Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH INSTRUMENTASI KEBENCANAAN

“Polusi dan Kabut Asap”

OLEH :

Nama : 1. Aliya Nabila (19034048)

2. Pratiwi Gholil(19034074)

3. Rakan Rahman (19034078)

4. Ulvia Sepra Andini (19034092)

Program Studi : Fisika (NK)

Dosen : Dr. Hamdi, M.Si.

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah dengan topik
“Polusi dan Kabut Asap” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata
kuliah Instrumentasi Kebencanaan dan untuk menambah wawasan kita tentang
Polusi dan Kabut Asap yang belum diketahui bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Hamdi, M.Si selaku
dosen mata kuliah Instrumentasi Kebencanaan yang telah memberikan tugas ini,
sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan Penulis sesuai dengan
topik yang ditekuni oleh Penulis.

Dalam penulisan makalah ini Penulis menyadari sepenuhnya bahwa


makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan pengetahuan dan
pengalaman Penulis yang masih terbatas. Oleh karena itu, saran dan kritikan dari
semua pihak sangat Penulis harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik
untuk kedepannya.

Padang, 1 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................ i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 4

2.1Definisi dan penyebab polusi dan kabut asap..........................................................4


2.2Hukum-hukum fisika yang mendasari proses polusi dan kabut asap...........11
2.3Karakteristik fiska dari polusi dan kabut asap.......................................................13
2.4Prediksi polusi dan kabut asap..................................................................................... 15
2.5Alat pengukur tingkat polusi.......................................................................................... 19

BAB III PENUTUP ............................................................................................................................ 25

3.1 Kesimpulan............................................................................................................................ 24
3.2 Saran ....................................................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................... iii

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan satu dari 3 negara Asia Tenggara dengan tingkat


polusi tertinggi selain Vietnam dan Filipina. Salah satu polusi yaitu polusi udara.
Polusi udara diakibatkan dari penggunaan jumlah kendaraan bermotor yang
mengeluarkan gas-gas berbahaya. Aktivitas transfortasi di jalan raya terus
meningkat dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan karena semakin
meningkatnya pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan dan daya tarik
kota yang pesat. Angka kepemilikian kendaraan bermotor di Indonesia, terutama
di kota-kota besar menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat,sehingga
menimbulkan permasalahan yang serius yaitu kemacetan,meningkatnya
konsumsi bahan bakar dan semakin parahnya tingkat pencemaran udara akibat
emisi gas buang yang dihasilkan.

Menurut Soedomo (2001) polusi udara yang ditimbulkan oleh kendaraan


bermotor sebesar 70-80%, sedangkan pencemaran udara akibat industri dan
lain-lain hanya 20-30% saja. Polusi udara merupakan kontaminasi udara pada
atmosphere yang diakibatkan karena gas,cairan,atau limbah padat yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusi dan biosfer, mengurangi visibilitas, dan dapat
merusak material.

Bencana kabut asap yang sering terjadi di pulau Sumatera dan


Kalimantan diakibatkan oleh kebakaran hutan. Kebakaran hutan sering terjadi
pada musim-musim kemarau, dimana kebakaran mudah terjadi, dan ditambah
faktor arah angina yang mempercepat penyebaran kebakaran. Titik api yang
kemudian meluas semakin tidak terkendalikan oleh para petugas
pemadam,terlebih jika terjadi kebakaran di lahan gambut yang lebih susah untuk
dipadamkan.

Selain factor alam,factor manusia pun juga menjadi sorotan atas peristiwa
bencana kabut asap. Peristiwa ini melibatkan sejumlah perusahaan perkebunan

1
dan hutan tanaman industry. Umumnya pembakaran lahan adalah petani untuk
persiapan menanam agar lahan gambut menjadi subur, namun yang paling
berdampak kabut aap adalah ketika sebuah korporasi yang membakar. Temuan
titik api pun berasal dari lahan perusahan HTIyang kemudian menyebar ke lahan
lainnya.

Tapi, biasanya kebakaran hutan ini jarang ditemukan dengan penyebab


factor alami. Kebanyakan kebakaran hutan ini dilakukan oleh oknum-oknum
manusia baik disengaja ataupun tidak sengaja,dan belum ada bukti bahwa
kebakaran yang terjadi secara alami. Salah satu tujuan dari pembakaran hutan
dan lahan ini adalah untuk pembukaan lahan perkebunan. Pembukaan lahan
dengan cara pembakaran huutan akan memperkecil biaya pengeluaran, praktis,
cepat dan dengan hasil lahan terbuka yang luas.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai berikut :

1. Apa itu polusi dan kabut asap ?

2. Apa saja hukum-hukm fisika yang mendasari terjadinya polusi dan kabut
asap ?

3. Apa saja karakteristik fisika dari polusi dan kabut asap ?

4. Bagaimana prediksi polusi dan kabut asap ?

5. Apa saja alat pengukuran tingkat polusi dan kabut asap ?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Instrumentasi Kebencanaan


mengenai polusi dan kabut asap.

2. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang apa itu


polusi dan kabut asap.

3. Untuk mengetahui hukum-hukum fisika apa saja yang mendasari


terjadinya polusi dan kabut asap.

2
4. Untuk mengetahui apa saja karakteristik fisika dari polusi dan kabut
asap .

5. Untuk engetahui alat apa saja yang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat polusi dan kabut asap.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Penyebab Polusi dan Kabut Asap

1. Definisi Polusi

Menurut Ainnudin dan Widyawati (2017), pencemaran adalah suatu


kondisi yang mengubah dari bentuk awal ke keadaan yang lebih
buruk.Perubahan yang terjadi lebih buruk ini sebagai akibat dari adanya
bahan-bahan pencemar yang masuk. Bahan pencemar tersebut memiliki
sifat racun (toksik) yang dapat membahayakan organisme hidup di
sekitarnya. Sifat racun inilah yang menjadi penyebab pencemaran.

Pengertian polusi yaitu adanya suatu zat atau materi yang masuk ke
dalam lingkungan sehingga menyebabkan lingkungan menjadi tidak
berfungsi sebagaimana mestinya.

Polusi adalah suatu perubahan kondisi lingkungan yang merugikan


banyak pihak yang disebabkan oleh hasil aktivitas manusia secara
keseluruhan atau sebagian melalui pengaruh langsung/ tidak langsung.
Akibat dari polusi dapat menimbulkan perubahan unsur fisik, biologis,
kimiawi dan thermis dalam suatu lingkungan yang berpotensi membuat
lingkungan sekitar menjadi tidak nyaman, kesehatan terancam karena
banyak bakteri dan virus yang menyebar, serta berdampak pada
keselamatan makhluk hidup sekitar.

2. Penyebab dan Jenis-Jenis Polusi

1. Polusi Cahaya

4
Polusi cahaya merupakan salah satu jenis polusi yang berdampak
buruk akibat cahaya buatan manusia. Polusi cahaya terjadi karena
kondisi besarnya intensitas cahaya di suatu tempat. Polusi cahaya
biasanya ada karena dampak dari industrialisasi. Polusi cahaya berasal
dari pencahayaan interior dan eksterior bangunan, properti komersial,
papan iklan, lampu jalan, kantor, stadion, dan pabrik.

Polusi cahaya terparah terjadi di negara maju yang memiliki


kepadatan penduduk yang tinggi seperti di Eropa, Jepang, dan Amerika
Utara, serta kota-kota utama di Afrika Utara dan Timur Tengah, misalnya
Kairo.

Polusi cahaya juga menyebabkan bintang dan bulan tidak terlihat di


malam hari. Bagi manusia polusi ini dapat menyebabkan masalah tidur
di malam hari.

Pencemaran oleh cahaya juga mengakibatkn borosnya energi listrik


di daerah perkotaan. Hal tersebut karena sumber-sumber pencemaran
seperti papan reklame, lampu taman, dan sumber-sumber lainnya
menurunkan efektivitas jumlah energi yang dilepaskan ke lingkungan.

2. Polusi Air

5
Pencemaran air adalah masuknya makhluk hidup,zat,energi atau
komponen lain ke dalam air. Akibatnya,kualitas air turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi. Pencemaran air
adalah ancaman yang banyak dikhawatirkan oleh manusia karena air
merupakan sumber kehidupan.Timbulnya pencemaran di Daerah Aliran
Sungai (DAS) dan air tanah akibat kemajuan industri akan
mempengaruhi daya dukung lingkungan terhadap makhluk hidup.

Naslilmuna et al. (2018) mengemukakan bahwa air yang telah


tercemar oleh senyawa organik maupun anorganik akan mudah menjadi
media berkembangnya berbagai penyakit.

3. Polusi Tanah

6
Pencemaran tanah adalah keadaan yang disebabkan oleh masuknya
bahan kimia buatan manusia dan mengubah lingkungan tanah alami.
Penyebab pencemaran tanah adalah limbah pertanian, limbah industri,
dan limbah rumah tangga.

Permukaan tanah yang tercemar zat berbahaya/ beracun dapat


menguapkan zat beracun, terbawa air hujan, dan masuk ke lapisan tanah
dalam.

Menurut Muslimah (2015), zat beracun yang terbawa air hujan di


tanah dapat dapat mencemari lingkungan di bawahnya sebagai akibat
terbawanya polutan oleh aliran air.

4. Polusi Suara

Polusi suara adalah gangguan lingkungan yang disebabkan oleh


suara atau bunyi yang mengakibatkan terganggunya kenyamanan
makhluk hidup di alam dan sekitarnya.
Suara-suara bervolume tinggi membuat daerah sekitarnya menjadi
kurang menyenangkan dan bising. Kerusakan yang disebabkan
pencemaran suara bersifat lokal, tidak seperti halnya polusi udara
maupun polusi air yang bersifat global karena dapat menyebar ke
berbagai tempat.

7
Beberapa penyebab pencemaran oleh suara di antaranya adalah
suara kendaraan bermotor, suara pertir, suara pabrik, suara chainsaw,
dan suara kereta api. Contoh lainnya yang sering terjadi adalah suara
pesawat udara serta suara speaker atau TOA dapat mengganggu
masyarakat sekitar.

5. Polusi Udara

Pencemaran udara adalah peristiwa masuknya, atau tercampurnya


polutan unsur unsur baik buatan manusia atau buatan alami. Penyebab
pencemaran udara dari faktor alam, misalnya aktivitas gunung berapi
yang mengeluarkan abu dan gas vulkanik,kebakaran hutan,dan kegiatan
mikroorganisme.

Udara merupakan faktor terpenting dalam kehidupan. Namun


dengan meningkatnya pembangunan kota dan pusat-pusat industri,
kualitas udarapun menurun.Padatnya kendaraan bermotor di sejumlah
ruas jalan kota-kota besar sudah menjadi pemandangan sehari-hari.

Tidak heran jika kota-kota besar tersebut menjadi asupan utama


penyebar polusi udara. Peningkatan jumlah kendaraan juga merupakan
faktor utama dalam peningkatan polusi udara.

3. Definisi Kabut Asap

Kabut Asap / Asbut, istilah adaptasi dari bahasa dari bahasa


Inggris smog (smoke and fog), adalah kasus pencemaran udara berat

8
yang bisa terjadi berhari-hari hingga hitungan bulan yang bisa terjadi
karena beberapa penyebab yaitu salah satunya pembakaran hutan.

Perkataan "asbut" adalah singkatan dari "asap" dan "kabut",


walaupun pada perkembangan selanjutnya asbut tidak harus memiliki
salah satu komponen kabut atau asap. Asbut juga sering dikaitkan
dengan pencemaran udara.

Istilah "smog" pertama kali dikemukakan oleh Dr. Henry Antoine


Des Voeux pada tahun 1950 dalam karya ilmiahnya "Fog and Smoke",
dalam pertemuan di Public Health Congress. Pada 26 Juli 2005, surat
kabar London, Daily Graphic mengutip istilah ini “[H]e said it required
no science to see that there was something produced in great cities
which was not found in the country, and that was smoky fog, or what
was known as ‘smog.’” (Dr Henry Antoine Des Voeux menyatakan bahwa
sebenarnya tidak diperlukan pengetahuan ilmiah apapun untuk
mendeteksi keberadaan sesuatu yang telah diproduksi di kota besar tetapi
tidak ditemukan di perkampungan, yaitu "smoky fog" (kabut bersifat
asap), atau disebut juga dengan smog (asbut).). Hari berikutnya surat
kabar tersebut kembali memberitakan “Dr. Des Voeux did a public
service in coining a new word for the London fog” (Dr. Des Voeux
menjalankan tugas pelayanan masyarakatnya dengan memperkenalkan
istilah baru, asbut).

4. Penyebab Kabut Asap

1. Pembakaran Batu Bara

Sisa pembakaran yang disebabkan oleh pembakaran batu bara adalah


salah satu penyebab utama terjadinya kabut asap. Hal ini terutama
terjadi pada era awal kemajuan industri, dimana  mesin serta
peralatan berat lainnya dijalankan dengan menggunakan bahan bakar
batu bara. Salah satu kejadian kabut asap yang paling parah yang
pernah tercatat adalah The Great Smog Of London yang terjadi pada
tahun 1952. Kejadian tersebut berlangsung hanya selama 4 hari saja,
dimana asap hasil pembakaran batu bara industri, ditambah dengan

9
kondisi cuaca saat itu (hanya sedikit angin atau nyaris tanpa angin)
menyebabkan kota London diselimuti kabut asap yang berbahaya. 
Korban yang tercatat adalah 4 ribu orang yang meninggal, serta 6 ribu
orang lainnya yang meninggal beberapa bulan setelahnya.

2. Asap Kendaraan Bermotor

Asap dari kendaraan sudah lama diketahui menjadi penyebab


terjadinya kabut asap. Asap kendaraan mengandung bahan kimia
seperti hidrokarbon, karbon monoksida, nitrogen oksida, dan berbagai
bahan mudah menguap lainnya. Ketika bahan-bahan tersebut
bersentuhan dengan sinar matahari, maka akan timbul reaksi kimiawi
yang mengubahnya menjadi kabut asap. Kabut asap yang berasal dari
kendaraan bermotor sering ditemukan di beberapa negara dengan
populasi kendaraan bermotor yang besar, salah satunya adalah
Indonesia. Selain Indonesia, China dan Amerika Serikat juga diketahui
memiliki kabut asap yang berasal dari kendaraan bermotor.

3. Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan dapat disebabkan suhu tinggi dari gelombang panas


atau karena ulah manusia seperti yang sering terjadi di Indonesia dan
beberapa wilayah dunia. Asap dari pepohonan yang terbakar dapat
membentuk kabut asap tebal, seperti yang sempat dialami Indonesia
hampir setiap tahun. Kabut asap tebal tersebut dapat bergerak cukup
jauh dan mengenai negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Kabut asap yang terjadi dari kebakaran hutan alami cenderung lebih
berbahaya karena dapat terjadi di beberapa titik sekaligus. Hutan
adalah paru-paru dunia, sudah sebaiknya manusia menghindari
kebakaran hutan yang dilakukan secara ilegal dan merugikan makhluk
hidup lainnya.

4. Gunung Meletus

10
Tidak hanya dari ulah manusia, asap dari gunung yang sedang
mengalami proses erupsi dapat juga menyebabkan kabut asap.
Komposisi asap serta beberapa partikel yang ada dalam asap
dari gunung meletus dapat bereaksi dengan sinar matahari dan
oksigen, serta menjadi kabut asap. Contoh fenomena ini dapat
disaksikan di Hawaii, dimana setiap kali gunung berapi aktif atau
bukaan magma baru terbentuk menghasilkan kabut asap yang cukup
tebal, yang dapat menghalangi sinar matahari, serta cukup berbahaya
bagi tumbuhan, hewan, dan manusia.

2.2 Hukum-hukum Fisika yang Mendasari Proses Polusi dan Kabut Asap

1. kabut asap dan Polusi udara

Salah satu peyebab kabut asap yaitu karena kebakaran hutan, karena
adanya kabut asap ini maka akan menimbulkan polusi udara, berikut ini
merupakan hukum-hukum fisika yang mendasari terjadinya kabut asap dan
polusi udara:

A. Suhu

Faktor utama perilaku api yang mempengaruhi kebakaran hutan


adalah karakteristik bahan bakar penyebab kebakaran hutan (kadar air,
jumlah, ukuran dan susunan bahan bakar), jenis bahan bakar, kondisi
bahan bakar, kerapatan bahan bakar, kondisi cuaca (suhu, kelembaban
dan curah hujan, iklim mikro dalam hutan, dan angin), serta topografi
dan jarak dari pemukiman.

Suhu udara merupakan faktor yang selalu berubah dan


mempengaruhi suhu bahan bakar serta kemudahannya untuk terbakar
(Chandler et al. 1983). Temperatur udara bergantung pada intensitas
panas atau penyinaran matahari. Daerah-daerah dengan temperatur
tinggi akan menyebabkan percepatan pengeringan bahan bakar dan
memudahkan terjadinya kebakaran. Suhu udara merupakan faktor cuaca
penting yang menyebabkan kebakaran. Suhu udara secara konstan

11
merupakan faktor yang berpengaruh pada suhu bahan bakar dan
kemudahan bahan bakar untuk terbakar (Dirjen PHPA, 1994). Suhu
mempengaruhi besarnya curah hujan, laju evaporasi dan transpirasi.
Suhu juga dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat memprakirakan
dan menjelaskan kejadian dan penyebaran air di muka bumi. Dengan
demikian adalah penting untuk mengetahui bagaimana menentukan
besarnya suhu udara. Suhu udara tergantung dari intensitas
panas/penyinaran matahari. Areal dengan intensitas penyinaran
matahari yang tinggi akan menyebabkan bahan bakar cepat mengering,
sehingga memudahkan terjadinya kebakaran. Suhu yang tinggi akan
mengindikasikan bahwa daerah tersebut cuacanya kering sehingga
rawan kebakaran (Purbowaseso, 2004).

B. Kecepatan angin

Angin adalah gerakan massa udara, yaitu gerakan atmosfer atau


udara nisbi terhadap permukaan bumi. Parameter tentang angin yang
biasanya di kaji adalah kecepatan angin. Kecepatan angin penting karena
dapat menentukan besarnya kehilangan air melalui proses
evapotranspirasi dan mempengaruhi kejadian-kejadian hujan. Angin
menentukan arah menjalarnya api (Suratmo, 1985), angin juga
mempengaruhi kecepatan dan percepatan terjadinya kebakaran hutan.
Angin menentukan arah dari menjalarnya api dan berkorelasi positif
dengan menjalarnya api, selain itu api juga dapat mengurangi kadar air
bahan bakar. Dengan adanya angin maka persediaan oksigen tercukupi
dan memberikan tekanan untuk memindahkan panas dan api serta
mengeringkan bahan bakar melalui penguapan. Akibat dari semua
mekanisme ini, akan membuat kebakaran kecil menjadi kebakaran
besar, menyebabkan api bergerak tidak terduga serta membahayakan
dan menyulitkan usaha pemadaman (Clar dan Chatten, 1954).

2. Polusi cahaya

A. Intensitas cahaya

12
Polusi cahaya dapat terjadi karena tingginya intensitas cahaya pada
suatu wilayah. Semakin tinggi intensitas cahaya yang dihasilkan dari
aktivitas manusia maka akan semakin besar peluang akan terjadinya
polusi cahaya. Polusi cahaya berasal dari pencahayaan eksterior dan
interior bangunan, papan iklan, properti komersial, kantor, pabrik,
lampu jalan dan stadion.

3. Polusi suara

A. Bunyi

Polusi suara atau pencemaran suara adalah gangguan pada


lingkungan yang diakibatkan oleh bunyi atau suara yang mengakibatkan
ketidaktentraman makhluk hidup di sekitarnya.

Pencemaran suara diakibatkan suara-suara bervolume tinggi yang


membuat daerah sekitarnya menjadi bising dan tidak menyenangkan.
Tingkat kebisingan terjadi bila intensitas bunyi melampui 70 desibel
(dB).

Suara dengan tingkat kebisingan tinggi dan nada tinggi sangat


mengganggu,yang akan menimbulkan kebisingan .Kebisingan adalah
bunyi yang dapat mengganggu pendengaran manusia. Menurut teori
Fisika, bunyi adalah rangsangan yang diterima oleh syaraf pendengaran
yang berasal dari suatu sumber bunyi. Apabila syaraf pendengaran tidak
menghendaki rangsangan tersebut maka bunyi tersebut dinamakan
sebagai suatu kebisingan.Kebisingan impulsif yang berintensitas tinggi
dapat menyebabkan rusaknya alat pendengaran.

2.3 Karakteristik Fisika dari Polusi dan Kabut Asap

Polusi udara dan Kabut Asap memiliki karakteristik fisika sebagai


berikut :

a. Partikel (debu, aerosol, timah hitam)

13
b. Gas (CO, NOx, SOx, H2S dan HC)

c. Energi (suhu dan kebisingan).

Pada partikel sifat fisis yang penting adalah ukurannya, yang berkisar
antara diameter 0,0002 mikron sampai sekitar 500 mikron. Pada kisaran
tersebut partikel mempunyai umur dalam bentuk tersuspensi di udara
antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Umur partikel tersebut
dipengaruhi oleh kecepetan pengendapan yang ditentukan dari ukuran dan
densitas partikel serta aliran udara. Pada gambar dibawah ini dapat dilihat
hubungan antara velositas pengendapan dengan ukuran partikel jika
diasumsi densitas sama. Sifat partikel lainnya yang penting adalah
kemampuannya sebagi tempat adsorbsi (sorbsi secara fisik).

Asap dalam istilah meteorology disebut sebagai smoke. Digolongkan ke


dalam kelompok lithometeor, artinya partikel pembentuk asap merupakan
partikel padat dan kering yang tidak mengandung air. Pada saat asap
menutupi atmosfer maka matahari akan tampak sangat merah saat matahari
terbit dan terbenam, dan menunjukkan semburat oranye ketika tinggi di
langit.

Secara Fisika :

Polusi Udara : sifat-sifat udara yang dapat diamati, udara yang bersih
seharusnya tidak berwarna dan tidak berbau,udanya warna atau bau pada
udara menunjukkan adanya polutan.

Polusi Air : kekeruhan, bau, warna, dan suhu, dapat menjadi indikator
bagi polusi., Air yang bersih seharusnya jernih (tidak keruh), tidak berbau,
tidak berwarna, dan suhunya relatif sedang. Kekeruhan air berhubungan
dengan konsentrasi partikel padat yang tersusupensi dalam air. Kekeruhan
air dapat diukur secara sederhana menggunakan alat yang disebut cakram
Secchi (secchi disc). Cakram Secchi ditandai dengan warna hitam dan putih.
Cakram masih dapat dilihat dengan jelas menunjukkan tingkat penetrasi
cahaya pada perairan tersebut. Bau dan warna atau perubahan suhu ekstrirr
pada air dapat menunjukkan keberadaan senyawa kimia atau polutan
tertentu dalam air.

14
Polusi Tanah : Contoh indikator fisik yang menunjukkan kualitas tanah,
antara lain warna tanah, kedalaman lapisan atas tanah, kepadatan tanah,
porositas dan tekstur tanah, dan endapan pada tanah.

2.4 Prediksi Polusi dan Kabut Asap

1. Prediksi Polusi Udara Di Indonesia

2. Prediksi Kabut asap

15
Analisis tanggal 9 September 2019 oleh BMKG menunjukkan,
Madden Julian Oscillation (MJO) aktif di benua maritim (Fase 5) dan
diprediksi menuju tidak aktif hingga awal dasarian III atau 10 hari
terakhir di bulan September 2019. MJO itu sendiri ialah sebuah pola
khatulistiwa anomali curah hujan yang dalam skala planet. Sementara,
OLR O (Longwave Radiation) merupakan salah satu indikator yang
digunakan memantau fase MJO tersebut. Berdasarkan peta prediksi
spasial anomali OLR pada awal dasarian II (10 hari tengah) bulan
September 2019 wilayah Indonesia umumnya normal, pada dasarian II
September 2019 terdapat daerah subsiden di wilayah Papua.

Perkiraan Dasarian September II - Oktober I 2019, Pada per 10 hari


pertama dan ketiga di bulan September (September II - September III),
diperkirakan curah hujan berada di kriteria rendah (sudah berlalu).
Pada per 10 hari pertama di bulan Oktober (Oktober I), umumnya
diprakirakan curah hujan berada di kriteria menengah (50-150
mm/dasarian). Mencakupi wilayah umumnya seperti Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur bagian
timur.

Pada September III - Oktober I, wilayah yang diprakirakan


mengalami hujan di kategori tinggi berada di Aceh bagian barat, Sumut
bagian utara, dan Papua bagian tengah. Peluang Curah Hujan Kurang
dari 50 mm  Pada September II terjadi di Sumatera bagian tengah dan
selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan kecuali Kalimantan Utara,
Sulawesi, Maluku, Malut, Papua Barat bagian barat dan selatan, dan
Papua bagian selatan. Pada September III-Oktober I terjadi di Sumatera
Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Tengah
bag selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur bagian timur,
Sulawesi bagian Selatan dan Papua bagian selatan. Analisis
Perkembangan Musim Kemarau Dasarian I September 2019,
berdasarkan jumlah zom dan luasannya, 100 persen wilayah Indonesia

16
telah memasuki musim kemarau.

Peta persebaran kabut asap di Indonesia thn 2019

Dalam foto capture yang ia posting terlihat peta Indonesia, di mana


ada beberapa titik merah yang menggambarkan kebakaran hutan, dan
warna hitam menggambarkan penyebaran asap hingga ke Malaysia dan
Singapura.

17
Rekapitulasi Luas Kebakaran Hutan dan Lahan (Ha) Per Provinsi Di
Indonesia Tahun 2015-2020

18
# PROVINSI 2015 2016 2017 2018 2019 2020

1 Aceh 913,27 9.158,45 3.865,16 1.284,70 730,00 1.078,00

2 Bali 373,46 - 370,80 1.013,76 373,00 29,00

3 Bangka Belitung 19.770,81 - - 2.055,67 4.778,00 576,00

4 Banten 250,02 - - - 9,00 2,00

5 Bengkulu 931,76 1.000,39 131,04 8,82 11,00 221,00

6 DKI Jakarta - - - - - -

7 Gorontalo 5.225,89 737,91 - 158,65 1.909,00 80,00

8 Jambi 115.634,34 8.281,25 109,17 1.577,75 56.593,00 1.002,00

9 Jawa Barat 2.886,03 - 648,11 4.104,51 9.552,00 2.344,00

1 Jawa Tengah 2.471,70 - 6.028,48 331,67 4.782,00 7.516,00


0

1 Jawa Timur 7.966,79 - 5.116,43 8.886,39 23.655,00 19.148,00


1

1 Kalimantan Barat 93.515,80 9.174,19 7.467,33 68.422,03 151.919,00 7.646,00


2

1 Kalimantan 196.516,77 2.331,96 8.290,34 98.637,99 137.848,00 4.017,00


3 Selatan

1 Kalimantan 583.833,44 6.148,42 1.743,82 47.432,57 317.749,00 7.681,00


4 Tengah

1 Kalimantan Timur 69.352,96 43.136,78 676,38 27.893,20 68.524,00 5.221,00


5

1 Kalimantan Utara 14.506,20 2.107,21 82,22 627,71 8.559,00 1.721,00


6

1 Kepulauan Riau - 67,36 19,61 320,96 6.134,00 8.805,00


7

1 Lampung 71.326,49 3.201,24 6.177,79 15.156,22 35.546,00 1.358,00


8

1 Maluku 43.281,45 7.834,54 3.918,12 14.906,44 27.211,00 20.270,00


9

2 Maluku Utara 13.261,10 103,11 31,10 69,54 2.781,00 59,00


0

2 Nusa Tenggara 2.565,71 706,07 33.120,81 14.461,38 60.234,00 29.157,00


1 Barat

2 Nusa Tenggara 85.430,86 8.968,09 38.326,09 57.428,79 136.920,00 114.719,00


2 Timur

2 Papua 350.005,30 186.571,60 28.767,38 88.626,84 108.110,00 28.277,00


3

2 Papua Barat 7.964,41 542,09 1.156,03 509,50 1.533,00 5.716,00


4

2 Riau 19
183.808,59 85.219,51 6.866,09 37.236,27 90.550,00 15.442,00
5
2.5 Alat Pengukur Polusi dan Kabut Asap

1. Alat ukur polusi udara dan kabut asap

Air Quality Meter merupakan suatu perangkat alat uji untuk


mengukur dan memonitor kualitas udara, dengan menggunakan alat ini
dapat diketahui tingkat kualitas udara sehingga didapatkan data yang
terukur batas kualitas udara yang dihasilkan apakah masih dalam
toleransi atau sudah terkena pencemaran udara.
Air Quality Meter salah satu alat yang dirancang khusus untuk
mendeteksi kualitas udara, Pengukur kualitas udara ini sangat
dibutuhkan tidak hanya di lingkungan industri namun juga biasa
digunakan untuk lingkungan yang bersifat general (umum). Air quality
meter banyak juga digunakan oleh lembaga atau personal yang bergerak
pada bidang lingkungan.
2. Alat ukur polusi air

TDS Meter adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur


partikel yang ada pada larutan air yang tidak dapat dilihat oleh mata

20
telanjang. TDS merupakan singkatan dari Total Dissolved Solids. Pada
setiap air minum pasti mengandung suatu partikel yang dapat larut dan
tidak bisa tampak oleh mata. Untuk partikelnya, dapat berupa partikel
padat misalnya kandungan logam.
Air organik merupakan air yang sama sekali tidak memiliki
kandungan dan unsur kimia selain H2O. Unsur kimia tersebut dalam air
mineral tersebut tidak mengandung unsur mineralanorganik,
diantaranya adalah merkuri, frrum, dan alumunium. Untuk cara
mengukur partikel tersebut yaitu dengan TDS meter.
Alat tersebut dapat mengukur berapa jumlah partikel padat yang
dapat larut dalam air pada setiap satuan ppm. Untuk penunjuknya
berupa angka digital pada displaynya.
TDS meter ini digunakan sebagai alat cek kemurnian air dan kadar
mineral yang ideal untuk semua aplikasi pemurnian air seperti
pengecekan air minum isi ulang, air reverse osmosis, air PAM, air
destilasi, air aki, air tanah, air limbah regulasi, air sadah, budidaya
hidroponik, dan koloid perak.
Cara kerja Tds meter yaitu dengan cara mencelupkan ujung Tds
meter kedalam air uji kira-kira sedalam 5 cm dalam posisi on, dan tahan
kurang lebih selama 2 sampai 3 menit sampai angka penunjuk dalam
layar digital stabil.

3. Alat ukur polusi tanah

Alat yang diberi nama “Resistivity Meter Small Scale & Small Pin
Electrode” atau RMSS ini dapat mendeteksi kadar polutan yang ada di
dalam tanah, termasuk yang dekat dengan permukaan.

21
RMSS merupakan salah satu alat ukur yang selama ini digunakan
untuk mendeteksi stuktur di bawah permukaan yang biasanya
berhubungan dengan fluida atau mineral yang ada di bawah tanah.
Dibandingkan alat lain yang sudah ada sebelumnya, RMSS memiliki
keunggulan karena dapat mengukur kondisi di dekat permukaan tanah.
Kebanyakan alat pengukuran yang ada saat ini mengukur terlalu dalam
sehingga kurang mendapatkan hasil yang optimal. Dengan RMSS,
pengukuran dapat dilakukan lebih detail dengan resolusi yang lebih baik
pula.
Jika tanah diketahui sudah tercemar, dilakukan pengujian pada
lapisan tanah yang lebih dalam untuk mengetahui apakah pencemaran
sudah sampai lapisan dalam atau tidak.
Adapun tingkat kedalaman pengukuran RMSS dapat bergantung
pada panjangan bentangan kabel yang terkoneksi pada RMSS.
Diperkirakan, kedalaman tanah yang diukur merupakan sepertujuh dari
panjang bentangan.
Di bidang pertanian, dengan mengetahui tingkat pencemarannya
dapat mengetahui kondisi kesuburan tanah. Dengan demikian, dapat
diketahui langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah tanah
aman untuk ditanami, perlu ditingkatkan kesuburannya, atau justru
tidak dapat ditanami sama sekali.
Selain itu, dengan mengetahui kondisi tanah, dapat diketahui pula
tanaman apa yang cocok untuk di tanam di lahan tersebut. Sementara
pada bidang lain, penggunaan RMSS biasanya dapat dilakukan untuk
mengukur kemampuan menahan beban bangunan hingga menentukan
mineral yang ada di bawah permukaan.
Bukan hanya itu, RMSS pun dapat digunakan untuk mengukur kadar
polutan di dalam air sungai. Alat ini sendiri sudah pernah digunakan
untuk mengukur kondisi sub DAS Citarum, tepatnya di bantaran sungai
Cikapundung.Untuk melakukan pengukuran, tim biasanya
membutuhkan satu main unit RMSS, sejumlah elektroda, kabel, dan
sumber arus listrik.

22
RMSS merupakan salah satu alat ukur yang selama ini digunakan untuk
mendeteksi stuktur di bawah permukaan yang biasanya berhubungan dengan
fluida atau mineral yang ada di bawah tanah,” jelas Dr. Eleonora.
Lebih lanjut Dr. Eleonora mengungkapkan, dibandingkan alat lain yang sudah
ada sebelumnya, RMSS memiliki keunggulan karena dapat mengukur kondisi
di dekat permukaan tanah. Kebanyakan alat pengukuran yang ada saat ini
mengukur terlalu dalam sehingga kurang mendapatkan hasil yang optimal.
Dengan RMSS, pengukuran dapat dilakukan lebih detail dengan resolusi
yang lebih baik pula.
“Kalau untuk pencemaran, RMSS ini lebih baik karena pencemaran ‘kan tidak
terlalu dalam biasanya, apalagi masih dalam rentang 10-20 tahun itu dia
masih di permukaan biasanya,” jelas Kepala Pusat Studi Geofisika,
Eksplorasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan FMIPA Unpad ini.
Jika tanah diketahui sudah tercemar, Dr. Eleonora dan tim akan melakukan
pengujian pada lapisan tanah yang lebih dalam untuk mengetahui apakah
pencemaran sudah sampai lapisan dalam atau tidak. “Nah, itu kita akan
menggunakan bentangan yang lebih panjang,” ungkapnya.
Adapun tingkat kedalaman pengukuran RMSS dapat bergantung pada
panjangan bentangan kabel yang terkoneksi pada RMSS. Diperkirakan,
kedalaman tanah yang diukur merupakan sepertujuh dari panjang bentangan.
Di bidang pertanian, dengan mengetahui tingkat pencemarannya dapat
mengetahui kondisi kesuburan tanah. Dengan demikian, dapat diketahui
langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah tanah aman untuk
ditanami, perlu ditingkatkan kesuburannya, atau justru tidak dapat ditanami
sama sekali.
Selain itu, dengan mengetahui kondisi tanah, dapat diketahui pula tanaman
apa yang cocok untuk di tanam di lahan tersebut. Sementara pada bidang
lain, penggunaan RMSS biasanya dapat dilakukan untuk mengukur
kemampuan menahan beban bangunan hingga menentukan mineral yang
ada di bawah permukaan.
Bukan hanya itu, RMSS pun dapat digunakan untuk mengukur kadar polutan
di dalam air sungai. Alat ini sendiri sudah pernah digunakan untuk mengukur
kondisi sub DAS Citarum, tepatnya di bantaran sungai Cikapundung. Untuk
melakukan pengukuran, tim biasanya membutuhkan satu main unit RMSS,
sejumlah elektroda, kabel, dan sumber arus listrik.
Selain untuk mempermudah pengukuran, penggunaan RMSS juga dapat
mempercepat proses pengambilan data.
“Kalau di satu luasan ambil sampel satu persatu kan lama. Ini kita bisa
gunakan di satu lintasan, langsung dapat di bawah permukaan seperti apa.
Jadi membantu percepatan,” ujarnya.
Alat RMSS merupakan hasil penelitian yang dilakukan Dr. Eleonora sejak
2010. Alat ini terus menagalami perkembangan hingga kini, khususnya
melalui skema penelitian Hibah Internal Unpad. Alat ini pun sudah
dipresentasikan pada berbagai kesempatan, nasional dan internasional. Saat
ini, RMSS sedang dalam proses untuk mendapatkan Hak Kekayaan
Intelektual.
Dr. Eleonora pun berharap alat ini dapat digunakan oleh berbagai pihak.
Bukan hanya oleh mereka yang bergerak di bidang Geofisika, tetapi juga oleh
masyarakat lebih luas.

23
“Jadi membantu proses awal sebelum mereka melakukan preses pertanian,
atau pada saat proses pengembangan perumahan,” ujarnya.
Ke depan, Dr. Eleonora berencana dan tim berencana untuk membuat RMSS
versi digital agar lebih mudah digunakan oleh pengguna yang bukan berasal
dari ilmu Geofisika.

RMSS merupakan salah satu alat ukur yang selama ini digunakan untuk
mendeteksi stuktur di bawah permukaan yang biasanya berhubungan dengan
fluida atau mineral yang ada di bawah tanah,” jelas Dr. Eleonora.
Lebih lanjut Dr. Eleonora mengungkapkan, dibandingkan alat lain yang sudah
ada sebelumnya, RMSS memiliki keunggulan karena dapat mengukur kondisi
di dekat permukaan tanah. Kebanyakan alat pengukuran yang ada saat ini
mengukur terlalu dalam sehingga kurang mendapatkan hasil yang optimal.
Dengan RMSS, pengukuran dapat dilakukan lebih detail dengan resolusi
yang lebih baik pula.
“Kalau untuk pencemaran, RMSS ini lebih baik karena pencemaran ‘kan tidak
terlalu dalam biasanya, apalagi masih dalam rentang 10-20 tahun itu dia
masih di permukaan biasanya,” jelas Kepala Pusat Studi Geofisika,
Eksplorasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan FMIPA Unpad ini.
Jika tanah diketahui sudah tercemar, Dr. Eleonora dan tim akan melakukan
pengujian pada lapisan tanah yang lebih dalam untuk mengetahui apakah
pencemaran sudah sampai lapisan dalam atau tidak. “Nah, itu kita akan
menggunakan bentangan yang lebih panjang,” ungkapnya.
Adapun tingkat kedalaman pengukuran RMSS dapat bergantung pada
panjangan bentangan kabel yang terkoneksi pada RMSS. Diperkirakan,
kedalaman tanah yang diukur merupakan sepertujuh dari panjang bentangan.
Di bidang pertanian, dengan mengetahui tingkat pencemarannya dapat
mengetahui kondisi kesuburan tanah. Dengan demikian, dapat diketahui
langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah tanah aman untuk
ditanami, perlu ditingkatkan kesuburannya, atau justru tidak dapat ditanami
sama sekali.
Selain itu, dengan mengetahui kondisi tanah, dapat diketahui pula tanaman
apa yang cocok untuk di tanam di lahan tersebut. Sementara pada bidang
lain, penggunaan RMSS biasanya dapat dilakukan untuk mengukur
kemampuan menahan beban bangunan hingga menentukan mineral yang
ada di bawah permukaan.
Bukan hanya itu, RMSS pun dapat digunakan untuk mengukur kadar polutan
di dalam air sungai. Alat ini sendiri sudah pernah digunakan untuk mengukur
kondisi sub DAS Citarum, tepatnya di bantaran sungai Cikapundung. Untuk
melakukan pengukuran, tim biasanya membutuhkan satu main unit RMSS,
sejumlah elektroda, kabel, dan sumber arus listrik.
Selain untuk mempermudah pengukuran, penggunaan RMSS juga dapat
mempercepat proses pengambilan data.
“Kalau di satu luasan ambil sampel satu persatu kan lama. Ini kita bisa
gunakan di satu lintasan, langsung dapat di bawah permukaan seperti apa.
Jadi membantu percepatan,” ujarnya.
Alat RMSS merupakan hasil penelitian yang dilakukan Dr. Eleonora sejak
2010. Alat ini terus menagalami perkembangan hingga kini, khususnya
melalui skema penelitian Hibah Internal Unpad. Alat ini pun sudah
dipresentasikan pada berbagai kesempatan, nasional dan internasional. Saat

24
ini, RMSS sedang dalam proses untuk mendapatkan Hak Kekayaan
Intelektual.
Dr. Eleonora pun berharap alat ini dapat digunakan oleh berbagai pihak.
Bukan hanya oleh mereka yang bergerak di bidang Geofisika, tetapi juga oleh
masyarakat lebih luas.
“Jadi membantu proses awal sebelum mereka melakukan preses pertanian,
atau pada saat proses pengembangan perumahan,” ujarnya.
Ke depan, Dr. Eleonora berencana dan tim berencana untuk membuat RMSS
versi digital agar lebih mudah digunakan oleh pengguna yang bukan berasal
dari ilmu Geofisika.
RMSS merupakan salah satu alat ukur yang selama ini digunakan untuk
mendeteksi stuktur di bawah permukaan yang biasanya berhubungan dengan
fluida atau mineral yang ada di bawah tanah,” jelas Dr. Eleonora.
Lebih lanjut Dr. Eleonora mengungkapkan, dibandingkan alat lain yang sudah
ada sebelumnya, RMSS memiliki keunggulan karena dapat mengukur kondisi
di dekat permukaan tanah. Kebanyakan alat pengukuran yang ada saat ini
mengukur terlalu dalam sehingga kurang mendapatkan hasil yang optimal.
Dengan RMSS, pengukuran dapat dilakukan lebih detail dengan resolusi
yang lebih baik pula.
“Kalau untuk pencemaran, RMSS ini lebih baik karena pencemaran ‘kan tidak
terlalu dalam biasanya, apalagi masih dalam rentang 10-20 tahun itu dia
masih di permukaan biasanya,” jelas Kepala Pusat Studi Geofisika,
Eksplorasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan FMIPA Unpad ini.
Jika tanah diketahui sudah tercemar, Dr. Eleonora dan tim akan melakukan
pengujian pada lapisan tanah yang lebih dalam untuk mengetahui apakah
pencemaran sudah sampai lapisan dalam atau tidak. “Nah, itu kita akan
menggunakan bentangan yang lebih panjang,” ungkapnya.
Adapun tingkat kedalaman pengukuran RMSS dapat bergantung pada
panjangan bentangan kabel yang terkoneksi pada RMSS. Diperkirakan,
kedalaman tanah yang diukur merupakan sepertujuh dari panjang bentangan.
Di bidang pertanian, dengan mengetahui tingkat pencemarannya dapat
mengetahui kondisi kesuburan tanah. Dengan demikian, dapat diketahui
langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah tanah aman untuk
ditanami, perlu ditingkatkan kesuburannya, atau justru tidak dapat ditanami
sama sekali.
Selain itu, dengan mengetahui kondisi tanah, dapat diketahui pula tanaman
apa yang cocok untuk di tanam di lahan tersebut. Sementara pada bidang
lain, penggunaan RMSS biasanya dapat dilakukan untuk mengukur
kemampuan menahan beban bangunan hingga menentukan mineral yang
ada di bawah permukaan.
Bukan hanya itu, RMSS pun dapat digunakan untuk mengukur kadar polutan
di dalam air sungai. Alat ini sendiri sudah pernah digunakan untuk mengukur
kondisi sub DAS Citarum, tepatnya di bantaran sungai Cikapundung. Untuk
melakukan pengukuran, tim biasanya membutuhkan satu main unit RMSS,
sejumlah elektroda, kabel, dan sumber arus listrik.
Selain untuk mempermudah pengukuran, penggunaan RMSS juga dapat
mempercepat proses pengambilan data.
“Kalau di satu luasan ambil sampel satu persatu kan lama. Ini kita bisa
gunakan di satu lintasan, langsung dapat di bawah permukaan seperti apa.
Jadi membantu percepatan,” ujarnya.

25
Alat RMSS merupakan hasil penelitian yang dilakukan Dr. Eleonora sejak
2010. Alat ini terus menagalami perkembangan hingga kini, khususnya
melalui skema penelitian Hibah Internal Unpad. Alat ini pun sudah
dipresentasikan pada berbagai kesempatan, nasional dan internasional. Saat
ini, RMSS sedang dalam proses untuk mendapatkan Hak Kekayaan
Intelektual.
Dr. Eleonora pun berharap alat ini dapat digunakan oleh berbagai pihak.
Bukan hanya oleh mereka yang bergerak di bidang Geofisika, tetapi juga oleh
masyarakat lebih luas.
“Jadi membantu proses awal sebelum mereka melakukan preses pertanian,
atau pada saat proses pengembangan perumahan,” ujarnya.
Ke depan, Dr. Eleonora berencana dan tim berencana untuk membuat RMSS
versi digital agar lebih mudah digunakan oleh pengguna yang bukan berasal
dari ilmu Geofisika.
RMSS merupakan salah satu alat ukur yang selama ini digunakan untuk
mendeteksi stuktur di bawah permukaan yang biasanya berhubungan dengan
fluida atau mineral yang ada di bawah tanah,” jelas Dr. Eleonora.
Lebih lanjut Dr. Eleonora mengungkapkan, dibandingkan alat lain yang sudah
ada sebelumnya, RMSS memiliki keunggulan karena dapat mengukur kondisi
di dekat permukaan tanah. Kebanyakan alat pengukuran yang ada saat ini
mengukur terlalu dalam sehingga kurang mendapatkan hasil yang optimal.
Dengan RMSS, pengukuran dapat dilakukan lebih detail dengan resolusi
yang lebih baik pula.
“Kalau untuk pencemaran, RMSS ini lebih baik karena pencemaran ‘kan tidak
terlalu dalam biasanya, apalagi masih dalam rentang 10-20 tahun itu dia
masih di permukaan biasanya,” jelas Kepala Pusat Studi Geofisika,
Eksplorasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan FMIPA Unpad ini.
Jika tanah diketahui sudah tercemar, Dr. Eleonora dan tim akan melakukan
pengujian pada lapisan tanah yang lebih dalam untuk mengetahui apakah
pencemaran sudah sampai lapisan dalam atau tidak. “Nah, itu kita akan
menggunakan bentangan yang lebih panjang,” ungkapnya.
Adapun tingkat kedalaman pengukuran RMSS dapat bergantung pada
panjangan bentangan kabel yang terkoneksi pada RMSS. Diperkirakan,
kedalaman tanah yang diukur merupakan sepertujuh dari panjang bentangan.
Di bidang pertanian, dengan mengetahui tingkat pencemarannya dapat
mengetahui kondisi kesuburan tanah. Dengan demikian, dapat diketahui
langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah tanah aman untuk
ditanami, perlu ditingkatkan kesuburannya, atau justru tidak dapat ditanami
sama sekali.
Selain itu, dengan mengetahui kondisi tanah, dapat diketahui pula tanaman
apa yang cocok untuk di tanam di lahan tersebut. Sementara pada bidang
lain, penggunaan RMSS biasanya dapat dilakukan untuk mengukur
kemampuan menahan beban bangunan hingga menentukan mineral yang
ada di bawah permukaan.
Bukan hanya itu, RMSS pun dapat digunakan untuk mengukur kadar polutan
di dalam air sungai. Alat ini sendiri sudah pernah digunakan untuk mengukur
kondisi sub DAS Citarum, tepatnya di bantaran sungai Cikapundung. Untuk
melakukan pengukuran, tim biasanya membutuhkan satu main unit RMSS,
sejumlah elektroda, kabel, dan sumber arus listrik.

26
Selain untuk mempermudah pengukuran, penggunaan RMSS juga dapat
mempercepat proses pengambilan data.
“Kalau di satu luasan ambil sampel satu persatu kan lama. Ini kita bisa
gunakan di satu lintasan, langsung dapat di bawah permukaan seperti apa.
Jadi membantu percepatan,” ujarnya.
Alat RMSS merupakan hasil penelitian yang dilakukan Dr. Eleonora sejak
2010. Alat ini terus menagalami perkembangan hingga kini, khususnya
melalui skema penelitian Hibah Internal Unpad. Alat ini pun sudah
dipresentasikan pada berbagai kesempatan, nasional dan internasional. Saat
ini, RMSS sedang dalam proses untuk mendapatkan Hak Kekayaan
Intelektual.
Dr. Eleonora pun berharap alat ini dapat digunakan oleh berbagai pihak.
Bukan hanya oleh mereka yang bergerak di bidang Geofisika, tetapi juga oleh
masyarakat lebih luas.
“Jadi membantu proses awal sebelum mereka melakukan preses pertanian,
atau pada saat proses pengembangan perumahan,” ujarnya.
Ke depan, Dr. Eleonora berencana dan tim berencana untuk membuat RMSS
versi digital agar lebih mudah digunakan oleh pengguna yang bukan berasal
dari ilmu Geofisika.
RMSS merupakan salah satu alat ukur yang selama ini digunakan untuk
mendeteksi stuktur di bawah permukaan yang biasanya berhubungan dengan
fluida atau mineral yang ada di bawah tanah,” jelas Dr. Eleonora.
Lebih lanjut Dr. Eleonora mengungkapkan, dibandingkan alat lain yang sudah
ada sebelumnya, RMSS memiliki keunggulan karena dapat mengukur kondisi
di dekat permukaan tanah. Kebanyakan alat pengukuran yang ada saat ini
mengukur terlalu dalam sehingga kurang mendapatkan hasil yang optimal.
Dengan RMSS, pengukuran dapat dilakukan lebih detail dengan resolusi
yang lebih baik pula.
“Kalau untuk pencemaran, RMSS ini lebih baik karena pencemaran ‘kan tidak
terlalu dalam biasanya, apalagi masih dalam rentang 10-20 tahun itu dia
masih di permukaan biasanya,” jelas Kepala Pusat Studi Geofisika,
Eksplorasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan FMIPA Unpad ini.
Jika tanah diketahui sudah tercemar, Dr. Eleonora dan tim akan melakukan
pengujian pada lapisan tanah yang lebih dalam untuk mengetahui apakah
pencemaran sudah sampai lapisan dalam atau tidak. “Nah, itu kita akan
menggunakan bentangan yang lebih panjang,” ungkapnya.
Adapun tingkat kedalaman pengukuran RMSS dapat bergantung pada
panjangan bentangan kabel yang terkoneksi pada RMSS. Diperkirakan,
kedalaman tanah yang diukur merupakan sepertujuh dari panjang bentangan.
Di bidang pertanian, dengan mengetahui tingkat pencemarannya dapat
mengetahui kondisi kesuburan tanah. Dengan demikian, dapat diketahui
langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah tanah aman untuk
ditanami, perlu ditingkatkan kesuburannya, atau justru tidak dapat ditanami
sama sekali.
Selain itu, dengan mengetahui kondisi tanah, dapat diketahui pula tanaman
apa yang cocok untuk di tanam di lahan tersebut. Sementara pada bidang
lain, penggunaan RMSS biasanya dapat dilakukan untuk mengukur
kemampuan menahan beban bangunan hingga menentukan mineral yang
ada di bawah permukaan.

27
Bukan hanya itu, RMSS pun dapat digunakan untuk mengukur kadar polutan
di dalam air sungai. Alat ini sendiri sudah pernah digunakan untuk mengukur
kondisi sub DAS Citarum, tepatnya di bantaran sungai Cikapundung. Untuk
melakukan pengukuran, tim biasanya membutuhkan satu main unit RMSS,
sejumlah elektroda, kabel, dan sumber arus listrik.
Selain untuk mempermudah pengukuran, penggunaan RMSS juga dapat
mempercepat proses pengambilan data.
“Kalau di satu luasan ambil sampel satu persatu kan lama. Ini kita bisa
gunakan di satu lintasan, langsung dapat di bawah permukaan seperti apa.
Jadi membantu percepatan,” ujarnya.
Alat RMSS merupakan hasil penelitian yang dilakukan Dr. Eleonora sejak
2010. Alat ini terus menagalami perkembangan hingga kini, khususnya
melalui skema penelitian Hibah Internal Unpad. Alat ini pun sudah
dipresentasikan pada berbagai kesempatan, nasional dan internasional. Saat
ini, RMSS sedang dalam proses untuk mendapatkan Hak Kekayaan
Intelektual.
Dr. Eleonora pun berharap alat ini dapat digunakan oleh berbagai pihak.
Bukan hanya oleh mereka yang bergerak di bidang Geofisika, tetapi juga oleh
masyarakat lebih luas.
“Jadi membantu proses awal sebelum mereka melakukan preses pertanian,
atau pada saat proses pengembangan perumahan,” ujarnya.
Ke depan, Dr. Eleonora berencana dan tim berencana untuk membuat RMSS
versi digital agar lebih mudah digunakan oleh pengguna yang bukan berasal
dari ilmu Geofisika.
RMSS merupakan salah satu alat ukur yang selama ini digunakan untuk
mendeteksi stuktur di bawah permukaan yang biasanya berhubungan dengan
fluida atau mineral yang ada di bawah tanah,” jelas Dr. Eleonora.
Lebih lanjut Dr. Eleonora mengungkapkan, dibandingkan alat lain yang sudah
ada sebelumnya, RMSS memiliki keunggulan karena dapat mengukur kondisi
di dekat permukaan tanah. Kebanyakan alat pengukuran yang ada saat ini
mengukur terlalu dalam sehingga kurang mendapatkan hasil yang optimal.
Dengan RMSS, pengukuran dapat dilakukan lebih detail dengan resolusi
yang lebih baik pula.
“Kalau untuk pencemaran, RMSS ini lebih baik karena pencemaran ‘kan tidak
terlalu dalam biasanya, apalagi masih dalam rentang 10-20 tahun itu dia
masih di permukaan biasanya,” jelas Kepala Pusat Studi Geofisika,
Eksplorasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan FMIPA Unpad ini.
Jika tanah diketahui sudah tercemar, Dr. Eleonora dan tim akan melakukan
pengujian pada lapisan tanah yang lebih dalam untuk mengetahui apakah
pencemaran sudah sampai lapisan dalam atau tidak. “Nah, itu kita akan
menggunakan bentangan yang lebih panjang,” ungkapnya.
Adapun tingkat kedalaman pengukuran RMSS dapat bergantung pada
panjangan bentangan kabel yang terkoneksi pada RMSS. Diperkirakan,
kedalaman tanah yang diukur merupakan sepertujuh dari panjang bentangan.
Di bidang pertanian, dengan mengetahui tingkat pencemarannya dapat
mengetahui kondisi kesuburan tanah. Dengan demikian, dapat diketahui
langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah tanah aman untuk
ditanami, perlu ditingkatkan kesuburannya, atau justru tidak dapat ditanami
sama sekali.

28
Selain itu, dengan mengetahui kondisi tanah, dapat diketahui pula tanaman
apa yang cocok untuk di tanam di lahan tersebut. Sementara pada bidang
lain, penggunaan RMSS biasanya dapat dilakukan untuk mengukur
kemampuan menahan beban bangunan hingga menentukan mineral yang
ada di bawah permukaan.
Bukan hanya itu, RMSS pun dapat digunakan untuk mengukur kadar polutan
di dalam air sungai. Alat ini sendiri sudah pernah digunakan untuk mengukur
kondisi sub DAS Citarum, tepatnya di bantaran sungai Cikapundung. Untuk
melakukan pengukuran, tim biasanya membutuhkan satu main unit RMSS,
sejumlah elektroda, kabel, dan sumber arus listrik.
Selain untuk mempermudah pengukuran, penggunaan RMSS juga dapat
mempercepat proses pengambilan data.
“Kalau di satu luasan ambil sampel satu persatu kan lama. Ini kita bisa
gunakan di satu lintasan, langsung dapat di bawah permukaan seperti apa.
Jadi membantu percepatan,” ujarnya.
Alat RMSS merupakan hasil penelitian yang dilakukan Dr. Eleonora sejak
2010. Alat ini terus menagalami perkembangan hingga kini, khususnya
melalui skema penelitian Hibah Internal Unpad. Alat ini pun sudah
dipresentasikan pada berbagai kesempatan, nasional dan internasional. Saat
ini, RMSS sedang dalam proses untuk mendapatkan Hak Kekayaan
Intelektual.
Dr. Eleonora pun berharap alat ini dapat digunakan oleh berbagai pihak.
Bukan hanya oleh mereka yang bergerak di bidang Geofisika, tetapi juga oleh
masyarakat lebih luas.
“Jadi membantu proses awal sebelum mereka melakukan preses pertanian,
atau pada saat proses pengembangan perumahan,” ujarnya.
Ke depan, Dr. Eleonora berencana dan tim berencana untuk membuat RMSS
versi digital agar lebih mudah digunakan oleh pengguna yang bukan berasal
dari ilmu Geofisika.
4. Alat ukur polusi suara

Alat Pengukur Tingkat Polusi Suara PCE-322A merupakan Sound


Level Meter dimana mempunyai fungsi sebagai Alat ukur tingkat
kebisingan suara, Alat Ukur Suara dengan Data Logger, Kabel Konektor
dan perangkat lunak. Produk yang kami Jual untuk mengukur tingkat

29
kebisingan suara ini sangat handal dan akurat.  Produk yang kami
distribusi dari Jerman ini Adalah Alat Pengukur Tingkat Polusi Suara
PCE-322A yang merupakan Alat Ukur untuk menentukan nilai ataupun
tingkat kebisingan Polusi yang suara ( Alat Ukur Kebisingan ) yang
ditimbulkan pada suatu keadaan di berbagai sektor, kesehatan,
keselamatan industri dan juga untuk kontrol lingkungan yang nyaman
dan aman terhadap efek kontaminasi suara.

Setelah proses pengukuran menggunakan alat ini selanjutnya nilai


data yang sudah tersimpan pada Alat Pengukur Tingkat Polusi Suara
PCE-322A dapat dikoneksikan untuk keperluan tranfer datnya ke PC
melalui kabel USB yang tersedia. Windows perangkat lunak yang cocok
dari kebisingan meter (dalam bahasa Inggris) memungkinkan untuk
menempatkan data dalam tabel dan grafik. Fungsi zoom untuk
kebisingan meter memungkinkan analisis yang lebih rinci dari nilai-nilai
suara. Perangkat lunak ini tidak kompatibel dengan Windows NT. Jika
hal ini terjadi, Anda harus menggunakan hiper terminal Windows untuk
mentransfer data ke Excel untuk analisa lebih lanjut.

Jadi Alat Pengukur Tingkat Polusi Suara PCE-322A adalah Sound


Level Meter yang dipergunakan untuk mengukur secara langsung
analisa ukur kebisingan suara atau untuk menyimpan bacaan. Data
dapat ditransfer ke PC melalui konektor USB atau dengan keluaran
analog dan kemudian kita analisa dalam berbagai format. Perangkat
lunak pada Alat Pengukur Tingkat Polusi Suara PCE-322A dapat
diprogam pada jangka waktu yang lama.

5. Alat ukur polusi cahaya

30
Tingkat kecerahan langit dipengaruhi oleh sejumlah faktor
diantaranya polusi cahaya. Polusi cahaya di suatu tempat dapat
dikuantisasi dengan pengukuran melakui Sky Quality Meter (SQM).
Penempatan alat SQM ini di sejumlah titik ditujukan untuk mendapatkan
data tingkat kecerahan langit dengan kondisi polusi cahaya yang
berbeda-beda. Sehingga, dipilih daerah di dekat perkotaan dan di daerah
pedesaan. Posisi daerah pengambilan data yang tersebar dan
pengambilan data sepanjang malam membutuhkan sistem kendali yang
cerdas. Sistem kendali ini dapat direalisasikan dengan penggunaan
mikrokontroler Arduino dan Raspberry Pi untuk kendali posisi dan
pengumpulan data serta penampilan data. Selain pengukuran secara
remote, pengukuran secara mobile dibutuhkan untuk mendapatkan data
tingkat kecerahan langit yang menjangkau daerah yang lebih luas.
Aplikasi berbasis android digunakan untuk pengukuran tingkat
kecerahan langit dengan pencacahan jumlah bintang yang terlihat pada
suatu rasi bintang tertentu. Data tingkat kecerahan langit dari SQM yang
dikendalikan secara remote dan aplikasi berbasis android digunakan
untuk membuat analisis tentang tingkat polusi cahaya di berbagai
daerah.

31
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Polusi yaitu adanya suatu zat atau materi yang masuk ke dalam
lingkungan sehingga menyebabkan lingkungan menjadi tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Polusi adalah suatu perubahan kondisi lingkungan
yang merugikan banyak pihak yang disebabkan oleh hasil aktivitas manusia
secara keseluruhan atau sebagian melalui pengaruh langsung/ tidak
langsung.

Polusi cahaya merupakan salah satu jenis polusi yang berdampak buruk
akibat cahaya buatan manusia. Sealin itu juga ada polusi udara/pencemaran
udara, Penyebab pencemaran udara dari faktor alam, misalnya aktivitas
gunung berapi yang mengeluarkan abu dan gas vulkanik,kebakaran
hutan,dan kegiatan mikroorganisme.
Kabut Asap / Asbut, istilah adaptasi dari bahasa Inggris smog , adalah

32
kasus pencemaran udara berat yang bisa terjadi berhari-hari hingga
hitungan bulan yang bisa terjadi karena beberapa penyebab yaitu salah
satunya pembakaran hutan. 

Polusi dapat dilihat dari beberapa karakteristik fisikanya seperti


kekeruhan air berhubungan dengan konsentrasi partikel padat yang
tersusupensi dalam air. Bau dan warna atau perubahan suhu ekstrirr pada
air dapat menunjukkan keberadaan senyawa kimia atau polutan tertentu
dalam air.

Juga terdapat beberapa hukum fisika yang mendasari terjadinya polusi


udara, seperti suhu, kecepatan angin, intensitas suara dan bunyi.

Tingkat polusi dan kabut asap dapat diukur dengan menggunaan


beberapa alat yang memang sudah dirancng khusus untuk keperluan
pengukuran tingkat polusi tersebut. Misalnya air quality meter yang
diguakan untuk mengukur tingkat polusi udara, TDS meter untuk mengukur
polusi air, Resistivity Meter Small Scale & Small Pin Electrode yang
digunakan untuk mengukur polusi tanah, sound level meter untuk mengukur
polusi suara, dan Sky Quality Meter untuk mengukur polusi cahaya.

3.2 Saran

Banyak kekurangan dari penulisan makalah ini, maka penulis berharap


pembaca dapat memberikan kritik dan sarannya kepada penulis, agar
penulis dapat memperbaikinya untuk penulisan makalah yang akan
mendatang.

33
34
DAFTAR PUSTAKA

Arnop O., Budiyanto, &, Rustama (2019). Kajian Evaluasi Mutu Sungai Nelas
dengan Metode Storet dan Indeks Pencemaran. Jurnal Penelitian Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 8 (1): 15–24. ISSN 2654-7732.

Muchlas, M and Yudhiakto, Pramudya and Okimustava,


Okimustava (2017) Penggunaan Sky Quality Meter Dan Aplikasi Berbasis
Android Dalam Studi Pengukuran Tingkat Polusi Cahaya Di
Indonesia. [Experiment] (Unpublished)

Mulyani A., &, Rijal M. (2018). Industrialisasi, Pencemaran Lingkungan dan


Perubahan Struktur Kesehatan Masyarakat. Jurnal Biology Science &
Education. 7 (2): 178–186. ISSN 2541-1225.

Muslimah. 2015. Dampak Pencemaran Tanah dan Langkah Pencegahan. Jurnal


Penelitian Agrisamudra. 2 (1) : 1 – 19.

Naslilmuna M, Muryani C, Santoso S. 2018. Analisis kualitas air tanah dan pola
konsumsi air masyarakat sekitar industry kertas PT Jaya Kertas Kecamatan
Kertosono Kabupaten Nganjuk. Jurnal GeoEco. 4 (1) : 51-58.

Permadi I M. A., &, Murni R. A. R. (2013). Dampak Pencemaran Lingkungan


Akibat Limbah Dan Upaya Penanggulangannya Di Kota Denpasar. Jurnal Ilmu
Hukum. 1 (6): 1–5. ISSN 2303-0585

Puspitasari, D. E. (2009). Dampak pencemaran air terhadap kesehatan


lingkungan dalam perspektif hukum lingkungan (Studi kasus sungai Code di
Kelurahan Wirogunan Kecamatan Mergangsan dan Kelurahan Prawirodirjan
Kecamatan Gondomanan Yogyakarta). Mimbar Hukum-Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada. 21 (1): 23–34. ISSN 2443-0994.

Putri,Anniesha Alqarina. 2016. Kajian Jumlah Titik Panas sebagai Indikator


Kebakaran Hutan dan Lahan terhadap Kualitas Udara di Pontianak.
Perpustakaan Universitas Trisakti

iii
Ratnani R D.2008.Teknik Pengendalian Pencemaran Udara yang diakibatkan oleh
Partikel.Jurusan Tehnik Kimia Fakultas Tehnik Universitas Wahid Hasyim
Semarang. Vol.4

Rokhani, S. A. (2015). Pengendalian Pencemaran Lingkungan Akibat Limbah


Industri Pengelolahan Mie Soun di Kecamatan Tulung Kabupaten
Klaten (PDF). Jurnal. 1 (1): 1–16. ISSN 2541-3007.

Sutrisno H., &, Salirawati D. (1993). Pencemaran Lingkungan Oleh Adanya Proses


Biometilasi Logam Berat. Cakrawala Pendidikan (2): 101–
109. doi:10.21831/cp.v2i2.8968.

Ukas (2019). Analisis Pengelolaan Pencemaran Lingkungan Hidup di Perairan


Kepulauan Riau. Jurnal Cahaya Keadilan. 7 (1): 283–
301. doi:10.33884/jck.v7i1.1205.

Widiyanto, A. F., Yuniarno, S., &, Kuswanto, K. (2015). Polusi air tanah akibat
limbah industri dan limbah rumah tangga (PDF). Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 10 (2): 246–254. ISSN 1858-1196.

iv

Anda mungkin juga menyukai