Journal Reading Laryngopharyngeal Reflux
Journal Reading Laryngopharyngeal Reflux
Oleh :
NIM. 1930912320115
Pembimbing :
Abstrak
dengan gejala akut ataupun kronis. LPR sering salah didiagnosis pada pelayanan
primer karena kurangnya gejala khas gastroesofageal reflux disease (GERD) dan
mungkin dalam diagnosis LPR akan ada over atau under diagnosis. Manajemen
LPR berpotensi optimal dalam pelayanan primer selama Dokter Umum menyadari
dan mengelola LPR. Dalam hal ini, kami menyediakan algoritme praktis untuk
manajemen LPR untuk dokter umum dan spesialis lain yang tidak dapat
faringolaringitis dan “red flags”. Dalam menejemen pasien mungkin mereka akan
dengan atau tanpa obat, tergantung pada tingkat keparahan gejala. Proton pump
inhibitorss dan alginat tetap menjadi pilihan populer untuk melindungi mukosa
saluran aerodigestif bagian atas dari kejadian refluks faring asam, asam lemah,
dan basa.
3
1. Definisi
lambung ke dalam laringofaring. Definisi LPR ini baru-baru ini dianggap tidak
sempurna karena iritasi dari LPR karena pepsin, garam empedu dan protein
meluas ke semua mukosa saluran aerodigestif bagian atas. LPR sering terlibat
dalam perkembangan berbagai kondisi laring, rinologis dan otologis. Saat ini,
aerodigestif bagian atas yang berhubungan dengan efek langsung dan tidak
langsung dari refluks isi lambung atau duodenum, yang menginduksi perubahan
morfologi pada saluran aerodigestif bagian atas. Dalam praktiknya, kami dapat
mempertimbangkan dua jenis LPR menurut evolusi keluhan selama periode terapi
atau non terapi: LPR akut dan kronis. LPR akut dapat terdiri dari perkembangan
LPR sporadis, yang merespon dengan baik dengan pengobatan yang memadai.
Pasien dengan LPR akut tidak memiliki gejala kronis. LPR kronis dapat menjadi
perhatian pada pasien dengan perjalanan kronis dari gejala LPR dengan
kurangnya atau tidak adanya respon terapeutik atau gejala yang sering berulang
dari waktu ke waktu (>2 episode per tahun) yang memerlukan percobaan terapi
berulang. Pada keduanya, LPR dapat didiagnosis dengan pengujian objektif atau
pengobatan empiris.
4
bertujuan untuk menyajikan temuan praktis dan algoritma klinis untuk non-
2. Epidemiologi
pH (HEMII-pH) dianggap sebagai gold standard. Sampai saat ini, tidak ada
pada populasi umum atau di klinik rawat jalan Telinga, Hidung dan Tenggorokan
(THT).
Pada tahun 1991, Jamie Koufman memperkirakan kejadian LPR 10% dari
klinik rawat jalan THT. Koufman menemukan bahwa 30% pasien telah
pH. Pada saat yang sama, Gaynor mengevaluasi bahwa 1% pasien yang
Prevalensi gejala terkait LPR pada populasi umum dievaluasi dalam penelitian lain
melalui hasil kuesioner yang dilaporkan berkisar antara 5 hingga 30% kasus.
Berdasarkan variasi geografis, pola makan dan gaya hidup, diperkirakan gejala
LPR sering dianggap over atau under diagnosis. Dalam praktek, karena gejala dan
temuannya tidak spesifik, deteksi LPR masih rumit. Menurut beberapa laporan, LPR akan
terdiagnosis secara berlebihan, terutama sebagai penyebab suara serak. Dalam review
grafik dari 105 pasien klinik suara, Thomas dkk. mengamati bahwa disfonia sering salah
dikaitkan dengan LPR pada pasien dengan kelainan pita suara yang tidak tampak.
Sebaliknya, beberapa dokter percaya bahwa LPR terlalu over diagnosis. Dalam makalah
baru-baru ini, Frazer-Kirk mengingatkan kita bahwa LPR adalah penyebab umum dari
gangguan saluran aerodigestif atas tetapi mungkin kurang terdiagnosis karena kurangnya
Dalam praktiknya, risiko diagnosis LPR yang berlebihan atau kurang bergantung pada
banyak faktor, termasuk pengalaman dan pengetahuan tentang gejala dan temuan LPR,
keahlian dokter dan tentu saja, metode diagnostik. Secara umum diakui bahwa evaluasi
berlebihan dari tanda dan gejala LPR mungkin bertanggung jawab atas diagnosis yang
3. Patofisiologi
Banyak praktisi biasanya percaya bahwa "jika pasien tidak memiliki gejala
bahwa LPR bukanlah perpanjangan dari refluk esofagus bagian bawah ke saluran
kondisi yang berkembang ketika refluks isi lambung menyebabkan gejala yang
>4.0% dari 24 jam yang terekam dengan pH di bawah 4.0 atau skor DeMeester
GERD pada pemeriksaan pH. Diasumsikan bahwa 50% pasien LPR menderita
Pasien LPR terutama memiliki kejadian refluks gas, pada posisi tegak dan saat
siang hari, dan hanya 5,5% dari kejadian refluks faring yang terjadi pada malam
hari dan posisi berbaring. Endoskopi gastrointestinal mungkin normal pada lebih
dari 44% kasus dan dapat memperlihatkan adanya esofagitis pada 10 hingga 30%
pasien LPR, sedangkan esofagitis erosif ditemukan pada hampir 50% pasien
GERD. Metaplasia Barrett masih jarang pada pasien LPR. Namun, pasien dengan
metaplasia Barrett memiliki tingkat LPR yang lebih tinggi dibandingkan dengan
memiliki temuan LPR pada 24% kasus. Ada korelasi antara keparahan GERD dan
perkembangan LPR. Tidak ada kriteria yang diterima secara universal untuk
definisi LPR, meskipun beberapa penulis setuju untuk memiliki lebih dari satu
asam, asam lemah atau basa faring pada episode refluks dengan HEMII-pH.
3.2 Patogenesis dan Patofisiologi (Saya Pikir Seluruh Paragraf ini Dapat
Dihilangkan)
penelitian utama masih belum diteliti. Pertama, sebagian besar penelitian berfokus
pada pepsin, tetapi enzim lain dapat memainkan peran kunci dalam terjadinya
7
tanpa memberikan kesimpulan yang jelas tentang tempat garam empedu dalam
proses inflamasi. Kedua, stres dan disfungsi saraf otonom mungkin terlibat dalam
pembukaan spingter esofagal bawah dan atas, dan kejadian refluks terkait faring.
Saat ini, hanya sedikit penulis yang mengidentifikasi bahwa pasien LPR memiliki
lokal. Saat ini, peran mikrobiota pada LPR dan refluks gastroduodenal masih
perubahan mikrobiota oleh karena terapi PPI panjang. Keempat, pasien dengan
fitur HEMII-pH yang serupa mungkin tidak menunjukkan gambaran klinis yang
mungkin merupakan salah satu faktor terpenting yang mendasari perbedaan klinis
ini. Sampai saat ini, kondisi hipersensitivitas laringofaring kurang dipelajari pada
penyakit LPR.
4. Gambaran Klinis
Gejala
Gejala yang paling umum terkait dengan LPR adalah sensasi mengganjal pada
drip. Gejala-gejala ini, yang umumnya terlihat pada pengobatan pelayanan primer,
Dengan kata lain, sulit untuk mendiagnosis LPR hanya berdasarkan gejala.
Belafsky dkk pada tahun 2001 mengembangkan reflux symptom index (RSI). RSI
adalah kuesioner pasien dengan sembilan item yang menilai tingkat keparahan
gejala. Untuk alasan ini, reflux symptom score (RSS), baru-baru ini dikembangkan
frekuensi gejala, tingkat keparahan dan dampak potensial pada kualitas hidup.
Pasien mengisi RSS dalam 1 hingga 2 menit, yang dapat dianggap sebagai waktu
yang lama bagi dokter. Dengan alasan ini, berdasarkan temuan paling sering dan
relevan yang diidentifikasi dalam studi kohort besar menggunakan RSS, versi
pendek RSS, RSS-12, dikembangkan. RSS-12 terdiri dari 12 item klinis yang
menilai frekuensi dan keparahan terkait gejala LPR yang paling umum serta
dampaknya terhadap kualitas hidup (Tabel 1). RSS dan RSS-12 melaporkan sifat
diskriminatif yang lebih baik daripada RSI. RSS-12 >11 merupakan LPR dan
merupakan alat klinis praktis yang dapat digunakan dalam pengobatan umum
untuk memantau evolusi gejala selama terapi. Untuk pasien dengan keluhan
5. Temuan
Temuan yang paling umum berhubungan dengan LPR ialah termasuk hipertrofi
komisura posterior, eritema aritenoid dan eritema pilar orofaringeal dan anterior. Adapun
gejala, mungkin ada perbedaan antara prevalensi dan pemikiran dokter. Pada tahun 2001,
Belafsky dkk. mengembangkan reflux finding score (RFS) yang menilai temuan laring
terkait dengan LPR. RFS berfokus pada temuan pada laring dan tidak mempertimbangkan
temuan pada ekstra laring. Keandalan penilaian RFS rendah, terutama mengenai tanda
non- spesifik, yang membatasi penilaian antara otolaryngologis. Seperti yang dilaporkan
oleh Hicks dkk., beberapa temuan terkait LPR dapat ditemukan pada individu normal.
mempertimbangkan temuan pada laring dan ekstra laring, dikembangkanlah reflux sign
10
assessment (RSA) (Lampiran A). RSA adalah instrumen dengan 16 item klinis yang
menilai temuan laring dan ekstra laring pada LPR. RSA mungkin lebih baik daripada RFS,
karena mengidentifikasi tanda-tanda orofaringeal dan oral yang sering dikaitkan dengan
LPR. Pasien LPR memiliki prevalensi yang signifikan tinggi dengan temuan eritema pilar
anterior, coated tougue, eritema pada uvula dan dinding posterior orofaringeal
dibandingkan dengan orang sehat. Tanda-tanda ini dapat dengan mudah dilihat oleh dokter
pelayanan primer dan mungkin berguna untuk diagnosis dan tindak lanjut pasca perawatan
(Gambar 1). Namun, dokter pelayanan primer harus mengingat bahwa penilaian temuan
masih subjektif yang mendukung bahwa evaluasi sebelum dan sesudah perawatan perlu
Gambar 1. Temuan Oral dan Orofaringeal pada LPR. Faring eritem (A), eritema pilar
anterior (A,B) dan eritema uvula (B) adalah tanda yang mudah diidentifikasi dalam
praktik pelayanan primer (1,2) yang mencakup 89,5, 91,0 dan 54% kasus. Coated tongue
(C) ditemukan pada 49,4% pasien dan dapat membaik secara signifikan melalui
pengobatan (D). Namun, dokter pelayanan primer harus mengingat bahwa beberapa
pasien mengalami perbaikan gejala yang signifikan tetapi tanda-tanda ini dapat bertahan
dari waktu ke waktu.
11
Karena dokter umum sering kali menjadi dokter lini pertama, mereka harus
dapat mengenali gejala red flags tertentu untuk rujukan ke spesialis. Gejala atau
temuan LPR pada perokok dan peminum alkohol memerlukan rujukan ke THT
disfonia, dispnea, hemoptisis, kelenjar leher, penurunan berat badan dan otalgia
yang sangat penting untuk dirujuk. Harus dibedakan nyeri telinga atau tenggorokan
yang berhubungan dengan LPR dari nyeri telinga atau tenggorokan dalam konteks
yang dicurigai keganasan. Selain itu, semua dokter harus ingat bahwa pasien yang
mengikuti diet anti refluks sering kali mengalami penurunan berat badan.
fungsi kelenjar ludah dan hidrasi mukosa saluran aerodigestif bagian atas dapat
terganggu. Namun, perkembangan gejala baru atau gejala yang tidak biasa pada
pasien dengan riwayat kanker kepala dan leher atau radiasi dapat dianggap sebagai
terutama pada pasien usia lanjut yang menderita presbifagia. Pasien-pasien ini
dapat mengambil manfaat dari konsultasi telinga, hidung dan tenggorokan untuk
memiliki gejala gastrointestinal (GI) dan LPR. Beberapa kondisi harus dianggap
sebagai tanda bahaya dan mungkin memerlukan pemeriksaan GI. Karena LPR,
GERD berat, esofagitis, dan metaplasia Barrett kadang-kadang terkait, pasien LPR
dengan heartburn atau nyeri dada non-cardiac harus menjalani endoskopi GI.
Identifikasi red flags ini, bagaimanapun, lebih rumit pada pasien usia lanjut yang
mungkin memiliki esofagitis atau metaplasia Barrett tanpa gejala. Dalam hal ini,
gejala kronis pada pasien >50 tahun harus dievaluasi oleh spesialis. Terjadinya
dismotilitas lainnya. Pasien tanpa respon terhadap pengobatan empiris dengan PPI
dan alginat dan mereka yang memiliki riwayat keluarga kanker GI atas juga harus
7. Uji Tambahan
perubahan tahanan listrik dan dapat mengukur pH refluksat dari esofagus ke faring.
HEMII-pH biasanya ditoleransi dengan baik dan hemat biaya. Indikasi HEMII-pH
tidak memilki standar. HEMII-pH sering digunakan pada pasien tidak berespon
dengan percobaan terapi empiris atau mereka dengan banyak faktor perancu
gejala LPR sedang hingga berat semakin dianggap sebagai pendekatan yang hemat
mempertimbangkan fitur LPR (asam, asam lemah atau basa; posisi tegak/siang hari
versus terlentang /malam hari). Pengobatan tersebut dikaitkan dengan hasil yang
penyapihan obat pada 3 sampai 9 bulan. Kejadian di dalam faring dapat dideteksi
(Restech®, Respiratory Technology Corp. San Diego, USA). Alat ini mudah
distandarisasi.
heartburn, nyeri dada atau gejala GI tetapi harus diingat bahwa endoskopi GI
14
normal tidak menyingkirkan diagnosis LPR. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel
endoskopi GI mungkin berguna untuk pasien berusia >50 tahun dengan gejala
kronis.
Deteksi pepsin dalam air liur dapat dilakukan di tempat dokter pelayanan
primer melalui perangkat peptest® (PeptestTM kit; RD Biomed Ltd., Hull, United
Kingdom). Pasien harus mengumpulkan dua atau tiga sampel saliva dan dokter
Deteksi pepsin saliva mudah digunakan tetapi masih belum divalidasi dan tidak
bahwa sensitivitas dan spesifisitas peptest akan menjadi 64% dan 68%. Akan ada
banyak area abu-abu yang membatasi penetapan indikasi yang jelas untuk peptest.
Pertama, konsentrasi pepsin saliva tidak akan berkorelasi dengan temuan HEMII-
pH. Kedua, diet pasien dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap
konsentrasi pepsin saliva. Ketiga, tidak ada konsensus tentang waktu terbaik untuk
pengumpulan saliva. Beberapa penulis mendukung bahwa pepsin harus diukur saat
bangun tidur (pagi), tetapi hal itu harus dikonfirmasi dalam penelitian selanjutnya.
8. Terapi
15
pump inhibitors (PPI) diusulkan sebagai pendekatan hemat biaya untuk mengobati
dan mendukung diagnosis LPR. Saat ini, pendekatan ini semakin ditentang karena
berbagai alasan. Pertama, PPI diduga memiliki efek samping jangka pendek dan
jangka panjang (Tabel 3) yang mendukung resep PPI hanya pada pasien dengan
penyakit refluks asam yang teridentifikasi dan untuk durasi pemakaian yang lebih
pendek.
Kedua, respons terhadap PPI tidak memandu dokter yang merawat cara
dan/atau gejala lain yang diduga LPR sebenarnya tidak memiliki LPR jika mereka
tidak merespon pengobatan empiris. Ada kemungkinan bahwa LPR refraktori atau
basa mungkin ada; ini akan teridentifikasi oleh HEMII-pH tetapi tidak terdapat
pengecualian dengan pengobatan empiris. LPR basa dan asam lemah lebih sering
daripada yang diperkirakan sebelumnya karena mereka mengenai lebih dari 50%
pasien dan, oleh karena itu, memerlukan terapi alginat untuk mengontrol
komponen alkali dari refluks. Catatan, selain itu alginat juga menarik untuk pasien
GERD dan LPR asam. Ketiga, efek PPI pada penyakit LPR masih kontroversial
pengobatan empiris harus mencakup diet, PPI dan obat alginat untuk memastikan
16
kemanjuran pada semua jenis LPR. Perawatan anti-refluks yang memadai dapat
bermanfaat pada gejala refluks juga untuk kondisi pasien lainnya, seperti
gangguan tidur, kelebihan berat badan atau gangguan gigi. Dokter pelayanan
primer biasanya mengetahui gaya hidup dan perilaku pasien. Dengan cara itu,
dokter dapat memiliki peran penting dalam memperkuat relevansi diet baik pada
penyakit LPR yang dicurigai maupun yang dikonfirmasi. Karena LPR sering
disebabkan oleh kebiasaan diet dan stres, dokter pelayanan primer memiliki peran
kunci dalam mengingatkan pasien tentang faktor-faktor yang mendukung ini dan
potensi refluksogenik dari diet dikembangkan dan melalui aplikasi ponsel, dapat
berguna bagi pasien dalam memilih makanan favorit mereka. Beberapa makanan
dan minuman dikaitkan dengan risiko tinggi refluks sementara yang lain bersifat
protektif terhadap LPR (Tabel 4 dan 5). Kesadaran pasien tentang pentingnya diet
sangat penting dalam pengelolaan LPR jangka pendek hingga jangka panjang dan
Algoritma praktis pengelolaan LPR oleh dokter pelayanan primer diusulkan pada
pasien dengan LPR ringan dan tidak ada tanda bahaya. Tidak ada definisi
konsensual dari LPR ringan, sedang dan berat, tetapi dalam algoritma ini, kami
dapat mendefinisikan LPR sebagai ringan jika pasien melaporkan gejala ringan
17
dan berdampak rendah pada kualitas hidup. Pasien-pasien ini dapat dengan mudah
menerima pengobatan hanya dengan diet dan manajemen stres. Jika pasien
kualitas hidup, LPR dapat dianggap sebagai sedang atau berat dan, oleh karena
itu, pengobatan empiris harus mencakup PPI dan alginat selama 2 hingga 3 bulan.
Semua pasien tidak akan memberikan respons yang sama terhadap perubahan pola
makan dan perilaku. Banyak pasien dengan gejala khas GERD akan memerlukan
pengobatan. Tentu saja, algoritme harus dievaluasi melalui studi klinis yang
Hubungan antara PPI dan banyak gangguan yang dicurigai atau sangat dicurigai.*Hubungan antara
penggunaan PPI dan risiko pneumonia terutama ditemukan pada pasien lanjut usia, pasien yang
dirawat di unit perawatan intensif dengan demensia, dengan riwayat stroke akut, diabetes tipe 2 atau
sirosis, dan mereka yang menderita GERD kronis. ** Akan ada interaksi antara clopidogrel dan PPI;
mendasari peningkatan risiko kejadian kardiovaskular pada pasien yang menggunakan clopidogrel dan
PPI. Singkatan: GERD = penyakit refluks gastroesofageal; PPI = proton pump inhibitors.
18
Tabel 4. Skor Diet Reflukogenik makanan dan Potensi Reflukogeniknya.
Kategori 1 dan 2 sesuai dengan makanan refluksogenik rendah sedangkan kategori 4 atau 5 termasuk makanan dengan potensi refluksogenik tinggi atau
sangat tinggi. Beberapa makanan dapat ditingkatkan atau diturunkan berdasarkan karakteristiknya. * Sayuran mentah kurang mudah dicerna dan mungkin
berhubungan dengan waktu pengosongan lambung yang rendah: jika dikonsumsi mentah, makanan harus ditingkatkan 1 kategori. Tidak untuk salad hijau, 19
penambahan cuka atau vinaigrette meningkatkan kategori. ** Dalam hal penambahan rasa pedas (misalnya, Kecap Pedas), makanan ini harus ditingkatkan.
# Untuk gula, hanya pH dan indeks glikemik yang dipertimbangkan mengenai kekurangan lemak. ## Karena pedas tidak memiliki lipid dan tidak ada pH,
penulis mendasarkan klasifikasi makanan ini pada literatur. Jika pasien hanya makan makanan industri (makanan siap saji), makanan dapat ditingkatkan
mengenai potensi pengasaman konservatif industri. Singkatan: REDS = refluxogenic diet score.
Lanjutan
20
21
Klasifikasi minuman tergantung pada pH, * Index glikemik (GI; osmolaritas terkait tinggi
gula), # air putih (upgrade), ◦ tingkat alkohol (>3% = ditingkatkan) dan ** kehadiran atau
kurangnya kafein atau theine (** ditingkatkan atau diturunkan). Singkatan: IG = Index
glikemik; . Kat= kategori pada baseline; Kat.Ting = kategori yang ditingkatkan. Untuk
cokelat panas, kategori ini ditingkatkan dalam kasus gula tambahan
22
9. Kesimpulan
Sampai saat ini, tampaknya banyak dokter umum yang masih tidak menyadari
secara efisien oleh dokter pelayanan primer jika mereka mempertimbangkan untuk
menggunakan klinis yang menggambarkan gejala dan tanda yang terkait dengan
LPR, tidak termasuk beberapa kondisi pembaur dan red flags dan penggunaan
Algoritma ini harus dievaluasi dalam studi yang akan datang serta penggunaan
Apendik A