Konsinyasi merupakan sistem pengiriman barang-barang ekspor pada importer di luar negeri di mana barang-barang tersebut
dikirim oleh ekspotir sebagai titipan untuk dijualkan oleh importir dengan harga yang telah ditetapkan oleh eksportir, barang-
barang yang tidak terjual akan dikembalikan kepada eksportir
A. KONSINYASI (CONSIGNMENT)
a. Definisi
Konsinyasi merupakan sistem pengiriman barang-barang ekspor pada importer di luar negeri di
mana barang-barang tersebut dikirim oleh ekspotir sebagai titipan untuk dijualkan oleh importir
dengan harga yang telah ditetapkan oleh eksportir, barang-barang yang tidak terjual akan
dikembalikan kepada eksportir.
Dalam sistem ini eksportir memegang hak milik atas barang, sedangkan importir hanya merupakan
pihak yang dititipi barang untuk dijual.
Hal ini terjadi karena pengiriman barang belum menemukan ada pembeli yang tertentu di LN.
Penjualan barang di luar negri dapat dilaksanakan melalui Pasar Bebas ( Free Market) atau Bursa
Dagang ( Commodites Exchange) dengan cara lelang.dan bila kita berkunjung ke department store
maupun toko–toko yang menjual berbagai macam produk dengan kapasitas besar, maka seringkali
kita berpikiran apakah toko tersebut tidak bermasalah dengan stok yang tidak habis terjual atau stok
yang menumpuk dan tidak dapat dikembalikan ke supplier.
Penjualan dengan system konsinyasi merupakan proses penyerahan barang oleh pemilik barang
kepada pihak lain yang bertindak sebagai agen penjual, namun hak kepemilikan atas barang tersebut
tetap berada di tangan pemilik sampai barang tersebut telah dijual ke customer akhir oleh agen
penjual.
b. Proses
a. Pemilik brang menunjuk salah satu broker yang ahli dalah salah satu komoditi.
b. Broker memeriksa keadaan barang yang akan di lelang terutama mengenai jenis dan jumlah serta
mutu dari barang tersebut.
c. Broker meawarkan harga transaksi atas barang yang akan dijualnya, harga transaksi ini
disampaikan kepada pemilik barang.
d. Oleh panitia lelang akan ditentukan harga lelang yang telah disesuaikan dengan situasi pasar serta
serta kondisi perkembangan dari barang yang akan dijual. Harga ini akan menjadi pedoman bagi
broker untuk melakukan transaksi.
e. Jika pelelangan telah dilakukan broker berhak menjual barang yang mendapat tawaran dari
pembeli yang sana atau yang melebihi harga lelang.
f. Barang-barang yang ditarik dari pelelangan masih dapat dijual di luar lelang secara bawah tangan
g. Yang diperkenankan ikut serta dalam pelalangan hanya anggita yang tergabung dalam salah satu
commodities exchange untuk barang-barang tertentu.
h. Broker mendapat komisi dari hasil pelelangan yang diberikan oleh pihak yang diwakilinya.
c. Resiko
d. Ciri-Ciri
Konsinyasi merupakan suatu perjanjian dimana salah satu pihak yang memiliki barang menyerahkan
sejumlah barang kepada pihak tertentu untuk dijualkan dengan harga dan syarat yang diatur dalam
perjanjian. Pihak yang menyerahkan barang (pemilik) disebut Konsinyor / consignor / pengamanat.
Pihak yang menerima barang Konsinyasi disebut Konsinyi / Consigner / Komisioner. Bagi konsinyor
barang yang dititipkan kepada konsinyi untuk dijualkan disebut barang konsinyasi (konsinyasi
keluar/consigment out)
2) Komisioner terhindar dari resiko rusaknya barang atau adanya fluktuasi harga.
2) Resiko-resiko tertentu dapat dihindarkan misalnya komisioner bangkrut maka barang konsinyasi
tidak ikut disita.
Prosedur akuntansi bagi Konsinyor maupun Konsinyi dalam buku mereka masing-masing ada 2
metode, yaitu :
2) Transaksi Konsinyasi yang menyebabkan R/L Konsinyasi tidak dicatat secara terpisah.
Sistem penjualan ini sebenarnya sudah dikenal oleh masyarakat secara umum dengan istilah yang
berbeda-beda. Ada yang mengenalnya dengan istilah titip jual. Caranya adalah dengan menitipkan
produk yang hendak kita jual di toko-toko lain. Sebelum membahas lebih dalam mengenai penjualan
konsinyasi, ada baiknya kita mengenal beberapa isitlah yang terkait dengan system penjualan
konsinyasi antara lain:
Consignor: merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan pihak yang memiliki barang.
Consignee: merupakan cara penyebutan untuk pihak yang menerima titipan barang dari Consignor
untuk dijualkan.
Consignment-out:merupakan akun yang digunakan oleh Consignor untuk mencatat jumlah
persediaan yang dikonsinyasikan ke Consignee.
Consignment-in: merupakan akun yang digunakan oleh Consignee untuk mencatat transaksi yang
berhubungan dengan barang milik Consignor yang dititipkan kepada Consignee.
System penjualan menggunakan system konsinyasi memang memiliki perbedaan dengan system
penjualan pada umumnya. Bila kita amati beberapa department store yang ada disekeliling kita,
dimana mereka selalu menjual berbagai macam produk dengan varian yang beragam dan dalam
jumlah yang bersar, maka mereka pasti memiliki alasan khusus sehingga yakin bahwa system
penjualan konsinyasi memiliki kelebihan dibandingkan dengan system penjualan pada umumnya dan
memutuskan untuk menggunakan strategi bisnis ini. Beberapa alasan mengenai kemudahan, dan
meminimalisasi atas beberapa risiko menjadi alasan pemilihan menggunakan system penjualan
seperti ini. Beberapa brand asing yang produknya dijual di department store yang ada di Indonesia
menerapkan system ini.
terlepas atau terhindar dari risiko kegagalan penjualan barang/produknya. Karena hak kepemilikan
barang tetap berada di tangan Consignor. Sehingga Consignee tidak mengalami kerugian yang
ditimbulkan akibat stok persediaan yang menumpuk, dan tidak dapat menghasilkan perputaran uang
dalam waktu yang lama. Bayangkan apabila penjualan dilakukan dengan system penjualan pada
umumnya, dimana penjual diharuskan untuk membeli barang dari produsen sehingga hak
kepemilikian barang berpindah tangan. Kemudian barang tersebut berada di tangan pembeli hingga
berhasil di jual ketangan end customer. Apabila kondisi pasar berubah, sehingga mengakibatkan
perusahaan gagal menjual persediaannya, maka kerugian yang ditanggung perusahaan akibat barang
tidak bergerak akan lebih besar.
Consignee juga dapat menghindari risiko atas kerusakan barang persediaan dan fluktuasi harga yang
terjadi, karena kembali lagi hak kepemilikan barang tidak berada di tangan Consignee. Mari kita lihat
di salah satu Department Store yang menjual berbagai produk-produk kebutuhan yang menyandang
brand asing, mulai dari pakaian hingga consumer goods. Mereka hanya perlu melakukan display atas
barang-barang konsinyasi dari Consignor, kemudian memasarkan kepada consumen dan
memperoleh komisi atas produk-produk yang berhasil mereka pasarkan.
Setiap pergantian musim, barang-barang yang didisplay selalu merupakan barang-barang terupdate
sesuai dengan produk yang sedang trend pada musim tersebut. Mereka tidak akan dipermasalahkan
mengenai penglelolaan atas stok-stok produk yang tidak berhasil terjual. Karena barang-barang yang
tidak berhasil terjual tersebut akan dikembalikan ke Cosnignor. Oleh sebab itu banyak department
store akan melakukan end of sesason sale untuk menghabiskan stok produk yang belum terjual.
Sedangkan apabila produk yang dititipkan di Consignee rusak/cacat, maka Consignee akan me-retur
produk tersebut kepada Cosnignor. Sehingga produk yang di-display selalu produk yang terbaik.
Consignee tidak akan menghadapi masalah barang rusak. Consignee juga tidak perlu khawatir
apabila terjadi fluktuasi harga barang yang signifikan. Hal ini tidak dapat diakomodir oleh system jual
beli pada umumnya. Misalnya supplier membeli barang dengan harga normal untuk dijual.
Kemudian pada saat akan dijual ke end customer, terjadi perubahan kondisi di pasaran yang
mengakibatkan harga pasar turun 40%. Produsen akan mengalami kerugian akibat penurunan harga
tersebut. Hal ini tidak akan terjadi apabila penjualan dilakukan dengan system konsinyasi. Consignee
tidak akan mempermasalahkan perubahan harga pasar atas produk yang dijual. Karena risiko
fluktuasi harga tetap menjadi tanggungan Consignor.
Masalah modal kerja yang terbatas juga dapat diatasi. Dengan modal kerja yang terbatas, Consignee
tetap dapat melakukan usaha perdagangan, karena Consignee tidak perlu melakukan pembelian atas
produk yang akan dijualnya. Sehingga modal kerja yang terbatas dapat digunakan Cosignee untuk
melakukan investasi ke hal yang lainnya.
Dari segi Consignor, terdapat beberapa alasan yang menyebabkan Consignor bersedia melakukan
penjualan secara konsinyasi. Antara lain adalah karena:
Dengan system penjualan konsinyasi, dimungkinkan produsen akan memperoleh daerah pemasaran
yang lebih luas, terutama untuk beberapa karakteristik produk yang pada umumnya merupakan
produk baru dimana permintaan untuk produk tersebut masih belum dapat diprediksi pada saat
meluncurkan produk. Apabila jumlah permintaan untuk produk tersebut masih belum dapat
diprediksi, maka system penjualan konsinyasi akan membantu, karena area pemasaran yang luas,
dan dapat menjangkau seluruh daerah dalam suatu Negara.
Apabila produsen berencana untuk membuka suatu cabang baru di suatu daerah baru, maka hal
tersebut akan membutuhkan investasi yang cukup besar. Sedangkan dengan system penjualan
konsinyasi, produsen tidak perlu berivestasi untuk suatu cabang penjualan baru, hanya perlu
menitipkan produknya kepada Consignee dan memberikan komisi kepada Consignee atas
kemampuannya menjual produk tersebut.
Barang dengan fluktuasi harga yang cukup tinggi juga berpengaruh terhadap kemampuan pasar
untuk menjualnya. Consignor cukup menitipkan produknya kepada Consignee yang berada di lokasi
daerah-daerah pemasaran yang diinginkan, dan Consignee dapat membantu menjualkan produk
Consignor di daerahnya.
Alasan lain Consignor melakukan system konsinyasi adalah karena system penjualan konsinyasi
dapat menekan risiko kerugian bagi Consignee. Bilamana terjadi kebangkrutan pada pihak
Consignee, sehingga mengakibatkan seluruh property Consignee harus disita, maka barang-barang
yang diakui sebagai barang konsinyasi tidak dapat disita oleh pihak penyita karena barang tersebut
bukan milik Consignee.
Consignor dapat melakukan pengontrolan atas harga jual produknya yang berada di tangan
Consignee. Hal ini disebabkan karena hak kepemilikan barang tetap berada di tangan Consignor,
sehingga hanya Consignor yang berhak melakukan penentuan harga jual yang diberikan oleh
Consignee. Hal ini untuk menghindari persaingan harga yang akan berakibat buruk bagi permintaan
barang di pasar, sekaligus memastikan bahwa harga masih dapat dijangkau oleh consumen.
Pengawasan ini akan sulit dilakukan apabila menggunakan system penjualan pada umumnya, atau
system penjualan melalui dealer dimana hak kepemilikan barang telah berada di tangan dealer
tersebut.
Pengontrolan atas jumlah barang yang berada di pasaran dapat dikontrol oleh Consignor. Selain itu
jumlah persediaan yang tersisa di gudang Consignor pun dapat dengan mudah dilakukan. Hal ini
sangat berguna bagi Consignor untuk mengurangi risiko kekurangan atau kelebihan barang. Dengan
mudahnya melakukan control atas jumlah stok, maka Consignor pun akan lebih mudah dalam
menentukan rencana produksi kedepannya.
c. Sudut Pandang Pasar
Dari segi market/pasar, system penjualan konsinyasi akan membuka pasar yang lebih luas,
disebabkan karena seluruh pasar yang ada dapat di penetrasi dengan produk yang dijual. Consignor
hanya perlu memperluas koneksi dengan Consignee di seluruh daerah, sehingga memungkinkan
produknya lebih dikenal oleh pasar. Dengan cara ini, diharapkan produk tersebut dapat menjadi
market leader, karena dimanapun customer berada, dia dapat menjangkau produk tersebut
sehingga mudah diperoleh.
Berkaitan dengan jangka waktu pembayaran yang relative lebih panjang diterima oleh Consignor.
Karena pembayaran baru dapat diterima setelah barang terjual. Hal ini mengakibatkan barang
tersebut menjadi uang yang tidak dapat diputar untuk jangka waktu tertentu selama barang tersebut
masih berada di toko dan belum terjual. Consignor harus secara cermat menanggulangi hal tersebut.
dengan cara menjabarkan ketentuan pembayaran dari Consignee kepada Consignor dalam Kontrak
Perjanjian.
Selain itu, terdapat risiko lain bagi Cosignor dimana penjualan atas produknya belum tentu bisa
maksimal karena Consignee tidak akan terlalu focus untuk menjual produk Consignor. Bilamana
produk Consignee menjual produk-produk dari beberapa Consignor. Bisa jadi lokasi
penempatan/display yang kurang strategis juga dapat menghambat lancarnya penjualan produk.
Untuk mengatasi hal ini, Consignor juga dapat mengajukan syarat-syarat penempatan atas
produknya di lokasi Consignee di dalam Kontrak perjanjian.
Kelemahan atas penjualan Konsinyasi yang disebutkan diatas sebenarnya dapat dihindari dengan
menerapkan strategi-strategi tertentu dan melakukan perjanjian khusus antara Consignor dan
Consignee. Dengan menerapkan system konsinyasi, Consignor dapat memiliki peluang untuk
memperluas pangsa pasar dan membuka banyak cabang sehingga produknya dikenal oleh seluruh
lapisan masyarakat.
Dalam melakukan system penjualan konsinyasi, hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah
mengenai kesepakatan antara Consignee dan Consignor yang dituangkan dalam bentuk Kontrak
Perjanjian Kerjasama. Di dalam kontrak tersebut, isinya menyebutkan hak dan kewajiban Consignee.
Yang menjadi hak Consignee antara lain:
Consignee berhak memperoleh penggantian atas biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan
penjualan atas barang-barang milik Consignor.
Consignee berhak memperoleh imbalan jasa atau yang pada umumnya disebut Komisi atas
keberhasilannya menjual produk Consignor. Besarnya balas jasa dan ketentuan yang mengaturnya
dituangkan di dalam Kontrak Perjanjian tersebut.
Terkadang Consignee berhak menawarkan garansi atas produk yang dijualnya.
Sedangkan Consignee juga memiliki beberapa kewajiban antara lain:
Consignee sebagai pihak yang diberikan kepercayaan untuk memasarkan barang-barang milik
Consignor wajib menjaga barang yang dipercayakan kepadanya dan menjual barang konsinyasi
tersebut.
Consignee wajib membuat laporan bulanan yang merangkum hasil penjualan konsinyasi sebagai
bentuk pertanggungjawaban Consignee kepada Consignor dan juga rangkuman mengenai
penyerahan uang hasil penjualan tersebut.
Selain hak dan kewajiban Consignee, di dalam Kontrak Perjanjian juga dijelaskan mengenai kebijakan
harga penjualan serta kebijakan penjualan secara kredit.
C. Contoh Kasus
Dewasa Indonesia saat ini mengalami perkembangan dan stabilitas yang sangat pesat dalam bidang
fashion mode, teknologi dan seni desain. Percampuran faktor-faktor fundamental budaya barat dan
budaya timur yang kuat memungkinkan budaya Indonesia dapat berkembang secara baik, juga
karena adanya partisipasi dari segala kemajemukan aspek budaya yang ada di Indonesia.
Kemajemukan budaya tersebut tidak terlepas dengan adanya kreasi dan kreatifitas anak bangsa
dalam hal fashion mode, teknologi dan seni desain. Salah satu bentuk kreasi dan kreatifitas dari anak
bangsa adalah dalam hal fashion design company yang merupakan wadah positifis dalam
penumpahan ide dan emosi yang labil dalam jiwa anak muda berawal dari pemikiran anak muda
yang terbentuk dalam komunitas–komunitas yang mempunyai visi dalam hal olahraga, seni desain,
musik dan banyak lagi komunitas–komunitas yang positis sebagai wadah anak muda
mengaprisiasikan emosi dan bakat
yang terpendam dalam diri mereka.
Kontribusi yang bisa diberikan oleh desainer-desainer muda berbakat yang erat kaitannya dalam hal
ini adalah dalam bentuk karya-karya yang merupakan salah satu sarana dalam bergaul dalam hal
berpakaian, peralatan olahraga, pernak-pernik tekhnologi yang dalam hal ini mempunyai kandungan
nilai ekonomis yang mempunyai pangsa pasar anak muda yang tergabung dalam komunitas-
komunitas untuk mendapatkan kebutuhan mereka dalam hal fashion mode, teknologi dan seni
desain. Karena kontribusi yang besar dari mereka maka mereka berpikir untuk memproduksi dan
membuat usaha di bidang konveksi dan yang lainnya. Pemikiran positif mereka menghasilkan usaha
yang sangatlah menguntungkan dan juga mendapat respon yang besar khususnya oleh anak muda
yang senang akan tren musik, fashion, dan juga desain grafis.
Muncul pemikiran dari para anak-anak muda tersebut setelah memproduksi maka mereka berfikir
untuk membuat tempat memasarkan hasil kreatifitas mereka yang merupakan kebutuhan untuk
memenuhi fashion gaya hidup mereka, maka mereka membuatlah perusahaan–perusahaan konveksi
yang mendesain dan memproduksi pakaian serta pernak-perniknya yang biasa dipakai oleh anak–
anak muda sekarang ini. Pada awalnya ini hanya usaha yang biasa dan tidak berpikir untuk
menjadikan bisnis yang besar, dengan bertambahnya tingkat konsumtif masyarakat maka banyak
peminatnya dan mempunyai konsumen yang sangat konsumtif dan mempunyai pangsa pasar yang
menjadi besar pula, sehingga bisnis ini menjadi bisnis yang sangatlah menguntungkan, maka banyak
peminatnya untuk menjalankan bisnis ini. Dari hasil pemikiran tersebut maka hadirlah distro, sebagai
tempat untuk mendistribusikan dan memasarkan dan untuk menjualkan karya mereka, yang pada
awalnya mereka berpikir untuk memproduksi barang–barang tersebut, setelah memproduksi
mereka berpikir untuk memasarkan dan untuk menjualkannya. Untuk itulah distro itu ada sebagai
tempat untuk mendistribusikan, memasarkan dan untuk menjualkan produk–produk yang supplier
produksi, agar dapat dipasarkan di segala tempat tidak hanya dalam 1 (satu) kota tetapi juga dapat
dipasarkan di seluruh Indonesia dan bahkan juga ada yang sampai keluar negeri.
Distro adalah kependekan dari Distribution Outlet yang mempunyai makna sebagai tempat
mendistribusi barang dan juga menjualkan barang yang diproduksi oleh supplier mereka, barang–
barang yang dijual disana dahulunya hanya sekitar pakaian dan pernak- perniknya, tetapi saat ini
menjadi lebih luas lagi dikarenakan semakin besarnya daya beli konsumen yang konsumtif, maka hal
ini dapat menjadikan bisnis yang menjanjikan dan dapat menghasilkan keutungan yang sangat besar.
Suppliernya adalah perusahaan konveksi dengan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) usaha kecil
yang biasa disebut dengan Clothing Company, yang sampai saat ini menjadi bisnis yang besar dan
juga menghasilkan keuntungan yang besar pula. Sehingga dari sini banyak bermunculan
perusahaan–perusahaan konveksi baru sebagai supplier untuk distro yang bersaing untuk mencari
konsumen, dan juga usaha ini semakin besar dan luas yang mereka produksi bukan hanya pakaian
dan pernak–perniknya, tetapi juga memproduksi hal–hal yang berbau tehnologi. Mereka
memproduksinya secara besar–besaran tetapi tetap menjaga ke “eksklusifannya”. Barang yang
mereka produksi benar–benar dibuat ”limited edition” dibuat terbatas hanya beberapa saja tidak
lebih dari dua puluh empat potong setiap desainnya dan hanya dipasarkan melalui distro.
Sekitar 10 (sepuluh) tahun terakhir, pola ini diterapkan oleh distro–distro dengan perusahaan
suppliernya di Indonesia dengan berlandaskan pada kontrak kerjasama konsinyasi. Muncuulnya
distro diawali di Bandung sebagai kota pelopor usaha ini dan sampai sekarang banyak bermunculan
di kota–kota lainnya. Sampai saat ini produsen–produsen clothing company terbesar dari kota
Bandung dan saling bersaing untuk mendapatkan konsumen, oleh karena itu mereka
mendistribusikan barang–barang mereka di setiap distro–distro kota kecil maupun kota besar di
Indonesia umtuk memperbesar pasar mereka. Salah satunya adalah distro House of Rotten Apple
yang beralamat di Jalan Arif Rahman Hakim 38 Surabaya. Distro ini dalam menjalin kerja sama
dengan suppliernya diikat dalam kontrak kerjasama konsinyasi.
Dapat diketahui di sini bahwa kontrak kerjasama konsinyasi merupakan kontrak yang dilakukan oleh
pihak supplier sebagai pemilik barang dan pihak distro yang sebagai pihak yang menyediakan tempat
untuk mendistribusikan dan tempat untuk menjual barang–barang yang diperjanjikan dalam kontrak
kerjasamaKonsinyasi. Kontrak kerjasama Konsinyasi distro dengan supplier mempunyai kesamaan
nama dengan konsinyasi dalam KUH Perdata yaitu Pasal 1404, tetapi mempunyai makna yang
berbeda. Dalam KUH Perdata, konsinyasi dijelaskan secara gamblang dan jelas sangat berbeda
dengan definisi dalam kontrak kerjasama Konsinyasi antara distro dengan supplier.
Konsinyasi dalam KUH Perdata menjelaskan, bahwa penitipan yang dilakukan di kantor panitera
pengadilan negeri dalam hal tata cara pembayaran yang dilakukan oleh debitur, dikarenakan
kreditur tidak mau menerima pembayaran debitur. Penolakan kreditur menerima pembayaran oleh
debitur tersebut, ada kalanya bermotif mencari keuntungan yang lebih besar. sesuai Pasal 1404 KUH
Perdata. Adapun isi dari pasal 1404 tersebut adalah : Jika si berpiutang menolak pembayaran, maka
si berhutang dapat melakukan penawaran pembayaran tunai apa yang diutangkannya, dan, jika si
berpiutang menolaknya, menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan. Penawaran yang
sedemikian, diikuti dengan penitipan, membebaskan si berhutang, dan berlaku baginya sebagai
pembayaran, asal penawaran itu telah dilakukan dengan cara menurut undang – undang ;
sedangkan apa yang dititipkan secara itu tetap atas tanggungan si berpiutang.
Dalam di atas, jika kreditur menolak pembayaran debitur, maka debitur dapat melakukan
penawaran pembayaran tunai apa yang diutangkannya dan jika kreditur menolaknya, maka debitur
menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan, dalam praktek penyusunan permohonan
konsinyasi, maka debitur menjadi penggugat dan kreditur menjadi tergugat.
Pengertian konsinyasi yang ada di dalam KUH Perdata berbeda dengan kontrak kerjasama konsinyasi
distro dengan supplier, konsinyasi dalam KUH Perdata dengan konsinyasi kontrak kerjasama supplier
dengan distro mempunyai kesamaan nama namun mempunyai makna yang berbeda.
Kontrak kerjasama konsinyasi distro dengan supplier adalah merupakan suatu bentuk manifestasi
baru perjanjian penitipan, jual beli, distributor dan keagenan supplier memproduksi barang
menjualkannya dan mendistribusikan melalui distro tersebut, hal ini merupakan suatu langkah
penyimpangan terhadap buku III KUH Perdata yang pada dasarnya bersifat aanvullend recht atau
hukum pelengkap, yang sifatnya mengatur. Dari pengertian kontrak kerjasama konsinyasi antara
distro dengan supplier yang mengadopsi penyimpangan pengertian dalam KUH Perdata maka
perjanjian tersebut merupakan perjanjian tidak bernama.
Kontrak kerjasama konsinyasi antara distro dengan supplier ini disebut Kontrak tidak bernama
karena kontrak kerjasama kosinyasi yang dimaksud walupun dalam prakteknya sudah umum
digunakan akan tetapi pengertian di dalamnya berbeda dengan yang dimaksud dengan konsinyasi
dalam KUH Perdata. Konsinyasi menurut kontrak kerjasama ini terdapat beberapa karakteristik
perjanjian yaitu perjanjian penitipan, perjanjian jual beli, perjanjian keagenan dan perjanjian
ditributor, maka perjanjian konsinyasi antara distro dengan supplier tidak diatur secara khusus
didalam KUH Perdata, tetapi terdapat didalam masyarakat dan lahirnya perjanjian ini berdasarkan
asas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku didalam hukum perjanjian.
Dalam kontrak kerjasama ini supplier sebagai produsen menitipkan barang atau produk kepada
distro untuk dijualkan, dengan ketentuan setiap barang yang telah terjual, jumlah uang hasil
penjualann barang tersebut disetor kepada si pemilik(si penitip barang) dikurangi komisi yang telah
disepakati. Jadi dalam hal ini kontrak kerja sama konsinyasi antara distro dengan supplier terdapat
hanya dua pihak yang ada di dalam perjanjian tersebutyaitu : supplier yang dalam hal ini sebagai
produksi dan penyuplai barang sebagai pihak pertama, dan distro sebagai tempat penjualan dan
tempat mendistribusikan barang sebagai pihak yang ke dua, dan dikecualikan apabila diperjanjikan
lain dan diatur secara tegas dalam kontrak kerjasama Konsinyasi antara distro dengan supplier,
tentang keberadaan dari pihak lain, dari adanya aturan-aturan tersebut maka hak dan kewajiban dari
para pembuat kontrak kerjasama konsinyasi yaitu distro dengan supplier yang mengembangkan
sistem ini akan lebih tertata dan terbentuk kepastian hukumnya.
Bentuk kerjasama yang dapat dituangkan dalam sebuah kontrak kerjasama konsinyasi yang dalam
hal ini erat keterkaitannya, dari adanya aturan-aturan tersebut maka hak dan kewajiban dari para
Supplier dan distro-distro yang mengembangkan sistem ini akan lebih terakomodir kepastian
hukumnya. Bentuk kerjasama dapat dituangkan dalam sebuah kontrak kerjasama yang dimana
dalam distro sebagai tempat distribusi dan penjualan dan supplier sebagai penyuplai barang hal ini
adalah eraat keterkaitannya dengan kontrak kerjasama Konsinyasi yang di keluarkan oleh distro
dengan supplier. Perjanjian kerjasama merupakan jenis perjanjian yang banyak digunakan dalam
praktek kegiatan komersil, tidak ada ketentuan khusus yang mengatur tentang perjanjian kerjasama.
Jenis perjanjian ini lahir dan berkembang dalam praktek bisnis, landasan hukum terutama bertumpu
pada prinsip kebebasan berkontrak.
Haryono (1994:57) berpendapat bahwa pengaruh transaksi laporan keuangan tidak langsung
digambarkan dalam laporan keuangan, tetapi ditampung lebih dahulu dalam alat pencatatan yang
merupakan bagian dari suatu sistem akuntansi.Untuk menciptakan suatui sistem akuntansi yang dapat
memenuhi kebutuhan informasi bagi manajemen, diperlukan adanya suatu system
pengelompokkan, sehingga data untuk laporan keuangan dapat diperoleh melalui cara-cara yang
teratur.
Kegiatan penjualan konsinyasi sejalan dengan makin meningkatnya usaha-usaha persaingan dalam
pemasaran. Kalau dalam perdagangan angsuran para penjual berusaha memuaskan para konsumen
maka dalam penjualan konsinyasi para penjual berusaha untuk bekerja sama dengan sesama mata
rantai pemasaran. Untuk menjamin kelancaran hubungan antara pengamanat dengan komisioner
biasanya dibuat perjanjian tertulis yang mengatur pelaksanaan kerja sama tersebut. Hal-hal yang
biasanya diatur adalah syarat-syarat penyerahan, pembayaran dan harga dari barang yang
dikonsinyasikan, penggantian atas biaya yang dikeluarkan sikomisioner dan biaya apa saja yang
boleh diperhitungkan, komisi atau bagian keuntungan, cara penyelesaian dengan pengamatan dan
cara pembatasan kerja sama tersebut Salim, (1991:153).
Pada dasarnya pembukuan penjualan konsinyasi sama saja dengan penjualan biasa. Pengakuan atas
adanya penjualan diberikan jika sikomisioner telah mengirimkan nota penjualan pada sipengamanat.
Penyerahan barang pada
komisioner hanya sekedar penitipan, tanpa adanya perpindahan hak milik dan pengakuan penjualan.
Menurut Salim (1991:156) mengemukakan bahwa prosedur pembukuan pengamanat dapat disususn
dengan dua macam pola yaitu :
1. Transaksi konsinyasi dipisah dari transaksi biasa dan untuk tiap komisioner dan atau untuk tiap
tipe barang disediakan satu set buku tambahan tempat mencatat perincian dari tiap komisioner dan
atau tiap type barang.
2. Transaksi konsinyasi digabung dengan transaksi penjualan biasa.
Pola pembukuan yang sama juga dipakai oleh komisioner dalam pembukuan penerimaan barang
komisi, pennjualannya dan penyelesaiannya dengan pengamanat.
Untuk mendapatkan informasi yang lengkap terutama jika kegiatan konsinyasi merupakan kegiatan
yang cukup penting, sebaiknya digunakan pola pembukuan yang pertama.
Pembukuan dari pengamanat dengan cara yang petama itu menggunakan perkiraan ”Barang Dalam
Konsinyasi”. Perkiraan ini didebet dengan harga pokok dan barang yang dikonsinyasikan dan dengan
biaya-biaya lain yang berhubungan dengan itu, dan dikredit dengan hasil penjualan bersih yang
dilaporkan komisioner dalam Nota Penjualan (Account Sales). Pada akhir periode, saldo dari barang
konsinyasi dicatat sebagai saldo debet disebelah kredit dan selisih dari jumlah debet dan kredit
menunjukkan R/L dari transaksi konsinyasi yang bersangkutan.
2 April 1985
TENTANG
Sehubungan dengan berbagai pertanyaan yang diajukan dalam pertemuan mengenai masalah
tersebut
diatas, maka untuk keseragaman penafsiran bersama ini diberikan penegasan sebagai berikut :
1. menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 huruf d angka 1) huruf d) Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai 1984, penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara
terhutang
Pajak Pertambahan Nilai.
2. Yang dimaksud dengan pedagang perantara adalah pengusaha dengan nama atau dalam bentuk
apapun (kecuali Makelar yang diangkat dan disumpah oleh Departemen Kehakiman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 Kitab Undang-undang Hukum Dagang) yang melakukan usaha
perdagangan perantara termasuk perdagangan dalam konsinyasi.
3. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984,
pajak terhutang pada saat penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara dimaksud.
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Keluaran) harus dipungut
oleh Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan pada saat penyerahan Barang Kena Pajak kepada
Pedagang Konsinyasi tersebut.
Faktur Pajak harus dibuat paling lambat 10 (sepuluh) hari sesudah penyerahan Barang Kena Pajak
dan dibuat dengan mencantumkan nama pedagang konsinyasi sebagai Pembeli (harus lengkap
nama, alamat dan NPWP-nya).
4. Dalam hal Barang Kena Pajak yang diserahkan kepada pedagang perantara tersebut kemudian
ternyata tidak laku dijual dan dikembalikan oleh pedagang yang bersangkutan maka pedagang
tersebut harus membuat “Nota Retur” kepada Penjual.
Berdasarkan Nota Retur yang dibuat oleh Pembeli (pedagang konsinyasi), maka Penjual dapat
mengurangkan Pajak Keluaran yang terhutang dalam Masa Pajak pada saat diterimanya Nota Retur
tersebut.
Contoh :
a). Harga Barang Kena Pajak yang dikembalikan oleh Pembeli dalam bulan Mei 1985 adalah
Rp. 100.000,-. jumlah Pajak Pertambahan Nilai adalah : 10% x Rp. 100.000,- = Rp 10.000,-.
Pembeli membuat Nota Retur sebesar Rp. 10.000,-.
b). Pajak Pertambahan Nilai dari jumlah penjualan (oleh Penjual) dalam bulan Mei 1985 yang
harus disetor ke Kas Negara adalah Rp. 60.000,-. Jumlah Rp. 60.000,- oleh Penjual dapat
dikurangkan lagi dengan Rp. 10.000,- berdasarkan Nota Retur tersebut pada a, sehingga
jumlah yang harus disetor ke Kas Negara adalah Rp. 60.000,- – Rp. 10.000,- = Rp. 50.000,-.
Ketentuan mengenai Nota Retur tersebut diatas diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
No.: 987/KMK.04/1984 tanggal 18 September 1984 tentang “Tata Cara pengurangan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah untuk Barang Kena Pajak
dan/atau Barang Mewah yang dikembalikan.
Konsinyasi selesai
Just in time
6 Juni 20X4
(2) Beban konsinyor sehubungan dengan konsinyasi. Pengangkutan ke konsinyi Rp. 3.000.000.
Atas kejadian ini :
Weta mencatat (dalam ribuan rupiah) :
6 Juni-20 Juli
(3) Biaya konsinyasi yang diganti konsinyor. Pengangkutan masuk Rp. 1.250.000. Atas kejadian
ini ;
Gere mencatat (dala ribuan rupiah) :
6 Juni-20 Juli
(1) Penjualan 10 buah TV @ Rp. 4.250.000. Perhitungan dengan konsinyor Rp. 42.500.000
dikurangi komisi 20% x Rp. 42.500.000 = Rp. 8.500.000. Atas kejadian ini :
Gere mencatat (dalam ribuan rupiah) :
20 Juli
(2) Dibebankan komisi penjualan Rp. 8.500.000. Atas kejadian ini :
Gere mencatat (dalam ribuan rupiah) :
20 Juli
(3) Dikirimkan penyelesaian konsinyasi beserta Akun Penjualan oleh konsinyi. Atas kejadian
ini :
Gere mencatat (dalam ribuan rupiah) :
6 Juni 20X4
(2) Beban konsinyor sehubungan dengan konsinyasi. Pengangkutan ke konsinyi Rp. 3.000.000.
Atas kejadian ini :
Weta mencatat (dalam ribuan rupiah) :
Laba konsinyasi dihitung terpisah Laba konsinyasi dihitung tidak
terpisah
Konsinyasi keluar-Gere Rp. 3.000
Pengangkutan keluar Rp. 3.000
6 Juni-20 Juli
(3) Biaya konsinyasi yang diganti konsinyor. Pengangkutan masuk Rp. 125.000. Atas kejadian
ini :
Gere mencatat (dala ribuan rupiah) :
Laba konsinyasi dihitung terpisah Laba konsinyasi dihitung tidak
terpisah
Konsinyasi-masuk Rp. 1.250 Weta Rp. 1.250
Kas Rp. 1.250 Kas Rp. 1.250
6 Juni-20 Juli
(4) Penjualan 6 buah TV set @ Rp. 4.250.000. Perhitungan dengan konsinyor Rp. 25.500.000
dikurangi komisi 20% x Rp. 25.500.000. Atas kejadian ini :
Gere mencatat (dalam ribuan rupiah) :
Laba konsinyasi dihitung terpisah Laba konsinyasi dihitung tidak
terpisah
Kas Rp. 25.500 Kas Rp. 25.500
Konsinyasi masuk-Weta Rp. 25.500 Penjualan Rp. 25.500
Pembelian Rp. 20.400
Weta Rp. 20.400
20 Juli
(5) Dibebankan komisi penjualan Rp. 5.100.000. Atas kejadian ini :
Gere mencatat (dalam ribuan rupiah) :
Laba konsinyasi dihitung terpisah Laba konsinyasi
dihitung tidak terpisah
Konsinyasi masuk-Weta Rp. 5.100
Komisi penjualan konsinyasi Rp. 5.100
20 Juli
(6) Dikirimkan penyelesaian konsinyasi beserta akun penjualan konsinyasi. Atas kejadian ini :
Gere mencatat (dalam ribuan rupiah) :
Laba konsinyasi dihitung terpisah Laba konsinyasi dihitung tidak
terpisah
Konsinyasi masuk-Weta Rp. 19.150 Weta Rp. 19.150
Kas Rp. 19.150 Kas Rp. 19.150
Kiriman cek Rp. 19.150.000 kepada Weta disertai dengan akun penjualan sebagai berikut :
Gere Co. Akun Penjualan No. 16
Jakarta
Penjualan untuk perhitungan Weta Co. Bandung Tanggal 20 Juli
Akun Penjualan 10 buah TV. 20X4
Tanggal Penjelasan Jumlah
6/6-20/7 Dijual : 6 buah TV @ Rp. Rp. 25.500.000
4.250.000 Rp. 1.250.000
Beban : Pengangukatan- masuk Rp. 5.100.000
Komisi (20% dari penjualan)
Rp. 6.350.000
Rp. 19.150.000
Saldo Rp. 19.150.000
Cek terlampir Nihil
Saldo terutang
3. Konsinyasi Keluar
Dengan demikian maka akun konsinyasi-keluar pada akhir periode dalam buku-buku Weta
adalah sebagai berikut :
Konsinyasi keluar-Gere (dalam ribuan rupiah)
6-6 Dikirim 10 buah TV,
Harga pokok @ Rp. 2.500 Rp. 25.000
Pengangkutan (freight) Rp. 3.000
30-6 Dibebankan konsinyi :
Pengangkutan masuk Rp. 1.250
Komisi Rp. 5.100 Rp. 6.350
Laba penjualan 6 TV ke
Pendapatan Konsinyasi Rp. 2.850
Rp. 37.200
1-7 Saldo-harga pokok 4 buah TV Rp. 11.700
Contoh Soal :
1. Andri mengirimkan akun penjualan berikut ini :
Andri Akun Penjualan No. 4900
Penjualan untuk akun Wena Tanggal 31
Akun penjualan 4 kompor listrik, model X10 Desember 20X3
Tanggal Penjelasan Jumlah
12/5- Penjulan : 4 buah kompor
31/12 listrik @ Rp. 110.000 Rp. 440.0000
Sisa digudang : 6 buah
kompor listrik Rp. 61.000
Beban : Angkutan-masuk
Komisi (25% Rp. 110.000 Rp. 171.0000
dari penjualan)
Rp. 269.000
Saldo Rp. 269.000
Pengiriman uang kas Nihil
terlampir
Saldo terhutang
Harga pokok konsinyor untuk setiap kompor adalah Rp. 60.000. Pada akhir tahun konsinyi
dan konsinyor melakukan invertarisasi fisik untuk menghitung harga pokok penjualan.
Diminta :
a. Butlah jurnal dalam buku konsinyi dan konsinyor, jika masing-masing menghitung laba
konsinyasi secara terpisah
b. Buatlah jurnal dalam buku masing-masing pihak jika laba konsinyasi tidak terpisah
Jawab :
a. Butlah jurnal dalam buku konsinyi dan konsinyor, jika masing-masing menghitung laba
konsinyasi secara terpisah
Jika laba dibukukan terpisah
Buku-buku konsinyi Buku-buku konsinyor
Memorandum : Diterima 10
buah kompor dari Wana untuk
dijual @ Rp. 110.000, biaya
angkutan ditanggung konsinyor
dan komisi 25% dari penjulan
Konsinyasi-masuk Konsinyasi-keluar
Wana Rp. 61.000 Andri Rp. 600.000
Kas(angkutan-masuk) Kiriman barang
Rp. 61.000 konsinyasi Rp. 600.000
Kas Rp Kas
. 440.000 Rp. 269.000
Konsinyasi-mauk Konsinyasi-keluar
Wana Rp. 440.000 Andri Rp. 171.000
Konsinyasi keluar-
Konsinyasi-masuk Andri Rp. 440.000
Wana Rp. 110.000
Komisi penjualan Konsinyasi-keluar
konsinyasi Rp. 110.000 Andri Rp. 65.600
Penghasilan
Konsinyasi-masuk konsinyasi Rp.
Wana Rp. 269.000 65.600
Kas
Rp. 269.000
b. Buatlah jurnal dalam buku masing-masing pihak jika laba konsinyasi tidak terpisah
Jika laba dilakukan tidak terpisah Buku-buku konsinyor
Buku-buku konsinyasi
Memorandum : Diterima 10 kompor
dari Wana untuk dijual Rp. 110.000,
biaya angkutan yang ditanggung
konsinyor dan komisi 25% dari
penjualan
Wana Rp. 61.000 Kas Rp. 269.000
Kas (angkutan- Angkutan Rp. 24.000
masuk) Rp. 61.000 Komisi Rp. 110.000
Barang dalam konsinyasi Rp. 36.600
Kas Rp. 440.000 Penjualan Rp. 440.000
Penjualan Rp.
440.000 Barang dalam konsinyasi Rp. 360.000
Ikhtisar laba Rp. 360.000
Pembelian Rp. 330.000
Wana Rp.
330.000
Wana Rp. 269.000
Kas Rp. 269.000
Pengiriman Uang Kas dan Perkiraan Penjualan Konsinyasi Oleh Pihak Konsinyi
Pada waktu pihak konsinyor menerima laporan perkiraan penjualan konsinyasi,
perkiraan kas didebet sebesar uangn kas yang dikirimkan, perkiraan Konsinyasi-Keluar
didebet untuk total beban yang dibebankan pada perkiraan pihak konsinyor oleh pihak
konsinyi, dan perkiraan Konsinyasi-keluar dikredit sebesar penjualan kotor yang dilaporkan
oleh pihak konsinyi. Dapat juga, perkiraan kas didebet dan perkiraan Konsinyasi-Keluar
dikredit sebesar hasil penjualan konsinyasi bersih. Jika prosedur ini diikuti, maka ayat jurnal
untuk transaksi diatas akan terbaca sebagai berikut :
Kas $ 655
Konsinyasi-Keluar-R.Green $ 655
Catatan Pihak Konsinyor-Jika Laba Konsinyasi Tidak Ditetapkan Tersedia
Penyerahan Barang Kepada Pihak Konsinyi
Apabila pihak konsinyor tidak menyelenggarakan catatan, persediaan perpetual maka
penyerahan barang kepada pihak konsinyi dicatat dengan sebuah ayat jurnal memorandum
dalam buku harian atau dalam perkiraan tersendiri yang diselenggarakan untuk tujuan ini.
Sebuah catatan pelengkap harus diselenggarakan, yang menunjukkan semua rincian yang
bertalian dengan barang konsinyasi. Ayat jurnal memorandum untuk transaksi pada bagian
(1) dalam contoh dimuka akan berbunyi
Barang Konsinyasi-R.Green $ 500
Penyerahan Barang Konsinyasi $ 500
(Sebuah catatan tambahan yang dibuat akan menunjukkan rincian guna mendukung saldo
dalam perkiraan Barang Konsinyasi. Pada waktu barang konsinyasi dijual, ayat jurnal
memorandum diimbangi.)
Dalam hal diselenggarakan catatan persediaan perpetual, maka penyerahan barang
konsinyasi membutuhkan ayat jurnal sebagai berikut :
Barang Konsinyasi-R.Green $ 500
Persediaan Barang (atau Barang Jadi) $ 500
Jika pihak konsinyor tidak mencatat beban pada perkiraannya yang dibebankan oleh pihak
konsinyi, maka ia hanya hanya mengkredit perkiraan konsinyasi untuk hasil bersih dan
penjualan konsinyasi, dengan ayat jurnal per 30 Juni sebagai berikut :
Kas $383
Konsinyasi-Keluar-R.Green $383
Saldo dalam perkiraan konsinyasi-keluar akan sama apabila konsinyi dan penjualan
kotor dilaporkan dalam perkiraan ini. Penyelesaian laba sebesar $57, kemudian akan sama
seperti dalam hal-hal sebelumnya. Saldo dalam perkiraan konsinyasi-keluar dilaporkan dalam
neraca sebagai pos persediaan tersendiri, yang ditambahkan pada barang Dagangan yang ada,
sebagai berikut :
Persediaan :
Barang dagangan yang ada $10.000
Barang konsinyasi $ 234
$10.234
Hal-hal seperti ini dapat terjadi dimana pihak konsinyi, dalam mengirimkan laporan
penjualan konsinyasi kepada pihak konsinyor gagal untuk mengirimkan seluruh jumlah yang
terhutang. Dalam situasi ini, pihak konsinyor mendebet perkiraan piutang usaha sebagai
pengganti perkiraan kas
Misalnya, jika sdr. R. Green dalam contoh dimuka, melaporkan Penjualan 6 buah
pesawat radio tetapi ia hanya mengirimkan uang kas Sebesar $510, maka dibuat ayat jurnal
sebagi berikut :
Kas……………………………………….$150
Piutang Usaha-R.Green…………………. 233
Konsinyasi-Keluar-R.Green…………….. 127
Konsinyasi-Keluar.R.Green……………………$510
(Penerimaan uang kas pada tanggal selanjutnya akan dicatat dengan mendebet
perkiraan Kas dan mengkredit perkiraan Piutang Usaha-R. Green)
Catatan pihak konsinyor-Jika Laba Konsinyasi Tidak Ditetapkan tersendiri
Apabila laba konsinyasi tidak ditetapkan tersendiri oleh pihak konsinyor, maka beban
yang dikeluarkan oleh pihak konsinyi dan yang dibebankan Pada hasil penjualan konsinyasi
akan ditetapkan dalam buku pihak Konsinyor dengan mendebet perkiraan beban yang
bersangkutan. Akan Tetapi, jika barang konsinyasi belum terjual seluruhnya pada akhr
Periode fiskal, maka beban yang ditetapkan pada barang konsinyasi yang belum terjual harus
ditangguhkan.
Dalam contoh dimuka, saldo sebesar $234 dalam perkiraan barang Konsinyasi terdiri
dari harga pokok awal barang sebesar $200; beban yang ditangguhkan pihak konsinyi sebesar
$10; dan beban yang Ditangguhkan pihak konsinyor sebesar $24.
Pengiriman Kembali barang konsinyasi
Apabila barang konsinyasi dikembalikan kepada pihak konsinyor, maka pengeluaran
pengeluaran yang ditetapkan pada pengiriman semula barang dan pada pengembaliannya
Harus ditetapkan sebagai beban. Pengeluaran untuk reparasi Unit yang rusak yang
dikembalikan juga harus Dipandang sebagai beban dengan pengiriman selanjutnya unit-unit
ini kepada pihak konsinyi membutuhkan beban yang tidak lebih daripada biaya normal.
2.5. PENYAJIAN TRANSAKSI PENJUALAN KONSINYASI DALAM LAPORAN
KEUANGAN
Prosedur-prosedur yang harus digunakan oleh pihak konsinyor jika menghendaki
penyajian informasi lebih lengkap baik mengenai penjualan konsinyi maupun penjualan
reguler adalah dengan melakukan pencatatan transaksi penjualan konsinyasi secara terpisah
dari transaksi penjualan biasa.
Penyajian didalam laporan perhitungan laba rugi dapat dibukukan dengan cara :
a. Menggabungkan data-data penjualan harga pokok penjualan dan biaya penjualan dari
transaksi konsinyasi dengan data-data yang sama pada transaksi penjualan biasa
b. Data, harga pokok penjualan dan biaya-biaya penjualan yang bersangkutan dilaporkan secara
terpisah dan sejajar dengan data penjualan biasa. Pelaoran yang demikian dipakai apabila
transaksi penjualan barang konsinyasi merupakan bagian yang penting dalam kegiatan
distribusinya
c. Menyajikan data transaksi penjualan konsinyasi didalam laporan perhitungan laba rugi
dengan melaporkan laba rugi penjualan konsinyasi tanpa menyajikan data penjulan dan
biaya-biaya yang bersangkutan yaitu dengan cara menambah (mengurangkan) laba rugi
konsinyasi dari laba kotor penjualan biasa