Anda di halaman 1dari 15

Nama : Asep Irawan

NPM : 2015051024

Kelas :A

Jurusan : Teknik Geofisika

JAWABAN UAS GEODINAMIKA

1. Berdasakan gambar, maka dapat diketahui bahwasannya tahapan orogenesa granit terbentuk
dalam tiga pengaturan tektonik yang berbeda yaitu busur magmatik Permian, sabuk dorong
tanjung Trias akhir setelah tumbukan, dan sabuk dorong busur belakang Kapur-Eosen. Granit
Asia Tenggara dapat dikaitkan dengan subduksi dan akresi kolase lempeng dan pulau busur
terranes yang secara progresif bertambah ke daratan Cina Selatan selama penutupan Paleo-
Tethys Devonian hingga Trias Tengah (orogeni Indosinia) dan Permian hingga Palaeogene
Neo-Tethys lautan, dengan subduksi terus ke arah timur laut dari lempeng Samudera Hindia
di bawah margin aktif saat ini dari zona subduksi Burma– Kepulauan Andaman–Indonesia di
selatan Sumatera dan Jawa. Terrane Indochina dibatasi oleh jahitan Song Ma Palaeozoikum
akhir yang kurang dikenal di Vietnam ke NE dan jahitan Chiang Rai–Bentong– Raub di
barat, dengan kelanjutannya ke selatan ke terrane Malaya Timur. Terrane Sibumasu
(singkatan untuk China–Siam–Burma–Malaysia–Sumatra) seperti yang didefinisikan oleh
Metcalfe (2002) terdiri dari wilayah barat zona jahitan Palaeo-Tethyan di utara dan SW
Thailand, Burma timur dan Malaysia barat. terran Sibumasu telah terbelah dari NW Australia
dan bertabrakan dengan dan menjahit dengan Indocina selama Trias Tengah, dari
biogeografis (brachiopoda dan foraminifera fusulinid ) dan data paleomagnetik. Oleh karena
itu, dataran Sibumasu menghubungkan ke barat dengan dataran lhasa dan Qiangtang di Tibet
dan berbagai blok benua mikro Cimmerian di dalam Tethys yang lebih besar. Margin
lempeng Mesozoikum–Palaeogen ini telah dicetak secara menyeluruh dan dipotong oleh
sesar mendatar Neogen seperti Sesar Sagaing dan bentangan utamanya pada Tiga Pagoda dan
Sesar Mae Ping di Thailand. Di Malaysia jahitan Palaeo-Tethyan utama dianggap sebagai
jahitan Bentong-Raub memanjang ke utara ke Jahitan Chiang Rai–Sra Kaeo, dengan jahitan
Nan-Uttaradit di Thailand utara dianggap sebagai cekungan busur belakang. Zona jahitan
Bentong–Raub hanya mengandung kejadian ofiolit yang tersebar dan terbatas, terutama
batuan ultramafik terserpentinisasi, tetapi mengandung rijang yang berumur baik dan
sedimen laut dalam mulai dari Devon Tengah hingga Trias Tengah. Di Thailand utara dan
Laos barat, zona jahitan telah dipotong dan diseimbangkan sepanjang banyak sesar mendatar
Tersier (mis. Tiga Pagoda, sesar Mae Ping) dan menjadi kurang jelas. Jahitan Bentong–Raub
membagi provinsi granit yang berbeda di Malaya Timur dan Malaya Barat. Zona subduksi
penunjaman ke timur lainnya pasti telah ada selama Trias–akhir Kapur barat provinsi SW
Thailand– Burma Timur telah menghasilkan granit tipe I terkait subduksi serupa di sepanjang
zona itu dari Phuket di selatan hingga sabuk Mogok Burma di utara.

Secara tradisional wilayah ini telah dibagi menjadi tiga provinsi granit utama yaitu provinsi
Barat (Thailand SW–Burma timur), provinsi Central Main Range (Thailand utara tengah–
Malaysia barat), dan (3) provinsi Timur (laos, Thailand timur, Malaysia timur). 'Kepulauan
Timah' Indonesia (Kepulauan Riau, Bangka dan Billiton), selatan Singapura dan timur
Sumatra, dikelompokkan dengan sabuk Timur tetapi menunjukkan karakteristik dari Granit
Pegunungan Utama dan granit provinsi Timur. Para peneliti tersebut mengkarakterisasi granit
Pegunungan Utama Malaya Barat sebagai tipe S yang dominan dan provinsi Malaya Timur
sebagai granit tipe I terkait subduksi yang dominan, dengan provinsi Barat merupakan
campuran tipe I dan S. Bagian dari batas sabuk ini berada di tempat-tempat yang bertepatan
dengan sesar mendatar Tersier yang lebih muda yang telah melampaui batas tektonik
sebelumnya dan jelas bukan batas asli provinsi granit Paleozoikum–Mesozoikum akhir.
Interpretasi tektonik dan waktu magmatisme granit terhambat oleh kurangnya geokronologi
yang akurat. Usia Rb–Sr, K–Ar, dan Ar– Ar yang ada menunjukkan bahwa granit provinsi
Burma SW Thailand–timur terutama Kapur, provinsi Pegunungan Utama Malaya Barat
terutama granit tipe S Trias dan provinsi Malaya Timur terutama granit tipe Permo-Trias I
dengan pluton Kapur yang lebih kecil di semenanjung Malaysia. Crow & van leeuwen (2005)
merangkum batasan usia sebelumnya pada granit termineralisasi di Sumatera dan Kepulauan
Timah. Granit Kepulauan Timah Indonesia berkisar antara 197±12 hingga 252±12Ma dengan
mayoritas c. 220Ma.

Berdasarkan gambar pada peta maka dapat diketahui Provinsi di bagian barat yang
terbentang dari Pulau Phuket ke arah utara hingga ke timur Myanmar (Burma) mencakup
biotit terkait subduksi tipe I Trias, granodiorit dan granit yang mengandung hornblende serta
lebih banyak granit lelehan kerak tipe-S dari zaman Palaeogen di sabuk Mogok, Burma, dan
dengan usia pelek zirkon U–Pb menunjukkan magmatisme Kapur (makalah ini). Sifat batas
antara Provinsi Barat dan Provinsi Tengah (West Malaya Main Range) tidak jelas seperti
batasnya adalah sesar Klong Marui Akhir. Granit tipe S muncul di kedua sisi garis ini dan
tidak ada zona jahitan. Provinsi Tengah yang membentang dari Malaya Barat ke utara hingga
jajaran Doi Inthanon di Thailand Utara didominasi oleh granit tipe-S dengan proporsi
batholitik dan termasuk migmatit (misalnya Doi Inthanon, Thailand; kompleks Stong,
Malaya). Meskipun sebagian besar granit di batholit Pegunungan Utama Malaya Barat
dilaporkan bertipe S, ada granit hornblende-biotit bawahan dengan afinitas tipe-I. Selain itu,
baik granit tipe I dan tipe S dengan rentang usia yang tampaknya serupa (c. 220–200Ma; usia
Rb/Sr) terbentuk di seluruh 'Kepulauan Timah' Indonesia Tenggara Singapura. Disarankan
bahwa granit terkait subduksi tipe-I di provinsi Barat menjadi lebih felsik dengan
meningkatnya pengaruh kerak dan batholit skala besar dari granit biotit baik di provinsi barat
dan tengah menjadi tuan rumah mineralisasi timah selama tahap akhir plutonisme di
sepanjang jaringan urat pegmatit tipe greisen besar. 'Granite tipe-S'. di Barat Provinsi
Pegunungan Utama Malaya didominasi oleh biotit dan Kfeldspar, tetapi di beberapa tempat
magma yang lebih terfraksionasi mengandung garnet dan turmalin. Mereka lebih mungkin
berevolusi felsic tipe I daripada granit tipe S seperti leucogranites Himalaya misalnya. Skala
besar batholit di sepanjang Pegunungan Utama semenanjung Malaysia menunjukkan bahwa
sumber panas ekstra diperlukan selama Trias akhir dan ini hanya dapat berasal dari sumber
mantel. Provinsi granit ini mungkin sebanding dengan batholit granit Baltoro di Karakoram
Pakistan, yang merupakan granit lelehan kerak tipe-S pasca-tabrakan skala besar tetapi juga
memiliki komponen tipe-I terkait subduksi pra-tabrakan sebelumnya. Campuran granit tipe S
Main Range dan granit provinsi Malaya Timur di Kepulauan Timah Indonesia juga
menunjukkan bahwa tidak ada batas yang jelas antara keduanya. Granit Rentang Utama
Malaya Barat sangat radioaktif dengan kandungan zirkon U hingga 37000ppm. Mereka juga
terkait dengan aktivitas hidrotermal yang bertanggung jawab atas meluasnya mineralisasi
timah. Granit ini tidak seperti granit lelehan kerak Himalaya klasik, yang dibentuk oleh
peleburan dehidrasi muskovit, terkait dengan zona migmatit dan tidak mengandung
mineralisasi timah. Granit peraluminous Range Utama memiliki dimensi batholitik yang
menunjukkan asal-usul oleh anatexis kerak, mungkin terkait dengan masukan panas ekstra
dari mantel dan kemungkinan injeksi lelehan yang berasal dari mantel di dasar kerak.
Provinsi Malaya Timur dari Pulau Singapura di utara hingga Kota Bharu memang
menunjukkan magmatisme hornblende dan granit biotit subduksi tipe-I yang dominan dengan
beberapa vulkanisme dasit-riolitik yang terawetkan di beberapa tempat (misalnya seri
vulkanik Sempah). Namun, ada beberapa anomali intrusi syenite–gabro termasuk
BenomComplex di Malaya tengah dan intrusi syenite Kepulauan Perhentian di lepas pantai
timur, keduanya lebih mirip dengan magmatisme di dalam lempeng. Pluton anomali lainnya
di provinsi Malaya Timur adalah pluton MarasJong yang mengandung garnet dan turmalin,
yang menunjukkan beberapa karakteristik tipe-S. Data usia U–Pb baru kami dari granit
Phuket dan Kuala lumpur bersama dengan data usia U–Pb dari granit sabuk Timur di
Singapura menunjukkan bahwa plutonisme kalk-basa terkait subduksi Permian–Trias terbaru
terjadi di provinsi granit Barat dan Timur. Kami menyarankan bahwa dua zona subduksi
yang mengarah ke timur (dalam koordinat saat ini) pasti telah aktif selama Permo-Triassic
hingga menghasilkan granit zona suprasubduksi ini, satu di sepanjang jahitan Bentong–
Raub–Chiang Rai Palaeo-Tethyan dan yang lainnya di barat Phuket dan sabuk Mogok di
Burma (Gbr. 7). Tabrakan lempeng Sibumasu dengan terran Indochina menutup Samudra
PalaeoTethyan selama Trias akhir dan menghasilkan penebalan kerak, metamorfisme
regional, dan granit bantalan timah 'tipe-S' di sepanjang provinsi Pegunungan Tengah
Thailand Utara–Malaya Barat. Pengaruh subduksi berlanjut hingga Kapur Tengah ketika
granit tahap akhir Phuket di barat dan granit Kepulauan Tioman di timur ditempatkan. Zirkon
U–Pb Kapur baru kami dari granit Tioman mungkin merupakan bagian dari episode beku
yang sama dengan granodiorit Kapur akhir yang memiliki usia zirkon 95±1Ma dari Pulau
Ubin, Singapura. Ada kemungkinan bahwa granit Tioman Kapur akhir adalah perpanjangan
barat dari granit busur paparan Sunda yang muncul di Kalimantan selatan dan oleh karena
itu, terkait dengan subduksi ke barat dari kerak samudera palaeoPasifik di bawahnya. batas
timur Asia. Atau, pluton Kapur bisa menjadi efek medan jauh dari subduksi Neo-Tethyan
yang mirip dengan beberapa pluton Tibet.

2. Berdasarkan gambar, terdapat 3 jalur granit atau granite belt yang diantaranya sebagai
berikut ini.

SW Thailand–provinsi Burma timur (jalur barat)

SW Thailand barat–provinsi Burma timur memanjang dari Pulau Phuket di selatan sepanjang
perbatasan barat Thailand ke sabuk metamorf Mogok Burma. Cobbingdkk. (1986, 1992)
menggambarkan serangkaian evolusi granit dari prekursor mafik induk, hornblende
equigranular tipe-I dan granit biotit melalui granit fase utama leukokratis ke batholit
komposit tipe-S dari megakristal K-feldspar dan granit yang mengandung biotit. Granit tipe-
S sangat kaya akan mineralisasi timah dan tungsten, terutama terkonsentrasi pada kumpulan
urat pegmatit dan greisen dan disertai dengan kaolinisasi yang meresap. Di daerah Phuket
para peneliti ini menggambarkan stanniferous lepidolite pegmatites dan mika-turmalin
pegmatites juga mengandung sejumlah besar wolframite, monasit dan mineral REEandy-
bearing lainnya dalam hubungan dekat dengan kasiterit. Di sabuk Mogok di Burma timur
kedua jenis granit hidup berdampingan dengan batuan metamorf Paleogen yang lebih muda
dan leucogranites lelehan kerak. Jelaidkk. (2003) melaporkan Trias akhir dan Jurassic Awal
U–Pb sensitif resolusi tinggi ion mikroprobe zirkon berusia 209±7 dan 171–170.1±1.1Ma
dari gneisses Kyanikan dan granit Mandalay dan usia Kapur (121±1.3Ma) dari yebokson
granodiorit. Searle dkk. (2007) melaporkan spektrometri massa ionisasi termal U–Th–Pb dan
usia lA-ICP-MS untuk mendukung dua peristiwa metamorf di wilayah ini, yang pertama
adalah metamorfisme Palaeosen yang berakhir dengan intrusi tanggul granit biotit lintas
sektor di c. 59Ma, dan yang kedua adalah peristiwa Eosen–Oligosen tingkat silimanit suhu
tinggi yang mencakup 47–29Ma. Peleburan kerak synmetamorphic dihasilkan eukogranit
yang mengandung garnet dan turmalin pada 45,5±0,6 dan 25,5±0,7Ma. Zona ini tampaknya
merupakan provinsi magmatik yang bertahan lama dengan granit terkait subduksi Jurassic
dan Cretaceous ditempatkan di atas zona subduksi Neo-Tethyan timur (dalam koordinat
sekarang), diikuti oleh pasca-tabrakan (tumbukan mikro Burma– Tabrakan Sibumasu)
regional high -metamorfosis tingkat dan pelelehan kerak menghasilkan lebih banyak granit
tipe-S. Daerah selatan di sekitar Phuket sangat termineralisasi Sn–W dan bagian utara Burma
memiliki tambang Sn dan W di Hermyingi, Mawchi dan Padakchaung. Kurangnya timah di
Burma ditutupi oleh banyaknya batu rubi dan safir berkualitas permata di sabuk Mogok dan
emas epitermal di Burma timur.

Thailand Utara–Provinsi Pegunungan Utama Malaya Barat (jalur tengah)

Provinsi granit Thailand utara berlanjut ke selatan ke provinsi Main Range di barat Malaysia.
Cobbingdkk. (1986, 1992) menarik batas barat di sepanjang patahan strike-slip Klong Marui
Tersier, yang mempersoalkan pembagian sabuk ini dengan sabuk SW Thailand– Malaya
Barat. SW dari Bangkok tipe-S granit terjadi di kedua sisi dan di utara Thailand litologi
granit di Doi Inthanon dan Doi Suthep massif di timur mirip dengan yang ada di sabuk
Mogok di barat. Provinsi ini memanjang ke selatan melintasi Teluk Thailand hingga jauh ke
selatan Thailand dan Pegunungan Utama Semenanjung Malaya. Granit di provinsi ini
didominasi oleh granit biotit–K-feldspar megakristal–plagioklas (beberapa dengan turmalin
dan jarang dengan garnet dan muskovit sekunder) berumur Trias yang terintrusi ke dalam
batuan sedimen Ordovisium hingga Devonian. Secara geokimia, granit adalah peraluminous
dan potasik tipe S, asosiasi alkali-kalsik yang menunjukkan tingkat tinggi elemen kekuatan
medan yang tidak kompatibel dan tinggi dengan awal yang tinggi. 87Pak/86Rasio Sr
(0,7105-0,7310) menunjukkan sumber kerak. liew & Page (1985) menjelaskan berbagai
komposisi dari biotit adamellit hingga leukogranit muskovit dari Pulau Penang. Ada
kemungkinan bahwa muskovit dan albite adalah sekunder, dibentuk oleh cairan hidrotermal
suhu tinggi. Turmalin magmatik primer juga terdapat di dalam granit biotit + K-feldspar di
sekitar pantai utara Pulau Penang (Batu Ferringhi pluton). Granit Rentang Utama membentuk
massa besar dengan proporsi batholitik, memiliki kantong metasedimen kaya biotit dan
terdiri dari seri ilmenit dan seri magnetit, seperti yang dijelaskan oleh Ishihara dkk. ( 2008).
Para pekerja itu menafsirkan apa yang disebut 'granit tipe-S' sebagai tipe-I felsic seri-ilmenit
yang terfraksionasi kuat. Granit yang mengandung turmalin terdapat di Penang dan
Kepulauan langkawi di lepas pantai barat Malaysia, baik di badan granit utama maupun
sebagai pertumbuhan sekunder pada kuarsa + vug dan simpul turmalin, menunjukkan
pentingnya metasomatisme kaya boron selama tahap akhir magmatisme. Granit 'tipe-S'
peraluminous yang paling berkembang dari SW Thailand (Phuket, Koh Samui, yod Nam)
dan Pegunungan Utama Malaya barat diasosiasikan dengan zona mineralisasi timah-
tantalum-REE yang paling penting di Malaysia. Timah terkonsentrasi di urat kuarsa yang
berbatasan dengan greisen dan urat schorl (turmalin + kuarsa), sangat mirip dengan granit
Cornish yang mengandung timah di SW England. Meskipun kasiterit dan wolframite tidak
diragukan lagi terjadi di urat pegmatit greisen di zona atap granit, hampir semua timah yang
ditambang berasal dari endapan aluvial placer baru-baru ini baik di darat maupun di lepas
pantai. Migmatit jarang tersingkap tetapi terjadi di Pulao Tuba di lepas pantai langkawi di
mana ambang leucogranite yang mengandung garnet dan biotit memiliki mineralisasi skarn
di sekitar margin. Granit timah provinsi Main Range membentang ke selatan sejauh
'Kepulauan Timah' di tenggara Singapura. Namun, di pulau-pulau ini granit tipe S Main
Range muncul bersama dengan granodiorit tipe I yang khas dari provinsi Malaya Timur,
menunjukkan asal yang sama dari suite dengan 'tipe-S' yang lebih berkembang sebenarnya
menjadi tipe-I felsic. Kurma zirkon U–Pb dari granit Rentang Utama Malaya Barat berkisar
antara c. 220 dan 198Ma (liew & McCulloch 1985; liew & Halaman 1985). Liew dan rekan
kerja juga mencatat kandungan U yang sangat tinggi dari granit ini (berkisar dari 700 hingga
5000ppm). zirkon yang diwariskan menunjukkan usia Prakambrium antarac. 1.5 dan 1.7Ga,
menunjukkan bahwa batuan induk kemungkinan berasal dari basement kristalin
Proterozoikum pertengahan yang tidak tersingkap dimanapun di Malaysia (liew&Page 1985).
Umur mika K–Ar dari Pulau Penang umumnya berkisar antara c. 205 dan 185Ma,
menunjukkan bahwa mereka berada pada tingkat yang relatif tinggi di kerak pada akhir
Trias-Jurassic awal.

Provinsi Malaya Timur (jalur timur)

Provinsi Malaya Timur sebagian besar terdiri dari subduksi tipe I, biotit kalk-alkali-
hornblende- dan K-feldspar megacrystic granodiorit, granit dan tonalit yang secara kolektif
dikenal sebagai Kapal batholith di timur dan batholith Boundary Range di NE Malaysia.
Granit ini didominasi oleh K-feldspar, plagioklas dan kuarsa dengan hornblende dan biotit
sebagai komponen mafik. Mereka memiliki kantong diorit beku dan pluton kadang-kadang
menunjukkan aureoles metamorf kontak sempit. Terjadinya beberapa ignimbrit peraluminous
dan dasit yang mengandung orthopyroxene-K tinggi menunjukkan bahwa beberapa granit ini
memang memiliki komponen vulkanik. Granit biotit Kenerong antara tonalit Berangkat dan
granit Noring menunjukkan tekstur migmatit yang tampaknya berhubungan dengan asimilasi
batuan negara metasedimen. Ketiga pluton telah dimasukkan dalam Kompleks Stong. Satu
pluton anomali, pluton Maras-Jong di negara bagian Terengganu, NE Malaysia, adalah
monzogranite firik K-feldspar, tetapi menunjukkan beberapa karakteristik tipe-S, terutama
adanya garnet dan turmalin. Berdasarkan data petrologi dan geokimia, Ghani (2003b)
menafsirkan ini sebagai pluton tipe I felsic yang sangat terfraksionasi daripada tipe S. Salah
satu urutan batuan yang agak anomali adalah gabro alkali, piroksenit, syenit dan monzonit
dari Kompleks Benom cropping di dekat jahitan Bentong-Raub di Malaysia tengah. Gabro
dan syenit secara genetik terkait dengan xenolit gabro yang terperangkap dalam syenit dan
sebaliknya, menunjukkan dua cairan yang tidak dapat bercampur. Baik gabro dan syenite
telah diterobos oleh tanggul dolerit. foliasi magmatik di syenites didefinisikan oleh
megacrysts K-feldspar euhedral. Batuan alkalin intrusif ke dalam batholit Benom yang
mengandung biotit tipe-I dan hornblende di sebelah timur. Syenites seri alkali langka dan
granit yang mengandung hornblende telah dideskripsikan dari Kepulauan Perhentian lepas
pantai Terengganu di pantai NE Malaysia. Adanya inklusi fasies syenite di dalam granit
menunjukkan bahwa granit terintrusi setelah syenite. Syenites dan granit Perhentian bersama
dengan semua pantai timur Granit Malaya telah dipotong oleh sekumpulan plagioklas,
clinopyroxene dan amphibole phyric doleritic dyke. Di Malaysia utara di tambang emas
Penjom, serpih dan batulumpur berkapur Permian akhir telah diterobos oleh serangkaian
tanggul felsite (trachyte, microgranit) yang memotong perlapisan regional. Vena kuarsa,
ankarit dan kalsit berlimpah dan tanggul felsite berasosiasi dengan mineralisasi emas, arseno-
pirit dan logam dasar. Biotit–K-feldspar dan pluton granit yang mengandung hornblende
(Berangkat dan Noring tonalit) telah ditempatkan pada batuan negara metasedimen termasuk
gneisses sillimanite–garnet dan kalk-silikat. Migmatit yang mengandung garnet–biotit dan
sillimanit, kelereng kalk-silikat berpita, dan batuan metamorf regional lainnya membentuk
sebagian besar bagian utara dataran tinggi Malaya tengah. Di air terjun Sungai Renyok, kain
mylonitic menunjukkan regangan yang sangat tinggi, mungkin terkait dengan zona geser ulet
utama yang memotong bagian provinsi Malaya Timur ini. Setidaknya tiga set tanggul
leucogranite mengganggu mylonites di lokasi ini, dengan setidaknya dua set awal deformasi
dan boudinaged kusen atau tanggul sejajar dengan foliasi dan set selanjutnya memotong kain
metamorf, serta tanggul leukogranit awal. Pulau Tioman di lepas pantai timur Malaysia
adalah paparan paling timur dari provinsi granit semenanjung Malaysia dan terdiri dari
gabro, diorit, dan granit yang mengandung biotit dan hornblende. Bignell & Snelling (1977)
menerbitkan usia K–Ar 74±2Ma dan menyarankan ini adalah usia emplasemen Kapur.
Ghanadkk. (1999) menemukan bukti untuk seri granit bantalan garnet yang lebih tua di Pulau
Tioman. Juga terdapat batuan vulkanik felsik hingga menengah, baik lava maupun tufa. liew
(1983) dan liew & McCulloch (1985) memperoleh umur zirkon U–Pb 264±2Ma untuk granit
Kuantan dan 257±4Ma untuk granit Tinggi, dengan diskordia U–Pb dan umur Nd
menunjukkan sumber kerak Neoproterozoikum.87Pak/86Rasio Sr granit Provinsi Timur
adalah 0,7070-0,7122. Komponen vulkanik termasuk andesit kalk-basa, dasit, riolit dan tuf.

3. Batuan Dasar di daerah Lampung terdiri atas batuan metamorfik yang disebut kompleks
Gunungkasih dan Formation Menanga. Kedua formasi batuan tersebut diterobos oleh intrusi
granitoit Pandean, Seputih, Branti, Jatibaru dan Sulan. Kompleks batuan metamorfik
Gunungkasih terdiri atas mikasekis, gneiss, marner dan kuarsit. Kompleks ini tersingkap di
daerah Gunungkasih, di sebelah barat laut Pringsewu, di sungai Wai Sekampung, di sebelah
utara Pringsewu serta di daerah Sulan. Umur compleks batuan metamorfik ini didasarkan
dari korelasi dengan grup Tapanuli yaitu Permo-Karbon. Formasi Menanga yang tersingkap
dengan baik di Sungai Menanga dekat teluk Ratai terdiri atas batupasir volkanik, serpih dan
batugamping, argilit serta sedikit rijang dan basalt. Terdapatnya fosrl Orbitolina dalam
batugamping menunjukkan bahwa formasi ini berumur Kapur Tengah. Formasi ini
terpotong-potong oleh struktur dan kontak dengan kompleks Gunungkasih berupa sesar naik
seperti formasi Saling di perbukitan Gumai dan grup Woyla di Aceh dan Natal. Batuan
granitoid tersingkap di daerah Sulan, daerah Sekampung yatu di sebelah utara Pringsewu dan
di daerah Wai Bambang yang terletak di sebelah barat sesar Semangko. Granodiorit Sulan
tersingkap di sungai Sulan, kira-kira 10 km di sebelah timur kota Bandar Lampung, intrusi
ini memotong formasi batuan metamorfik kompleks Gunungkasih. Intrusi ini telah
ditentukan umurnya dengan metode ooCoAr oleh Andi Mangga et al. (1994) yaitu 113 t 3
dan 111 + 3 Ma serta dengan metode Rb-Sr oleh Katili (1973), yaitu 88 dan 84 Ma.
Granodiorite Sulan diterobos oleh monzogranit Jatibaru yang berdasarkan penanggalan
mineral biotit dengan metode ooloo.ql adalah 56 t 3 Ma (Andi Mangga et a1.,1994) dan 48,6
+ 1,3 Ma untuk mineral zircon dengan metode fission-trace (Syaefudin, l98l). Singkapan
pluton granitoid Sekampung, Pandean dan Branti yang terletak di sebelah utara Pringsewu,
menerobos kompleks batuan metamorfik Gunungkasih. pluton Sekampung adalah diorit yang
banyak mengandung hornblende yang tersingkap baik di sungai Wai Sekampung:
penanggalan dengan metode K-Ar pada mineral biotit memberikan umur 89 + 3 Ma (Andi
Mangga et a1.,1994). Di Pegunungan yang kira-kira terletak 15 km ke arah barat terdapat
intrusi granitoid yang lebih luas yang disebut intrusi Pandean. Berdasar contoh batuan yang
diambil di sungai Pandean dapat diketahui batuannya bervareasi, yaitu : monzogranite,
granodiorites dan tonalite. Penanggalan dengan metode ooU^o A, pada biotit memberikan
umur 82 !2 Ma sedang untuk muskovit memberikan umur 84,8 + 2,4Ma (Amin et al., 1994).
Sedang granodiorit Branti yang tersingkap diantara tufa Lampung di dekat lapangan udara
Branti memberikan umur 87 ! 3 Ma (Andi Mangga et al., 1994). Di Daearh Wai Bambang
yang terletak di zona sesar Semangko sebelah barat Kotaagung terdapat beberapa dike
granodiorit yang memitong formasi Hulusimpang. Berdasarkan penaggalan dengan metode
ooK/ooA. pada mineral biotit intrusi ini berumur 18,7 + 1,9; 19,8 + 0,8 dan 20,1+ 0,7 Ma
(Amin et a1.,1994). Batuan dasar di provinsi lampung dan provinsi sumatera selatan di
dominasi oleh empat formasi batuan yaitu formasi recent vulcanoes (vulkanik baru), formasi
late cretaceous granites, formasi mananga, dan formasi kunungkasih complex-paleozoic.
Adapun penjelasannya sebagai berikut ini.

a. Recent Volcanoes

pada daerah Betung dan Pesawaran terdapat batuan dasar Recent Volcanoes (GunungApi
Terbaru) atau endapan gunungapi muda yang terdiri dari batuan beku intrusif dan batuan
beku ekstrusif. Endapan Gunungapi Merapi Muda batuannya berupa tuf, abu, breksi,
aglomerat, dan lelehan lava tak terpilahkan. Bahan gunung apa muda ini mempunyai
penyebaran yang lebih luas di sumatera selatandan bagian sebelah selatan, barat dari
pegunungan Bukit Braisan di Sumatera Tengah. Didaerah Sumatera utara dan aceh
penyebaran batuan vulkanis muda ini hanya ditemukan disatu-dua tepat saja. Kegiatan
vulkanisme gunung gunung api ini yang membentuk eretan gunung berapi sepanjang bukit
barisan dan yang hingga kini beberapa diantaranya masih menunjukkan kegiatan kegiatan.
Gunung api muda ni pada ummnya mempunyai susunan patrografis - intermedier adalah
dasitis atau andesitis. Didaerah lampun adalah sukadana terdapat suatu effusive magma
dengan susunan olivin-basalt, dan yang dapat disamakan dengan effusi-basalt ipulai
karimunjawa.

b. late cretaceous Granites

Periode Kapur atau Cretaceous adalah salah satu periode pada skala waktu geologi yang
bermula pada akhir periode Jura dan berlangsung hingga awal Paleosen atau sekitar 145.5 ±
4.0 hingga 65.5 ± 0.3 juta tahun yang lalu, dari peristiwa kepunahan kecil yang
menutup Periode Jura hingga peristiwa kepunahan Kapur-Paleogen. Periode ini merupakan
periode geologi yang paling lama dan mencakup hampir setengah dari era Mesozoikum.
Akhir periode ini menandai batas antara Mesozoikum dan Kenozoikum. Endapan darat dan
batuan vulkanik ditafsirkan diendapkan bersamaan dengan terjadinya orogenesa Kapur
Akhir Awal Tersier yang ditandai dengan ditemukannya batuan beku berumur 60,3 ± 1,2 Ma
di Pegunungan Garba (Pardede. 1986). Anggota atas Formasi Lahat/Lemat terdiri dari dua
bagian (De Coster, 1974) yang disebut "Young Lemat". Bagian atas terdiri dari batuan
klastik halus dan terdiri dari serpih abu-abu kecoklatan, kadang berselang-seling dengan
lapisan serpih tufaan, batulanau dan batupasir serta sisipan tipis batubara. Anggota ini
diinterpretasikan diendapkan dalam lingkungan air tawar hingga payau. Anggota bawah
berupa klastik kasar terdiri atas batupasir, batulempung, fragmen batuan, breksi, "granite
wash", kadang dijumpai sisispan batubara dan tufa. Anggota ini diendapkan dalam
lingkungan darat.

c. Formasi Menanga

Formasi Menanga termasuk batuan praTersier yang berumur Mesozoikum tidak mengalami
pemalihan. Formasi ini terdiri dari batulempung-batupasir tufan dan gampingan, berselingan
dengan serpih, sisipan batugamping, rijang dan sedikit basal. Formasi Menanga (Cmm) yang
terbentuk dari perselingan batugamping hablur, batupasir malihan, batusabak, dan filit
dengan penarikan radiometri menyatakan berumur Karbon. Formasi Menanga pada Pantai
Klara, umurnya sebanding dengan batuan dasar pre-tersier. Formasi Menanga yang
tersingkap dengan baik di Sungai Menanga dekat teluk Ratai terdiri atas batupasir volkanik,
serpih dan batugamping, argilit serta sedikit rijang dan basalt. Terdapatnya fosrl Orbitolina
dalam batugamping menunjukkan bahwa formasi ini berumur Kapur Tengah. Formasi ini
terpotong-potong oleh struktur dan kontak dengan kompleks Gunungkasih berupa sesar naik
seperti formasi Saling di perbukitan Gumai dan grup Woyla di Aceh dan Natal.

d. Gunung kasih complex

Kompleks Gunungkasih terdiri dari sekis kuarsa pelitik dan grafitik, pualam dan sekis
gampingan, kuarsit serisit, suntikan migmatit, sekis amfibol dan ortogenes. Dengan asumsi
bahwa penyebaran litologi ini mencerminkan keadaan geologi kompleks tersebut,
memberikan dugaan kuat bahwa runtunan batuan beku malihan (Pzgs) merupakan sisa sisa
busur magma Paleozoikum serta sisasisa runtunan sedimen malih parit atau tanah muka
yang berhubungan dengan busur tersebut. Kemungkinan lain bahwa Kompleks Gunungkasih
merupakan bagian dari bongkah alohton atau “exotic” yang terakrasikan terhadap tepi benua
Paparan Sunda pada Paleozoikum Akhir atau Mesozoikum Awal, sehingga tidak
mempunyai sejarah pemalihan yang sama dengan batuan malihan lainnya di Sumatera.
Kompleks batuan metamorfik Gunungkasih terdiri atas mikasekis, gneiss, marner dan
kuarsit. Kompleks ini tersingkap di daerah Gunungkasih, di sebelah barat laut Pringsewu, di
sungai Wai Sekampung, di sebelah utara Pringsewu serta di daerah Sulan. Umur compleks
batuan metamorfik ini didasarkan dari korelasi dengan grup Tapanuli yaitu Permo-Karbon.

Lampung merupakan bagian paling selatan pulau Sumatra. Pulau ini terletak pada batas
paling barat dari kepulauan Indonesia, memanjang baratlaut - tenggara sejajar dengan
rangkaian pulau-pulau yang berturut-turut adalah: pulau Simeulue, pulau Banyak dan Nias,
kepulauan Batu, kepulauan Mentawai (Siberut, Pagai) dan pulau Enggano. Di depan
rangkaian kepulauan tersebut terdapat palung Sunda di mana litosfer samodra India
menunjam di bawah Sumatra dan menandai pertemuan antara lempeng indo-australia dan
lempeng Eurasia. Evolusi batuan volkanik tersier di daerah Lampung sangat dipengarhi oleh
pertemuan konvergen secara collisional terhadap tepi benua eurasia telah terjadi pada Pra
Tersier hingga Paleogen yang ditandai dengan terdapatnya sutur Mutus sebagai batuan dasar
cekungan Sumatra tengah, sutur Kla dan Takengon di Aceh. Sementara singkapan serupa
dijumpai di Sungai Natal, Gadis Pasaman, dan sutur Lematang (Eubank and Makki, 1980.;
Cameron et al, 1981; Pulunggono and Cameron, 1984) dan diduga memanjang hingga
daerah Lampung. Blok-blok benua yang berasal dari fragmentasi tepi benua Australia
bagian Barat Laut pada saat stadia "rifting" zaman Mesozoikum (Metcalfe, 1996\ di Sumatra
terdapat sebagai batolit granitoid Sikoleh di daerah Calang, Aceh, batolit granitoid Air
Bangis di daerah Natal, Sumatra Utara, dan kompleks Gunungkasih yang terdiri atas batuan
metamorfik di daerah Lampung.

4. Cekungan Sumatera Selatan pada bagian utara-timurlaut dibatasi oleh batuan berumur Pra-
Tersier yang merupakan bagian dari Paparan Sunda, Pegunungan Bukit Barisan di bagian
baratdaya, dan Tinggian Lampung di bagian timur. Cekungan ini tersusun dari tiga sub
cekungan besar, dari selatan ke utara yaitu Sub Cekungan Palembang Selatan, Antiklinorium
Palembang Utara, dan Sub Cekungan Jambi. Struktur pada Cekungan Sumatera Selatan
terbentuk akibat dari adanya aktivitas orogenesa yang terjadi di Sumatera yang terpisah
menjadi tiga tahap. Tahapan yag paling muda terjadi pada Mesozoikum Tengah yang diawali
dengan fase kompresional di Cekungan Sumatera Selatan, dimana pada Paleozoikum-
Mesozoikum terjadi metamorfisme, perlipatan, dan patahan yang membentuk blok struktur
yang sangat besar dan pada beberapa tempat terdapat batolit granit. Pada fase ini aktivitas
tektonik dipengaruh oleh proses subduksi lempeng Indo-Australia ke Mikro-kontinen Sunda
yang membentuk pola simple shear yang dikembangkan dalam rezim terbuka. Vulkanisme
berkembang sepanjang garis pegunungan hingga Paleogen. Pada tahap kedua terjadi fase
peregangan yang dimungkinkan terjadi pada Kapur Akhir hingga Tersier Awal dimana
terjadi pembentukan blok 10 patahan dan graben yang dikontrol oleh proses sedimentasi dari
Cekungan Sumatera dan tergabung dengan Cekungan Sunda yang secara khusus bagian
bawah dari sedimen Tersier, yaitu bagian Formasi Lahat dan Formasi Talang Akar. Fase
ekstensional Barat-Timur yang terjadi pada Kapur Akhir hingga Tersier Awal mengakibatkan
adannya alterasi dari subduksi langsung dan pengurangan pada kecepatan subduksi.
Konfigurasi arah dari horst-graben dipisahkan oleh sesar yang berarah Baratlaut-Tenggara
dan Utara-Selatan. Pada akhir dari kegiatan tektonik terjadi terjadi fase kompresional pada
kala Pliosen-Pleistosen. Meningkatnya akrivitas subduksi pada lempeng samudera India yang
berlawanan dengan Sumatera (bagian dari lempeng Asia Selatan) yang menyebabkan
kembali aktifnya paleo-fault (Kapur Akhir-Tersier Awal) yang menyebabkan fase inversi.
Kompresional tektonik pada Plio-Pleistosen diidentifikasikan berasosiasi dengan uplifting
busur vulaknik ke arah barat yang disebabkan kembali aktifnya struktur yang sudah ada dan
menghasilkan sesar naik dengan arah Baratlaut-Tenggara dan pengangkatan dari batuan
dasar. Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah
Baratlaut-Tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah Baratdaya,
Paparan Sunda di sebelah Timurlaut, Tinggian Lampung di sebelah Tenggara yang
memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan
Pegunungan Tiga Puluh di sebelah Baratlaut yang memisahkan Cekungan Sumatera Selatan
dengan Cekungan Sumatera Tengah. Tektonik yang mempengaruhi Cekungan Sematera
Selatan dibagi menjadi tiga fase utama, yaitu :
• Fase kompresional dengan arah WNW-ESE yang berumur Yura Kapur.
• Fase ekstensional dengan arah WNW-ESE.
• Fase kompresional Sesar-sesar yang berarah Barat-Baratlaut dan Timur-Tenggara serta
Utara-Selatan mengaktifkan pengendapan di Cekungan Sumatera Selatan yang beberapa
diantaranya telah mengalami pembalikan struktur pada kala Miosen sampai Plio-Plistosen,
serta basin inversion. Sistem subduksi yang sekarang terletak di lepas pantai Sumatera dan di
selatan Jawa yang dimulai dari Oligosen Akhir. graben dan sesar-sesar utama di Cekungan
Sumatera Selatan berorientasi Utara-Baratlaut ke Selatan Tenggara. Geologi Cekungan
Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan erat dengan
penunjaman Lempeng Indo-Australia, yang bergerak ke arah utara hingga timurlaut terhadap
Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zona penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah barat
Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada
di antara zona interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zona konvergensi dalam
berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng Indo Australia tersebut dapat
mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan.
Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik,
dan busur belakang. Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan belakang busur (back-
arc basin) yang dibentuk oleh tiga fase tektonik utama, yaitu:
1. Fase Syn-Rift selama Paleosen Akhir sampai Miosen Awal, membentuk graben mengarah
ke utara yang diisi endapan Eosen sampai Miosen Awal dan dicirikan dengan pergerakan
Lempeng Eurasia yang searah jarum jam.
2. Fase Post-Rift dan subsidence dari Miosen Awal sampai Pliosen Awal yang dicirikan
dengan arah pergerakan lempeng eurasia yang berlawanan jarum jam.
3. Fase Syn-Orogenic/Inversi yang merupakan proses gaya kompresional yang melibatkan
batuan dasar, inversi cekungan, dan pembalikan sesar pada Pliosen yang membentuk antiklin,
yang merupakan perangkap utama di daerah tersebut.
Cekungan dibatasi oleh paparan sunda di timur laut, tinggian palembang di tenggara,
pegunungan barisan di barat daya, dan pegunungan tigapuluh di barat laut. Cekungan
Sumatera Selatan termasuk kedalam cekungan busur belakang (Back Arc Basin) yang
terbentuk akibat interaksi antara lempeng Indo Australia dengan lempeng mikro-sunda.
Cekungan ini dibagi menjadi 4 (empat) sub cekungan (Pulonggono dan Cameron, 1984)
yaitu:
1. Sub Cekungan Jambi
2. Sub Cekungan Palembang Utara
3. Sub Cekungan Palembang Selatan
4. Sub Cekungan Palembang Tengah

Sedangkan, Sub Cekungan Jambi di Cekungan Sumatera Selatan adalah rangkaian half-
graben berumur Paleogen yang berarah umum Timurlaut-Baratdaya, diantaranya adalah
Tembesi high, Berembang deep, Sengeti-Setiti high, Tempino-Kenali Asam deep, Ketaling
high, Ketaling depression, Merang high, dan Merang deep. Sub Cekungan Jambi memiliki
dua pola struktur yang berbeda yaitu pola struktur berarah Timurlaut-Baratdaya sebagai
pengontrol dari pembentukan graben dan pengendapan Formasi Talang Akar dan polas
truktur berarah Baratlaut-Tenggara yang berkaitan dengan tektonik kompresi dan
menghasilkan sesar naik dan antiklin. Khususnya pada Blok “JM”, Clure dan Fiptiani (2001)
memaparkan bahwa elemen struktur utama pada Sub Cekungan Jambi adalah horst dan
graben yang terbentuk pada kala Paleogen dengan arah orientasi Timurlaut-Baratdaya dan
juga beberapa ada yang memiliki orientasi Utara-Selatan pada Cekungan Sumatera Selatan.
Dari hubungan horst dan graben tersebut merupakan awal terbentuknya Sub Cekungan Jambi
khususnya pada Blok “JM” yang merepresentasikan horst adalah pada daerah Merang high
dan Ketaling high serta ada pula yang merepresentasikan graben adalah Merang deep dan
Ketaling deep.

Untuk cekungan aceh dan sumatera utara merupakan salah satu cekungan yang ada dipulau
sumatera. sistem cekungan aceh merupakan cekungan kearah timur dari system busur muka,
yang memebentuk suatu lembah yang terbuka melebar kearah selatanyang memiliki
kedalaman sampai 3000 m yang diapit oleh perbukitan di sisi barat dan paparan di sisi timur.
Cekungan tersebut merupakan cekungan busur muka (fore arc basin) dengan kedalaman
2000 m sampai 3000 m dan dinamakan sebagai cekungan aceh (aceh basin). Di aceh juga
terdapat cekungan aceh barat yang sering disebut sebagai Meulaboh Embayment yang
merupakan cekungan endapan batu bara. Sedangkan untuk cekungan sumatera utara
merupakan salah satu rangkaian cekungan sedimen di Sumatra yang terletak di ujung utara
Pulau Sumatra. Cekungan Sumatera Utara terbentuk pada umur Tersier Awal dan merupakan
bagian dari cekungan busur belakang atau back-arc basin Paparan Sunda yang terbentuk
akibat tumbukan antara Lempeng India-Australia dengan Lempeng Eurasia. Cekungan ini
memiliki bentuk yang bulat memanjang yang berorientasi Tenggara – Barat Laut yang
terletak di antara Paparan Sunda yang berada di daerah lepas pantai sebelah timur laut yang
dibatasi oleh Bukit Barisan di sebelah barat serta dibatasi oleh Busur Asahan di sebelah
selatannya yang membatasi Cekungan Sumatera Utara ini dengan Cekungan Sumatera
Tengah serta Paparan Malaka yang tenang di sebelah timur. Cekungan Sumatera Utara ini
meliputi jalur sempit yang terbentang dari Medan sampai ke Banda Aceh dimana semakin ke
arah timur akan menyatu dengan paparan sunda dan sisi sebelah arah utara akan menerus,
mendalam, dan membuka ke arah Laut Andaman. Cekungan sumatera utara ini secara
tektonik dibagi menjadi beberapa tinggian dan dalaman. Tinggian tersebut terbagi menjadi
Lhok Sukon High, Arun High, Alur High, Sigli High, Peulalu High, dan Yang Besar High,
sedangkan dalaman tersebut terbagi menjadi Tamiang Deep, Jawa Deep, dan Basah Deep.

5. Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan yang produktif untuk hidrokarbon dan
batubara. Hal ini disebabkan terdapat beberapa formasi yang dapat bertindak sebagai batuan
induk yang baik, batuan reservoar yang memadai dan batuan penutup. Jalur migrasinya
diperkirakan oleh adanya sesar-sesar yang terjadi pada cekungan ini.
1. Batuan Induk
Hidrokarbon pada cekungan Sumatera Selatan diperoleh dari batuan induk lacustrine
Formasi Lahat dan batuan induk terrestrial coal dan coaly shale pada Formasi
Talangakar. Batuan induk lascustrine diendapkan pada kompleks half-graben, sedangkan
terrestrial coal dan coaly shale secara luas pada batas half-graben. Batuan induk berupa
shale/serpih dinilai telah menggenerasikan hidrokarbon. Pada Miosen Akhir-Pliosen
terjadi proses pematangan hidrokarbon. Formasi yang paling banyak menghasilkan
minyak diketahui hingga saat ini adalah Formasi Talangakar dengan kandungan material
organik yang berkisar 0,5- 2,5%. Minyak di Cekungan Sumatera Selatan berasal dari
batuan induk yang mengandung kerogen wax. Batuan Induk yang potensial berasal dari
batulempung hitam Formasi Lahat, lignit (batubara), batulempung Formasi Talang Akar
dan batulempung Formasi Gumai. Formasi Lahat mengalami perubahan fasies yang cepat
ke arah lateral sehingga dapat bertindak sebagai batuan induk yang baik dengan
kandungan material organiknya 1.2 - 5%. Formasi Lahat diendapkan di bagian graben
dan di bagian tengah Sub Cekungan Palembang. Landaian suhu berkisar 4.8 – 5.5o C/100
m, sehingga kedalaman pembentukan minyak yang komersil terdapat pada kedalaman
2000 – 3000 m. Formasi yang paling banyak menghasilkan minyak yang diketahui
hingga saat ini adalah Formasi Talang Akar, dengan kandungan material organik yang
berkisar 0.5 – 1.5%. Diperkirakan di bagian tengah Cekungan Formasi Talang Akar telah
mencapai tingkatan lewat matang. Minyak di Cekungan Sumatera Selatan berasal dari
batuan induk yang mengandung kerogen wax. Formasi Gumai mempunyai kandungan
material organik yang berkisar 1 – 1.38% di Sub Cekungan Jambi, sedangkan di Sub
Cekungan Palembang tidak ada data yang menunjukkan bahwa formasi ini dapat
bertindak sebagai batuan induk. Kandungan Material organik pada Formasi Air Benakat
berkisar antara 0.5 – 50%, karena pada Formasi ini banyak mengandung lapisan lignit.
Tetapi kandungan rata-ratanya adalah 1.1%. Temperatur jendela minyak (oil window)
adalah 115 oC pada kedalaman 1700 m, sedangkan jendela gas (gas window) adalah 320
oC pada kedalaman 2500m.
2. Batuan Reservoar
Dalam cekungan Sumatera Selatan, beberapa Formasi dapat menjadi reservoir yang
efektif untuk menyimpan hidrokarbon, antara lain adalah pada basement, Formasi Lahat,
Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai, selain itu batugamping
Formasi Baturaja juga dapat berlaku sebagai batuan reservoar. Pada Sub Cekungan
Jambi, produksi terbesar terdapat pada batuan reservoar Formasi Air Benakat. Batupasir
alasnya mempunyai porositas 27%, batupasir delta porositasnya 20% dan batupasir laut
dangkal mempunyai porositas 10% batupasir konglomeratan dari Formasi Talang Akar
merupakan reservoar kedua yang berproduksi minyak dengan porositas 30% dan
permeabilitas 12 – 180 md. Batugamping Formasi Baturaja berproduksi minyak hanya di
bagian Tenggara Sub Cekungan Jambi dengan porositas 19%. Pada Sub Cekungan
Palembang produksi minyak terbesar terdapat pada batuan reservoar Formasi Talang
Akar dan Formasi Baturaja. Porositas lapisan batupasir berkisar 15 – 28%. Reservoar dari
Formasi Air Benakat dan Muara Enim merupakan penghasil minyak kedua setelah kedua
formasi tersebut di atas. Batugamping Formasi Baturaja menghasilkan kondensat dan gas
di tepi sebelah Barat dan Timur dari Sub Cekungan Palembang. Dalam sub cekungan
Sumatera Selatan produksi hidrokarbon terbesar berasal dari Formasi Talangakar dan
Formasi Baturaja. Basement yang berpotensi sebagai resevoar terletak pada daerah
uplifted dan paleohigh yang di dalamnya mengalami rekahan dan pelapukan. Batuan pada
basement ini terdiri dari granit dan kuarsit yang memiliki porositas efektif sebesar 7%.
Untuk Formasi Talangakar secara umum terdiri dari quarzone sandstone, siltstone, dan
pengendapan shale. Sehingga pada sandstone sangat baik untuk menjadi resevoar. Pada
resevoar karbonat Formasi Baturaja, pada bagian atas merupakan zona yang porous.
Porositas yang terdapat pada Formasi Baturaja berkisar antara 10 – 30 % dan
permeabilitasnya sekitar 1 Darcy.
3. Batuan Tudung
Batuan tudung pada umumnya merupakan lapisan batulempung yang tebal dari Formasi
Gumai, Air Benakat dan Muara Enim. Disamping itu terjadinya perubahan fasies ke arah
lateral dai Formasi Talang Akar dan Baturaja. Batuan penutup cekungan Sumatera
Selatan secara umum berupa lapisan shale dari Formasi Gumai, Air Benakat dan Muara
Enim. Seal pada resevoir batugamping Formasi Baturaja berupa lapisan shale yang
berasal dari Formasi Gumai, shale yang bersifat intraformational juga menjadi seal rock
yang baik untuk menjebak hidrokarbon.
4. Perangkap dan Migrasi
Pada umumnya perangkap hidrokarbon di Cekungan Sumatera Selatan merupakan
perangkap struktur anticlinal dari suatu anticlinorium yang terbentuk pada Pleo-
Pleistosen. Selain itu terdapat drape batuan sedimen terhadap batuan dasar di suatu
tinggian. Struktur sesar baik normal maupun geser dapat bertindak sebagai perangkap
untuk minyak. Perangkap stratigrafi terjadi pada batugamping terumbu, bentuk membaji,
bentuk kipas, dan lensa dari batupasir karena perubahan fasies. Migrasi umumnya terjadi
ke arah up – dip serta melalui sesar-sesar yang ada. Tipe jebakan struktur pada cekungan
Sumatra Selatan secara umum dikontrol oleh struktur struktur tua dan struktur lebih
muda. Jebakan struktur tua ini berkombinasi dengan sesar naik sistem wrench fault yang
lebih muda. Jebakan sturktur tua juga berupa sesar normal regional yang menjebak
hidrokarbon. Sedangkan jebakan struktur yang lebih muda terbentuk bersamaan dengan
pengangkatan akhir Pegunungan Barisan (kala Pliosen sampai Pleistosen). Migrasi
hidrokarbon ini terjadi secara horizontal dan vertikal dari source rock berupa serpih dan
batubara pada Formasi Lahat dan Talangakar. Migrasi horizontal terjadi di sepanjang
kemiringan slope, yang membawa hidrokarbon dari source rock ke batuan resevoar.
Migrasi vertikal dapat terjadi melalui rekahan – rekahan dan daerah sesar turun mayor.
Terdapatnya resapan hidrokarbon di dalam Formasi Muara Enim dan Air Benakat adalah
sebagai bukti yang mengindikasikan adanya migrasi vertikal melalui daerah sesar kala
Pliosen sampai Pliestosen.

Anda mungkin juga menyukai