Anda di halaman 1dari 12

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................1

BAB I.......................................................................................................................................2

PENDAHULUAN...................................................................................................................2

A. LATAR BELAKANG................................................................................................2

BAB II.....................................................................................................................................3

PEMBAHASAN......................................................................................................................3

A. SISTEM IMUN...........................................................................................................3

B. VITAMIN A................................................................................................................4

C. VITAMIN A DAN IMUNITAS.................................................................................5

D. HUBUNGAN VITAMIN A DAN SISTEM IMUNITAS.........................................6

BAB III....................................................................................................................................8

PENUTUP...............................................................................................................................8

A. KESIMPULAN...........................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................9

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Vitamin merupakan zat gizi yang terdapat dalam makanan yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh manusia. Vitamin dibutuhkan dalam jumlah yang
sedikit, namun peranan vitamin sangat vital bagi fungsi normal sistem
penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan, pemeliharaan integritas sel
epitel, fungsi kekebalan tubuh, dan reproduksi. [ CITATION WHO98 \l 1033 ]
Vitamin termasuk zat gizi mikro yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh
sehingga harus didapatkan dari makanan.

Zat gizi mikro baik vitamin maupun mineral mempunyai peranan yang
sangat penting. Kekurangan zat gizi mikro pada tingkat rendah sekalipun,
dapat mempengaruhi kemampuan belajar, mengganggu produktivitas kerja,
dan kualitas sumber daya manusia. Vitamin juga berperan sebagai antioksidan
yang berkaitan erat dengan fungsi sistem kekebalan (imunitas) tubuh.

Sistem imunitas/kekebalan tubuh memerlukan zat gizi antioksidan antara


lain untuk memproduksi dan menjaga keseimbangan sel imun (hematopoises),
melindungi membran sel dari SOR (vitamin dan mineral sebagai antioksidan),
untuk melawan zat mikroorganisme penyebab penyakit (imunitas
bawaan/innate dan dapatan/adaptive). Vitamin dan mineral dibutuhkan oleh
tubuh dalam jumlah yang cukup agar sistem imun dapat berfungsi secara
optimal. Vitamin tertentu seperti vitamin A, vitamin E, vitamin C, vitamin B6
dan vitamin B12 mempunyai peranan dalam respon imun. Zat gizi tersebut
membantu pertahanan tubuh pada tiga level yaitu pertahanan fisik
(kulit/mukosa), seluler dan produksi antibodi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. SISTEM IMUN

Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit,
radiasi matahari, dan polusi. Stres emosional atau fisiologis dari kejadian ini
adalah tantangan lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat. Kita
dilindungi oleh sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, terutama
makrofag, dan cukup lengkap kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan.
Imunitas atau kekebalan adalah kemampuan tubuh untuk melawan infeksi,
meniadakan kerja toksin dan faktor virulen lainnya yang bersifat antigenik dan
imunogenik. Antigen adalah suatu bahan atau senyawa yang dapat
merangsang pembentukan antibodi. Antigen dapat berupa protein, lemak,
polisakarida, asam nukleat, lipopolisakarida, lipoprotein dan lain-lain.
Antigenik adalah sifat suatu senyawa yang mampu merangsang pembentukan
antibodi spesifik terhadap senyawa tersebut. Sedangkan imunogen adalah
senyawa yang dapat merangsang pembentukan kekebalan/imunitas, dan
imunogenik adalah sifat senyawa yang dapat merangsang pembentukan
antibodi spesifik yang bersifat protektif dan peningkatan kekebalan seluler
[CITATION Roi03 \l 1033 ]. Sistem imun merupakan sistem yang sangat
komplek dengan berbagai peran ganda dalam usaha menjaga keseimbangan
tubuh.

Sistem imun juga merupakan sistem yang sangat komplek dengan


berbagai peran ganda dalam usaha menjaga keseimbangan tubuh. Seperti
halnya sistem indokrin, sistem imun yang bertugas mengatur keseimbangan,
menggunakan komponen yang beredar diseluruh tubuh, supaya dapat
mencapai sasaran yang jauh dari pusat. Untuk melaksanakan fungsi imunitas,
didalam tubuh terdapat suatu sistem yang disebut dengan sistem
limforetikuler. Sistem ini merupakan jaringan atau kumpulan sel yang
letaknya tersebar diseluruh tubuh, misalnya didalam sumsum tulang, kelenjar

3
limfe, limfa, timus, sistem saluran napas, saluran cerna dan beberapa organ
lainnya (Roitt dkk., 1993; Kresno, 1991). Sistem imun memiliki beberapa
fungsi untuk melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit, menghancurkan
dan menghilangkan mikroorganisme substansi asing (bakteri, parasit, jamur,
dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh, menghilangkan jaringan
atau sel mati atau rusak (debris sel) untuk perbaikan jaringan, mengenali dan
menghilangkan sel yang abnormal. Salah satu jenis sel yang paling penting
dalam jaringan tersebut adalah sel darah putih (leukosit). Leukosit dihasilkan
atau disimpan pada berbagai tempat di tubuh. Di antaranya yaitu timus, limpa,
dan sumsum tulang, di mana organ-organ ini dikenal sebagai organ limfoid.
Kadang leukosit juga disimpan dalam gumpalan jaringan limfoid (kelenjar
limpa) yang tersebar di seluruh tubuh. Ada dua tipe leukosit utama yang
bekerja sama untuk mencari dan membunuh organisme atau zat penyebab
penyakit, yaitu limfosit dan fagosit. Limfosit adalah sel-sel yang membantu
tubuh mengingat dan mengenali penyerbu sebelumnya. Limfosit juga
membantu menghancurkan penyerbu tersebut. Ada dua macam limfosit, yaitu
limfosit B dan limfosit T. Dihasilkan di sumsum tulang, limfosit akan menetap
dan berkembang menjadi sel B, atau berpindah ke kelenjar timus dan
berkembang menjadi sel T. sedangkan fagosit adalah sel-sel yang memakan
penyerbu. Ada berbagai macam sel yang tergolong sebagai fagosit. Setiap
jenis fagosit memiliki tugasnya masing-masing. Sebagai contoh, tipe yang
paling umum adalah neutrofil, yang bertugas melawan bakteri [ CITATION
Tam17 \l 1033 ].

Sistem imun dalam tubuh terdiri dari sistem imun alami dan didapat.
Sistem imun non spesifik /alami telah berfungsi sejak lahir, merupakan
pelindungan terdepan sistem imun, meliputi fisik/mekanik (kulit, selaput
lendir, dan silia), biokimia (komplemen dan interferon), seluler (makrofag,
polimorfonuklear, natural killer cell, mast cell) dan larutan (asam lambung dan
enzim). Sistem imun spesifik berkembang kemudian setelah kontak dengan
lingkungan, terlebih dahulu membutuhkan perkenalan, waktu untuk
berkembang, sehingga tidak efektif untuk mencegah serangan awal, namun
umumnya mampu mencegah infeksi lanjutan serta membantu infeksi yang

4
berkempanjangan, sistem imun ini meliputi sel B (humoral) yang membentuk
sel T (seluler) yang terdiri dari sel T cytotoxic/ CTL, sel T helper, sel T
delayed hypersensitivity/ TDH. Kedua sistem imun ini bekerja sama saling
melengkapi, kekebalan tubuh kita ditangani secara humoral, seluler dan
bekerja melalui berbagai sitokin. Mekanisme kerja kekebalan tubuh sangat
kompleks dan rumit. Peningkatan kekebalan tubuh dapat dilakukan antara lain
dengan mengkonsumsi zat gizi yang mampu meningkatkan respon imun yang
umumnya berupa vitamin dan mineral yang seimbang. Beberapa vitamin yang
mampu meningkatkan respon imun yaitu, vitamin A, B12, C, D dan E
[ CITATION Gei05 \l 1033 ].

B. VITAMIN A

Vitamin A merupakan bagian dari senyawa larut dalam lemak yang


penting untuk penglihatan normal, ekspresi gen, integritas epitel, pertumbuhan
dan fungsi kekebalan tubuh terdiri dari retinoid dan pro vitamin A karotenoid
(Rose C et al., 2006). Vitamin A sebagai salah satu mikronutrien yang
mempunyai peran penting sebagai regulator sistem imun dan juga sebagai anti
infeksi (Charles BS, 2004). Secara umum, vitamin A merupakan nama generik
yang menyatakan semua retinoid dan prekursor/provitamin A/ karotenoid
yang mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol. Secara kimia, vitamin A
berupa kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam lemak atau pelarut
lemak. Dalam makanan, vitamin A biasanya terdapat dalam bentuk ester
retinil, yaitu terikat pada asam lemak rantai panjang. Di dalam tubuh, vitamin
A berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan kimia aktif, yaitu retinol (bentuk
alcohol), retinal (aldehida) dan asam retinoat (bentuk asam).

Vitamin A juga berfungsi sebagai regulator produksi sitokin dan


mempunyai peranan penting dalam regulasi hemapoetik sistem, mempunyai
efek pada perkembangan dan deferensiasi sel-sel mieloid leukimia telah
ditemukan pada hewan. Kekurangan dan kelebihan vitamin A mempengaruhi
respons imun normal dari tubuh (Blomhoff et al., 2008).

5
Pencernaan dan absorpsi karoten dan retinoid membutuhkan empedu dan
enzim pankreas seperti halnya lemak. Vitamin A dalam makanan sebagian
besar berbentuk ester retinil, bersama karotenoid bercampur dengan lipida lain
di dalam lambung. Di dalam sel-sel mukosa usus halus, ester retinil
dihidrolisis oleh enzim-enzim pankreas esterase menjadi retinol yang lebih
efisien diabsorpsi dari pada ester retinil. Sebagian dari karotenoid, terutama
beta-karoten di dalam sitoplasma sel mukosa usus halus dipecah menjadi
retinol. Retinol di dalam mukosa usus halus bereaksi dengan asam lemak dan
membentuk ester dan dengan bantuan cairan empedu menyeberangi sel-sel vili
dinding usus halus untuk kemudian diangkut oleh kilomikron melalui sistem
limfe ke dalam aliran darah menuju hati. Dengan konsumsi lemak yang cukup,
sekitar 80-90% ester retinil dan hanya 40-60% karotenoid yang diabsorpsi.

C. VITAMIN A DAN IMUNITAS


Kaitan vitamin A dalam fungsi sistem imun dapat dilihat dari asosiasi
defisiensi vitamin A dengan penyakit infeksi. Dari eksperimen diketahui
retinoat dapat menstimulasi respon imun (McLaren, 2001).

Studi pada manusia menunjukkan bahwa kekurangan vitamin A


mempengaruhi imunitas humoral, dimana imunitas sel-mediasi rusak.
Produksi dan maturasi limfosit menurun dengan kurangnya vitamin A. studi di
Indonesia menemukan bahwa rasio sel T hubungan dengan antigen CD4+ dan
CD8+ rendah dalam limfosit darah peripheral pada anak yang menderita
xerophthalmia dibandingkan dengan kontrol non xerophthalmia (Semba,
Muhilal, Ward et al, 1993). Setelah suplemetasi vitamin A, proporsi CD4+
sampai CD8+ sel T dan persentase CD4+ limfositT meningkat. Mekanisme
vitamin A terhadap fungsi respon imun masih belum jelas. Bentuk aktif level
seluler adalah asam retinoat, dan bisa jadi metabolit retinol lain juga aktif
(McLaren, 2001).

Vitamin A dalam bentuk retinol dan retinoat memelihara integritas


permukaan epithelial (seperti paru-paru, kulit dan kulit) dan produksi sekresi
mukosa. Defisiensi vitamin A menyebabkan menurunnya jumlah leukosit,
sirkulasi komplemen dan antibody, rusaknya fungsi sel T dan menurunnya

6
resisten immunogenik tumor. Beta-karoten secara langsung melindungi sel
dari oksidasi dan meningkatkan limphosit proliferasi, fungsi sel T, produksi
sitokin dan toksik sel mediated, contohnya sitotoksiksiti sel Natural Killer
(NK). Karotenoid dapat menghambat piroksidan seperti aktivitas antioksidan
(Wahlqvist, 2002).

Vitamin A merupakan faktor esensial untuk perkembangan sistem limpoid


dan perkembangan permukaan mukosa saluran pencernaan, pernapasan dan
genitourinary dan tingginya morbiditas serta mortalitas pada anak di Eropa
dan Amerika pada awal abad 20 dan sekarang ditemukan di negara sedang
berkembang. Vitamin A mempunyai peran mengatur berbagai aspek dari
fungsi imun, termasuk komponen imunitas non spesifik (seperti phagositosis,
pemeliharaan permukaan mucosal) dan imunitas spesifik (seperti perubahan
respon antibodi) (Clausen, 1934; Robertson, 1934 dalam Semba, 2002).

D. HUBUNGAN VITAMIN A DAN SITEM IMUNITAS

Secara umum, zat gizi mempengaruhi sistem imun melalui mekanisme


pengaturan ekspresi dan produksi sitokin. Karena pola produksi sitokin
merupakan hal penting dalam merespon infeksi, ketidakseimbangan gizi yang
serius pada akhirnya akan mempengaruhi perkembangan respon imun dimasa
yang akan datang.

Defisiensi vitamin A, mekanisme protektif spesifik dan non spesifik rusak,


yaitu respon humoral terhadap bakteri, imunitas mucosal, aktivitas sel NK dan
phagositosis. Respon imun terhadap antigen pada deplesi vitamin A anak
ditingkatkan dengan suplementasi vitamin A. Sel T-helper merupakan tempat
utama peran vitamin A dalam respon imun. Retinol, melalui 14-
hydroksiretroretinol (HRR) juga terlibat dalam proliferasi sel B normal dan sel
T. Berbagai jenis Sitokin dapat mempengaruhi proses, tapi tidak dapat
menggantikan HRR dalam proses tersebut (Olson, 2004).

Kekurangan vitamin A (KVA) terjadi ketika simpanan tubuh habis


terpakai sehingga mengganggu fungsi fisiologis. Kekurangan ini dapat
merupakan kekurangan primer yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi

7
vitamin A atau kekurangan sekunder karena adanya gangguan penyerapan dan
penggunaannya di dalam tubuh, kebutuhan meningkat, dan karena gangguan
pada konversi karoten menjadi vitamin A. Kekurangan vitamin A pada tahap
awal, terjadi gangguan pada integritas sel epitel dan kemudian mengganggu
sistem imun, selanjutnya diikuti gangguan pada sistem penglihatan. Dalam
keadaan kekurangan vitamin A, integritas mukosa epitel terganggu, hal ini
sebagian besar disebabkan karena hilangnya sel globlet penghasil mukus.
Konsekuensinya adalah meningkatkan kerentanan terhadap kuman patogen di
mata dan saluran nafas serta saluran pencernaan. Hal ini diperkuat dengan
hasil penelitian dimana anak anak dengan kekurangan vitamin A menderita
penyakit saluran nafas.

Efek kekurangan vitamin A terhadap pertahanan tubuh sebagai berikut


(Semba, 2002) :

1. Keratin yang abnormal pada saluran pernapasan, saluran genitourinary


danpermukaan mata

2. Kehilangan silia dari respiratori epithelium

3. Kehilangan mikrofili dari usus kecil

4. Penurunan sel goblets dan produksi mucin dalam mucosal epitel

5. Rusaknya fungsi neutropil

6. Rusaknya fungsi sel Natural Killer (NK) dan penurunan jumlah sel NK

7. Rusaknya aspek hematopoisis

8. Perubahan T helper tipe 1 dalam respon imun

9. Penurunan jumlah dan fungsi limfosit B

10. Rusaknya respon antibodi terhadap T-cell dependen dan antigen


independen

8
Pangan yang menjadi sumber beta karoten adalah wortel, brokoli, bayam,
dan apricot (Simon & Macmillan 1995). Berkenaan dengan karotenoid,
wortel dan sayuran hijau daun, seperti bayam secara umum mengandung
karotenoid dalam jumlah yang besar. Meskipun tomat mengandung beberapa
vitamin A dengan karotenoid aktif, pigmen yang dikandung yakni lycopene,
yang tidak memiliki aktivasi gizi. Buah-buahan seperti pepaya dan jeruk
mengandung karotenoid yang dapat diperhitungkan. Sedangkan sereal seperti
gandum secara umum mengandung sangat sedikit vitamin A. Sumber vitamin
A adalah bahan makanan yang berasal dari hewani, terutama minyak ikan laut
yang berasal dari hati ikan. Ikan laut dan mamalia menghasilkan vitamin A1,
sedangkan ikan air tawar mengandung terutama vitamin A2. Sumber vitamin
A yang lazim dikonsumsi ialah susu segar dan telur. Secara tidak langsung
vitamin A berasal dari pigmen tumbuhan berupa senyawa-senyawa karoten,
yang dalam saluran pencernaan diubah menjadi vitamin A. Pangan hewani
asal ternak adalah sumber gizi yang dapat diandalkan untuk mendukung
perbaikan gizi masyarakat yang kaya akan vitamin A. Termasuk kedalam
pangan hewani adalah telur, daging, susu dan ikan (Khomsan 2004).

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa Vitamin A berperan terhadap


fungsi kekebalan tubuh (imunitas) manusia. Terjadinya defisiensi vitamin A
menyebabkan mekanisme protektif spesifik dan non spesifik rusak, yaitu
respon humoral terhadap bakteri, imunitas mukosal, aktivitas sel NK dan
phagositosis. Selanjutnya defisiensi vitamin ini berakibat pada meningkatnya
resiko penyakit infeksi, seperti campak, diare, ISPA dan malaria. Makanan
yang mengandung vitamin A tinggi yaitu hati sapi, daging sapi, wortel, dan
bermacam-macam sayuran berwarna kuning dan oranye.

10
DAFTAR PUSTAKA

Alessia, T. (2017, October 16). Immune System. Diambil kembali dari


http://kidshealth.org

Geisseler, C., & Powers, H. (2005). Human Nutritions, Eleventh Edition. Churchill
Livingstone.

Roitt, I. (2003). Essential Immunology. Blackwell Science Limite.

WHO. (1998). Vitamin and mineral requirements in human nutrition. Bangkok, Thailand.

Kresno. 1991. Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium

Rose C Graham-Maar, Joan I Schall, Nicolas Stettler, Babette S Zemel, and


Virginia A Stallings. 2006. Elevated vitamin A intake and serum retinol in
preadolescent children with cystic fibrosis. AmJ Clin Nutr;84:174–82

Charles BS. 2004. Vitamin A in immunity system, Annual Review Nutrition. 21 :


167-99

Blomhoff et al., 2008. Vitamin A is the key Regulator for cell growth and
cytokines,British Journal Nutrition. 23: 170-85

McLaren, Donald S, and Frigg, Martin. 2001. Sight and Life Manual on Vitamin
A Deficiency Disorders (VADD) Second Edition. Switzerland. Task Force
Sight and Life

Wahlqvist, Mark L and Wattanapenpaiboon, Naiyana, 2002, Food and Nutrition,


2nd Edition, Allen & Unwin Pty Ltd. Australia

Semba, Richard D. 2002. Vitamin A, Infection and Immune Function dalam


Nutrition and Immune Function. USA. CABI Publising

Simon, Macmillan S. 1995. Nutrition and Fitness. New York: Macmillan Library
Reference.

Khomsan A. 2004. Peran Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. PT. Grasindo:
Jakarta.

Olson, JA, et al, Fat-soluble Vitamins dalam Garrow, et al. 2004. Human Nutrition and
Dietetics. Tenth Edition. Churcil Livingstone, London.

11
12

Anda mungkin juga menyukai