Anda di halaman 1dari 108

PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP PERENCANAAN PAJAK DAN

PERSISTENSI LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR


YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan
Mencapai Gelar Magister

Oleh :

NILA TRISNA SYANTHI


106020310111009

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
Kupersembahkan untuk:

Ayah dan Ibu,

Sekarang dan Selamanya, Kalian akan selalu menjadi


pahlawanku, yang selalu percaya padaku, bahkan di saat aku
tidak percaya pada diriku sendiri.

1
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat


pada tanggal 26 Juni 1987 dari ayah yang bernama Syafruddin dan ibu bernama
Rahminiyanthi. Penulis merupakan anak Sulung dari dua bersaudara. Penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No.04 Kelayu pada
tahun 1993 dan lulus pada tahun 1999. Kemudian melanjutkan pendidikan di
SLTP Negeri No.01 Selong dan lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan
pendidikan di SMA Negeri No.01 Selong dan lulus pada tahun 2005. Setelah
lulus SMU, penulis melanjutkan pendidikan di kota Mataram dan diterima di
Fakultas Ekonomi Program Studi S1 Akuntansi Universitas Mataram dan lulus
tanggal 25 Februari tahun 2010. Pada bulan Agustus 2010, penulis melanjutkan
pendidikan dan diterima di Joint Program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)
dan S2 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Penulis
menyelesaikan Pendidikan Profesi Akuntansi pada tanggal 5 Agustus 2011.
Selanjutnya, menyelesaikan Program Studi S2 Akuntansi pada tanggal 23
Januari 2013.

Malang, April 2013

Penulis

2
UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama, penulis ingin mengucapkan terima kasih pada Allah SWT yang
telah membantu penulis meraih mimpi lama sekaligus memberikan kekuatan
untuk merajut mimpi baru, dan memberikan apa yang tidak berani penulis minta.
Tidak ada lagi yang bisa memiliki kesabaran untuk mendengarkan semua
ketakutan dan keluhan hamba-Nya, serta memberikan ide yang tak terhitung
jumlahnya.

Berikutnya, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis


sampaikan kepada Rektor Universitas Brawijaya Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito, Dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Gugus Irianto, SE., MSA., Ak., Ph.D., dan Ketua
Pengelola Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Ali
Djamhuri, SE., M.Com., Ak., Ph.D., beserta para staf yang telah membimbing
penulis dalam mengurus persyaratan administrasi selama proses penyelesaian
tesis ini.

Rasa terima kasih juga penulis ucapkan pada dosen pembimbing Prof.
Dr. Made Sudarma, SE., MM., Ak dan ko-pembimbing Dr. Erwin Saraswati, SE.,
M.Acc., Ak, serta dosen penguji Prof. Dr. Grahita Chandrarin, SE., M.Si., Ak dan
Imam Subekti, SE., M.Si., Ak., Ph.D atas bimbingan, saran, dan kritik yang
membangun sekaligus memberikan semangat dan pengalaman berharga bagi
penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Tanpa beliau semua, tesis ini
bukanlah sesuatu yang memiliki makna yang cukup mendalam bagi penulis.

Terima kasih sepenuh hati juga penulis tujukan kepada keluarga, karena
telah menjadi bagian yang paling penting dalam hidup penulis. Khususnya untuk
semangat, pengertian, dan perhatian dari bapak, mama, dan adek yang
membuat penulis termotivasi untuk mendapatkan ide dan menemukan hal-hal
baru sebagai bahan tulisan. Terima kasih juga atas dukungan pakde Syafruddin
Zuhri serta Istri Amalia Tri Agustini atas bantuan yang tak terduga. Tanpa pakde
dan bude, ananda takkan bisa melanjutkan pendidikan ini. Buat Alif, anak mama
yang paling ganteng, sabar, cerdas dan pengertian, terima kasih sudah
menunggu mama.

Tentu saja, penulis juga sangat berterima kasih pada para sahabat dan
teman-teman PPAk kelas D angkatan 16 dan joint program S2 Akuntansi (mbak

3
nurul, mbak padma, santi, echy, mbak ade, mas alfian, mas aldi, yose, william,
tika, icha, guin, mas sigit, mbak astri, mbak fitri, mbak dian, oniz, fita) yang telah
membawa tawa dan diskusi yang sangat mendukung pengetahuan penulis baik
dalam menulis tesis maupun dalam proses belajar selama menempuh waktu
studi ini. Kegilaan dan kekacauan kalian takkan bisa bisa terlupakan.

Tidak kalah penting, penulis sangat berterima kasih pada Nungki


Kartikasari dan Yusli Mariadi. Kita adalah trio kwek-kwek dengan pertemanan
yang aneh dan kacau. Khususnya dengan hari-hari yang penuh omelan dan
protes karena masakan yang selalu menambah berat badan dan canda tawa
saat kepala mulai panas dan berasap. Pertemanan, kritik, dan kebaikan kalian
telah membuatku tetap stabil di tengah semua liku-liku yang kuhadapi selama
penyelesaian tesis ini. Terima kasih juga buat tante dini dengan semangat dan
telepon yang berisi penuh canda. Buat Fina Mutia Sari, terima kasih atas waktu
dan kegalauan yang bisa membuat penulis menjadi orang yang waras atau
sebaliknya bertambah gila. Akhirnya, penulis juga mengucapkan terima kasih
pada semua pihak yang sudah terlibat dalam penulisan tesis ini, tetapi tidak bisa
diucapkan oleh penulis satu per satu.

Malang, April 2013

Penulis

4
ABSTRAK

Nila Trisna Syanthi: Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Brawijaya, 23 Januari 2013. Pengaruh Manajemen Laba Terhadap
Perencanaan Pajak dan Persistensi Laba. Ketua Pembimbing: Made Sudarma,
Komisi Pembimbing: Erwin Saraswati.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh manajemen laba


terhadap perencanaan pajak dan persistensi laba dengan menggunakan ukuran
perusahaan sebagai variabel kontrol. Metode analisis yang digunakan adalah
regresi data panel dengan menggunakan data sekunder dari Bursa Efek
Indonesia. Sampel terdiri dari 40 perusahaan manufaktur selama periode 2006-
2010. Berdasarkan hasil pengujian ditemukan bahwa baik manajemen laba riil
maupun manajemen laba akrual meningkatkan persistensi laba, sedangkan
perencanaan pajak tidak mempengaruhi persistensi laba. Perusahaan
melakukan manajemen laba riil melalui manipulasi penjualan dan pengurangan
beban diskresi tunai untuk mempengaruhi persistensi laba, sedangkan produksi
barang secara berlebihan terbukti tidak mempengaruhi persistensi laba. Selain
itu, perencanaan pajak terbukti tidak dipengaruhi oleh manajemen laba.
Perusahaan yang melakukan manajemen laba akan memiliki laba yang lebih
persisten dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan manajemen
laba. Semakin besar ukuran perusahaan, semakin persisten laba perusahaan.
Penelitian ini mendukung teori keagenan yang menjelaskan bahwa manajemen
laba dilakukan dengan motivasi signaling.

Kata kunci: Manajemen laba rill, manajemen laba akrual, perencanaan pajak,
persistensi laba.

5
ABSTRACT

Nila Trisna Syanthi: Postgraduate Economics and Business Faculty of


Brawijaya University, January 23rd 2013. The Effect of Earnings Management
to Tax Planning and Earnings Persistence. Supervisor: Made Sudarma, co-
supervisor: Erwin Saraswati.

This study aimed to examine the effect of earnings management on tax


planning and earnings persistence using firm size as a control variable. The
analytical method used is panel data regression using secondary data from the
Indonesia Stock Exchange. The sample consisted of 40 manufacturing firms for
2006-2010. The test results found that both real earnings management and
accrual earnings management increases earnings persistence, while tax planning
does not affect earnings persistence. Firms doing real earnings management
through the manipulation of sales and reduction of discretionary expenses to
influence earnings persistence, while overproduction proved not affect earnings
persistence. In addition tax planning proved to be not affected by earnings
management. Firms that perform earnings management would have more
persistent earnings than firms that do not perform earnings management. The
larger the firms, the more persistent earnings. This study supports the agency
theory which explains that earnings management is done by signaling motivation.

Keywords: Real earnings management, accrual earnings management, tax


planning, earnings persistence.

6
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Sang pencipta langit
dan bumi serta segala isinya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta
kasih sayang-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
yang berjudul: Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Perencanaan Pajak dan
Persistensi Laba. Tak lupa pula shalawat dan salam penulis panjatkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW yang telah diutus ke bumi sebagai lentara bagi hati
manusia, Nabi yang telah membawa manusia dari zaman kebodohan menuju
zaman yang penuh dengan pengetahuan yang luar biasa seperti saat ini.
Tesis ini menyajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi pengaruh
manajemen laba terhadap perencanaan pajak serta pengaruh keduanya
terhadap persistensi laba. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak
sangat diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya. Semoga Allah SWT
membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan tesis ini dengan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, dan
semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi banyak pihak
demi kemaslahatan bersama serta bernilai ibadah di hadapan Allah SWT.

Malang, April 2013

Penulis

7
DAFTAR ISI

RIWAYAT HIDUP 2
UCAPAN TERIMA KASIH 3
ABSTRAK5 5
ABSTRACT 6
KATA PENGANTAR 7
DAFTAR ISI 8
DAFTAR TABEL 10
DAFTAR GAMBAR 11
DAFTAR LAMPIRAN 12

BAB I PENDAHULUAN 13
1.1. Latar Belakang 13
1.2. Motivasi Penelitian 19
1.3. Rumusan Masalah 20
1.4. Tujuan Penelitian 21
1.5. Kontribusi Penelitian 21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 23
2.1. Teori Keagenan (Agency Theory) 23
2.2. Manajemen Laba (Earnings Management) 25
2.4. Perencanaan Pajak 29
2.5. Persistensi Laba 31
2.6. Penelitian Terdahulu 33

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 39


3.1. Kerangka pemikiran 39
3.2. Perumusan Hipotesis 42

BAB IV METODE PENELITIAN 47


4.1. Jenis Penelitian 47
4.2. Populasi dan Sampel Penelitian 47
4.3. Metode Pengumpulan Data 49
4.3.1. Jenis dan Sumber Data 49
4.3.2. Teknik Pengumpulan Data 50
4.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Penelitian 50
4.4.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian 51
4.4.2. Pengukuran Variabel Penelitian 52
4.5. Metode Analisis Data 58
4.5.1. Uji Statistik Deskriptif 59
4.5.2. Uji Stasioneritas Data 59
4.5.3. Uji Regresi Linier Berganda 60
4.5.4. Regresi Data Panel 60
4.5.4.1 Pemilihan Antara Metode Common
Effect, Fixed Effect, dan Random Effect 61
4.5.5. Pengujian Asumsi Klasik 62

8
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 65
5.1. Hasil Penelitian 65
5.1.1. Hasil Uji Statistik Deskriptif 65
5.1.2. Hasil Uji Stasioneritas 68
5.1.3. Estimasi Model Regresi Data Panel 69
5.1.3.1. Pengujian Pemilihan Data Panel 70
5.1.3.1.1. Pemilihan Antara Model
Common Effect dan Fixed
Effect 70
5.1.3.1.2. Pemilihan Antara Metode
Fixed Effect dan Random
Effect 70
5.1.4. Hasil Uji Asumsi Klasik 71
5.1.4.1. Uji Multikolinieritas 71
5.1.4.2. Uji Autokorelasi 71
5.1.4.3. Uji Heteroskedastisitas 72
5.1.5. Hasil Uji Hipotesis 72
5.2. Pembahasan Hasil Uji Hipotesis 74
5.2.1. Pengaruh Manajemen Laba Terhadap
Persistensi Laba 74
5.2.2. Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap
Persistensi Laba 78
5.2.3. Pengaruh Manajemen Laba Terhadap
Perencanaan Pajak 80
5.3. Implikasi Penelitian 81

BAB VI KESIMPULAN 83
6.1. Kesimpulan 83
6.2. Keterbatasan Penelitian 84
6.3. Saran 85

DAFTAR PUSTAKA 87

LAMPIRAN 94

9
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Prosedur Pemilihan Sampel 37

5.1 Statistik Deskriptif Data Penelitian 52

5.2 Nilai dari Masing-masing Proksi Manajemen Laba 54

5.3 Hasil Uji Unit Root Data Persistensi Laba 55

5.4 Uji F (Pemilihan Antara Metode Common Effect dan Fixed Effect) 57

5.5 Hasil Uji Autokorelasi Model Regresi Sebelum Transformasi Data 58

5.6 Hasil Uji Autokorelasi Model Regresi Setelah Transformasi Data 58

5.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas Model Regresi 59

5.8 Hasil Uji Hipotesis Model 1 60

5.9 Hasil Uji Hipotesis Model 2 61

10
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

3.1 Kerangka Penelitian 29

11
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1. Sampel Penelitian 74

2. Hasil Uji Unit Root Data Persistensi Laba 76

3. Hasil Regresi Manajemen Laba dan Perencanaan Pajak


Terhadap Persistensi Laba 77

4. Hasil Regresi Manajemen Laba Terhadap Perencanaan Pajak 79

5. Hasil Pemilihan Model Data Panel 81

6. Hasil Uji Asumsi Klasik 84

12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kasus pajak menempati peringkat kedua setelah kasus korupsi yang

dihadapi oleh bangsa Indonesia (Ahira, 2012). Hal ini terbukti dengan adanya

empat kasus dugaan penggelapan pajak yang belum jelas penyelesaiannya

hingga saat ini. Kasus-kasus tersebut meliputi kasus penggelapan pajak yang

dilakukan oleh Grup Asian Agri, Grup Bakrie, Makindo, dan Grup Ramayana

(Mathari, Amelia, dan Prakoso, 2010). Keempat grup perusahaan ini

menggelapkan pajak dengan melakukan pembiayaan fiktif, transaksi ekspor fiktif,

dan transfer pricing untuk merekayasa omzet penjualan, sehingga perusahaan

menyajikan laba yang relatif kecil, bahkan kerugian dalam laporan keuangan

guna mendapatkan beban pajak yang relatif kecil.

Fenomena penggelapan pajak (tax evasion) tersebut muncul akibat

adanya perbedaan kepentingan antara perusahaan sebagai wajib pajak dengan

pemerintah sebagai pemungut pajak. Wajib pajak menginginkan pembayaran

pajak seminimal mungkin, karena beban pajak yang besar akan menurunkan

laba bersih setelah pajak (earnings after tax), tingkat pengembalian (rate of

return), dan arus kas (cash flows). Sebaliknya, pemerintah menginginkan

penerimaan pajak yang relatif besar guna membiayai pengeluaran negara. Hal ini

mendorong wajib pajak untuk cenderung melakukan minimalisasi beban pajak

baik secara legal maupun illegal.

Perencanaan pajak merupakan salah satu fungsi dari manajemen pajak

yang digunakan untuk mengestimasi jumlah pajak yang akan dibayar dan hal-hal

yang dapat dilakukan untuk menghindari pajak. Perencanaan pajak (tax


13
planning) dapat dilakukan dengan penggelapan pajak (tax evasion) dan

penghindaran pajak (tax avoidance) (Faiz, 2011). Penggelapan pajak merupakan

pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar peraturan perpajakan,

seperti memberikan data keuangan palsu atau menyembunyikan data.

Sebaliknya, penghindaran pajak merupakan usaha untuk mengurangi pajak yang

terutang, tetapi tetap mematuhi ketentuan-ketentuan peraturan perpajakan,

seperti memanfaatkan pengecualian-pengecualian atau potongan-potongan yang

diperkenankan maupun memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dalam Undang-

undang perpajakan yang berlaku (James dan Nobes, 1983 dikutip oleh Suandy,

2006:6). Dengan demikian, cara yang diperkenankan untuk melakukan

penghematan pajak adalah penghindaran pajak (tax avoidance).

Terungkapnya kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh beberapa

perusahaan di Indonesia membuktikan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut

melakukan perencanaan pajak yang agresif dengan cara melanggar peraturan

perpajakan. Dengan demikian, isu dalam penelitian ini adalah adanya motif

perencanaan pajak yang digunakan perusahaan untuk melakukan penghematan

pajak yang tidak sesuai dengan peraturan perpajakan. Dengan kata lain,

perusahaan menggunakan perencanaan pajak (tax planning) untuk melakukan

penggelapan pajak (tax evasion).

Perencanaan pajak terkait dengan pelaporan laba perusahaan, karena

laba yang tinggi akan menyebabkan beban pajak perusahaan juga tinggi. Selain

sebagai dasar penentuan besarnya pengenaan pajak, pihak internal dan

eksternal perusahaan sering menggunakan laba sebagai dasar pengambilan

keputusan seperti pemberian kompensasi dan pembagian bonus kepada

manajer, serta pengukur prestasi atau kinerja manajemen. Oleh karena itu,

manajer perusahaan menggunakan berbagai teknik manajemen laba untuk

14
mencapai target laba (Zang, 2006). Dengan kata lain, perencanaan pajak dan

manajemen laba terkait satu sama lain, karena sama-sama bertujuan untuk

mencapai target laba dengan merekayasa angka laba dalam laporan keuangan.

Manajemen laba diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yakni manajemen

laba berbasis akrual (accruals earnings management) dan manajemen laba

berbasis aktivitas riil (real earnings management). Manajemen laba akrual terkait

dengan pilihan kebijakan akuntansi yang bertujuan menutupi kinerja perusahaan

yang sebenarnya (Dechow dan Skinner, 2000 dikutip oleh Gunny, 2009).

Sebaliknya, manajemen laba riil terjadi ketika manajer mengambil tindakan yang

mengubah waktu atau struktur operasi, investasi, dan/atau transaksi keuangan

untuk mempengaruhi hasil dari sistem akuntansi (Gunny, 2009). Berbagai

tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk menggelapkan pajak

menunjukkan bahwa perencanaan pajak dilakukan dengan memanipulasi

aktivitas operasi perusahaan (real earnings management).

Saat ini, manajemen laba berbasis aktivitas riil telah banyak mendapat

perhatian dari para peneliti (Graham, Harvey, dan Rajgopal, 2005; Gunny, 2005;

Zang, 2006; Rowchowdhury, 2006; Yu, 2008; Cohen dan Zarowin, 2008; Gunny,

2009; Cohen dan Zarowin, 2010; Ratmono, 2010; Subekti, Wijayanti, dan

Akhmad, 2010; Ibrahim, Xu, dan Rogers, 2011; serta Lee dan Swenson, 2011),

karena manajer telah beralih dari manajemen laba berbasis akrual ke

manajemen laba riil untuk menghindari deteksi yang dilakukan auditor dan

regulator (Graham et al., 2005; Cohen dan Zarowin, 2008; dan Ibrahim et al.,

2011). Namun, untuk menguji pengaruh manajemen laba secara keseluruhan,

peneliti tidak dapat meneliti satu teknik manajemen laba saja, karena adanya

hubungan substitusi antara manajemen laba riil dengan manajemen laba akrual.

Ketika manipulasi aktivitas riil tinggi, maka manajer akan mengurangi jumlah

15
manajemen laba akrual, dan sebaliknya (Zang, 2006). Oleh karena itu, penelitian

ini menguji hubungan kedua teknik manajemen laba tersebut dengan

perencanaan pajak untuk memahami bagaimana manajemen laba digunakan

dalam melakukan perencanaan pajak.

Manajemen laba riil cenderung dilakukan sebelum tahun fiskal berakhir,

sedangkan manajemen laba akrual cenderung dilakukan setelah tahun fiskal

berakhir (Zang, 2006 dan Gunny, 2009). Kebijakan akrual akan menghasilkan

kekaburan laba yang mengurangi kualitas laba dan menyebabkan rendahnya

persistensi laba (Sunarto, 2010). Namun, manajemen laba riil juga dapat

menyebabkan rendahnya persistensi laba, karena manajemen laba dapat

dilakukan perusahaan melalui manipulasi akrual murni dan manipulasi aktivitas

riil (Scott, 2009:403). Oleh karena itu, peneliti juga tertarik untuk menguji

pengaruh manajemen laba riil terhadap persistensi laba.

Penelitian-penelitian mengenai manajemen laba menunjukkan bahwa

penggunaan discretionary accrual menyebabkan terjadinya kesalahan dalam

prediksi manajemen laba (Bernard dan Skinner, 1996). Kesalahan tersebut

disebabkan oleh kesalahan pengklasifikasian total akrual dalam bentuk

discretionary accrual dan non-discretionary accrual, sehingga penggunaan model

akrual menjadi tidak tepat. Dechow, Sloan, dan Sweeney (1995) menguji lima

model akrual dan menemukan bukti bahwa tidak ada di antara kelima model

tersebut yang benar-benar tepat untuk mendeteksi manajemen laba akrual.

Kesalahan dalam memprediksi ada tidaknya manajemen laba menyebabkan

kesalahan dalam menilai kualitas laba perusahaan, sehingga menyebabkan bias

dalam penilaian kinerja perusahaan.

Beberapa peneliti mencoba mengatasi kelemahan model akrual dengan

mencari faktor alternatif yang dapat digunakan untuk mendeteksi manajemen

16
laba akrual, sehingga banyak penelitian yang telah menginvestigasi perbedaan

antara laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax differences) sebagai indikator

manajemen laba akrual (Phillips, Pincus, dan Rego 2003; Mills dan Newberry,

2004; Yuliati, 2004; Hanlon, 2005; Wijayanti, 2006; Wiryandari dan Yulianti,

2009). Yuliati (2004) menemukan bahwa kedua pengukur manajemen laba

akrual (akrual diskresioner dan beban pajak tangguhan) memiliki pengaruh yang

positif dan signifikan terhadap probabilitas perusahaan melakukan manajemen

laba akrual untuk menghindari kerugian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini

masih digunakan proksi discretionary accrual sebagai indikator manajemen laba

akrual, tetapi dengan menggunakan model performance matched discretionary

accruals, yang merupakan penyempurnaan dari model modified Jones.

Manajemen laba maupun perencanaan pajak sama-sama memiliki

potensi untuk mempengaruhi laba akuntansi dan laba fiskal (Chen, Dhaliwal, dan

Trombley, 2007). Manajemen laba akan meningkatkan laba akuntansi sehingga

laba fiskal juga akan meningkat, sedangkan perencanaan pajak akan

mengurangi laba fiskal yang juga akan mengurangi laba akuntansi. Perusahaan

yang melakukan manajemen laba dan perencanaan pajak akan memiliki laba

akuntansi dan laba fiskal yang berbeda dalam jumlah yang relatif besar (Hanlon,

2005). Oleh karena itu, dilakukan peningkatan kesesuaian antara laba akuntansi

dan laba fiskal dengan satu pengukuran.

Peningkatan kesesuaian antara laba akuntansi dan laba fiskal

mengurangi jumlah perencanaan pajak perusahaan, tetapi di sisi lain mengurangi

kandungan informasi laba akuntansi, karena perusahaan akan cenderung

melakukan manajemen laba yang tidak diikuti oleh peningkatan laba kena pajak

(Hanlon dan Shevlin, 2005; Hanlon, Maydew, dan Shevlin, 2006; Hanlon,

Maydew, dan Shevlin, 2007; Ayers, Jiang, dan Laplante, 2008; serta Atwood,

17
Drake, dan Myers, 2010). Penyesuaian antara laba akuntansi dan laba fiskal

menyebabkan laba akuntansi perusahaan memiliki persistensi yang lebih rendah

untuk periode satu tahun ke depan. Selain itu, perusahaan yang memiliki laba

fiskal lebih besar dari laba akuntansi (large negative book-tax differences)

memiliki persistensi komponen akrual yang lebih tinggi dibandingkan dengan

arus kas (Wijayanti, 2006). Beberapa penelitian di atas hanya menguji dampak

perencanaan pajak terhadap manajemen laba akrual, padahal perencanaan

pajak cenderung mengarah pada penggelapan pajak yang dilakukan melalui

manipulasi aktivitas riil. Dengan demikian, peneliti juga akan menguji pengaruh

manajemen laba riil terhadap perencanaan pajak.

Mengacu pada penelitian terdahulu, Chen et al. (2007) dan Atwood et

al. (2010), maka penelitian ini menggabungkan kedua penelitian tersebut dengan

menguji pengaruh manajemen laba terhadap perencanaan pajak serta pengaruh

manajemen laba dan perencanaan pajak terhadap persistensi laba, karena

persistensi laba merupakan komponen dari karakteristik kualitatif relevansi yaitu

predictive value, sehingga persistensi laba sering digunakan sebagai

pertimbangan kualitas laba (Jonas dan Blanchet, 2000 dikutip oleh Martani dan

Persada, 2009). Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini, karena adanya

perbedaan hasil penelitian terdahulu mengenai hubungan antara perencanaan

pajak dengan manajemen laba (Chen et al., 2007; Hanlon dan Shevlin, 2005;

Hanlon et al., 2006; Hanlon et al., 2007; Ayers et al., 2008; serta Atwood et al.,

2010). Selain itu, beberapa peneliti di Indonesia hanya meneliti perbedaan laba

akuntansi dan laba fiskal (book-tax differences) dan beban pajak tangguhan

sebagai proksi yang lebih tepat untuk mengukur manajemen laba (Yuliati, 2004;

Djamaluddin, Rahmawati, dan Wijayanti, 2007; Wijayanti, 2006; Putriani, 2008;

Wiryandari dan Yulianti, 2009).

18
Manajemen laba dan perencanaan pajak sama-sama memiliki potensi

dalam mempengaruhi persistensi laba, karena baik laba akuntansi maupun laba

fiskal sama-sama memiliki potensi dalam mempengaruhi kandungan informasi

laba (Chen et al., 2007). Laba akuntansi merupakan hasil dari manajemen laba,

sedangkan laba fiskal merupakan hasil dari perencanaan pajak perusahaan.

Oleh karena itu, keduanya memiliki kemungkinan mempengaruhi persistensi laba

secara bersamaan. Namun, ada kemungkinan bahwa perencanaan pajak juga

dipengaruhi oleh manajemen laba perusahaan, karena laba akuntansi yang

relatif besar akan menyebabkan laba fiskal yang relatif besar, sehingga

perusahaan akan melakukan manajemen laba untuk mempengaruhi besarnya

laba akuntansi yang merupakan dasar perhitungan untuk laba fiskal.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah

penelitian Chen et al. (2007) menguji dampak perencanaan pajak dan

manajemen laba terhadap kandungan informasi laba dan Atwood et al. (2010)

menguji kesesuaian laba akuntansi dengan laba fiskal, persistensi laba, dan

hubungan antara laba dengan arus kas masa depan, sedangkan penelitian ini

menguji pengaruh manajemen laba terhadap perencanaan pajak dan persistensi

laba. Penelitian Chen et al. (2007) dan Atwood et al. (2010) dilakukan

berdasarkan peraturan pajak di Amerika Serikat, sedangkan penelitian ini

dilakukan di Indonesia yang memiliki peraturan pajak yang berbeda. Selain itu,

penelitian Chen et al. (2007) dan Atwood et al. (2010) hanya fokus pada

manajemen laba akrual, sedangkan penelitian ini menguji kedua teknik

manajemen laba, baik manajemen laba akrual maupun manajemen laba riil.

1.2. Motivasi Penelitian

Penelitian ini memiliki keunikan dibandingkan dengan penelitian lainnya

dalam hal pengukuran variabel perencanaan pajak. Perencanaan pajak diukur

19
dengan menggunakan proksi cash effective tax rate yang telah digunakan oleh

beberapa peneliti di Amerika Serikat. Sejauh ini, peneliti belum menemukan

adanya penelitian di Indonesia yang menggunakan proksi yang sama. Oleh

karena itu, peneliti menggunakan proksi cash effective tax rate untuk

menjelaskan fenomena penggelapan pajak di Indonesia melalui perencanaan

pajak.

Penelitian sebelumnya fokus pada proksi manajemen laba akrual dalam

memprediksi dan menjelaskan perilaku manajemen laba perusahaan. Penelitian

ini menggunakan dua teknik manajemen laba sekaligus untuk memprediksi dan

menjelaskan perilaku manajemen laba perusahaan, karena kedua teknik

manajemen laba tersebut dapat dilakukan secara bergantian. Selain itu,

beberapa penelitian sebelumnya mengenai pengukuran manajemen laba

menyatakan bahwa discretionary accruals masih memiliki kekurangan dalam

menjelaskan perilaku manajemen laba perusahaan, sehingga peneliti berusaha

membuktikan ulang pernyataan tersebut.

Persistensi laba pada penelitian sebelumnya hanya dikaitkan dengan

kebijakan diskresi akrual manajemen perusahaan. Penelitian ini berusaha

mengaitkan persistensi laba perusahaan dengan kebijakan diskresi tunai yang

juga memiliki potensi untuk mempengaruhi persistensi laba perusahaan.

Kebijakan diskresi tunai ini menggunakan proksi manajemen laba riil yang terdiri

dari arus kas operasi abnormal, biaya produksi abnormal, dan pengeluaran

diskresi abnormal.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

20
1. Apakah manajemen laba berpengaruh positif terhadap perencanaan

pajak?

2. Apakah manajemen laba berpengaruh negatif terhadap persistensi laba?

3. Apakah perencanaan pajak berpengaruh negatif terhadap persistensi

laba?

1.4. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk memprediksi, menjelaskan, dan menguji secara empiris:

1. Pengaruh positif manajemen laba terhadap perencanaan pajak.

2. Pengaruh negatif manajemen laba terhadap persistensi laba.

3. Pengaruh negatif perencanaan pajak terhadap persistensi laba.

1.5. Kontribusi Penelitian

Kontribusi dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Kontribusi teoritis yaitu memberikan bukti secara empiris mengenai dampak

dilakukannya manajemen laba, khususnya kaitan antara manajemen laba

dengan perencanaan pajak, serta persistensi laba, sehingga dapat

memperkaya literatur manajemen laba (earnings management) dan kualitas

laba (quality earnings) yang telah ada. Penelitian ini menggunakan teori

keagenan (agency theory) dalam menjelaskan perilaku manajemen laba.

Teori keagenan mengelompokkan motivasi manajemen akrual dalam dua

kategori, yaitu opportunistic dan signaling (Beaver, 2002 dikutip oleh Sunarto,

2009). Perilaku manajemen laba yang dibuktikan dalam penelitian ini

mendukung motivasi signaling, karena manajemen laba terbukti dilakukan

perusahaan untuk memberikan sinyal mengenai kemakmuran pemegang

saham. Penelitian ini juga membuktikan adanya keterkaitan antara dua teknik

manajemen laba, yakni manajemen laba riil dan akrual dengan perencanaan

21
pajak dan persistensi laba yang belum dilakukan oleh peneliti sebelumnya

(Hanlon, 2005; Chen et al., 2007; dan Atwood et al., 2010).

2. Kontribusi praktik yaitu memberikan informasi kepada investor dalam menilai

kualitas laba dan keputusan investasi di perusahaan. Cohen dan Zarowin

(2008) serta McNichols dan Stubben (2008) telah membuktikan bahwa

keputusan investor dipengaruhi oleh manajemen laba. Perusahaan yang

melakukan dua teknik manajemen laba dalam memanipulasi laporan

keuangan memiliki peningkatan investasi yang lebih besar dibandingkan

dengan perusahaan yang hanya menggunakan satu teknik manajemen laba

saja. Penelitian ini berkontribusi dalam memberikan bukti kepada investor

bahwa manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan cenderung efisien,

sedangkan perencanaan pajak justru mengurangi kandungan informasi laba,

sehingga investor seharusnya fokus juga pada keputusan perencanaan pajak

perusahaan yang cenderung tidak berkelanjutan (unsustainable).

3. Kontribusi kebijakan yaitu menambah wawasan bagi pemerintah mengenai

perilaku manajemen laba dan perencanaan pajak yang dilakukan oleh

perusahaan untuk melakukan penggelapan pajak. Perusahaan dengan

potensi penghematan pajak yang besar cenderung menggunakan

manajemen laba riil untuk meningkatkan pengeluaran diskresi, karena

pengeluaran diskresi ini akan mengurangi laba dalam laporan keuangan.

Oleh karena itu, pajak penghasilan memiliki pengaruh kuat bagi perusahaan

untuk melakukan manajemen laba (Lee dan Swenson, 2011). Wawasan ini

dapat mendorong pemerintah untuk memperhatikan dan merevisi kembali

peraturan perpajakan yang masih dapat dijadikan celah penghindaran pajak

oleh perusahaan guna meningkatkan kandungan informasi bagi investor dan

meningkatkan penerimaan pajak guna membiayai pembangunan nasional.

22
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri

informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (pemegang saham) sebagai

prinsipal. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi

internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan

pemegang saham dan stakeholder lainnya. Jika dikaitkan dengan peningkatan

nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan

sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimalkan nilai

saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui

pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi.

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan ada dua macam bentuk

hubungan keagenan, yaitu antara manajer dan pemegang saham (shareholders)

dan antara manajer dan pemberi pinjaman (bondholders). Masalah keagenan

(agency problem) muncul ketika prinsipal kesulitan untuk memastikan bahwa

agen bertindak untuk memaksimumkan kesejahteraan prinsipal. Menurut teori

keagenan, salah satu mekanisme yang digunakan dan diharapkan dapat

menyelaraskan tujuan prinsipal dan agen adalah melalui mekanisme pelaporan

keuangan. Namun, dasar akrual (accrual basis) dalam akuntansi mewajibkan

perusahaan untuk mengakui pendapatan (biaya) yang sudah menjadi hak

(kewajiban) dalam periode sekarang, sehingga angka-angka dalam laporan

keuangan mengandung komponen akrual, baik yang berada di bawah kebijakan

manajamen (discretionary) maupun yang tidak (non discretionary) (Sugiri, 1998).

Adanya kecenderungan manajer untuk mencari keuntungan sendiri (moral


23
hazard) dan tingkat asimetri informasi yang tinggi, ditambah motif-motif tertentu,

memperbesar kemungkinan manajemen memanfaatkan pos-pos akrual guna

menyajikan laba yang sesuai dengan kepentingan manajemen yang mungkin

tidak sesuai dengan kepentingan prinsipal, seperti pemilik, pemegang saham,

atau pemberi pinjaman.

Teori keagenan mengelompokkan motivasi manajemen laba akrual dalam

2 kategori: opportunistic dan signaling (Beaver, 2002 seperti yang dikutip oleh

Sunarto, 2009). Pada motivasi opportunistic, manajemen melalui kebijakan

akuntansi yang agresif melaporkan angka laba lebih tinggi daripada laba yang

sesungguhnya. Apabila laba yang dilaporkan tidak dapat menggambarkan laba

yang sesungguhnya, maka laporan laba mengarah pada overstate earnings yang

mengakibatkan laba menjadi kabur (opaque). Motivasi opportunistic yang

dilakukan oleh manajemen berhubungan dengan kompensasi berdasarkan

kontrak yang disepakati dengan pihak pemilik (Sunarto, 2009).

Pada motivasi signaling, manajemen menyajikan informasi keuangan

(khususnya laba) yang diharapkan dapat memberikan sinyal kemakmuran

kepada pemegang saham. Laporan laba yang dapat memberikan sinyal

kemakmuran adalah laba yang relatif tumbuh dan stabil (sustainable).

Sustainable earnings (laba yang berkelanjutan) adalah laba yang memiliki

kualitas tinggi dan sebagai indikator laba di masa depan yang selanjutnya

disebut persistensi laba (Sloan, 1996 serta Dechow dan Dichev, 2002).

Stockholder akan diuntungkan jika manajemen laba digunakan untuk

memberi sinyal tentang informasi privat yang dimiliki oleh manajer (Healy dan

Palepu, 1995), atau untuk mengurangi biaya politik (political cost) (Watts dan

Zimmerman, 1986). Namun, stockholder akan dirugikan jika manajemen laba

digunakan untuk menghasilkan keuntungan abnormal pribadi bagi manajer,

24
seperti menaikkan kompensasi (Healy,1985) atau mengurangi kemungkinan

pemecatan ketika kinerja manajer rendah (Weisbach, 1988).

2.2. Manajemen Laba (Earnings Management)

Pihak yang paling bertanggung jawab atas laporan keuangan yang wajar

dan akurat adalah manajer. Manajer memiliki kontrol utama atas integritas sistem

akuntansi dan catatan keuangan yang digunakan untuk membuat laporan

keuangan. Penilaian manajemen diperlukan dalam menentukan angka-angka

dalam laporan keuangan. Meskipun standar akuntansi berusaha mengurangi

subjektivitas dan arbitrasi dari penilaian ini, tetapi subjektivitas tidak dapat

sepenuhnya dihilangkan. Penilaian manajer dilakukan, karena standar akuntansi

sering kali memungkinkan manajer untuk memilih di antara alternatif metode

akuntansi, dan juga karena estimasi diperlukan untuk menghitung angka

akuntansi (Wild, Subramanyam, dan Halsey, 2005).

Penilaian pada akuntansi keuangan dapat melibatkan “kebebasan

manajerial (managerial discretion)”. Idealnya, kebebasan ini meningkatkan nilai

ekonomis atas angka akuntansi, karena kecakapan manajer dapat dikerahkan

dalam membuat penilaian dan mengkomunikasikan informasi yang dimiliki

melalui pilihan dan perkiraan akuntansi (Wild et al., 2005). Misalnya, seorang

manajer dapat mengurangi penyisihan piutang tak tertagih berdasarkan informasi

pihak dalam yaitu meningkatkan status keuangan seorang pelanggan utama.

Namun, dalam praktiknya, banyak manajer yang menyalahgunakan kebebasan

ini untuk melakukan manajemen laba dan mempercantik laporan keuangan,

sehingga manajemen laba (earnings management) dapat mengurangi tingkat

kepercayaan atas proses pelaporan.

Manajemen laba didefinisikan sebagai kebijakan akuntansi atau tindakan-

tindakan yang dipilih oleh manajer untuk mencapai beberapa tujuan khusus

25
dalam pelaporan laba (Scott, 2009:403). Definisi ini mengandung pengertian

bahwa manajemen laba dapat dilakukan dengan cara manipulasi akrual murni

atau dengan memanipulasi aktivitas riil. Manajemen laba dengan manipulasi

akrual murni merupakan manipulasi laba dengan discretionary accrual yang tidak

memiliki pengaruh terhadap aliran kas secara langsung. Manajemen laba akrual

dilakukan pada akhir periode ketika manager mengetahui laba sebelum

direkayasa, sehingga dapat diketahui berapa besarnya manipulasi yang

diperlukan, agar target laba tercapai. Pada dasarnya, manipulasi akrual dibatasi

oleh PSAK dan manipulasi ini dapat terdeteksi oleh auditor, investor ataupun

badan pemerintah, sehingga dapat berdampak pada harga saham, bahkan

menyebabkan kebangkrutan atau kasus hukum (Balsam, Krishnan, dan Yang,

2003 serta Ratmono, 2010). Oleh karena itu, cara lain yang sering dilakukan oleh

manager untuk mengatur laba yaitu dengan manipulasi aktivitas riil.

Manipulasi aktivitas riil merupakan manipulasi yang dilakukan oleh

manajemen melalui aktivitas perusahaan sehari-hari selama periode akuntansi

berjalan dengan tujuan tertentu yaitu memenuhi target laba tertentu atau untuk

menghindari kerugian. Beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam manipulasi

aktivitas riil antara lain manipulasi penjualan, produksi yang berlebihan

(overproduction), dan pengurangan biaya diskresi (Roychowdhury, 2006).

a. Manipulasi penjualan dilakukan dengan cara meningkatkan penjualan secara

temporer yaitu dengan menawarkan potongan harga yang tinggi atau

dengan cara menawarkan jangka waktu kredit (piutang usaha) yang lebih

ringan. Strategi ini menyebabkan aliran kas masuk kegiatan operasi periode

sekarang lebih rendah dibandingkan tingkat penjualan normal dan

pertumbuhan abnormal dari piutang.

26
b. Produksi yang berlebihan atas unit barang yang akan dijual dilakukan oleh

manager pada perusahaan manufaktur. Produksi yang berlebihan

menyebabkan turunnya rata-rata biaya per unit dan turunnya harga pokok

penjualan. Turunnya harga pokok penjualan menyebabkan naiknya margin

operasi dan menyebabkan aliran kas kegiatan operasi lebih rendah daripada

tingkat penjualan normal.

c. Mengurangi beban diskresi seperti beban penelitian dan pengembangan,

beban iklan, beban administrasi dan umum, terutama pada periode saat

pengeluaran tersebut tidak langsung menyebabkan pendapatan dan laba.

Pengurangan beban diskresi pada akhir periode menyebabkan rekening

biaya berkurang di bawah normal dan berdampak pada akrual abnormal

yang positif. Dengan kata lain, strategi ini dapat meningkatkan laba dan arus

kas periode saat ini, tetapi dengan risiko menurunkan arus kas periode

mendatang.

Manajemen laba yang dilakukan oleh manajer dapat dipandang dari dua

sisi yang berbeda: pertama, untuk memaksimalkan utilitas manajemen

(opportunistic behavior). Dalam perspektif ini, manajemen melakukan

manajemen laba untuk memenuhi kepentingannya sebagai individu, bukan untuk

kepentingan bersama. Misalnya, untuk memperoleh bonus lebih besar ketika

laba dijadikan tolak ukur dalam rencana kompensasi manajemen. Dalam hal ini

managemen sebagai agent mencoba untuk memindahkan kekayaan atau utilitas

dari principal, yaitu: pemilik perusahaan atau pemegang saham. Kedua, untuk

memberikan keuntungan kepada semua pihak yang terkait dalam kontrak

(efficient contracting). Manajemen laba (earnings management) tidak sama

dengan earnings manipulation. Earnings management dilakukan untuk

memenuhi kepentingan manajemen dengan memanfaatkan kelemahan inheren

27
dari kebijakan akuntansi dan tidak dijelaskan dalam PSAK. Earnings

manipulation berarti melakukan pelanggaran terhadap PSAK untuk menghasilkan

kinerja keuangan perusahaan sesuai kepentingan pribadi.

Manajemen laba yang dilakukan oleh manajer dapat berbentuk taking a

bath, income minimization, income maximization, dan income smoothing (Scott,

2009:405). Taking a bath, dilakukan ketika keadaan buruk yang tidak

menguntungkan tidak bisa dihindari pada periode berjalan. Manajemen laba ini

dilakukan dengan cara mengakui biaya-biaya pada periode-periode yang akan

datang dan kerugian pada periode berjalan. Income minimization, dilakukan saat

perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi, agar tidak mendapat perhatian

secara politis. Kebijakan yang diambil bisa berupa pembebanan pengeluaran

iklan, riset dan pengembangan yang cepat dan sebagainya. Income

maximization dilakukan dengan memaksimalkan laba, agar memperoleh bonus

yang lebih besar. Income smoothing, merupakan bentuk manajemen laba yang

paling sering dilakukan dan paling populer. Manajemen laba ini dilakukan dengan

menaikkan atau menurunkan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang

dilaporkan, sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak beresiko tinggi.

Ketika laba perusahaan turun, perusahaan melakukan manajemen laba

yang menaikkan laba (income increasing). Ketika perusahaan akan melaporkan

pajak, perusahaan akan melakukan manajemen laba yang menurunkan laba

(income decreasing), agar pajak yang dibayarkan tidak terlalu besar. Ketika laba

perusahaan fluktuatif, perusahaan akan melakukan perataan laba (income

smoothing). Pada saat perusahaan mengalami kerugian, perusahaan melakukan

big bath dengan cara mengurangi aset pada periode sekarang, agar laba di

periode berikutnya meningkat (Hastuti, 2011). Jadi, bentuk manajemen laba yang

dilakukan perusahaan akan tergantung pada kondisi perusahaan dan tujuan

28
yang ingin dicapai oleh manajer, seperti untuk mendapatkan bonus, kontrak

utang, meminimalkan biaya politik, atau untuk menghindari kerugian.

2.3. Perencanaan Pajak

Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat

dilakukan melalui manajemen pajak. Manajemen pajak adalah sarana untuk

memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayar

dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang

diharapkan (Lumbantoruan, 1996 dikutip oleh Suandy, 2006:7). Tujuan

manajemen pajak adalah untuk menerapkan peraturan perpajakan secara benar

dan untuk melakukan efisiensi guna mencapai laba dan likuiditas yang

seharusnya. Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi

manajemen pajak yang terdiri dari: perencanaan pajak (tax planning),

pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation), dan pengendalian

pajak (tax control) (Suandy, 2006:7).

Manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang relatif sedikit,

karena pembayaran pajak yang relatif besar dapat mengurangi optimalisasi

alokasi sumber dana, dan tidak kurang membayar pajak, agar tidak membayar

sanksi administrasi yang merupakan pemborosan dana (Suandy, 2006:9). Ada

tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak, yakni tidak

melanggar ketentuan perpajakan, perencanaan pajak secara bisnis masuk akal,

dan bukti-bukti pendukungnya memadai. Adapun motivasi yang mendasari

dilakukannya suatu perencanaan pajak dan bersumber dari unsur perpajakan

adalah kebijakan perpajakan (tax policy), undang-undang perpajakan (tax law),

dan administrasi perpajakan (tax administration) (Suandy, 2006:11).

Perencanaan pajak (tax planning) merupakan upaya wajib pajak untuk

meminimalkan pajak yang terutang melalui skema yang memang telah jelas

29
diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dan sifatnya tidak

menimbulkan perdebatan antara wajib pajak dan otoritas pajak. Dalam konteks

perpajakan internasional, ada berbagai skema yang biasa dilakukan oleh

penanam modal asing (PMA) untuk melakukan penghematan pajak, yaitu

dengan skema (i) transfer pricing, (ii) thin capitalization, (iii) treaty shopping, (iv)

controlled foreign corporation (CFC). Pada umumnya, penghematan pajak

tersebut dijalankan dalam bentuk (Darussalam dan Septriadi, 2009):

1. Substantive tax planning, yang terdiri dari:

a. Memindahkan subjek pajak (transfer of tax subject) ke negara-negara


yang dikategorikan sebagai tax haven atau negara-negara yang
memberikan perlakuan pajak khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis
penghasilan.
b. Memindahkan objek pajak (transfer of tax subject) ke negara-negara yang
dikategorikan sebagai tax haven atau negara-negara yang memberikan
perlakuan pajak khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis penghasilan.
c. Memindahkan subjek pajak dan objek pajak (transfer of tax subject and
of tax object) ke negara-negara yang dikategorikan sebagai sebagai tax
haven atau negara-negara yang memberikan perlakuan pajak khusus
(keringanan pajak) atas suatu jenis penghasilan.

2. Formal tax planning

Melakukan penghindaran pajak dengan tetap mempertahankan substansi


ekonomi dari suatu transaksi dengan cara memilih berbagai bentuk formal
jenis transaksi yang memberikan beban pajak yang paling rendah.

Perencanaan pajak (tax planning) dapat dilakukan melalui penghindaran

pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion) (Faiz, 2011).

Penghindaran pajak (tax avoidance) diartikan sebagai suatu skema transaksi

yang ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan

kelemahan-kelemahan (loophole) ketentuan perpajakan suatu negara. Skema

penghindaran pajak di berbagai negara dapat dibedakan menjadi (Darussalam

dan Septriadi, 2009):

1. Penghindaran pajak yang diperkenankan (acceptable tax

avoidance/defensive tax planning).

30
2. Penghindaran pajak yang tidak diperkenankan (unacceptable tax

avoidance/aggressive tax planning).

Sebaliknya, penggelapan pajak (tax evasion) diartikan sebagai suatu

skema memperkecil pajak terutang dengan cara tidak melaporkan sebagian

penjualan atau memperbesar biaya dengan cara fiktif (Darussalam dan Septriadi,

2009). Tax evasion biasa dilakukan perusahaan dengan cara membuat faktur

palsu, tidak mencatat sebagian penjualan, atau laporan keuangan palsu, tetapi

praktek penggelapan pajak tersebut sering terdeteksi, sehingga modus

penggelapan pajak sekarang berubah. Perusahaan biasanya melaporkan pajak

yang relatif kecil, sehingga akan ada pemeriksaan oleh aparat pajak. Di

Indonesia, prestasi pegawai pajak ditentukan berdasarkan tagihan yang berhasil

dikumpulkan, semua pegawai berlomba-lomba untuk dapat mengumpulkan

setoran sebanyak-banyaknya. Hasil pemeriksaan biasanya kurang bayar yang

sangat besar, sehingga perusahaan akan berusaha menyuap pegawai pajaknya

agar kurang bayarnya menjadi kecil, hal ini dianggap menguntungkan kedua

belah pihak (Hutami, 2012). Tax evasion akan menyebabkan dana pajak yang

seharusnya diterima negara untuk membangun fasilitas umum dan membiayai

kegiatan pemerintahan tidak sampai pada negara, sehingga akan menghambat

pembangunan dan hak rakyat miskin untuk memperoleh subsidi dari negara tidak

bisa diwujudkan (McGee, 1994 dikutip oleh Hutami, 2012).

2.4. Persistensi Laba

Persistensi laba merupakan suatu ukuran yang menjelaskan kemampuan

perusahaan untuk mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai

satu periode masa depan (Sloan, 1996). Laba dikatakan persisten, apabila laba

saat ini dapat digunakan sebagai pengukur laba periode mendatang (Sunarto,

2010). Konsep mengenai persistensi laba dipandang sebagai pengukur kualitas

31
laba, karena persistensi laba mengandung unsur nilai predictive value, sehingga

dapat digunakan pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi kejadian-

kejadian di masa lalu, sekarang dan masa depan (Jonas dan Blanchet, 2000

dikutip oleh Hanlon, 2005).

Laba dibedakan ke dalam dua kelompok: sustainable earnings (earnings

persistent atau core earnings), dan unusual earnings atau transitory earnings.

Persistensi laba merupakan laba yang mempunyai kemampuan sebagai indikator

laba periode mendatang (future earnings) yang dihasilkan oleh perusahaan

secara berulang-ulang (repetitive) dalam jangka panjang (sustainable).

Sebaliknya, unusual earnings atau transitory earnings merupakan laba yang

dihasilkan secara temporer dan tidak dapat dihasilkan secara berulang-ulang

(non-repeating), sehingga tidak dapat digunakan sebagai indikator laba periode

mendatang (Penman, 2003 dikutip oleh Sunarto, 2009). Persistensi laba yang

berkelanjutan (sustainable) dinyatakan sebagai laba yang mempunyai kualitas

tinggi, sedangkan jika laba unusual, laba dinyatakan memiliki kualitas yang buruk

(Penman dan Zhang, 1999).

Kebijakan akrual diskresi yang dilakukan oleh manajemen menimbulkan

dua konsekuensi. Pertama, jika kebijakan tersebut membawa keinformasian

laba, maka kebijakan tersebut akan meningkatkan kualitas laba, sehingga laba

semakin persisten. Kedua, jika kebijakan tersebut tidak membawa keinformasian

laba, maka kebijakan tersebut akan menurunkan kualitas laba, sehingga laba

menjadi kabur (opaque). Kekaburan laba (earnings opacity) berhubungan

dengan keagresifan laba (earnings aggressiveness) dan perataan laba (earnings

smoothing). Keagresifan laba merupakan laporan laba yang mengarah pada

overstate earnings, sehingga laba yang dilaporkan menjadi kabur (opaque).

32
Dengan kata lain, laba akuntansi tidak dapat mengukur kinerja ekonomi

(Bhattacharya, Daouk, dan Welker, 2003 dikutip oleh Sunarto, 2010).

Ada tiga asumsi yang mendasari hubungan antara angka laba akuntansi

dengan persistensi laba (Nichols dan Wahlen, 2004), yaitu asumsi bahwa:

1. Laba memberikan informasi kepada para pemegang saham tentang

profitabilitas saat ini dan ekspektasi periode mendatang.

2. Profitabilitas saat ini dan periode mendatang memberikan informasi kepada

pemegang saham tentang dividen saat ini dan periode mendatang.

3. Harga saham sama dengan nilai sekarang (present value) dari ekspektasi

dividen periode mendatang.

Dengan demikian, informasi mengenai persistensi laba perusahaan

sangat penting dalam pengambilan keputusan oleh investor. Selain itu,

keinformatifan laba (earnings informativeness) dipengaruhi oleh interaksi antara

income smoothing (IS) dan accrual quality (ACC). Perusahaan yang melaporkan

laba yang lebih smooth akan memberikan informasi yang lebih kepada para

pemegang saham. Interaksi antara IS dan ACC memberikan keinformatifan laba

yang lebih besar daripada interaksi IS dan CFO (Tucker dan Zarowin, 2006).

2.5. Penelitian Terdahulu

Salah satu motivasi yang mendorong manajemen perusahaan untuk

melakukan manajemen laba adalah untuk meminimalisasi income tax. Guenther,

Maydew, dan Nutter (1997) mencoba membuktikan pernyataan ini dengan

menguji adanya earnings management dalam merespon Tax Reform Act (TRA)

1986 di US yang dilakukan perusahaan dengan memanfaatkan perubahan

peraturan perpajakan TRA di US guna meminimumkan beban pajak penghasilan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan tarif pajak tidak mempengaruhi

kebijakan akrual laba perusahaan untuk meminimumkan beban pajak

33
penghasilan. Penelitian yang sama dilakukan di Indonesia dengan menguji

adanya perilaku earnings management di perusahaan manufaktur yang terdaftar

di Bursa Efek Jakarta dalam merespon perubahan Undang-undang pajak

penghasilan tahun 1994 yang mulai berlaku 1 Januari 1995. Hasil penelitian

membuktikan tidak adanya perilaku perusahaan yang berusaha menurunkan

laba tahun 1994 untuk mendapatkan penghematan pajak (Setyowati, 2002;

Hidayati dan Zulaikha, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Roubi dan Richardson (1998) pada

perusahaan di Kanada, Malaysia, dan Singapura, serta Yamashita dan Otogawa

(2007) di Jepang menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa perusahaan mengatur laba akuntansi untuk meminimalkan beban pajak

dalam menanggapi penurunan tarif pajak penghasilan. Begitu juga dengan

Wulandari, Kumalahadi, dan Prasetyo (2004), serta Wijaya dan Martani (2011)

yang menguji praktik manajemen laba yang dilakukan perusahaan menjelang

perubahan Undang-undang pajak penghasilan tahun 2000 dan Undang-undang

pajak penghasilan tahun 2008. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perusahaan

melakukan manajemen laba dalam menanggapi penurunan tarif pajak badan di

Indonesia. Hal ini berarti pihak manajemen perusahaan cenderung mentransfer

laba pada periode setelah undang-undang perpajakan, karena pada periode ini

tarif pajak penghasilan telah menurun, sehingga perusahaan dapat memperoleh

penghematan pajak.

Bukan hanya perusahaan yang memperoleh laba saja yang memanipulasi

laba untuk meminimalkan pembayaran pajak perusahaan. Perusahaan yang

mengalami kerugian (loss firm) juga akan melakukan manajemen laba dalam

menanggapi penurunan tarif pajak badan di Indonesia (Wijaya dan Martani,

2011). Berbeda dengan Wijaya dan Martani (2011), Subagyo dan Oktavia (2010)

34
menyatakan bahwa hanya perusahaan yang memperoleh laba saja yang

memanipulasi laba guna meminimalkan pembayaran pajak perusahaan. Alasan

yang mendukung hasil penelitian ini adalah karena perusahaan yang mengalami

kerugian dibebaskan dari pembayaran pajak akibat peraturan perpajakan di

Indonesia memperbolehkan perusahaan yang mengalami kerugian

mengkompensasi kerugian maksimal dalam kurun waktu lima tahun.

Adanya dugaan bahwa perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal yang

relatif besar sebagai salah satu indikasi dilakukannya manajemen laba

menyebabkan diberlakukannya satu pengukuran untuk pelaporan akuntansi dan

pelaporan pajak dari basis kas ke basis akrual yang akan meningkatkan

kesesuaian antara laba akuntansi dan laba fiskal. Namun, penggunaan metode

akrual untuk pelaporan pajak menyebabkan perusahaan menangguhkan laba

untuk tujuan pelaporan keuangan (Guenther et al., 1997).

Kesesuaian antara laba akuntansi dengan laba fiskal adalah fleksibilitas

yang dimiliki perusahaan untuk melaporkan laba fiskal (laba kena pajak) yang

berbeda dengan laba akuntansinya. Semakin tinggi tingkat kesesuaian laba

akuntansi dengan laba fiskal, semakin rendah persistensi laba dan semakin

rendah hubungan antara laba sekarang dengan arus kas masa depan (Atwood et

al., 2010). Peningkatan kesesuaian antara laba akuntansi dengan laba fiskal

akan mengurangi jumlah perencanaan pajak perusahaan, tetapi di sisi lain akan

mengurangi kandungan informasi laba akuntansi (Hanlon dan Shevlin, 2005;

Hanlon et al., 2006; Hanlon et al., 2007). Sebaliknya, penyesuaian sukarela

antara laba akuntansi dan laba fiskal meningkatkan kandungan informasi laba

akuntansi (Chen et al., 2007). Dalam hal ini, baik perencanaan pajak maupun

manajemen laba sama-sama memiliki potensi untuk mempengaruhi laba

akuntansi.

35
Perusahaan dengan perencanaan pajak yang tinggi relatif memiliki laba

fiskal yang kurang informatif dibandingkan dengan perusahaan dengan

perencanaan pajak yang rendah (Chen et al., 2007; Ayers et al., 2008), dan

perusahaan dengan manajemen laba yang tinggi memiliki laba akuntansi yang

kurang informatif dibandingkan dengan perusahaan dengan manajemen laba

yang rendah (Chen et al., 2007). Perencanaan pajak dapat meningkatkan

kompleksitas organisasi yang dapat mengurangi transparansi pelaporan

keuangan (Balakrishnan, Blouin, dan Guay, 2011).

Berbeda dengan Chen et.al. (2007) yang menemukan bahwa

keinformatifan laba akuntansi berkurang, karena adanya perencanaan pajak dan

keinformatifan laba fiskal tidak berkurang, karena adanya manajemen laba.

Ayers et al. (2008) menemukan bukti bahwa keinformatifan laba fiskal berkurang,

karena adanya manajemen laba. Dengan kata lain, ada hubungan antara laba

fiskal dengan manajemen laba.

Penelitian sebelumnya sebagian besar menguji pengaruh perencanaan

pajak dan manajemen laba terhadap kandungan informasi laba, padahal analisis

terhadap persistensi laba juga penting untuk dilakukan guna memprediksi laba

masa depan (Graham, Dodd, dan Cottle, 1962 dikutip oleh Sloan, 1996 dan

Sloan, 1996). Pengujian peran perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dalam

mengindikasikan persistensi laba satu periode laba ke depan menunjukkan

bahwa perusahaan dengan perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal besar

memiliki persistensi laba yang rendah. Investor menginterpretasikan perbedaan

laba akuntansi dan laba fiskal yang besar sebagai sinyal buruk yang mengurangi

ekspektasi investor atas laba di masa depan (Hanlon, 2005).

Pengujian di Indonesia mengenai apakah persistensi laba yang lebih

rendah disebabkan oleh komponen akrual laba dan sejauh mana persistensi

36
tersebut berhubungan dengan manajemen laba menunjukkan bahwa persistensi

laba yang lebih rendah disebabkan oleh komponen akrual dari laba dan

persistensi laba yang lebih rendah ini juga disebabkan oleh manajemen laba

(Sutopo, 2001). Selain itu, pengujian hubungan laba historis dengan arus kas

periode mendatang yang dilakukan oleh Sugiri (2003) menunjukkan bahwa laba

memiliki kemampuan untuk memprediksi arus kas periode mendatang dan arus

kas memberikan manfaat bagi pengguna laporan keuangan sebagai informasi

yang menyediakan kemampuan tambahan terhadap laba untuk memprediksi

arus kas periode mendatang.

Beberapa penelitian di atas hanya menggunakan proksi manajemen laba

akrual, padahal untuk menguji pengaruh manajemen laba secara keseluruhan,

peneliti juga harus mempertimbangkan penggunaan proksi manajemen laba riil.

Perusahaan publik di Indonesia cenderung melakukan praktik manajemen laba

berdasarkan pada aktivitas operasional perusahaan, karena sebagian besar atau

hampir semua perusahaan publik di Indonesia merupakan kelompok bisnis

(business group), bukan bisnis tunggal. Kondisi ini sangat memungkinkan bagi

para manajer untuk melakukan praktik manajemen laba melalui aktivitas

operasionalnya dengan cara melakukan transaksi dengan perusahaan afiliasinya

atau anak perusahaannya yang bersifat tidak normal dengan tujuan untuk

menutup kerugian atau mencapai target laba yang ditetapkan. Praktik

manajemen laba seperti ini akan relatif susah untuk dideteksi, meskipun oleh

auditor, karena semuanya sudah direncanakan dan didukung oleh bukti transaksi

yang valid (Subekti et al., 2010).

Manajemen laba riil memiliki dampak yang lebih parah dibandingkan

dengan manajemen laba akrual, karena terkait langsung dengan arus kas

operasi perusahaan. Perusahaan yang melakukan manajemen laba riil akan

37
mengalami penurunan kinerja setelah SEO (Seasoned Equity Offerings), karena

kinerja operasi perusahaan setelah SEO tidak hanya didorong oleh pembalikan

akrual, tetapi juga menunjukkan konsekuensi riil dari keputusan yang diambil

akibat melakukan manajemen laba (Cohen dan Zarowin, 2010 serta Ibrahim et

al., 2011). Dalam hal ini, manajer tidak hanya menggunakan satu teknik

manajemen laba saja untuk mencapai target laba. Manajer menggunakan

manajemen laba riil dan manajemen laba akrual secara bergantian (Zang, 2006).

Manajemen laba riil akan cenderung dilakukan sebelum tahun fiskal berakhir,

sedangkan manajemen laba akrual cenderung dilakukan setelah tahun fiskal

berakhir (Zang, 2006 dan Gunny, 2009).

Pajak penghasilan memiliki pengaruh yang kuat terhadap keputusan

perusahaan melakukan manajemen laba riil. Perusahaan yang memiliki potensi

penghematan pajak relatif besar akan cenderung menggunakan manajemen laba

riil untuk mempercepat pengakuan beban diskresi, karena peningkatan beban

diskresi akan menyebabkan penurunan laba perusahaan, sehingga pajak

penghasilan yang dibayar akan lebih kecil (Lee dan Swenson, 2011).

Berbeda dengan peneliti lainnya, Gunny (2009) menemukan bukti bahwa

perusahaan yang menggunakan manajemen laba riil untuk mencapai target laba

agar memiliki kinerja masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan

perusahaan yang tidak melakukan manajemen laba riil. Dengan kata lain,

manajer tidak menggunakan kebijakan diskresi operasi secara oportunis, karena

manajemen laba riil digunakan untuk memberikan informasi yang lebih baik

mengenai kinerja perusahaan di masa depan.

38
BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka pemikiran

Manajemen laba yang dilakukan perusahaan dapat berupa manipulasi

akrual maupun manipulasi aktivitas riil, ataupun keduanya (Gunny, 2005; Zang,

2006; Rowchowdhury, 2006; Taylor dan Xu, 2008; Gunny, 2009; Ibrahim et al.,

2011; serta Lee dan Swenson, 2011). Kedua strategi manajemen laba tersebut

memiliki perbedaan biaya dan waktu, sehingga perusahaan akan mengambil

keputusan untuk melakukan trade off antara manajemen laba riil dan manajemen

laba akrual. Ketika biaya untuk melakukan manajemen laba riil lebih tinggi, maka

manajer akan menggunakan strategi manajemen laba yang lain. Manipulasi

aktivitas riil terjadi saat tahun fiskal masih berjalan dan akan direalisasikan pada

akhir tahun. Setelah realisasi ini, manajer masih memiliki kesempatan untuk

menyesuaikan tingkatan manajemen laba riil. Dengan demikian, manajer akan

menyesuaikan tingkatan manajemen laba akrual berdasarkan manajemen laba

riil yang telah direalisasikan (Zang, 2006).

Perusahaan yang memiliki potensi penghematan pajak relatif besar

cenderung menggunakan manajemen laba riil untuk mempercepat pengeluaran

diskresi (Lee dan Swenson, 2011). Pengeluaran diskresi ini akan mengurangi

laba akuntansi, sehingga target perusahaan untuk meminimalkan beban pajak

dapat tercapai. Minimalisasi beban pajak seperti ini merupakan perencanaan

pajak yang agresif (tax aggressiveness), karena perilaku ini berdampak terhadap

penurunan kinerja perusahaan pada periode berikutnya (Taylor dan Xu, 2008).

Perusahaan juga dapat menunda pengeluaran diskresi untuk melakukan

trade off antara penghematan pajak dengan target laba yang ingin dicapai (Lee

39
dan Swenson, 2011). Namun, keputusan ini mungkin akan membawa pengaruh

yang tidak menguntungkan bagi perusahaan, karena jika perusahaan

meminimalisasi beban pajak dengan menurunkan laba akuntansi, maka target

laba tidak akan tercapai. Oleh karena itu, perusahaan akan menentukan tingkat

kesesuaian laba akuntansi dan laba fiskal dengan mengelola akun beban riset

dan pengembangan, iklan, serta administrasi dan umum.

Rasio laba akuntansi terhadap laba fiskal dapat digunakan untuk

memprediksi pertumbuhan laba lima tahun ke depan dan memiliki hubungan

dengan return saham perusahaan (Lev dan Nissim, 2004 dikutip oleh Wijayanti,

2006). Persistensi laba merupakan salah satu komponen nilai prediksi laba yang

dapat digunakan untuk menentukan kualitas laba (Jonas dan Blanchet, 2000

dikutip oleh Hanlon, 2005). Kualitas laba akuntansi akan menjadi pusat perhatian

pihak eksternal perusahaan, karena dapat mencerminkan kinerja keuangan

perusahaan yang sesungguhnya.

Laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang memiliki

sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsian (perceived noise)

(Chandrarin, 2003 dikutip oleh Wijayanti, 2006). Gangguan persepsian dalam

laba akuntansi disebabkan oleh peristiwa transitori (transitory events) akibat

penerapan konsep akrual dalam akuntansi (Hayn, 1995 dikutip oleh Wijayanti,

2006). Semakin besar gangguan persepsian yang terkandung dalam laba

akuntansi, maka semakin rendah kualitas laba akuntansi (Chandrarin, 2001

dikutip oleh Wijayanti, 2006). Jika gangguan persepsian akibat penerapan

konsep akrual menyebabkan rendahnya kualitas laba akuntansi, maka

peningkatan kesesuaian antara laba akuntansi dan laba fiskal juga akan

menyebabkan rendahnya kualitas laba akuntansi.

40
Kualitas laba yang rendah mencerminkan persistensi laba akuntansi yang

rendah. Baik manajemen laba riil maupun manajemen laba akrual terkait dengan

tingkat kesesuaian laba akuntansi dan laba fiskal. Dengan demikian, peningkatan

kesesuaian antara laba akuntansi dan laba fiskal akan menyebabkan rendahnya

persistensi laba akuntansi satu periode ke depan. Semakin tinggi tingkat

kesesuaian laba akuntansi dengan laba fiskal, semakin rendah persistensi laba

dan semakin rendah hubungan antara laba sekarang dengan arus kas masa

depan (Atwood et al., 2010).

Manajemen laba akan memiliki pengaruh positif terhadap laba fiskal,

karena manajemen laba yang bertujuan untuk meningkatkan laba akuntansi akan

menyebabkan meningkatnya laba fiskal. Sebaliknya, perencanaan pajak akan

memiliki pengaruh negatif terhadap laba akuntansi, karena perencanaan pajak

bertujuan untuk mengurangi laba fiskal yang juga akan mengurangi laba

akuntansi (Chen et al., 2007). Jadi, baik manajemen laba maupun perencanaan

pajak sama-sama mempengaruhi rendahnya persistensi laba akuntansi untuk

satu periode ke depan.

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran dapat digambarkan

sebagai berikut (lihat gambar 3.1):

Gambar 3.1
Kerangka Penelitian

H2
Manajemen laba Perencanaan pajak
H1

Perencanaan pajak Persistensi laba


H3

Dengan demikian, gambar kerangka pemikiran menunjukkan bahwa

peneliti ingin menguji pengaruh manajemen laba terhadap perencanaan pajak

41
serta pengaruh manajemen laba dan perencanaan pajak terhadap persistensi

laba perusahaan.

3.2. Perumusan Hipotesis

Hipotesis didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis

di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan

yang dapat diuji. Hubungan tersebut diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi

dalam kerangka pemikiran yang sebelumnya telah dijelaskan oleh peneliti.

Perumusan dan pengujian hipotesis bertujuan untuk menemukan solusi atas

masalah yang dirumuskan dalam penelitian (Sekaran dan Bougie, 2010:87).

Penelitian ini menjelaskan usulan hipotesis yang diuraikan di bawah ini.

3.2.1. Hubungan antara manajemen laba dengan persistensi laba.

Kualitas laba terkait dengan persistensi laba dan hubungan antara laba

sekarang dengan arus kas masa depan (Atwood, et al., 2010). Jika hubungan

antara laba sekarang dengan arus kas masa depan rendah, maka hal ini

menunjukkan bahwa perusahaan melakukan manajemen laba secara oportunis

dengan melaporkan laba yang tidak sesuai dengan kinerja perusahaan yang

sebenarnya.

Teori keagenan menyatakan bahwa manajemen laba secara keseluruhan

dimotivasi oleh perilaku opportunistic dan signaling. Motivasi opportunistic

berhubungan dengan kompensasi yang akan diterima pihak manajemen,

sedangkan motivasi signaling berhubungan dengan kemakmuran pemegang

saham (Sunarto, 2009). Jadi, baik manajemen laba akrual maupun manajemen

laba riil sama-sama memotivasi manajer untuk mencapai target laba. Motivasi

opportunistic mendorong manajemen untuk cenderung menyajikan laba lebih

tinggi daripada laba yang sesungguhnya, sehingga mengarah pada kekaburan

42
laba (earnings opacity). Sedangkan, motivasi signaling mendorong manajemen

untuk cenderung menyajikan laba yang persisten, sehingga laba lebih informatif.

Manajemen laba secara oportunis terkait dengan earnings

aggressiveness yang menyebabkan kekaburan informasi laba. Kebijakan akrual

yang menghasilkan kekaburan laba akan mengurangi kualitas laba dan

menyebabkan rendahnya persistensi laba (Sunarto, 2010). Jadi, semakin tinggi

manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan, maka semakin rendah

keinformatifan laba.

Perusahaan dengan manajemen laba yang tinggi memiliki laba akuntansi

yang kurang informatif dibandingkan dengan perusahaan dengan manajemen

laba yang rendah (Ayers et al., 2008). Oleh karena manajemen laba akrual

dilakukan setelah target laba dari manipulasi aktivitas riil belum tercapai, maka

rumusan hipotesis kedua adalah:

H1a: Discretionary accruals berpengaruh negatif terhadap persistensi


laba.
H1b: Manipulasi penjualan berpengaruh negatif terhadap persistensi
laba.
H1c: Peningkatan produksi secara berlebihan berpengaruh negatif
terhadap persistensi laba.
H1d: Pengurangan beban diskresi tunai berpengaruh negatif terhadap
persistensi laba.

3.2.2. Hubungan antara manajemen laba dengan perencanaan pajak.

Wajib pajak harus mengacu pada peraturan perpajakan dalam

penyusunan laporan keuangan fiskal, sehingga laporan keuangan komersial

yang dibuat berdasarkan PSAK harus disesuaikan terlebih dahulu sebelum

menghitung besarnya penghasilan kena pajak (Suandy, 2006:89). Penyesuaian

ini menimbulkan perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal

(penghasilan kena pajak), karena perbedaan pengakuan pendapatan dan beban

antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal, serta perbedaan insentif

perusahaan dalam melaporkan laba akuntansi dan laba fiskal. Insentif yang

43
berbeda terjadi, karena manajer perusahaan umumnya lebih menyukai laba yang

tinggi, sehingga perusahaan terdorong untuk melakukan manajemen laba.

Berbeda dengan laba fiskal yang digunakan untuk menentukan pajak yang akan

dibayar oleh perusahaan. Semakin tinggi laba fiskal, maka semakin tinggi pajak

yang harus dibayar, sehingga manajer lebih suka menurunkan laba fiskal.

Perencanaan pajak adalah salah satu insentif pajak yang mempengaruhi

manajer perusahaan untuk melakukan manajemen laba (Wijaya dan Martani,

2011). Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa perusahaan me-manage

laba akuntansi untuk meminimalkan beban pajak dalam menanggapi penurunan

tarif pajak penghasilan dengan mentransfer labanya pada periode setelah

undang-undang perpajakan untuk memperoleh penghematan pajak (Roubi dan

Richardson, 1998; Setyowati, 2002; Hidayati dan Zulaikha, 2003; Wulandari,

dkk., 2004; Yamashita dan Otogawa, 2007; Wijaya dan Martani, 2011). Dengan

demikian, terdapat hubungan positif antara manajemen laba dengan

perencanaan pajak, karena apabila manajer perusahaan melakukan manajemen

laba yang agresif guna meminimalkan beban pajak, berarti perusahaan dapat

dikatakan melakukan perencanaan pajak yang agresif.

Adanya hubungan substitusi antara manajemen laba riil dengan

manajemen laba akrual mendorong peneliti, agar tidak meneliti satu teknik

manajemen laba saja. Manajemen laba riil cenderung dilakukan sebelum tahun

fiskal berakhir, sedangkan manajemen laba akrual cenderung dilakukan setelah

tahun fiskal berakhir (Zang, 2006 dan Gunny, 2009). Saat manipulasi aktivitas riil

tinggi, maka manajer akan cenderung mengurangi jumlah manajemen laba

akrual, dan sebaliknya (Zang, 2006). Oleh karena itu, untuk menguji pengaruh

manajemen laba secara keseluruhan, peneliti menguji dua teknik manajemen

44
laba, baik manajemen laba riil maupun akrual dalam merumuskan hipotesis

pertama sebagai berikut:

H2a: Discretionary accruals berpengaruh positif terhadap perencanaan


pajak.
H2b: Manipulasi penjualan berpengaruh positif terhadap perencanaan
pajak.
H2c: Peningkatan produksi secara berlebihan berpengaruh positif
terhadap perencanaan pajak.
H2d: Pengurangan beban diskresi tunai berpengaruh positif terhadap
perencanaan pajak.

3.2.3. Hubungan antara perencanaan pajak dengan persistensi laba.

Perusahaan yang memiliki perencanaan pajak yang baik akan

mendapatkan keuntungan dari tax shields, sehingga dapat meminimalisasi

pembayaran pajak (Yin dan Cheng, 2004 dikutip oleh Wijaya dan Martani, 2011).

Hal ini berarti, perencanaan pajak yang baik akan cenderung mengurangi laba

bersih perusahaan guna mendapatkan keuntungan pajak melalui peluang

kebijakan diskresi yang diberikan oleh PSAK dan peraturan perpajakan yang

berlaku saat ini. Rendahnya persistensi laba perusahaan yang memiliki

perbedaan laba akuntansi dan laba kena pajak kemungkinan disebabkan oleh

banyaknya akrual dalam perusahaan (Hanlon, 2005).

Peningkatan kesesuaian antara laba akuntansi dengan laba fiskal akan

mengurangi perencanaan pajak perusahaan dan kandungan informasi laba

akuntansi (Hanlon dan Shevlin, 2005; Hanlon et al., 2006; Hanlon et al., 2007).

Semakin tinggi tingkat kesesuaian laba akuntansi dengan laba fiskal, semakin

rendah persistensi laba akuntansi (Atwood et al., 2010). Dengan kata lain,

semakin tinggi tingkat kesesuaian antara laba akuntansi dan laba fiskal, semakin

rendah perencanaan pajak dan semakin rendah persistensi laba akuntansi.

Perencanaan pajak yang agresif meningkatkan kekaburan informasi laba

perusahaan (Balakhrisnan, et al., 2011) atau mengurangi keinformatifan laba

akuntansi (Chen et al., 2007). Kekaburan laba (earnings opacity) berhubungan

45
dengan keagresifan laba (earnings aggressiveness) yang menyebabkan

rendahnya persistensi laba (Sunarto, 2010).

Perusahaan dengan perencanaan pajak yang tinggi relatif memiliki laba

fiskal yang kurang informatif dibandingkan dengan perusahaan dengan

perencanaan pajak yang rendah (Chen et al., 2007; Ayers et al., 2008).

Perencanaan pajak akan mengurangi laba fiskal yang juga akan menyebabkan

berkurangnya laba akuntansi, sehingga perencanaan pajak memiliki pengaruh

negatif terhadap laba akuntansi (Chen, et al., 2007). Perencanaan pajak

mempengaruhi keinformatifan laba akuntansi. Semakin tinggi perencanaan

pajak, maka semakin rendah keinformatifan laba akuntansi atau semakin rendah

persistensi laba akuntansi. Perusahaan dengan perencanaan pajak yang tinggi

relatif memiliki laba fiskal yang kurang informatif dibandingkan dengan

perusahaan dengan perencanaan pajak yang rendah (Chen et al., 2007; Ayers et

al., 2008). Dengan demikian, rumusan hipotesis ketiga adalah:

H3: Perencanaan pajak berpengaruh negatif terhadap persistensi laba.

46
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (eksplanatory) yang

berusaha untuk menjelaskan fenomena penggelapan pajak yang dilakukan

perusahaan melalui perencanaan pajak dan manajemen laba. Penelitian

penjelasan (eksplanatory) adalah penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan

fenomena yang ada (Jogiyanto, 2010:12).

Adanya beberapa hipotesis yang dirumuskan dan ingin diuji dalam

penelitian ini menunjukkan bahwa penelitian ini termasuk penelitian dengan tipe

pengujian hipotesis (hypothesis testing) yang bersifat kausal, karena berusaha

menjelaskan adanya hubungan sebab akibat antara manajemen laba,

perencanaan pajak, dan persistensi laba. Pengujian hipotesis dilakukan untuk

menelaah varians dalam variabel terikat atau untuk memperkirakan keluaran

organisasi (Sekaran dan Bougie, 2010:108).

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2010. Data penelitian yang

digunakan adalah data laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2010 yang diperoleh dari situs resmi BEI di

www.idx.co.id. Alasan penggunaan perusahaan manufaktur, karena salah satu

pengukuran manajemen laba, yakni beban produksi tidak dapat diaplikasikan

untuk perusahaan non manufaktur (Rowchowdhury, 2006).

Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling

dengan tipe judgement sampling, yakni teknik penentuan sampel yang


47
disesuaikan dengan tujuan penelitian dan dilakukan berdasarkan pertimbangan

tertentu (Sekaran dan Bougie, 2010:276-277). Adapun kriteria penentuan sampel

dalam penelitian ini adalah:

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan mempublikasikan

laporan keuangan auditan per 31 Desember, agar informasi yang

dilaporkan lebih dapat dipercaya.

2. Perusahaan manufaktur yang mempublikasikan laporan keuangan

secara konsisten dan lengkap selama periode 2006-2010 dan

menggunakan satuan mata uang rupiah dalam laporan keuangan.

3. Perusahaan manufaktur yang mencatat beban pajak tangguhan dalam

laporan keuangannya.

4. Perusahaan tidak mengalami kerugian dalam laporan keuangan

komersial dan laporan keuangan pajak, karena yang ingin diuji dalam

penelitian ini adalah persistensi laba. Selain itu, kerugian dapat

dikompensasi ke masa depan (carryforward) menjadi pengurang biaya

pajak tangguhan dan diakui sebagai aktiva pajak tangguhan, sehingga

dapat mengaburkan arti akun biaya pajak tangguhan (Hanlon, 2005).

48
Berdasarkan kriteria tersebut, jumlah sampel yang digunakan dalam

penelitian ini terlihat dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1
Prosedur Pemilihan Sampel

Jumlah perusahaan manufaktur yang menjadi sampel penelitian untuk tahun


2006 dan 2010 diperoleh dengan rincian sebagai berikut:

Jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI 428

Jumlah perusahaan non manufaktur 226

Jumlah perusahaan manufaktur 202

Laporan keuangan tidak berakhir pada 31 Desember,


data tidak lengkap, dan tidak menggunakan satuan
mata uang rupiah. 78

Tidak mencatat beban pajak tangguhan 3

Melaporkan kerugian 81

Jumlah perusahaan yang menjadi sampel 40

Jumlah dalam perusahaan tahun 200 perusahaan


tahun (firms-years)

4.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan bagian integral dari desain

penelitian. Masalah yang diteliti dengan menggunakan metode yang tepat dapat

meningkatkan kualitas penelitian. Metode pengumpulan data yang dipilih

tergantung pada fasilitas yang tersedia, tingkat akurasi yang disyaratkan,

keahlian peneliti, kisaran waktu studi, biaya, dan sumber daya lain yang terkait

dan tersedia untuk pengumpulan data (Sekaran dan Bougie, 2010:184-186).

4.3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu

data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara

(diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti,

catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter)

49
yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan (Indriantoro dan Supomo,

2002:147). Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah laporan keuangan

tahunan perusahaan yang telah diaudit periode 2006-2010, yang diperoleh

melalui www.idx.co.id dan harga pasar saham perusahaan yang diperoleh

melalui www.duniainvestasi.com. Namun, untuk menghitung besarnya

perencanaan pajak, manajemen laba, dan persistensi laba diperlukan data

laporan keuangan dari tahun 2002-2011. Pengukuran besarnya perencanaan

pajak membutuhkan data 4 tahun sebelumnya, yakni tahun 2002, manajemen

laba dengan menggunakan model performance matched discretionary accruals

membutuhkan data 1 tahun sebelumnya, yakni tahun 2005, dan persistensi laba

satu periode ke depan menggunakan data 4 tahun sebelumnya, yakni tahun

2002, serta data 1 tahun setelah periode amatan, yakni tahun 2011.

4.3.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pengumpulan data arsip (archival) (Jogiyanto, 2010:117). Data yang dikumpulkan

berupa data sekunder. Pengumpulan data ini dilakukan dengan menyalin atau

mencatat data dan informasi lain yang diperlukan dari laporan keuangan tahunan

perusahaan sampel. Selain itu, dilakukan studi kepustakaan dengan

mengumpulkan data yang bersumber dari penelaahan berupa jurnal-jurnal

penelitian, laporan-laporan dan referensi lainnya yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti.

4.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian

Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh

peneliti dalam mengoperasionalkan construct, sehingga memungkinkan bagi

peneliti lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau

mengembangkan cara pengukuran construct yang lebih baik. Pengukuran

50
construct berkaitan dengan fungsi variabel untuk memberi gambaran yang lebih

konkret mengenai abstraksi construct yang diwakilinya (Indriantoro dan Supomo,

2002:69).

4.4.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Construct dalam penelitian ini adalah:

1. Laba akuntansi, yakni selisih pendapatan dan keuntungan setelah

dikurangi beban dan kerugian (Wild et al., 2005:407). Dalam penelitian

ini, yang ingin diuji adalah persistensi laba, yakni laba yang mempunyai

kemampuan sebagai indikator laba periode mendatang (future earnings)

yang dihasilkan oleh perusahaan secara berulang-ulang (repetitive)

dalam jangka panjang (sustainable) (Sunarto, 2010). Construct ini

diukur dengan koefisien regresi (α1) antara laba akuntansi sebelum

pajak satu periode ke depan dengan laba akuntansi sebelum pajak

periode sekarang. Persistensi laba merupakan variabel dependen

dalam penelitian ini.

2. Manajemen laba adalah kebijakan akuntansi atau tindakan-tindakan

yang dipilih oleh manajer untuk mencapai beberapa tujuan khusus

dalam pelaporan laba (Scott, 2009:403). Manajemen laba dilakukan

oleh para manajer, karena manajer memiliki kewenangan untuk memilih

metode dan menetapkan kebijakan akuntansi. Construct ini terdiri dari:

a. Manajemen laba akrual adalah bentuk manajemen laba yang

dilakukan dengan memanfaatkan kebebasan dalam memilih

kebijakan akuntansi. Construct ini diproksikan dengan akrual

diskresioner (discretionary accruals) menggunakan model

pengukuran performance matched discretionary accruals yang

diajukan oleh Khotari, Leone, dan Wasley (2005).

51
b. Manajemen laba riil adalah bentuk manajemen laba yang

dilakukan melalui manipulasi aktivitas operasional perusahaan

(Rowchowdhury, 2006). Construct ini diproksikan dengan

abnormal cash flow from operation (abn.CFO), abnormal

production cost (abn.PROD), dan abnormal discretionary

expenses (abn.DISCR).

Baik manajemen laba riil maupun manajemen laba akrual merupakan

variabel independen dalam penelitian ini.

3. Perencanaan pajak (tax planning) merupakan langkah yang ditempuh

oleh wajib pajak untuk meminimumkan beban pajak tahun berjalan

maupun tahun yang akan datang, agar pajak yang dibayar dapat

ditekan seefisien mungkin dan dengan berbagai cara yang memenuhi

ketentuan perpajakan (Wijaya dan Martani, 2011). Construct ini

diproksikan dengan current effective tax rate (CurETR) (Chen et al.,

2007; Ayers et al., 2008). Dalam penelitian ini, perencanaan pajak

digunakan sebagai variabel dependen dalam menguji pengaruh

manajemen laba terhadap perencanaan pajak dan variabel independen

saat menguji pengaruh perencanaan pajak terhadap persistensi laba.

4. Ukuran perusahaan (size) digunakan sebagai variabel kontrol.

4.4.2. Pengukuran Variabel Penelitian

Pengukuran variabel merupakan bagian integral dari penelitian dan

suatu aspek penting dalam desain penelitian. Pengukuran variabel dilakukan,

agar peneliti dapat menguji hipotesis dan menemukan solusi atas masalah yang

diajukan dalam penelitian (Sekaran dan Bougie, 2010:125). Jika peneliti dapat

menentukan pengukuran variabel secara jelas, maka peneliti dapat menentukan

52
desain penelitian yang tepat dan menentukan prosedur analisis statistik yang

sesuai.

1. Persistensi Laba

Persistensi laba diukur dengan menggunakan koefisien regresi (α1) antara

laba akuntansi sebelum pajak satu periode ke depan dengan laba akuntansi

sebelum pajak periode sekarang. Persamaannya adalah sebagai berikut

(Hanlon, 2005):

PTBIt+1 = α0 + α1 PTBIt + ɛt+1…………………………(1)

Keterangan:
PTBIt+1 : Pre-tax book income pada periode t+1.
PTBIt : Pre-tax book income pada periode t.
ɛ : error term.

2. Manajemen laba

Penelitian manajemen laba sebelumnya sering menggunakan proksi

untuk akrual diskresioner dengan menggunakan model Jones modifikasian

(Dechow et al., 1995). Model Jones modifikasian dipilih, karena pengujian yang

dilakukan terhadap berbagai alternatif pengukuran akrual diskresioner (model

Healy, 1995; De angelo, 1986; Jones, 1991; industry model; dan Jones

Modifikasian) menunjukkan bahwa model Jones Modifikasian merupakan model

yang terbaik (Dechow et al., 1995).

Pada penelitian ini, peneliti juga menggunakan akrual diskresioner

(discretionary accruals) sebagai proksi manajemen laba. Namun, model

pengukuran yang digunakan adalah performance matched discretionary accruals

yang diajukan oleh Khotari et al. (2005). Pengukuran discretionary accruals

dengan menggunakan model performance matched discretionary accruals juga

dilakukan dalam penelitian Chen et al. (2007). Pengukuran dengan

menggunakan model ini dapat meningkatkan reliabilitas hasil penelitian dan

53
merupakan pengukuran discretionary accrual yang lebih baik jika dibandingkan

dengan model Jones dan Jones Modifikasian, karena memasukkan variabel

kinerja (ROA/Return on Assets) yang dapat mempengaruhi kebijakan akrual

perusahaan (Khotari et al., 2005). Model pengukuran performance matched

discretionary accruals hampir sama dengan model Jones dan Jones

Modifikasian. Ketiga model ini berbeda, karena model performance matched

discretionary accruals memasukkan ROA dalam model pengukuran, sedangkan

model Jones dan Jones Modifikasian tidak mempertimbangkan penggunaan

ROA dalam model pengukuran.

Model perhitungan discretionary accruals menggunakan model performance

matched discretionary accruals adalah:

TACCjt = NIBEjt – CFOjt…………………………………………. (2)

TACCjt/TAjt-1 = β1 (1/TAjt-1) + β2 (ΔREVjt/TAjt-1) + β3 (PPEjt/TAjt-1) + β4

(ROAjt/TAjt-1) + ɛjt……………………………………… (3)

Berdasarkan persamaan di atas, NDACC (non-discretionary accruals) dapat

dihitung dengan memasukkan kembali koefisien-koefisien β.

NDACCjt = β1 (1/TAjt-1) + β2 ((ΔREVjt - ΔRECjt)/TAjt-1) + β3 (PPEjt/TAjt-1) +

β4 (ROAjt/TAjt-1) + ɛjt………………………………… … (4)

DACCjt = (TACCjt/TAjt-1) - NDACCjt…………………………….. (5)

Keterangan:
TACCjt : Total akrual perusahaan j pada periode t.
NIBEjt : Net income before extraordinary item perusahaan j pada periode
t.
CFOjt : Operating cash flow perusahaan j pada periode t.
TAjt-1 : Total asset perusahaan j pada periode t.
ΔREVjt : Perubahan pendapatan perusahaan j pada periode t.
PPEjt : Nilai aktiva tetap bersih perusahaan j pada periode t.
ROAjt : Return on Assets perusahaan j pada periode t.
NDACCjt : Non-discretionary accruals perusahaan j pada periode t.

54
ΔRECjt : Perubahan piutang usaha perusahaan j pada periode t.
DACCjt : Discretionary accruals perusahaan j pada periode t.

Pengukuran manajemen laba dalam penelitian ini juga menggunakan

proksi manajemen laba riil, yakni abnormal cash flow from operation (abn.CFO),

abnormal production cost (abn.PROD), dan abnormal discretionary expenses

(abn.DISEXP) seperti yang dilakukan oleh Rowchowdhury (2006). Sebelum

menghitung nilai abnormal cash flow from operation (abn.CFO), abnormal

production cost (abn.PROD), dan abnormal discretionary expenses (abn.DISCR),

terlebih dahulu dilakukan perhitungan normal cash flow from operation, normal

production cost, dan normal discretionary expenses dengan model estimasi yang

dikembangkan oleh Dechow, Khotari, dan Watts (1997).

a. Abnormal Cash Flow from Operation

Perhitungan normal CFO:

CFOjt/Ajt-1 = α0 + α1(1/Ajt-1) + β1(St/Ajt-1) + β2(∆Sjt/Ajt-1) + ɛjt……… (6)

Selanjutnya, koefisien regresi persamaan 6 di atas digunakan untuk

menghitung nilai normal CFO. Abnormal CFO adalah arus kas operasi

aktual dikurangi dengan normal CFO.

b. Abnormal Production Cost

Normal COGS :

COGSjt/Ajt-1 = α0 + α1(1/Ajt-1) + β1(Sjt/Ajt-1) + ɛjt…………………… (7)

Normal ∆INV :

∆INVjt/Ajt-1 = α0 + α1(1/Ajt-1) + β1(∆Sjt/Ajt-1) + β2(∆Sjt-1/Ajt-1) + ɛjt…… (8)

Rowchowdhury (2006) merumuskan PRODjt = COGSjt - ∆INVjt. Dengan

menggunakan persamaan (7) dan (8), maka model estimasi untuk

normal production cost adalah sebagai berikut:

PRODjt/Ajt-1 = α0 + α1(1/Ajt-1) + β1(Sjt/Ajt-1) + β2(∆Sjt/Ajt-1) + β3(∆Sjt-1/Ajt-1) +


ɛjt…… …………………………………………………(9)

55
Koefisien regresi persamaan 9 di atas digunakan untuk menghitung nilai

normal normal production cost. Abnormal PROD adalah PROD aktual

dikurangi dengan normal PROD.

c. Abnormal Discretionary Expenditure

Normal discretionary expenditure:

DISEXPjt/Ajt-1 = α0 + α1(1/Ajt-1) + β1(Sjt-1/At-1) + ɛjt…………. ……...(10)

Koefisien regresi persamaan 10 di atas digunakan untuk menghitung

nilai normal discretionary expenditure. Abnormal DISEXP adalah

DISEXP aktual dikurangi dengan normal DISEXP.

Keterangan:
CFOjt : Arus kas operasi perusahaan j pada periode t.
COGSjt : Harga pokok penjualan perusahaan j pada periode t.
∆INVjt : Perubahan persediaan perusahaan j pada periode t.
PRODjt : Beban produksi perusahaan j pada periode t.
DISEXPjt : Pengeluaran diskresi perusahaan j pada periode t.
Sjt : Penjualan perusahaan j pada periode t.
ΔSjt : Perubahan penjualan perusahaan j pada periode t.
∆Sjt-1 : Perubahan penjualan perusahaan j pada periode t-1.
Ajt-1 : Total asset perusahaan j pada periode t-1.

3. Perencanaan pajak

Variabel ini diukur dengan menggunakan current effective tax rate

(CurETR) (Chen et al., 2007; Ayers et al., 2008). Current effective tax rate

(CurETR) untuk tiap periode adalah current tax expense dibagi dengan pre-

taxable income. Namun, untuk mengurangi pengaruh item pajak transitori, maka

digunakan rumus sebagai berikut:

CurETRjt = …………. …................(11)

Keterangan:

CurETRjt : Current efective tax rate perusahaan j pada periode t.

56
: Jumlah current tax expense perusahaan j selama 5 tahun dari
periode t-4 sampai periode t.

: Jumlah deferred tax expense perusahaan j selama 5 tahun dari


periode t-4 sampai periode t.

: Jumlah pre-tax book income perusahaan j selama 5 tahun dari


periode t-4 sampai periode t.

Current tax expense (CTE) dihitung menggunakan actual cash taxes

paid (pajak aktual yang dibayar dengan kas). Perhitungan ini dilakukan, karena

perhitungan beban pajak kini menggunakan akuntansi berbasis akrual

kemungkinan memiliki kesalahan dalam mengukur beban pajak aktual yang

harus dibayar oleh perusahaan kepada pemerintah (Ayers et al., 2008).

Akumulasi perhitungan dilakukan selama 5 tahun untuk mengatasi

masalah penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan, karena peraturan

pajak memperbolehkan perusahaan untuk melakukan kompensasi kerugian

selama periode 5 tahun berturut-turut (Ayers et al., 2008). Beban pajak

tangguhan (deffered tax expense) dikeluarkan dari jumlah beban pajak

penghasilan, karena beban pajak tangguhan mencerminkan beban pajak di masa

depan yang dipengaruhi oleh transaksi saat ini, sehingga beban pajak tangguhan

bukan merupakan beban pajak pada periode saat ini (Dyreng, Hanlon, dan

Maydew, 2008). Tujuan perencanaan pajak adalah meminimalkan beban pajak

kini, maka semakin besar perencanaan pajak, semakin rendah current effective

tax rate (CurETR). Dengan kata lain, perusahaan melakukan perencanaan pajak

yang agresif (Chen et al., 2007).

4. Ukuran perusahaan (SIZE)

Ukuran perusahaan diukur dari natural logaritma nilai pasar ekuitas

perusahaan pada akhir tahun, yaitu jumlah saham beredar pada akhir tahun

dikalikan dengan harga pasar saham akhir tahun (Siregar dan Utama, 2006).

57
Argumentasi yang mendasari digunakannya ukuran perusahaan sebagai variabel

kontrol, karena ukuran perusahaan mempengaruhi besarnya pengelolaan laba

(earnings management) perusahaan. Jika pengelolaan laba oportunis, maka

semakin besar perusahaan, semakin kecil pengelolaan labanya. Sebaliknya, jika

pengelolaan laba efisien, maka semakin besar ukuran perusahaan, semakin

tinggi pengelolaan labanya (Siregar dan Utama, 2006).

Meningkatnya ukuran perusahaan juga akan meningkatkan laba

perusahaan akibat kebijakan akrual yang digunakan oleh manajemen untuk

meningkatkan aset perusahaan (Sunarto, 2010). Jika laba perusahaan

meningkat, maka perusahaan akan melakukan perencanaan pajak untuk

meminimalkan beban pajak yang akan dibayar, sehingga ukuran perusahaan

juga akan mempengaruhi perencanaan pajak yang akan dilakukan perusahaan.

Selain itu, perusahaan besar memiliki sumber daya yang memadai untuk

memanipulasi proses politik seperti yang mereka kehendaki, misalnya dengan

perencanaan pajak (tax planning) atau mengatur kegiatan mereka untuk

mencapai penghematan pajak yang optimal (Wijaya dan Martani, 2011).

4.5. Metode Analisis Data

Metode analisis data merupakan cara yang digunakan untuk

menganalisis data, sehingga diharapkan dapat mencapai suatu hasil yang dapat

menjawab pertanyaan yang diajukan. Penelitian ini menggunakan metode regresi

time-series cross-section (pooled regression). Sebelum dilakukan pengujian

regresi, terlebih dahulu dilakukan uji stasionaritas data dan uji asumsi klasik

untuk mengetahui apakah data yang digunakan telah memenuhi syarat

ketentuan dalam model regresi. Pengolahan data dilakukan dengan

menggunakan software Eviews Ver 6.0.

58
4.5.1. Uji Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data

yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum,

minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi)

(Ghozali, 2011:19). Uji statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis dan

menyajikan data kuantitatif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran

mengenai perusahaan yang dijadikan sampel penelitian.

4.5.2. Uji Stasioneritas Data

Langkah awal yang perlu dilakukan sebelum melakukan regresi data dan

menganalisanya adalah menguji stasioneritas data. Uji stasioneritas dilakukan

untuk mengetahui apakah data time series yang digunakan sudah stasioner atau

belum. Hal ini penting dilakukan, karena jika regresi dilakukan terhadap data time

series yang tidak stasioner, maka akan menghasilkan regresi palsu (spurious

regression).

Penelitian ini menggunakan uji akar unit (unit roots test) untuk mengetahui

apakah data time series yang digunakan stasioner atau tidak stasioner. Uji akar

unit dapat dilakukan dengan menggunakan metode Dicky Fuller (DF),

Augmented Dicky Fuller (ADF), dan Phillips Peron dengan hipotesa sebagai

berikut:

H0 : terdapat unit root (data tidak stasioner)

H1 : tidak terdapat unit root (data stasioner)

Jika nilai probabilitas lebih kecil dari α = 1%, α = 5%, atau α = 10%, maka

H0 ditolak, artinya tidak terdapat unit root atau data stasioner. Sebaliknya, jika

nilai probabilitas lebih besar dari α = 1%, α = 5%, atau α = 10%, maka H0

diterima, artinya terdapat unit root atau data tidak stasioner (Ajija, Sari, Setianto,

dan Primanti, 2011:145).

59
4.5.3. Uji Regresi Linier Berganda

Model estimasi regresi linier yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

PTBIt+1 = α0 + α1Abn.CFOt + α2 Abn.PRODt + α3Abn.DISEXPt + α4 DACCt +

α5TaxPlant + α6 SIZEt + ɛt+1............................................................ (12)

TaxPlant = α0 + α1 Abn.CFOt + α2 Abn.PRODt + α3 Abn.DISEXPt + α4 DACCt + α5

SIZEt + ɛt+1...................................................................................... (13)

Keterangan:
PTBIt+1 = Persistensi laba satu periode ke depan.
α0 = koefisien konstanta.
α1 – α6 = koefisien variable bebas.
Abn.CFOt = Abnormal Cash Flow from Operation.
Abn.PRODt = Abnormal Production Cost.
Abn.DISEXPt = Abnormal Discretionary Expenses.
DACCt = Discretionary Accruals.
TaxPlant = Tax Planning.
SIZEt = Ukuran perusahaan.
ɛt+1 = residual regresi.

4.5.4. Regresi Data Panel

Metode estimasi dengan menggunakan data panel dapat dikelompokkan

sebagai berikut:

1. Common Effect atau Pooled Least Square (PLS)

Metode ini dilakukan dengan menggabungkan/mengkombinasikan data time

series dan cross section dengan metode OLS. Metode ini tidak

memperhatikan adanya perbedaan individu maupun waktu, intersep dan

slope dianggap sama untuk setiap individu. Model common effect dapat

ditulis:

Yit = β1 + β2 + β3X3it + βnXnit eit……………………………………………(14)

2. Metode EfekTetap (Fixed Effect)

Metode efek tetap mengasumsikan adanya perbedaan intersep, di mana

intersep hanya bervariasi terhadap individu, sedangkan terhadap waktu

adalah konstan. Selain itu, metode ini mengasumsikan bahwa slope

60
antarindividu dan waktu. Berdasarkan metode ini, perbedaan antarindividu

dapat diketahui melalui perbedaan nilai intersep. Metode efek tetap

mengestimasi data panel dengan OLS dengan menggunakan variable

dummy. Model efek tetap dengan variable dummy dapat ditulis sebagai

berikut:

Yit = α1 + α2D2 + … + αnDn + β2X2it + … + βnX2nit + eit………………….(15)

3. Metode Efek Acak (Random Effect)

Metode efek acak memperhitung kan residual yang diduga memiliki

hubungan antarindividu dan antarwaktu. Model efek acak adalah sebagai

berikut:

Yit = β1 + β2X2it + … + βnX2nit + eit + µit……………………………………(16)

4.5.4.1. Pemilihan antara metode common effect, fixed effect, dan random
effect.

Pemilihan antara metode common effect, fixed effect, dan random effect

dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:

1. Pemilihan antara metode common effect dan fixed effect.

Pemilihan metode dilakukan menggunakan uji F, dengan rumus sebagai

berikut:

Keterangan:
= R2 model PLS
= R2 model FE
m = jumlah restricted variable
n = jumlah sampel
k = jumlah variabel penjelas

Hipotesis nol dari restricted variable F test adalah sebagai berikut:

H0 = model pooled least quare (restricted)


61
H1 = model fixed effect (unrestricted)

Jika F-hitung > F-tabel dan ρ signifikan, maka H0 ditolak atau fixed effect

lebih baik untuk mengestimasi data panel. Namun, jika H0 diterima atau

pooled least quare lebih baik, maka pengujian antara metode fixed effect dan

random effect tidak perlu dilakukan.

2. Pemilihan antara metode fixed effect dan random effect.

Pemilihan dilakukan dengan uji Hausman. Hipotesa dari uji Hausman adalah:

H0 : random effect lebih baik

H1 : fixed effect lebih baik

Jika nilai Chi-square < tingkat kepercayaan (α) dan ρ signifikan, maka H0

ditolak atau fixed effect lebih baik.

4.5.5. Pengujian Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik bertujuan untuk menghilangkan penyimpangan-

penyimpangan yang mungkin terjadi dalam analisis regresi, sehingga hasil yang

akan diperoleh dapat lebih akurat dan mendekati atau sama dengan kenyataan.

Uji asumsi klasik yang dilakukan yaitu :

a. Pengujian Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Jika variabel

independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel tersebut tidak ortogonal.

Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama

variabel independen sama dengan nol. Multikolonieritas dapat dilihat

menggunakan koefisien korelasi masing-masing variable bebas. Jika koefisien

korelasi di antara masing-masing variable bebas lebih besar dari 0,8, maka

terjadi multikolinieritas (Ajija dkk., 2011:35).

62
b. Pengujian Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier

terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan

kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Salah satu cara yang dapat digunakan

untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan melakukan uji

Lagrange-Multiplier (uji LM) atau metode Breusch-Godfrey. Hipotesa dari uji LM

adalah:

H0 : tidak ada autokorelasi

H1 : ada autokorelasi

Metode ini didasarkan pada nilai F-stat dan Obs*R-squared. Jika nilai p-

value Obs*R-squared > tingkat kepercayaan (α), maka H0 diterima atau tidak

terdapat autokorelasi. Sebaliknya, jika nilai p-value Obs*R-squared < tingkat

kepercayaan (α), maka H0 ditolak atau terdapat autokorelasi (Ajija dkk., 2011:40).

c. Pengujian heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji ada tidaknya variabel bebas

yang sama (konstan dalam model regresi yang digunakan). Pengujian ada

tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji White

Heteroskedasticity. Hipotesa dari uji White Heteroskedasticity adalah:

H0 : tidak ada heteroskedastisitas (homoskedastisitas)

H1 : ada heteroskedastisitas

Metode ini juga didasarkan pada nilai F-stat dan Obs*R-squared. Jika nilai p-

value Obs*R-squared > tingkat kepercayaan (α), maka H0 diterima atau tidak

terdapat heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika nilai p-value Obs*R-squared <

tingkat kepercayaan (α), maka H0 ditolak atau terdapat heteroskedastisitas (Ajija

dkk., 2011:39).

d. Uji normalitas

63
Uji normalitas tidak dilakukan, karena uji normalitas hanya digunakan jika

jumlah observasi kurang dari 30. Jumlah observasi dalam penelitian ini adalah

200 perusahaan tahun, sehingga distribusi sampling error diasumsikan telah

mendekati normal (Ajija dkk., 2011:42).

64
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Hasil Uji Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan

gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi

sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang

berlaku untuk umum (Sugiyono, 2010:29). Statistik deskriptif data penelitian

disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 5.1
Statistik deskriptif data penelitian (disajikan dalam milyaran Rp kecuali ROA)

Rata-rata Maksimum Minimum Deviasi Standar


Arus kas operasi 1.570 29.800 -447 4.530
Harga pokok penjualan 5.810 103.000 21,100 12.900
Pengeluaran diskresi 1.550 24.600 4,850 3.840
Biaya produksi 5.650 9.600 22,400 12.600
Total akrual 1.090 11.800 -7,020 1.320
Persediaan 1.270 20.200 9,140 3.000
Laba bersih sebelum pajak 1.700 25.600 1,360 4.280
Penjualan (pendapatan bersih) 9.360 130.000 61,300 18.700
Piutang 754 9.390 3,520 1.330
Laba operasi 1.680 26.500 -67 4.140
Aktiva tetap bersih 3.640 76.400 1,360 10.900
Total aset 7.660 97.900 42,100 17.400
ROA 16,291 57,070 0,020 13,100
Beban pajak (cash) 932 21.900 0,774 3.100
Beban pajak tangguhan -0,903 877 -380 98.900

Tabel 5.1 menunjukkan jumlah sampel (n) adalah 200, dari 200 sampel ini

arus kas operasi terendah adalah Rp -447 milyar dan tertinggi Rp 29.800 milyar.

Rata-rata arus kas operasi dari 200 sampel adalah Rp 1.570 milyar dengan

deviasi standar Rp 4.530 milyar. Arus kas operasi negatif menunjukkan bahwa

pengeluaran kas dari aktivitas operasi lebih besar dari penerimaan kas operasi.
65
Arus kas operasi negatif yang disertai dengan arus kas investasi dan pendanaan

positif berarti perusahaan menggunakan sebagian investasi dan dana pinjaman

atau penarikan modal untuk membiayai kegiatan operasional. Sedangkan, arus

kas operasi yang disertai dengan arus kas investasi negatif dan arus kas

pendanaan positif berarti perusahaan melakukan kegiatan operasional dan

investasi yang sebagian dibiayai dengan dana pinjaman atau penarikan modal.

Harga pokok penjualan, pengeluaran diskresi, biaya produksi, total akrual,

dan persediaan terendah masing-masing sebesar Rp 21,1 milyar, Rp 4,850

milyar, Rp 22,400 milyar, Rp -7,020 milyar, Rp 9,140 milyar, dan tertinggi

masing-masing Rp 103.000 milyar, Rp 24.600 milyar, Rp 9.600 milyar, Rp 11.800

milyar, Rp 20.200 milyar. Rata-rata harga pokok penjualan, pengeluaran diskresi,

biaya produksi, total akrual, dan persediaan dari 200 sampel masing-masing

adalah Rp 5.810 milyar, Rp 1.550 milyar, Rp 5.650 milyar, Rp 1.090 milyar, Rp

1.270 milyar dengan deviasi standar masing-masing sebesar Rp 12.900 milyar,

Rp 3.840 milyar, Rp 12.600 milyar, Rp 1.320 milyar, Rp 3.000 milyar. Total akrual

yang positif berarti perusahaan melakukan manajemen laba dengan cara

menaikkan laba yang dilaporkan. Sebaliknya, nilai total akrual yang negatif

menunjukkan bahwa perusahaan melakukan manajemen laba dengan cara

menurunkan laba.

Nilai terendah dari laba bersih sebelum pajak, penjualan (pendapatan

bersih), piutang, laba operasi, dan aktiva tetap bersih masing-masing adalah Rp

1,360 milyar, Rp 61,300 milyar, Rp 3,520 milyar, Rp -67 milyar, Rp 1,360 milyar.

Sebaliknya, nilai tertinggi dari laba bersih sebelum pajak, penjualan (pendapatan

bersih), piutang, laba operasi, dan aktiva tetap bersih masing-masing sebesar Rp

25.600 milyar, Rp 130.000 milyar, Rp 9.390 milyar, Rp 26.500 milyar, Rp 76.400

milyar. Laba bersih sebelum pajak, penjualan (pendapatan bersih), piutang, laba

66
operasi, dan aktiva tetap bersih masing-masing memiliki nilai rata-rata Rp 1.700

milyar, Rp 9.360 miyar, Rp 754 milyar, Rp 1.680 milyar, Rp 3.640 milyar dengan

deviasi standar masing-masing Rp 4.280 milyar, Rp 18.700 milyar, Rp 1.330

milyar, Rp 4,140 milyar, dan Rp 10,900 milyar.

Rata-rata perusahaan memiliki total aset, ROA, beban pajak (cash), dan

beban pajak tangguhan masing-masing sebesar Rp 7.660 milyar, 16,291, Rp 932

milyar, dan Rp 0,903 milyar dengan deviasi standar masing-masing sebesar Rp

17.400 milyar, 13,100, Rp 3.100 milyar, dan Rp 98,900 milyar. Nilai tertinggi dari

total aset, ROA, beban pajak (cash), dan beban pajak tangguhan masing-masing

sebesar Rp 97.900 milyar, 57,070, Rp 21.900 milyar, Rp 877 milyar dan nilai

terendah masing-masing sebesar Rp 42.100 milyar, 0,020, Rp 0,774 milyar, dan

Rp -380 milyar.

Statistik deskriptif hasil estimasi masing-masing proksi manajemen laba

disajikan dalam tabel 5.2 berikut ini:

Tabel 5.2
Nilai dari masing-masing proksi manajemen laba

Rata-rata Maks Min Deviasi Standar


Abnormal CFO -0,00002 0,516 -0,667 0,149
Abnormal PROD -0,00002 0,690 -0,778 0,225
Abnormal DISEXP 0,00039 1,035 -0,541 0,244
Discresionary accruals 0,023 0,471 -0,266 0,113

Perusahaan rata-rata memiliki abnormal CFO, abnormal PROD, abnormal

DISEXP, dan discresionary accruals masing-masing sebesar -0,00002, -

0,00002, 0,00039, dan 0,023 dengan deviasi standar masing-masing sebesar

0,149, 0,225, 0,244, dan 0,113. Nilai tertinggi abnormal CFO, abnormal PROD,

abnormal DISEXP, dan discresionary accruals masing-masing sebesar 0,516,

0,690, 1,035, dan 0,471. Sebaliknya, nilai terendah abnormal CFO, abnormal

67
PROD, abnormal DISEXP, dan discresionary accruals perusahaan masing-

masing sebesar -0,667, -0,778, -0,541, dan -0,266.

5.1.2. Hasil Uji Stasioneritas

Data yang digunakan dalam analisis regresi untuk mengukur masing-

masing proksi dari manajemen laba telah lulus uji stasioneritas dengan

menggunakan uji unit root. Hasil uji stasioneritas data manajemen laba disajikan

dalam tabel 5.3.

Tabel 5.3
Hasil uji unit root data yang digunakan untuk estimasi proksi manajemen laba

t-statistik probabilitas
1/At-1 -4,892 0,000***
Arus Kas Operasi (CFOt/At-1) -6,191 0,000***
Biaya produksi (PRODt/At-1) -7,245 0,000***
Biaya diskresi (DISEXPt/At-1) -3,913 0,002***
Total akrual (TACCt/At-1) -7,253 0,000***
Penjualan/pendapatan (St/At-1) -6,564 0,000***
Penjualan/pendapatan (St-1/At-1) -5,768 0,000***
Perubahan penjualan (∆St/At-1) -14,442 0,000***
Perubahan penjualan (∆St-1/At-1) -5,388 0,000***
Perubahan penjualan dikurangi perubahan
piutang (∆REVt-∆RECt)/At-1 -14,450 0,000***
Plant, property, and equipment (PPEt/At-1) -5,732 0,000***
ROAt/At-1 -6,022 0,000***
*** signifikan pada level 1%, ** 5%, * 10%.

Berdasarkan tabel 5.3, dapat dilihat bahwa semua data signifikan.

Dengan kata lain, data yang digunakan untuk menghitung proksi manajemen

laba adalah stasioner. Pengujian unit root di atas menggunakan uji Augmented

Dickey Fuller. Uji unit root juga dilakukan ketika menghitung proksi persistensi

laba, karena data persistensi laba merupakan data time series. Hasil uji unit root

data persistensi laba masing-masing perusahaan disajikan dalam lampiran 2.

Hasil uji unit root menunjukkan bahwa tidak semua perusahaan memiliki

data yang stasioner. Data dikatakan stasioner jika nilai unit root signifikan. PT.

Intraco Penta Tbk (INTA), PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), PT.

68
Siantar TOP Tbk (STTP), PT. Surya Toto Indonesia Tbk (TOTO), dan PT. Trias

Sentosa Tbk (TRST) masih memiliki nilai unit root yang tidak signifikan. Namun,

peneliti mengabaikan hasil uji ini dan tetap memasukkan data 5 perusahaan

tersebut, karena masalah keterbatasan data yang akan dihadapi peneliti jika

mengeluarkan sampel tersebut dari sampel penelitian. Dalam hal ini, peneliti

telah mencoba melakukan transformasi data, tetapi data tetap tidak stasioner.

5.1.3. Estimasi Model Regresi Data Panel

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel. Data panel

dapat dianalisa menggunakan 3 macam pendekatan model, yaitu common effect

(pooled least square), fixed effects, dan random effects model. Tiga macam

pendekatan tersebut merupakan asumsi yang ditetapkan dalam melakukan

estimasi terhadap data panel. Berdasarkaan ketiga pendekatan ditentukan model

yang paling baik dalam menjelaskan hasil penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh langsung dan tidak

langsung manajemen laba dan perencanaan pajak terhadap persistensi laba.

Oleh karena itu, peneliti melakukan regresi sebanyak 2 kali dengan estimasi

model umum sebagai berikut:

1. Regresi manajemen laba riil, manajemen laba akrual, dan perencanaan pajak

terhadap persistensi laba, selanjutnya disebut model 1.

PTBIt+1 = α0 + α1Abn.CFOt + α2 Abn.PRODt + α3Abn.DISEXPt + α4 DACCt +

α5TaxPlant + α6 SIZEt + ɛt+1......................................................... (1)

2. Regresi manajemen laba riil dan manajemen laba akrual terhadap

perencanaan pajak, selanjutnya disebut model 2.

TaxPlant = α0 + α1 Abn.CFOt + α2 Abn.PRODt + α3 Abn.DISEXPt + α4 DACCt +

α5 SIZEt + ɛt+1...............................................................................(2)

69
Hasil regresi dari kedua model umum di atas disajikan dalam lampiran 3 dan 4.

Hasil estimasi dari kedua model umum tersebut selanjutnya digunakan

melakukan pengujian untuk memilih metode mana yang paling tepat dalam

menjelaskan model umum yang telah dibentuk.

5.1.3.1. Pengujian Pemilihan Model Data Panel

5.1.3.1.1. Pemilihan antara metode common effect dan fixed effect.

Pemilihan antara metode common effect dan fixed effect

menggunakan uji F (redundant fixed effects-likelihood ratio). Hasil uji F disajikan

dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5.4
Uji F (Pemilihan antara metode common effect dan fixed effect)

Model F-stat probabilitas


1 0,977 0,516
2 2,942 0,000***
*** signifikan pada level 1%, ** 5%, * 10%

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa model 1 memiliki ρ yang tidak signifikan,

berarti H0 diterima atau pooled least quare lebih baik untuk mengestimasi data

panel. Sebaliknya, model 2 memiliki ρ yang signifikan, berarti H0 ditolak atau

fixed effect lebih baik untuk mengestimasi data panel. Khusus untuk model 2,

pengujian dilanjutkan untuk memilih antara metode fixed effect dan random

effect.

5.1.3.1.2. Pemilihan antara metode fixed effect dan random effect.

Pemilihan antara metode fixed effect dan random effect menggunakan

uji Hausman yang didasarkan pada nilai chi-square dan tingkat signifikansi (ρ).

Hasil uji Hausman menunjukkan nilai chi-square 3,150 dengan probabilitas

0,677. Nilai ini berarti penerimaan terhadap H0, karena probabilitas chi-square

tidak signifikan. Dengan demikian, random effect lebih baik untuk mengestimasi

data panel.

70
Berdasarkan uji yang dilakukan dalam pemilihan model yang tepat

untuk menganalisa hasil regresi dapat disimpulkan bahwa hasil yang digunakan

dalam analisis model 1 adalah hasil regresi dengan menggunakan metode

common effect, sedangkan untuk analisis regresi model 2 digunakan hasil regresi

metode random effects.

5.1.4. Hasil Uji Asumsi Klasik

Setelah model estimasi ditentukan, selanjutnya dilakukan pengujian

asumsi klasik yang disebabkan oleh adanya kemungkinan penyimpangan yang

terjadi dalam analisis regresi. Uji asumsi klasik yang dilakukan adalah:

5.1.4.1.Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas dilakukan dengan melihat koefisien korelasi masing-

masing variabel bebas. Jika koefisien korelasi di antara masing-masing variabel

bebas lebih besar dari 0,8, maka terjadi multikolinieritas. Koefisien masing-

masing variabel dalam model 1 dan 2 dapat dilihat dalam lampiran 6.

Hasil uji multikolinieritas menunjukkan tidak ada masalah multikolinieritas

dalam persamaan regresi berganda yang akan digunakan untuk melakukan

analisis data. Hal ini disebabkan oleh nilai matriks korelasi (correlation matrix)

semua variabel kurang dari 0,8.

5.1.4.2.Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan uji Lagrange-Multiplier

(uji LM) atau metode Breusch-Godfrey. Hasil uji LM disajikan sebagai berikut:

Tabel 5.5
Hasil uji autokorelasi model regresi sebelum transformasi data

F-stat probabilitas Obs*R-squared


Model 1 5,405 0,005***
Model 2 122,040 0,000***
*** signifikan pada level 1%, ** 5%, * 10%.

71
Tabel 5.6
Hasil uji autokorelasi model regresi setelah transformasi data

F-stat probabilitas Obs*R-squared


Model 1 0,001 1,000
Model 2 1,946 0,137
*** signifikan pada level 1%, ** 5%, * 10%.

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa nilai p-value Obs*R-squared < tingkat

kepercayaan, sehingga H0 ditolak atau terdapat autokorelasi. Oleh karena itu,

dilakukan transformasi data dengan hasil yang ditunjukkan pada tabel 5.6.

Transformasi data dilakukan dengan mengestimasi nilai ρ Theil Nagar berbasis

statistik Durbin Watson (Gujarati, 2003:492). Setelah transformasi data, nilai p-

value Obs*R-squared > tingkat kepercayaan (α = 1%), sehingga H0 diterima atau

tidak terdapat autokorelasi.

5.1.4.3.Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ada tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan uji White

Heteroskedasticity yang juga didasarkan pada nilai F-stat dan Obs*R-squared.

Hasil uji White Heteroskedasticity disajikan sebagai berikut:

Tabel 5.7
Hasil uji heteroskedastisitas model regresi

F-stat probabilitas Obs*R-squared


Model 1 0,177 1,000
Model 2 0,550 0,930
*** signifikan pada level 1%, ** 5%, * 10%.

Hasil uji White Heteroskedasticity pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa nilai p-

value Obs*R-squared > tingkat kepercayaan, sehingga H0 diterima atau tidak

terdapat heteroskedastisitas.

5.1.5. Hasil Uji Hipotesis

Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini ada 2. Model regresi

pertama menguji H1a, H1b, H1c, H1d, dan H3 mengenai pengaruh manajemen laba

dan perencanaan pajak terhadap persistensi laba. Model kedua menguji H2a, H2b,
72
H2c, dan H2d mengenai pengaruh manajemen laba terhadap perencanaan pajak.

Berikut ini disajikan hasil pengujian hipotesis.

Tabel 5.8
Hasil Uji Hipotesis Model 1

PTBIt+1 = α0 + α1Abn.CFOt + α2 Abn.PRODt + α3Abn.DISEXPt + α4 DACCt + α5TaxPlant


+ α6 SIZEt + ɛt+1.
Variabel Koefisien Std.Error t-Statistik Prob
Abnormal cashflow from operation 0,952 0,406 2,344 0,020**
Abnormal production cost 0,030 0,295 0,103 0,918
Abnormal discretionary expenditure 0,612 0,274 2,237 0,026**
Discretionary accruals 1,426 0,505 2,821 0,005***
Cash effective tax rate -0,010 0,110 -0,091 0,928
Firm size 0,060 0,018 3,364 0,001***
*** signifikan pada level 1%, ** 5%, * 10%.

Hasil estimasi model 1 menunjukkan perencanaan pajak dan abnormal

production cost (Abn.PROD) tidak berpengaruh terhadap persistensi laba.

Sebaliknya, abnormal cash flow from operation (Abn.CFO), abnormal

discretionary expenditure (Abn.DISEXP), discretionary accruals (DACC), dan

ukuran perusahaan (SIZE) mempengaruhi persistensi laba secara signifikan.

Hasil penelitian ini menolak H1a, H1b, H1c, H1d, dan H3. Perencanaan pajak

dan manajemen laba riil melalui peningkatan produksi secara berlebihan terbukti

tidak mempengaruhi persistensi laba. Sedangkan, manajemen laba riil yang

dilakukan perusahaan dengan memanipulasi penjualan, mengurangi beban

diskresi tunai, dan kebijakan diskresi akrual memiliki pengaruh positif signifikan

terhadap persistensi laba. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan melakukan

manajemen laba riil dan akrual untuk mempengaruhi persistensi laba. Semua

koefisien hasil regresi proksi manajemen laba menunjukkan arah positif,

sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh

positif manajemen laba terhadap persistensi laba.

73
Perusahaan lebih memilih melakukan manajemen laba riil dengan

meningkatkan arus kas melalui manipulasi penjualan dan mengurangi beban

diskresi dibandingkan melakukan produksi yang berlebihan. Penelitian ini

menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol dan hasil penelitian

membuktikan bahwa ukuran perusahaan mempengaruhi persistensi laba secara

signifikan.

Tabel 5.9
Hasil Uji Hipotesis Model 2

TaxPlant = α0 + α1 Abn.CFOt + α2 Abn.PRODt + α3 Abn.DISEXPt + α4 DACCt +


α5 SIZEt + ɛt+1
Variabel Koefisien Std.Error t-Statistik Prob
Abnormal cashflow from operation 0,228 0,189 1,206 0,229
Abnormal production cost 0,058 0,119 0,487 0,627
Abnormal discretionary expenditure 0,085 0,148 0,575 0,566
Discretionary accruals 0,178 0,216 0,824 0,411
Firm size -0,013 0,014 -0,955 0,341
*** signifikan pada level 1%, ** 5%, * 10%.

Tabel 5.9 menunjukkan tidak satupun proksi manajemen laba yang

memiliki pengaruh signifikan terhadap perencanaan pajak. Ukuran perusahaan

juga tidak mempengaruhi perencanaan pajak secara signifikan. Dengan

demikian, hasil penelitian ini menolak H2a, H2b, H2c dan H2d yang menyatakan

bahwa manajemen laba riil dan manajemen laba akrual berpengaruh positif

terhadap perencanaan pajak, sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen

laba tidak mempengaruhi perencanaan pajak.

5.2. Pembahasan Hasil Uji Hipotesis

5.2.1. Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Persistensi Laba

Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen laba, baik manajemen

laba riil maupun manajemen laba akrual berpengaruh positif terhadap persistensi

laba. Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen laba yang dilakukan oleh

perusahaan di Indonesia cenderung tidak oportunis dan bertujuan untuk

74
meningkatkan nilai prediksi laba saat ini, agar dapat digunakan sebagai pengukur

laba periode mendatang. Hasil ini didukung oleh penelitian Gunny (2009),

Graham et al. (2005) serta Taylor dan Xu (2008). Gunny (2009) menyatakan

bahwa perusahaan menggunakan manajemen laba riil untuk mencapai target

laba, agar dapat menunjukkan kinerja masa depan yang lebih baik. Perusahaan

yang melakukan manajemen laba riil untuk mencapai target laba memiliki kinerja

masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang tidak

melakukan manajemen laba riil, karena manajer perusahaan menggunakan

kebijakan diskresi operasi untuk memperoleh manfaat yang memungkinkan

kinerja perusahaan yang lebih baik di masa depan. Manajer mengatur laba untuk

mengkomunikasikan informasi privat tentang prospek perusahaan dan menilai

biaya serta manfaat manajemen laba riil secara hati-hati untuk menghindari

penurunan kinerja perusahaan di masa depan (Taylor dan Xu, 2008).

Penelitian ini menggunakan tiga proksi manajemen laba riil yang mewakili

tindakan perusahaan dalam mengatur kegiatan operasi guna menghindari

melaporkan rugi. Tindakan tersebut dilakukan dengan memanipulasi penjualan

untuk meningkatkan arus kas saat ini, meningkatkan produksi melebihi produksi

yang diperlukan untuk melaporkan harga pokok penjualan yang lebih rendah,

dan mengurangi pengeluaran diskresi seperti beban riset dan pengembangan

serta beban administrasi dan umum untuk melaporkan laba yang lebih besar

(Rowchowdhury, 2006).

Namun, hasil penelitian ini membuktikan bahwa manipulasi penjualan

yang dilakukan dengan memberikan potongan harga dan persyaratan kredit yang

lebih lunak, serta menunda pengeluaran diskresi tunai dapat meningkatkan nilai

perusahaan yang memungkinkan manajer menyajikan laba yang lebih

mencerminkan kinerja perusahaan di masa depan. Sedangkan, tindakan untuk

75
mengatur angka laba dengan meningkatkan jumlah produksi barang secara

berlebihan terbukti tidak mempengaruhi persistensi laba.

Manipulasi penjualan mengarah pada perilaku manajer yang berusaha

meningkatkan penjualan selama periode berjalan untuk mencapai target laba.

Pencapaian target laba berhubungan positif dengan kinerja perusahaan di masa

depan (Gunny). Jadi, manipulasi penjualan yang dilakukan perusahaan dapat

membantu manajemen perusahaan untuk mencapai target laba yang mengarah

pada persistensi laba. Demikian juga dengan penundaan pengeluaran diskresi

tunai seperti penundaan investasi R&D yang manfaatnya belum pasti akan

menambah nilai perusahaan di masa depan. Sedangkan, manipulasi harga

pokok penjualan dengan meningkatkan produksi secara berlebihan untuk

memanfaatkan biaya overhead tetap tidak mempengaruhi persistensi laba,

karena tindakan manajemen laba riil ini merupakan cerminan dari niat

perusahaan untuk melakukan pemotongan harga, pemberian persyaratan kredit

yang lunak untuk meningkatkan penjualan dan/atau penurunan harga pokok

penjualan (Taylor dan Xu, 2008). Dengan demikian, produksi berlebih dan

manipulasi penjualan merupakan tindakan yang tidak terpisah satu sama lain.

Dalam hal ini perusahaan harus memiliki persediaan yang cukup banyak untuk

memanipulasi penjualan dan pemanfaatan biaya overhead tetap tidak boleh

melebihi biaya marjinal periode berjalan. Jika biaya marjinal meningkat, maka

peningkatan penjualan juga akan meningkatkan harga pokok penjualan.

Pengaruh positif manajemen laba riil terhadap persistensi laba

merupakan tindakan manajemen yang berusaha mencapai tolak ukur laba untuk

memberikan manfaat bagi perusahaan dan memungkinkan kinerja yang lebih

baik di masa depan. Manfaat yang diperoleh perusahaan dalam usaha mencapai

tolak ukur laba meliputi peningkatan harga saham, meningkatkan kredibilitas

76
manajemen guna memenuhi harapan para pemegang saham, dan menghindari

tuntutan hukum (Gunny, 2009). Graham et al. (2005) menemukan bahwa 86,3%

eksekutif perusahaan yakin pencapaian target laba membantu meningkatkan

kredibilitas perusahaan di pasar modal. Manajemen perusahaan melakukan

manajemen laba riil selama manfaat yang diterima lebih besar dari biaya yang

akan dikeluarkan oleh perusahaan (Gunny, 2009).

Pengaruh positif manajemen laba terhadap persistensi laba terkait

dengan sinyal kompetensi manajemen perusahaan (Bartov et al., 2002 seperti

yang dikutip oleh Gunny, 2009). Perusahaan menggunakan discretionary

accruals sebagai sinyal nilai perusahaan (Subramanyam, 1996 seperti yang

dikutip oleh Gunny, 2009). Graham et al. (2005) menemukan bahwa 74,1%

eksekutif perusahaan berusaha mencapai tolak ukur laba, karena hal tersebut

mampu membantu menyampaikan prospek pertumbuhan perusahaan di masa

depan kepada para pemegang saham.

Zang (2006) menyatakan bahwa perusahaan menggunakan manajemen

laba riil dan manajemen laba akrual secara substitusi. Penelitian ini mendukung

pernyataan tersebut, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa baik

manajemen laba riil maupun manajemen laba akrual sama-sama memiliki

pengaruh positif terhadap persistensi laba. Manajemen perusahaan tidak

mungkin hanya mengandalkan manajemen laba akrual untuk mengatur laba

(Rowchowdhury, 2006).

Perusahaan lebih memilih melakukan manajemen laba riil dengan

meningkatkan arus kas operasi dan mengurangi beban diskresi tunai

dibandingkan melakukan produksi berlebih yang nantinya dapat meningkatkan

beban persediaan. Perilaku perusahaan seperti ini juga didukung oleh Subekti

77
dkk (2010) yang menemukan bukti bahwa perilaku manajemen laba yang

berdasarkan aktivitas produksi tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan.

Penelitian ini membuktikan bahwa perusahaan di Indonesia melakukan

manajemen laba untuk tujuan efisiensi atau tidak oportunis yakni agar laba dapat

dijadikan pengukur kinerja perusahaan yang lebih baik di masa datang (laba

yang persisten). Dengan demikian, hasil penelitian ini mendukung teori keagenan

(motivasi signaling). Dalam hal ini, manajer dimotivasi untuk menyajikan angka

laba yang mampu mencerminkan kinerja perusahaan di masa depan, sehingga

pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan mampu mengambil

keputusan yang lebih baik dalam menilai perusahaan.

Pengaruh positif manajemen laba terhadap persistensi laba membuktikan

bahwa perusahaan yang melakukan manajemen laba akan memiliki laba yang

lebih prediktif dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan

manajemen laba. Laba perusahaan akan lebih persisten jika perusahaan

melakukan manajemen laba. Ukuran perusahaan juga terbukti memiliki pengaruh

positif terhadap persistensi laba. Dengan demikian, semakin besar perusahaan,

semakin persisten laba perusahaan.

5.2.2. Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap Persistensi Laba

Penelitian ini membuktikan bahwa perencanaan pajak tidak berpengaruh

terhadap persistensi laba. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tujuan utama

perencanaan pajak yang efektif adalah untuk memaksimalkan return setelah

pajak, bukan untuk meminimalisasi beban pajak (Scholes et al., 2008 seperti

yang dikutip oleh McGuire, Neuman, dan Omer, 2012). Oleh karena manfaat

pajak dan biaya pelaporan keuangan saling bertentangan satu sama lain.

Beberapa peneliti di Indonesia (Wulandari, dkk., 2004; Wijaya dan

Martani, 2011; serta Subagyo dan Oktavia, 2010) telah menemukan bukti bahwa

78
perusahaan akan memanipulasi laba untuk meminimalkan pembayaran pajak.

Dengan demikian, perencanaan pajak di Indonesia cenderung agresif, karena

hanya memiliki fokus jangka pendek dan tidak berkelanjutan. Akibatnya,

perencanaan pajak kurang mencerminkan informasi mengenai persistensi laba

perusahaan. KPMG (2007) berpendapat bahwa perencanaan pajak yang

berkelanjutan merupakan tujuan jangka panjang penting bagi perusahaan,

karena perubahan yang tak terduga dalam nilai pajak perusahaan dipandang

sebagai sinyal dari manajemen yang buruk oleh para analis keuangan.

McGuire et al. (2012) menyatakan bahwa semakin berkelanjutan strategi

pajak perusahaan, semakin persisten laba, arus kas dan akrual sebelum pajak

perusahaan. Strategi pajak yang berkelanjutan memberikan sinyal mengenai

seberapa besar harapan manajer perusahaan tentang sejauh mana laba saat ini

mampu bertahan ke masa depan. Strategi pajak yang berkelajutan juga

digunakan oleh investor untuk menilai persistensi laba dan komponen-komponen

laba perusahaan.

Minimalisasi pajak dan keberlanjutan (sustainability) mewakili dua dimensi

yang berbeda dari strategi pajak perusahaan (McGuire et al., 2012). Strategi

pajak yang berkelanjutan memiliki fokus jangka panjang dengan

mempertahankan kekonsistenan hasil dari penghindaran pajak dari waktu ke

waktu, sedangkan minimalisasi pajak memiliki fokus jangka pendek dengan

meminimalisasi kewajiban pajak selama satu periode. Strategi pajak perusahaan

dilakukan melalui berbagai aktivitas perencanaan pajak.

Salah satu perusahaan tambang dunia yang memiliki anak perusahaan di

Indonesia, yakni Rio Tinto Group memiliki pernyataan misi untuk menyelaraskan

strategi pajak dengan strategi bisnis perusahaan dan menuntut departemen

pajak perusahaan, agar memiliki strategi pajak yang transparan dan berlanjut

79
dalam jangka panjang (Tinto, 2011). Misi perusahaan seperti ini masih jarang

ditemui pada perusahaan-perusahaan di Indonesia, sehingga kemungkinan

fenomena penggelapan pajak merupakan akibat dari perencanaan pajak yang

bersifat jangka pendek, yakni minimalisasi beban pajak selama satu periode

pelaporan.

5.2.3. Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Perencanaan Pajak

Hasil penelitian menunjukkan tidak satupun proksi manajemen laba yang

berpengaruh terhadap perencanaan pajak. Tindakan perusahaan melakukan

manipulasi penjualan, produksi berlebihan, menunda beban diskresi tunai, dan

mengambil kebijakan akrual diskresi tidak mempengaruhi perencanaan pajak

perusahaan. Hal ini berarti bahwa manajemen laba dan perencanaan pajak tidak

saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga perusahaan tidak melakukan

manajemen laba dalam melakukan perencanaan pajak.

Hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian Chen et al. (2007) yang

menyatakan bahwa baik laba akuntansi maupun laba fiskal tidak terkait satu

sama lain, sehingga perencanaan pajak dan manajemen laba masing-masing

memiliki potensi untuk mempengaruhi laba akuntansi dan laba fiskal. Hal ini

mengandung arti bahwa manajemen laba yang dilakukan perusahaan tidak

sekaligus bertujuan untuk memanipulasi jumlah pajak yang akan dibayar oleh

perusahaan.

Hasil penelitian ini juga bertentangan dengan hasil penelitian Ayers et al.

(2008) yang menemukan bukti bahwa keinformatifan laba fiskal berkurang,

karena adanya manajemen laba. Oleh karena penelitian ini tidak menemukan

bukti bahwa manajemen laba dilakukan untuk mendukung perencanaan pajak,

maka dapat dikatakan bahwa keinformatifan laba fiskal tidak berkurang, karena

adanya manajemen laba. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan

80
kebijakan pelaporan keuangan perusahaan dengan kebijakan dalam melakukan

strategi pajak, karena manajer perusahaan mengatur laba untuk mencapai target

kinerja yang kemungkinan bertentangan dengan tujuan pajak (Ayers, Jiang, dan

Yeung, 2006; dan Burgstahler dan Dichev, 1997).

Perilaku manajemen perusahaan yang melakukan manajemen laba untuk

memberikan informasi privat kepada pemegang saham bertentangan dengan

tujuan perilaku perencanaan pajak perusahaan yang bersifat jangka pendek dan

cenderung tidak sustainable. Jadi, saat perencanaan pajak tidak dipengaruhi

oleh manajemen laba, hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan tujuan

perusahaan dalam melakukan manajemen laba dan perencanaan pajak, karena

manajemen laba bertujuan untuk menyajikan laba akuntansi yang berkelanjutan,

sedangkan laba fiskal tidak berkelanjutan. Ukuran perusahaan tidak berpengaruh

terhadap perencanaan pajak. Dengan demikian, besar kecilnya perusahaan tidak

mempengaruhi perilaku perencanaan pajak perusahaan.

5.3. Implikasi Penelitian

Penelitian ini memiliki kontribusi yang memberi manfaat bagi

pengembangan teori dan penelitian berikutnya, terutama penelitian yang

mengaitkan manajemen laba dengan perencanaan pajak dan persistensi laba.

1. Implikasi Teoritis

Penelitian ini memberikan kontribusi tentang keterkaitan antara

manajemen laba riil dan manajemen laba akrual dengan persistensi laba, serta

pengaruh negatif perencanaan pajak terhadap persistensi laba. Hasil penelitian

ini memperkuat teori yang menyatakan bahwa manajemen laba tidak selalu

dilakukan dengan tujuan oportunis. Oleh karena hasil penelitian ini menunjukkan

pengaruh manajemen laba terhadap persistensi laba, sehingga perusahaan yang

81
melakukan manajemen laba akan memiliki laba saat ini yang lebih baik dalam

memprediksi laba periode mendatang.

2. Implikasi Praktik

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi baru bagi investor terkait

dengan pengambilan keputusan investasi, agar lebih menggunakan informasi

persistensi laba dan perencanaan pajak perusahaan sebagai salah satu

informasi yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Investor tidak

perlu khawatir dengan perilaku manajemen laba perusahaan, karena perilaku

tersebut dapat memberikan gambaran kinerja perusahaan dengan lebih baik.

3. Implikasi Kebijakan

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Dewan Standar untuk mulai

memperhatikan perencanaan pajak perusahaan, selain fokus pada manajemen

laba, karena perencanaan pajak terbukti tidak mempengaruhi persistensi laba

atau dengan kata lain, laba fiskal tidak berkelanjutan. Hasil penelitian ini

memberikan tambahan informasi bagi pemerintah, agar tetap fokus mengkaji

peraturan perpajakan yang masih dapat dijadikan peluang oleh perusahaan

untuk melakukan perencanaan pajak yang cenderung mengarah pada

penggelapan pajak, sehingga mengurangi penghasilan pajak pemerintah.

82
BAB VI

KESIMPULAN

6.1. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris pengaruh

manajemen laba dan perencanaan pajak terhadap persistensi laba, serta

pengaruh manajemen laba terhadap perencanaan pajak. Penelitian ini dilakukan,

karena beberapa bukti empiris sebelumnya telah membuktikan bahwa

manajemen laba dan perencanaan pajak terkait satu sama lain dan sama-sama

memiliki potensi dalam mempengaruhi laba akuntansi dan laba fiskal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen laba cenderung

dilakukan untuk tujuan efisiensi. Perusahaan melakukan manajemen laba untuk

menyampaikan informasi privat tentang prospek perusahaan di masa depan

kepada stakeholders serta sinyal kredibilitas manajemen perusahaan. Perilaku ini

mendukung teori keagenan. Dalam hal ini, manajemen didorong oleh motivasi

signaling, karena manajemen mengatur laba untuk menggambarkan kinerja

perusahaan yang lebih baik di masa depan.

Perilaku manajemen laba perusahaan ini dilakukan melalui manipulasi

penjualan, menunda pengeluaran diskresi tunai dan kebijakan akrual diskresi.

Sedangkan, peningkatan produksi secara berlebihan tidak berpengaruh terhadap

persistensi laba perusahaan. Persistensi laba juga tidak dipengaruhi oleh

perencanaan pajak. Baik manajemen laba riil maupun akrual tidak

mempengaruhi perencanaan pajak perusahaan.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan tujuan pelaporan

keuangan dan pelaporan pajak, karena manajemen laba dilakukan untuk

83
memberikan sinyal kemakmuran kepada stakeholders, sedangkan perencanaan

pajak cenderung bertujuan untuk meminimalisasi beban pajak dalam jangka

pendek. Selama perusahaan tidak terbukti melakukan penggelapan pajak,

perusahaan akan mendapatkan keuntungan dari adanya penurunan kewajiban

yang harus dibayar. Namun, jika perusahaan sampai terbukti melakukan

penggelapan pajak, maka perusahaan akan dirugikan dengan adanya

pembayaran denda dan sanksi pajak.

Penelitian ini berhasil membuktikan adanya pengaruh manajemen laba

terhadap persistensi laba. Baik manajemen laba riil maupun manajemen laba

akrual sama-sama memberikan pengaruh terhadap persistensi laba. Namun,

penelitian ini tidak berhasil menemukan bukti adanya pengaruh manajemen laba

terhadap perencanaan pajak.

Manajemen laba memiliki pengaruh terhadap persistensi laba, sehingga

semakin besar manajemen laba yang dilakukan perusahaan, semakin persisten

laba yang dimiliki oleh perusahaan. Variabel kontrol ukuran perusahaan juga

memiliki pengaruh terhadap persistensi laba, tetapi tidak mempengaruhi

besarnya perencanaan pajak. Semakin besar ukuran perusahaan, semakin

persisten laba perusahaan. Besar kecilnya ukuran perusahaan tidak

mempengaruhi perencanaan pajak.

6.2. Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan 3 teknik manajemen laba riil yakni manipulasi

penjualan, produksi berlebih, dan pengurangan beban diskresi tunai. Peneliti

sebelumnya ada yang membedakan teknik manajemen laba dengan lebih

rinci yakni penurunan beban diskresi R&D (research and development),

penurunan beban diskresi SG&A (sales, general, and advertising),

pengaturan waktu penjualan aset tetap (Taylor dan Xu, 2008).

84
2. Penelitian ini secara tidak langsung membuktikan bahwa manajemen

berusaha mencapai target laba untuk memberikan informasi yang lebih tepat

tentang prospek kinerja perusahaan di masa depan, tetapi peneliti belum

menggunakan tolak ukur laba dalam menjelaskan pengaruh manajemen

laba terhadap persistensi laba.

3. Data beban pajak tangguhan dalam laporan keuangan perusahaan lebih

banyak dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan, sedangkan

laporan keuangan yang diperoleh peneliti sebagian besar hanya meliputi

neraca, laporan laba rugi, laba ditahan, dan arus kas. Jika hal ini tetap

dipaksakan, maka sampel penelitian akan semakin kecil, sehingga peneliti

akan memiliki hambatan normalitas data.

4. Persistensi laba dalam penelitian ini merupakan persistensi laba total,

sehingga peneliti tidak dapat menarik kesimpulan mengenai komponen laba

yang menjadi penyebab rendahnya persistensi laba akibat perencanaan

pajak perusahaan.

6.3. Saran

1. Peneliti berikutnya dapat meneliti pengaruh penurunan beban diskresi R&D

(research and development), penurunan beban diskresi SG&A (sales,

general, and advertising), pengaturan waktu penjualan aset tetap terhadap

persistensi laba.

2. Peneliti berikutnya dapat menggunakan reference point laba nol dan laba

periode sebelumnya sebagai tolak ukur laba seperti yang dilakukan oleh

Gunny (2009). Penggunaan reference point juga dapat membantu peneliti

berikutnya untuk menguji pengaruh manajemen laba berdasarkan teori

prospek.

85
3. Pengukuran manajemen laba akrual pada penelitian berikutnya dapat

menggunakan proksi short-term dan long-term discretionary accruals dengan

model performance matched discretionary accruals, karena akrual terbagi

menjadi akrual jangka pendek terkait dengan pos modal kerja dan akrual

jangka panjang seperti penyusutan dan amortisasi. Pengukuran proksi

perencanaan pajak dapat menggunakan ETR (Efective Tax Rate) dan

CurETR (Current Efective Tax Rate). Kedua proksi tersebut berdasarkan

beban pajak kini akrual.

4. Pengukuran persistensi laba untuk penelitian berikutnya dapat

menggunakan persistensi akrual dan persistensi arus kas, selain persistensi

laba total, karena laba memiliki dua komponen, yakni akrual dan arus kas.

86
DAFTAR PUSTAKA

Ahira, A. 2012. Kasus Pajak dan Penanganannya. Tersedia:


www.anneahira.com/kasus-pajak.htm (diakses tanggal 4 Juni 2012).

Ajija, S.R., D.W. Sari, R.H. Setianto, M.R. Primanti. 2011. Cara Cerdas
Menguasai EViews. Jakarta. Salemba Empat.

Atwood, T.J., M.S. Drake, dan L.A. Myers. 2010. Book-Tax Conformity, Earnings
Persistence and The Association Between Earnings and Future Cash
Flows. Journal of Accounting and Economics 50: 111-125.

Ayers, B.C., J.X. Jiang, dan P.E. Yeung. 2006. Discretionary Accruals and
Earnings Management: An Analysis of Pseudo Earnings Targets. The
Accounting Review 81 (3): 617-652.

Ayers, B.C., J.X. Jiang, dan S.K. Laplante. 2008. Taxable Income as a
Performance Measure: The Effects of Tax Planning and Earnings
Quality. Contemporary Accounting Research 26 (1). Tersedia:
http://ssrn.com/abstract=930406 (diakses tanggal 8 Maret 2012).

Balakrishnan, K., J. Blouin, dan W. Guay. 2011. Does Tax Aggressiveness


Reduce Financial Reporting Transparency? Tersedia:
http://ssrn.com/abstract=1792783 (diakses tanggal 8 Maret 2012).

Balsam, S., J.Krishnan, dan J.S. Yang. 2003. Auditor Industry Specialization and
Earnings Quality. Tersedia:
http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=436260 (diakses
tanggal 9 Oktober 2012).

Bernard, V.L. dan Skinner, D.J. 1996. What Motivates Manager’s Choice of
Discretionary Accrual?. Journal of Accounting and Economic 22: 313-
325.

Burgstahler, D. dan I., Dichev. 1997. Earnings Management to Avoid Earnings


Decreases or Losses. Journal of Accounting and Economics 24: 99-126.

Chen, L.H., D.S. Dhaliwal, dan M.A. Trombley. 2007. The Impact of Earnings
Management and Tax Planning on The Information Content of Earnings.
Tersedia: http://ssrn.com/abstract=1028808 (diakses tanggal 8 Maret
2012).

Cohen, D.A. dan P. Zarowin. 2008. Economic Consequences of Real and


Accrual-Based Earnings Management Activities. Tersedia:
jindal.utdallas.edu/files/Zarowin.pdf (diakses tanggal 8 Maret 2012).

87
_________. 2010. Accrual-based and Real Earnings Management Activities
around Seasoned Equity Offerings. Journal of Accounting and
Economics 50: 2-19.

Darussalam dan D. Septriadi. 2009. Tax Avoidance, Tax Planning, Tax Evasion,
dan Anti Avoidance Rule. Tersedia:
http://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=36&q=&hlm=2
(diakses tanggal 8 Oktober 2012).

Dechow, P.M. dan Dichev, I.D. 2002. The Quality of Accruals and Earnings: The
Role of Accrual Estimation Errors. The Accounting Review 77: 35-39.

Dechow, R.G., Sloan, dan A.P. Sweeney. 1995. Detecting Earnings


Management. The Accounting Review 70: 193-225.

Dechow, P.M., S.P. Khotari, dan R.L. Watts. The Relation Between Earnings and
Cash Flow. Tersedia: www.researchgate.net/...The_relation_betwee...
(diakses tanggal 10 September 2012).

Djamaluddin, S., Rahmawati, dan H.T. Wijayanti. 2007. Analisis Perubahan


Aktiva Pajak Tangguhan dan Kewajiban Pajak Tangguhan Untuk
Mendeteksi Manajemen Laba. Tersedia:
si.uns.ac.id/profil/.../196804011993032001lapDTAL-artikel04.rtf (diakses
tanggal 8 Maret 2012).

Dyreng, S., M. Hanlon, dan E.L. Maydew. 2008. Long-Run Corporate Tax
Avoidance. Tersedia: www.kellogg.northwestern.edu/.../hanlon.pdf
(diakses tanggal 1 Mei 2012).

Faiz, D. 2011. Manfaat Perencanaan Pajak (Tax Planning). Tersedia:


http://blogpejantantanggung.blogspot.com/2011/05/manfaat-
perencanaan-pajak-tax-planning.html (diakses tanggal 3 Juni 2012).

Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19,
Edisi 5. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Graham, J.R., C.R. Harvey, dan S. Rajgopal. 2005. The Economic Implications of
Corporate Financial Reporting. Tersedia:
http://ssrn.com/abstract=491627 (diakses tanggal 10 September 2012).

Guenther, D.A., E.L. Maydew, dan S.E. Nutter. 1997. Financial Reporting, Tax
Costs, and Book-Tax Conformity. Journal of Accounting and Economics
23: 225-248.

Gujarati, D.N. 2003. Basic Econometrics, Fourth Edition. The McGraw-Hill


Companies, Inc. United States.

88
Gunny, K. 2005. What Are the Consequences of Real Earnings Management?
Inc Tersedia: w4.stern.nyu.edu/.../docs/.../Gunny_paper.pdf (diakses
tanggal 10 September 2012).

________. 2009. The Relation Between Earnings Management Using Real


Activities Manipulation and Future Performance: Evidence From
Meeting Earnings Benchmarks. Tersedia:
http://ssrn.com/abstract=816025 (diakses tanggal 10 September 2012).

Hanlon, M. 2005. The Persistence and Pricing of Earnings, Accruals and Cash
Flows When Firm Have Large Book-Tax Differences. The Accounting
Review 80 (1): 137-166.

Hanlon, M. dan T. Shevlin. 2005. Book-Tax Conformity for Corporate Income: An


Introduction to The Issues. Tersedia: www.nber.org/chapters/c0166.pdf
(diakses tanggal 15 Maret 2012).

Hanlon, M., E.L. Maydew, dan T. Shevlin. 2006. Book-Tax Conformity and The
Information Content of Earnings. Tersedia:
http://ssrn.com/abstract=881561 (diakses tanggal 15 Maret 2012).

_____________. 2007. An Unintended Consequence of Book-Tax Conformity: A


Loss of Earnings Informativeness. Tersedia:
http://ssrn.com/abstract=1280509 (diakses tanggal 15 Maret 2012).

Hastuti. 2011. Titik Kritis Manajemen Laba pada Perubahan Tahap Life Cycle
Perusahaan: Analisis Manajemen Laba Riil Dibandingkan dengan
Manajemen Laba Akrual. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi XIV
Aceh.

Healy, P.M. 1985. The Effects of Bonus Schemes on Accounting Decisions.


Journal of Accounting and Economics 7: 85-107.

Healy, P.M. dan Palepu, K.G. 1995. The Challenges of Investor Communication:
The Case of CUC International, Inc. Journal of Financial Economics 38:
111-140.

Hidayati, S.M. dan Zulaikha. 2003. Analisis Perilaku Earnings Management:


Motivasi Minimalisasi Income Tax. Prosiding Simposium Nasional
Akuntansi VI Surabaya.

Hutami, S. 2012. Tax Planning (Tax Avoidance Dan Tax Evasion) Dilihat dari
Teori
Etika.Tersedia:ejournal.politama.ac.id/index.php/politeknosains/article/...
/25/22 (diakses tanggal 6 Oktober 2012).

89
Ibrahim, S., L. Xu, dan G. Rogers. 2011. Real and Accrual-Based Earnings
Management and Its Legal Consequences: Evidence From Seasoned
Equity Offerings. Tersedia:
http://www.emeraldinsight.com/journals.htm?articleid=1941454 (diakses
tanggal 10 September 2012).

Indriantoro, N. dan B. Supomo. 2002. Metode Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi


dan Manajemen, Edisi Pertama. Yogyakarta. BPFE.

Jensen, M. dan W. Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior,


Agency, and Ownership Structure. Journal of Financial Economics:
305-360.

Jogiyanto, H.M. 2010. Metode Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-
pengalaman, Edisi Pertama. Yogyakarta. BPFE.

Kothari, S.P.; A.J. Leone, dan C.E. Wasley. 2005. Performance Matched
Discretionary Accrual Measures. Journal of Accounting and Economics
39: 163-197.

KPMG. 2007. The Governance of Tax: A Discussion Paper. Tersedia: www.audit-


committee-institute.be/dbfetch/... (diakses tanggal 26 Desember 2012).

Lee, N. dan C. Swenson. 2011. Earnings Management through Discretionary


Expenditures in The U.S., Canada, and Asia. International Business
Research 4 (2): 257-266.

Nichols, D.C. dan J.M. Wahlen. 2004. How Do Earnings Numbers Relate to
Stock Returns? A Review of Classic Accounting Research with Updated
Evidence. Accounting Horizons 18 (4): 263–286.

Martani, D. dan A.E. Persada. 2009. Pengaruh Book Tax Gap terhadap
Persistensi Laba. Tersedia: staff.ui.ac.id/.../TAX-
01InfluenceOfBookTax....( diakses tanggal 6 Mei 2012).

Mathari, R., R. Amelia, dan R. Prakoso. 2010. Empat Kasus Pajak Besar: Grup
Bakrie. Tersedia: http://www.beritasatu.com/mobile/ekonomi/10707-
empat-kasus-pajakbesar-grup-bakrie.html (diakses tanggal 4 Juni
2012).

McGuire, S.T., S.S. Neuman, dan T.C. Omer. 2012. Sustainable Tax Strategies
and Earnings Persistence. Tersedia: http://ssrn.com/abstract=1950378
(diakses tanggal 21 Desember 2012).

McNichols, M.F. dan S.R. Stubben. 2008. Does Earnings Management Affect
Firms’ Investment Decisions? The Accounting Review 83 (6): 1571-
1603.

90
Mills, L.F. dan K.J. Newberry. 2004. Firms’ Off-Balance Sheet Financing:
Evidence from their Book-Tax Reporting Differences. Tersedia:
http://ssrn.com/abstract=876671 (diakses tanggal 8 Maret 2012).

Penman, S.H. dan X.J. Zhang. 1999. Accounting Conservatism, the Quality of
Earnings, and Stock Returns. Tersedia:
http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=201048 (diakses
tanggal 9 Oktober 2012).

Phillips, J., M. Pincus dan S.O. Rego. 2003. Earnings Management: New
Evidence Based on Deferred Tax Expense. Tersedia:
http://ssrn.com/abstract=276997 (diakses tanggal 8 Maret 2012).

Putriani, S. 2008. Analisis Pengaturan Laba (Earnings Management) untuk


Menghindari Kerugian pada Perusahaan Go Public di Indonesia:
Deteksi Berdasarkan Beban Pajak Tangguhan. Abstrak Skripsi
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tersedia:
etd.eprints.ums.ac.id/2123/ (diakses tanggal 8 Maret 2012).

Ratmono, D. 2010. Manajemen Laba Riil dan Berbasis Akrual: Dapatkah Auditor
yang Berkualitas Mendeteksinya? Prosiding Simposium Nasional
Akuntansi XIII Purwokerto.

Roubi, R.R. dan A.W. Richardson. 1998. Managing Discretionary Accruals in


Response to Reductions in Corporate Tax Rates in Canada, Malaysia,
and Singapore. The International Journal of Accounting 33 (4): 455-467.

Roychowdhury, S. 2006. Earnings Management through Real Activities


Manipulation. Tersedia: http://ssrn.com/abstract=477941 (diakses
tanggal 11 Februari 2012).

Scott, W.R. 2009. Financial Accounting Theory, Fifth Edition. Pearson Prentice
Hall. Canada.

Sekaran, U. dan R. Bougie. 2010. Research Methods For Business: A Skill


Building Approach, Fifth Edition. John Wiley & Sons, Ltd. United
Kingdom.

Setyowati, L. 2002. Rekayasa Akrual untuk Meminimalkan Pajak. Jurnal Riset


Akuntansi Indonesia 5 (3): 325-340.

Siregar, S.V.N.P. dan S. Utama. 2006. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran


Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance terhadap Pengelolaan
Laba (Earnings Management). Jurnal Riset Akuntansi Indonesia,
September 2006. Vol.9, No. 3, h. 307-326.

Sloan, R.G. 1996. Do Stock Prices Fully Reflect Information in Accruals and
Cash Flows About Future Earnings? The Accounting Review 71 (3):
289-315.
91
Suandy, E. 2006. Perencanaan Pajak, Edisi 3. Jakarta. Salemba Empat.

Subagyo dan Oktavia. 2010. Manajemen Laba Sebagai Respon Atas Perubahan
Tarif Pajak Penghasilan Badan di Indonesia. Prosiding Simposium
Nasional Akuntansi XIII Purwokerto.

Subekti, I., A. Wijayanti, dan K. Akhmad. 2010. The Real and Accruals Earnings
Management: Satu Perspektif dari Teori Prospek. Prosiding Simposium
Nasional Akuntansi XIII Purwokerto.

Sugiri, S., 1998. Earnings Management: Teori, Model, dan Bukti Empiris. Telaah:
1-15.

______. 2003. Nilai Tambah Informasi Arus Kas (Studi Empiris di BEJ).
KOMPAK, September-Desember 2003. No.9: 313-329..

Sunarto. 2009. Teori Keagenan dan Manajemen Laba. Kajian Akuntansi 1 (1):
13-28.

______. 2010. Peran Persistensi Laba terhadap Hubungan Antara Keagresifan


Laba dan Biaya Ekuitas. Kajian Akuntansi 2 (1): 22-38.

Sutopo, B. 2001. The Relative Persistence of Earnings Performance Attributable


to Accrual Versus Cash Flows Component of Earnings and Earnings
Management. Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen, Ekonomi 1 (1): 33-
54.

Taylor, G.K. dan R.Z. Xu. 2008. Consequences of Real Earnings Management
on Subsequent Operating Performance. Research in Accounting
Regulation 22: 128-132. Tersedia: http://ssrn.com/abstract=1803640
(diakses tanggal 10 September 2012).

Tinto, R. 2011. Our Tax Strategy and Governance. Tersedia:


http://www.riotinto.com/ourapproach/21725_our_tax_strategy_and_gove
rnance.asp (diakses tanggal 26 Desember 2012).

Tucker, J.W. dan P.A. Zarowin. 2006. Does Income Smoothing Improve Earnings
Informativeness? The Accounting Review 81 (1): 251–270.

Watts, R.L.dan J.L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. Prentice Hall,
Inc., Englewood Cliffs. New Jersey.

Weisbach, M.S. 1988. Outside Directors and CEO Turnover. Journal of Financial
Economics 20: 431-460.

Wijaya, M. dan D. Martani. 2011. Praktik Manajemen Laba Perusahaan dalam


Menanggapi Penurunan Tarif Pajak Sesuai UU No. 36 Tahun 2008.
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi XIV Aceh.

92
Wijayanti, H.T. 2006. Analisis Pengaruh Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan
Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba, Akrual, dan Arus Kas. Prosiding
Simposium Nasional Akuntansi IX Padang.

Wiryandari, S.A. dan Yulianti. 2009. Hubungan Perbedaan Laba Akuntansi dan
Laba Pajak dengan Perilaku Manajemen Laba dan Persistensi Laba.
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi XII Palembang.

Wild, J.J., K.R. Subramanyam, dan R.F. Halsey. 2005. Financial Statement
Analysis, Edisi 8. Bachtiar, Y.S. dan S.N. Harahap (penerjemah).
Analisis Laporan Keuangan. Jakarta. Salemba Empat.

Wulandari, D., Kumalahadi, dan J.E. Prasetyo. 2004. Indikasi Manajemen Laba
Menjelang Undang-Undang Perpajakan 2000 pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Prosiding Simposium
Nasional Akuntansi VII Denpasar.

Yamashita, H. dan K. Otogawa. 2007. Do Japanese Firms Manage Earnings in


Response to Tax Rate Reduction in the Late 1990s? Tersedia:
www.ms.kuki.tus.ac.jp/~shelf/MS-07-01.pdf (diakses tanggal 8 Maret
2012).

Yu, W. 2008. Accounting-Based Earnings Management and Real Activities


Manipulation, Dissertation, Doctor of Philosophy in the School of
Management, Georgia Institute of Technology.

Yuliati. 2004. Kemampuan Beban Pajak Tangguhan dalam Memprediksi


Manajemen Laba. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi VII
Denpasar.

Zang, A.Y. 2006. Evidence on The Trade-off Between Real Activities


Manipulation and Accrual-based Earnings Management. Tersedia:
http://ssrn.com/abstract=1891759 (diakses tanggal 10 September
2012).

93
Lampiran 1

SAMPEL PENELITIAN

NO KODE Nama Perusahaan


1 AKRA AKR Corporindo Tbk
2 ARNA Arwana Citramulia Tbk
3 ASGR Astra Graphia Tbk
4 ASII Astra International Tbk
5 AUTO Astra Otoparts Tbk
6 BATA Sepatu Bata Tbk
7 DVLA Darya-Varia Laboratoria Tbk
8 EKAD Ekadharma International Tbk (formerly Ekadharma Tape Industries)
9 FAST Fast Food Indonesia Tbk
10 FASW Fajar Surya Wisesa Tbk
11 GGRM Gudang Garam Tbk
12 HMSP HM Sampoerna Tbk
13 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk
14 INTA Intraco Penta Tbk
15 INTP Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
16 KAEF Kimia Farma (Persero) Tbk
17 KLBF Kalbe Farma Tbk
18 LION Lion Metal Works Tbk
19 LMSH Lion Mesh Prima Tbk
20 LTLS Lautan Luas Tbk
21 MERK Merck Tbk
22 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk
23 MRAT Mustika Ratu Tbk
24 PYFA Pyridam Farma Tbk
25 SMDR Samudera Indonesia Tbk
26 SMGR Semen Gresik (Persero) Tbk
27 SMSM Selamat Sempurna Tbk
28 SQBI Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk (Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk)
29 STTP Siantar TOP Tbk
30 TBLA Tunas Baru Lampung Tbk
31 TCID Mandom Indonesia Tbk
32 TIRA Tira Austenite Tbk
33 TLKM Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk
34 TOTO Surya Toto Indonesia Tbk
35 TRST Trias Sentosa Tbk

94
NO KODE Nama Perusahaan
36 TSPC Tempo Scan Pacific Tbk
37 TURI Tunas Ridean Tbk
38 ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk
39 UNTR United Tractors Tbk
40 UNVR Unilever Indonesia Tbk

95
Lampiran 2

Hasil uji unit root data persistensi laba

t-statistik probabilitas uji unit root


AKRA -25,574 0,001*** Augmented Dickey-Fuller
ARNA -43,692 0,000*** Augmented Dickey-Fuller
ASGR -4,588 0,019** Dickey-Fuller
ASII -25,922 0,000*** Augmented Dickey-Fuller
AUTO -33,166 0,000*** Augmented Dickey-Fuller
BATA -7,161 0,040** Phillips-Perron
DVLA -7,641 0,034** Phillips-Perron
EKAD -3,480 0,040** Dickey-Fuller
FAST -544,951 0,000*** Augmented Dickey-Fuller
FASW -3,934 0,029** Dickey-Fuller
GGRM -3,398 0,043** Dickey-Fuller
HMSP -10,521 0,011** Phillips-Perron
INDF -13,263 0,006*** Phillips-Perron
INTA -1,645 0,672 Augmented Dickey-Fuller
INTP -0,617 0,874 Augmented Dickey-Fuller
KAEF -8,339 0,027** Phillips-Perron
KLBF -4,037 0,027** Dickey-Fuller
LION -5,189 0,014** Dickey-Fuller
LMSH -4,490 0,021** Dickey-Fuller
LTLS -5,730 0,011** Dickey-Fuller
MERK -3,321 0,045** Dickey-Fuller
MLBI -17,069 0,006*** Augmented Dickey-Fuller
MRAT -6,824 0,047** Augmented Dickey-Fuller
PYFA -8,563 0,003*** Dickey-Fuller
SMDR -3,880 0,030** Dickey-Fuller
SMGR -12,018 0,007*** Phillips-Perron
SMSM -5,010 0,015** Dickey-Fuller
SQBI -7,163 0,040** Phillips-Perron
STTP -1,372 0,759 Augmented Dickey-Fuller
TBLA -15,991 0,004*** Augmented Dickey-Fuller
TCID -7,096 0,006*** Dickey-Fuller
TIRA -10,570 0,011** Phillips-Perron
TLKM -78,255 0,000*** Augmented Dickey-Fuller
TOTO -0,954 0,818 Augmented Dickey-Fuller
TRST -0,961 0,817 Augmented Dickey-Fuller
TSPC -3,696 0,034** Dickey-Fuller
TURI -13,173 0,006*** Phillips-Perron
ULTJ -8,979 0,020** Phillips-Perron
UNTR -8,260 0,028** Phillips-Perron
UNVR -3,499 0,040** Dickey-Fuller
*** signifikan pada level 1%, ** 5%, * 10%.

96
Lampiran 3

Hasil Regresi Manajemen Laba dan Perencanaan Pajak Terhadap


Persistensi Laba.

Dependent Variable: PTBIT_1


Method: Panel Least Squares
Date: 11/29/12 Time: 10:36
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 40
Total panel (balanced) observations: 200

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

CASHETR -0.010017 0.109891 -0.091150 0.9275


ABNCFO 0.951848 0.406116 2.343784 0.0201
ABNPROD 0.030395 0.294894 0.103069 0.9180
ABNDISEXP 0.612203 0.273705 2.236724 0.0264
DACC 1.426101 0.505482 2.821267 0.0053
SIZE 0.060046 0.017849 3.364043 0.0009
C -0.791186 0.382335 -2.069351 0.0398

R-squared 0.140083 Mean dependent var 0.518680


Adjusted R-squared 0.113349 S.D. dependent var 0.634272
S.E. of regression 0.597244 Akaike info criterion 1.841391
Sum squared resid 68.84320 Schwarz criterion 1.956832
Log likelihood -177.1391 Hannan-Quinn criter. 1.888108
F-statistic 5.240029 Durbin-Watson stat 2.083468
Prob(F-statistic) 0.000051

Dependent Variable: PTBIT_1


Method: Panel Least Squares
Date: 11/29/12 Time: 10:40
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 40
Total panel (balanced) observations: 200

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

CASHETR -0.164056 0.366084 -0.448138 0.6547


ABNCFO 0.987151 0.579559 1.703279 0.0905
ABNPROD -0.206847 0.358716 -0.576632 0.5650
ABNDISEXP 1.107015 0.662685 1.670501 0.0969
DACC 1.144915 0.654563 1.749129 0.0823
SIZE 0.073980 0.027455 2.694603 0.0078
C -1.034216 0.585748 -1.765633 0.0794

97
Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.310673 Mean dependent var 0.518680


Adjusted R-squared 0.109246 S.D. dependent var 0.634272
S.E. of regression 0.598624 Akaike info criterion 2.010270
Sum squared resid 55.18608 Schwarz criterion 2.768883
Log likelihood -155.0270 Hannan-Quinn criter. 2.317270
F-statistic 1.542364 Durbin-Watson stat 2.576572
Prob(F-statistic) 0.027744

Dependent Variable: PTBIT_1


Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/29/12 Time: 10:41
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 40
Total panel (balanced) observations: 200
Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

CASHETR -0.009945 0.112429 -0.088458 0.9296


ABNCFO 0.951039 0.411524 2.311014 0.0219
ABNPROD 0.026122 0.297391 0.087837 0.9301
ABNDISEXP 0.611330 0.278262 2.196956 0.0292
DACC 1.414993 0.510828 2.769999 0.0062
SIZE 0.060212 0.018116 3.323756 0.0011
C -0.794590 0.388132 -2.047217 0.0420

Effects Specification
S.D. Rho

Cross-section random 0.058521 0.0095


Idiosyncratic random 0.598624 0.9905

Weighted Statistics

R-squared 0.137625 Mean dependent var 0.506715


Adjusted R-squared 0.110816 S.D. dependent var 0.630630
S.E. of regression 0.594663 Sum squared resid 68.24936
F-statistic 5.133446 Durbin-Watson stat 2.100884
Prob(F-statistic) 0.000064

Unweighted Statistics

R-squared 0.140078 Mean dependent var 0.518680


Sum squared resid 68.84360 Durbin-Watson stat 2.082750

98
Lampiran 4

Hasil Regresi Manajemen Laba Terhadap Perencanaan Pajak

Dependent Variable: CASHETR


Method: Panel Least Squares
Date: 11/29/12 Time: 15:12
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 40
Total panel (balanced) observations: 200

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ABNCFO 0.274796 0.209535 1.311455 0.1913


ABNPROD 0.120822 0.135246 0.893347 0.3728
ABNDISEXP 0.052363 0.152764 0.342774 0.7321
DACC 0.232699 0.242885 0.958065 0.3392
SIZE -0.012058 0.014136 -0.852982 0.3947
C 0.200060 0.103943 1.924707 0.0557

R-squared 0.013007 Mean dependent var 0.114349


Adjusted R-squared -0.012431 S.D. dependent var 0.299560
S.E. of regression 0.301416 Akaike info criterion 0.468892
Sum squared resid 17.62525 Schwarz criterion 0.567842
Log likelihood -40.88920 Hannan-Quinn criter. 0.508935
F-statistic 0.511340 Durbin-Watson stat 0.912585
Prob(F-statistic) 0.767500

Dependent Variable: CASHETR


Method: Panel Least Squares
Date: 11/29/12 Time: 15:17
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 40
Total panel (balanced) observations: 200

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ABNCFO 0.203116 0.194841 1.042471 0.2988


ABNPROD 0.023331 0.120743 0.193225 0.8470
ABNDISEXP 0.120070 0.160694 0.747197 0.4561
DACC 0.149775 0.221955 0.674800 0.5008
SIZE -0.013538 0.014607 -0.926833 0.3555
C 0.210864 0.106725 1.975777 0.0500

99
Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.432873 Mean dependent var 0.114349


Adjusted R-squared 0.271882 S.D. dependent var 0.299560
S.E. of regression 0.255614 Akaike info criterion 0.304813
Sum squared resid 10.12749 Schwarz criterion 1.046935
Log likelihood 14.51868 Hannan-Quinn criter. 0.605138
F-statistic 2.688802 Durbin-Watson stat 1.579828
Prob(F-statistic) 0.000004

Dependent Variable: CASHETR


Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 11/29/12 Time: 15:18
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 40
Total panel (balanced) observations: 200
Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ABNCFO 0.227680 0.188761 1.206181 0.2292


ABNPROD 0.057753 0.118635 0.486812 0.6269
ABNDISEXP 0.085082 0.147860 0.575422 0.5657
DACC 0.178227 0.216312 0.823933 0.4110
SIZE -0.012976 0.013582 -0.955384 0.3406
C 0.206795 0.102860 2.010443 0.0458

Effects Specification
S.D. Rho

Cross-section random 0.166325 0.2975


Idiosyncratic random 0.255614 0.7025

Weighted Statistics

R-squared 0.011194 Mean dependent var 0.064769


Adjusted R-squared -0.014291 S.D. dependent var 0.252594
S.E. of regression 0.254393 Sum squared resid 12.55483
F-statistic 0.439251 Durbin-Watson stat 1.273665
Prob(F-statistic) 0.820729

Unweighted Statistics

R-squared 0.010721 Mean dependent var 0.114349


Sum squared resid 17.66607 Durbin-Watson stat 0.905162

100
Lampiran 5

Hasil Pemilihan Model Data Panel

Uji F

Model 1 (Manajemen Laba dan Perencanaan Pajak Terhadap Persistensi


Laba)

Redundant Fixed Effects Tests


Equation: FE
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 0.977205 (39,154) 0.5160


Cross-section Chi-square 44.224148 39 0.2605

Cross-section fixed effects test equation:


Dependent Variable: PTBIT_1
Method: Panel Least Squares
Date: 04/06/13 Time: 11:45
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 40
Total panel (balanced) observations: 200

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

CASHETR -0.010017 0.109891 -0.091150 0.9275


ABNCFO 0.951848 0.406116 2.343784 0.0201
ABNPROD 0.030395 0.294894 0.103069 0.9180
ABNDISEXP 0.612203 0.273705 2.236724 0.0264
DACC 1.426101 0.505482 2.821267 0.0053
SIZE 0.060046 0.017849 3.364043 0.0009
C -0.791186 0.382335 -2.069351 0.0398

R-squared 0.140083 Mean dependent var 0.518680


Adjusted R-squared 0.113349 S.D. dependent var 0.634272
S.E. of regression 0.597244 Akaike info criterion 1.841391
Sum squared resid 68.84320 Schwarz criterion 1.956832
Log likelihood -177.1391 Hannan-Quinn criter. 1.888108
F-statistic 5.240029 Durbin-Watson stat 2.083468
Prob(F-statistic) 0.000051

101
Model 2 (Manajemen Laba Terhadap Perencanaan Pajak)

Redundant Fixed Effects Tests


Equation: FEM
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 2.942365 (39,155) 0.0000


Cross-section Chi-square 110.815761 39 0.0000

Cross-section fixed effects test equation:


Dependent Variable: CASHETR
Method: Panel Least Squares
Date: 12/10/12 Time: 11:20
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 40
Total panel (balanced) observations: 200

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ABNCFO 0.274796 0.209535 1.311455 0.1913


ABNPROD 0.120822 0.135246 0.893347 0.3728
ABNDISEXP 0.052363 0.152764 0.342774 0.7321
DACC 0.232699 0.242885 0.958065 0.3392
SIZE -0.012058 0.014136 -0.852982 0.3947
C 0.200060 0.103943 1.924707 0.0557

R-squared 0.013007 Mean dependent var 0.114349


Adjusted R-squared -0.012431 S.D. dependent var 0.299560
S.E. of regression 0.301416 Akaike info criterion 0.468892
Sum squared resid 17.62525 Schwarz criterion 0.567842
Log likelihood -40.88920 Hannan-Quinn criter. 0.508935
F-statistic 0.511340 Durbin-Watson stat 0.912585
Prob(F-statistic) 0.767500

102
Uji Hausman

Model 2 (Manajemen Laba Terhadap Perencanaan Pajak)

Correlated Random Effects - Hausman Test


Equation: REM
Test cross-section random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 3.150102 5 0.6769

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

ABNCFO 0.203116 0.227680 0.002332 0.6110


ABNPROD 0.023331 0.057753 0.000505 0.1255
ABNDISEXP 0.120070 0.085082 0.003960 0.5782
DACC 0.149775 0.178227 0.002473 0.5672
SIZE -0.013538 -0.012976 0.000029 0.9167

Cross-section random effects test equation:


Dependent Variable: CASHETR
Method: Panel Least Squares
Date: 12/10/12 Time: 11:29
Sample: 2006 2010
Periods included: 5
Cross-sections included: 40
Total panel (balanced) observations: 200

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.210864 0.106725 1.975777 0.0500


ABNCFO 0.203116 0.194841 1.042471 0.2988
ABNPROD 0.023331 0.120743 0.193225 0.8470
ABNDISEXP 0.120070 0.160694 0.747197 0.4561
DACC 0.149775 0.221955 0.674800 0.5008
SIZE -0.013538 0.014607 -0.926833 0.3555

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.432873 Mean dependent var 0.114349


Adjusted R-squared 0.271882 S.D. dependent var 0.299560
S.E. of regression 0.255614 Akaike info criterion 0.304813
Sum squared resid 10.12749 Schwarz criterion 1.046935
Log likelihood 14.51868 Hannan-Quinn criter. 0.605138
F-statistic 2.688802 Durbin-Watson stat 1.579828
Prob(F-statistic) 0.000004

103
Lampiran 6

Hasil Uji Asumsi Klasik

Uji Multikolinieritas

1. Model regresi manajemen laba dan perencanaan pajak terhadap


persistensi laba (metode common effect/PLS).

Correlation
PTBIT_1 CASHETR ABNCFO ABNPROD ABNDISEXP DACC SIZE
PTBIT_1 1.000000 0.010323 0.111924 -0.164195 0.150786 0.104922 0.268535
CASHETR 0.010323 1.000000 -0.021954 0.144529 -0.089186 0.081644 0.071537
ABNCFO 0.111924 -0.021954 1.000000 -0.240913 0.145504 -0.592869 0.113755
ABNPROD -0.164195 0.144529 -0.240913 1.000000 -0.591613 0.049759 -0.082129
ABNDISEXP 0.150786 -0.089186 0.145504 -0.591613 1.000000 -0.232924 -0.049123
DACC 0.104922 0.081644 -0.592869 0.049759 -0.232924 1.000000 0.093672
SIZE 0.268535 0.071537 0.113755 -0.082129 -0.049123 0.093672 1.000000

2. Model regresi manajemen laba terhadap perencanaan pajak (metode


random effect/RE).

Correlation
CASHETR ABNCFO ABNPROD ABNDISEXP DACC SIZE
CASHETR 1.000000 0.055443 0.051442 -0.010071 -0.008211 -0.045668
ABNCFO 0.055443 1.000000 -0.074710 0.081752 -0.686543 0.123527
ABNPROD 0.051442 -0.074710 1.000000 -0.357049 -0.082554 -0.138077
ABNDISEXP -0.010071 0.081752 -0.357049 1.000000 -0.184920 0.067208
DACC -0.008211 -0.686543 -0.082554 -0.184920 1.000000 0.088871
SIZE -0.045668 0.123527 -0.138077 0.067208 0.088871 1.000000

Uji Autokorelasi (Serial Correlation LM Test)

1. Model regresi manajemen laba dan perencanaan pajak terhadap


persistensi laba (metode common effect/PLS).
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.000519 Prob. F(2,191) 0.9995


Obs*R-squared 0.001087 Prob. Chi-Square(2) 0.9995

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 12/10/12 Time: 21:14
Sample: 1 200
Included observations: 200

104
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

CASHETR 0.000108 0.110555 0.000976 0.9992


ABNCFO -0.000942 0.409523 -0.002300 0.9982
ABNPROD -0.000154 0.296511 -0.000519 0.9996
ABNDISEXP -1.37E-05 0.275166 -4.99E-05 1.0000
DACC -0.000913 0.509622 -0.001792 0.9986
SIZE -2.55E-05 0.017963 -0.001419 0.9989
C 0.000524 0.384757 0.001362 0.9989
RESID(-1) 0.001933 0.072777 0.026564 0.9788
RESID(-2) 0.001320 0.072476 0.018215 0.9855

R-squared 0.000005 Mean dependent var -2.30E-17


Adjusted R-squared -0.041879 S.D. dependent var 0.588172
S.E. of regression 0.600361 Akaike info criterion 1.861386
Sum squared resid 68.84283 Schwarz criterion 2.009810
Log likelihood -177.1386 Hannan-Quinn criter. 1.921451
F-statistic 0.000130 Durbin-Watson stat 1.990639
Prob(F-statistic) 1.000000

2. Model regresi manajemen laba terhadap perencanaan pajak (metode


random effect/RE).

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.946425 Prob. F(2,192) 0.1456


Obs*R-squared 3.974469 Prob. Chi-Square(2) 0.1371

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 12/10/12 Time: 20:54
Sample: 1 200
Included observations: 200
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ABNCFO 0.012244 0.208850 0.058625 0.9533


ABNPROD -0.009135 0.134916 -0.067712 0.9461
ABNDISEXP 0.001267 0.152068 0.008335 0.9934
DACC -0.011916 0.241795 -0.049282 0.9607
SIZE 0.000535 0.014076 0.037985 0.9697
C -0.003864 0.103500 -0.037337 0.9703
RESID(-1) 0.142528 0.072465 1.966852 0.0506
RESID(-2) -0.009201 0.072467 -0.126967 0.8991

R-squared 0.019872 Mean dependent var -8.33E-19


Adjusted R-squared -0.015861 S.D. dependent var 0.297606
S.E. of regression 0.299957 Akaike info criterion 0.468820
Sum squared resid 17.27499 Schwarz criterion 0.600752
Log likelihood -38.88196 Hannan-Quinn criter. 0.522211
F-statistic 0.556121 Durbin-Watson stat 1.995868
Prob(F-statistic) 0.790787

105
Uji Heteroskedastisitas (Uji White Heteroskedasticity)

1. Model regresi manajemen laba dan perencanaan pajak terhadap


persistensi laba (metode common effect/PLS).

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 0.176759 Prob. F(27,172) 1.0000


Obs*R-squared 5.399574 Prob. Chi-Square(27) 1.0000
Scaled explained SS 54.30446 Prob. Chi-Square(27) 0.0014

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 12/10/12 Time: 21:14
Sample: 1 200
Included observations: 200

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.507089 1.692294 0.299646 0.7648


CASHETR 0.785270 6.798235 0.115511 0.9082
CASHETR^2 0.017544 0.550491 0.031869 0.9746
CASHETR*ABNCFO -0.041350 6.452499 -0.006408 0.9949
CASHETR*ABNPROD 0.581957 3.410814 0.170621 0.8647
CASHETR*ABNDISEXP -1.784970 5.268828 -0.338779 0.7352
CASHETR*DACC -1.233574 7.702132 -0.160160 0.8729
CASHETR*SIZE -0.052100 0.322727 -0.161436 0.8719
ABNCFO 5.237616 14.62806 0.358053 0.7207
ABNCFO^2 -4.374724 9.081886 -0.481698 0.6306
ABNCFO*ABNPROD -0.682670 9.201190 -0.074194 0.9409
ABNCFO*ABNDISEXP -4.432126 8.627074 -0.513746 0.6081
ABNCFO*DACC -11.21760 18.96474 -0.591498 0.5550
ABNCFO*SIZE -0.277137 0.690663 -0.401263 0.6887
ABNPROD 1.008853 11.43649 0.088214 0.9298
ABNPROD^2 -0.907134 3.407776 -0.266195 0.7904
ABNPROD*ABNDISEXP -1.701186 6.269567 -0.271340 0.7865
ABNPROD*DACC -1.792673 11.66143 -0.153727 0.8780
ABNPROD*SIZE -0.083342 0.532985 -0.156369 0.8759
ABNDISEXP -0.956847 12.39208 -0.077214 0.9385
ABNDISEXP^2 -2.090917 3.471331 -0.602339 0.5477
ABNDISEXP*DACC -1.803999 10.68251 -0.168874 0.8661
ABNDISEXP*SIZE 0.096469 0.560079 0.172241 0.8635
DACC -2.378490 19.69907 -0.120741 0.9040
DACC^2 -4.862444 13.76731 -0.353188 0.7244
DACC*SIZE 0.143408 0.914227 0.156863 0.8755
SIZE 0.022269 0.198509 0.112182 0.9108
SIZE^2 -0.000894 0.006696 -0.133500 0.8940

R-squared 0.026998 Mean dependent var 0.344216


Adjusted R-squared -0.125741 S.D. dependent var 1.603781
S.E. of regression 1.701627 Akaike info criterion 4.030224
Sum squared resid 498.0320 Schwarz criterion 4.491989
Log likelihood -375.0224 Hannan-Quinn criter. 4.217093
F-statistic 0.176759 Durbin-Watson stat 1.875982
Prob(F-statistic) 0.999999

106
2. Model regresi manajemen laba terhadap perencanaan pajak (metode
random effect/RE).

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 0.550419 Prob. F(20,179) 0.9405


Obs*R-squared 11.58727 Prob. Chi-Square(20) 0.9295
Scaled explained SS 190.3481 Prob. Chi-Square(20) 0.0000

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 12/10/12 Time: 20:55
Sample: 1 200
Included observations: 200

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.194131 0.355101 0.546692 0.5853


ABNCFO -2.029848 2.117829 -0.958457 0.3391
ABNCFO^2 0.676052 2.503411 0.270052 0.7874
ABNCFO*ABNPROD 0.203423 2.727233 0.074589 0.9406
ABNCFO*ABNDISEXP -2.097511 2.730881 -0.768071 0.4435
ABNCFO*DACC -0.379922 5.302790 -0.071646 0.9430
ABNCFO*SIZE 0.280596 0.293175 0.957094 0.3398
ABNPROD -0.522549 1.286844 -0.406070 0.6852
ABNPROD^2 0.019340 0.766644 0.025226 0.9799
ABNPROD*ABNDISEXP -1.965611 1.924524 -1.021349 0.3085
ABNPROD*DACC 0.856632 3.229686 0.265237 0.7911
ABNPROD*SIZE 0.095596 0.173908 0.549693 0.5832
ABNDISEXP 1.599655 1.305475 1.225343 0.2221
ABNDISEXP^2 -1.067679 1.127002 -0.947363 0.3447
ABNDISEXP*DACC -2.822561 3.288840 -0.858224 0.3919
ABNDISEXP*SIZE -0.269505 0.180306 -1.494714 0.1367
DACC -2.927944 2.455327 -1.192486 0.2346
DACC^2 -1.637510 3.797440 -0.431214 0.6668
DACC*SIZE 0.411284 0.345950 1.188856 0.2361
SIZE 0.000287 0.103671 0.002768 0.9978
SIZE^2 -0.001915 0.007984 -0.239917 0.8107

R-squared 0.057936 Mean dependent var 0.088126


Adjusted R-squared -0.047322 S.D. dependent var 0.522060
S.E. of regression 0.534270 Akaike info criterion 1.683238
Sum squared resid 51.09458 Schwarz criterion 2.029561
Log likelihood -147.3238 Hannan-Quinn criter. 1.823390
F-statistic 0.550419 Durbin-Watson stat 1.965417
Prob(F-statistic) 0.940528

107

Anda mungkin juga menyukai