
kemampuan menahan beban bangunan hingga menentukan mineral yang
ada di bawah permukaan.
Bukan hanya itu, RMSS pun dapat digunakan untuk mengukur kadar polutan
di dalam air sungai. Alat ini sendiri sudah pernah digunakan untuk mengukur
kondisi sub DAS Citarum, tepatnya di bantaran sungai Cikapundung. Untuk
melakukan pengukuran, tim biasanya membutuhkan satu main unit RMSS,
sejumlah elektroda, kabel, dan sumber arus listrik.
Selain untuk mempermudah pengukuran, penggunaan RMSS juga dapat
mempercepat proses pengambilan data.
“Kalau di satu luasan ambil sampel satu persatu kan lama. Ini kita bisa
gunakan di satu lintasan, langsung dapat di bawah permukaan seperti apa.
Jadi membantu percepatan,” ujarnya.
25
Alat RMSS merupakan hasil penelitian yang dilakukan Dr. Eleonora sejak
2010. Alat ini terus menagalami perkembangan hingga kini, khususnya
melalui skema penelitian Hibah Internal Unpad. Alat ini pun sudah
dipresentasikan pada berbagai kesempatan, nasional dan internasional. Saat
ini, RMSS sedang dalam proses untuk mendapatkan Hak Kekayaan
Intelektual.
Dr. Eleonora pun berharap alat ini dapat digunakan oleh berbagai pihak.
Bukan hanya oleh mereka yang bergerak di bidang Geofisika, tetapi juga oleh
masyarakat lebih luas.
“Jadi membantu proses awal sebelum mereka melakukan preses pertanian,
atau pada saat proses pengembangan perumahan,” ujarnya.
Ke depan, Dr. Eleonora berencana dan tim berencana untuk membuat RMSS
versi digital agar lebih mudah digunakan oleh pengguna yang bukan berasal
dari ilmu Geofisika.
RMSS merupakan salah satu alat ukur yang selama ini digunakan untuk
mendeteksi stuktur di bawah permukaan yang biasanya berhubungan dengan
fluida atau mineral yang ada di bawah tanah,” jelas Dr. Eleonora.
Lebih lanjut Dr. Eleonora mengungkapkan, dibandingkan alat lain yang sudah
ada sebelumnya, RMSS memiliki keunggulan karena dapat mengukur kondisi
di dekat permukaan tanah. Kebanyakan alat pengukuran yang ada saat ini
mengukur terlalu dalam sehingga kurang mendapatkan hasil yang optimal.
Dengan RMSS, pengukuran dapat dilakukan lebih detail dengan resolusi
yang lebih baik pula.
“Kalau untuk pencemaran, RMSS ini lebih baik karena pencemaran ‘kan tidak
terlalu dalam biasanya, apalagi masih dalam rentang 10-20 tahun itu dia
masih di permukaan biasanya,” jelas Kepala Pusat Studi Geofisika,
Eksplorasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan FMIPA Unpad ini.
Jika tanah diketahui sudah tercemar, Dr. Eleonora dan tim akan melakukan
pengujian pada lapisan tanah yang lebih dalam untuk mengetahui apakah
pencemaran sudah sampai lapisan dalam atau tidak. “Nah, itu kita akan
menggunakan bentangan yang lebih panjang,” ungkapnya.
Adapun tingkat kedalaman pengukuran RMSS dapat bergantung pada
panjangan bentangan kabel yang terkoneksi pada RMSS. Diperkirakan,
kedalaman tanah yang diukur merupakan sepertujuh dari panjang bentangan.
Di bidang pertanian, dengan mengetahui tingkat pencemarannya dapat
mengetahui kondisi kesuburan tanah. Dengan demikian, dapat diketahui
langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah tanah aman untuk
ditanami, perlu ditingkatkan kesuburannya, atau justru tidak dapat ditanami
sama sekali.
Selain itu, dengan mengetahui kondisi tanah, dapat diketahui pula tanaman
apa yang cocok untuk di tanam di lahan tersebut. Sementara pada bidang
lain, penggunaan RMSS biasanya dapat dilakukan untuk mengukur
kemampuan menahan beban bangunan hingga menentukan mineral yang
ada di bawah permukaan.
Bukan hanya itu, RMSS pun dapat digunakan untuk mengukur kadar polutan
di dalam air sungai. Alat ini sendiri sudah pernah digunakan untuk mengukur
kondisi sub DAS Citarum, tepatnya di bantaran sungai Cikapundung. Untuk
melakukan pengukuran, tim biasanya membutuhkan satu main unit RMSS,
sejumlah elektroda, kabel, dan sumber arus listrik.
26
Selain untuk mempermudah pengukuran, penggunaan RMSS juga dapat
mempercepat proses pengambilan data.
“Kalau di satu luasan ambil sampel satu persatu kan lama. Ini kita bisa
gunakan di satu lintasan, langsung dapat di bawah permukaan seperti apa.
Jadi membantu percepatan,” ujarnya.
Alat RMSS merupakan hasil penelitian yang dilakukan Dr. Eleonora sejak
2010. Alat ini terus menagalami perkembangan hingga kini, khususnya
melalui skema penelitian Hibah Internal Unpad. Alat ini pun sudah
dipresentasikan pada berbagai kesempatan, nasional dan internasional. Saat
ini, RMSS sedang dalam proses untuk mendapatkan Hak Kekayaan
Intelektual.
Dr. Eleonora pun berharap alat ini dapat digunakan oleh berbagai pihak.
Bukan hanya oleh mereka yang bergerak di bidang Geofisika, tetapi juga oleh
masyarakat lebih luas.
“Jadi membantu proses awal sebelum mereka melakukan preses pertanian,
atau pada saat proses pengembangan perumahan,” ujarnya.
Ke depan, Dr. Eleonora berencana dan tim berencana untuk membuat RMSS
versi digital agar lebih mudah digunakan oleh pengguna yang bukan berasal
dari ilmu Geofisika.
RMSS merupakan salah satu alat ukur yang selama ini digunakan untuk
mendeteksi stuktur di bawah permukaan yang biasanya berhubungan dengan
fluida atau mineral yang ada di bawah tanah,” jelas Dr. Eleonora.
Lebih lanjut Dr. Eleonora mengungkapkan, dibandingkan alat lain yang sudah
ada sebelumnya, RMSS memiliki keunggulan karena dapat mengukur kondisi
di dekat permukaan tanah. Kebanyakan alat pengukuran yang ada saat ini
mengukur terlalu dalam sehingga kurang mendapatkan hasil yang optimal.
Dengan RMSS, pengukuran dapat dilakukan lebih detail dengan resolusi
yang lebih baik pula.
“Kalau untuk pencemaran, RMSS ini lebih baik karena pencemaran ‘kan tidak
terlalu dalam biasanya, apalagi masih dalam rentang 10-20 tahun itu dia
masih di permukaan biasanya,” jelas Kepala Pusat Studi Geofisika,
Eksplorasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan FMIPA Unpad ini.
Jika tanah diketahui sudah tercemar, Dr. Eleonora dan tim akan melakukan
pengujian pada lapisan tanah yang lebih dalam untuk mengetahui apakah
pencemaran sudah sampai lapisan dalam atau tidak. “Nah, itu kita akan
menggunakan bentangan yang lebih panjang,” ungkapnya.
Adapun tingkat kedalaman pengukuran RMSS dapat bergantung pada
panjangan bentangan kabel yang terkoneksi pada RMSS. Diperkirakan,
kedalaman tanah yang diukur merupakan sepertujuh dari panjang bentangan.
Di bidang pertanian, dengan mengetahui tingkat pencemarannya dapat
mengetahui kondisi kesuburan tanah. Dengan demikian, dapat diketahui
langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah tanah aman untuk
ditanami, perlu ditingkatkan kesuburannya, atau justru tidak dapat ditanami
sama sekali.
Selain itu, dengan mengetahui kondisi tanah, dapat diketahui pula tanaman
apa yang cocok untuk di tanam di lahan tersebut. Sementara pada bidang
lain, penggunaan RMSS biasanya dapat dilakukan untuk mengukur
kemampuan menahan beban bangunan hingga menentukan mineral yang
ada di bawah permukaan.
27
Bukan hanya itu, RMSS pun dapat digunakan untuk mengukur kadar polutan
di dalam air sungai. Alat ini sendiri sudah pernah digunakan untuk mengukur
kondisi sub DAS Citarum, tepatnya di bantaran sungai Cikapundung. Untuk
melakukan pengukuran, tim biasanya membutuhkan satu main unit RMSS,
sejumlah elektroda, kabel, dan sumber arus listrik.
Selain untuk mempermudah pengukuran, penggunaan RMSS juga dapat
mempercepat proses pengambilan data.
“Kalau di satu luasan ambil sampel satu persatu kan lama. Ini kita bisa
gunakan di satu lintasan, langsung dapat di bawah permukaan seperti apa.
Jadi membantu percepatan,” ujarnya.
Alat RMSS merupakan hasil penelitian yang dilakukan Dr. Eleonora sejak
2010. Alat ini terus menagalami perkembangan hingga kini, khususnya
melalui skema penelitian Hibah Internal Unpad. Alat ini pun sudah
dipresentasikan pada berbagai kesempatan, nasional dan internasional. Saat
ini, RMSS sedang dalam proses untuk mendapatkan Hak Kekayaan
Intelektual.
Dr. Eleonora pun berharap alat ini dapat digunakan oleh berbagai pihak.
Bukan hanya oleh mereka yang bergerak di bidang Geofisika, tetapi juga oleh
masyarakat lebih luas.
“Jadi membantu proses awal sebelum mereka melakukan preses pertanian,
atau pada saat proses pengembangan perumahan,” ujarnya.
Ke depan, Dr. Eleonora berencana dan tim berencana untuk membuat RMSS
versi digital agar lebih mudah digunakan oleh pengguna yang bukan berasal
dari ilmu Geofisika.
RMSS merupakan salah satu alat ukur yang selama ini digunakan untuk
mendeteksi stuktur di bawah permukaan yang biasanya berhubungan dengan
fluida atau mineral yang ada di bawah tanah,” jelas Dr. Eleonora.
Lebih lanjut Dr. Eleonora mengungkapkan, dibandingkan alat lain yang sudah
ada sebelumnya, RMSS memiliki keunggulan karena dapat mengukur kondisi
di dekat permukaan tanah. Kebanyakan alat pengukuran yang ada saat ini
mengukur terlalu dalam sehingga kurang mendapatkan hasil yang optimal.
Dengan RMSS, pengukuran dapat dilakukan lebih detail dengan resolusi
yang lebih baik pula.
“Kalau untuk pencemaran, RMSS ini lebih baik karena pencemaran ‘kan tidak
terlalu dalam biasanya, apalagi masih dalam rentang 10-20 tahun itu dia
masih di permukaan biasanya,” jelas Kepala Pusat Studi Geofisika,
Eksplorasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan FMIPA Unpad ini.
Jika tanah diketahui sudah tercemar, Dr. Eleonora dan tim akan melakukan
pengujian pada lapisan tanah yang lebih dalam untuk mengetahui apakah
pencemaran sudah sampai lapisan dalam atau tidak. “Nah, itu kita akan
menggunakan bentangan yang lebih panjang,” ungkapnya.
Adapun tingkat kedalaman pengukuran RMSS dapat bergantung pada
panjangan bentangan kabel yang terkoneksi pada RMSS. Diperkirakan,
kedalaman tanah yang diukur merupakan sepertujuh dari panjang bentangan.
Di bidang pertanian, dengan mengetahui tingkat pencemarannya dapat
mengetahui kondisi kesuburan tanah. Dengan demikian, dapat diketahui
langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah tanah aman untuk
ditanami, perlu ditingkatkan kesuburannya, atau justru tidak dapat ditanami
sama sekali.
28
Selain itu, dengan mengetahui kondisi tanah, dapat diketahui pula tanaman
apa yang cocok untuk di tanam di lahan tersebut. Sementara pada bidang
lain, penggunaan RMSS biasanya dapat dilakukan untuk mengukur
kemampuan menahan beban bangunan hingga menentukan mineral yang
ada di bawah permukaan.
Bukan hanya itu, RMSS pun dapat digunakan untuk mengukur kadar polutan
di dalam air sungai. Alat ini sendiri sudah pernah digunakan untuk mengukur
kondisi sub DAS Citarum, tepatnya di bantaran sungai Cikapundung. Untuk
melakukan pengukuran, tim biasanya membutuhkan satu main unit RMSS,
sejumlah elektroda, kabel, dan sumber arus listrik.
Selain untuk mempermudah pengukuran, penggunaan RMSS juga dapat
mempercepat proses pengambilan data.
“Kalau di satu luasan ambil sampel satu persatu kan lama. Ini kita bisa
gunakan di satu lintasan, langsung dapat di bawah permukaan seperti apa.
Jadi membantu percepatan,” ujarnya.
Alat RMSS merupakan hasil penelitian yang dilakukan Dr. Eleonora sejak
2010. Alat ini terus menagalami perkembangan hingga kini, khususnya
melalui skema penelitian Hibah Internal Unpad. Alat ini pun sudah
dipresentasikan pada berbagai kesempatan, nasional dan internasional. Saat
ini, RMSS sedang dalam proses untuk mendapatkan Hak Kekayaan
Intelektual.
Dr. Eleonora pun berharap alat ini dapat digunakan oleh berbagai pihak.
Bukan hanya oleh mereka yang bergerak di bidang Geofisika, tetapi juga oleh
masyarakat lebih luas.
“Jadi membantu proses awal sebelum mereka melakukan preses pertanian,
atau pada saat proses pengembangan perumahan,” ujarnya.
Ke depan, Dr. Eleonora berencana dan tim berencana untuk membuat RMSS
versi digital agar lebih mudah digunakan oleh pengguna yang bukan berasal
dari ilmu Geofisika.
4. Alat ukur polusi suara
29
kebisingan suara ini sangat handal dan akurat. Produk yang kami
distribusi dari Jerman ini Adalah Alat Pengukur Tingkat Polusi Suara
PCE-322A yang merupakan Alat Ukur untuk menentukan nilai ataupun
tingkat kebisingan Polusi yang suara ( Alat Ukur Kebisingan ) yang
ditimbulkan pada suatu keadaan di berbagai sektor, kesehatan,
keselamatan industri dan juga untuk kontrol lingkungan yang nyaman
dan aman terhadap efek kontaminasi suara.
30
Tingkat kecerahan langit dipengaruhi oleh sejumlah faktor
diantaranya polusi cahaya. Polusi cahaya di suatu tempat dapat
dikuantisasi dengan pengukuran melakui Sky Quality Meter (SQM).
Penempatan alat SQM ini di sejumlah titik ditujukan untuk mendapatkan
data tingkat kecerahan langit dengan kondisi polusi cahaya yang
berbeda-beda. Sehingga, dipilih daerah di dekat perkotaan dan di daerah
pedesaan. Posisi daerah pengambilan data yang tersebar dan
pengambilan data sepanjang malam membutuhkan sistem kendali yang
cerdas. Sistem kendali ini dapat direalisasikan dengan penggunaan
mikrokontroler Arduino dan Raspberry Pi untuk kendali posisi dan
pengumpulan data serta penampilan data. Selain pengukuran secara
remote, pengukuran secara mobile dibutuhkan untuk mendapatkan data
tingkat kecerahan langit yang menjangkau daerah yang lebih luas.
Aplikasi berbasis android digunakan untuk pengukuran tingkat
kecerahan langit dengan pencacahan jumlah bintang yang terlihat pada
suatu rasi bintang tertentu. Data tingkat kecerahan langit dari SQM yang
dikendalikan secara remote dan aplikasi berbasis android digunakan
untuk membuat analisis tentang tingkat polusi cahaya di berbagai
daerah.
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Polusi yaitu adanya suatu zat atau materi yang masuk ke dalam
lingkungan sehingga menyebabkan lingkungan menjadi tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Polusi adalah suatu perubahan kondisi lingkungan
yang merugikan banyak pihak yang disebabkan oleh hasil aktivitas manusia
secara keseluruhan atau sebagian melalui pengaruh langsung/ tidak
langsung.
Polusi cahaya merupakan salah satu jenis polusi yang berdampak buruk
akibat cahaya buatan manusia. Sealin itu juga ada polusi udara/pencemaran
udara, Penyebab pencemaran udara dari faktor alam, misalnya aktivitas
gunung berapi yang mengeluarkan abu dan gas vulkanik,kebakaran
hutan,dan kegiatan mikroorganisme.
Kabut Asap / Asbut, istilah adaptasi dari bahasa Inggris smog , adalah
32
kasus pencemaran udara berat yang bisa terjadi berhari-hari hingga
hitungan bulan yang bisa terjadi karena beberapa penyebab yaitu salah
satunya pembakaran hutan.
3.2 Saran
33
34
DAFTAR PUSTAKA
Arnop O., Budiyanto, &, Rustama (2019). Kajian Evaluasi Mutu Sungai Nelas
dengan Metode Storet dan Indeks Pencemaran. Jurnal Penelitian Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 8 (1): 15–24. ISSN 2654-7732.
Naslilmuna M, Muryani C, Santoso S. 2018. Analisis kualitas air tanah dan pola
konsumsi air masyarakat sekitar industry kertas PT Jaya Kertas Kecamatan
Kertosono Kabupaten Nganjuk. Jurnal GeoEco. 4 (1) : 51-58.
iii
Ratnani R D.2008.Teknik Pengendalian Pencemaran Udara yang diakibatkan oleh
Partikel.Jurusan Tehnik Kimia Fakultas Tehnik Universitas Wahid Hasyim
Semarang. Vol.4
Widiyanto, A. F., Yuniarno, S., &, Kuswanto, K. (2015). Polusi air tanah akibat
limbah industri dan limbah rumah tangga (PDF). Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 10 (2): 246–254. ISSN 1858-1196.
iv