Anda di halaman 1dari 30

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

Geologi Indonesia Widya Oktavia, M.Pd

STRUKTUR GEOLOGI SULAWESI

Disusun oleh
Kelompok 4 :
Nasrul Ikhsan (11911213752)
Nurul Hidayah (11911220186)
Putri Hazmita (11911224042)
Reszka Pitriati (11911224048)

Sahrina (11911224056)

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI 3C

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

1
2020

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan
dan kekuatan hati dalam menyelesaikan makalah ini. Sholawat beserta salam semoga senantiasa
tercurah limpahan kepada nabi Muhammad SAW. Yang menjadi tauladan bagi umat manusia
yang merindukan keindahan syurga.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
dosen mata kuliah GEOLOGI INDONESIA, serta untuk menambah ilmu pengetahuan tentang “
Struktur Geologi Sulawesi “ . Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada
ibuk yang telah membimbing kami. Sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca untuk
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Sesungguhnya makalah ini tidaklah sempurna kami
mohon maaf apabila ada kekurangan dan dengan senang hati kami menerima kritikan dan saran
bagi pembaca yang budiman untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Riau, 29 Desember 2020

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN 5
A. Struktur Geologi Sulawesi 5
B. Statigrafi Sulawesi 16
C. Fisiografi Regional 26
D. Letak, Luas dan Karakteristik Sulawesi 28
BAB III PENUTUP 30
A. Kesimpulan 30
B. Saran 30
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pulau Sulawesi mempunyai bentuk yang berbeda dengan pulau lainnya. Apabila melihat
busur-busur disekelilinya Benua Asia, maka bagian concaxnya mengarah ke Asia tetapi
Pulau Sulawesi memiliki bentuk yang justru convaxnya yang menghadap ke Asia dan
terbuka ke arah Pasifik, oleh karena itu Pola Sulawesi sering disebut berpola terbalik atau
inverted arc.

Pulau Sulawesi terletak pada zone peralihan antara Dangkalan Sunda dan dangkalan
Sahul dan dikelilingi oleh laut yang dalam. Dibagian utara dibatasi oleh Basin Sulawesi (
5000 – 5500 m ). Di bagian Timur dan Tenggara di batasi oleh laut Banda utara dan Laut
Banda Selatan dengan kedalaman mencapai 4500 – 5000 m. Sedangkan untuk bagian Barat
dibatasi oleh Palung Makasar (2000-2500m).

Sebagian besar daerahnya terdiri dari pegunungan dan tataran rendah yang terdapat
secara sporadik, terutama terdapat disepanjang pantai. Dataran rendah yang relatif lebar dan
padat penduduknya adalah dibagian lengan Selatan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah struktur geologi Sulawesi?


2. Bagaimanakah statigrafi Sulawesi?
3. Bagaimanakah fisiografi regionalnya?
4. Bagaimana letak, luas dan karakteristik Pulau Sulawesi?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana struktur geologi Sulawesi


2. Untuk mengetahui bagaimana statigrafi Sulawesi
3. Untuk mengetahui bagaimana fisiografi regionalnya
4. Untuk mengetahui bagaimana letak, luas dan karakterisitik Pulau Sulawesi
4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Struktur Geologi Sulawesi

Sulawesi dapat dikatakan memiliki fenomena geologirumit. Bentukan tektonik yang


dihasilkan adalah patahan serta gunung api serta hasil dari tumbukan tektonik tersebut
membentuk Sulawesi seperti huruf ―K‖. Pulau Sulawesi dibagi menjadiempatbagianyaitu
busur vulkanikSulawesi Barat, kontinental kerak Banggai Sula, oseanik kerak Sulawesi
Timur serta juga kompleks metamorf Sulawesi Tengah, 4 wilayah ini terpisahkan dengan
batasan tektonik dan mempengaruhi satu dengan lainnya. (Endarto dan Surono (1991 dalam
MS, 2011).

Berdasarkan Struktur Litotektonik, Sulawesi dan Pulau-Pulau sekitarnya dibagi menjadi 4,


yaitu ; Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur
magmatik yang merupakan bagian ujung timur paparan Sunda, Mandala tengah berupa
batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari block Australia,
Mandala Timur berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak samudra berimbrikasi dan
batuan sedimen berumur Trias-Miosen dan yang keempat adalah Fragmen benua banggai-
Sula Tukang Besi, Kepulauan paling timur dan Tenggara sulawesi yang merupakan pecahan
benua yang berpindah kearah barat karena strike-slip faults dari New Guinea.

1. Mandala Barat (West & North Sulawesi Volcano Plutonic Arc)

Mandala Barat termasuk ke dalam jalur magmatik Paparan Sunda yang letaknya
paling timur, panjang nya dari dari lengan utara - lengan selatan pulau Sulawesi. Secara
umum, Busur tersebut tersusun dari batuan vulkanik plutonik berusia Paleogen Kuarter
dan jenisnya termasuk ke dalambatuan sedimen berusia Mesozoikum-Tersier dan batuan

5
Malihan. Van Leeuwen (1994) menyebutkan bahwa Mandala barat terbagi jadi dua,
bagiannya adalah bagian utara dan barat. Pada sisi utara nya memanjang dari Buol
sampai Manado, serta bagian barat wilayahnya memanjang dari Buol ke Makassar.
Batuan yang ada di wilayah utara sifatnya riodasitik - andesitik, batuannya ada di zaman
Miosen – Resen dan jenis batuan dasar basaltik prosesnya terjadi zaman Eosen - Oligosen.
Batuan yang ada pada busur magmatik bagian barat jenis batu penyusun yang sifatnya
kontinen dan terbagi menjadi batuan gunung api - sedimen berumur Mesozoikum-Kuarter
dan batuan malihan berukur Kapur. batuan tersebut diterobos granitoid bersusunan
terutama granodioritik sampai granitik yang berupa batolik, Stok, dan Retas. (Van
Leeuwen, 1994, dalam Armstrong F. Sompotan, 2012).

a) Mandala Barat Bagian Utara

Cakupannya adalah provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo, panjangnya kurang


lebih 500km, lebar nya 50-70 km serta ketinggian 2065 m. dimana ketinggian daerah
disekitar leher pulau sulawesi mencapai 3.225 M. Jenis batuan pada wilayah ini
bersifat riodastik sampai andesitic, serta terbentuk pada masa Miosenresen. Geologi
pada wilayah ini terbentuk dari beberapa kelompok, yaitu:

1) Kelompok batu gamping

2) Kelompok batuan breksi dan batu pasir, terdiri dari batu lanau, batu lempung, dan
lain lain. (gambar Batu Breksi dan Batu Pasir)

6
3) Kelompok tuf Tondano, yaitu adanya fragmen batuan vulkanik kasar andesit.
(Gambar Batuan Vulkanik)

4) Kelompok batuan gunung api muda

5) Kelompok batuan termuda, contohnya yaitu batu gamping terumbu koral,


endapan, danau dan sungai, dan lain lain.

Geologi daerah Sulawesi Utara didominasi oleh batu gampint sebagai satuan
pembentuk cekungan sedimen ratatotok. satuan batuan lainnya adalah kelompok breaksi
dan batu pasir, terdiri dari breaksi konglemerat kasar, berselingan dengan batu pasir
halus-kasar, batu lanau dan batu lempung yang didapatkan didaerah Ratatotok-Basaan,
Serta breksi andesit piroksen. kelompok Tuff tundano berumur pliosen terdiri dari
fragmen batuan volkanik kasar andesitan mengandung pecahan batu apung, tuff, dan
breksi ignimbrit serta lava andesit-trakit. Batuan kuarter terdiri dari kelompok batuan

7
gunung api muda terdiri atas lava andesit basal, bom, lapili dan abu. krlompok batuan
termuda terdiri dari batu gamping terumbu koral, endapan lanau dan sungai serta endapan
aluvium. adapun sirtu atau batu kali banyak terdapat didaerah sungai buyat yang
diusahakan oleh penduduk setempat sebagai bahan pondasi bangunan.

Evolusi dari busur sulawesi Utara dibagi 2 tahap, yaitu subduksi dibagian barat
Sulawesi diawal masa miosen (22-16 ma). dan oasca tumbukan dan pengangkatan busur
sulawesi serta permulaan subduksi sepanjang palung sulawesi Utara selama Akhir
Miosen sampai dengan Kuarter (9 Ma). batuan Vulkanik busur Sangihe yang berusia
Pliosen-Kuarter, menyimoan banyak Geologi daerah Sekitar Manado di masa awal
Miosen. Singkapan-singkapan kecil berupa andesit dan diorite di bawah batuan vulkanik
kuarter yang menutupi kepulauan sangihe dan bagian utara manado, menunjukkan bahwa
busur vulkanik yang lebih tua berada di sepanjang pantai bahkan mungkin sampai ke
minandao yang membentuk basement busur sangihe saat ini. Adapun bususr Neogen
yang merupakan busur batuan gunung api tidak berada diantara Tolitoli dan Palu di
sekitar Leher Pulau Sulawesi, hal ini disebabkan karena Pengangkatan Tingkat tinggi dan
8
erosi dalam, dimana batuan granit lower Miosen tidak diketahui, dan bukti bahwa busur
Sulawesi diamasa awal Miosen meluas kearah leher pulau Sulawesi sangat sedikit.
Meskipun demikian, masih bisa disimpulkan bahwa Zona Benioff diawal Mio sen berada
di sepanjang leher Sulawesi kearah selatan menuju sesar Paleo Pulu- Manatano.

b) Mandala Barat Bagian Barat

Geologi yang ada di wilayah timur dan barat Sulawesi tentunya berbeda, dua
wilayah ini terpisahkan oleh adanya sesar Walanae. Pada zamanMesozoikum,
basement yang kompleks ada pada 2 daerah, yaitu terdapat pada bagian barat Sulawesi
Selatan dekat Bantimala serta di daerah Barru, dimana batuan penyusunnya adalah
batuan metamorf, ultramafik dan sedimen. (Armstrong F. Sompotan, (2012).
Pegunungan Meratus yang ada di Kalimantan tenggara serta batuan di Sulawesi
Tengah menunjukkan kalau basement kompleks Sulawesi Selatan adalah pecahan
fragmen akibat terjadinya akresi kompleks yang lebih besar pada dimana awal zaman
Cretaceous (Parkinson, 1991). Terdapat beberapa formasi, sebagai berikut:

a. Balangbaru (Masa akhir Cra Crateceous) : Batuan ini berada di wilayah bagian
barat dan bagian timur provinsi Sulawesi Selatan. Batuan ini terdiri dari batuan
sandstone dan batuan silty-shales, dengan tambahan sedikit batuan konglomerat,
dan juga batuan pebbly sandstone serta batuan breksi konglomerat.

b. Marada (Masa akhir Crateceous) : Batuan ini sebagian besar terdiri dari campuran
sandstone, siltstones, dan juga shale.

c. Malawa : Batuan ini terdiri dari batuan arkosic, sandstone, siltstones, claystone,
batuan napal, dan batuan konglomerat, didalamnya diselingi lapisan batu bara, dan
limestone.

9
d. Limstone Tonasa (Eosen-Miosen) Batuan ini tersebar di wilayah bagian barat
provinsi Sulawesi Selatan.

 Salo Kalupang (Eosen-Oligosen) : Batuan ini terdiri dari sandstone, batuan


shale, serta claystone, dan didalamnya terdapat campuran batuan vulkanik
yakni batuan konglomerat, batuan breksi, batuan tufa, limestone, dan batuan
napal.

 Kalamiseng : Batuan ini terdiri dari batuan breksi vulkanik dan didalamnya
terdapat lava yangberbentuk pillow lava ataupun massive flows yang
komposisinyatercampur dengan batuan tufa, batu pasir, dan batuan napal.

 Camba (Miosen-Pleistosen) : Batuan ini terbentuk dan didominasi oleh batuan


vulkanik camba yang letaknya ada di bagian barat. Batuan ini terdiri dari
batuan breksi vulkanik, dan batuan konglomerat, lava, dan tufa yang
komposisinya tercampur dengan sedimen laut.

 Tacipi (Neogen) : Batuan ini terdiri dari batuan magmatis yang letaknya ada di
wilayah bagian barat provinsi Sulawesi Tengah dan batuan ini sangat
berhubungan erat dengan penebalan dan juga pelelehan litosfer.

 Walanae (Miosen-Pliosen) : Pembentukan walanae ini dibagi menjadi dua


interval, yaitu interval lebih rendah yang mana interval ini terdiri dari batuan
mudstone yang sudah berumur calcareous dan juga interval bagian atas yang
lebih arenaceous.

10
Adapaun sedimen-sedimen diamsa akhir dimasa Cretaceous mencakup formasi
baling baru dan Marada berada dibagian barat dan timur daerah Sulawesi selatan,
dimana formasi baling baru tidak selaras dengan basemet Kompleks, terdiri dari
batuan sanstone dan slity-shales, sedikit batuan konglomerat, pebbly sanstone dan
breksi konglomerat, sedangkan formasi Marada terdirir dari campuran sanstone.
Siltstones dan shale (Van leeuwen, 1981), dimana unit-unit formasi baling baru
berisis struktur khas sedimen aliran deposit, termasuk debris flow, graded bedding
dan indikasi turbidit. Juga Batauan Vulkanik berumur paleosen terdapat dibagian
timur daerah Sulawesi selatan dan tidak serlaras dengan formasi balangbaru. Di
daerah bantimala batuan vulknaik ini disebut Bua dan di daerah biru disebut Langi.
Formasi ini terdiri dari lava dan endapan piroklastik andesit dengan komposisi
trachy-andesit dengan sisispan limestone dan shale (van Leeuwen, 1981). Sifat
calc-alkali dan unsur tanah tertentu menunjukkan bahwa batuab vulkanik
merupakan hasil subduksi dari arah barat (Van Leeuwen, 1981).

2. Mandala Tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt)

(Gambar Peta Geologi wilayah Palu-Koro, Sulawesi Tengah)

Batuan magmatik potassic calc- alkaline berusia akhir Miosen yang ada di
Sulawesi Tengah terdapat di bagian kiri bentangan zona sesar Palu Koro, dimana batuan
granit di wilayah tersebut berkorelasi dengan subduksi microcontinent Banggai-Sula
dengan Pulau Sulawesi pada pertengahan Miosen. Berdasarkan aspek-aspek petrografi,
batuan granit yang telah berumur Neogen tersebut dapat secara langsung diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok. Dimulai dari yang paling tua sampai dengan yang paling muda.
Hal ini dimaksudkan untuk melihat karakteristik perubahannya dimasa yang akan datang.

11
1) KF-megacrystal bantalan granit yang kasar (Granitoid-C) : Batuan ini tersebar di
bagian utara dan di bagian selatan wilayah Palu-Koro yang diketahui telah berumur
8,39- 3,71 Ma. Menurut dua karakteristik petrografi, hal tersebut dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu mineral biotit yang komposisinya mengandung batuan granit dan
hornblende sebagai mineral mafik (4,15-3,71 Ma dan 7,05-6,43 Ma) dan mineral
biotit yang komposisinya mengandung batuan granit yang mana sebagai mineral
mafik utama (8,39-7,11Ma).

2) Batuan granit medium mylonitic- gneissic (Granitoid-B) : Batuan ini terdapat di


wilayah pusat (sekitaran Palu-Kulawi) yang mana berupa medium grained granitoids
yang tidak sering komposisinya mengandung xenoliths. Batuan granit ini pun dapat
dibagi lagi menjadi mineral berjenis hornblende-biotit yang tersebar di bagian selatan
(disekitar wilayah Saluwa-Karangana) dan diketahui sekitar 5,46-4,05 Ma, serta
terdapat batuan granit bantalan biotit yang berumur 3,78-3,21 Ma di sekitar Kulawi.

3) Fine and biotite-poor granitoid (Granitoid-A) : Batuan ini merupakan kelompok


batuan termuda yang keberadaannya tersebar di daerah Palu-Koro diprediksi sekitar
3,07-1,76 Ma. Kelompok batuan ini nampak sebagai dyke kecil yang merupakan hasil
potongan dari batuan granit lain. Dilihat dari bentuknya, batuan tersebut memiliki
warna yang putih bersih yang mengandung sejumlah biotites sebagai mineral mafik
tunggal, dan biasanya kebanyakan batuan tersebut dapat dilihat di antara wilayah
Sadaonta dan Kulawi.

12
3. Mandala Timur (East Sulawesi Ophiolite Belt)

Manndala timur ini rupanya ofiolit yang mana merupakan segmen dari kerak
samudera yang berimbrikasi dan batuan sedimen yang umurnya Trias-Miosen. Batuan
kompleks ofiolit dan batuan sedimen pelagis yang berada di wilayah Lengan Timur dan
wilayah Tenggara pulau Sulawesi biasanya dinamakan dengan sabuk ofiolit Sulawesi
Timur. Sabuk ini diketahui terdiri dari batuan-batuan mafik dan ultramafik dan juga
disertai dengan batuan sedimen pelagis dan terdapat melange di beberapa tempat. Batuan
ultramafik ini sangat dominan di wilayah Lengan Tenggara. Akan tetapi batuan mafiknya
lebih mendominasi di Utara, tepatnya di sepanjang pantai utara wilayah Lengan Tenggara
pulau Sulawesi. Sekuen ofiolit yang lengkap dapat dijumpai di wilayah Lengan Timur,
yang mana meliputi batuan mafik dan ultramafic, pillow lava, dan batuan-batuan sedimen
pelagis yang didominasi oleh limestone laut dalam dan juga terdapat interkalasi rijang
yang berlapis. Berdasarkan data yang di dapati, geokimia dari sabuk ofiolit di Sulawesi
Timur ini diperkirakan asalnya dari mid-oceanic ridge (Surono, 1995).

13
Continental terrain Sulawesi Tenggara (The Southeast Sulawesi continental terrain)
telah menempati area yang luas di wilayah Lengan Tenggara Sulawesi, namun sabuk
ofiolit yang terbatas hanya ada pada bagian Utara wilayah Lengan Tenggara pulau
Sulawesi. Continental terrain ini disebut-sebut berbatasan langsung dengan Sesar
Lawanopo yang letaknya berada di sebelah timur laut dan juga terdapat Sesar Kolaka di
bagian sebelah barat daya. Dataran ini diketahui telah dipisahkan dari dataran Buton oleh
pengaruh sesar mendatar. Di bagian ujung timur terdapat deretan ofiolit yang mana
umurnya lebih tua. Continental terrain ini rupanya memiliki batuan dasar metamorf
tingkat yang rendah dengan sedikit campuran aplitik pada komposisinya, lalu terdapat
karbonat klastik yang telah berumur Mesozoikum, dan limestone yang telah berumur
Paleogen. Deretan sedimen klastik ini mencakup formasi Meluhu yang berada di akhir
Triasik, sedangkan unit limestone ini mencakup formasi Tamborasi dan formasi
Tampakura. (Armstrong, 2012 : 19).

Batuan dasar metamorf tingkat rendah membentuk komponen utama lengan tenggra
Sulawesi. Batuan metamorf tua terkait dengan proses penguburan, sedangkan batuan
metamorf muda disebabkan oleh patahan dalam skala besar ketika continental terrain
sulawesi tenggra bertabrakan dengan subuk ofiolit, batuan metamorf ini diterobos oleh
aplite dan ditindih oleh lava kuarsa-lattite terutama disepanjang pantai barat teluk Bone.

Di daerah kendari, batuan dasar secara tidak selaras ditindih oleh formasi meluhu
berumur terriassic, yang terdiri dari sandstone, shale dan mudstone. Formasi meluhu
disusun oleh 3 kelompok wilayah, yaitu wilayah toronipaa merupakan kelompok yang
paling tua, kemudian watutaluboto dan Tuetue yang merupakan kelompok termuda.
Wilayah toronipa terdirir dari endapan sunagi meandering dan didominasi oleh sandstone
diselingi oleh batuan sandstone konglomerat, mudstone dan shale. Wilayah watutaluboto
14
adalah pengendapan delta-delta yang dodominasi oleh mudstone dan sandstone yang naik
keatas laut dangkal marjinal, napal dan limestone. Sandstone diwilayah toronipa terdirir
dari litharenite, sublitharenite dan quartzarenite, berasal dari daur ulang sumber orogen.
Fragmen batuan metamorf di dalam sandstone mengidentifikasikan bahwa area sumber
formasimeluhu didominasi oleh batuan dasar metamorfik. Batuan metamorf itu mungkin
tertutup oleh sedimen tipis, adanaya sedikit fragmen vulkanik dalam formasi meluhu
menunjukkakn bahwa batuan vulkanik juga membentuk lapisan tipis dengan cakupan
lateral terbatas didaerah sumber. Umur formasi Meluhu setara dengan umur formasi
Tinala di dataran matarombeo dan umur formasi tokala di dataran siombok, hal ini
disebabkan litologi ketiga formasi tersebut serupa, dimana terdapat deretan klastik yang
dominan dibagian yang lebih tinggi dari ketiga formasi tersebut. Adanya Halobia dan
Daonella di ketiga formasi tersebut menunjukkkan umur akhir Triassic, dimana kehadiran
ammonoids dan polen dalam wilayah Tuetue dari formasi Meluhu sangat mendukung
penafsiran ini.

2.2 Statigrafi Sulawesi


1. Stratigrafi Sulawesi Utara
Berdasarkan stratigrafi, susunan batuan yang membentuk Sulawesi Utara dari tua ke
muda adalah Batu Gamping, Gatehouse, Batu Lumpur Rumah Kucing, Batu Gamping
Ratatotok, Intrusi Andesit Porfiri, Volkanik Andesit, Epiklastik Volkanik dan Aluvial
Endapan Sungai dan Danau.
Stratigrafi Regional Lengan Utara Sulawesi
Stratigrafi daerah penelitian termasuk dalam peta geologi lembar Tilamuta
Sulawesi (Bachri , dkk., 1994). Urutan stratigrafi batuan dari yang tertua sampai
termuda yang dijumpai di daerah ini antara lain :

1. Formasi Tinombo (Teot) : merupakan formasi batuan tertua yang ditemui di daerah
ini dengan penyusun utama berupa batuan sedimen dan sedikit batuan malihan lemah.
15
Batuan gunungapi terdiri dari lava basal, lava spilitan, lava andesit, dan breksi
gunungapi. Batuan sedimen terdiri dari batupasir wacke, batulanau, batupasir hijau,
batugamping merah, dan batugamping abu – abu. Sebagian dari batuan ini mengalami
pemalihan derajat rendah. Formasi ini tak selaras dengan formasi diatasnya. Trail
(1974) mengungkapkan bahwa kemungkinan umur formasi ini adalah Eosen hingga
Miosen Awal. Sedangkan Ratman (1976) dan Sukamto (1975) menyebutkan bahwa
Formasi Tinombo berumur Mesozoikum Akhir hingga sekitar Oligosen. Penarikan
umur pada batuan basal menunjukkan umur 51,9 juta tahun atau Eosen awal. Tebal
formasi ini diperkirakan mencanpai ribuan meter. Berdasarkan komposisi batuan
basal spilitan dan himpunan batuan sedimennya terbentuk di lingkungan laut dalam
2. Formasi Dolokapa (Tmd) : tersusun atas batuan sedimen dengan selingan batuan
gunungapi. Batuan sedimennya terdiri dari batupasir wacke, batulanau, batulumpur,
dan konglomerat. Batuan gunungapinya terdiri dari tuf, tuf lapili, aglomerat, breksi
dan lava dengan susunan andesitan sampai basalan. Umur formasi ini terdapat
beberapa pendapat yang berbeda. Marks (1957) membandingkan umur formasi ini
dengan Formasi Tinombo yang dianggapnya berumur Kapur hingga Eosen.
Sedangkan Trail (1974) menyebutkan bahwa kepingan batugamping di dalam formasi
ini berumur Miosen Awal. Sedangkan pada batulanau formasi ini dijumpai fosil
antara lain : Orbulina suturalis Broniman, Globigerinoides immaturus Le
Roy, Globootalia menardii, Brazilina sp., dan Anomalia sp. Fosil ini menunjukkan
umur tidak lebih tua dari Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan adalah inner
sublitoral.
3. Formasi Randangan (Tmr) : terdiri dari konglomerat, batupasir wacke, batulanau, dan
batulumpur, kandungan fosil yang terdapat di dalam lapisan formasi ini menunjukkan
umur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir. Menurut trail (1974) , kepingan
batugamping di dalam konglomerat mengandung fosil berumur Miosen Tengah
hingga awal Miosen Akhir, dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Formasi
ini menindih takselaras dengan Formasi Tinombo. Sedangkan hubungan dengan
Formasi Dolokapa tidak diketahui.
4. Batuan Gunungapi Bilungala (Tmbv) : terdiri dari breksi gunungapi, tuf dan lava
bersusunan asam sampai basa. Batuan gunungapi ini umumnya berwarna abu – abu
hingga abu – abu tua. Breksi gunungapinya tersusun oleh kepingan andesit, dasit, dan
basal. Tuf umumnya bersifat dasitan dan agak kompak. Lava bersifat andesitan
sampai basal, bertekstur hipokristalin sampai holokristalin, berbutir halus dan masif.
Batuan Gunungapi Bilunggala sulit dibedakan dengan batuan gunungapi Formasi
Dolokapa dikarenakan adanya persamaan susunan batuan. Diperkirakan formasi ini
tumbuh bersama dengan Formasi Dolokapa dan berhubungan menjemari. Umur
formasi ini diperkirakan berumur Miosen Tengah higga awal Miosen Akhir.
5. Batuan Gunungapi Pani (Tppv) : terdiri dari dasit, andesit, tuf, dan aglomerat. Lava
andesit merupakan penyusun utama di formasi ini. Berstruktur masif, warna abu –
16
abu , bertekstur porfiritik, dengan fenokris terdiri dari feldspar dan kuarsa. Sedang
lava andesit berwarna abu – abu dengan tekstur porfiro-afanitik, dan masif. Tuf
berwarna abu abu muda , bersusunan dasit dan kompak. Aglomerat berwarna abu –
abu dengan komponen andesit dan basal. Batuan ini menindih tak selaras Formasi
Randangan. Jadi , umur Batuan Gunungapi Pani diperkirakan berumur Pliosen Awal.
6. Breksi Wobudu (Tpwv) : terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf, tuf lapili, lava
andesitan dan basalan. Breksi gunungapi berwarna abu – abu, tersusun oleh kepingan
batuan andesit dan basal yang berukuran kerikil sampai bongkah. Tuf dan tuf lapili
berwarna kuning dan kuning kecoklatan , berbutir halus hingga berukuran kerikil,
membulat tanggung, kemas terbuka, terkekarkan, umumnya lunak dan berlapis.
Sedangkan lava umumnya berwarna abu – abu hingga abu – abu tua, masif,
bertekstur porfiri – afanitik dan bersusunan andesit hingga basal. Posisi stratigrafi
menindih takselaras Formasi Dolokapa. Maka umur Breksi Wobudu diperkirakan
Pliosen Awal.
7. Formasi Lokodidi (TQls) : terdiri dari perselingan konglomerat, batupasir, batuasir
konglomeratan, batupasir tufan, tuf pasiran, batulempung, dan serpih hitam.
Konglomerat berwarna coklat, tersusun oleh kepingan batugamping, andesit, dan
kursa susu yang berukuran kerikil hingga kerakal, berbentuk membulat, dengan
masadasar tuf, terpilah buruk dengan kemas tertutup. Batupasir berwarna abu hingga
coklat kemerahan, berbutir halus hingga sedang emumnya kompak, merupakan
sisipan di antara serpih dan konglomerat. Batupasi tufan dan tuf berwarna putih
hingga abu – abu muda , berbutir sedang dan agak kompak. Sedang serpih berwarna
hitam , umumnya kurang kompak, gampingan. Formasi ini menindih selaras Breksi
Wobudu yang berumur Pliosen Awal sehingga diduga berumur Pliosen Akhir hingga
Pliotesn Awal.
8. Batuan Gunungapi Pinogu : terdiri dari perselingan aglomerat , tuf , dan lava.
Aglomerat berwarna abu – abu tersusun oleh kepingan andesit dengan ukuran
berkisar antara 2 sampai 6 cm, berwarna abu –abu, menyudut tanggung, massadasar
tuf, terpilah buruk, dan agak kompak.Tuf berwarna coklat muda hingga putih
kecoklatan, berbutir sedang sampai kasar dengan susunan andesit sampai dasit. Lava
berwarna abu – abu tua, tersusun atas andesit sampai basal. Satuan ini diduga
menindih Breksi Wobudu, sehingga umurnya diperkirakan Pliosen Akhir.

Batuan Terobosan (Intrusi)


9. Batuan Gabro (Teog) : Gabro dan mikrogabro berwarna abu – abu tua, holokristalin,
masif, terperidotkan dan terkloritkan, mengandung hornblenda. Diabas berwarna abu
– abu , berbutir sedang, berstruktur diabasik. Satuan batuan ini diterobos oleh Diorit
Bumbulun dan Diorit Boliohuto. Diduga Gabro ini terbentuk bersamaan dengan
batuan gunungapi yang terdapat dalam Formasi Tinombo sehingga diperkirakan
berumur Eosen hingga Oligosen
17
10. Diorit Bone (Tmb) : Diorit, diorit kuarsa, granodiorit, adamelit. Satuan ini terdiri dari
diorit masif berukuran sedang sampai kasar dengan tekstur hipidiomorfik sampai
faneroporfiritik dengan hablur sulung piroksen dan feldspar yang mencapai ukuran
0.5 cm. Diorit Bone yang berbutir halus mempunyai susunan mineral yang mirip
batuan andesitan dari batuan gunungapi Bilunggala. Berdasarkan hal tersebut , diorit
Bone diduga sebagai mamgma induk dari batuan gunungapi Bilunggala yang berumur
Miosen Tengah hingga awal Miosen Akhir (Trail, 1974).
11. Diorit Boliohuto (Tmbo) : terdiri dari batuan diorit sampai granodiorit yang
mengandung kuarsa 20% dengan kandungan feldspar, dan biotit cukup menonjol.
Beberapa tempat dijumpai xenolit bersusunan basa. Kemungkinan satuan ini
menerobos batuan basa di bawah permukaan. Batuan ini menerobos Formasi
Dolokapa. Satuan ini diperkirakan berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir.
12. Granodiorit Bumbulan (Tpb) : Satuan ini terdiri dari granodiorit, granit, dasit, dan
monzonit kuarsa. Granodiorit berwarna abu – abu , masif, berbutir sedang,
mengandung biotit dan piroksen. Granit berwarna abu – abu muda hingga abu – abu
berbutir sedang sedikit mengandung mineral mafik jenis biotit, dan umumunya
terkekarkan. Sedang dasit berwarna abu – abu muda berbutir halus dengan mineral
kuarsa dan feldspar. Monzonit kuarsa berwarna abu – abu , masif, berbutir menengah
, dengan penyusun utama berupa kuarsa , plagioklas, dan feldspar alkali. Menurut
Sukamto (1973) batuan ini berumur Pliosen.
2. Stratigrafi Sulawesi Selatan
Batuan yang tersingkap didaerah Sulawesi Selatan terdiri dari 5 satuan, yaitu : Satuan
Batuan Gunungapi Formasi Camba, Formasi Walanea, Satuan Intrusi Basal, Satuan
Batuan Gunungapi Lompobatang dan Endapan aluvial, rawa dan pantai. Satuan Batuan
Gunung Api Formasi Camba berumur Miosen Tengah- Miosen Akhir, terdiri dari Breksi
Gunung Api, Lava, Konglomerat dan tufa halus hingga batuan lapili. Formasi Walanae
berumur Miosen Akhir-Pliosen Awal, terdiri dari batupasir, konglomerat, batu lanau,
batu lempung,batu gamping, dan napal. Satuan Intrusi Basal berumur Miosen Akhir—
Pliosen Akhir, terdiri dari terobosan basal berupa retas, silt, dan stok. Satuan Batuan
Gunungapi Lompobatang berumur Pleistosen, terdiri dari breksi, lava, endapan lahar, dan
tufa. Endapan Aluvial, Rawa, dan Pantai berumur Holosen, terdiri dari kerikil, pasir,
lempung, lumpur dan batugamping koral.
Berdasarkan peta geologi Kampala, batuan di daerah ini dapat dibagi menjadi 3
satuan batuan, yaitu : Formasi Walanae, yang menempati daerah yang sangat luas atau
sekitar 80%, terdiri dari perselingan antara batu pasir berukuran kasar hingga sangat
halus, konglomerat, batulanau, batulempung, batugamping dan napal. Satuan ini
mempunyai perlapisan dengan kemiringan maksimum 10⁰. Namun, pada beberapa tempat
sekitar Sesar Kalamisu kemiringan lapisan mencapai 60⁰. Lingkungan pengendapan
Formasi Walanae adalah laut. Satuan ini berumur Miosen Akhir-Pliosen Awal. Kemudian
Intrusi Basal, yang merupakan retas-retas yang mengintrusi Formasi Walanae. Sebagian
18
besar dari basal ini bertekstur afanitik. Pada beberapa lokasi ditemukan bertekstur
posfiritik dengan enokris plagioklas, piroksen, mika, olivin, tertanam dalam masadasar
afanitik. Intrusi Basal ini dipermukaan umumnya telah terkekarkan dan dibeberapa
tempat telah berubah menjadi batuan ubahan (zona argilik) yang didominasi mineral
lempung ( smektit, kaolinit, haloisit). Batuan ubahan ini dijumpai disekitar mata air panas
Kampala, mata air panas Ranggo, dan Kainpung Buluparia. Menurut Pusat Sumber Daya
Geologi satuan ini berumur Miosen Akhir-Pliosen Akhir. Adapun yang terakhir adalah
Endapan Aluvial Sungai, merupakan endapan permukaan hasil rombakan dari batuan
yang lebih tua,terdiri dari material kerikil , pasir, lempung. Batuannya tersebar di tepi-
tepi sungai dan dasar sungai. Satuan ini berumur Holosen-Resen.
Berikut adalah Gambar Stratigrafi Sulawesi Selatan :

3. Stratigrafi Sulawesi Barat


Stratigrafi Sulawesi Bagian Barat didominasi oleh batuan Neogen, tetapi didalamnya
termasuk juga formasi batuan yang berumur Jura. Geologi daerah Bonehau dan
19
sekitarnya didominasi oleh batuan beku dan metamorf, termasuk batuan sedimen yang
sedikit termetamorfkan. Litologi mengindikasikan adanya tektonik aktif di area ini.
Batuan tertua didaerah penelitian adalah Formasi Latimojong, yang berumur Kapur,
diatas Formasi Ltimojong diendapkan Formasi Toraja (Tet) secara tidak selaras. Formasi
ini berumur Eosen Tengah sampai Akhir. Formasi Toraja tertindih tak selaras oleh
Formasi Sekala dan Batuan Gunungapi Talaya. Aktivitas vulkanik ini kemudian diikuti
oleh kehadiran Formasi Sekala (Tmps) pada Miosen Tengah-Pliosen, yang dibentuk oleh
batupasir hijau, grewake, napal, batulempung, dan tuf, sisipan lava bersusunan andesit –
basalt.

Formasi Sekala berhubungan menjemari dengan Batuan Gunungapi Talaya (Batuan


Vulkanik Talaya, Tmtv) yang terdiri dari breksi gunungapi, tuf dan lava bersusunan
andesit-basal, dengan sisipan batu pasir dan napal, setempat batubara. Batuan Gunungapi
Talaya menjari dengan batuan Gunung api Adang (Tma) yang terutama bersusun leusit-
Basalt dan berhubungan menjemari dengan Formasi Mamuju (Tmm) yang berumur
Miosen Akhir.

Formasi Mamuju terdiri atas napal, batupasir gampingan, napal tifaan dan
batugamping pasiran bersisipan tufa. Formasi ini mempunyai Anggota Tapalang (Tmmt)
yang terdiri dari batu gamping koral, batu gamping bioklastik dan napal yang banyak
mengandung moluska. Formasi Lariang terdiri dari batupasir gampingan dan mikaan,
batulempung, bersisipan kalkarenit, konglomerat dan tuf, umurnya Miosen Akhir-Pliosen
Awal. Endapan termuda adalah aluvium (Qal) yang terdiri dari endapan-endapan sungai,
pantai dan antar gunung.

20
4. Stratigrafi Sulawesi Tengah

5. Stratigrafi Banggai Sula


Secara umum stratigrafi Cekungan Banggai terbagi menjadi dua periode waktu,
periode pertama berupa sikuen hasil pengangkatan/sobekan dari batas kontinen yang
terendapkan sebelum terjadinya tumbukan, sedangkan periode kedua adalah sikuen
pengendapan molasse dibagian daratan yang terjadi selama dan pasca tumbukan.

Banggai Sula Mikrokontinen memiliki urutan stratigrafi yang diurutkan berdasarkan


umur dari Paleozoikum hingga Kuarter. Batuan alas (batuan dasar) merupakan basal
21
klastik berumur Paleogen tipis (Eosen akhir-Oligosen awal) dan batuan karbonat, dan
dalam skala regional berupa batuan karbonat dan klastik (Kelompok Salodik).
a) Pra Jurasik : Metamorphic Tanpa Nama Batuan alas berupa batuan metamorf terdiri
atas slate, schist, dan gneiss yang mungkin sudah mengalami proses deformasi pada
periode Paleozoikum Atas. Selama Permian Akhir hingga Triassic batuan granit
bercampur dengan Batuan alas.Tingkat metamofisme tinggi dihasilkan oleh intrusi ini
yang sebagiannya merupakan hornfels. Batuan alas dari Lempeng Mikro Banggai
Sula terlihat dalam bentuk singkapan di Pulau Peleng dan beberapa singkapan yang
terdapat di Tomori PSC, merupakan schist primer yang terintrusi oleh Granit berumur
Perm hingga Trias.
b) Granit Banggai : Granit diperkirakan berumur Permian Akhir hingga Triassic.
Terdapat bermacam-macam intrusi di daerah ini, termasuk Orthoclase merah kaya
granit, granadiorit, diorite kuarsa, mikrodiorit, syenite porphiri, aplite dan pegmatite.
Di Banggai dan Selatan Taliabu, granit terlihat segar dan ini menjadi dalil
kemunculannya relatif masih baru sebagai hasil dari proses pengangkatan dan
penyesaran. Terlihat jelas seperti pada Pulau Kano, granit mengalami pelapukan
secara intensif, ini memungkinkan terjadi selama periode pembukaan benua yang
berasosiasi dengan rifting pada Jurassic Awal. Variasi singkapan dari batuan yang
berumur Mesozoikum terekam sebagai jendela tektonik di Cekungan Banggai,
terutama pada sabuk ophiolit. Batuan yang berumur Trias hingga Kapur terbentuk dan
meliputi batugamping pelagic danbatulempung, batugamping laut dangkal dan
turbidit, dan batupasir. Keduanya merupakan reservoir potensial dan batuan induk
yang terekam.
c) Mangole Vulkanik : Muncul dengan ketebalan sekitar 1000m di Banggai, Taliabu,
dan Mangole dan termasuk di dalamnya rhyolite, dasit, ignimbrite lithic tuf, dan
breksi pada Pulau Bangga yang mengandung fragmen batuan metamorf. Sedimentasi
karbonat terus berlangsung hingga zaman Kuarter dan pengangkatan pada zaman
Holosen secara ekstensif memunculkan beberapa dari endapan-endapan ini.
d) Formasi Tomori : terletak secara tidak selaras di atas batuan dasar. Terdiri atas
batugamping bioklastik packstone berumur Eosen Atas sampai Miosen Awal yang
diendapkan pada kedalaman zona sublitoral. Formasi Tomori terbukti mampu sebagai
batuan reservoar dan diperkirakan juga berfungsi sebagai batuan induk.
e) Formasi Matindok : terletak secara selaras di atas Formasi Tomori. Batuan yang
menyusun Formasi Matindok berupa batulempung dan batupasir dengan sedikit
sisipan batugamping dan batubara. Batulempung menempati bagian bawah Formasi
Matindok yang kontak dengan bagian atas batugamping Formasi Tomori. Secara
berangsur dibagian tengah Formasi ditemukan sisipan batugamping yang semakin
kearah atas semakin tebal.Zona kedalaman lingkungan pengendapan Formasi
Matindok adalah sublitoral – litoral dan merupakan sikuen regresi selama Kala
Miosen. Kandungan fosil nanolangton menunjukkan umur Formasi Matindok adalah
22
Miosen Tengah. Formasi Matindok berfungsi sebagai batuan penutup Formasi
Tomori.
f) Formasi Minahaki : menindih secara selaras Formasi Matindok dan ditutupi endapan
flisch berumur Miosen Atas – Pliosen dari Formasi Kintom, Formasi Poh dan Celebes
Molasse. Formasi Minahaki terdiri dari batugamping terumbu, batugamping
bioklastik, batugamping packstone-wackestone dan dolomit. Umur Formasi ini adalah
Miosen Tengah – Miosen Atas. Di beberapa bagian atas Formasi Minahaki
ditafsirkan sebagai batugamping terumbu dan disebut sebagai Anggota Mentawa.
g) Anggota Mentawai : Batugamping terumbu Anggota Mentawa terletak di bagian atas
Formasi Minahaki dan tersusun oleh batugamping packstone sampai boundstone.
Fosil yang ditemukan pada batuan ini menunjukkan umur Miosen Atas.
h) Formasi Luwuk/Peleng : Terbentuknya batugamping pada Formasi Luwuk dan
Peleng ditemukan lebih banyak pada Pulau Peleng. Tipe sedimen utama digambarkan
sebagai karang konglomerat karena ini terbentuk oleh campuran acak dari karang-
karang yang hancur, moluska, algae dan foraminifera. Pengendapan terjadi dibawah
kondisi energi yang tinggi, dalam beberapa kasus kemungkinan berasosiasidengan
lereng curam dan sesar aktif yang mengindikasikan seluruh wilayah tetap menyisakan
aktifitas geologi yang aktif.
i) Sulawesi Group : Terdiri dari Formasi Poh berupa batulempung dan batugamping,
Formasi Kintom berupa batulempung, batugamping dan batupasir, Formasi Biak
berupa batupasir, batulempung dan batugamping. Serta terdapat endapan Molasse.
Diendapkan pada lingkungan Inner neritic – outer Bathyal.Endapan Recent, Alluvium
Berupa lempung, lanau, pasir dan kerikil yang berasosiasi dengan rawa-rawa, sungai
dan pantai yang muncul dalam lokasi yang bermacam-macam disekitar pesisir dan
dekat bibir sungai (Simandjuntak, T. O. 1986).

2.3 Fisiografi Regional


Berdasarkan geomorfologinya fisiografi daerah Buton dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
a. Bagian Selatan terdiri atas perbukitan dan lembah berarah timur laut dengan teras-
terasreef yang terangkat dan topografi karst.
b. Bagian Tengah didominasi oleh pegunungan yang berarah utara sepanjang pantai barat,
batuan sedimennya berarah timur laut.
c. Bagian Utara didominasi oleh pegunungan di tepi pantai yang memiliki bentuk
menyerupai tapal kuda, pola pengalirannya berarah ke selatan menuju rawa mangrove
pada cekungan lambele. Secara umum pegunungan-pegunungan yang ada berarah barat
laut-tenggara yang memiliki relief rendah disertai dengan koral reef yang terangkat.

23
d. Situasi Cekungan

Fisiografi Pulau Sulawesi terdiri dari empat semenanjung sempit yang terdiri atas
lengan-lengan, leher dan batang yang dikelilingi oleh teluk dalam dan tepian cekungan laut
marginal. Lengan-lengan tersebut terdiri dari lengan selatan, lengan utara, lengan timur dan
lengan tenggara. Pada bagian leher dan batang merupakan kemenerusan dari lengan utara
yang membelok tajam ~ 90° ke arah selatan (leher) melewati bagian tengah (batang) yang
menghubungkan dan menjadi titik pertemuan ketiga lengan lainnya. Sebagian besar wilayah
Sulawesi merupakan pegunungan dengan ketinggian di atas 500 meter di atas permukaan
laut (dpl), bahkan 20% dari luas total yang memiliki ketinggian 1000 meter terutama di
Sulawesi Tengah dan bagian utara lengan selatan. Puncak tertinggi terdapat pada gunung
non-vulkanik Gunung Latimojong yang memiliki ketinggian 3450 meter di atas permukaan
laut (dpl). Daerah dataran rendah terdapat di bagian tengah lengan selatan-barat, dekat
Teluk Bone dan bagian selatan lengan tenggara. Paling tidak terdapat tujuh belas gunung
berapi dijumpai di lengan utara serta satu gunung berapi lainnya di Teluk Tomini. Daerah
Pomalaa terletak di lengan tenggara Pulau Sulawesi yang memiliki fisiografi dataran rendah.
Simandjuntak dkk, 1993 selanjutnya membagi morfologi lengan tenggara Sulawesi ke
dalam lima satuan morfologi, yaitu morfologi pegunungan, morfologi perbukitan tinggi,
morfologi perbukitan rendah, morfologi pedataran dan morfologi karst (Gambar 2).
a. Morfologi Pegunungan.
Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan ini, terdiri atas
rangkaian pegunungan yang mempunyai ketinggian tertinggi hingga 2790 meter dpl di
Gunung Mekongga. Satuan morfologi ini mempunyai topografi yang kasar dengan
kemiringan lereng tinggi dan mempunyai pola yang hampir sejajar berarah

24
baratlaut– tenggara sejajar dengan pola struktur sesar regional di kawasan ini sebagai
cerminan bentuk morfologi erat hubungannya dengan sesar regional. Satuan morfologi
pegunungan terutama disusun oleh batuan malihan dan setempat oleh batuan ofiolit.
Morfologi yang disusun oleh batuan malihan, memiliki rangkaian punggung gunung
rendah yang seolah terputus tidak menerus dengan lereng yang tidak rata walaupun
bersudut tajam. Sementara itu, morfologi yang disusun oleh batuan ofiolit mempunyai
punggung gunung yang panjang dan lurus dengan lereng relatif lebih rata, serta
kemiringan yang tajam.
b. Morfologi Perbukitan Rendah
Morfologi perbukitan rendah melampar luas di utara Kendari dan ujung selatan lengan
tenggara Sulawesi. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi yang
bergelombang. Batuan penyusun satuan ini terutama batuan sedimen klastika
Mesozoikumdan Tersier xdisertai batuan ultramafik.
c. Morfologi Pedataran
Morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung selatan lengan tenggara
Sulawesi. Tepi selatan Dataran Wawotobi dan Dataran Sampara berbatasan langsung
dengan morfologi pegunungan. Penyebaran morfologi ini tampak sangat dipengaruhi
oleh sesar geser mengiri (Sesar Kolaka dan Sistem Sesar Konawe).
Terletak relatif di bagian utara sebelah barat dari lengan tenggara, daerah Pomalaa
termasuk ke dalam satuan wilayah fisiografi perbukitan rendah.
2.4 Letak, Luas dan Karakteristik Sulawesi

1) Letak dan luas Sulawesi

Secara astronomis, Pulau Sulawesi terletak di posisi 2°08′ LU serta 170°17′ BT,
dengan luas 174.600 km² . Sementara itu, kondisi geografis Pulau Sulawesi dalam peta
mencakup luas, batas laut dan darat, nama pantai, laut, dataran rendah, serta gunung.

2) Luas : Luas Pulau Sulawesi adalah 174.600 Km2

 Batas Laut
Daerah Timur: Laut Banda
Daerah Barat: Selat Makasar
Daerah Selatan: Laut Sulawesi
25
Daerah Utara: Laut Flores
 Batas Daratan
Daratan Timur: Kepulauan Maluku
Daratan Barat: Pulau Kalimantan
Daratan Selatan: Pulau NTT dan NTB
Daratan Utara: Negara Filipina

3) Karakteristik sulawesi
a. Karakteristik wilayah Sulawesi, yaitu sebagai berikut:
b. Penduduk tidak terlalu padat
c. Rata - rata wilayahnya dataran tinggi
d. Banyak gunung api dan gunung mati
e. Memiliki destinasi wisata berupa laut yang sangat indah
Pulau Sulawesi mempunyai bentuk yang berbeda dengan pulau lainnya. Apabila
melihat busur-busur disekelilinya Benua Asia, maka bagian concaxnya mengarah ke
Asia tetapi Pulau Sulawesi memiliki bentuk yang justru convaxnya yang menghadap ke
Asia dan terbuka ke arah Pasifik, oleh karena itu Pola Sulawesi sering disebut berpola
terbalik atau inverted arc.
Pulau Sulawesi terletak pada zone peralihan antara Dangkalan Sunda dan
dangkalan Sahul dan dikelilingi oleh laut yang dalam. Dibagian utara dibatasi oleh Basin
Sulawesi ( 5000 – 5500 m ). Di bagian Timur dan Tenggara di batasi oleh laut Banda
utara dan Laut Banda Selatan dengan kedalaman mencapai 4500 – 5000 m. Sedangkan
untuk bagian Barat dibatasi oleh Palung Makasar (2000-2500m).
Sebagian besar daerahnya terdiri dari pegunungan dan tataran rendah yang
terdapat secara sporadik, terutama terdapat disepanjang pantai. Dataran rendah yang
relatif lebar dan padat penduduknya adalah dibagian lengan Selatan. Berdasarkan
orogenesenya dapat dibagi ke dalam tiga daeran (Van Bemmelen, 1949) sebagai berikut
: Orogenese di bagian Sulawesi Utara, Orogenese di bagian Sulawesi Sentral dan
Orogenese di bagian Sulawesi Selatan
 Orogenese di bagian Sulawesi Utara : Meliputi lengan Utara Sulawesi yang
memanjang dari kepulauan Talaud sampai ke Teluk Palu – Parigi. Daerah ini
26
merupakan kelanjutan ke arah Selatan dari Samar Arc. Termasuk pada daerah ini
adalah Kepulauan Togian, yang secara geomorfologis dikatakan sebagai igir Togian
(Tigian Ridge). Daerah orogenese ini sebagain termasuk pada inner arc, kecuali
kepulauan Talaud sebagai Outer Arc.
 Orogenese di bagian Sulawesi Sentral : Dibagian sentral ini terdapat tiga struktur
yang menjalur Utara – Selatan sebagai berikut :
 Jalur Timue disebut Zone Kolonodale
 Jalur Tengah disebut Zone Poso
 Jalur Barat disebut Zone Palu
Jalur Timur terdiri atas lengan timur dan sebagian yang nantinya bersambung
dengan lengan Tenggara. Sebagai batasnya adalah garis dari Malili – Teluk Tomori.
Daerah ini oleh singkapan-singkapan batuan beku ultra basis.
Jalur Tengah atau Zone Poso, batas Barat jalur ini adalah Medianline. Zona ini
merupakan Graben yang memisahkan antara Zona Barat dan Timur.Dibagian Utara
Zone ini terdapat Ledok Tomini dan di Selatannya terdapat Ledok Bone. Daerah ini
ditandai oleh mayoritas batuan Epi sampai Mesometamorfik crystalline schist yang
kaya akan muscovite.
Jalur Barat atau Zona Palu, ditandai oleh terdapat banyaknya batuan grano –
diorite, crystalline schist yang kaya akan biotite dan umumnya banyak ditemui juga
endapan pantai. Zona ini dibagian Utara dibatasi oleh Teluk Palu – Parigi, di Selatan
dibatasi garis dari Teluk Mandar – Palopo. Dari Teluk Mandar – Palopo ke arah
selatan sudah termasuk lengan Selatan – Sulawesi. Daerah jalur Barat ini merupakan
perangkaian antara lengan Utara Zone Palu dan lengan selatan merupakan satuan
sebagain Inner Arc.
 Orogenese di bagian Sulawesi Selatan : Secara garis besar tangan selatan Sulawesi
merupakan kelanjutan Zone Palu (Zone bagian barat Sulawesi Tengah) dan tangan
tenggara merupakan kelanjutan dari tangan Timur Sulawesi (Zone Kolonodale).
Secara Stratigrafi antara lengan selatan dan lengan tenggara banyak memiliki
kesamaan, begitu juga antara Zone Palu Lengan Utara dengan Zone Kolonodale
Lengan Timur dilain fihak. Walaupun demikian diantaranya terdapat perbedaan-

27
perbedaan sebagai contoh bagian ujung selatan (di Selatan D. Tempe) banyak
kesamaannya dengan P. Jawa dan Sumatera sedangkan ujung selatan lengan
tenggara lebih banyak kesamaannya dengan Boton Archipelago dan Group Tukang
Besi.

28
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pulau Sulawesi mempunyai bentuk yang berbeda dengan pulau lainnya. Sebagian besar
daerahnya terdiri dari pegunungan dan tataran rendah yang terdapat secara sporadik, terutama
terdapat disepanjang pantai. Dataran rendah yang relatif lebar dan padat penduduknya adalah
dibagian lengan Selatan.

3.2 Saran

Semoga pembaca dapat memahami materi yang penulis sajikan dimakalah ini, dan terus
mencari pengetahuan lewat buku ataupun jurnal supaya mengetahui lebih mendalam
mengenai Struktur Geologi Sulawesi

29
DAFTAR PUSTAKA

Rachman, Anindita., Oktariza, Nadia., & Muzani. (2020). Sruktur Geologi Pulau Sulawesi.
Jurnal Geografi Aplikasi dan Teknologi, 4(2).

Kamaruddin, Hashari., Ardiansyah, Riko., Mega, F., Sulaksana, Nana., & Tintin, Euis. (2018).
Profil Endapan Laterit Nikel di Pomala, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Buletin Sumber Daya Geologi, 13(2).

https://www.slideshare.net/mobile/armstrong/buku-geologi-sulawesi-armstrong-sompotan

https://suarageologi.blogspot.com/2012/09/stratigrafi-regional-lengan-utara.html

https://nurcahyanto88.wordpress.com/2010/10/10/1-sejarah-geomorfologi-dan-proses-tektonik-
yang-membentuk-pulau-sulawesi/

30

Anda mungkin juga menyukai