Malam yang tidak seperti biasanya. Aku baru pulang dari wifi corner
yang berada di Paccinongan. Aku menarik perlahan gas motor matic
yang kukendarai, menaikkannya hingga kecepatan 20km/jam. Sampai di
jalan yang terasa lenggang, hanya satu dua kendaraan yang lalu lalang.
Terkesan cukup menyeramkan. Aku memerhatikan jam di layar
ponselku menunjukkan pukul 00.23 WIT. Aku juga sudah separuh jalan
sebelum sampai ke kontrakanku. Aku memutar melewati bundaran
Samata menuju ke arah jalan Sultan Alauddin. Setelah memutar dan
hendak menarik gas kembali, tiba-tiba tarikan motorku terasa berat
seolah ada yang menahan motorku dari belakang, mencegahku untuk
melaju. Aku kemudian menoleh ke bawah ban motor, barangkali ada
sesuatu yang tersangkut dan menghalangi ban motorku, seperti batu
atau kayu misalnya. Belum sempat aku melihat apa yang menghalangi
ban motorku, tarikan gas kembali normal dan sempat membuatku
hampir terjatuh, karena aku menarik gas cukup keras yang membuat
laju motor menjadi kencang. Untung aku bisa kembali
mengendalikannya. Jika tidak, aku sudah pasti akan terjatuh dari motor.
Aku kemudian kembali melanjutkan perjalanan tanpa ada rasa curiga
sedikit pun dengan apa yang telah terjadi barusan, dan menganggap itu
adalah kejadian biasa.
Amran Arsadi-Samata-@amranarsadi
2
Kenangan Mistis
Antara nyata dan tidak nyata. Entah dimens manusia ataukah dimensi
makhluk lainnya. Malam itu aku tidur lebih cepat daripada malam-
malam biasanya. Aku tertidur dalam keadaan belum melaksanakan salat
isya. Aku mrasa berat pada pundakku, seperti ada yang bertengger di
atasnya dan mataku sangat mengantuk. Beberapa minggu belakangan
ini memang banyak kejadian aneh yang menimpaku. Teman sekamarku
pun sering mendapati aku mengigau hal-hal yang aneh hingga yang
berbau mistis setiap malamnya.
Aku mencoba membuka mata dengan berjuta rasa takut sekaligus juga
rasa penasaran yang teramat. “Aaaaaaaaaa!!!” teriakku dengan suara
yang sagat kencang. Aeolah-olah akan membangunkan orang satu kos-
kosan. Aku melihat sesosok makhluk gaib menyerupai gumpalan hitam
yang sangat tebal sedang menindihi tubuhku. Aku berusaha berteriak
sekuat tenaga, tapi tidak ada satu orang pun yang terbangun karna
teriakanku itu. “Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang? Bantulah
aku, Tuhan. Sungguhnya Kaulah sebaik-baiknya penolong.” Sembari
terus membaca semua jenis doa yang aku ketahui, aku terus memohon
bantuan kepada-Nya.
3
Kenangan Mistis
4
Kenangan Mistis
Namaku Anand. Aku mantan anak pesantren yang kini duduk di bangku
perkuliahan. Waktu itu, aku sedang duduk memerhatikan teman-
temanku yang sedang persentase. Dan tiba-tiba, salah satu temanku
yang bernama Ummy tiba-tiba kesurupan. Dia berteriak di hadapan
teman-temanku dan itu membuat 3 teman perempuanku yang lainnya
juga ikut kesurupan. Dosenku yang waktu itu menangani salah satu
temanku dan temanku yang lainnya mencoba menyadarkan temanku
yang kesurupan.
Ummy yang kesurupan waktu itu semakin parah. Dia tertawa dan
mengeluarkan suara Laki-laki. Aku yang tidak bisa tinggal diam dan ikut
mencoba menenangkan Ummy dengan ayat ruqyah yang kupelajari
selama di pesantren. Namun dia malah tertawa dan selalu menggodaku.
Dia juga menjatuhkanku hingga aku hampir goyah. Tapi aku menahan
semua itu dan tetap membaca ayat ruqyah kepada Ummy sambil
memegang kepalanya.
Saat malam hari tiba, aku menceritakan hal itu kepada ibuku lewat
telepon. Kebetulan ibuku adalah tokoh agama di kampung. Betapa
terkejutnya ibuku saat mendengarnya. Dan dia berkata padaku, “Malam
ini, kamu tidak boleh goyah dan ketakutan. Karena kalau itu terjadi,
maka hantu itu akan mengikutimu. Itu adalah resiko orang yang
mengruqyah.”
5
Kenangan Mistis
Karena ketakutan malam itu, aku mencoba untuk tidur. Tetapi saat aku
terbaring di kasur, seseorang mengelus punggungku dengan lembut,
padahal aku sendirian di kontrakan. Aku mencoba bangun mengambil
segelas air, tetapi di dalam kamar ada suara benturan keras. Saat aku ke
sana, ternyata tidak terjadi apa-apa. Aku mulai ketakutan dan baring di
kasur menutupi badanku dengan selimut. Belum aku tertidur, hantu itu
berbisik kepadaku dan berada di sampingku sepanjang malam.
6
Kenangan Mistis
7
Kenangan Mistis
Pagi hari aku menceritakan kejadian yang kualami saat tengah malam
itu kepada teman-temanku. Setelah mendengarnya, mereka merasa
ketakutan. Namun aku mencoba menenangkan mereka dengan
mengatakan bahwa kejadian tersebut adalah teguran untuk aku dan
teman-temanku untuk selalu rajin merapihkan ranjang.
8
Kenangan Mistis
Malam Mencekam
Malam berganti siang. Rumahku selalu sepi, hanya ada Ibu dan aku di
sini. Namun sudah dua hari pekarangan rumahku diramaikan oleh 4
orang tukang. Mereka bekerja merenovasi rumahku, sehingga pohon
besar yang ada di pekarangan harus di tebang.
Sore hari selepas mandi badanku tiba-tiba terasa menggigil, kepalaku
pusing tidak tertahan lagi. “Ibuu!” Aku berterik semampuku.
Pandanganku lalu gelap. Aku tidak ingat lagi apa yang terjadi.
9
Kenangan Mistis
Penghuni Rumah
Waktu itu tepat di hari Kamis. Aku tengah berbaring di tempat tidur
sambil memainkan ponsel. Tidak ada yang menarik, hanya mengecek
akun instagram lalu membalas pesan whatsapp. Merasa bosan,
kuputuskan untuk menonton chanel favoritku di youtube saja. Selang
beberapa menit kemudian, ponsel yang kupegang jatuh dengan
sendirinya. Kedua tanganku tiba-tiba saja terasa kaku. Bukan itu saja,
seluruh bagian tubuhku juga tidak bisa digerakkan. Aku memanggil
adikku yang kebetulan saat itu berada tidak jauh dari tempatku. Suaraku
terdengar lirih tapi masih bisa didengar. Aku tidak tahu, apa yang terjadi
pada diriku. Aku seperti terkena penyakit stroke. Ketindihan makhluk
halus atau orang-orang menyebutnya denga rep-repan? Tidak. Aku
pernah mengalaminya, namun berbicara dan mengeluarkan suara tidak
bisa. Yang kualami sekarang ini berbeda.
Aku meminta adikku untuk memanggil Ayah. Tentu saja adikku langsung
panik tidak keruan. Aku mengadu pada ayahku jika tubuhku tidak bisa
digerakkan sama sekali. Aku menangis.
10
Kenangan Mistis
Dan bukan itu saja, kerap kali aku mendengar suara tangis perempuan
dan cekikikan anak kecil. Jujur saja, tidurku tidak pernah nyenyak hingga
menimbulkan lingkaran di bawah kelopak mataku.
11
Kenangan Mistis
Pacarku Pulang
12
Kenangan Mistis
“Sayang? Itu kamu? Nggak mungkin. Kamu sudah meninggal dua bulan
yang lalu.” Aku terus memanggilnya untuk memastikan sambil
menghampirinya.
Saat akan menyentuhnya, wajahnya terangkat memandangku dengan
mata terbuka yang hampir keluar dari kelopaknya. Tubuhnya perlahan
membesar, menghitam dan menghampiriku, seakan ingin menerjang
tubuhku. Setelah saat itu aku tidak sadarkan diri. Menurut tetangga
kamarku, aku berteriak-teriak histeris. Berulang-ulang mengatakan
‘Jangan’. Saat tersadar, waktu hampir subuh dan banyak orang
mengelilingiku. Semenjak saat itu, aku selalu dihantui oleh bayangan
pacarku. Itu berlangsung lama dan aku bersyukur banyak teman-teman
yang selalu mendukung untuk bisa menghilangkan bayangan itu. Tentu
keluargakulah yang memberi motivasi terbesar. Aku menjalani berbagai
macam terapi dan pengobatan selama itu. Aku juga ingin meminta doa
kepada teman-teman untuk pacarku. Semoga dia tenang di alam sana.
13
Kenangan Mistis
Wajah Berdarah
Ibu diam seketika dan menuju dapur untuk mengambil air putih. Namun
muncul kejanggalan lagi.
Terdengar jelas ada suara ketokan dari gudang terkunci dan suara orang
menyapu di tengah malam. Ibu pun melihat sekeliling. Namun tidak ada
siapa-siapa. Tiba-tiba bulu kuduk Ibu merinding. Semakin lama Ibu
semakin ketakutan. “Ayah, bangun, Yah. Ibu takut,” kata Ibu sambil
membangunkan Ayah yang lagi tertidur lelap.
Ayah pun terbangun dan mendengarkan cerita Ibu. “Sudah, Bu. Nggak
ada apa-apa. Ayo tidur lagi. Jangan lupa berdoa.”
Ibu akhirnya memaksakan memejamkan mata, namun masih
memikirkan suara-suara aneh itu.
14
Kenangan Mistis
15
Kenangan Mistis
Sumur Tersembunyi
16
Kenangan Mistis
17
Kenangan Mistis
Kakek
Malam itu, waktu telah menujukan pukul sepuluh malam. Perlahan aku
mulai memejamkan mataku dan tertidur. Ketika tidurku mulai pulas,
tiba-tiba saja aku bermimpi bertemu dengan almarhum kakekku yang
sudah meninggal beberapa bulan lalu. Dia hanya tersenyum padaku.
Terus tersenyum, sampai aku terbangun dari tidurku. Tepatnya,
tertahan antara tidur dan bangun. Aku sulit menjelaskannya, tapi
mungkin itu yang biasa orang sebut dengan ketindihan. Saat itu,
badanku benar-benar tidak bisa digerakkan. Mulutku seakan terkunci
serta tidak bisa mengucap sepatah kata pun. Tetapi, mataku saat itu
masih dapat melihat sekeliling, juga keadaan di sekitarku, termasuk
sesuatu yang asing yang tidak pernah aku lihat ada di kamarku. Aku
tidak tahu, apakah itu benda atau apa? Tapi sesuatu itu terlihat
bergerak dan berjalan mendekat ke ranjang, di mana tubuhku sedang
terbaring. Setelah sesuatu itu berdiri tepat di sampingku, barulah aku
tahu apa itu? Aku dapat memastikan itu bukanlah sebuah benda,
melainkan sebuah siluet manusia. Bukan, dia bukanlah ayahku, dia juga
bukan ibuku. Tapi, dia adalah orang yang barusan aku mimpikan. Ya, dia
adalah almarhum kakekku, orang yang seharusnya sudah meninggal,
tapi kini berada di kamarku, bahkan tepat di sebelahku. Awalnya aku
memang tidak percaya, tapi dia benar-benar ada dan terlihat oleh
mataku. Sialnya, tubuhku juga masih belum bisa digerakan, padahal aku
sudah ketakutan setengah mati.
18
Kenangan Mistis
Barulah, setelah itu aku terbangun total dari tidurku dan tidak
mendapati ada almarhum kakek atau siapa pun di dalam kamarku.
19
Kenangan Mistis
Aku tetap tenang walau harus berjalan sendirian di jam 3 pagi sehabis
dari rumah temanku. Aku menolak tawarannya untuk menginap, karena
aku sudah berjanji akan sahur dengan Mama. Saat itu, suasana di luar
sangat sepi. Tidak ada apa pun yang terjadi sampai aku bertemu pria itu.
Ia terlihat seperti siluet misterius di tengah jalan yang hanya diterangi
lampu jalan yang redup. Ia sedang berjalan ke arahku dengan cara yang
aneh. Kakinya bengkok sebelah. Langkahnya terpincang-pincang,
sementara posisi tubuhnya miring, membuatnya terlihat sangat ganjil di
tengah kesunyian malam. Aku tidak berhenti melangkah, tapi kurasakan
kakiku mulai ragu-ragu. Aku melihat pria itu menggenggam sebuah
benda panjang. Aku tidak tahu benda apa itu dan aku tidak mau tahu.
Aku segera berbalik dan berjalan cepat menuju arah berlawanan. Saat
itulah aku mendengar pria itu berlari. Sebelum otakku memproses
situasi, kakiku sudah bertindak duluan. Aku merasa seperti terbang
ketika melesat menuju rumah temanku. Sebelum mencapai pintu, aku
sudah menjerit-jerit, meneriakkan namanya. Aku nyaris pingsan ketika
temanku membukakan pintu. Setelah terlindung di dalam rumahnya,
aku mencoba mengintip keluar. Pria itu tidak ada. Sejak itu, aku tidak
pernah mendengar kabar tentangnya. Aku tidak tahu siapa pria itu dan
apakah dia manusia atau bukan. Satu hal yang jelas, aku tidak ingin lagi
berada di luar saat jam 3 pagi.
20
Kenangan Mistis
Kala itu di tahun 2004. Aku dan keluargaku pindah dari rumah lama ke
sebuah rumah baru di komplek perumahan di Bogor. Rumah baruku ini
luas sekali dan sangat mewah. Ada 3 lantai di rumahku.
Beberapa hari setelah tinggal di sana, kami merasa sangat betah dan
nyaman. Hingga suatu hari kejadian aneh terjadi. Setiap malam di lantai
2, terdengar bunyi ‘Bugg! Buggg! Bugg!’ Suara seperti langkah kaki
orang yang sedang berjalan. Tampaknya kakinya besar sekali seperti
raksasa.
Pada suatu hari ada seorang nenek menemui ayahku. Nenek itu tinggal
di desa dekat rumah kami. Beliau menjelaskan bahwa ternyata
beberapa puluh tahun lalu pun ada kasus pembunuhan wanita hamil di
rumah kami. Maka tidak diragukan lagi, mengapa rumahku menjadi
sangat angker. Ayah pun ketakutan mendengar cerita itu, ditambah lagi
sudah banyak kejadian yang kami alami.
Memikirkan akan kejadian buruk yang akan terjadi lagi, ayahku bersiap
mencari rumah baru untuk pindah. Kuingat, di malam terakhir saat kami
akan meninggalkan rumah itu, ketika kakak dan ayahku yang masih
terjaga, aku mendengar suara tawa wanita dari pohon besar di depan
rumah.
21
Kenangan Mistis
Hihihihihi!
22
Kenangan Mistis
Kuntilanak Merah
“Mbak Ani, mencium sesuatu enggak?” bisik Tiara yang sedari tadi
berjalan di sampingku.
Tiba-tiba aku teringat sebuah cerita tentang setan berbaju merah yang
ada di pondok bagian belakang. Kupercepat langkah kakiku tanpa
mengubris rengekan Tiara. Tugas workshop dari sekolah telah membuat
kami pulang hingga larut malam. Lalu tiba-tiba berdiri seorang wanita
berbaju merah tepat di hadapan kami. Rambut panjangnya terurai acak-
acakan dengan seringai yang menakutkan. “Aaaa!” teriakku sambil
berlari pontang-panting diikuti oleh Tiara.
Pak Syafii berjalan ke arah tempat yang aku tunjuk, memastikan semua
kebenaran ceritaku. “Tidak ada siapa-siapa,” katanya. “Kamu salah lihat
mungkin,” lanjutnya sambil menuntunku ke pos satpam mencoba
menenangkanku.
23
Kenangan Mistis
Kala itu, sekitar pukul setengah 3 sore aku mendengar ada suara deru
motor yang memasuki pekarangan rumahku. Aku mengintip di balik
jendela, di sana, di atas motor terlihat kerabat Ayah memarkirkan motor
dengan seorang anak kecil laki-laki yang diboncengnya. Aku panggilkan
Ayah seraya memberi tahu, bahwa ada kerabatnya bertamu. Aku
sempat mengintip kembali saat hendak membuatkan minum. Si bapak
itu duduk bersebrangan dengan ayahku yang juga berdampingan
dengan anak kecil yang duduk sambil sibuk mengucang-ucang kakinya.
Aku pergi ke dapur untuk membuatkan 2 gelas kopi untuk ayah dan
kerabatnya, serta 1 gelas teh hangat untuk anaknya.
Saat aku keluar untuk membawa minum, aku tidak lagi melihat anak
kecil itu. Setelah aku menaruh minuman di atas meja, ayahku menegur,
“Untuk siapa teh hangat yang kamu buat?”
“Siapa yang neng maksud? Saya datang sendiri, enggak sama anak
saya,” jawabnya.
24
Kenangan Mistis
Aku terkejut dan juga tidak percaya. Lalu, siapa anak kecil itu? Siapa
anak laki-laki yang diboncengnya dan duduk sambil mengucangkan kaki?
Cirom-Tangerang-20-@Cirom33
25
Kenangan Mistis
Tangis Memilukan
Saat kecil, aku sangat tidak suka jika disuruh menginap di rumah Nenek
sendirian tanpa kedua orang tua. Meskipun di sana ramai, aku merasa
tidak nyaman. Namun malam itu tiba-tiba saja aku menginap di rumah
Nenek. Aku sangat kesal saat menyadarinya. Salah satu alasanku tidak
mau menginap sendirian, mungkin saja karena ada cerita di dekat kamar
mandi dulunya adalah makam wanita hamil. Cerita semakin seram
karena wanita hamil yang meninggal itu katanya sering bergentayangan.
Aku tidak ingat siapa yang menceritakan itu, tapi aku mengingatnya
dengan jelas. Semakin malam, aku menghindari area dapur dan kamar
mandi yang saling berdekatan.
Malam itu aku terbangun dari tidur karena panggilan alam yang seolah
tidak mengerti kengerianku dengan kamar mandi. Saat masuk ke kamar
mandi, napasku memburu. Lampu bercahaya remang dan suasana
sangat sepi. Jantungku berdebar dan seakan meledak saat keheningan
terpecah dengan suara tangisan wanita. Tengkukku meremang tapi
tidak bisa melakukan apa-apa, berteriak sekalipun.
Aku menghela napas dan kembali tersadar bahwa aku harus cepat-cepat
meninggalkan kamar mandi. Saat sampai di tempatku tidur, suara itu
tetap muncul sehingga membuatku merinding setengah mati. Aku
berpura-pura tidur dengan harapan suara tangisan itu hilang. Namun
sia-sia, suara itu tetap terdengar hingga aku tidak sadarkan diri sampai
pagi menjelang.
26
Kenangan Mistis
Panggilan Misteri
Acara tahunan keluarga kali ini, aku dan keluarga yang terdiri dari istri,
anak yang masih bayi, berserta dua pasangan kakak iparku akan
mengunjungi tempat wisata Ciwidey. Menurut kami, Ciwidey adalah
tempat yang sempurna untuk menghilangkan penat selama setahun
bekerja. Kami berangkat sore menjelang malam.
Seharian Aku sibuk packing. Aku lupa untuk mengisi daya telpon
genggamku. “Arg! Mah, aku lupa charge ponselku.”
“Tidak apa-apa, Pah. Ayo kita berangkat,” pinta istriku.
Mobil kami melaju dengan kecepatan sedang. Di tengah keceriaan kami
d iperjalanan, ada sudut hatiku yang merasa tidak nyaman.
Tepat Magrib kami sampai di penginapan. Tidak ada hal aneh terjadi.
Hanya perasaanku saja yang dari tadi tidak enak. Karena perasaan tidak
nyaman itu, aku tidak bisa tidur. Akhirnya aku mengajak dua kakak
iparku bermain catur. Dan di tengah sepinya malam ….
Dreett! Dreett!
“Ponsel siapa itu yang bergetar? Cepat angkat!” pinta kakak iparku.
Aku pikir itu bukan punyaku. “Heh, itu punyamu, loh.”
“Hah? Masa iya? Ponselku kan mati dari tadi. Itu sedang aku charge,
Kak.”
Aku pun bergegas untuk memastikan, dan ternyata memang poselku
yang bergetar. Tertulis nama “my wife”. Keningku seketika berkerut.
Aku melihat istriku sudah tertidur pulas. Aku bertekad menjawab
telpon. “Halo?”
Tidak ada jawaban. Hening beberapa detik.
“Halo?”
Terdengar suara semacam radio mencari saluran.
“Heuh? Halo?” Aku mendekatkan lagi ponselku di kupingku, terdengar
hembusan angina. “Halo?”
“Hhihihihihihi!” Terdengar suara cekikian, persis suara nenek lampir
yang pernah kudengar di TV.
Aku seketika kaget. Kulempar ponselku ke arah kakak ipar.
27
Kenangan Mistis
28
Kenangan Mistis
Malam itu kami bersiap pada pukul 8 malam sebelum berangkat kami
mengadakan geladi bersih, serta ucapan baiat, dan beberapa peraturan
yang harus kami taati. Kami berangkat sekitar jam setengah 10 malam.
Barisannya dua orang memanjang dan saling berpegangan, tidak boleh
lepas. Mungkin agar kami tidak hilang. Selama perjalanan pun kami
tidak boleh bercanda atau melamun.
Malam itu sunyi. Kami melewati perumahan lalu persawahan yang gelap
hanya temaram sorot dan cahaya ponsel panitia. Sampai kami melewati
rumah kosong yang telah lama tidak dihuni, kami berhenti di belakang
rumah tua itu. Ternyata kami sudah sampai di lapangan yang di kelilingi
sawah dan dan beberapa pohon besar rindang. Kami memebentuk
lingkaran yang di kelilingi oleh panitia. Tapi herannya tidak ada panitia
yang berjaga di bawah pohon besar itu. Kami saling berpegangan
sebelum akhirnya kami melepaskan pegangan dan tidak boleh ada yang
kosong. Selain itu, kami semua harus khusyuk dan hanya boleh
berbicara pada saat ada instruksi. Tapi sialnya, aku melihatnya di depan
barisanku, di saat kami sholawatan, bernyanyi, atau pun mengepalkan
tangan ke atas, dia hanya diam sambil melihat ke kiri, tempat barisan
para santri putra. Dia memakai baju putih rok putih bersih tapi
wajahnya tidak terlihat karena batas cahaya. Aku ingin bertanya pada
teman sebelahku, tapi tidak berani. Seperti mengerti, dia juga
memandangiku dengan heran. Kami seperti berbicara dalam diam. Dan
ternyata benar saja ketika kami memutar untuk mencium bendera, dia
hilang. Dan ternyata dia merasuki dan mengincar salah satu santri putra
terajin.
29
Kenangan Mistis
Sampai ketika dia berhasil dikeluarkan ada yang bilang dia pergi ke
rumah kosong itu.
30
Kenangan Mistis
Seperti malam sebelumnya, mata ini begitu sulit terpejam. Aku masih
bermain di dunia maya. Memandang dan mengusap layar pipih di
tanganku. 11.19 p.m, itu waktu yang tertera di layar ponselku. Lampu
sudah kumatikan, tinggal menunggu kantuk datang yang rasanya
mustahil karena bermain ponsel membuatku tidak merasakan kantuk
sedikit pun.
Semakin larut, udara malam semakin dingin. Aku menyimpan ponsel
yang sudah kelelahan rupanya. Tidak terasa, ini sudah hampir pukul dua
dini hari.
Baru saja mataku ingin terpejam, suara ketukan dari jendela
membuatku urung tertidur. Aku meliriknya dengan sedikit rasa was-was.
Aku abaikan suara itu, namun semakin lama semakin jelas terdengar.
Aku kembali melihat ke arah jendela, memang hanya ditutupi oleh kain
tipis transparan. Aku yang takut, hanya diam tanpa mengalihkan
pandangan dari jendela itu. Sesaat kemudian, sesuatu menampilkan
sosoknya di bawah remang sinar bulan. Tersenyum dengan sorot mata
merah yang tajam. Inginku menjerit sekuat mungkin. Namun entah
kenapa, tidak ada sedikit pun suara yang keluar dari mulutku. Pelipisku
dipenuhi keringat. Dalam hati aku mencoba tetap beristighfar. Beberapa
menit kemudian, aku bisa menutup mataku dengan masih sangat
ketakutan.
Kubuka kembali mataku dan sosok itu sudah tidak ada. Karena hal
tersebut, satu malam penuh membuatku terjaga. Entah makhluk apa
yang kulihat, namun, dia benar-benar menakutkan.
31
Kenangan Mistis
“Ya, bagaimana mau buat jembatan kalau tidak ada orangnya,” jawab
ayahnya.
32
Kenangan Mistis
Malam Petaka
Bintang menemaniku malam itu. Ketika bulan juga ikut memancarkan
auranya di atas semesta, seperti hari-hari sebelumnya, aku selalu
menulis kala hari sudah dini hari. Tepat sekali, waktu itu aku sedang
berniat untuk menulis naskah bergenre horor. Aku pikir malam yang
sunyi akan semakin memacu adrenalin karena aku dapat merangkaikan
cerita dengan membayangkannya di tengah kegelapan. Sendirian di
bawah langit kelam lalu menulis beberapa hal yang membuat diriku
sendiri terngiang dan menganggap seandainya hal tersebut terjadi pada
realita.
Aku sedang mendeskripsikan tokoh hantu dalam naskahku, ketika aku
harus melihat sesuatu yang tidak kuinginkan terjadi. Jendela kamarku
yang berbatas kaca memantulan keadaan yang sebenarnya. Suara-suara
itu mirip sekali dengan kengerian yang kualami. Lalu di luarnya, aku
menyaksikan secara samar wanita dengan jubah putih dan rambut
tergerai sedang berada di atas genting rumah. Segera saja aku
mematikan laptopku karena aku sudah tidak tahan dengan jiwaku
sendiri. Takut telah merasukiku hingga tidak terasa aku telah mematikan
lampu dengan sangat cepat dan menyibak selimutku dengan napas
menderu. Kupejamkan mata dalam doa yang kupanjatkan agar tidak lagi
menemui kejanggalan esok hari.
33
Kenangan Mistis
Creepy Stalker
Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari. Aku terbangun hendak buang
air kecil. Aku memberanikan diri menuju kamar mandi yang berada di
dapur.
Setelah malam itu, setiap pukul tiga dini hari, selalu terdengar suara
tangisan dari luar jendela kamarku. Terkadang saat sedang sendirian,
aku selalu merasakan kehadirannya. Seperti penguntit, dia selalu
mengikutiku. Aku memang tidak melihatnya, tapi entah mengapa aku
merasa dia sedang menatapku dengan matanya yang merah serta
senyuman di wajah pucatnya. Entah apa maksud dari kehadirannya dan
entah sampai kapan.
34
Kenangan Mistis
Suatu hari ketika aku tidur siang hanya memakai singlet, aku merasa ada
yang mengelus-elus lenganku. Aku pun kaget dan terbangun. Tapi tidak
ada siapa-siapa di kamarku dan kamar dalam posisi terkunci dan tidak
ada siapa-siapa dalam kamar selain aku. Aku pun lanjut tidur karena aku
pikir itu hanya mimpi. Dan ketika tidur lagi, aku merasa ada yang
meggeser rambut yang menutupi mukaku, karena kebetulan aku tidur
dengan posisi miring. Saat itu aku langsung buka mata dan betapa
kagetnya aku ketika aku buka mata dan di depanku ada sosok
menyeramkan dengan mata besar warna hitam seperti sedang
menatapku, namun langsung menghilang begitu saja. Entah itu aku
mimpi atau nyata, tapi aku merasa bahwa itu nyata.
Ke esokan harinya aku tanya Mama dan adekku, tentang siapa yang
nyalakan keran semalam. Tapi mereka bilang tidak ada yang nyalakan,
bahkan Mama pun juga tidak bangun semalaman.
Hari itu adekku ke sekolah dan Mama ke kantor. Jadi aku sendiri di
rumah. Ketika sedang cuci piring, tiba-tiba aku sosok seperti bayangan
yang lewat di sampingku, bahkan hingga beberapa kali. Dan setelah cuci
piring, aku ke kamar dan aku kaget pas masuk kamar, AC sudah
menyala, padahal sebelum cuci piring aku matikan AC dan buka semua
35
Kenangan Mistis
jendela. Mulai hari itulah aku merasa di dalam rumahku ada sesuatu
yang misterius.
36
Kenangan Mistis
Ayah
“Rei, tolong dicek dulu lampu teras. Sekalian dinyalain, ya,” pinta
ayahnya.
Anehnya, Reina tidak bisa ingat, apakah kaki ayahnya menapak pada
tanah atau tidak.
37
Kenangan Mistis
Malam itu hujan turun rintik-rintik. Saat hujan turun di malam hari,
memang waktu yang pas untuk mengisi perut dengan sesuatu yang
hangat, berkuah, dan pedas. Maka dari itu, mama dan papaku pergi
mencari makanan ke luar. Tinggallah aku, kakak, dan nenekku di rumah.
Tidak berapa lama, tiba-tiba listrik padam. Karena tidak ada jaringan
saat listrik padam, akhirnya aku memilih untuk bermain game offline di
telepon pintarku. Kakakku asik menikmati suasana dengan bersantai di
sofa dan memutar lagu di smartphone-nya, sedangkan nenek tidur di
kamarnya.
“Mana? Nggak ada apa-apa tuh. Lagian ini gelap, Dek. Mana kelihatan.
Ngaco aja kamu.” Kakak menimpali.
“Itu Kak, di halaman. Aku lihat jelas kok. Rambutnya panjang gitu,
bajunya merah,” kataku ketakutan.
Kakak hanya bilang kalau dia tidak melihat apa-apa. Akhirnya aku pindah
ke samping Kakak dan tidur memeluknya.
38
Kenangan Mistis
39
Kenangan Mistis
Suara Perang
Saat SMA, aku mengikuti study tour di balai latihan kerja, Malang.
Bangunan tua seperti peninggalan jaman Belanda, menciptakan suasana
mencekam meskipun hari masih siang. Berdasarkan ketentuan, satu
kamar ditempati oleh 10 siswa. Kami diberikan kebebasan memilih
teman sekamar. Hari pertama hanya ada upacara penyambutan, selain
itu kami dibebaskan pergi ke mana saja. Para guru hanya meminta kami
untuk selalu sopan dan dilarang berkeliaran di atas jam tujuh malam.
Saat kami mulai bersekolah aku mulai bercerita tentang hal ini, namun
semua temanku menyangkal mendengar hal yang sama denganku.
Sampai sekarang aku bertanya-tanya, nyatakah yang kudengar saat itu.
40
Kenangan Mistis
Ini adalah sedikit uraian kata tentang cerita mistis yang dialami oleh bibi
dan nenekku. Dikarenakan suara bising ayam betina yang berkokok di
malam hari, yang mengganggu tidur di tengah hari. Ditambah dengan
dinginnya malam dalam suasana pedesaan yang asri dan penuh
pepohonan.
“Bu, bangun, Bu. Berisik sekali ayam di belakang rumah kita. Jangan-
jangan ada yang hendak mencuri ayam betina kita yang sedang
bertelur,” kata bibiku yang bernama Hamidah membangunkan nenekku.
41
Kenangan Mistis
BRAKKK!!!
42
Kenangan Mistis
Empat Hal
Saat itu jam 3 pagi dan rasanya seluruh tubuhku mau rubuh. Aku
berjalan ke area belakang perkemahan, tempat berbagai peralatan
dapur diletakan. Niat awalnya aku ingin menyembunyikan diri sebentar
dari kepanitian yang tidak berujung ini. Begitu sampai di sana, langsung
kududukan diri dan langsung bernapas terengah-engah.
Awalnya semuanya senyap tidak ada yang aneh. Hanya beberapa suara
jangkrik yang terdengar secara beraturan. Namun suasana itu langsung
berubah sekejap. Suara-suara jangkrik itu menghilang tiba-tiba seperti
ada yang mengusik keberadaan mereka. Aku yang menyadari hal itu
langsung mendongakkan kepalaku dan melihat 4 sosok itu. Sosok
pertama terlihat ramah. Dia duduk di pagar pembatas dan tersenyum
lebar padaku. Sosok kedua berada tidak jauh dariku. Dia hanya berdiri
menatapku penasaran. Sosok yang ke tiga berada di luar pagar.
Kepalanya benar-benar tidak normal dan senyumnya benar-benar
membuatku tidak nyaman. Dan sosok ke empat, dia duduk di dahan
pohon dengan rambut yang menutupi sepertiga wajahnya dan kakinya
mengayun-ngayun perlahan. Langsung kubenamkan wajahku ke lipatan
tanganku dan menghitung mundur dari 10. Begitu hitunganku selesai,
kudonggakan lagi kepalaku dan semuanya kembali seperti semula,
seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
43
Kenangan Mistis
Jin Penjaga
Aku heran, padahal 1 lembar halaman saja dia belum selesai. Kulihat dia
sedikit pucat dan dia juga mengaku tadi siang tubuhnya tiba-tiba sakit,
jadi aku lanjutkan saja pekerjaannya.
44
Kenangan Mistis
“Tenang saja, tidak usah takut. Dia hanya tertarik denganmu, Nak” ucap
pria tua tadi. “Aku adalah jin yang punya janji dengan Mbah Haji
Syamsuri untuk menjaga anak turunannya dari gangguan makhluk
seperti dia,” sambungnya sambil menunjuk sosok ular di sampingnya.
45
Kenangan Mistis
Cerita ini berdasarkan kisah nyata yang dialami oleh kakak kandungku.
Semua berawal pada hari Jumat, di mana hari tersebut merupakan
jadwal piket rutin kakakku tiap minggunya. Awalnya biasa saja,
membersihkan kelas seperti biasa. Tetapi pada waktu itu kakakku
mendapat giliran untuk meletakkan perabot kelas, seperti absen dan
spidol ke meja wali kelasnya yang berada di ruang guru lantai 2.
46
Kenangan Mistis
Ini sebuah kisah nyata yang dialami oleh kerabat jauh saya yang menjadi
korban dari pesugihan. Anggap saja namanya adalah Suryati. Dia bekerja
sebagai pembantu rumah tangga di sebuah rumah mewah. Majikannya
adalah pengusaha meubel yang sangat sukses. Tapi hal yang aneh dari
rumah itu, beberapa pekerja rumah meninggal secara tidak wajar. Ada
yang meninggal tersetrum saat membuka air keran dan salah satunya
adalah Suryati.
Pada suatu hari Suryati diajak ke suatu daerah luar kota. Ketika dia
bertanya mau ke mana kepada si majikan, si majikan menyuruhkan
untuk ikut sala.
47
Kenangan Mistis
Sore itu selepas kantor, saya lekas pulang demi menonton pertandingan
bola klub favorit saya di TV. Pukul 17:30 pertandingan mulai dan saya
sudah duduk manis di depan TV bersama cemilan dan kopi. Namun
mungkin karena kecapaian dari kantor, dalam 15 menit pertama saya
malah jatuh tertidur di sofa. Saya terbangun karena teriakan gol dari
komentator TV. Saya lihat sudah pukul 18:45, di mana hari sudah gelap
dan saya belum sempat menyalakan lampu mana pun di rumah.
Penerangan saat itu hanya hari cahaya televisi saja. Saat remang-
remang itulah saya merasakan ada keberadaan sosok lain di ruangan ini.
Dan saya ingat, saya home alone hari itu. Saya melihat ada sosok wanita
berbaju putih lusuh dan berambut panjang acak-acakan seperti
kuntilanak. Dia duduk di sofa yang sama dengan saya. Saya di ujung kiri
dan sosok itu di sisi kanan.
Mbak Kunti itu duduk tenang di tempatnya, seakan menemani saya
nonton. Namun anehnya dia menunduk dan bukan melihat ke TV. Di
antara takut, panik dan deg-degan, saya mencari strategi untuk kabur.
Celakanya untuk menyalakan lampu atau keluar dari rumah, saya harus
melewati si Mbak Kunti. Maka pilihan saya adalah balik badan dan naik
ke lantai atas. Maka pelan-pelan saya bangkit dan berjalan menuju
tangga walau tanpa penerangan. Saat menaiki tangga, saya mendengar
suara kain diseret di belakang saya.
Sret! Sret!
Dengan ekor mata, saya lihat si Kunti berbaju lusuh itu ikut menaiki
tangga tepat di belakang saya. Jantung saya emakin kencang berdegub.
Sialnya tangga rumah saya cukup tinggi, pakai belok pula. Rasanya itu
naik tangga terlama buat saya. Untung saya ingat, di ujung tangga lantai
atas ada steker lampu. Setelah sok cool naik tangga tanpa panik, saya
segera meraih steker dan menyalakan lampu lantai atas. Saya cek ke
belakang, si Kunti stalker itu sudah menghilang. Saya lega walau masih
gemetaran.
48
Kenangan Mistis
Malam itu saya tidur dengan semua lampu di rumah saya menyala
sampai pagi.
49
Kenangan Mistis
Seperti biasa, aku terbangun di tengah malam dan mendengar suara itu
lagi. Logika menepis fakta itu. Kanan rumahku adalah bangunan yang
tidak berpenghuni dan seluruh keluargaku terlelap tidur. Lalu siapa laki-
laki yang bersuara tidak jelas kemudian berganti dengan suara burung?
Tidak ada yang memelihara burung. Suara aneh itu ada di halaman
kanan rumah. Aku mencoba tidur dan akhirnya tertidur dengan
setumpuk pertanyaan yang entah ada jawabannya atau tidak.
Terbangun lagi. Ya … ini sungguh menjengkelkan,” umpatku.
Di jam yang tidak tepat, aku selalu kebelet pipis. Dan kenapa kamar
mandi dengan rumahku terpisah? Aku harus ke belakang rumah untuk
menuju ke tempat penyetoran urin. Sampainya di kamar dan mencoba
tidur lagi, tiba-tiba puncak keanehan itu terdengar. Telingaku benar-
benar mendengar ramainya sebuah pesta. “Mana ada pesta di jam
segini, ini sudah begitu larut dan tabuhan gamelan itu?” kataku sambil
berpikir sejenak.
50
Kenangan Mistis
Siapa yang tidak panik dengan kejanggalan seperti ini. Segera aku
berdoa untuk kembali tidur, berharap esok adalah hari yang paling
cerah dan melupakan apa yang telah terjadi.
51
Kenangan Mistis
Dua hari yang lalu aku pergi ke Keraton Jogja bersama Ayah. Aku
berpetualang di sana dengan sangat antusias. Bahkan aku mendapatkan
teman baru yang boleh kubawa pulang. Tentu saja Ayah yang
mengizinkan.
Hari ini petang sudah datang, azan magrib sudah berkumandang, tetapi
aku masih ingin bermain petak umpat bersama teman. Saat ini tugasku
berjaga. Aku mencoba memeriksa ruang tamu, tetapi tidak kutemukan,
padahal sudah kutelusuri setiap sudut.
Lalu aku mendengar suara mamaku. “Bimo, ayo makan malam dulu.
Jangan bersembunyi di balik gorden dong.”
Tentu saja mamaku tersentak. “Eh... terus dia siapa, La?” tanyanya
heran dengan wajah mulai pucat.
52
Kenangan Mistis
Setelah kejadian itu, aku yang ternyata punya indera ke enam langsung
ditutup. Selama dua hari aku menangis, bertanya-tanya tentang
keberadaan temanku yang sudah tidak lagi menemaniku bermain.
Helai Sunyi-Yogyakarta-@n_rainsleep
53
Kenangan Mistis
Dekat
Hening adalah kata yang cukup mewakili suasana kali ini. Aku terusik
dalam tidur. Kupikir kesadaranku belum kembali hilang karena kedua
netraku yang tertutup bisa melihat objek di depanku. Posisi tidurku yang
menyamping membuatku bisa melihat dengan jelas warna tembok
kamar yang sudah memudar dan terkelupas itu. Namun bukan itu yang
membuatku tidak nyaman. Ketika mata yang kukira sudah terpejam itu
ternyata bisa dengan jelas melihat objek tersebut. Kupikir aku
bermimpi, dan dengan sekuat tenaga aku mencoba untuk tersadar.
Namun nihil. Mataku sukar untuk kembali terbuka. Hal yang sama
terjadi pada ragaku yang mendadak sulit untuk digerakan juga. Aku
panik, terlebih untuk pertama kalinya aku bisa melihat wajah buruk rupa
yang memang tidak begitu jelas dengan rambut terurai panjang tepat
berada di depan wajahku. “Astagfirullahaladzim!”
Entah terucap di bibir atau sekadar dalam hati, mataku akhirnya bisa
terbuka sepenuhnya. Hal pertama yang kulihat adalah tembok dingin
dengan cat tua terkelupas persis seperti tadi. Jantungku berdegup
kencang. Peluh sudah membasahi tubuhku. “Jam 2 dini hari,”
gumamamku dengan suara parau saat melihat jam.
Segera kuambil air wudu dan bertahajud. Mungkin mimpi tadi adalah
pengingat untuku agar mendekatkan diri kepada-Nya.
54
Kenangan Mistis
Dendam Cinta
“Katanya, Bu Ratna itu dijaili sama orang yang dulu cinta mati tapi
ditolak sama dia. Kayak di santet gitu. Kalau sudah kambuh, dia nggak
bisa lihat apa pun. Bukan karena buta, tapi karena setiap yang dia lihat
itu jadi seram. Lihat kasur, di bawahnya ada ribuan ulat bulu. Lihat
manusia, kayak lihat hantu. Pasti tersiksa itu,” jelas Mak Sum—
tetanggaku yang juga sama-sama baru saja keluar dari rumah Bu Ratna.
“Saat diobati, akhirnya ketemu barang-barangnya. Ada kulit harimau,
ada rambut panjang, ada tanah kuburan, bahkan buli-buli,”
sambungnya. “Buli-buli itu barang seperti kendi kecil sarangnya jin,”
tambah Mak Sum seolah tahu pertanyaan dalam benakku.
“Hampir seperti orang gila, Ibuku. Tidak kuat aku melihatnya seperti
itu,” kata Ulfa beberapa minggu lalu sambil tersedu.
55
Kenangan Mistis
Di sini aku hanya bisa turut prihatin atas musibah aneh yang menimpa
keluarga Bu Ratna. Hanya karena dendam cinta, nyawa dan kebahagiaan
banyak orang direnggut begitu saja.
56
Kenangan Mistis
Perlahan aku membuka mata, ternyata semua ini mimpi buruk. Keringat
di tubuhku sudah berserakan di kasur. Napasku tersengal-sengal.
Tenggorokanku terasa sangat kering. Kulihat jam dinding yang
berdentum mengisyaratkan masih pukul 2 pagi. Aku tidak dapat
menahan kegelisahan tenggorokan ini.
57
Kenangan Mistis
kain putih dengan rambut terurai panjang. Tidak lama aku memandangi
dengan heran, dia melihat ke arahku sambil tersenyum. Wajah yang
cantik dan bersih. Hingga akhirnya aku menyadari, dia bukanlah
manusia. Entah hantu, setan atau jin. Aku berpura-pura tidak melihat
lagi dan pergi ke kamar melanjutkan tidur.
58
Kenangan Mistis
Dia
Aku rasa, semenjak hari itu, hari di mana aku bertemua dia yang
seharusnya tidak aku temui. Kami bertemu saat aku baru pertama kali
masuk ke sekolahku yang baru. Ya, aku anak pindahan, karena aku
dengan orang tuaku pindah ke kota. Entah dia wanita atau bukan, baju
panjang putih dan rambut panjang lurus menutupi sampai lutut. Tapi
ada yang aneh. Kaki itu terbalik. Aku pikir itu hanya halusinasiku saja.
Tapi sepertinya tidak. Setiap aku berjalan ke mana pun, aku rasa dia ada
di depanku, menatapku tepat di depan wajahku. Bahkan saat aku
bercanda dengan teman-temanku, aku rasa dia ikut tertawa bersama
kami.
Apa kalian percaya hantu? Aku yakin tidak, sama seperti aku. Tapi mau
bagaimana, mereka ada di dekat kita. Seperti dia yang selalu ada.
59
Kenangan Mistis
Laboratorium
60
Kenangan Mistis
61
Kenangan Mistis
Saat itu terjadi ketika aku sedang santai menonton televisi sendirian di
rumah Nenek yang sedang pergi. Aku mengeraskan volume televisi agar
tidak merasa kesepian.
Kreeek!
62
Kenangan Mistis
Saat hendak memutuskan untuk tidur, aku melihat jam sudah pukul
01:00 dini hari. Aku mendengar ada langkah kaki tengah menaiki tangga.
Pikirku itu Mbak Iwed yang pulang kerja. Mengingat kamarnya ada di
atas. Namun fikiran itu berubah saat langkah kaki itu berubah menjadi
suara orang yang seperti sedang kejar kejaran disusul suara cekikikan.
Dalam hati masih mencoba berpikir positif. Mungkin Mbak Iwed lagi
bercanda sama temanya. Ahirnya aku memaksa untuk tetap tidur. Tapi
suara itu malah tambah keras, lalu aku memberanikan diri keluar untuk
menegur. Tapi anehnya saat aku membuka pintu tidak ada siapa-siapa.
Aku coba menaiki tangga. Kamar Mbak Iwed juga terkunci. Dengan
jantung yang deg-degan karena takut, aku pun turun dan kembali ke
kamarku. Namun baru saja aku menutup pintu, suara orang kejar-
kejaran itu muncul lagi. Aku yang ketakutan setengah mati mencoba
menghubungi temanku untuk datang menjemput. Sesaat suara kejar
kejaran itu berhenti. Namun setelah temanku mengiyakan kaerna
kawatir denganku, suara itu muncul lagi. Tapi bukan lagi kejar-kejaran,
tapi seseorang yang sedang menggedor paksa pintu kamarku. Karena
sudah tidak kuat lagi, daripada hantunya yang masuk, mending aku yang
keluar. Akhirnya aku keluar dari kamar dan berlari sekencang
kencangnya. Untunglah di depan sudah ada temanku yang menunggu.
63
Kenangan Mistis
Malam itu ahirnya aku tidur di rumah temanku, dan dua hari setelahnya
memutuskan untuk pindah kos.
64
Kenangan Mistis
Subuh
65
Kenangan Mistis
Aku tidak tahu, apa pocong itu mengikutiku atau tidak. Namun, begitu
sampai di masjid, aku langsung menuju shaf terakhir kemudian
mengikuti salat subuh berjamaah. Dan semenjak saat itu, aku trauma
untuk meninggalkan salat subuh.
66
Kenangan Mistis
Kejadian tersebut aku lalui dengan cuek. Hingga suatu hari, setiap aku
berada di dapur dekat kamar kakakku, aku merasakan aroma wangi
yang sama dengan rasa merinding yang sangat kuat. Aroma itu hingga
saat ini masih teringiang di otakku. Beberapa kali kucium bau aroma
wangi kembang yang sangat pekat, hingga kakakku juga bertanya tanya
tentang aroma yang selalu mengitari area kamarnya.
67
Kenangan Mistis
sangat kecil dan pucat seperti kaki bayi yang sedang berlari dari kamar
kakakku menuju arah dapur. Sontak matakku melotot dan otakku
kembali mengingat-ingat yang terjadi.
Namun peristiwa aneh lagi menyapaku kini di malam hari. Aku yang
sedang asyik menonton dan bermain ponsel di ruang tengah. Dengan
posisi duduk menghadap kamar kakakku yang pintu kamarnya sedikit
terbuka, ditambah mataku sedikit berbalut rasa kantuk.
Tidak sengaja aku melirik kamar kakakku dan aku melihat seorang ibu-
ibu yang sudah tua duduk di kasur kakakku. Aku melihat itu lebih dari
satu detik dan aku melongo melihat itu. Kuucapkan doa dan aku sedikit
tersadarkan.
68
Kenangan Mistis
Halo
Gadis itu melirik ke kiri, di mana lubang pintu tertutup oleh gorden
hijau. Tubuhnya menegang, keringat dingin mengalir di dahinya. Sebuah
bayangan berbentuk tubuh manusia berwarna hitam pekat berdiri di
balik gorden, melambaikan tangan kanannya padanya. Bulu romanya
berdiri, mengingat tidak ada orang lain selain ibunya dan dirinya di
rumah itu. Dan satu hal yang pasti, bayangan itu tidak menapakkan kaki.
69
Kenangan Mistis
Friday Night
Aku dan Mbak Rie keluar dari kamar. Kami mengintip dari lubang kecil di
dekat pintu. Kami melihat Black—kucing milik Mbak Rie. Lalu Mbak Rie
membuka pintu agar Black masuk ke dalam rumah. Saat itu kami
mendengar suara tangisan seseorang. Aku dan Mbak Rie bersikap biasa
saja seolah tidak merasakan apa pun. Kami melirik sekeliling tidak ada
siapa pun kecuali Black yang sedang duduk di samping pondok. Kami
tidak tahu jika saat itu waktu menunjukkan pukul 00:00. Suara-suara
pun mulai terdengar, mulai dari suara ayam yang berkokok, suara katak
dan kami juga mendengar suara orang tertawa. Untungnya, kami tidak
melihat apa-apa di luar. Tubuhku sedikit gemetar dan aku juga merasa
sedikit takut. Karena sebelumnya aku sangat jarang sekali mendengar
suara-suara yang cukup menakutkan bagiku.
70
Kenangan Mistis
“Eh, kok bau tahi sih?” Rea beranjak dari duduknya sambil menutup
hidung.
“Mana ada bau kapur barus begini bau?” Hedi menimpali. Dia
membenarkan perkataan Rea.
71
Kenangan Mistis
72
Kenangan Mistis
Kisah ini dialami oleh ibuku saat waktu menunjukkan pukul 03.00 dini
hari. Ibuku memang terbiasa bangun sepagi itu. Karena masih ada
waktu, Ibu menyempatkan diri untuk melaksanakan salat malam. Seusai
itu, sambil menunggu waktu Subuh, Ibu keluar dari tempat salat dan
berjalan menuju ke dapur untuk menyiapkan bahan-bahan yang akan
dimasak untuk sarapan.
“Siapa sih yang jam segini udah gosip kayak gitu?” tanya Ibu dengan
suara yang lirih.
73
Kenangan Mistis
Setelah itu, suara misterius itu tidak lagi terdengar sampai sang fajar
tiba.
Hingga suara itu semakin mendekat, beliau merasa lapar juga. Akhirnya
beliau memutuskan untuk memanggil tukang sate itu dan berniat
membeli satenya. Karena merasa kasihan jam segitu masih saja
berjualan, bahkan hingga perumahan yang notabene sudah sepi di jam-
jam seperti itu.
Saat beliau membuka pagar dan melihat ke arah tukang sate tersebut,
beliau baru sadar, semua lengkap dari bawah ada celana, kaos, dan
gerobaknya yang masih penuh dengan sate. Tapi beliau kaget sekaget
kagetnya, tukang sate ini tidak memiliki kepala. Mendadak dingin dan
bergemetar tubuh beliau. Beliau langsung lari terbirit-birit ke dalam
74
Kenangan Mistis
rumah. Dan sejak saat itu beliau tidak pernah lagi merokok di luar
terutama di jam-jam tengah malam.
Biodata :
Sareupna
Pada suatu sore, kurang lebih jam 17.30, Bi Lilis dikejutkan oleh si
Dudung—anak tetangganya yang dia temukan tertidur di tengah jalan
menuju pulang ke rumahnya. Singkat cerita, Bi Lilis teriak minta tolong,
lalu si Dudung di bawa pulang. Waktu Pak Ustad datang memberikan air
dan doa, sampai Pak Ustad pulang pun si Dudung belum sadar juga.
Namun, Pak Ustad sebelumnya mengatakan, bahwa kemungkinan
besar, anak ini habis lihat sesuatu yang mengerikan. Sabangsaning
lelembutan. Semacam makhluk halus.
75
Kenangan Mistis
1
“Dung, ari maneh kunaon Jang? Te eling teh lila-lila teuing?”
Sambil menenangkan diri, Dudung dikasih air pemberian Pak Ustad lalu
diminumnya. Setelah terlihat tenang, Dudung cerita, bahwa ketika dia
sedang berjalan, tiba-tiba di depan ada yang mengahalangi dengan
wajah hitam ngeri. Ketika balik badan, punggungnya bolong banyak
2
darahnya. “Tidinya urang teu inget deui nanaon.”
“Matak ari rek liar teh ulah sok sareupna Dung, wayahna liar jurig eta
3
the,” pesan sang bapak sambil mengacak-acak rambut anaknya yang
baru berumur 12 tahun tersebut.
1
Kamu kenapa Dung, gak sadar nyampe lama banget?
2
Habis itu saya gak inget apa-apa lagi.
3
Makanya kalo mau bepergian jangan sore-sore amat Dung,
itu waktu nya keluar setan,
76
Kenangan Mistis
Lia dan Ica hampir menyudahi tugas, karena malam ini jadwal
merekalah untuk cuci piring. Tempat cuci piring itu hanya dihidupi
lampu remang dan di kelilingi oleh pohon pisang yang berada di
belakang posko dua.
Suasana mencekam saat ada suara siulan yang Ica dengar. Untuk
menutupi rasa takut, Ica memilih bernyanyi. Lalu mereka pun
mendengar suara siulan lagi tapi tidak melihat ada orang lain. Mereka
akhirnya berlari ke posko satu dengan wajah ketakutan.
“Kami dengar orang besiul tadi. Tapi nggak ada siapa-siapa,” kata Ica.
“Loh, kok sama. Waktu aku angkat jemuran tadi sore, aku juga dengar
suara siulan,” kata Lia.
Semakin aneh ketika Fani ke toilet, kami semua mendengar suara siulan
lagi. Lalu tidak lama, terdengar sesuatu jatuh ke atas genteng dan
seperti ada langkah kaki di atas. Kami menyuruh El untuk memantau
dari posko dua.
Tok! Tok!
Suara itu terdengar dan tidak satu pun dari kami yang berani
melihatnya.
77
Kenangan Mistis
78
Kenangan Mistis
Kamar Kos
79
Kenangan Mistis
Suasana yang tenang menjadi nilai mistis dari kosanku. Selang beberapa
menit setelah makan, aku putuskan untuk tidur melepaskan semua
kelelahan yang rasanya sangat terikat dengan badan serta pikiranku.
“Satu sampai dua jam cukup kayaknya,” kataku sambil menarik selimut.
80
Kenangan Mistis
81
Kenangan Mistis
Baru satu menit memejamkan mata, aku dikagetkan oleh suara sesuatu
terjatuh. Aku tidak jadi menutup badan dengan selimut. Aku
mengalihkan pandangan ke setiap sudut kamarku yang lengang, tidak
ada siapa-siapa. Lalu, untuk mengobati rasa penasaran, aku beranjak
dari tempat tidur, memastikan bahwa benda yang jatuh hanya sebuah
pensil yang kusimpan di atas meja belajarku. Tepat di beberapa buku
yang telah aku baca sebelum tidur. “Oh, ternyata hanya pensil.”
Pada akhirnya aku berbalik dan kembali berjalan menuju tempat tidur.
Namun, langkahku terhenti ketika aku mengingat sesuatu. Pensil itu
jatuh? Padahal meja belajarku tidak miring sedikit pun. Bagaimana
mungkin?
Ketika ada sesuatu yang aneh, aku hanya mengintip keadaan sekitar dari
sudut mata tanpa melirik. Aku merasa seperti ada yang meniup pundak,
hingga membuat bulu kudukku berdiri. Merinding.
Ada sosok bayangan di sudut dinding itu. “Itu siapa??!” tanyaku lantang.
82
Kenangan Mistis
tengah malam adalah waktunya hantu berkeliaran. Tentu saja hal itu
membuatku takut. Seketika listrik padam secara tiba-tiba. Membuat
beberapa kertas beterbangan. Satu foto berfigura lepas dan pecah
dengan suara yang amat nyaring. Bahkan, ada suara aneh, suara ketawa
seorang perempuan yang cekikikan. Seperti suara perempuan yang
tercekat. Kuntilanak.
83
Kenangan Mistis
Tanpa berpikir panjang aku bergegas menuju kamar mandi. Aku sedikit
takut karena keadaan kamar mandi gelap gulita. Setelah aku masuk
salah satu kamar mandi dan kututup pintu kamar mandi. Aku tidak
tahan dengan rasa mualku ini dan langsung aku muntahkan.
Saat aku menoleh ke pojok kamar mandi aku melihat bayangan hitam
melintas dengan cepat. Sontak aku kaget dengan memegangi perut
yang masih sedikit mual. Aku bergegas menuju tempat tidurku lagi.
Setelah kejadian itu aku tidak bisa tidur kembali, karena selalu terangan-
angan kejadian yang baru terjadi.
84
Kenangan Mistis
Esoknya aku bercerita ke salah satu teman dan teman yang juga pernah
mengalami hal yang sama.
85
Kenangan Mistis
Di Suatu Sore
86
Kenangan Mistis
Panggilan Misterius
Seorang gadis kecil yang sangat menyukai berbagai cerita horor. Ia tidak
pernah takut mengenai hal-hal seperti itu. Sampai suatu ketika id
sedang duduk di teras rumah, di waktu siang. Tiba-tiba mbah putri
memanggil namanya. Sontak ia kaget. Menyahuti dua sampai lima
kalimat seperti orang berdialog, namun dalam jarak jauh.
Akhirnya ia menghampiri mbah putri. Saat dihampiri ternyata si mbah
tidak sedang duduk sendiri, tapi bersama pamannya. Dengan ekspresi
mukanya yang polos, ia bertanya kepada si mbah. “Tadi manggil ada apa
mbah?”
“Siapa yang manggil?”
“Lah, si mbah tadi manggil Nana ‘kan?”
“Siapa yang manggil to ndo? Dari tadi si mbah lagi ngobrol sama
pamanmu iki loh. Kalau tidak percaya tanya saja sama pamanmu.”
Setelah bertanya kepada si paman, memang benar tidak ada yang
memanggilnya.
Pertanyaan yang terlintas di pikirannya. Siapa yang tadi bicara
denganku?
Ia teringat cerita temannya, jika suaranya dekat artinya makhluk itu jauh
dari kita. Berarti, jika suaranya jauh?
87
Kenangan Mistis
Pohon Belimbing
Semua berawal dari keributan yang kerap kali terjadi pada satu
keluarga. Terdapat sepasang orang tua dengan tiga orang anaknya. Yang
paling menonjol di antara tiga orang anaknya adalah anak kedua yang
bernama Riri. Riri ini anaknya lumayan nakal karena telah memasuki
pergaulan bebas yang terus mengekang dirinya, hingga ia tidak bisa
menjadi anak yang baik. Waktu malamnya ia habiskan untuk bersenang-
senang dengan teman lelakinya yang ada d iluar sana dan terkadang ia
kerap menonton konser dengan teman-temannya hingga ia jarang
pulang ke rumah. Ia sering mendapat gangguan mahluk halus yang
kerap masuk ke dalam tubuhnya. Percaya atau tidak, Tapi ini seperti
keturunan. Karena kedua orang tuanya dan kakaknya pun kerap
merasakan hal yang sama, yaitu merasa di ikuti oleh mahluk lain dan
mereka juga terkadang bisa melihat hantu yang ada di dalam rumahnya
sendiri.
88
Kenangan Mistis
mengatakan bahwa, Riri kesurupan. Saat itu ada saudara Riri yang
memiliki kemampuan dapat melihat, mengobrol dan mengusir hantu.
Saudaranya ini berkata, bahwa sesosok kuntilanak ada pada tubuh Riri.
Kuntilanak ini berasal dari pohon belimbing yang berada tepat di
samping rumah Riri.
Suara cekikikan khas kuntilanak pun terdengar dari Riri. Ia seakan tidak
terkendali dan suaranya benar-benar suara khas dari hantu kuntilanak.
Semua orang tidak henti untuk melantunkan ayat suci dan terus
menyebut nama Allah, namun Riri malah berkata kasar dan semakin
tidak terkendali. Lalu setelah itu Riri bisa sadar, ia berkata bahwa dalam
alam bawah sadarnya, jika ia sedang dilekang oleh sesosok wanita
cantik. Karena mungkin tetangga masih membicarakan si kuntilanak itu,
akhirnya Riri pun kembali kesurupan. Saat kali ke tiganya, Riri akhirnya
bisa kembali sadar dan keadaan kembali seperti semula. Namun
menurut saudara, Riri yang juga bisa melihat mahluk halus berkata, jika
kuntilanak itu masih berada di atas pohon belimbing.
89
Kenangan Mistis
Kompleks ini memang berulang kali kami gunakan untuk sebuah acara.
Biasanya kami merancang kegiatan selama tiga hari. Kami pakai
bangunan yang belum seberapa tua dari kompleks ini. Terdiri dari
sekolahan, masjid, dan lapangan yang sangat nyaman menemani
serangkaian kegiatan kami. Tidak jarang, kegiatan yang kami lakukan
hingga larut malam, bahkan sesekali dini hari baru selesai.
Kami sudahi kegiatan malam ini sampai pukul 01:00 WIB. Riuh tawa
memberi isyarat, kami telah menyelesaikan kegiatan dengan ragam
rupa pertanggung jawabannya. Berat memang, berada di pimpinan
organisasi memang harus paham konsekuensi. Orang-orang berkata,
Amanah tidak akan salah memilih pundak. Dan malam itu kami selesai
mempertanggungjawabkannya, meskipun tidak melulu sempurna dalam
prosesnya.
Kami sudahi dengan foto bersama. Dijejer dan ditata rapi sedemikian
rupa demi potret yang enak dipandang mata.
90
Kenangan Mistis
Kami bergegas naik untuk melihat hasil di CCTV. Sorot mata kami
menatap tajam. Semakin jelas terekam di sini. Akhirnya kami kembali
turun untuk bergegas meninggalkan tempat. Bayangkan saja, tengah
malam dikagetkan dengan hal yang mencengangkan.
91
Kenangan Mistis
92
Kenangan Mistis
Itu adalah kali pertama aku mengalaminya dan kisah itu menakutkan.
93
Kenangan Mistis
Malam ini malam Jumat, di mana malam yang sangat ditakuti oleh
semua orang. Malam yang sangat mengerikan dari malam-malam yang
sebelumnya. Malam di mana aku tidur di kamar depan sendirian.
Di rumah hanya ada Ibu, adik dan aku. Ibuku tidur di kamar tengan
dengan adikku. Dan waktu terus berjalan. Sekitar pukul 11 sampai 1
malam, ibuku tidak bisa tidur. Ibuku terbangun dari tidurnya karena
mendengar seseorang yang sedang berjalan di ruang tengah. Ibuku
hanya bisa mendengar langkah kakinya. Hingga suatu ketika langkah
kakinya berhenti tepat di depan kamarnya. Ibuku tidak mendengarkan
langkah kaki lagi, tapi ibuku melihat sebuah bayangan hitam berbadan
besar. Ibuku kira bayangan itu adalah suaminya, tapi rasanya tidak
mungkin suaminya ada di rumah. Karena ia merantau.
Tidak lama bayangan itu hilang dan ibuku terus berpikir tentang
bayangan hitam tersebut sampai sekarang. Hingga suatu hari ibunya
mencoba menanyakan tentang bayangan hitam itu ke pada Pak kyai,
ternyata benar, bayangan hitam bertubuh besar itu ada dan selalu
keluar sekiar jam 11 sampai 1 malam, karena makhluk itu menginginkan
rumah itu dan ingin menjadikan kamar depan sebagai rumahnya. Pak
kyai juga menyarankan agar penghuni itu selalu salat dan mengaji agar
tidak diganggu lagi. Karena suatu saat bayangan hitam itu akan selalu
muncul agar bisa menempati rumah itu.
94
Kenangan Mistis
Di Balik Pintu
95
Kenangan Mistis
Ibu dan Ayah terkejut melihat sikapku ini. Hanya saja, aku tidak berani
menceritakan kejadian malam itu hingga detik ini.
96
Kenangan Mistis
Antar Pulang
Malam itu malam pertunjukan wayang. Di sebuah desa yang cukup jauh
dari sana, seorang pemuda memberanikan diri berdua dengan
temannya datang ke tempat pertunjukan. Akulah pemuda itu. Kami
mencari posisi agar dapat melihat wayang dengan jelas. Namun, saat
bulan terlihat semakin terang, kantuk menghampiriku. Aku mengalah. Di
bawah pohon pisang yang tidak jauh, aku tidur. Pulas.
“Maaf yo, Kang. Kemarin aku pulang duluan, nggak sempat bangunin,”
katanya yang langsung membuatku tertegun.
97
Kenangan Mistis
Loh?
98
Kenangan Mistis
Asrama
Sepertinya semua siswa lain sudah lelah, sehingga tidak ada suara
keributan dari kamar lain terdengar. Hanya kamar kami yang masih
terbangun. Saat sedang bercerita terdengar suara kucing berkelahi di
depan kamar. Kami pun serentak terdiam. Lalu tidak lama kemudian
terdengar suara piring-piring kaca berjatuhan dari atas rak piring di
depan kamar. Kami terdiam dan tidak ada yang berani keluar kamar
untuk membereskan kekacauan di luar. Udara malam itu terasa dingin.
Kami merapat ke pojok kamar. Tiba-tiba berjatuhan beberapa belatung
dari langit-langit kamar dan kaca berukuran sedang yang diletakkan di
atas lemari milik salah satu anak di kamarku jatuh ke bawah dan
terlempar ke hadapan kami hingga pecah. Tidak lama kemudian,
penjaga asrama datang memeriksa murid-murid yang belum tidur. Ia
menenangkan kami dan menyuruh kami untuk segera tidur.
Sebelum tidur aku mengecek rak piring di depan kamar yang ternyata
masih tersusun rapi seperti tidak pernah ada kejadian apa pun. Hari itu,
kami menurunkan kasur dari ranjang kami masing-masing dan tidur di
lantai bersama.
99
Kenangan Mistis
Kenangan Mistis
Kisah ini sekitar tahun 2011, di mana saat itu saya mengalami
kecelakaan.
Malam itu saya keluar rumah untuk membeli minuman segar di kedai
minuman yang berada di sebrang jalan rumah saya.
Menurut saksi mata yang melihat kejadian tersebut dan menolong saya,
setelah saya tertabrak, saya langsung berlari menyebrang jalan sambil
berteriak, ‘Abahhhh!’ Dan memeluk orang yang menolong saya.
Memang sewaktu saya tertabrak. Saya sendiri antara sadar atau tidak di
sebrang jalan dekat rumah saya itu memang ada seseorang bertubuh
tinggi, perpakaian putih, tapi tidak terlalu terlihat wajahnya karena
buram. Memang postur tubuhnya mirip seperti kakek saya yang saya
panggil ‘Abah’. Dan memang saya rasa, yang menolong saya dan yang
saya peluk itu memang mendiang kakek saya. Tetapi setelah saya benar-
benar sadar dan mendengar cerita dari saksi mata itu, saya baru
teringat, bahwa kakek saya telah meninggal 2 minggu yang lalu.
100
Kenangan Mistis
Ibuku dulu tinggal di desa terpencil di Jawa Tengah. Dengan jalan tanah,
tidak ada listrik, bahkan kendaraan. Untuk masuk ke pemukiman, warga
harus melewati sawah dan kuburan yang katanya angker, karena
seringnya mereka muncul dan mengganggu. Hal ini dialami sendiri oleh
pamanku bernama Hendri.
Malam itu, Hendri pulang pukul 22.30 WIB dari desa sebelah. Pulang
berjalan kaki sendirian dengan senter di tangannya. Dia penakut tapi
rasa kantuknya membuatnya menjadi pemberani. Dia terus berjalan
hingga sampai di kuburan itu. Di matanya, kuburan itu adalah sebuah
rumah megah dengan banyak kendaraan di dalamnya. Seorang wanita
rambut panjang menghentikan jalannya. Bagai dihipnotis, dia masuk ke
rumah bersama wanita itu. Dia diberi makanan dan minuman yang enak
dan dengan antusias dilahapnya. Semuanya seperti nyata di matanya.
Tidak terlintas di pikirannya tentang kuburan itu.
Kata kakek, penunggu dis itu memang sering menyesatkan. Untung saja
Hendri masih bisa kembali. Bagaimana jika tidak?
101
Kenangan Mistis
Tapak Sandal
Kurebahkan begitu saja tubuhku di atas kasur setelah memastikan ayah
dan ibuku telah lelap lebih dulu. Sekarang sudah larut. Pukul setengah
dua malam. Sunyi dan sangat sunyi seperti biasanya. Namun hal lain
kurasakan. Bulu kudukku tegap berdiri. Seakan membaca sinyal gaib
yang entah tidak dapat kupikirkan. Pikiranku melayang berlarian ke
mana-mana. Memikirkan segala kemungkinan alasan berdirinya bulu
kudukku serta rasa merinding yang kurasakan.
Plak! Plak! Plak!
Suara apa itu? Mataku terbelalak bulat seketika. Jantungku berdetak
beradu dengan pikiranku yang berlarian tidak tentu arah. Suara itu
terdengar sangat jelas dari ruang keluarga yang letaknya berbatasan
dengan dinding kamarku. Tapak sandal yang hanya terdengar tiga
langkah itu berhasil membuatku berkenalan dengan situasi
menyeramkan. Aku ingat, ayah dan ibuku sudah lelap dalam tidurnya.
Lantas suara tapak sandal siapa itu?
Kutarik selimut agar dapat menutupi wajahku yang awalnya hanya
menutupi kakiku. Mencoba berdamai dengan situasi yang membuatku
larut dalam ketakutan. Seketika kudengar lagi suara itu, semakin jelas,
semakin mendekat. Aku mulai tidak tenang.
102
Kenangan Mistis
Dongengan Maghrib
“Terus, kamu tahu nggak? Siapa yang buat suara pintu kebuka tadi?”
tanya Satya antusias. Dia mendekat ke arah Disa. Disusul Kemal yang
memilih diam.
Disa memandang kami satu per satu, lalu dia membuka mulut dan
menceitakan semuanya tentang kejadian mistis sekolah kami. Setelah
sekian lama bercerita, dia terdiam lagi.
“Mm … kalian tahu? Kenapa tadi aku diem?” tanya Disa lirih.
Disa menghela napas. “Aku sedang menyapa mereka yang kalian panggil
untuk mendengar dongenganku tentang mereka.” Kemudian dia
mengangguk ke arah belakang kami.
103
Kenangan Mistis
Kemal tersenyum.
104
Kenangan Mistis
Festival
Meriah. Gemerlap lentera dan sorot lampu setia menjamah. Hiruk pikuk
lalu lalang kian bertambah, menyemarakkan suasana festival malam itu,
festival budaya di sekolah. Namun, keramaian dan kebisingan hanyalah
tabir semu. Yang kulihat tidaklah demikian.
105
Kenangan Mistis
Dia
Siang hari itu aku tengah memperhatikan para siswa yang asik bermain
basket di lapangan. Tiba tiba ada suara jeritan kencang dari belakang
sekolah. Aku pun bergegas lari ke arah arah suara tersebut. Sampai di
sana, semua orang tengah berkumpul. Kulihat dari sela-sela orang yang
berkerumungan ada sosok gadis yang tergeletak dan di sekitarnya ada
darah yang mengalir. Ketika aku ingin mendekati kerumunan itu, sebuah
tangan menahanku dan menarikku keluar dari belakang sekolah.
Saat itu aku sadar, seragam yang kupakai berbeda dengan seragam
sekolahku saat ini. Di mana rok sekolahku panjang dan di mimpi ini
rokku pendek seperti pada masa lalu.
”Jangan ke sana.” Hanya itu kata yang diucapkan orang yang menarikku.
Setelah itu aku terbangun. Kupikir itu hanya sekadar bunga tidur, tapi
ternyata mimpi itu terus berlanjut. Lama kelamaan sosok gadis yang
kulihat tergeletak, menampakan sekilas wajahnya ke hadapanku yang
membuatku terbangun dari tidur. Rambutnya yang panjang menutupi
wajahnya yang terlihat hanya sebelah wajah dan bibirnya yang sudah
membiru. Saat itu aku tetap berpikir, itu hanya bunga tidur. Sampai
temanku yang indigo menanyakan gadis itu, padahal aku tidak pernah
bercerita tentang mimpiku padanya.
Puncaknya ketika aku sedang tidak enak badan dan tidur di sekolah. Aku
bermimpi sedang di toilet sekolah menunduk untuk mencuci tanganku
106
Kenangan Mistis
di keran. Dari ujung pintu toilet tersebut ada gadis yang memakai rok
pendek, kaos kakinya sudah lusuh tengah berjalan ke arah ku.
Kepalaku tidak bisa menengok ke arah wajahnya dan tangan yang ada di
punggungku terasa sangat dingin sampai rasanya menusuk tulang.
107
Kenangan Mistis
Suatu ketika saat langkah kakiku melewati depan rumah kosong itu.
Sayup-sayup aku mendengar isakan seseorang tersedu pilu dari arah
halaman rumah kosong tersebut. Seketika kakiku terpaku, kulitku
meremang karena merinding dan suara itu semakin jelas terdengar.
Setelah sadar dengan keadaanku yang waktu itu sendirian di tempat
kejadian, aku lari terbirit-birit karena takut. Bukan hantunya yang aku
takutkan, melainkan suasana sepi, gelap dan suara misterius itu yang
mendukung sekali membuatku takut. Maklum saja, tempat tinggalku ini
di desa dan masih banyak rumah baru dibangun tetapi ditinggalkan
pemilik keluar kota untuk bekerja.
108
Kenangan Mistis
Mereka
“Dia kenapa?” Salah satu seorang siswi bertanya sambil menatap gadis
yang duduk di bawah pohon beringin itu.
“Steven?”
109
Kenangan Mistis
110
Kenangan Mistis
Dita
Saat aku sampai di ranjang milikku, aku melihat sosok yang tidur di
ranjang Dita dengan selimut yang menutupi ujung kepala hingga ujung
kakinya. Aku memberanikan diri untuk membuka selimut yang
menutupi wajahnya. Aku terperangah saat menyadari sosok itu adalah
Dita. Aku berpikir keras, siapa sosok yang aku lihat di jemuran tadi? Bulu
kudukku eketika mulai naik, sebelum akhirnya menyadari jika hari itu
Dita pulang menjenguk neneknya yang sedang sakit.
111
Kenangan Mistis
Kerasukan
Singkat cerita, saat sedang jam pelajaran dimulai. Luri menepuk bahuku
hingga aku menoleh ke arahnya. Ia menunjukan tulisan bahwa, ia ingin
ke kamar kecil bersamaku dengan mata yang sedikit melotot ke arahku.
Sontak aku kaget bukan kepalang, terlebih ketika hati tidak ingin
beranjak dari bangku. Malah aku mengiyakan permintaanya dan segera
meminta zjin kepada guru yang mengajar saat itu. Laju kakiku
kupercepat mengikuti jalannya Luri yang lebih dulu berjalan di depanku.
Seketika itu Luri berlari menuju lapangan. Para guru dan siswa sudah
berlarian keluar ruangan. Aku sungguh panik dengan terus menangis
sambil berteriak. Beberapa siswa laki–laki segera mengejar Luri untuk
mencegat kelakuannya yang tidak wajar itu.
4
Air mana air? Badanku panas! Air mana? Panas! Panas!
112
Kenangan Mistis
Tatik Haryanti-Purwokerto-@riaaanti.
113
Kenangan Mistis
Tangisan Siapa?
Tepat pukul 12.00 dini hari, aku merasakan sesuatu yang tidak enak.
Mulai dari napas yang tidak beraturan, sampai badan terasa kaku
semua. Seakan-akan ada yang menekan diriku dari atas. Aku menyadari,
bahwa aku sedang dibawa ke dunia mereka atau sering di sebut banyak
orang ketindihan. Aku melihat sekelilingku masih tetap sama, yaitu di
kamar dan posisi tidurku masih seperti awal dengan kepala ke arah
jendela luar. Lalu aku mendengar suara tangisan bayi yang begitu keras
dan suara itu berasal dari dekat rumahku. Pikiran positif masih terngiang
di dalam pikiranku. Mungkin bayi tetangga yang sedang rewel. Namun
beberapa menit kemudian, suara tangisan itu semakin keras dan
semakin mendekat ditambah teriakan seorang wanita. Hal ini
membuatku tersadar akan sesuatu dan ingin berteriak minta tolong
kepada semua orang. Namun suaraku tidak dapat keluar, seperti ada
yang mencekik leherku. Aku hanya bisa berdoa dan berteriak dalam
hati. “TUHAN!! TOLONG AKU!!”
Akhirnya dengan sekuat tenaga aku mencobanya, aku bisa bebas dari
dunia tersebut. Tetapi, tentang suara tangisan itu, aku masih
memikirkannya dan akan menanyakannya kepada keluargaku saat pagi
hari nanti.
114
Kenangan Mistis
Lagi pula, pemilik rumah itu adalah seorang kakek dan nenek. Lalu yang
semalam kudengar tangisan siapa?
115
Kenangan Mistis
“Ini saja. Ada AC dan TV-nya. Kamar lain nggak ada.” Senyum seorang
mahasiswa dari Yogyakarta.
Tidak terasa suara azan magrib tersiar dari belakang villa. Sebagian dari
kami beristirahat termasuk aku dan sebagian lain beribadah salat.
Suasana kamar begitu tenang, namun tiba-tiba kami dikejutkan oleh
teriakan melengking di semua sudut kamar. Mata kami melotot dan
melihat satu sama lain. “Siapa yang teriak? Woy!” tanyaku yang
berusaha menyembunyikan rasa takut.
Mustahil. Nggak ada satu pun dari kami yang membuka mulut. Kami pun
berteriak sambil berusaha mencari kerudung agar cepat keluar dari
kamar itu. Teriakkan itu berubah menjadi suara cekikikan. Aku tahu
suara itu. Kalian semua juga pasti tahu. Suara itu … suara Kuntilanak.
116
Kenangan Mistis
117
Kenangan Mistis
Rumahku memang agak angker. Karena aku telah di sini sejak kecil, aku
sudah terbiasa dengan suasana itu. Tapi, ada satu kejadian yang tetap
membekas di pikiranku. Aku memiliki kebiasaan terbangun di tengah
malam.
Aku ingat, suatu hari, aku terbangun tepat pukul 01.50 WIB di mana Ibu,
Ayah dan adik laki-lakiku masih terlelap. Kalian mengira aku terbangun
dengan alasan ingin buang air? Nyatanya tidak. Indra pendengaranku
menangkap suara tertawa seorang gadis dan suaranya terasa tepat di
sebelahku. Aku pun tersentak kaget dan langsung bangkit dari lelap,
sulit untuk tidur lagi.
Aku mungkin memang masih kecil waktu itu, tapi aku sudah bisa
mengerti maksudnya. Sejak hari itu pula, aku jadi tahu dari cerita
orangm bahwa pohon pisang adalah tempat bersemayam para makhluk
tidak kasat mata. Selain itu, aku pernah mendengar suara ketukan kayu
seperti orang mengetuk pintu. Jail atau kode? Tidak ada yang tahu.
Rumah angker yang terletak di jalan yang dikenal cukup angker dengan
banyak ditanami pohon yang biasa disebut sarangnya. Ya, itulah
rumahku.
118
Kenangan Mistis
Jadi, apa kalian tetap yakin ingin berkunjung ke rumahku? Mungkin saja
kalian ingin mencoba pengalaman ini atau lainnya?
119
Kenangan Mistis
Hari itu kami memutuskan untuk mensurvei tempat yang akan kami
jadikan sebagai penginapan dan tempat berlangsungnya acara. Salah
satu dari kami menyarankan sebuah tempat yang katanya bagus untuk
dijadikan penginapan di sebuah vila, tepatnya di sebelah selatan kota
Semarang. Selain jaraknya yang tidak cukup jauh dari kota,
pemandangannya pun sangat indah.
Kami tiba di vila pukul sepuluh pagi. First impression bagi saya yang
merasaka suasana sangat aneh. Ada bau–bau mistis di sana. Tidak hanya
saya, teman saya juga merasakan hal yang sama. Puncaknya adalah
ketika malam hari, ketika sedang berlangsung acara bakar–bakar.
Tepatnya pukul sepuluh malam. Saat itu saya ditugasi untuk mengambil
piring dan juga sendok di dapur. Posisi hanya ada saya di dalam vila dan
yang lain berada di halaman vila. Saat menuju ke dapur, saya melihat
sekelebat sosok bayangan hitam yang sangat besar dan tinggi. Seketika
jantung saya akan mencelos keluar melihat sosok bayangan itu. Tidak
henti-hentinya saya berzikir dalam hati dan segera mengambil piring
lalu keluar dari dalam vila. Saya tidak berani bercerita pada teman saya,
karena khawatir akan membuat suasana semakin horror.
Sepulang dari vila, teman saya yang lain bercerita, bahwa semenjak
kedatangan kami ke sana memang sudah ada yang mengawasi. Namun
sosoknya berbeda dengan yang saya lihat di dapur. Sosoknya adalah
seorang nenek sepuh dan parahnya lagi terlihat dengan jelas foto api
unggun yang bentuknya seperti pocong sedang membungkuk. Itu benar-
benar membuat kami bergidik merinding dan shock.
120
Kenangan Mistis
121
Kenangan Mistis
Pramuka
122
Kenangan Mistis
123
Kenangan Mistis
Menggambar Ibu
Sejak pindah ke rumah kontrakan baru, Budi kecil tidak pernah lagi
bermain di luar. Saat ibunya sibuk mengerjakan pesanan catering untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka berdua sehari-hari, dia selalu
menemaninya di dapur sambil menggambar. Kegiatan yang sepertinya
lebih disukainya beberapa hari belakangan ini.
Sang ibu meraih buku gambar itu dan mengamati lembar demi lembar.
“Hm … kenapa kamu selalu menggambar Ibu dengan pakaian ini, Nak?
Ibu ‘kan nggak punya jubah putih bertudung hitam seperti ini?”
“Ini bukan jubah putih bertudung hitam, Bu.” Budi menggeleng. “Yang
warna putih ini bajunya, yang warna hitam ini rambutnya yang panjang.
Ini kan, Tante Baju Putih yang selalu menempel di belakang Ibu.”
124
Kenangan Mistis
Spanduk
Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu, saat aku masih duduk di
bangku SMA kelas II. Saat itu musimnya pemilihan calon Bupati untuk
kota Pandan, kampung halamanku. Malam itu aku sedang mengerjakan
tugas sekolah di warnet atau warung internet.
Setelah dua jam lamanya berdiam diri menghadap layar monitor, aku
segera bergegas untuk pulang dan waktu telah menunjukkan pukul
sembilan malam. Aku berjalan kaki menuju rumah melewati sebatang
pohon mangga besar yang tumbuh tepat di sebelah gang menuju
rumahku. Sejauh mata memandang, terdapat berbagai bentuk spanduk
dan baliho dari masing-masing calon kandidat. Beberapa baliho besar
didirikan di pinggir jalan. Spanduk dan stiker berukuran sedang hingga
yang paling kecil ditempel di tiang listrik dan juga di batang pohon.
Beberapa ada yang masih bagus dan layak terpajang dan ada juga yang
sudah rusak parah. Misalnya sebuah spanduk yang tergantung terbalik
di batang pohon mangga besar ini. “Kasihan, spanduknya sampai
terbalik gitu. Pasti pakunya nggak kuat, jadi lepas, deh,” kataku selama
perjalanan
125
Kenangan Mistis
Aku segera berlari menuju pohon mangga itu dan spanduk terbalik yang
semalam kulihat sudah tidak ada lagi di sana.
126
Kenangan Mistis
Malam itu, di saat semua orang telah terhanyut dalam gelapnya malam,
suasana di sekitar rumahku sangat sunyi dan terasa damai sebelum
kejadian itu terjadi. Saat itu aku menginap di rumah tanteku. Aku
diminta untuk menemaninya karena pamanku sedang bekerja di luar
kota. Rumah tanteku tepat di depan rumahku. Ketika tengah malam,
aku terbangun dan mendengar suara seperti seseorang yang berjalan
mengelilingi rumah. Namun anehnya dia berjalan dengan kaki yang
digesekkan ke tanah. Lalu tidak lama terdengar suara daun pintu yang di
naik-turunkan berkali-kali. Sepertinya orang itu berusaha untuk
membuka pintu rumah tanteku. Aku pun segera membangunkan
tanteku. Dia pun berusaha untuk tenang, namun suara gesekan kaki dan
daun pintu terus terdengar nyaring bersamaan dengan suara kucing
yang saling bersahutan. Aku pun memutuskan untuk menelpon Ayah
dan menceritakan semuanya.
“Ayah sedang mengintip di jendela, Nak. Dan tidak ada siapa pun,” .kata
ayah yang mulai khawatir.
Mendengar apa yang dikatakan Ayah, aku tercengang, jika bukan orang,
lalu siapa yang melakukan semua ini??
Ketakutanku mulai menjadi-jadi. Bulu kudukku berdiri dan aku tidak bisa
berkata-kata lagi ketika mendengar suara pintu berhasil dibuka.
127
Kenangan Mistis
“Aduh, Nit. Udah nggak tahan pengen buang air kecil,” kataku sambil
bergegas.
Nita menyarankan untuk jangan toilet itu ketika Magrib. Namun aku
harus ke toilet sepi itu, karena aku tidak bisa menggunakan toilet duduk.
Menurut cerita, kalau toilet itu jarang ada yang ke sana. Ada suara-suara
aneh menjelang Magrib. Itu cerita yang pernah Nita dengar dari security
yang kebetulan melintas.
Sebenarnya aku merasa takut, namun aku sudah tidak tahan. Aku
memutuskan berjalan menuju lorong yang sepi. Suasana basement
memang sepi dengan sinar lampu remang-remang. Namun aku akhirnya
sampai ke toilet tujuanku. Lampu dalam toilet tidak terang. Sejenak aku
lupa akan apa yang diceritakan Nita.
Tiba-tiba aku merasa ada yang memanggilku, “Putri … Putri.” Suara itu
terdengar sayup-sayup.
128
Kenangan Mistis
Harmeinda-Jakarta-ameeka24702019
129
Kenangan Mistis
Firasat
Saya Rini. Saya ingin menulis kisah mistis yang saya alami. Saat itu usia
saya 13 tahun. Hampir setiap malam saya mendengar suara aneh dari
belakang rumah. Dari suara lolongan anjing, orang yang menebang
kayu, serta suara gamelan di tengah malam. Kata kakek saya, hal itu
biasa dan tidak apa. Tapi hampir setiap malam saya dihantui ketakutan.
Pucaknya saat saya mendengar suara aneh dari rumah bagian tengah.
Semula saya berpikir itu suara ranjang tua yang ditiduri kakek saya. Tapi
bukan. Itu suara sepeda bayi milik adik saya. Sepeda itu sudah tua, jadi
bila dijalankan suara gesekan besinya terdengar. Saya memberanikan
diri untuk melihat keluar kamar. Saya penasaran karena suara itu
terdengar semakin keras dan berkelanjutan. Saat saya mau turun dari
ranjang, tiba-tiba gorden kamar saya bergerak seperti tertiup angin.
Saya melihat bayangan seorang lelaki berdasi bersama anak kecil. Saya
berjalan menghampiri mereka. Lelaki itu mendadak berbalik melihat
saya, membuat mata kami saling bertatap meski hanya bersekat horden
saja. Saya terdiam karena merinding. Mata lelaki itu merah menyala.
Tepat saat ia menyeringai, saya kembali ke tempat tidur. Sejak malam
itu saya jadi memiliki firasat. Saya lebih peka dari sebelumnya. Saya bisa
merasakan hadirnya mereka.
130
Kenangan Mistis
Berawal waktu pertama kali masuk SMA, hari itu saya mengikuti
kegiatan latihan dasar kepimpinan di kawasan Gunung Bunder, Bogor.
Sejak pagi kegiatan tersusun dan berjalan dengan sempurna, hanya saja
berbeda keadaannya saat malam tiba. Mulai pukul 18.00 WIB semua
berubah menegangkan. Setelah salat magrib berjamaah, terdengar
suara petik di langit, angin yang berembus lalu menyapu dedaunan yang
ada di tanah dan air langit mulai berjatuhan. Badai datang, tenda
beterbangan, pohon-pohon tumbang dan beberapa menimpa tenda
yang terpasang di bawahnya. Semua siswa berhamburan mencari
perlindungan. Ada yang masuk ke dalam surau, mencari warung pinggir
jalan, ada pula yang masuk ked alam mobil untuk menyelamatkan diri.
Tangisan, rasa takut dan rasa ingin cepat pulang menyelimuti keadaan
malam itu. Salah satu siswa memberontak dan mengamuk karena
tubuhnya dirasuki jin. Ada juga yang melihat sosok berwujud kuntilanak
dan pocong berdiri di sekitar kami. Ia berkata, bahwa kami mengganggu
kediaman mereka dan ia tidak suka dengan kami, karena beribadah dan
melakukan kegiatan di surau kecil yang ada di sana. Bukan hanya satu,
tapi silih berganti ia merasuki teman-temanku, mengamuk dan
membuat keadaan semakin mencekam.
Malam itu terasa sangat panjang untuk menunggu pagi yang tidak
kunjung datang. Hingga akhirnya kami pulang.
131
Kenangan Mistis
132
Kenangan Mistis
Malam itu, aku terbangun dari tidur lelapku. Suhu dalam kamarku
sangat panas. Aku gelisah di sepanjang rebahanku. Sesekali kakiku
menempel ke dinding, berharap pantulan dinginnya menular ke kulitku.
Namun malah bajuku semakin basah oleh keringatku yang bercucuran.
Suasana kamar seperti sauna. Maka aku pun bangun dan kuraih sebuah
binder yang tertera di atas meja. Kukibaslah diriku dengan angin yang
kuciptakan dari kibasan binder. Lama-lama pandanganku mengarah ke
bawah lantai. Pandangan agak sedikit remang, karena gelap. Aku
melihat sosok perempuan tertidur lelap di samping teman kamarku. Aku
seketika heran. “Perasaan semalam, hanya berdua yang tiduran di
lantai. Kok jadi bertiga?” gumamku.
Aku tidak sempat berpikir lama-lama kala itu. Aku pun mengibas diriku
sambil berbaring kembali. Angin kecil dari kibasan binder mulai
menjemput kantukku. Maka dalam waktu 5 menit aku pun terlelap.
Tanganku pun sudah mulai layu, hingga tertidur dan menjatuhkan
binder ke lantai. Sontak saja, aku kembali terbangun dan kuraih binder
itu di lantai.
Pandanganku mengarah ke lantai lagi, saat itu juga aku terbelalak tidak
mengerti. Kini yang kulihat hanya dua sosok teman kamarku yang
tertidur lelap. Kucari sosok perempuan tadi yang kulihat tertidur pulas
juga. Aku bangun dan melihat keliling kamar mencarinya. “Dimana ya?”
Aku tidak mungkin berhalusinasi. Karena tadi yang kulihat itu sangat
jelas ada tambahan satu orang yang terlelap juga di bawah lantai. Dan
aku ingat posisinya terlentang dengan rambut panjang,dan memeluk
bantal guling. Nah, sekarang bantal gulingnya pun juga ikut hilang.
133
Kenangan Mistis
Saat itu baru aku baru sadar, bahwa ternyata yang kulihat tadi bukan
manusia. Karena pintu kamar kami ternyata terkunci dari dalam.
Otomatis tidak ada penghuni asrama lainnya yang bisa lolos masuk,
apalagi gagang pintu kami memang rusak dan teknik membukanya pun
hanya aku dan teman-teman lainnya yang tahu.
134
Kenangan Mistis
135
Kenangan Mistis
Siapa?
Kali ini saya akan bercerita pengalaman horor dari teman dekat saya.
Anggap saja namanya Nugi. Jadi, saat Nugi masih berusia anak-anak, ia
pernah diminta ibunya untuk beli gado-gado di warung tetangga dekat
rumahnya. Saat itu hari mulai beranjak senja. Berangkatlah ia ke warung
dengan hati riang karena ibunya bilang, bahwa uang kembaliannya nanti
akan diberikan padanya.
“Kamu kapan dibotaknya, Git?” tanya Nugi ketika menoleh ke arah Sigit.
“Kamu juga kok Magrib-Magrib di luar rumah sih? Pakai celana dalam
saja lagi. Warna putih lagi. Hahah,” sambungnya dengan polosnya.
“Nak, cepat pulang! Magrib ini, Le!” teriak salah satu tetangga yang
melihat Nugi masih di jalanan.
136
Kenangan Mistis
137
Kenangan Mistis
Setelah pulang sekolah aku pun pergi ke rumah uwa. Rumah uwa
terdapat dua pintu. Pintu bagian depan dan pintu satu lagi yang
mengarah langsung pada jalan. Pintu itu terletak di ruang jahit. Aku pun
sampai di depan pintu samping. Terdengar suara mesin jahit. Kupikir itu
Uwa yang sedang menjahit. Aku pun mencoba mendekati jendela, dan
benar ada seseorang sedang menjahit, tapi tidak terlalu jelas karena
terhalang tirai.
Di saat itu aku takut dan tidak mendekati arah pintu selama Uwa belum
datang. Mungkin menurut sebagian orang, itu tidak terlalu seram. Tapi
itu nyata adanya. Dan aku dengar dari keponakanku, di sana memang
ada penghuni lain yang tidak terlihat. Itu pengalaman yang pernah
kualami.
138
Kenangan Mistis
Suara Misterius
Awalnya semua tidak ada yang aneh. Aku menonton televisi dengan
tenang. Kepalaku sesekali menoleh ke arah ibuku yang tertidur di kasur
yang sengaja diletakkan di depan televisi.
Srek! Srek!
139
Kenangan Mistis
Saat itu juga aku teringat dengan kejadian dua hari lalu. Ada orang
meninggal karena gantung diri.
140
Kenangan Mistis
Kisah ini bermula ketika usiaku 14 tahun. Saat itu aku sedang duduk
bersantai membaca buku di taman belakang. Tiba-tiba Ibu memanggilku
untuk mengambilkan segelas the. Posisi Ibu berada di taman depan,
cukup jauh dengan jarakku sekarang.
Setelah aku merapihkan buku yang tergeletak berantakan, aku segera
bergegas ke dapur untuk membuatkan Ibu teh. Setelah selasai, dengan
langkah setengah cepat aku segera menghampiri Ibu di taman depan.
Wajah ibu terheran melihatku membawa segelas teh.
“Bukannya tadi kamu sudah memberikan Ibu segelas teh?” Sambil
menunjuk teh yang masih panas dengan kepulan asap di atasnya.
Dengan sengaja aku tepis teh yang berada di meja, lalu digantikan
dengan teh buatanku, Aku hanya tersenyum tipis, lalu pergi menuju
kamar dengan badan gemetar.
Aku berlari sekencang mungkin menuju kamar sambil menangis,
ditambah rasa takut. “Siapa yang menyerupaiku di hadapan Ibu?”
Pertanyaan itu terus menghantui pikiranku. Dengan sangat emosi aku
berbicara sendiri di dalam kamar. “Siapa yang menyerupaiku? Tolong
tunjukan dirimu sekarang.”
Hening. Lalu tiba-tiba cermin di kamarku begetar. Secara misterius
bertuliskan kata ‘AKU’ dengan cairan merah cair seperti darah.
Dengan suara yang parau, aku kembali melanjutkan kalimat itu. “Kita
beda alam. Mohon jangan mengagguku.”
Prang!
Tiba-tiba cermin tadi pecah. Aku berteriak histeris hingga membuat Ibu
berlari mendekapku. Aku tidak berbicara sedikit pun. Ibu memanggil
orang pintar ke rumah. Katanya orang pintar itu telah mengusir dia yang
menyerupaiku. Namun entah kenapa, aku rasa dia tetap ada, walau
tidak mengangguku lagi. Buktinya saat aku tengah mengetik naskah ini,
dia mengintipku.
141
Kenangan Mistis
Dia paling suka jika kisahnya diketahui orang lain. Barangkali dia sedang
menemanimu membaca kisahku di situ sekarang.
Ditta Enjellika-Banten-@_ditta.e
142
Kenangan Mistis
Siapa Dia?
Jam satu dini hari itu aku baru pulang dari warnet bersama dengan dua
orang temanku. Dengan memanjat pagar di samping sekolah dan
berjalan menginjit-nginjit, agar tidak terdengar oleh satpam sekolah dan
pembina asrama. Itu adalah jurus andalan kami setiap malam minggu
tiba.
143
Kenangan Mistis
144
Kenangan Mistis
Mawar Merah
Hari itu, kegiatan kemah kami berjalan normal. Semua orang bersenang-
senang. Teman saya mendapat bunga mawar dari kekasihnya. Semua
kesenangan itu hilang ketika hari mulai malam. Teman-teman saya
sengaja bermain dengan hal-hal mistis. Di kamar mandi tidak sengaja
mengusik sosok nenek penunggu waduk. Sampai waktu tidur tiba,
teman saya yang menerima bunga mawar merah dari kekasihnya
terlihat sudah terlelap. Tiba-tiba kakak senior datang dan meminta kami
pindah ke dalam villa dekat waduk. Saya coba membangunkan teman
saya itu, tapi tubuhnya kaku. Teman saya tidak bergerak sampai tiba-
tiba dia berteriak dan menangis sambil memeluk saya. Setelah dia
dibawa ke pos panitia, kami yang berada dalam satu tenda membaca
doa bersama. Sejenak suasana mulai tenang. Tidak lama, teman saya
yang memiliki indera ke enam menjerit, berlari masuk ke dalam tenda
dengan ketakutan. Dia berteriak “Bukan saya! Ampun! Ampun!”
Apa yang dia lihat adalah sosok nenek penunggu waduk yang merangsek
masuk ke dalam tenda dan menuduhnya menjadi penyebab kekacauan
yang terjadi. Sebenarnya, teman saya yang memiliki indera ke enam
tahu, jika di tempat tidur, salah satu teman saya itu ada sosok wanita
yang berdiam diri. Dia adalah pemiliki bunga mawar merah yang dipetik
sembarangan oleh kekasih.
145
Kenangan Mistis
Kejadian ini terjadi saat aku pertama kali pindah ke rumah mertuaku,
mengikuti suamiku yang bertempat tinggal di daerah Bekasi. Aku dan
suamiku menempati kamar yang berada di lantai dua. Pertama kali aku
tinggal di rumah itu tidak ada yang terjadi. Tetapi, setelah berminggu-
minggu aku tinggal bersama suamiku di rumah mertuaku itu, banyak hal
aneh yang terjadi.
Saat itu aku sedang berada di kantor, tempat kerjaku. Ketika aku sedang
menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh atasanku. Tiba-tiba
atasanku masuk ke ruang kerjaku. Dia bermaksud untuk menanyakan,
apakah aku sudah menyelesaikan pekerjaan yang dia berikan kepadaku.
Setelah atasanku masuk, lalu dia menanyakan suatu hal padaku. Dia
menanyakan, apakah aku sering merasakan hal-hal aneh setiap harinya.
Aku pun menjawab pertanyaan atasanku tersebut. Bahwa benar, aku
sering bermimpi seperti ada banyak anak kecil yang sering berlarian di
lantai bawah, padahal di rumah mertuaku tidak ada anak kecil yang
tinggal. Lalu aku juga sering merasakan kaki dan tangan sering
merinding. Saat aku telah menceritakan hal yang aku rasakan kepada
atasanku. Lalu dia mengatakan padaku, bahwa ada anak kecil yang
sering mengikutiku tidak mau jauh dariku dan selalu mengikutiku. Aku
pun bingung, entah siapa anak kecil yang mengikutiku itu. Aku tidak
tahu siapa dia.
Semua hal aneh yang terjadi padaku akibat dari anak kecil yang
mengikutiku hampir setiap hari itu, membuatku terkadang merasa takut
akhirnya di rumah tersebut. Aku pun belum sempat menanyakan
sejarah dari rumah mertuaku. Namun banyak orang yang mengatakan,
bahwa aku selalu diikuti anak kecil penghuni rumah mertua itu.
146
Kenangan Mistis
Pintu
Jam menunjukkan pukul 02:00 pagi dan mataku masih segar menatap
seisi benda-benda yang ada di kamarku satu per satu.
Kemudian terdengar suara ketukan dari balik pintu kamarku. “Ada apa,
Ma?” tanyaku dengan berteriak sambil berjalan ke arah pintu berniat
untuk membukanya. “Eh, kosong,” gumamku sesaat setelah membuka
pintu. “Ah, si Wawan kali,” tebakku seraya m menyakinkan diri dan
kembali keatas kasurku.
147
Kenangan Mistis
148
Kenangan Mistis
Si Hitam
Pada malam itu, seperti biasanya aku dan Dimas belajar bersama di
kosan. Belum genap satu jam kami belajar, mataku menjadi berat dan
otakku pun tidak bisa lagi berpikir. Akhirnya aku memutuskan untuk
tidur sebentar. ”Mas, bangunin gua jam 01.00.”
“Padahal baru jam 10 loh. Yowis, entar gua bangunin,” kata Dimas tanpa
memalingkan pandangannya dari buku yang ia baca.
Akhirnya aku pun tertidur pulas di atas kasur. Dalam mimpiku, aku
merasa pipiku ditepuk-tepuk. Kubuka mataku dan ternyata yang
menepuk pipiku itu Dimas. “Udah jam satu, Mas?” tanyaku. Belum
sempat Dimas menjawab, aku telah melihat jam di layar ponsel yang
menunjukan pukul 11.58 malam.
“Belum, Bil.” Seketika aku melihat raut wajah Dimas yang ketakutan.
Samar-samar terdengar nyanyian dari luar kosan. “Mas itu siapa yang
nyanyi? Bapak-bapak yang lagi ronda?”
“Bukan, Bil. Suaranya aja bagus gitu. Bapak-bapak pos ronda juga lagi
kosong,” jawab Dimas.
“Nah, itu dia, Bil. Gua dari tadi takut buat ngelihat, siapa yang nyanyi.
Makanya gua ngebangunin lo,” terang Dimas.
149
Kenangan Mistis
Perlahan tapi pasti dia menampakkan wajahnya yang hancur dan penuh
darah kepada kami dan kami berdua pun pingsan hingga pagi
menjelang.
(Nabil Ramada-Pandeglang-@nabilramada)
150
Kenangan Mistis
151
Kenangan Mistis
Malam itu lebih panas dari malam biasanya. Aku masih belum terjaga
karena terlalu asik memainkan ponsel. Di luar sangat gelap dan hening.
Hingga pada satu waktu, seakan tersihir, mataku tidak lagi kuat menatap
layar ponsel dan tiba-tiba terpejam.
152
Kenangan Mistis
Saat melakukan jelajah di hutan, dia melihat banyak makhluk ghaib yang
mendekati temannya, tapi langsung diusirnya. Alhasil ketika melalui
suatu jalan, dia terpisah dari temannya dan bergabung dengan
kelompok lain. Tidak ada satu pun yang mengajaknya komunikasi.
Membuatnya melamun sehingga di situlah makhluk halus itu
mengitarinya.
Berpura-pura tidak melihat apa pun, tapi nyatanya gagal. Tongkat yang
dibawanya ditarik-tarik oleh salah satu makhluk itu. Mereka seperti
menyampaikan sesuatu yang membuatnya marah, tetapi tidak bisa
dimengerti. Kemungkinan karena pengusiran adik kosku ini. Dia terus
merapalkan doa agar tidak semakin lemah dan menarik tongkatnya yang
masih ditarik oleh makhluk itu. Sampai akhirnya dia sampai di rumah
warga yang entah kenapa, membuat semua makhluk itu hilang entah ke
mana.
Sore hari mereka mendirikan tenda di salah satu lapangan dekat pantai.
Ketakutan luar biasa menyerangnya. Dilihatnya ke atas, ternyata banyak
sekali makhluk halus yang mengitari tenda mereka. Selang beberapa
menit kemudian, banyak mahasiswa yang kesurupan. Dia ingin
menolong, tapi itu pantangan dari kakeknya. Semakin banyak yang
menjadi korban, akhirnya dia pergi ke rumah warga dan meminta
tolong.
153
Kenangan Mistis
154
Kenangan Mistis
155
Kenangan Mistis
156
Kenangan Mistis
Kudengar suara, namun aku tidak tahu suara siapa itu. Tubuhku yang
semula tidur di atas ranjang kemudian terangkat sedikit lebih tinggi.
Disertai tawa nyaring dari makhluk tak kasat mata tersebut. “Dengar!
Aku tidak takut terhadapmu! Memang kenapa jika tetap di sini?”
balasku.
Aku terbangun. Tapi rasa sakit karena diempaskan masih terasa nyata.
Dan ibu masih berdiri di tempat tadi aku melihatnya.
157
Kenangan Mistis
Kembalikan bolaku
Cerita ini berasal dari kisah nyata yang dialami oleh kakakku sendiri.
Dulu,kakakku pernah bercerita, kalau pada saat ia berangkat ke
sekolahnya bersama ayahku, ia terpaksa harus berangkat pagi
dikarenakan ayahku harus pergi bekerja. Sesampainya di sekolah, ia pun
meminta ayahku untuk menurunkannya di jalan sempit yang dekat
dengan kantin sekolahnya. Ia pun berjalan dengan santainya. Namun
dari kejauhan, ia seperti mendengar bunyi bola basket yang sedang
dimainkan, padahal saat itu hanya ada kakakku seorang diri. Kemudian,
ia pun mengingat cerita yang pernah didengarnya dari warga sekolah
serta teman-temannya yang mengatakan, kalau mendengar suara
seperti bola basket yang sedang dimainkan pada pagi hari jam setengah
enam atau pada saat sore menjelang waktu salat magrib itu adalah tuyul
yang memainkannya. Dan ketika bola itu bergelinding ke arah kaki kita
dengan sendirinya, maka tuyul tersebut akan datang menghampiri kita
untuk meminta kita mengembalikan bolanya. Dan tidak lama ketika
tuyul tersebut meminta bolanya untuk dikembalikan, ibu dari tuyul
tersebut akan datang menghampiri kita, yang pastinya akan
mendatangkan bahaya untuk diri kita.
Mengingat hal tersebut, kakakku tetap berusaha untuk tenang dan
tetap berjalan tetapi semakin lama. Bunyi bola basket itu seperti
perlahan mendekati arah di mana kakakku sedang berdiri. Dan tidak
lama setelah itu, bola basket itu pun secara perlahan bergulir hingga
sampailah tepat di depan kaki kakakku. Pada saat itu, ia masih berdiri
diam sampai ia mendengar seperti bunyi langkah orang yang berjalan
mendekat ke arahnya. Dan benar saja, tuyul tersebut muncul tepat di
hadapan kakakku sembari berkata, “Kak, kembalikan bolaku.”
158
Kenangan Mistis
Kakakku langsung sadar dan berlari kencang ke arah di mana awal dia
masuk ke jalan sempit tersebut, hingga kakakku berkata bahwa, ia tidak
akan mau berangkat pada jam segitu lagi.
Rahma Khairunnisa-Bekasi-@rahma__khr
159
Kenangan Mistis
Teriakan Malam
Aku tinggal di asrama ketika SMA. Hal yang sudah lumrah kulakukan
ketika di asrama yaitu tidur larut malam. Alasannnya mengerjakan tugas
yang menumpuk dan ada kalanya menonton mulai dari film western
sampai drama Korea.
Suatu malam setelah belajar bersama, kami memutuskan untuk
menonton drama Korea sebagai alasan melepas lelah setelah belajar.
Kebetulan di kamar teman yang hanya berjarak tiga kamar dari
kamarku. Kami menonton hingga larut malam dan teman pemilik kamar
sudah memberikan peringatan, bahwa aku harus kembali ke kamar.
Karena memang tidak cukup tempat di kamarnya.
Tiba-tiba lorong asrama terasa sepi dan aku melirik jam dinding sudah
menunjukkan pukul 02.30 pagi. Aku berencana untuk kembali ke kamar
setelah satu episode yang akan kami selesaikan. Namun tiba-tiba aku
dan temanku mendengar suara teriakan perempuan yang begitu
kencang di luar gedung asrama. Aku dan temanku sempat lirik-lrikkan
karena takut. Kami berdua sadar, itu bukan suara siapa pun yang kami
kenal di asrama. Suaranya jelas berbeda dan terdengar mengerikan.
Suara itu hanya terdengar satu kali teriakan. Akhirnya kami
memutuskan untuk tidur dalam perasaan yang begitu takut dan
berdesakan karena aku tidak berani kembali ke kamar dan temanku pun
melarangku balik ke kamar.
Kami tahu tidak ada siapa pun di luar pukul 02.30 pagi. Dan kami
mengintip jendela di luar gedung asrama yang begitu sepi dan
mencekam. Hanya ada lampu dan embun yang mulai turun. Pepohonan
terlihat tenang. Aku dan temanku tertidur dan ke esokan paginya
mengklarisfikasi kejadian tersebut kepada teman-teman yang lain. Dan
ternyata hanya kami berdua yang mendengarnya.
160
Kenangan Mistis
Malam pun tiba. Kami diinstruksikan tidur oleh panitia. Entah mengapa,
aku tersentak dan mataku sulit terpejam. Suara burung hantu dan
kelelawar saling bersautan. Angin berembus kencang. Suara orang yang
berisik di sekitarku mendadak hening. Seisi perkemahan tertidur dengan
lelap, kecuali aku. Sesaat kemudian, dari atas tendaku terbuka. Kulihat
gelap sekali. Tetapi perlahan kemudian muncullah sosok berwajah pucat
dengan rambut panjang dan mata terbelalak. Sontak aku kaget dan
mataku terus menatapnya. Mulutku pun seperti terkunci. Belum lagi
suasana hening, pun suara air terjun turut membuat keadaan itu
semakin mencekam.
Ya, sosok itu seperti kuntilanak yang pernah kulihat di layar kaca. Aku
tidak tahu harus berbuat apa. Dalam hati aku terus bergumam
mengucapkan kalimat istighfar atau semacamnya. Anehnya mataku
hanya berkedap-kedip. Hatiku terus bergejolak sambil terus mengulangi
kalimat itu. Lima menit kemudian, sosok hantu itu pun menghilang dari
tatapanku. Aku bersyukur akhirnya pemandangan itu pun telah sirna.
Malam itu tepatnya bulan Februari tahun 2008. Aku sedang mengikuti
acara pramuka yang bernama Raimuna Daerah Propinsi Sumatera
Utara, tepatnya di daerah Sipispis Serdang Bedagai. Itu merupakan
161
Kenangan Mistis
162
Kenangan Mistis
Satu per satu kain yang sudah kuperas kulempar ke dalam ember yang
sudah kusiapkan tidak jauh dariku. Lemparan pertama, kedua, ke tiga
sangat tepat masuk ke ember. Aku tersenyum bangga. Tapi saat
lemparan ke empat, sudah tidak tepat lagi. Rasanya ada yang janggal.
Ember seperti bergeser sedikit demi sedikit. Namun aku abaikan.
Mungkin lemparanku yang kurang bagus.
163
Kenangan Mistis
Makhluk Bertaring
164
Kenangan Mistis
Kenangan Mistis
Gia lekas masuk ke dalam bilik kamar mandi tersebut. Kamar mandi
dengan bak mandi yang dibuat panjang tanpa sekat. Dia mencari gayung
lantas memanggil Mala, agar mengambilnya di ujung bilik.
“Ada orangnya kok, Gi. Kamu bilang aja dari dalam, Kak minta gayung,”
kata Mala.
Gia melongok sedikit. “Masa sih, La? Aku mandi sendiri ini. Kanan kiri
aku kosong. Aduh, Mala. Cepet dong. Aku mau gosok gigi, nih,” kata
Gigi.
165
Kenangan Mistis
Pluk!
166
Kenangan Mistis
Di suatu malam pada tahun 2007. Aku yang tengah dirawat di RS kala
itu, tiba-tiba terbangun pada pukul 02.00 dini hari. Pandanganku yang
seakan menyelidik ke semua sudut ruangan, akhirnya terhenti pada titik
di belakang pintu kamar perawatan. Ada sosok misterius di sana yang
sedang menatapku. Dengan ketakutan luar biasa, mataku sembari
mengamati detailnya. Dia memakai gaun putih, rambut hitam yang
dibiarkan terurai panjang hingga pinggangnya, lalu wajah pucat tetapi
kurang jelas terlihat. Kedua tangannya diletakkan di samping badan dan
sebuah benda tajam di tangan kirinya. Kurasa dia sedang menggenggam
pisau.
167
Kenangan Mistis
Kenangan Mistis
“Nak, Mama pergi ke pasar, ya. Kamu jaga rumah ya, Nak. Sampai
abangmu pulang.”
Aku sedang asyik bermain mobile legends ketika Mama mengatakan hal
itu. Jadi tidak terlalu mendengar pesannya.
Di dapur, aku tidak sendiri. Ada kucing kampung warna abu-abu yang
sedang asyik menjilati tangannya. Jadi kuambil segenggam makanan
kucing untuknya dan mengambil segelas air untukku. Namun tiba-tiba,
kucing itu lari meninggalkanku. Aku memanggilnya, tapi kucing itu tidak
kembali. Aku pun menyusulnya hingga ke ruang tamu. Dari balik sofa
terdengar suara tawa Mama yang terlalu bahagia dan membuatku
penasaran. Mama memang suka kucing dan senang sekali bermain
dengan kucing. Tapi belum pernah aku mendengar tawa seceria dan
semembahana ini. “Ma,” panggilku sambil melompat ke depan sofa.
Namun tidak ada siapa pun yang duduk di sofa itu, bahkan kucingku.
Suara tawa itu masih terdengar, lebih pelan dari sebelumnya. Dan aku
pun melihat dari balik tirai putih tipis di jendela. Ada sesosok wanita
168
Kenangan Mistis
berbaju hitam berdiri di teras rumah. Belakangan aku tahu, wanita itu
selalu berdiri di sana dan menatap ruang tamuku.
169
Kenangan Mistis
Alunan Penyambutan
“Kita disambut,” ujar Danu dengan sedikit raut ketakutan yang masih
terlihat jelas di wajahnya.
Kami mengangguk.
170
Kenangan Mistis
171
Kenangan Mistis
Mati Lampu
Annita Fitri-Pekanbaru-@Annita.fitri
172
Kenangan Mistis
Siapa?
Riska Rahmawati—Bogor—@kariska31
173
Kenangan Mistis
Setelah masa kecilku berlalu, aku baru sadar, bahwa rumah di pinggir
sawah milik Nenek yang ditinggali keluarga besar menyimpan cerita.
Bagaimana tidak? Kamar depan rumah setiap jam 12 malam selalu
ramai dengan suara sinden yang diiringi gamelan dan akan berbunyi
setelah ada orang baru selain omku yang masuk ke kamar itu. Suaranya
pernah mengganggu Ibu dan aku saat adik kecilku menangis. Dan benar
sekali, sangat merdu. Namun aku tetap tertidur lelap di samping Ibu
yang menjaga adik kecilku.
Kejanggalan itu juga dirasakan oleh kakak sepupu yang tidur di sana.
Katanya, dia menikmati sih, karena suaranya yang nggak terlalu jelek
juga. Bukan itu saja, Nenek dan Ibu juga dikejutkan oleh orang berbadan
besar dengan baju khas madura yang berdiri tepat di tengah pintu jalan.
Karena rasa terkejutnya, Nenek dan Ibu tidak dapat berdiri hingga
berjalan merangkak. Tidak lama kemudian orang itu masuk ke kamar
omku dan menghilang.
174
Kenangan Mistis
Akan tetapi beringin itu tetap berukuran sedemikian hingga saat ini.
175
Kenangan Mistis
Kali Malik
Kejadian ini aku alami ketika kelas 3 SMP. Aku adalah tipe orang yang
suka begadang. Entah itu menonton TV atau sekadar bermain HP.
Hingga suatu malam aku mendengar suara tabuhan gamelan yang
terdengar tidak jauh dari rumahku. Secara logika, mana ada orang yang
sempat-sempatnya tengah malam memutar lagu gamelan. Tapi, waktu
itu aku hanya berpikiran positif. Mungkin saja ada orang yang sedang
mengadakan hajatan dan melakukan cek sound dengan lagu gamelan.
176
Kenangan Mistis
Hari ini adalah hari penebangan pohon jambu di dekat rumahku. Aku
tidak tahu awal tumbuhnya pohon jambu itu. Para petugas sudah
bersiap-siap untuk memotongnya. Sekejap kemudian pohon jambu itu
terpotong.
Sebenarnya pohon jambu itu sangat misterius, karena tidak ada yang
tahu awal mula tumbuhnya pohon jambu itu. Sekejap kemudian ….
ZZRRR!
Kemudian, siang berganti malam, aku sedikit takut sih, tentang pohon
jambu yang di potong itu. Ya, karena ini malam Jumat. Aku juga akan
menonton film horror malam ini.
Terdengar suara tangisan dari arah pohon jambu itu. Aku pun melirik ke
jendela kamarku dengan keringat dingin melumuri tubuhku. Aku
melihat sosok perempuan berjubah putih sedang mengendong anak
bayi yang tengah menangis. Kakiku seketika bergemetar. Aku sangat
gugup dan segera mematikan laptop dan berlindung di selimutku.
177
Kenangan Mistis
Sepertinya, hantu di pohon jambu itu sedih karena di tebang oleh warga
dan akan balas dendam dengan menakuti warga yang tidur tengah
malam.
178
Kenangan Mistis
Teman Sekamar
Sambil mengatur napas dan mencubit pipinya, Dino baru sadar, jika di
sampingnya terlihat seseorang yang sedang duduk di tempat kasur
sebelahnya sambil membaca sebuah majalah. Jantungnya seketika
berdegub kencang. Jangan jangan mimpi itu menjadi kenyataan. Karena
orang itu terlihat tersenyum ramah ketika melihat Dino terbangun.
“Radit ya? Temen sekamar gue bukan?” tanya Dino sambil mengulurkan
tangannya. “Radit, Tehnik Sipil 2005. Abis mimpi buruk ya?” tanyanya
sambil tersenyum ramah. Dia lalu bangkit dan mengambil sebotol air
mineral. Dia ingin menghubungi Aryo dan menggodanya, bahwa teman
sekamarnya sepertinya seru.
179
Kenangan Mistis
Dia tidak berani menoleh. Suara siulan tiba tiba terdengar dari
belakangnya.
180